bab ii tinjauan pustaka 2.1...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup dengan sendirinya, oleh
karena itu sebagai makhluk sosial dibutuhkannya untuk berinteraksi satu sama lain.
Berinteraksi dengan orang maka kita harus bisa berkomunikasi yang baik. Karena,
komunikasi tidak dapat terjalin apabila hanya satu orang saja melainkan antara dua
makhluk hidup. Lalu, dengan berkomunikasi maka menimbulkan kesamaan dan
pemahaman yang sama sehingga dengan berkomunikasi meminimalisir
kesalahpahaman. Komunikasi terjalin apabila terdapat komunikator (pembicara),
pesan yang ingin disampaikan, lalu melalui media apa, komunikan (penerima), dan
yang terakhir adalah feedback (umpan balik) yang diberikan oleh komunikan.
Wilbur Schramm (1954) mengemukakan bahwa kita juga harus mengamati
hubungan antara seorang pemimpin dan penerima. Ia mengonseptualisasikan model
komunikasi interaksional, (interaksional model of communication), yang
menekankan proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata
lain, komunikasi berlangsung dua arah, dari pengirim kepada penerima dan dari
penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi
selalu berlangsung (Richard dan Lynn, 2009:13).
Oleh sebab itu, komunikasi merupakan sebuah aktivitas ataupun rutinitas sehari-
hari di dalam kehidupan. Namun, komunikasi tidak hanya terjalin hanya dua arah
9
saja akan tetapi ketika sekelompok orang sedang berkomunikasi maka yang
menjadi komunikator belum tentu hanya satu orang saja. Karena, komunikasi dapat
dikatakan berhasil apabila komunikaan paham oleh pesan yang disampaikan
komunikator.
Satu elemen yang penting bagi model komunikasi interaksional adalah umpan
balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan (Richard dan Lynn,
2009:13). Berbagai macam umpan balik atau feedback yang diberikan oleh
komunikan, umpan balik sendiri dapat berupa verbal dan nonverbal. Sehingga,
tergantung dari komunikan tersebut menanggapi pesan yang diberikan oleh
komunikator. Dengan, adanya umpan balik membantu komunikator untuk
mengetahui apakah pesan yang disampaikan diterima dengan baik atau buruk. Lalu,
sebagai alat ukur untuk bagaiman komunikan memahami pesan yang disampaikan.
Apabila, komunikan tidak memberikan respons atau diam maka itu dapat menjadi
dua arti yaitu, komunikan tidak mengerti atau paham. Akan tetapi, jika komunikan
memberikan respons seperti berupa tanggapan ataupun pertanyaan maka
komunikan tersebut mengerti dan mencoba untuk memahmi pesan yang
disampaikan oleh komunikan.
Elemen terakhir dalam model interaksional adalah bidang pengalaman (field of
experience) seseorang atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan
seseorang memengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan satu sama
lain. Setiap orang membawa bidang pengalaman yang unik dalam tiap episode
komunikasinya, dan pengalaman-pengalaman tersebut sering kali mempengaruhi
komunikasi yang terjadi (Richard dan Lynn, 2009:13).
10
Lalu, ketika seseorang sedang berkomunikasi dengan lawannya, tentunya
memilki latar belakang yang berbeda sehingga hal itu juga akan memepengaruhi
pesan yang ingin disampaiakan oleh komunikator. Sehingga, pesan yang di
sampaikan dapat memberikan pengaruh kepada komunikator atau justru komunikan
tidak mengerti apa yang disampaiakan oleh komunikator.
Pada umumnya proses komunikasi antar manusia dapat digambarkan dalam
model sebagai berikut:
Gambar 1. Model Komunikasi Antar Manusia
Sumber: Sosiologi Komunikasi, 2009
Proses komunikasi diawali dengan adanya sumber sebagai komunikator baik
dalam sebuah kelompok maupunn individu yang akan melakukan aktivitas
komunikasi dengan individu atau kelompok yang lain. Maka dari itu, langkah
pertama yang dilakukan sumber adalah ideation, yaitu penciptaan satu gagasan atau
pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan
landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan. Langkah kedua dalam
penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi
11
atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-tanda atau lambang-lambang yang
disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunayai efek
terhadap orang lain. Pada langkah ketiga, dalam proses komunikasi adalah
penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan
kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar, ataupun melalui
suatu tindakan tertentu. Lalu, pada langkah ketiga ini, kita sering mengenal dengan
istilah channel atau saluran, yakni alat untuk menyampaikan suatu pesan. Langkah
keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan, dalam proses ini, penerima
melakukan decoding yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang
disampaikan kepadanya. Oleh karena itu, penerima yang akan menentukan
bagaimana memahami suatu pesan dan dalam memberikan respons terhadap pesan
tersebut. Tahap terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan
balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah
disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dapat berwujud kata-
kata ataupun menyimpannya. ( Burhan Bungin,2009:259-260)
Menurut Gerald R. Miller, komunikasi terjadi ketika suatu sumber
menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk
mempengaruhi perilaku penerima (Dedy Mulyana, 2012:68). Dari definisi tersebut
dalam sebuah interaksi dua arah atau lebih ketika terjalinnya sebuah interaksi maka
komunikator memiliki tujuan atau pesan yang ingin disampaikannya kepada
komunikan dan pesan tersebut tanpa disadari akan mempengaruhi pandangan atau
persepsi komunikan agar dapat menyetujui pesan yang di berikan oleh
komunikator. Pada tradisi uang panai, ketika hendak menyepakati berapa uang
12
panai yang akan diberikan oleh pihak perempuan maka diadakannya pertemuan
terlebih dahulu oleh kedua belah pihak yang mewakili tiap calon mempelai. Lalu,
ketika pertemuan itu berlangsung maka ada satu orang yang menjadi komunikator
yang diberikan wewenang untuk menyampaikan tujuannya dalam menghadiri
pertemuan tersebut. lalu, terjadilah negoisasi antara kedua belah pihak mengenai
uang panai yang sesuai untuk diberikan kepada calon mempelai perempuan, dengan
melalui komunikasi komunikator saling mempengaruhi agar mendapatkan
kesepakatan yang sesuai.
2.2 Komunikasi sebagai Transaksi
Model komunikasi transaksional (transactional model of communication)
(Barnuld,1970) menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang
berlangsung secara terus menerus dalam sebuah episode komunikasi sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 1. Mengatakan bahwa komunikasi bersifat transaksional
berarti mengatakan bahwa proses tersebut kooperatif, pengirim dan penerima sama-
sama bertanggung jawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi.
(Richard dan Lynn, 2009:14)
13
Gambar 2. Komunikasi Transaksional
Sumber: Pengantar Teori komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi 3, 2009
Dalam komunikasi transaksional ini, ketika menjalin hubungan komunikasi agar
dapat membangun kesamaan antara komunikan dan komunikator maka
diperlukannya pengalaman yang sama dan pengalaman tersebut melihat dengan
kejadian masa lalunya. Apabila, memliki pengalaman yang sama maka menjalin
komunikasinya pun akan saling terhubung. Tetapi, dalam teori tersebut kedua pihak
digambarkan sebagai komunikator dan tidak ada pihak yang menjadi komunikan
karena mereka saling berpartisipasi aktif dalam proses komunikasi karena pada saat
terjalinnya komunikasi kita dapat sewaktu-waktu dapat sebagai pengirim pesan,
penerima pesan, atau justru melakukan kedua hal tersebut. oleh karenanya,
komunikasi transaksional merupakan negoisasi dalam berkomunikasi agar
mendapatkan kesamaan dan menumkan hasil yang telah disepakati secara bersama.
Ketika transaksional sedang berlangsung maka, peneliti menggunakan model
Tubbs yang dikembangkan oleh Stewart, L. Tubbs. Model ini menggambarkan
komunikasi paling mendasar, yaitu komunikasi dua-orang (diadik). Model
komunikasi Tubbs sesuai dengan konsep komunikasi sebagai transaksi, yang
mengamsusikan kedua peserta komunikasi sebagai pengirim dan sekaligus juga
penerima pesan. Prosesnya bersifat timbal balik atau saling mempengaruhi. Model
komunikasi Tubbs melukiskan, baik komunikator 1 atau komunikator 2 terus
menerus memperoleh masukan, yakni rangsangan yang berasal dari dalam ataupun
dari luar dirinya, yang sudah berlalu ataupun yang sedang berlangsung, juga semua
14
pengalamannya dalam dan pengetahuannya mengenai dunia fisik dan sosial yang
mereka peroleh lewat indra mereka.
Gambar 3. Model Tubbs
Sumber: Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2012
Model komunikasi transaksional ini dikemukakan oleh Barnlund. Dia
menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus
menerus dalam sebuah episode komunikasi. Model komunikasi transaksional
berarti bahwa proses komunikasi tersebut kooperatif, baik pengirim maupun
penerima sama-sama bertanggungjawabterhadap dampak dan efektivitas
komunikasi yang terjadiPesan dalam model Tubbs dapat berupa pesan verbal, juga
nonverbal, bisa disengaja ataupun tidak disengaja. Salurannya adalah alat indra,
ganguan dalam model Tubbs terbagi dua, gangguan teknis dan gangguan semantik.
15
Gangguan teknis merupakan faktor yang menyebabkan si penerima merasakan
perubahan dalam informasi atau rangsangan yang tiba lalu ganguan semantik
adalah pemberian makna yang berbeda atas lambang yang disampaiakan pengirim.
(Deddy Mulyana, 2012:166-168)
2.3 Komunikasi Interpersonal
Dalam proses transaksi untuk menentukan jumlah uang panai yang akan di
berikan kepada pihak perempuan, maka adanya aktivitas komunikasi yang terjadi
selama bernegosiasi. Karena, adanya proses tatap muka secara langsung dari
perwakilan setiap keluarga.
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communicatioan) adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap rekasi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun
nonverbal. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin
pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan
mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Kenyataanya komunikasi
tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda
dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar dan televise atau lewat
teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepin genggam, E-mail, atau
telekonferensi, yang membuat manusia merasa terasing. (Deddy
Mulyana,2012:79—80)
Teori FIRO (Fundamental Interpesonal Relations Orientation) merupakan salah
satu teori yang berkaitan dengan hubungan interpersonal yang dikemukakan oleh
16
William C. Schultz. Teori ini menjelaskan perilaku interpersonal dalam
orientasinya dengan orang lain. Pola hubungan antar pribadi (interpersonal) dapat
dijelaskan dalam tiga kebutuhan interpersonal, yaitu inklusi atau keikutsertaan,
kontrol, dan afeksi. Inklusi adalah kebutuhan akan keikutsertaan, kebutuhan untuk
bergabung dengan orang lain. kontrol ialah kebutuhan untuk mendominasi orang
lain sampai kebutuhan untuk dikontrol sehingga ada rasa untuk mengendalikan
orang lain dalam suatau tatanan hirarki. Pada satu pihak orang ingin mengontrol
orang lain secara mutlak, sedangkan di pihak lain keinginan untuk dikontrol oleh
orang lain secara mutlak. Kebutuhan afeksi adalah erat hubungannya dengan
personal dan emotional feeling antara dua individu sehingga ingin memperoleh
keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain. (Siti Zubaidah, 2013:47)
2.4 Stratifikasi Sosial (Social Stratification)
Stratifikasi sosial atau strata sosial adalah struktur sosial yang berlapis-lapis di
dalam masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa masyarakat memiliki strata,
mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi. Menurut Piltirim Sorokim yang
dikutip dari Soekanto, Social Stratification adalah pembedaan penduduk dan
masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat, yaitu kelas-kelas tinggi
dan kelas-kelas rendah. Secara umum, strata sosial di masyarakat melahirkan kelas
sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu atas (Uper Class), menengah (Middle
Class), dan bawah (Lower Class). (Burhan Bungin, 2009:49)
Di dalam tradisi uang panai yang dilakukan oleh masyarakat etnis Bugis, apabila
seorang perempuan mendapatkan uang panai dengan jumlah yang besar lalu,
17
dengan menyelenggarakan pesta pernikahan yang meriah maka hal itu akan
meningkatkan status sosialnya di dalam masyarakat. Karenanya, dasar
pembentukan kelas sosial adalah (a) ukuran kekayaan, (b) ukuran kepercayaan, (c)
besaran kekuasaan, (d) ukuran kehormatan, € ukuran ilmu pengetahuan dan
pendidikan. (Burhan Bungin, 2009:50).
Oleh karena itu, peneliti menggunakan Teori Penetrasi Sosial yang
dipopulerkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Teori penetrasi sosial secara
umum membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpsonal. Teori ini
menjelaskan proses berhubungan dengan orang lain yang mana terjadi proses
adaptasi di antara keduanya. Teori asli Altman dan Taylor didasarkan pada salah
satu gagasan yang paling terkenal dalam tradisi sosiopsikologis, masalah ekonomi
yang mengondisikan manusia membuat keputusan berdasarkan biaya dan manfaat.
Setiap keputusan merupakan keseimbangan antara biaya dan manfaat. Ketika
menerapkan prinsip ini pada interaksi manusia, kita melihat pada sebuah proses
yang disebut pertukaran sosial (social exchange). Dalam teori pertukaran sosial,
interaksi manusia layaknya sebuah transaksi ekonomi untuk memaksimalkan
manfaat dan memperkecil biaya. (Stephen W. Littlejohn,2014:291-294)
Sehingga, berkaitan dengan teori yang digunakan, komunikasi yang terjalin
saaat negosiasi berjalan yakni adanya kedua belah pihak yang memiliki perwakilan
masing-masing dan dipilih berdasarkan pengalaman lalu orang yang dihormati di
dalam keluarga tersebut, yang mana adanya proses ikatan hubungan setiap individu
memiliki hubungan yang intim saat berkomunikasi. Lalu, teori pertukaran sosial
yakni, di dalam negosiasi saat memilih orang yang akan mewakili pertemuan
18
tersebut maka adanya hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan
suatu imbalan bagi kita, sehingga negosiasi akan berjalan sesuai dengan yang
diingkan oleh kedua belah pihak dan saling menguntukan. Maka, komunikasi antar
keluarga terjalin ketika negosiasi tersebut sampai meneyepakati jumlah uang panai
yang akan diberikan oleh pihak perempuan.
2.5 Komunikasi Kelompok
Ketika tradisi uang panai ini berlangsung maka ada beberapa orang yang
menghadiri pertemuan tersebut, sehingga komunikasi yang ada tidak hanya terjalin
oleh satu orang saja melainkan adanya beberapa orang yang turut hadir dalam
tradisi tersebut. Sehingga, adanya komunikasi kelompok di dalam tradisi uang
panai ini. Komunikasi kelompok yakni adanya hubungan akrab antara orang tua
dan anak sangat penting untuk di bangun di dalam keluarga, keakraban hubungan
itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu
waktu dan kesempatan.
Suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh
beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil
peranan, terikat satu sama lain, dan berkomunikasi tatap muka (Muhammad dalam
Marhaeni Fajar, 2009: 65)
Dalam komunikasi kelompok, tidak dapat dipungkiri adanya hambatan saat
berkomunikasi dengan lawan bicaranya, karena setiap kelompok memilki
kesamaan dalam pemamaham, ataupun budaya. Sehingga kelompok bersifat
19
homogen atau memiliki kesamaan. Berbeda dengan komunikasi yang dilakukan
hanya dua orang saja, karena tidak ada yang mempengaruhinya.
Di mana, komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang, tetapi
dalam jumlah terbatas dan materi komunikasi tersebut juga kalangan terbatas,
khusus bagi anggota kelompok tersebut. adapun karakteristik dari komunikasi
kelompok, antara lain: 1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat
homogen, 2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan
tindakan pada saat itu juga, 3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi
secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat
komunikasi sedang berlangsung, 4. Pesan yang diterima komunikan dapat bersifat
rasional (terjadi pada komunikasi kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi
pada komunikasi kelompok besar ), 5. Komunikator masih dapat meengetahui dan
mengenal komunikan meskipun hubungan terjadi tidak erat seperti pada
komunikasi interpersonal, 6. Komunikasi kelompok akan menimbulkan
konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Marhaeni,2009:66).
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi,
dan sebagainya. Michael Burgoon (dalam Wiryanto,2005) mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau
lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagai informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat menginat karakteristik
pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. (Marhaeni,2009:66)
20
Dari dua definisi komunikasi kelompok yang terdapat di atas memiliki
kesamaan, yaitu adanya proses tatap muka dan ada rencana kerja agar bisa
mencapat tujuan kelompok. “Kelompok adalah sekumpulan orang yang
mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan
bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari
kelompok tersebut (Deddy Mulyana,2005:67). Kelompok yang dimaksud ialah,
keluarga, kelompok pemecah masalah, kelompok diskusi.
2.6 Klasifikasi Kelompok Dan Karakteristik Komunikasinya
Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan
sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi
kelompok (Marhaeni Fajar, 2009:67-69):
1) Kelompok primer dan sekunder
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994)
mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-
anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama.
Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya
berhubungan tidak akrab, tidak personal dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin
Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya,
sebagai berikut:
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.
Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,
21
menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam
suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang
menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder
komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok
sekunder nonpersonal.
3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada
aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok
sekunder instrumental.
5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok
sekunder formal.
2) Kelompok keanggotan dan kelompok rujukan
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan:
1. Kelompok keanggotaan
Kelompok yang anggota-anggotanya secara administrative dan fisik
menjadi anggota kelompok itu.
2. Kelompok Rujukan
Kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk menilai diri
sendiri atau membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi:
1. Fungsi komparatif
22
2. Fungsi normatif
3. Fungsi perspektif
3) Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua:
deskriptif dan peskriptif. Katagori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok
dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan,
ukuran dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:
a. Kelompok tugas, kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,
misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.
b. Kelompok pertemuan, kelompok pertemuan adalah kelompok orang
yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi,
setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok
terapi dirumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan.
c. Kelompok penyadar, kelompok penyadar mempunyai tugas utama
menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner
radikal (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan
cukup banyak.
2.7 Tipe Komunikasi Dalam Kelompok
Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group) yakni
Permasalahan akan terjadi kapanpun baik masalah dengan diri sendiri ataupun
dengan orang lain, apabila seseorang memiliki masalah terhadap dirinya sendiri
maka ia lah yang harus mencari solusinya bagaiaman. Namun, berbeda dengan
23
sebuah kelompok karena di dalam kelompok terdapat seseorang yang di percaya
dan di dengarkan pendapatnya untuk memecahkan suatu masalah yang ada di
kelompoknya tersebut.
Orang-orang yang terlibat dalam kelompok pemecahan masalah, bekerja
bersama-sama untuk mengatasi persoalan bersama yang mereka hadapi. Dalam
sebuah keluarga misalnya, bagaimana seluruh anggota keluarga memecahkan
persoalan tentang cara –cara pembagian kerja yang memungkinkan mereka terlibat
dalam pekerjaan rumah tangga, seperti tugas apa yang harus dilakukan seorang
suami, apa yang menjadi tanggung jawab istri, dan pekerjaan-pekerjaan apa yang
dibebankan kepada anak-anaknya. Atau dalam contoh lain, bagaimana para warga
yang tergabung dalam satu Rukun Tetangga (RT) berusaha megorganisasi diri
mereka sendiri guna mencegah tindak pencurian melalui kegiatan sistem keamanan
lingkungan atau lebih dikenal dengan siskamling.
Problem solving group dalam operasionalisasinya melibatkan dua aktivitas
penting. Pertama, pengumpulan informasi (gathering information). Bagaimana
suatu kelompok sebelum membuat keputusan, berusaha mengumpulkan informasi
yang penting dan berguna untuk landasan pengmabilan keputusan tersebut. Dan
kedua adalah pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri yang berdasar pada
hasil pengumpulan informasi (Daryanto, Muljo Rahardjo, 2016:92).
2.8 Proses Pengambilan Keputusan dalam Kelompok
2.8.1 Pendapat Ahli
24
Ketika suatu permasalahan terjadi maka ada satu oran yang telah dipercayakan
untuk memberikan pendapatnya dalam memberikan solusi di kelompoknya
tersebut. karena, apabila tidak ada yang menjadi penengah maka permasalahan
tersebut tidak selesai. Oleh sebab itu, dalam sebuah kelompok terdapat seseorang
pendapat ahli yang memeliki kekuatan untuk mengambil sebuah keputusan.
Kadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya diberi
predikat sebagai ahli (expert), sehingga memungkinkannya, memiliki kekuatan dan
kekuasaan untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan
bekerja dengan baik apabila seorang anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut
memang benar-benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh
anggota kelompok lainnya. Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap
ahli tersebut bukanlah masalah yang sederhana, karena sangat sulit menurunkan
indikator yang dapat mengukur orang yang dianggap ahli (superior). Ada yang
berpendapat bahwa orang yang ahli adalah orang yang memiliki kualitas terbaik
untuk membuat keputusan, namun sebaliknya tidak sedikit pula orang yang tidak
setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya, menentukan apakah seseorang dalam
kelompok benar-benar ahli adalah persoalan yang rumit (Daryanto, Muljo
Rahardjo, 2016:94-95).
2.8.2 Negosiasi
Saat tradisi uang panai ini dilaksanakan oleh keluarga, maka rangkaian acara
tersebut ialah menemukan kesepakatan bersama atau negosiasi antar keluarga
berapa jumlah uang yang akan diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon
mempelai perempuannya.
25
Menurut Alan (N. Purnomolastu, Agus Wijaya dkk,2012:89) negosiasi adalah
suatu metode untuk mencapai suatu perjanjian dengan unsur-unsur koperatif
maupun kompetitif. Unsur koperatif diaman keduanya berusaha mencapai
kesepakatan yang dapat diterima bersama, adapun unsur kompetitif mengandung
pengertian bahwa mereka menginginkan hasil terbaik bagi dirinya sendiri. Adapun
tujuan dari negosiasi untuk mencapai tujuan yang sama karena pemahaman yang
berbeda agar dapat meneyelesaikan suatu masalah.
2.8.3 Kesepakatan
Kesepakatan atau consensus akan terjadi kalau semua anggota dari suatu
kelompok mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini
memiliki keuntungan, yaitu partisipasi penuh dari seluruh anggota akan dapat
meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para
anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu, metode consensus sangat
penting khususnya dalam keputusan yang berhubungan dengan persoalan-
persoalan yang kritis dan kompleks.
Namun demikian, metode pengambilan keputusan yang dilakukan melalui
kesepakatan ini tidak lepas juga dari kekurangan-kekurangan, yang paling
menonjol adalah dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama,
sehingga metode ini tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan yang mendesak
atau darurat.
Keempat metode pengambilan keputusan di atas menurut Adler dan Rodman,
tidak ada yang yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang menjelaskan
26
bahwa satu metode lebih unggul dibanding metode pengambilan keputusan lainnya.
Metode yang paling efektif yang dapat digunakan dalam situasi tertentu, bergantung
pada faktor-faktor: 1. Jumlah waktu yang ada dan dapat dimanfaatkan, 2. Tingkat
pentingnya keputusan yang akan diambil oleh kelompok, dan 3. Kemampuan-
kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin kelompok dalam mengelola kegiatan
pengambilan keputusan tersebut (Daryanto, Muljo Rahardjo, 2016:94-95).
2.9 Komunikasi Pernikahan dan Budaya Komunikasi
Setiap daerah memiliki kebudayaan masing-masing, dengan kebudayaan yang
dimiliki maka itu sebuah ciri khas suku tersebut. karena ada kepercayaan atau mitos
yang di yakini di dalam tradisi-tradisi di berbagai suku sehingga kebudayaan
tersebut harus dipertahankan.
Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddayah, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikan kebudayaan dapat
diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Budaya adalah daya dan budi
yang berupa cipta, karsa, dan rasa itu. kata budaya di sini hanya dipakai sebagai
suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan ari yang sama. Kata culture
merupakan kata asing yang sama artinya dengan “kebudayaan”. Berasal dari kata
latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tana atau
bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai “segala daya upaya serta
tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam
(Koentjraningrat,2009:146).
27
Oleh karena itu, dengan adanya budaya menciptakan identitas yang berbeda
pada sekelompok orang, lalu, budaya yang dimiliki juga memiliki karakteristik
dalam nilai – nilai budayanya. Contohnya saja , dalam beberapa budaya yang
terdapat di Indonesia memiliki bahasa, pakaian, dialeg, kepercayaan, pesta
pernikahan, ritual kematian yang berbeda. Menurut Oswal budaya merupakan
karakteristik pola-pola prilaku hasil belajar dalam kelompok masyarakat. Oleh
karena itu, budaya merupakan suatu hal yang meliputi dalam beberapa aspek di
dalam kehidupan kita, yaitu dari pandangan hidup seseorang lalu keyakinan atau
sistem nilai yang diyakini oleh masyarakat dan berbagai mitos yang masyarakat
mempercayainya.
Menurut Koenjtraningrat, berpendapat bahwa unsur kebudyaan mempunyai
tiga wujud, yaitu pertama sebagai suatu ide, gagasan, nilai-nilai norma-norma
peraturan dan sebagainya, kedua sebagai suatu aktifitas kelakukan berpola dari
manusia dalam sebuah komunitas masyarakat, ketiga benda-benda hasil karya
manusia. (Konetjraningrat, 2009:150)
Komunikasi adalah salah satu wujud kebudayaan. Karena, komunikasi
dapat terwujud apabila terdapat suatu gagasan yang akan disampaiakan oleh
seseorang. Dengan, menggunakan bahasa yang efektif lalu menggunakan bahasa
apa dan siapa yang akan menjadi sasaran untuk disampaikan pesan tersebut.
menurut, Linton (1945) budaya secara umum telah dianggap sebagai milik manusia,
dan digunakan sebagai alat komunikasi sosial di mana didalamnya terdapat proses
peniruan.
28
2.9.1 Nilai dan Norma Budaya
Semua diskusi tentang kebudayaan selalu dimulai dengan pemahaman tentang
unsur kebudayaan, yakni budaya material dan budaya non material (Alo liliweri,
2007:48-57):
1. Budaya Material
Budaya material adalah objek material yang dihasilkan dan digunakan oleh
manusia mulai dari peralatan yang sederhana, peralatan rumah tangga, mesin-mesin
otomotif, hingga instrument yang digunakan dalam penyelidikan. Produk-produk
itu merupakan bagian penting untuk mendukung aktivitas kehidupan manusia setiap
hari. Dengan demikian, anggota budaya suatu masyarakat selalu berusaha dengan
cara berbeda-beda untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar
produk-produk material itu digunakan untuk mempertahankan hidup.
2. Budaya Nonmaterial
a. Nilai
Nilai merupakan sebuah unsur penting dalam kebudayaan, nilai membimbing
manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan.
Dengan kata lain, nilai merupakan sesuatu yang abstrak tentang tujuan budaya yang
akan kita bangun bersama melalui bahasa, simbol, dan pesan-pesan verbal maupun
nonverbal.
29
b. Norma
Nilai dapat dibedakan dari norma. Kalau nilai hanya meliputi penilaian tentang
baik buruknya objek, peristiwa, tindakan, atau kondisi, sedangkan norma lebih
merupakan standar perilaku. Sebuah norma adalah aturan yang mengatur tentang
hukuman atau ganjaran dalam berbagai bentuk sesuai dengan variasi posisi sosial
orang dalam relasi antar manusia. Jadi, semua tindakan manusia memiliki objek
akibat tertentu dan norma secara khusus memberikan akibat sosial bagi seseorang
tatkala dia menampilkan tindakan itu. Kita mengenal beberapa bentuk norma,
antara lain cara, kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat.
c. Cara
Cara menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan
yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kebiasaan yang menunjuk pada
perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.
d. Kebiasaan
Sumnner mengartikan kebiasaan sebagai aturan adat istiadat yang dapat dilihat
dalam berbagai situasi, namun tidak cukup kuat untuk mengatur kelompok, dia
hanya kebiasaan-kebiasaan saja. Kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan
berulang-berulang karena perbuatan itu disukai semua orang.
e. Tata kelakuan
Di samping cara dan kebiasaan, ada pula tata kelakuan yang hidup dalam suatu
kelompok manusia yang berguna sebagai alat pengawasan, secara sadar ataupun
30
tidak sadar. Ada tiga fungsi tata kelakuan. Pertama, tata kelakuan memberikan
batas-batas oada kelakuan-kelakuan individu. Merupakan alat yang memerintahkan
dan seligus melarang seseoraang anggota masyarakat melakukan suatu perbuatan.
Kedua, tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya tata kelakuan
memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan
masyarakat yang berlaku dan mengusahakan agar masyarakat menerima seseorang
karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri. Ketiga, tata kelakuan menjaga
solidaritas di antara anggota-anggota masyarakat.
f. Adat Istiadat
Tata kelakuan yang kekal serta terintegrasi secara kuat dengan pola-pola
perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau
adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menerima
sanksi yang keras kadang-kadang diberlakukan secara tidak langsung. Jadi, dalam
setiap budaya memiliki suatu pantangan dan hal tersebut telah diyakini oleh
masyarakat misalkan di dalam etnis bugis apabila seseorang yang tidak memiliki
siri’ (malu) maka orang tersebut tidak dianggap sebagai manusia, maka dari itu
masyarakat etnis bugis selalu berpegang teguh pada pindirian untuk menjaga harga
dirinya.
g. Kepercayaan
Kepercayaan atau keyakinan memang dimiliki oleh semua suku bangsa yang
pada awalnya bersumber dari sistem kepercayaan dalam kebudayaanya. Daniel E.
Hebding dan Leonard Glick mengemukakan belief dapat diartikan sebagai gagasan
31
yang dimiliki oleh orang tentang sebagian atau keseluruhan relitas dunia yang
mengelilingi dia. Dari definisi terlihat bahwa subjek dari kepercayaan manusia
tidak berhingga dan meliputi gagasan tentang individual, orang lain, dan setiap atau
semua aspek biologis fisik, sosial, maupun dunia supernatural. Kebalikan dari
kepercayaan adalah nilai yang dijadikan sebagai standar untuk menentukan sesuatu
itu baik atau buruk, sesuatu yang boleh atau tidak boleh.
h. Bahasa
Bahasa terdiri dari susunan kata-kata, kata-kata disusun oleh simbol sehingga
bahasa merupakan susunan berlapis dari simbol yang ditata menurut ilmu bahasa.
Karena, simbol-simbol itu berasal dari bunyi, ucapan yang dibentuk oleh sebuah
kebudayaan maka kata-kata maupun bahasa dibentuk pula oleh sebuah kebudayaan.
Jadi, bahasa merupakan komponen budaya yang sangat penting yang
mempengaruhi penerimaan dan perilaku manusia, perasaan dan kecenderungan
manusia untuk bertindak mengatasi dunia sekeliling.
2.9.2 Pernikahan
Pernikahan ialah hubungan yang terikat antara dua orang yang telah
menyepakati sesuai dengan ajaran agama untuk hidup bersama hingga maut
memisahkan. Oleh karenanya, untuk mencapai keluarga yang memiliki hubungan
yang erat diperlukannya ikatan yang kuat atara rasa cinta dan kasih sayang satu
sama lain.
Sebuah pernikahan yang melibatkan banyak saksi dan melihat saat
mengucapkan janji suci dihadapan Tuhan dan banyak orang, lalu sebuah janji suci
32
yang harus di jaga atau dipertanggungjawabkan antara kedua belah pihak dan
apabila diingkari maka itu sebuah hal yang tidak diinginkan oleh setiap orang. Maka
dari itu, setiap pasangan suami dan istri harus mempertahankan janji yang telah
diucapkan.
Menurut Bachtiar (2004) definisi pernikahan adalah pintu bagi bertemunya
dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu
yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak,
bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Pernikahan dibangun karena adanya
rasa saling mencintai dan menyayangi, lalu untuk menuju sebuah pernikahan
tidaklah mudah seperti mempersiapkan batin dan biaya agar bisa melaksanakan
sebuah pernikahan (Erika Diananda, 2016:418).
Lalu, karena setiap pernikahan memakan biaya yang tidak murah maka orang
berusaha untuk mendapatkan dan mencari uang agar dapat melaksanakan suatu
pernikahan. Oleh sebab itu, setiap manusia berusaha untuk mempertahankan
pernikahannya karena melihat perjuangan yang telah dilakukan hingga dapat
melangsungkan acara pernikahan. Misalnya dalam etnis bugis agar dapat
melakukan serangkaian acara pernikahan maka untuk melamar seorang perempuan
dari etnis bugis bagi calon pria yang hendak melamar hendaknya menyiapkan uang
panai yang akan diberikan kepada calon mempelai perempuannya, yang mana uang
panai tersebut akan digunakan untuk biaya pernikahan dan menentukan uang panai
ini tergantung dari status sosial, pendidikan dan inflasi suatu daerah.
33
2.12 Penelitian Terdahulu
Choirunisa Anggih Pratiwi (B76212096) Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya jurusan Ilmu Komunikasi pada tahun 2016 melakukan suatu
penelitian dengan judul Budaya Remo Sebagai Komunikasi Budaya Dikalangan
Etnis Madura yang membuat suatu kesimpulan bahwa penelitian ini ditemukan
bahwa komunikasi budaya di kalangan etnis Madura dalam budaya remo
berlangsung sangat baik. Komunikasi juga berpedan penting dalam menyelesaikan
konflik yang ada dalam budaya remo. Oleh sebab itu pada penelitian ini
dibandingkan dengan penelitian diatas yaitu, perbedaan dalam memilih subjek dan
objek penelitian lalu dalam permasalahan yang diangkat juga berbeda karena
penelitian saya mengangkat bagaimana proses negosiasi yang dilakukan dalam
tradisi uang panai. Namun, persamaan dalam menggunakan metode penelitian yang
sama yakni teknik analisis model Miles dan Huberman.