bab ii tinjauan pustaka 2.1...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal
melalui panca inderanya. Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang
penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di
sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan
ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi,
walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama.
Persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
(Rakhmat, 2007). Persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau
menafsir informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Ada tiga aspek
di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan
indera, pengenalan pola, dan perhatian (Suharman, 2005).
Persepsi adalah proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan
pola stimulus dalam lingkungan. Persepsi merupakan proses kognitif (penerimaan)
yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik
penglihatan pendengaran, perasaan dan penciuman. Persepsi ialah suatu proses
penerimaan yang kompleks dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan
yang barangkali bahkan sangat berbeda dari kenyataannya (Thoha, 2006).
10
Pada kajian ilmu psikologi, dikenal istilah persepsi. Persepsi merupakan
proses akhir dar pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses
diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian ada perhatian, lalu diteruskan ke otak,
dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi.
Dengan persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang lingkungan yang ada di
sekitarnya maupun tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun
tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan.
Jadi, persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui
panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui,
mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun
di dalam diri individu.
2.1.1 Jenis Persepsi
Menurut Irwanto (dalam Thoha, 2006), dilihat dari segi individu setelah
melakukan interaksi dengan objek yang dipersepsinya maka hasil persepsi itu dapat
dibagi dua, yaitu: a) Persepsi positif, persepsi positif yaitu persepsi yang
menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan
tanggapan yang diteruskan kepada pemanfaatannya; b) Persepsi negatif, persepsi
negatif yaitu persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya
atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan objek yang dipersepsi.
Hal ini akan diteruskan dengan kapasitasnya atau menolak dan menentang segala
usaha obyek yang dipersepsinya.
Persepsi dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a) External perception, external
perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar
individu; b) Self perception, self perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya
11
rangsang yang berasal dari diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah
dirinya sendiri (Sunaryo, 2007).
2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi
Menurut Stagner dan Solley (dalam Ali & Asrori, 2009) persepsi terjadi pada
individu melalui tahap-tahap sebagai berikut: adanya stimulus yang ditangkap melalui
pancaindera, adanya kesadaran individu terhadap stimulus, individu
menginterprestasikan stimulus tersebut dan individu mewujudkan ke dalam tindakan.
Proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan, yaitu: a)
Stimulus atau rangsangan, terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan
pada suatu stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya; b) Proses
registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa
penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya
di mana seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim
kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut;
c) Interpretasi, interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat
penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya dan proses
interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian
seseorang (Thoha, 2006).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Thoha (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang adalah sebagai berikut :
12
1. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka,
keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik,
gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
2. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,
pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
2.2 Gambar Peringatan Bahaya Efek Merokok
Gambar peringatan bahaya efek merokok adalah gambar seram pada kemasan
bungkus rokok yang menjukkan bahaya akibat merokok. Pencantuman gambar efek
merokok pada kemasan rokok yang beredar di pasaran saat ini memuat 5 jenis
gambar, yaitu; 1) gambar kanker mulut, 2) gambar orang merokok dengan asap yang
membentuk tengkorak, 3) gambar kanker tenggorokan, 4) gambar orang merokok di
dekatnya, dan 5) gambar paru-paru yang menghitam karena kanker (Kementerian
Kesehatan, 2013). Berikut ini merupakan gambar efek merokok pada kemasan rokok:
2.2.1 Gambar Kanker Mulut
13
2.2.2 Gambar Orang Merokok dengan Asap yang Membentuk Tengkorak
2.2.3 Gambar Kanker Tenggorokan
2.2.4 Gambar Orang Merokok di Dekatnya
14
2.2.5 Gambar Paru-Paru yang Menghitam karena Kanker
Gambar peringatan ini dikeluarkan oleh pemerintah melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden pada 24
Desember 2012 tentang penerapan gambar pada bungkus rokok. Adapun ketentuan
gambar peringatan ini ditindaklanjuti dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No. 28 Tahun 2013 tentang pencantuman peringatan kesehatan dan
informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau yang secara efektif diberlakukan
mulai tanggal 24 Juni 2014. Ini merupakan sebuah langkah implementasi dari
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Maksud dikeluarkan atau
diberlakukan ketentuan tersebut diantaranya untuk memberikan efek kejut. Pesan
visual berupa gambar seram tersebut dicantumkan dengan tujuan agar terjadi
penurunan konsumsi rokok. Hal ini dikarenakan efek negatif akibat racun yang ada
dalam rokok sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitarnya
(Rosilawati, 2014).
Peringatan bahaya merokok berupa informasi tentang bahaya bagi kesehatan
cenderung diabaikan oleh perokok. Hal ini menunjukkan bahwa peringatan semacam
ini tidak efektif. Pesan-pesan berupa peringatan maupun imbauan bahkan kampanye
antirokok yang banyak dipublikasikan melalui beragam media komunikasi selama ini
15
belum bisa dikatakan mencapai tujuan optimal. Pesan-pesan yang ada atau telah
disampaikan selama ini hanya berpengaruh secara kognitif, sebatas menambah
wawasan/pengetahuan yang tentunya tidak mampu mengubah perilaku khalayak yang
menjadi sasaran. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami atau dipersepsi khalayak (Rakhmat, 2007). Efek ini berkaitan dengan
transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan informasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pesan-pesan berupa peringatan maupun imbauan tentang
bahaya merokok cenderung kurang berpengaruh secara signifikan sehingga
perubahan sikap/perilaku untuk tidak merokok belum seperti yang diharapkan
(Rosilawati, 2014).
2.3 Bahaya Efek Merokok
Rokok berasal dari daun tembakau yang dikeringkan, mengadung nikotin dan
tar. Pada saat orang menyalakan rokok akan dihasilkan gas CO, nikotin, dan tar yang
berbahaya bagi si perokok itu sendiri dan orang sekitarnya sehingga menimbulkan
bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer yaitu bahaya yang mengancam
perokok itu sendiri. Perokok menghisap asap rokok, kemudian mengeluarkannya
kembali, tetapi pada saat dikeluarkan tidak semua asap rokok keluar melainkan ada
yang terhisap masuk kedalam tubuh. Bahaya sekunder yaitu bahaya untuk orang lain
yang berada disekitar perokok (perokok pasif). Rokok yang terus menyala akan akan
terus mengeluarkan asap yang secara tidak sengaja akan terhirup oleh orang-orang
yang berada disekitar perokok tersebut (Suryatin, 2008). Kandungan racun dalam
rokok membahayakan kesehatan seseorang, baik asap yang dihisap langsung saat
merokok (mainstream smoke) maupun asap yang keluar dari ujung rokok (sidestream
16
smoke), sama-sama mengadung bahan kimia beracun, seperti: nikotin, tar, nitrous oxide,
formaldehyde, acrolein, formic acid, phenol, carbon monoxide, dan lain-lain. Bahan-bahan
tersebut apabila berinteraksi dan berakumulasi secara kronis dalam waktu yang lama
dapat menimbulkan penyakit kanker (paru, bibir, mulut, kerongkongan, dan usus,
penyakit jantung dan penyakit paru kronis (Cahyono, 2008).
Zat-zat kimia pada rokok tersebut akan diabsorbsi di dalam darah dan
tertelan masuk dalam saluran pencernaan. Perokok akan mengalami batuk kronis,
peningkatan produksi sputum, dyspnea, dan penurunan kapasitas paru. Merokok
dapat menimbulkan berbagai efek pada sistem kardiovaskular, baik yang terjadi
dengan segera maupun dalam jangka waktu yang lama. Efek yang terjadi dengan
segera antara lain vasokonstriksi dan penurunan oksigenasi darah, peningkatan
tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung dan kemungkinan disritmia, serta
peningkatan kerja jantung. Efek jangka panjang antara lain peningkatan resiko
penyakit arteri koroner, stroke, peningkatan lepidemia, dan infark miokard. Merokok
juga turut menyebakan hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer (misal: ulkus
pada kaki), dan abnormalitas gas darah arteri yang berlangsung lama (oksigen atau
PO2 rendah, dan karbondioksida atau PCO2 tinggi). Wanita yang merokok dapat
mengalami masalah kesuburan dan gangguan fungsi uteroplasenta (pada saat hamil).
Penggunaan tembakau selama kehamilan dapat memberi pengaruh buruk pada
pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual anak. Wanita yang merokok
berisiko mengalami menopause dini, penurunan kepadatan tulang dan osteoporosis.
(Carpenito, 2009).
Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia. Lima puluh sembilan
bahan kimia diantaranya memiliki racun (toksik), karsinogenik (bersifat memicu
17
timbulnya kanker) dan bersifat mutagenik (mengubah sifat sel). Menurut Tineke
(dalam Fatimah, 2008), racun dan karsinogen akibat pembakaran tembakau dapat
memicu terjadinya kanker. Pada awalnya, rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan
setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25%. Walaupun
dalam jumlah kecil, hanya dalam waktu 15 detik sampai ke otak manusia. Nikotin itu
diterima oleh reseptor asetilkolin-nikontinik yang kemudian membaginya ke jalur
imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat, memacu system dopaminerjik.
Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan
mampu menekan rasa lapar. Sementara dijalur adrenergik pada bagian otak lokus
seruleus yang mengeluarkan serotonin. Meningkatnya serotonin menimbulkan
rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah perokok
sulit meninggalkan rokok, karena kebergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti
merokok, rasa nikmat yang diperoleh akan berkurang.
Menurut Roan (dalam Fatimah, 2008), efek dari rokok/tembakau memberi
stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah
laku dan fungsi psikomotor. Ketergantungan rokok dibandingkan dengan zat-zat
adiktif lainnya sangatlah rendah sehingga ketergantungan pada rokok sering tidak
dianggap gawat (Fatimah, 2008).
2.4 Konsep Remaja
Remaja adalah peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia
sekitar 10 atau 11 tahun atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia
dua puluhan awal, serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan
psikososial yang saling berkaitan (Papalia, dkk, 2007). Menurut Piaget (dalam Ali &
Asrori, 2009), mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana
18
individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak
tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
merasa sama, atau paling tidak sejajar (Ali & Asrori, 2009).
Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk
golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk
kegolongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena
itu remaja seringkali dikenal dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai.
Menurut Monks, (dalam Ali & Asrori, 2009), remaja masih belum mampu menguasai
dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya, namun fase
remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial,
baik dari segi kognitif, emosi, maupun fisik (Ali & Asrori, 2009).
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity),
karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang
menjelajah segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah
dialaminya. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa
menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang
dewasa. Akibatnya tidak jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja pria mencoba
merokok karena sering melihat orang dewasa melakukannya. Seolah-olah dalam hati
kecilnya berkata remaja ingin membuktikan kalau sebenarnya dirinya mampu berbuat
seperti yang dilakukan oleh orang dewasa (Ali & Asrori, 2009).
2.4.1 Ciri-ciri remaja
Menurut Jahja (2011), pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan yang
cepat, baik secara fisik maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi
selama masa remaja:
19
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang
dikenal sebagai masa storm dan stress. Peningkatan emosional ini adalah hasil dari
perubahan fisik terutama perubahan hormon yang terjadi pada masa remaja.
Peningkatan emosional dalam segi kondisi sosial merupakan tanda bahwa remaja
berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini
banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, seperti tidak lagi
bertingkah seperti anak-anak, harus lebih mandiri, dan bertanggung jawab.
2. Perubahan yang cepat secara fisik disertai kematangan seksual. Perubahan ini
membuat remaja merasa tidak yakin terhadap diri dan kemampuan sendiri.
Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem
sirkulasi, sistem pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal
seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh
terhadap konsep diri remaja.
3. Sikap protes terhadap orangtua. Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui
nilai-nilai hidup orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes terhadap
orangtua. Mereka berusaha mencari identitas diri dan sering kali disertai dengan
menjauhkan diri dari orangtuanya. Dalam upaya pencarian identitas diri, remaja
cenderung melihat kepada tokoh-tokoh di luar lingkungan keluarganya, yaitu:
guru, figur ideal yang terdapat di film, atau tokoh idola.
4. Kesetiakawanan dengan kelompok seusia. Para remaja pada kelompok umur ini
merasakan keterikatan dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya
mencari kelompok senasib. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial.
5. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak. Daya kemampuan berpikir seorang
remaja mulai berkembang dan dimanifestasi-kan dalam bentuk diskusi untuk
mempertajam kepercayaan diri.
20
6. Bersikap ambivalen (perilaku yang labil dan berubah-ubah) dalam menghadapi
perubahan yang terjadi. Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-
ubah. Pada suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu lain
tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Di satu sisi remaja
menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain takut akan tanggung jawab yang
menyertai kebebasan, serta meragukan kemampuan sendiri untuk memikul
tanggung jawab.
2.4.2 Perkembangan Remaja
Perkembangan (development) adalah perubahan yang menyangkut aspek
kualitatif dan kuantitatif yaitu bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses
deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya,
termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan (Jahja, 2011).
Masa remaja merupakan suatu periode kehidupan sehingga kapasitas untuk
memperoleh dan menggunkan pengetahuan secara efesien mencapai puncaknya,
karena salam periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah
mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational thought), yaitu suatu
tahap perkembangan kognitif yang dimulai dari usia 11 atau 12 tahun dan terus
berlanjut sampai remaja mencapai masa dewasa. Pada tahap ini remaja sudah bisa
21
berpikir secara abstrak dan hipotesis, sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan
atau mungkin terjadi, dan sudah mampu berpikir secara sistematik (Desmita, 2008).
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap-Tahap Umur Kemampuan
Sensori-motorik 0-2 tahun Menunjuk pada konsep permanensi objek, yaitu
kecakapan psikis untuk mengerti bahwa suatu objek
masih tetap ada. Meskipun pada waktu itu tidak
tampak oleh kita dan tidak bersangkutan dengan
aktivitas pada waktu itu. Tetapi, pada stadium ini
permanen objek belum sempurna.
Praoperasional 2-7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-
simbol yang menggambarkan objek yang ada di
sekitarnya. Berpikir masih egosentris dan berpusat.
Operasional 7-11
tahun
Mampu berpikir logis. Mampu konkret
memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan
juga dapat menghubungkan dimensi ini satu sama
lain. Kurang egosentris. Belum bisa berpikir abstrak.
Operasional
formal
11tahun-
dewasa
Mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis
masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan
masalah.
(Santrock, 2003)
Menurut Kusmiran (2011), remaja harus mampu mempertimbangkan semua
kemungkinan untuk menyelesaikan masalah dan mempertanggungjawabkannya.
22
Berkaitan dengan perkembanga kognitif, umumnya remaja menampilkan tingkah laku
sebagai berikut:
1. Kritis
Segala sesuatu harus rasional dan jelas, sehingga remaja cenderung
mempertanyakan kembali aturan-aturan yang diterimanya.
2. Rasa ingin tahu yang kuat
Perkembangan intelektual pada remaja merangsang adanya kebutuhan atau
kegelisahan akan sesuatu yang harus diketahui atau dipecahkan.
3. Jalan pikiran egosentris
Berkaitan dengan menentang pendapat yang berbeda. Cara berpikir kritis
dan egosentris, menyebabkan remaja cenderung sulit menerima pola pikir
yang berbeda dengan pola pikirnya.
4. Imagery audience
Remaja merasa selalu diperhatikan atau menjadi pusat perhatian orang lain
menyebabkan remaja sangat terpengaruh oleh penampilan fisiknya dan
dapat mempengaruhi konsep dirinya.
5. Personal fables
Remaja merasa dirinya sangat unik dan berbeda dengan orang lain.
Tercapainya tahap perkembangan ini ditandai dengan individu mampu
berpikir secara kontra-faktual (contra-factual), artinya ia menyadari bahwa
realitas dan pikiran bisa berbeda, juga bisa memaknai suatu realitas sesuai
kehendaknya. Realitas adalah kondisi nyatanya (objektif) sedangkan pikiran
tentang realitasnya adalah kondisi subjektif (persepsi).
23
2.5 Perilaku Merokok Pada Remaja
Perilaku adalah suatu tindakan atau aktifitas manusia seperti berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, dan sebagainya. Perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmojo, 2007), termasuk
kegiatan merokok. Perilaku merokok juga merupakan sesuatu yang fenomenal,
meskipun sudah diketahui dampak negatif yang disebabkan oleh rokok, tapi jumlah
perokok bukannya menurun tetapi semakin bertambah. Sesuai dengan konsep Tobacco
Dependency (kebiasaan merokok), perilaku merokok merupakan perilaku yang
menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif (Laili, 2010).
Pada remaja saat ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat
tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi
perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok
sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di
dalam rokok memberikan dampak negatif pada tubuh penghisapnya. Beberapa
motivasi yang melatar belakangi merokok adalah untuk mendapat pengakuan
(anticipatory beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan (reliefing beliefs) dan menganggap
perbuatannya tersebut tidak melanggar norma (permission beliefs/positive) (Djemana,
2004).
2.6 Glover – Nillson Smoking Behavior Questionnaire (GNSBQ)
Glover - Nilsson Smoking Behavioral Questionnaire (GNSBQ), diciptakan
oleh Elbert Glover dan Fredrik Nilsson. Kuisioner ini berlaku untuk menilai dimensi
perilaku merokok dan untuk memperkirakan sejauh mana intervensi perilaku dapat
membantu keinginan perokok berhenti merokok (Rocha, Guerra & de Lemos, 2013).
24
Kuesioner perilaku ini diukur dengan menggunakan skala Likert yang berisi
5 alternatif jawaban untuk pertanyaan 1 dan 2 yaitu Tidak sama sekalai “0”, Agak
“1”, Sedang “2”, Sangat “3” dan Sangat sekali “4”, untuk pertanyaan no 1 dan 2.
Alternatif jawaban untuk pertanyaan no 3 – 11 yaitu Tidak pernah “0”, Jarang “1”,
Kadang-kadang “2”, Sering “3” dan Selalu “4”. Kuesioner perilaku merokok
terdapat 11 item pertanyaan perilaku merokok. Skala pengukuran yang digunakan
adalah skala Likert dengan data Ordinal (Nursalam, 2013).
2.7 Hubungan Persepsi Gambar Peringatan Bahaya Efek Merokok pada
Kemasan Bungkus Rokok dengan Perilaku Merokok Remaja
Menurut Notoatmojo (dalam Purba, 2009), pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan proses persepsi (penginderaan terhadap
suatu objek tertentu), yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba, tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Persepsi membentuk pengetahuan, sehingga merupakan hal yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang yang terdiri dari: a) Proses adaptasi
perilaku, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
persepsi akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh persepsi. Penelitian
Rogers (dalam Purba, 2009) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi
perilaku baru ada beberapa proses yang berurutan yaitu: 1) Awarenes, (kesadaran) pada
tahap ini seseorang menyadari atau mengetahui stimulus terlebih dahulu; 2) Interest,
yaitu orang mulai tertarik pada stimulus; 3) Evaluation, yaitu mempertimbangkan baik
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya; 4) Trial, yaitu orang telah memulai mencoba
perilaku baru dan yang terakhir; 5) Adoption, yakni orang telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhada stimulus. b) Tingkat
25
pengetahuan, pengetahuan mencakup enam tingkatan yaitu: 1) Know (tahu) adalah
mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, pengetahuan tingkat ini
termasuk juga mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima; 2) Comprehension (memahami) yang
merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar; 3) Application
(aplikasi) adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang sebenarnya; 4) Analisis yang merupakan suatu kemampuan
untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi
masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5)
Sintesis yaitu kamampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
didalam bentuk suatu keseluruhan yang baru; 6) Evaluasi (evaluation) ini berkaitan
dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu stimulus atau objek
(Purba, 2009).
Pengetahuan tentang merokok remaja sudah cukup baik karena pada usia ini
dapat dikategorikan pada tahap belajar atau pada tahap ini sudah bisa membaca,
menulis, dan menghitung. Dapat dikatakan sudah bisa memahami informasi-
informasi yang diberikan, selain itu kondisi lingkungan yang mendukung mereka
banyak mendapatkan informasi karena interaksi dengan banyak orang di lingkungan
sekolah maupun lingkungan rumah. Remaja sudah tahu tentang bahaya merokok,
seperti bahaya merokok bagi kesehatan, bahaya merokok bagi wanita hamil, perokok
pasif dan bahaya rokok bagi lingkungan (Anto, dkk., 2012).
Dari pengamatan tentang kebiasaan merokok remaja lebih karena faktor ingin
mencoba-coba atau mengikuti trend pada kelompoknya, juga karena persepsi atau
kepercayaan, seperti pada laki-laki merokok dapat meningkatkan keperkasaan laki-
26
laki, dengan merokok akan kelihatan lebih gaul, atau merokok dapat menambah
semangat belajar/bekerja, merokok dapat menghilangkan stres. Ada juga sudah
sampai ketergantungan seperti, “lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”
(Setyaningrum, 2009).
Dari hasil sebuah penelitian Setyaningrum (2009) yang meneliti tentang
hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang bahaya merokok dengan perilaku
merokok pada remaja di Desa Boro Wetan Kecamatan Banyu Urip Purworejo tahun
2009 yang meneliti pada 87 orang remaja. Remaja yang diteliti adalah remaja laki-laki
berumur antara 13 sampai 17 tahun yang sedang berkumpul dan merokok di warung-
warung yang ada di Desa Boro Wetan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa
pengetahuan remaja tentang bahaya merokok berada pada kategori sedang.
Pengetahuan remaja yang berlokasi di Desa Boro Wetan Kabupaten Purworejo
tentang pengertian bahaya merokok berada mayoritas tingkat pengetahuan remaja
tentang bahaya merokok berada pada kategori baik sebesar 74.65%, dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja yang berlokasi di Desa Boro Wetan
Kabupaten Purworejo tentang pengertian merokok berada pada kategori baik. Serta
ada hubungan negatif antara pengetahuan remaja dengan perilaku merokok di Desa
Boro Wetan Kabupaten Purworejo. Artinya bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan tentang bahaya merokok maka semakin baik pula perilaku meokok pada
remaja di Desa Boro Wetan Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo 2009 dan
sebaliknya semakin rendah pengetahuan tentang bahaya merokok, semakin tidak baik
pula perilaku merokok pada remaja di Desa Boro Wetan Kecamatan Banyu Urip
Purworejo 2009.