bab ii tinjauan pustaka 2.1 sarana dan prasarana...
TRANSCRIPT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi
Sarana dan prasarana tranportasi merupakan faktor yang saling menunjang,
dalam sistem transportasi keduanya menjadi kebutuhan utama. Sarana dan prasarana
perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan
pemencarannya dalam wilayah perkotaan.
2.2.1 Prasarana Transportasi
Jaringan jalan merupakan prasarana transportasi yang mempunyai daya
rangsang terhadap pertumbuhan disekitarnya. Tidak seimbang penyedian jaringan
jalan terhadap jumlah pertambahan kebutuhan ruang jalan merupakan gambaran
permasalahan yang besar akan timpangnya sistem penyediaan (supply) dengan sistem
permintaan (demand). Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan misalnya
perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar atau tempat rekreasi.
Ciri utama prasarana transportasi adalah melayani pengguna, bukan
merupakan barang atau komoditas. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin
disimpan dan digunakan hanya pada saat diperlukan. Prasrana transportasi harus
dapat digunakan dimanapun dan kapanpun, karena jika tidak, kita akan kehilangan
mamfaatnya. Menurut UU no 13, 1980; pasal 1, prasarana trasportasi adalah jalan.
Pada dasarnya, prasarana transportasi ini mempunyai dua peranan utama yaitu :
1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di perkotaan
2. Sebagai prasarana pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat
adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Oleh sebab itu, kebijakan yang harus dilakukan adalah menyediakan sistem
prasarana transportasi dengan kualitas minimal agar dapat dilalui. Adanya
keterhubungan ini menyebabkan kawasan tersebut mudah dicapai dan orang mau
tinggal disana.
2.2.2 Sarana Transportasi
Sarana transportasi dibuat untuk mendukung pergerakan masyarakat dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda angkutan umum yang tersedia,
sarana transportasi juga dimaksudkan untuk melayani masyarakat dalam kegiatannya
mencapi tujuan dari pergerakan.
Sarana angkutan yang menyangkut perlalulintasan adalah terminal, rambu
dan marka lalulintas, fasilitas pejalan kaki, fasilitas parkir, dan tempat henti.
a. Terminal
Terminal transportasi adalah prasarana angkutan yang merupakan bagian dari
sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang, dan juga
sebagai alat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu
lintas.
Terminal transportasi merupakan titik simpul dalam jaringan transportasi
jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum yang juga merupakan unsur
tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupakan.
b. Rambu dan Marka Lalu Lintas
Rambu dan marka lalulintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,
khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada sistem jalan
marka dan rambu lalu lintas merupakan obyek fisik yang dapat
Universitas Sumatera Utara
menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada para
pemakai jalan serta dapat mempengaruhi pengguna jalan.
c. Fasilitas Pejalan Kaki
Pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah
perkotaan, sebagai contoh DKI Jakarta 40% dari seluruh perjalanan dilakukan
dengan berjalan kaki. Begitu juga yang terjadi di kota-kota besar di Negara-
negara maju. Oleh karena itu kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu
bagian terpadu dalam sistem transportasi jalan.
Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur
dengan kendaraan, maka mereka memperlambat arus lalulintas. Oleh karena
itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk
memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan
gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas.
d. Fasilitas Parkir Kendaraan
Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan baik kendaraan pribadi, angkutan
penumpang umum, sepeda motor maupun truk adalah sangat penting.
Kebutuhan tersebut sangat berbeda dan bervariasi tergantung dari bentuk dan
karakteristik masing-masing kendaraan dengan desain dan lokasi parkir.
e. Rambu dan Marka Lalu lintas
Rambu dan marka lalu lintas sebagai alat untuk mengendalikan lalu lintas,
khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran. Pada system jalan
marka dan rambu lalu lintas merupakan objek fisik yang dapat
menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada
pemakai jalan serta dapat mempengaruhi pengguna jalan.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengertian Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum
Keberadaan tempat henti disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan
keberadaannya (Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1993 tentang angkutan jalan
(pasal 8), dan penempatanya diatur sedemikian sesuai dengan kebutuhannya dan
harus sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah diatur dan ditetapkan.
Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) Jenis Tempat
Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum (TPKPU) terdiri dari :
1. Tempat henti dengan perlindungan (halte)
2. Tempat henti tanpa perlindungan (bus stop)
Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.
Sedangkan tempat pemberhentian bus adalah tempat untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang yang selanjutnya disebut TPB.
Gambar 2.1 Tata letak halte pada ruas jalan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Tata letak TPB Bus pada Ruas Jalan
Dimana untuk menentukan jenis tempat henti yang akan digunakan pada
suatu ruas jalan adalah berdasarkan kriteria :
• Tingkat pemakaian
• Ketersediaan lahan
• Kondisi lingkungan
2.4 Halte
Dapat didefenisikan menurut berbagai sumber :
1. Menurut Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) ITB tahun 1997,
halte adalah lokasi di mana penumpang dapat naik ke dan turun dari angkutan
umum dan lokasi di mana angkutan umum dapat berhenti untuk menaikan dan
menurunkan penumpang, sesuai dengan pengaturan operasional.
2. Menurut Dirjen Bina Marga 1990 tahun, halte adalah bagian dari perkerasan
jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara bus, angkutan
penumpang umum lainnya pada waktu menaikan dan menurunkan penumpang.
Universitas Sumatera Utara
3. Menurut Dirjen Perhubungan Darat tahun 1996, halte adalah tempat adalah
tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan dan/atau
menaikan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan.
Berdasarkan keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996), tempat
pemberhentian kendaraan penumpang umum (halte) merupakan salah satu bentuk
fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang bertujuan
untuk :
1. Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas
2. Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum
3. Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan
penumpang
4. Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan
umum atau bus.
Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum (halte) adalah:
1. Berada disepanjang rute angkutan umum atau bus
2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas pejalan kaki.
3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.
4. Dilengkapi dengan rambu petunjuk
5. Tidak menggangu kelancaran arus lalu lintas
Perencanaan halte di sepanjang rute angkutan umum meliputi tiga aspek
menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) sebagai berikut :
• Jarak
• Tata Letak
• Rancangan Bangunan
Universitas Sumatera Utara
2.5 Lokasi Halte
Untuk menentukan lokasi halte dalam penelitian terdapat tiga segi aspek
pembahasan dalam penilaian lokasi halte, yaitu : Jarak antara halte, Tata letak halte
dan Tipe halte.
Selain itu perlu juga ditinjau keberadaan tempat henti (halte) secara umum.
Adapun Pedoman praktis dalam menentukan lokasi halte secara umum perlu
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Halte terletak pada trotoar dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.
2. Halte diletakkan dimuka pusat kegiatan yang banyak membangkitkan
pemakai angkutan umum.
3. Halte diletakkan di tempat yang terbuka dan tidak tersembunyi.
4. Agar tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas, apabila kecepatan
perjalanan cukup tinggi maka sebaiknya disediakan teluk bus (bus lay bay).
Selain masalah perhentian angkutan umum (halte), aspek yang cukup penting
yang berkenaan dengan lokasi. Kriteria yang sering digunakan dalam menentukan
halte terdiri dari :
a. Safety, meliputi :
• Jarak pandang calon penumpang
• Keamanan penumpangpada saat naik dan turun kendaraan.
• Jarak pandang dari kendaraan lain
• Mempunyai jarak yang cukup untuk penyebrangan pejalan kaki.
b. Traffic, meliputi :
• Gangguan terhadap lalu lintas lain saat angkutan umum berhenti.
Universitas Sumatera Utara
• Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat angkutan umum masuk dan
keluar dari lokasi perhentian.
c. Efficiency, meliputi :
• Jumlah orang yang dapat terangkut cukup banyak.
• Dimungkinkannya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lain.
d. Public Relation, meliputi :
• Tersedianya informasi yang berkaitan dengan schedule.
• Tersedianya tempat sampah yang memadai.
• Tidak menybabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar.
Dari keempat kriteria di atas, yang sering dijadikan sebagai kriteria utama ada dua,
yaitu :
1. Tingkat keselamatan bagi penumpang pada saat naik-turun bus (safety) dan,
2. Tingkat gangguan bagi lalu lintas lainnya, yaitu perlambatan yang dirasakan
lalu lintas lain akibat berhentinya bus di tempat perhentian.
2.5.1 Jarak Halte
Jarak halte yang dimaksud disini adalah jarak antar halte atau disebut juga
jarak tempat henti.
Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, tempat henti
(halte) dihitung berdasarkan beberapa faktor yaitu :
o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada akupansi
kendaraan dengan rumus :
S = V (nx + AV)
Dimana :
Universitas Sumatera Utara
S : jarak tempat henti
V : running speed (meter/detik)
n : jumlah penumpang ditempat henti yang naik angkutan umum
x : waktu untuk naik kendaraan per penumpang (detik)
A : a+b/a.b
a : perlambatan (meter/detik)
b : percepatan (meter/detik)
o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada performasi
kendaraan serta kepentingan pemakai jasa maksimum orang berjalan kaki :
S = ½ Vmax² (1/a + 1/b)
Dimana :
Vmax : jarak berjalan kaki maksimum (meter)
Kepadatan rute angkutan umum = km rute/km² area
Berdasarkan faktor-faktor di atas, jarak tempat henti dapat diatur
penempatannya sebagai berikut :
Table 2.1 Jarak Halte
Tabel Jarak Halte
No Tata Guna Lahan Lokasi Jarak Tempat
Henti (m)
1 Pusat kegiatan sangat padat: pasar, pertokoan CBD, Kota 200 - 300 *)
2 Padat : perkantoran, sekolah, jasa Kota 300 - 400
3 Permukiman Kota 300 - 400 4 Campuran padat : perumahan,
sekolah, jasa Pinggiran 300 – 500
5 Campuran jarang : perumahan, ladang, sawah, tanah kosong Pinggiran 500- 1000
Sumber Departemen Perhubungan
Universitas Sumatera Utara
Halte pada jarak 400-600 meter dari garis henti akan memungkinkan untuk
menyediakan fasilitas yang cukup, seperti dipasangnya papan informasi dan peneduh
dan bangku-bangku.
2.5.2 Tata Letak Halte
Tata letak yang direkomendasikan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan darat (1996) jarak berjalan yang wajar bagi penumpang angkutan
umum, dimana untuk daerah CBD 200-400 meter, untuk daerah pinggiran kota 300-
500 meter. Selain ditentukan oleh jarak tersebut, tempat henti (halte) juga ditentukan
oleh kapasitasnya dan jumlah permintaan yang dipengaruhi oleh tata guna tanah dan
tingkat kepadatan penduduk.Keberadaan tempat henti pada ruas-ruas jalan dapat
menjadi penyebab utama dari kemacetan lalu lintas apabila dalam perencanaannya
tidak mempertimbangkan ha;-hal berikut, adapun tata letak halte dan TPB terhadap
ruang lalu lintas, berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat adalah :
1. Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100
meter.
2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada
panjang antrian.
3. Jarak minimal gedung (seperti rumah sakit, tempat ibadah) yang
membutuhkan ketenangan adalah 100 meter.
4. Perletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah
persimpangan (farside) dan sebelum persimpangan (nearside), sebagaimana
gambar 2.1 dan 2.2.
5. Perletakan di ruas jalan terlihat sebagaimana gambar 2.3 dan 2.4
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang empat
Gambar 2.4 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang tiga
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Tata letak halte pada ruas jalan
a. Menghadap ke muka (lindungan jenis 1)
Gambar 2.6 Lindungan menghadap ke muka
Universitas Sumatera Utara
b. Menghadap ke belakang (lindungan jenis 2)
Gambar 2.7 Lindungan menghadap belakang
Menurut keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, adapun
pengelompokan tempat henti kendaraan penumpang umum berdasarkan tingkat
pemakaian, ketersediaan lahan, dan kondisi lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Halte yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk
bus (gambar 2.8)
2. TPB yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk
bus (gambar 2.9)
3. Halte yang sama dengan butir (1) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus
(gambar 2.10)
4. TPB yang sama dengan butir (2) tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus
(gambar 2.11)
5. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus
(gambar 2.12)
Universitas Sumatera Utara
6. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus
(gambar 2.13)
7. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk
bus serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.14)
8. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk bus
serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi (gambar 2.15)
9. Halte pada lebar jalan yang terbatas (<5.75 m), tetapi mempunyai tingkat
permintaan tinggi (gambar 2.16)
10. Pada lahan terbatas yang tidak memungkinkan membuat teluk bus, hanya
disediakan TPB dan rambu larangan menyalip (gambar 2.17)
Universitas Sumatera Utara
1. Kelompok 1
Gambar 2.8a Tempat Henti Beserta Fasilitas
Gambar 2.8b Dua Tempat Henti yang Berseberangan
Universitas Sumatera Utara
2. Kelompok 2
Gambar 2.9a Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Tunggal)
Gambar 2.9b Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Berseberangan)
Gambar 2.9c Standar Tempat Henti Kelompok 2 (Dekat jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
3. Kelompok 3
Gambar 2.10a Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Tunggal)
Gambar 2.10b Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Berseberangan)
Gambar 2.10c Standar Tempat Henti Kelompok 3 (Dekat jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
4. Kelompok 4
Gambar 2.11a Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Tunggal)
Gambar 2.11b Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Berseberangan)
Gambar 2.11c Standar Tempat Henti Kelompok 4 (Dekat jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
5. Kelompok 5
Gambar 2.12a Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Tunggal)
Gambar 2.12b Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Berseberangan)
Gambar 2.12c Standar Tempat Henti Kelompok 5 (Dekat jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
6. Kelompok 6
Gambar 2.13a Standar Tempat Henti Kelompok 6 (Tunggal)
Gambar 2.13b Standar Tempat Henti kelompok 6 (Berseberangan)
Gambar 2.13c Standar Tempat Henti Kelompok 6 (Dekat jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
7. Kelompok 7
Gambar 2.14a Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Tunggal)
Gambar 2.14b Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Berseberangan)
Gambar 2.14c Standar Tempat Henti Kelompok 7 (Dekat jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
8. Kelompok 8
Gambar 2.15a Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Tunggal)
Gambar 2.15b Standar Tempat Henti Kelompok 8 (Dekat jalan akses)
Gambar 2.15c Standar Tempat Henti kelompok 8 (Berseberangan)
Universitas Sumatera Utara
9. Kelompok 9
Gambar 2.16a Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Tunggal)
Gambar 2.16b Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Berseberangan)
Gambar 2.16c Standar Tempat Henti Kelompok 9 (Sesudah jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
10. Kelompok 10
Gambar 2.17a Standar Kelompok Henti Kelompok 10 (Tunggal)
Gambar 2.17b Standar Tempat Henti kelompok 10 (Berseberangan)
Gambar 2.17c Standar Tempat Henti Kelompok 10 (Dekat jalan akses)
Universitas Sumatera Utara
Dikenal tiga jenis kebijaksanaan operasional angkutan kota yang berkaitan
dengan perhentian yaitu :
1. Flag Stop
Pada kebijakan operasional ini pengendara atau pengemudi diinstruksikan
agar merespon keinginan penumpang kapan sebaiknya bus berhenti, baik untuk
menaikkan atau menurunkan penumpang.
Dengan adanya kebijakan operasional seperti ini, maka kecepatan rata-rata
bus relatif cukup tinggi. Kebijakan operasional seperti ini sangat sesuai jika poternsi
pergerakan penumpang pada lintasan rute yang dimaksud tidak terlalu besar.
2. Set-Stop
Kebijakan operasional ini merupakan kebijakan operasional yang paling
umum diterapkan di kota-kota besar. Pada kebijakan ini, pengemudi diwajibkan
untuk berhenti di perhentian yang sudah ditetapkan sebelumnya, tidak perduli apakah
pada perhentian yang dimaksud ada calon penumpang yang ingin naik ataupun ingin
turun. Kebijakan operasional ini biasanya sesuai untuk lintasan rute yang memiliki
potensi pergerakan penumpang yang sedang sampai tinggi sekali.
3. Mixed Stop
Kebijakan operasional ini merupakan campuran antara flag stops dan set
stops, artinya adalah pengendara diizinkan pada darah-daerah tertentu untuk berhenti
diperhentian jika ada penumpang yang ingin turun ataupun calon penumpang yang
ingin naik, sedangkan pada daerah-daerah lainnyapengendara diwajibkan berhenti di
setiap perhentian yang dijumpai.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Tipe Halte
Tipe perhentian (halte) angkutan umum dibedakan satu dengan yang lainnya
berdasarkan posisi dari perhentian dimaksudkan terhadap lalu lintas lainnya.
Secara umum dikenal tiga tipe perhentian angkutan umum,yaitu :
a. Curb-side
Yaitu perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa melakukan
perubahan pada perkerasan jalan yang bersangkutan ataupun perubahan pada
pedestrian. Yang diperlukan hanyalah perubahan pada marka jalan atau rambu lalu
lintas. Kelemahan pada tipe ini, terutama jika ditinjau dari tingkat gangguan yang
dihasilkan terhadap lalu lintas lainnya, hal ini disebabkan karena angkutan umum
yang berhenti pada dasarnya menggunakan ruas jalan yang sama yang digunakan
dengan lalu lintas yang lainnya, sehingga pada saat berhenti lalu lintas dibelakangnya
jadi terganggu.
Dimensi ruang bebas ini ditentukan berdasarkan jumlah angkutan umum yang
akan dilayani dan juga pada ukuran angkutan umum yang ada. Selain itu dimensi
ruang bebas yang dimaksud dipengaruhi oleh tipe perhentian, yaitu farside, nearside
dan mid-block.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perhentian dengan
prasarana curbside adalah fasilitas bagi penumpang yang menunggu ( berupa ruang
antri, side-walk ). Lebar minimum untuk side-walk sebesar 2 - 3 meter adalah : 1,2 –
1,5 m digunakan untuk penumpang yang sedang antri menunggu, sedangkan sisanya
untuk pedestrian yang lalu lalang.
Universitas Sumatera Utara
b. Lay-bys
Yaitu perhentian yang terletak tepat pada pinggir perkerasan dengan sedikit
menjorok ke daerah luar perkerasan. Tipe ini lebih aman dan nyaman dibandingkan
dengan curb-side. Selain itu tingkat gangguan yang dihasilakn terhadap lalu lintas
lainnya lebih kecil . Hal ini dimungkinkan karena tipe ini pada lokasi pemberhentian
dilakukan pelebaran jalan, sedemikian rupa sehingga terdapat ruang bebas yang
cukup di luar perkerasan jalan bagi maneuver masuk, maupun untuk manuver keluar.
Dengan adanya ruang bebas yang terletak di luar perkerasan jalan, maka pada
saat angkutan umum masuk lokasi perhentian dan berhenti tidak mengganggu lalu
lintas lainnya, baik bagi kendaraan yang ada dibelakangnya ataupu kendaraan yang
ada disampingnya.
Secara umum, perhentian tipe ini akan layak ditinjau dari segi
pemanfaatannya jika hal-hal berikut bisa dipenuhi :
• Volume lalu lintas cukup tinggi di ruas jalan dimaksud disertai dengan
kecepatan lalu lintas yang cukup tinggi.
• Calon penumpang yang akan menggunakan perhentian ini jumlahnya cukup
besar, sehingga menyebabkan angkutan umum harus berhenti dengan waktu
yang cukup lama untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
• Jumlah angkutan umum yang akan menggunakan pemberhentian tidak begitu
banyak, tidak lebih dari 10 -15 angkutan umum per jam.
• Tersedianya ruang yang cukup di perhentian baik untul lay-bys maupun untuk
side-walk.
Universitas Sumatera Utara
c. Bus-bay
Yaitu perhentian yang dibuat khusus dan secara terpisah dari perkerasan jalan
yang ada. Perhentian tipe ini merupakan perhentian yang paling ideal, baik ditinjau
dari sudut pandang penumpang, pengemudi angkutan umum, maupun bagi lalu lintas
lainnya. Hal ini dimungkinkan mengingat bahwa dengan perhentian tipe ini angkutan
dapat berhenti dengan posisi yang aman bagi proses naik-turun penumpang,
angkutan juga dapat berhenti dengan tenang tanpa mengganggu lalu lintas lain.
Secara umum karakteristik geometrik dari perhentian tipe ini adalah berupa
lajur khusus angkutan dimana angkutan dapat berhenti dengan tenang, artinya secara
geometrik, bentuknya hampir sama dengan tipe lay-bys, hanya saja disini antar ruang
bebas dan ruas jalan dibatasi oleh pulau pemisah. Karena perhentian tipe ini
memerlukan lahan yang luas untuk ruang bebas dan pulau pemisah, maka lokasi-
lokasi tertentu saja yang dapat dibangun bus-bay.
Daerah-daerah tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Tersedianya lahan yang cukup luas di pinggir jalan yang perhentian akan
ditempatkan.
• Jumlah penumpang yang akan di layani pada perhentian yang dimaksud cukup
banyak
• Jumlah angkutan umum yang akan dilayani pada pemberhentian dimaksud
cukup banyak, lebih dari 15 angkutan per jam
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Vuchic,VR (1981), ada tiga tipe penempatan lokasi halte
untuk tempat henti di sepanjang jalan ditinjau dari letak dari persimpangan :
1. Near-side, yaitu halte terletak sebelum garis henti persimpangan jalan
2. Far-side, yaitu halte terletak sesudah garis henti di persimpangan jalan
3. Midblock, yaitu halte yang tidak terletak di dekat persimpangan jalan tetapi
masih di salah satu ruas jalan yang terkait dengan persimpangan jalan
tersebut.
Near-side, far-side maupun midblock sangat mungkin dilengkapi dengan alat
pemberi isyarat lalu lintas, bahkan alat pemberi isyarat lalu lintas pada near-side dan
far-side diusahakan agar terpisah dari fasilitas parkir. Rancangan midblock di
sesuaikan dengan dimensi teluk bus.
Table 2.2 Kebutuhan Ruang Pada Tempat Henti Panjang
Bus
Satu Tempat Henti Dua Tempat Henti
NS FS MB NS FS MB
7.50 27.5 19.5 38.0 36.0 28.0 46.5
9.00 29.0 21.0 39.5 39.0 31.0 49.5
10.50 30.5 22.5 41.0 42.0 34.0 52.5
12.00 32.0 24.0 42.5 45.0 37.0 55.5
Sumber : Vuchic, VR., 1981
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kondisi Halte
Untuk menentukan kondisi halte sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan darat (1996) didapat dua segi aspek pembahasan dalam penilaian
kondisi halte, yaitu : Standar rancang bangun (dimensi) halte, dan Fasilitas halte.
2.6.1 Rancang Bangunan (Dimensi) Halte
A. Daya Tampung
1. Halte
Halte dirancang dapat menampung penumpang angkutan umum 20 orang per
halte pada kondisi biasa (penumpang dapat menunggu dengan nyaman).
Gambar 2.18 kapasitas Lindungan
Keterangan gambar :
• Ruang gerak penumpang di tempat henti 90 cm x 60 cm.
• Jarak bebas antar penumpang :
- Dalam kota 30 cm
- Antar kota 60 cm
• Ukuran tempat henti perkendaraan, panjang 12 m dan lebar 2.5 m
• Ukuran lindung minimum 4.00 m x 2.00 m
Universitas Sumatera Utara
Gambar halte tampak depan, belakang,samping, atas
Catatan :
- Bahan bangunan di sesuaikan dengan kondisi setempat Ukuran
panjang minimum dengan luas efektif halte adalah panjang =≥ 4m,
lebar = ≥ 2m
Gambar 2.19 Halte Jenis 1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Halte Jenis 2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Halte Jenis 3
Universitas Sumatera Utara
2. Teluk Bus
Gambar teluk bus tunggal, gamda, dua halte yang berdekatan
Gambar 2.22 Standar Jalur Henti bus Tunggal (single-bus lay bay)
Gambar 2.23 Standar Jalur Henti bus Ganda (multi-bus lay bay)
Gambar 2.24 Standar Jalur henti Bus untuk Tempat Henti yang Berdekatan (Single-
Bus/Multi-Stop lay bay)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.25 Standar Jalur Henti Bus Terbuka (Open-ended lay bay)
Gambar 2.26 Standar Jalur Henti Bus yang dikombinasikan dengan Jalur parkir dan Bongkar Muat (combined lay bay)
Gambar 2.27 Standar Jalur Henti Bus untuk lahan yang terbatas (lay bay with sub-standart depth)
Gambar 2.28 Standar Jalur Henti Bus untuk lahan yang terbatas (lay bay incorporating side road)
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Fasilitas Halte
Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1996) fasilitas tempat
perhentian kendaraan penumpang umum terdiri dari :
• Fasilitas utama
• Fasilitas tambahan
Fasilitas utama halte adalah sebagai berikut :
• Identitas halte berupa nama atau nomor
• Informasi tentang rute dan jadwal angkutan umum
• Tempat henti kendaraan apabila disertai rambu akan lebih aman dan untuk
melancarkan lalu lintas dapat menggunakan teluk bus (bus lay by)
• Lampu penerangan
• Tempat menunggu penumpang yang tidak menggangu pejalan kaki dan aman
dari lalu lintas
Sedangkan fasilitas tambahan halte sebagi berikut :
• Telepon umum
• Tempat sampah
• Pagar pengamanan agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan
tempat
• Papan iklan/pengumuman
Pada persimpangan, penempatan fasilitas tambahan itu tidak boleh
mengganggu ruang bebas pandang bagi pengguna jalan.
Universitas Sumatera Utara