bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian fraktur mandibula
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibular. Hilang
nya kontinuitas pada bagian rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal
bila penanganan nya tidak benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah pada
tubuh manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi.
Klarifikasi fraktur mandibula dapat terjadi pada letak anatomi pada daerah –
daerah deto alveolar, kondius, koronoideus, ramus, sudut mandibula , korpus
mandibula, simfisis, dan parasimfisis (Hakim, 2016).
Fraktur terjadi akibat adanya trauma atau keadaan patoogis. Fraktur
merupakan suatu kondisi terputus kontiuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya di sebabkan oleh rudapaksa (Sagaran,dkk 2017). Fraktur
mandibula merupakan kondisi diskontinuitas tulang mandibula yang di
sebabkan oleh trauma wajah ataupun keadaan patologis. Pukulan keras pada
wajah dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula
(Reksoputro & Aldino, 2017).
2.2 Etiologi
Menurut Hakim (2016) etiologi insiden fraktur adalah sebagai berikut:
a. Terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 52 kasus (74,1%)
b. Terjadi perempuan sebanyak 19 kasus (25,9%)
c. Terjadi pada usia produktif 11-30 tahun (64,1%
d. Terjadi pada lokasi simfisis sebanyak 27 kasus (38,1%).
e. Terjadi karena kecelakaan sepeda motor sebanyak 47 orang (78,4%)
Fraktur yang tidak sempurna merupakan fraktur yang tidak terjadi di
sepanjang tulang sedangkan fraktur lengkap adalah yang terjadi di seluruh tulang
yang patah (Digiulio, 2014). Menurut (Reksodiputro & Aldino,2017)
mengatakan bahwa faktor utama etiologi fraktur mandibula di berbagai negara
sangat bervariasi. Di negara berkembang penyebab utama fraktur mandibula
adalah kecelakaan lalu lintas. Selain itu penyebab lainnya adalah kecelakaan
industri, kecelakaan rumah tangga, kekerasan fisik dan perkelahian.
6
Penyebab fraktur menurut (Jitowiyono, 2018) dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik disebabkan oleh:
1) Cedera langsung yaitu hantaman langsung pada tulang sehingga
tulang patah secara langsung.
2) Cedera tidak langsung yaitu hantaman langsung yang jauh dari
lokasi benturan.
3) Fraktur yang dikarenakan kontraksi keras yang mendadak.
b. Fraktur Patologik
Tulang yang rusak dikarenakan proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan:
1) Tumor tulang merupakan jaringan yang tumbuh tidak teratasi
2) Infeksi semacam ostemielitis bisa terjadi sebagai dampak infeksi
akut atau bisa muncul proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara langsung dikarenakan oleh stres tulang yang berkelanjutan.
2.3 Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan secara etiologis, klinis dan radiologis
a. Etiologis
1) Fraktur traumatik yang terjadi karena trauma mendadak
2) Fraktur patologis karena kelainan patologis pada tulang
3) Fraktur stres trauma terus menerus di tempat tertentu
b. Klinis
1) Fraktur tertutup : fraktur yang tidak sampai ke permukaan kulit
2) Fraktur terbuka : fraktur yang menghasilkan luka hingga keluar
3) Fraktur Komplikasi : fraktur dengan komplikasi
c. Radiologis
a. Lokasi
b. Konfigurasi
c. Ekstensi
d. Hubungan antar fragmen
7
Menurut Manalu (2018, sebagaimana dikutip dalam Cahyani, L.N, 2019)
klasifikasi fraktur mandibula sebagai berikut:
a. Menunjukkan regio-regio pada mandibula antara lain: simfisis, corpus,
sudut, proseus koronoid, raus, proseus kondilar, proseus alveolar.
Fraktur dapatterjadi pada satu atau lebih pada region mandibula.
b. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya
gigi penting untuk menentukan pilihan terapi yang akan diberikan.
Berikut derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi:
1) Kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, dapat ditangani dengan
interdental wiring (pemasangan kawat pada gigi)
2) Kelas 2 : gigi hanya ada di salah satu fraktur
3) Kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua fraktur, penanganan di kelas
ini dapat melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and
screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
c. Dengan cara perawatan fraktur mandibula dapat dibedakan menjadi:
1) Fraktur unilateral merupakan fraktur yang terjadi tunggal atau lebih
dari satu fraktur pada sisi mandibula.
2) Fraktur bilateral merupakan fraktur yang terjadi akibat kondisi yang
menyangkut angulus serta bagian leher kondilar yang berlawanan.
3) Multiple fracture merupakan pola fraktur yang terjadi karena
kombinasi kecelakaan langsung dan tidak langsung, trauma pada
dagu menyebabkan fraktur pada simpisis.
4) Fraktur kominutif merupakan fraktur yang diakibatkan karena
kecelakaan langsung. Fraktur ini terjadi pada simfisis dan
parasimpisis
2.4 Patofisiologi
Tingkat keseriusan fraktur bergantung pada penyebab fraktur. Jika hanya
sedikit melewati ambang fraktur maka kemungkinan hanya menyebabkan
keretakan tulang. Jika penyebab fraktur sangat ekstrem seperti kecelakaan
motor yang parah sehingga dapat menyebabkan tulang pecah. Otot yang
menempel pada tulang dapat terganggu saat terjadi fraktur. Otot bisa
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar. Otot yang besar bisa
8
membuat spasme yang kuat terlebih menggeser tulang yang besar seperti femur
meskipun bagian proksimal tulang yang patah tetap pada posisinya. Fragmen
fraktur dapat berotasi dan berpindah atau dapat menimpa segmen tulang
lainnya. Fraktur terbuka atau tertutup dapat menyebabkan rasa nyeri pada
penderita. Fraktur terbuka bisa mengenai jaringan lunak di sekitarnya
kemudian dapat menyebabkan infeksi karena terkontaminasi dengan udara
luar. Infeksi dengan udara luar dapat mengakibatkan kerusakan kulit. Pada
saluran medula, hematoma berlangsung di antara fragmen-fragmen tulang dan
di bawah periostetum. Peradangan akan terjadi di sekitar jaringan tulang yang
terjadi fraktur hingga menyebabkan vasodilatasi, nyeri, edema, kehilangan
fungsi, eksudasi leukosit dan plasma. Salah satu tahap penyembuhan tulang
adalah respon patofisiologis (Widodo, 2016).
9
Pathway
Diskontinuitas tulang Nyeri Pergeseran
frakmen tulang
Trauma langsung
patologis
Trauma langsung
patologis
kondisi Trauma tidak
langsung
FRAKTUR MANDIBULA
Perubahan
jaringan sekitar Kerusakan
frakmen tulang
Spesme otot Laserasi kulit Pergeseran frag
tulang
Gangguan
fungsi
Defisit
perawatan
diri : makan
Deformita
s
Gangguan
komunikasi
verbal
Syok
hipovolemik
Pendarahan
Putusnya
arteri/vena
Kerusakan
intergritas
kulit dan
jaringan
Edema
Protein
plasma
hilang
Pelepasan
histamin
Tekanan
kapiler
meningkat
Penurunan perfusi
jaringan
Penekanan
pembuluh darah
Memobilisasi asam
lemak
Melepaskan
katekolamin
Reaksi stres
klien
Tekanan sesama tulang >
tinggi dr kapiler
emboli
Bergabung dengan
trombosit
Menyumbat
pembuluh darah
Gangguan perfusi
jaringan
10
2.5 Komplikasi
Menurut Ermawan (2019) mengatakan bawah komplikasi yang terjadi
setelah terjadi fraktur meliputi kerusakan pembuluh darah, nekrosis avaskular
tulang, , kerusakan saraf osifikasi heterotopic, osteoarthritis sekunder, dan
kaku sendi. Sedangkan menurut Helmi (2019) secara umum komplikasi fraktur
terdiri atas komplikasi awal dan lama yaitu sebagai berikut:
2.5.1 Komplikasi awal
a. Syok
Meningkatnya permeabilitas kapiler dan kehilangan banyak darah dapat
menyebabkan turunnya kadar oktigen dalam tubuh sehingga
mengakibatkan terjadinya syok. Pada kejadian tertentu syok neurogenik
berlangsung pada fraktur femur yang disebabkan oleh rasa sakit yang
hebat.
b. Kerusakan arteri
Arteri dapat pecah atau rusak ditandai oleh: CRT (Cappilary Refil Time)
menurun, nadi tidak ada, bagian distal mengalami sianosis, hematoma
lebar serta dingin di ekstremitas disebabkan oleh tindakan pembidaian,
tindakan reduksi, perubahan posisi orang dakit dan pembedahan.
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan suatu keadaan terjebaknya otot,
syaraf, tulang dan pembuluh darah pada jaringan parut akibat edema
atau pendarahan yang menekan otot, syaraf dan pembuluh darah.
Keadaan sindorm kompartemen yang diakibatkan oleh komplikasi
fraktur terjadi pada fraktur yang terletak dekat dengan persendian.
Tanda yang menjadi ciri khas sindrom kompartemen adalah 5P, yaitu
pain (nyeri lokal), pallor (pucat pada bagian distal), paralysis
(kelumpuhan tungkai), parestesia (tidak ada sensasi) dan pulsessness
(tidak ada perubahan nadi, denyut nadi, perfusi tidak baik, dan
CRT>3detik).
d. Infeksi
Trauma pada jaringan menyebabkan sistem jaringan tubuh rusak.
Infeksi berawal pada kulit kemudian masuk ke dalam pada trauma
11
ortopedik. Kasus ini terjadi pada kejadian fraktur terbuka, namun juga
bisa disebabkan oleh penggunaan ORIF dan OREF atau plat.
e. Avaskular nerkosis
Rusaknya aliran darah ke tulang dapat menyebabkan nerkosis tulang
yang diawali oleh adanya Volkman’s Ischemia.
f. Sindrom emboli lemak
Sidrom emboli lemak FES merupakan komplikasi yang biasa terjadi
pada tulang panjang, FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
hipertensi, takikardi, takipnea, dan demam.
2.5.2 Komplikasi Lama
Menurut Helmi (2019) secara umum komplikasi lama sebagai berikut:
a. Delayed Union
Delayed union adalah kegagalan fraktur dalam berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang diperlukan tulang agar sembuh atau tersambung.
Hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan darah ke tulang. Delayed
Union merupakan fraktur yang tidak sembuh selama 3-5 bulan.
b. Non-union
Non-union adalah fraktur yang sembuh dalam 6-8 bulan serta tidak
terjadi konsolidasi hingga terdapat preudoartrotis (sendi palsu).
Pseudoartrotis dapat berlangsung dengan infeksi maupun tanpa infeksi.
c. Mal-union
Mal-union merupakan kejadian dimana fraktur sembuh pada saatnya,
tetapi terjadi deformitas yang berbentuk varus, angulasi, pemendekan,
dan penyilangan.
2.6. Manefistasi Klinis
Menurut Black dan Hawks dalam Widyawati, A (2018) gejala dan tanda
fraktur adalah sebagai berikut:
a. Deformitas
12
Deformitas terjadi karena pembengkakan pada pendarahan lokal di lokasi
fraktur. Spasme otot dapat mengakibatkan deformitas rotasional,
pemendekan tungkai dan angulasi. Deformitas yang nyata terjadi di lokasi
fraktur.
b. Pembengkakan
Edema atau pembengkakan segera terjadi dikarenakan akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur.
c. Memar
Memar diakibatkan oleh pendarahan pada subkutan di lokasi fraktur
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berguna sebagai bidai alami agar dapat mengurangi
pergerakan fragmen fraktur.
e. Nyeri
Nyeri akan menyertai fraktur serta ketajaman nyeri akan berbeda pada tiap
klien atau pasien yang mengalami fraktur. Nyeri akan semakin meningkat
apabila fraktur bergeser karena spasme otot serta fragmen pada fraktur yang
saling tindih.
f. Kategangan
Cedera pada lokasi klien menyebabkan ketegangan di atas fraktur.
g. Kehilangan fungsi
Nyeri akibat fraktur menyebabkan hilangnya fungsi. Cedera saraf juga dapat
menyebabkan kelumpuhan.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Gesekan antar fragmen atau gerakan pada posisi tengah tulang
menyebabkan gerakan abnormal dan krepitasi.
i. Perubahan neurovaskular
Kerusakan saraf periferyang terkait menyebabkan cedera neurovaskuler.
Pasien dapat menderita kesemutan di sekitar distal dari fraktur.
j. Syok
Syok disebabkan oleh pendarahan besar atau yang tersembunyi.
Menurut (Hakim, et.al, 2016) gejala fraktur mandibula secara umum
biasanya timbul rasa nyeri terus menerus pendarahan oral, fungsi berubah,
13
terjadi pembengkakan, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, dan deformitas.
Jika fraktur ini mengenai korpus mandibula, akan terlihat gerakan yang
abnormal pada tempat fraktur sehingga gerakan mandibula menjadi terbatas
dan susunan gigi menjadi tidak teratur. Sebagian besar fraktur mandibula
terjadi tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan keras atau lunak.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hadira, dkk (2016) adapun pemeriksaan penunjang fraktur
mandibula, yaitu :
a. Pemeriksaan labolatorium darah
b. Foto toraks
c. Foto polos kepala
d. Cervikal
e. CT scan kepala dan panoramik
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur dilakukan untuk memperbaiki posisi fragmen dan
splintage agar fragmen menyatu dengan baik. Penatalaksanaan pada fraktur
meliputi reduksi, imobilisasi dan reposisi (Ermawan, dkk :2019). Terdapat 8
penatalaksanaan fraktur menurut Sjamsuhidayat, dkk (2019) sebagai berikut:
a. Pertama : proteksi tanpa imobilisasi atau reposisi
b. Kedua : imobilisasi tanpa reposisi, biasa untuk cedera pada tulang tungkai
bawah
c. Ketiga : reposisi dengan manipulasi dan di ikuti oleh mobilisasi, biasa
diterapkan pada patah tulang radius distal
d. Keempat : reposisi dengan traksi secara terus menerus, untuk patah tulang
yang akan terjadi dislokasi dalam gips.
e. Kelima : reposisi kemudian dilanjutkan dengan imobilisasai dengan fiksasi
luar
f. Keenam : reposisi non-operatif dilanjutkan dengan fiksator tulang secara
operatif
g. Ketujuh : reposisi operatif dilanjutkan dengan fiksasi interna atau biasa
disebut ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
h. Kedelapan : eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis.
14
Menurut Istianah, U (2017) menyebutkan beberapa penatalaksanaan
medis pada fraktur sebagai berikut:
a. Diagnosa serta penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis serta radiologi dilaksanakan guna
mengetahui keadaan fraktur. Pada awal perlu diperiksa bentuk
fraktur dan lokasi fraktur guna menentukan tindakan yang perlu
untuk melakukan pengobatan.
b. Reduksi
Reduksi bertujuan untuk mengembalikan ukuran dan kesejajaran
garis tulang dengan reduksi terbuka atau reduksi tertutup. Reduksi
tertutup dilaksanakan dengan traksi manual guna menarik fraktur,
agar tulang menjadi sejajar dengan normal. Reduksi terbuka dapat
dilakukan jika reduksi tertutup kurang memuaskan atau gagal.
Reduksi terbuka menggunakan alat fiksasi internal guna
mempertahankan lokasi hingga penyembuhan tulang solid. Alat
fiksasi internal antara lain kawat, pen, plat dan skrup. Alat-alat
fiksasi internal dimasukkan ke dalam fraktur melalui ORIF.
Pembedahan ORIF ini akan membuat tulang yang patah dapat
tersambung lagi.
c. Retensi
Pemasangan plat berguna untuk mempertahankan reduksi
ekstremitas yang menderita fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi bagian yang mengalami fraktur berfungsi
secara normal.
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
2.9.1 Pengkajian Fokus
a. Pengkajian primer :
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
15
2) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas
terdengar ronchi/aspirasi
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
- Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
- Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
- Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
- Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
- Tachikardi
- Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera
- Cavilary refil melambat
- Pucat pada bagian yang terkena
- Masa hematoma pada sisi cedera
3) Neurosensori
- Kesemutan
- Deformitas, krepitasi, pemendekan
- Kelemahan
4) Kenyamanan
- Nyeri tiba-tiba saat cidera
- Spasme/kram otot
5) Keamanan
- Laserasi kulit
- Perdarahan
16
- Perubahan warna
- Pembengkakan lokal
-
2.9.2 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul
Menurut (Cahyani, 2019) berikut merupakan diagnosis keperawatan
pada pasien fraktur:
1. Nyeri akut b.d agen pencendera fisik di buktikan dengan pasien tampak
meringis, pasien tampak gelisah, sulit tidur, tekanan darah meningkat,
nafsu makan berubah.
2. Kerusakan intergeritas kulit b.d faktor mekanis dibuktikan dengan
kerusakan jaringan atau lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d hambatan fisik (fraktur mandibula) di
buktikan dengan pasien tidak mampu berbicara, sulit mempertahankan
komunikasi,sulit menggunkan espresi wajah atau tubuh
2.9.3 Rencana Keperawatan
No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 nyeri akut b.d
agen
pencendera
fisik di
buktikan
dengan pasien
tampak
meringis,
pasien
tampak
gelisah, sulit
tidur, tekanan
darah
meningkat,
nafsu makan
berubah.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan
tingkat nyeri
menurun
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Monitor efek samping
pengunaan analgentik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
1. Keluhan nyeri 5
(menurun)
2. Meringis 5
(menurun)
3. Gelisah
5(menurun)
4. Kesulitan tidur 5
(menurun)
17
( missal : terapi musik,
aromaterapi, ternik
imajinasi terbimbing,
kompres air hangat/
dingin )
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi merdakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
priode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Kerusakan
intergeritas
kulit b.d
faktor
mekanis
dibuktikan
dengan
kerusakan
jaringan atau
lapisan kulit,
nyeri,
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam
di harapkan
intergitas kulit
dengan kriteria
hasil sebagai
berikut
perawatan luka (I.14564)
observasi
1. Monior karakteristik
luka (mis,drainase,
warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik
1. Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
1.Kerusakan jaringan 5
(menurun)
2.Nyeri 5 (menurun)
3.Pendarahan 5 (menurun)
4.Suhu kulit 5 (membaik)
18
pendarahan,
kemerahan.
2. Cukur rambut di
sekitar daerah luka,
jika perlu
3. Bersikan dengan
cairan NaCI atau
pembersian nontoksik,
sesuai kebutuhan
4. Bersikan jaringan
nekrotik
5. Pasang balutan sesuai
jenis luka
6. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
7. Ganti balutan sesuai
jumlah edukat dan
drainase
8. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi
pasien
9. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis. Vitamin A,
vitamin C, zinc, asam
amino ), sesuai
indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkomsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
1. Pemberian anti biotik, jika
perlu
19
3. Gangguan
komunikasi
verbal b.d
hambatan
fisik (fraktur
mandibula) di
buktikan
dengan pasien
tidak mampu
berbicara,
sulit
mempertahan
kan
komunikasi,s
ulit
menggunkan
espresi wajah
atau tubuh
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan
komunikasi dapat
teratasi dengan
kretria hasil
sebagai berikut :
Promosi komunikasi :
deficit bicara (I.134992)
Observasi
1. Monitor kecepatan
tekanan, kualitas,
volume,dan diksi
bicara
2. Monitor proses
kognitif , anatomis,
fisiologis yang
berkaitan dengan
bicara
3. Monitor frustasi,
marah, depresi, atau
hal lain yang
menganggu bicara
4. Identifikasi prilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode
komunikasi alternative
(mis. Menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan)
2. Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
3. Ulangi apa yang di
sampaikan pasien
4. Berikan dukungan
psikologis
Edukasi
1. Anjurkan berbicara
perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
1. Kemampuan
berbicara 5
(meningkat)
2. Kesesuaian kontak
mata dengan tubuh
5 (meningkat)
3. Kontak mata 5
(meningkat)