bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep anak usia toddler 2.1eprints.umm.ac.id/54055/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anak Usia Toddler
2.1.1 Definisi Anak Usia Toddler
Anak usia toddler merupakan anak dengan usia 1-3 tahun, dimana pada usia
tersebut dapat dilihat pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik berlangsung
cepat (Potter & Perry, 2010). Pada periode ini anak akan mulai berjalan dan
mengekplorasi rumah dan sekelilingnya, menyusun 6 balok, mulai cemburu pada
ayahnya, belajar makan sendiri, mulai belajar dalam mengontrol buang air kecil, mulai
mengikuti apa yang dilakukan orang dewasa, dapat menunjuk mata dan hidung,
memperlihatkan minat dengan anak lain dan bermain dengan teman-temannya
(Soetjiningsih, 2013). Tindakan yang dapat dilakukan pada periode ini dengan
menganjurkan anak untuk melakukan perawatan diri sendiri, memberi stimulasi untuk
berbicara, memberi kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya, dan
berperan aktif dalam perawatan anak (Hidayat, 2009).
2.1.2 Perkembangan Anak Usia Toddler
1. Perkembangan motorik kasar
Perkembangan motorik kasar utama pada toddler ialah perkembangan
lokomosi. Toddler mampu berjalan sendiri dengan jarak kaki yang melebar pada
jarak tertentu. Selanjutnya toddler mulai berlari akan tetapi masih mudah jatuh
pada usia 18 bulan (Wong, 2009). Di usia dua tahun, koordinasi dan
keseimbangan meningkat ditunjukkan dengan mampu berdiri dengan
sempurna. Pada usia ini anak mampu menaiki dan menuruni tangga. Kemudian
10
pada usia 30 bulan toddler mampu melompat dengan dua kaki, berdiri dengan
satu kaki selama satu hingga dua detik, dan berjalan jinjit beberapa langkah.
Memasuki akhir tahun kedua, toddler mampu berdiri dengan satu kaki, berjalan
jinjit, dan menaiki tangga dengan kaki kanan dan kiri bergantian (Sembiring,
2017).
2. Perkembangan motorik halus
Perkembangan motorik halus toddler pun berkembang. Hal ini dilihat dari
meningkatnya kemampuan pada usia 12 bulan mampu menggenggam benda
yang sangat kecil tapi tidak mampu melepas sesuai keinginannya. Memasuki
usia 15 bulan, toddler dapat menjatuhkan benda kecil ke dalam botol berleher
sempit dan melempar serta menangkap bola. Selanjutnya, di usia 18 bulan
toddler mampu melempar bola tanpa kehilangan keseimbangan (Wong, 2009).
Perkembangan motorik halus anak pada usia ini dapat ditunjukan dengan
adanya kememapuan dalam mencoba, menyusun dan membuat menara kubus.
Anak usia toddler juga dapat menggambar dua atau tiga bagian, melambaikan
tangan, minum dengan cangkir dengan bantuan dan mampu menggunakan
sendok dengan bantuan (Sembiring, 2017).
3. Perkembangan Kognitif
Piaget dalam Wong (2009) membagi perkembangan dalam rentang usia.
Ketika anak memasuki usia 2-7 tahun, anak akan berada di tahap
praoperasional. Anak yang berada pada tahap ini egosentrisnya telah
berkembang. Pada tahap ini anak belum mampu untuk menempatkan diri pada
kondisi orang lain. Anak pun baru bisa memandang suatu hal dari sudut
pandang mereka sendiri. Pola berpikir intuitif dan transduktif berkembang
11
pada tahap ini dan imaginative thinking juga merupakan ciri khas dari
perkembangan ini.
2.1.3 Pola Oral Hygiene Anak Usia Toddler
Anak pada usia toddler masih belum mengerti pentingnya untuk merawat
kebersihan gigi dan mulut (Astuti, 2018). Gigi dan mulut harus di jaga kebersihannya
karena kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui organ ini. Kelainan yang sering
terjadi didalam mulut adalah kerusakan jaringan keras dari gigi yang sering disebut
karies gigi (Siswanto, 2010). Dalam melakukan oral hygiene anak usia toddler/
prasekolah masih bergantung pada orangtua, sehingga disini orangtua yang dibutuhkan
dalam melakukan oral hygiene pada anaknya (Mubeen & Nida, 2015). Peranan
orangtua hendaknya ditingkatkan dalam membiasakan menyikat gigi anak secara
teratur guna menghindarkan kerusakan gigi anak. Kegiatan membersihkan gigi
dilakukan sebelum anak tidur malam dan setelah makan pagi maupun siang
(Sariningsih, 2012).
2.2 Konsep Karies Gigi Pada Anak
2.2.1 Definisi Keries Gigi Pada Anak
Karies Gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan, yang dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interproksimal)
dan akan meluas kedaerah pulpa (Tarigan, 2013). Karies gigi merupakan penyakit
mulifaktorial yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu agen, host, substrat dan
waktu (Anil & Anand, 2017). Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang
diakibatkan oleh aktivitas mikrooorganisme, pada karbohidrat sukrosa dan laktosa
yang terdapat dalam makanan seperti susu, permen dan coklat yang membantu
12
metabolisme bakteri yang dapat difermentasi sehingga terbentuk asam dan
menurunkan pH dibawah pH kritis akibatnya terjadi demineralisasi jaringan keras gigi
(Sumawinata, 2013).
Karies gigi adalah suatu keadaan gigi tidak normal yang ditandai dengan adanya
perubahan warna pada gigi, gigi menghitam, dan terkadang berlubang atau keropos
(Nurafifah, 2013). Karies gigi merupakan kelainan gigi yang bersifat progresif
(Cahyaningrum, 2017). Karies gigi terbentuk karena ada sisa makanan yang menempel
pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi
keropos, berlubang, bahkan patah. Karies gigi membuat anak mengalami kehilangan
daya kunyah dan terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan gigi
kurang maksimal (Sinaga, 2013).
2.2.2 Etiologi Karies Gigi Pada Anak
2.2.2.1 Agen (Mikroorganisme)
Karies Gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan, yang dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah interproksimal)
dan akan meluas kedaerah pulpa (Tarigan, 2013). Karies gigi merupakan penyakit
mulifaktorial yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu agen, host, substrat dan
waktu (Anil & Anand, 2017). Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang
diakibatkan oleh aktivitas mikrooorganisme, pada karbohidrat sukrosa dan laktosa
yang terdapat dalam makanan seperti susu, permen dan coklat yang membantu
metabolisme bakteri yang dapat difermentasi sehingga terbentuk asam dan
menurunkan pH dibawah pH kritis akibatnya terjadi demineralisasi jaringan keras gigi
(Sumawinata, 2013).
13
Karies gigi adalah suatu keadaan gigi tidak normal yang ditandai dengan adanya
perubahan warna pada gigi, gigi menghitam, dan terkadang berlubang atau keropos
(Nurafifah, 2013). Karies gigi merupakan kelainan gigi yang bersifat progresif
(Cahyaningrum, 2017). Karies gigi terbentuk karena ada sisa makanan yang menempel
pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan pengapuran gigi. Dampaknya, gigi menjadi
keropos, berlubang, bahkan patah. Karies gigi membuat anak mengalami kehilangan
daya kunyah dan terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan gigi
kurang maksimal (Sinaga, 2013).
2.2.2.2 Host (Gigi & Saliva)
Gigi merupakan struktur yang keras yang berada di dalam rongga mulut. Gigi
memiliki fungsi untuk menghancurkan atau mengunyah makanan. Permukaan gigi
yang dilapisi oleh pelikel hasil pengendapan glikoprotein saliva, enzim, dan
immunoglobulin, menjadi tempat ideal perlekatan bakteri Streptococcus Mutans. Jika
terdapat masalah pada permukaan gigi, maka plak akan segera terbentuk sampai
ketebalan tertentu untuk menghasilkan lingkungan yang bersifat anaerob. Daerah pits
dan fissures, permukaan email antara gingiva dan kontak proksimal, sepertiga servikal
permukaan labial/bukal dan lingual mahkota gigi, permukaan akar gigi dekat garis
servikal, daerah subgingiva, dan kelainan gigi seperti hipoplasi, merupakan lokasi yang
mudah untuk pembentukan plak. Pada lokasi tersebut sering ditemukan karies (Divaris,
2017).
Saliva mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan
jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Saliva yang diproduksi antara 0,5-1 liter
per 24 jam. Produksi saliva bangun tidur dan sebelum tidur tidaklah sama. Saat bangun
tidur rongga mulut hanya menghasilkan 0,25 milileter per menit (Djamil, 2011). Saliva
14
berperan penting melindungi gigi dan mukosa mulut dari pengaruh asam, dehidrasi
atau iritasi. Saliva memberikan perlindungan dengan mempertahankan mikro-
organisme normal dalam mulut dan mempertahankan keutuhan permukaan gigi,
termasuk menghilangkan bakteri, aktivitas anti bakteri, dan proses remineralisasi
(Haryani, Siregar, & Ratnaningtyas, 2016). Selain itu saliva mempunyai efek
membersihkan, melarutkan makanan, membantu pembentukan bolus makanan,
membersihkan makanan dan bakteri, lubrikasi mukosa rongga mulut, membantu
pengunyahan, penelanan dan bicara (Nadia, 2012). Kemampuan saliva melawan karies
gigi, dibuktikan pada penderita serostomia yang mengalami kerusakan gigi yang cepat
dan hebat karena kelenjar air liur tidak memproduksi saliva. Hal itu terjadi akibat
berbagai penyakit, penggunaan obat-obatan, terapi radiasi, dan lain-lain (Cruz, 2013).
2.2.2.3 Substrat (Makanan)
Substrat adalalah molekul organik yang akan bereaksi secara kimia untuk
menghasilkan sebuah produk. Kaitanya pada karies gigi pada anak adalah makanan
yang dikonsumsi anak dapat beresiko menyebabkan karies gigi. Menurut (Wahyono,
2012) menyebutkan bahwa anak-anak pada dasarnya sangat menyukai jajanan yang
manis-manis seperti coklat, susu, ice cream, biskuit dan permen, dengan demikian
keadaan ini akan mempengaruhi struktur gigi dan ditambah lagi anak-anak kurang
menjaga kebersihan gigi dan mulut dalam hal membersihkan giginya.
Bakteri Streptococcus Mutans merupakan bakteri yang berperan terhadap kejadian
karies gigi, untuk berkembangbiak bakteri Streptococcus Mutans memetabolisme
karbohidrat yang menggandung gula seperti sukrosa, laktosa, fruktosa dan glukosa
(Anil & Anand, 2017). Karbohidrat yang paling memiliki sifat karciogenik adalah
sukrosa, karena sukrosa merupakan energy yang digunakan untuk metabolisme bakteri
15
Streptococcus Mutans dan kemudian akan menghasilkan asam yang dapat mempengaruhi
pH didalam rongga mulut.. Walaupun demikian tidak semua jenis karbohidrat sama
derajat kariogeniknya.
Karbohidrat yang kompleks misalnya pati, relatif tidak berbahaya karena tidak
dicerna secara sempurna di dalam mulut sedangkan karbohidrat dengan berat molekul
yang rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan
cepat oleh bakteri. Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula
akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan
demineralisasi email. Sintesa polisakarida ekstra seluler dari sukrosa lebih cepat dari
pada glukosa, fruktosa dan laktosa (Kidd&Bachel, 2013). Penelitian Roberts pada anak
pra-sekolah dengan penyakit kronis yang sering diberi obat sirup dengan kandungan
sukrosa yang tinggi, telah ditemukan peningkatan empat kali lipat pada jumlah karies
mereka dibandingkan dengan anak-anak sehat (Vadiakas, 2008).
2.2.2.4 Waktu
Interaksi antara ketiga faktor tersebut selama suatu periode akan merangsang
pembentukan karies, yang dimulai dengan munculnya white spot pada permukaan gigi
tanpa adanya kavitas akibat proses demineralisasi pada bagian enamel. Faktor waktu
yang dimaksudkan adalah pemaparan yang lama dan berulang kepada karbohidrat
dapat meningkatkan resiko karies (Putri, 2011).Streptococcus mutans akan meragi semua
jenis karbohidrat, tetapi mikroorganisme tersebut paling efisien dalam menghasilkan
asam dari gula jenis sukrosa (Zenit, 2014).
Gula dapat membantu perlekatan plak dan merupakan sumber energi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi bakteri-bakteri tersebut. Sukrosa,
glukosa dan fruktosa dapat dijumpai di kebanyakan makanan dan minuman seperti
16
minuman manis serta susu formula. Laktosa yang terkandung di dalam susu sapi
merupakan salah satu gula yang kurang kariogenik (Kidd & becha, 2013). Secara
umum, lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu
kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Dengan demikian sebenarnya
terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Pinkham et al 2005)
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Karies Gigi Pada Anak
2.2.3.1 Penggunaan Flour
Fluor merupakan unsur kimiawi yang berfungsi terhadap ketahanan gigi dari
terbentuknya karies. Fluor tidak menyebabkan enamel menjadi lebih keras daripada
biasanya, tetapi ion fluor menggantikan ion- ion hidroksil yang ada di dalam kristal
hidroksiapatit, yang menyebabkan enamel kurang dapat larut. Fluor dapat menjadikan
gigi tiga kali lebih tahan terhadap timbulnya karies dari pada gigi tanpa fluor (Guyton & Hall,
2008). Pemberian fluor dilakukan setiap enam bulan sekali atau dua kali dalam setahun
(Putri, 2015).
2.2.3.2 Kebersihan mulut
Pembersihan plak secara rutin dengan menggunakan benang gigi (flossing), menyikat
gigi, dan penggunaan obat kumur merupakan usaha terbaik dalam pencegahan karies dan
penyakit periodental. Akan tetapi kadangkala ada bagian gigi yang sulit dibersihkan atau
dijangkau hanya dengan menggunakan sikat gigi karena diameternya kecil; misalnya pada
gigi lubang atau retak, sedangkan area ini sangat berpotensi karies. Hal ini dapat diatasi
dengan obsturasi lubang dan retakan dengan sealent sebagai metode yang paling efektif
untuk mencegah karies (Putri, 2015). Mulut yang sehat merupakan kontibutor penting
dalam mengembangkan diri yang positif yang mana akan membantu anak dalam mencapai
potensi hidup mereka (Best Practice Approach, 2011).
17
2.2.3.3 Kontrol Rutin Ke dokter Gigi
Pertumbuhan gigi awal pada anak sebaiknya anak diperkenalkan pada dokter gigi,
bahkan sebelum dia berusia satu tahun. Kunjungan ini sangat berarti bagi ibu dan anak.
Setelah gigi graham muncul, dokter akan melakukan pencegahan yaitu dengan
pemberian fluor. Kunjungan ke dokter gigi sangat dianjurkan meskipun gigi anak dalam
keadaan sehat atau tidak teerjadi gangguan dengan tujuan untuk konsultasi dan memberikan
efek psikologis yang baik pada anak terhadap dokter gigi sebelum anak-anak memerlukan
perawatan gigi. Kontrol yang baik tersebut dapat dilakukan secara rutin (Maulani, 2005).
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) merekomendasikan kontrol gigi setidaknya
dua kali dalam setahun atau enam bulan sekali..
2.2.3.4 Jenis Kelamin
Prevalensi karies gigi pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki. Hal ini juga ditunjang dalam sebuah refrensi bahwa wanita berisiko sedikit lebih tinggi
daripada laki-laki (Putri, 2015). Namun, hal ini bertentangan dengan penelitian Kiswaluyo
(2010) yang menyatakan bahwa karies gigi siswa berdasarkan jenis kelamin menunjukkan
adanya persentase yang hampir sama, yaitu sebesar 48,45% pada laki-laki dan sebesar
43,45% pada perempuan. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak
perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan lebih lama
berhubungan dengan faktor-faktor langsung terjadinya karies (Kiswaluyo, 2010)
2.2.3.5 Perilaku Ibu
Faktor penentu untuk perkembangan anak baik fisik maupun mental adalah
peran orang tua, terutama peran seorang ibu, karena ibu adalah pendidik pertama dan
utama bagi anak-anak yang dilahirkan sampai dia dewasa. Dalam proses pembentukan
pengetahuan, melalui berbagai pola asuh yang disampaikan oleh seorang ibu sebagai
18
pendidik pertama sangatlah penting (Permono, 2013). Ikatan Dokter Anak Indonesia
menyebutkan bahwa ibu merupakan penentu bagi pola asuh bayi/anak termasuk dalam
pemberian air susu ibu. Pada hakekatnya seorang ibu mempunyai tugas utama yaitu
mengatur rumah tangga termasuk mengawasi, mengatur dan membimbing anak-anak
(Anonimity, 2011).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya
menganut budaya patriarki, dimana peran laki-laki lebih banyak pada aspek publik,
sementara perempuan pada aspek domestik (Kamila, 2013). Persatuan Dokter Gigi
Indonesia (PDGI) menyebutkan bahwa dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak
melibatkan interaksi antara anak, orang tua dan dokter gigi. Perilaku orang tua,
terutama ibu, dalam pemeliharaan kesehatan gigi memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap perilaku anak. Pertumbuhan gigi permanen anak ditentukan oleh
kondisi gigi sulung anak. Namun, masih banyak orang tua atau ibu yang beranggapan
bahwa gigi sulung hanya sementara dan akan digantikan oleh gigi permanen, sehingga
mereka sering menganggap bahwa kerusakan pada gigi sulung bukan merupakan suatu
masalah (Annisa, 2015).
2.2.3.6 Usia
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayati, Utami & Amperawati (2014) dari
100 murid yang diperiksa didapatkan 7 murid usia empat tahun (7%) mengalami karies,
terbanyak pada usia lima tahun yaitu sebanyak 78 murid (78%) dan yang berumur enam
tahun sebanyak 15 murId 15%. Menurut American Academy Pediatric Dentistry
(AAPD) 70% anak usia 2-5 tahun mengalami karies dan hingga saat ini prevalensi dan
keparahan karies gigi pada anak terus meningkat.
19
2.2.4 Tanda Gejala Karies Gigi Pada Anak
Karies gigi pada anak-anak biasanya ditandai dengan beberapa tanda awal
pembusukan seperti adanya bintik putih kapur, seiring kondisi berjalan, bintik putih
kapur akan berubah menjadi coklat atau hitam dan pada akhirnya berubah menjadi
rongga atau lubang pada gigi (Bebe, 2018). Infeksi yang terjadi pada gigi anak dapat
menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan yang dapat membatasi kemampuan anak
untuk makan, berbicara, kegiatan terbatas termasuk anak akan absen dari sekolah.
Kerusakan gigi anak yang sudah parah dan tidak dapat lagi dipertahankan hanya dapat
diberikan satu solusi terakhir, yaitu pencabutan. Pencabutan gigi anak di usia dini dapat
mempengaruhi struktur pertumbuhan gigi selanjutnya (gigi permanen) (Maulani, 2015). Gigi
sulung pada anak usia prasekolah jika tidak segera ditangani sampai karies lanjut, maka akan
mengakibatkan terganggunya fungsi pengunyahan dan tanggalnya gigi secara dini yang
menyebabkan erupsi gigi permanen tidak normal (Supariani, 2013).
2.2.5 Patofisiologi Karies Gigi Pada Anak
Karies dapat menyebabkan kerusakan gigi melalui proses demineralisasi dan
pelarutan dari struktur gigi (Tarigan, 2013). Pada anak usia prasekolah proses karies
gigi terjadi karena beberapa faktor seperti, faktor dari makanan, faktor kebersihan
mulut, mikroorganisme, struktur gigi dan saliva (Widayati, 2014).
Seberapa flora normal sudah terdapat di rongga mulut seperti Streptococcus
mutans, Strepcoccus sanguini dan Lactobacilus. Bakteri yang sangat berperan terhadap
kejadian karies adalah streptococcus mutans. Menurut (Kidd&Bechal,2013), Streptococcus
mutans hidup dengan karbohidrat yang mengandung sukrosa, laktosa, glukosa dan
fruktosa. Anak-anak prasekolah sangat sering untuk mengkonsumsi susu formula, ice
20
cream, coklat, permen dan biskuit dimana makanan tersebut merupakan makanan yang
cukup tinggi kadar sukrosanya (Salikun, 2016).
Sukrosa merupakan sumber energi terbesar bagi streptococcus mutans. Streptococcus
mutans memetabolisme sukrosa untuk berkembangbiak namun hasil akhir dari
metabolisme tersebut adalah asam laktat. Dimana asam ini dapat mengganggu
kestabilan pH yang menyebabkan penurunan pH di rongga mulut yang dapat
menyebabkan demineralisai pada struktur gigi. Walaupun pada dasarnya proses
demineralisasi ini tidak belangsung cepat namun jika terus terpapar dengan situasi yang
sama maka akan muncul karies (Zenit, 2014).
2.2.6 Klasifikasi Karies Gigi Pada Anak
Menurut (Widya, 2008) karies gigi di bedakan menjadi 4 diantaranya:
1. Karies insipies
Merupakan karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan
terluar dan terkeras pada gigi), ciri - ciri karies insipies adalah ada pewarnaan
hitam atau coklat pada enamel yang terjadi pada permukaan enamel gigi dan
belum sakit.
2. Karies Superfisialis
Karies superfisialis merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam
enamel, ciri-ciri karies superfisialis adalah terbentuknya rongga pada
permukaan gigi yang mencapai dentin dan ada pewarnaan hitam dan kadang-
kadang terasa sakit ketika ketika diminumi air dingin. Menurut Kemenkes RI
(2012) Karies ini baru menyerang bagian email sampai perbatasan email dan
dentin. Karies ini kadangkadang tidak terlihat, tapi bila diraba dengan alat
21
sonde sudah ada yang menyangkut. Keluhan pasien bervariasi dari tidak
merasakan keluhan apa-apa hingga terasa linu bila ada rangsangan terutama
rangsangan dingin. Pengobatan di dokter gigi lebih mudah dan murah biasanya
hanya 1 kali kunjungan pasien sudah ditambal karena lubangnya masih kecil.
3. Karies Media
Karies media merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin
(tulang gigi ) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, ciri-ciri
karies media adalah adanya rongga yang semakin besar dan dalam mencapai
pulpa gigi terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam dan
manis. Menurut Kemenkes RI (2012) Karies ini sudah meliputi dentin kalau
tidak tertutup makanan, kita dapat melihat lubangnya. Bila tertutup makanan
dapat dibersihkan dulu dengan sonde, baru terlihat lubangnya. Pasien biasanya
mengeluh bila kemasukkan makanan sakit/linu apalagi dengan rangsangan
dingin/manis, akan terasa lebih linu lagi. Pengobatannya masih mudah
biasanya 2 kali kunjungan baru ditambal.
4. Karies Profunda
Karies profunda merupakan karies yang telah mendekati atau telah
mencapai pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. ciri-ciri karies
profunda adalah biasanya terasa sakit waktu makan dan sakit secara tiba-tiba,
dapat pula terbentuk abes/nanah disekitar ujung gigi, dan biasanya sampai
pecah dan hilang karena gigi sudah mengalami pengeroposan. Menurut
Kemenkes RI (2012) Karies ini sudah mencapai dentin yang dalam sampai
perbatasan dengan pulpa atau sampai ke pulpa. Lubang gigi akan terlihat tanpa
alat. Bila pulpanya masih hidup, pasien akan mengeluh sakit senut-senut sampai
22
tidak bisa tidur. Bila pulpanya sudah mati pasien tidak mengeluh sakit tapi bila
dipakai mengunyah akan terasa sakit karena biasanya jaringan di sekitar akar
gigi sudah terinfeksi. Bila tetap didiamkan lama kelamaan gusi menjadi bengkak
dan bernanah. Pengobatan pada gigi dengan profunda ini lebih sulit dan
kunjungannya harus beberapa kali. Bila sudah bengkak dan bernanah sudah
tidak dapat ditolong lagi sehingga harus dicabut.
2.2.7 Manajemen Karies Gigi Pada Anak
Peran orang tua dalam memanajemen kesehatan gigi dan mulut sangat
diperlukan (Riyanti, 2012). Salikun, 2016 menyebutkan beberapa hal yang bisa
dilakukan orang tua pada anaknya adalah mengajarkan tentang cara menyikat gigi yang
baik dan benar untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam merubah
perilaku menyikat gigi, waktu menyikat gigi, penggunaan sikat dan pasta gigi yang
benar. Perawatan gigi pada anak untuk mengurangi risiko karies gigi dapat melakukan
beberapa tindakan diantaranya; membersihkan mulut anak setelah makan terutama
pada daerah gusi menggunakan kain lembut atau sikat gigi berbulu lembut, mengawasi
anak saat menyikat gigi dan menggunakan pasta gigi seukuran kacang hijau, tidak
membiarkan anak tidur dengan dot yang berisi minuman yang manis, tidak
menggunakan sikat gigi secara bergantian dengan anggota keluarga, tidak membiasakan
menggunakan dot, membawa anak kefasilitas kesehatan gigi dan mulut kurang lebih 3-
6 bulan sekali dalam setahun (Kemenkes RI, 2012).
Makanan sangat berperan penting pada pembentukan karies yaitu sukrosa dimana
makanan bersukrosa memilki dua efek yang sangat merugikan. Pertama, seringnya
memakan makanan yang mengandung sukrosa sangat berpotensi menimbulkan kolonisasi
stretococcus mutans, meningkatkan potensi karies pada plak. Kedua, plak yang sudah lama
23
mengendap pada gigi dan sering terkena sukrosa dengan cepat teremetabolisme menjadi
asam organik, menimbulkan penurunan pH plak yang drastic, selain itu anak-anak harus
dianjurkan menghndari makanan kecil atau makanan ringan yang mengandung
karbohidrat diantara waktu makan.
Pengurangan frekuensi karbohidrat dapat mencegah karies gigi, termasuk dalam hal
ini konsumsi permen karet, gula-gula, dan minuman ringan yang mengandung gula (manitol,
sarbitol, aspartam). Ahli gigi telah menganjurkan agar lebih banyak makan buah-buahan serta
sayur-sayuran. (Sodikin, 2011). Kebiasaan anak untuk menghindari penyebab gigi
berlubang belum bisa maksimal seperti mengkonsumsi makanan yang manis
contohnya permen, coklat dan biskuit. Tindakan yang buruk dapat mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut seperti karies gigi (Rachmawati, 2010). Karies gigi dapat
dicegah dengan menurunkan jumlah gula (Brunner & Suddarth, 2013)
2.3 Konsep Oral Hygiene
2.3.1 Definisi Oral Hygiene
Oral Hygiene adalah tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut, gigi
dan gusi (Shocker, 2008). Pengetahuan tentang pentingnya kebersihan mulut
mempunyai peranan dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya karies karena
kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penting penyebab terjadinya
karies (Chandra S, dkk., 2007). Hal ini diperparah dengan kebiasaan anak yang sering
mengkonsumsi makanan dan minuman yang menyebabkan karies (Utami, 2013).
Masyarakat perlu memperhatikan pentingnya menjaga kebersihan mulut, karena
masyarakat saat ini termasuk anak-anak banyak yang mengeluhkan masalah seperti
sakit pada gigi yang disebabkan oleh kurangnya menjaga kebersihan mulut (Nurhidayat
dan Wahyono, 2012).
24
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Oral Hygiene
Menurut (Perry & Potter, 2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi oral
hygiene seseorang diantaranya:
1. Status Sosial Ekonomi
Sumber daya ekonomi sesorang sangat mempengaruhi jenis dan tingkat
kebersihan yang diterapkan. Hal tersebut akan berpengaruhi terhadap
pengetahuan klien dalam menyediakan fasilitas dalam memenuhi kebutuhan
untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. Seperti menyediakan air bersih, pasta
gigi dan sikat gigi. Menurut Ghani, (2010) Perilaku kesehatan gigi dan mulut
sangat berhubungan dengan status ekonomi masyarakat dari penelitian status
ekonomi kebawah kebanyakkan mengalami kerusakan gigi dan perlunya
Pencabuatn gigi. Penyebab perbedaan status ekonomi pada orang di atas rata-
rata lebih bisa merawat keadaan gigi dan mulut dan menjaga oral hygiene baik
di bandingan status ekonomi dibawah rata-rata karena membutuhkan biaya
besar untuk perawatan gigi dan mulut.
2. Praktik Sosial
Kelompok-kelompok sosial merupakan tempat seseorang bisa
memperbaharui praktik hygiene yang dilakukan. Pada masa kanak-kanak, anak-
anak mendapatkan sebuah informasi dan pengetahuan terkait kebersihan gigi
dan mulut dari lingkungan terdekat seperti lingkungan keluaraga yaitu orangtua
dan lingkungan sekolah yaitu guru. Menurut Arianti, (2013) orang tua
merupakan guru bagi anak sejak lahir, orangtua dapat menjalankan peranannya
dalam meningkatkan kesehtan anak seperti kebiasaan baik dalam menggosok
gigi untuk mencegah karies gigi yang tinggi pada anak. Orang tua berperan
25
selain mengawasi juga mengajarkan kebiasaan baik dan memberikan kekuatan
atau umpan balik yang positif ketika anak melaksanakan kebiasaan baik dalam
merawat gigi.
3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang menentukan
perilaku kesehatan seseorang. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui
pendidikan formal, penyuluhan dan informasi dari media massa. Pengetahuan
adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah penginderaan terhadap suatu objek
tertentu, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih lama daripada yang
tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan juga diperoleh dari pengalaman
sendiri atau orang lain. Kurangnya pengetahuan seseorang terhadap pentingnya
kesehatan gigi, merupakan salah satu faktor pendukung berkembangnya karies
gigi. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengaggap bahwa kebersihan gigi
dan mulut tidak terlalu penting, mereka baru merasakan penting setelah
penyuluhan, dengan tujuan dapat mengubah pandangan mereka tentang
pentingnya kesehatan gigi dan mulut (Arikhman, 2018)
4. Status Kesehatan
Status kesehatan individu berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut.
seperti Klien paralisis atau memiliki restriksi fisik pada tangan mengalami
penurunan kekuatan tangan atau keterampilan yang diperlukan untuk
melakukan hygiene mulut. Kondisi cacat dan gangguan mental juga dapat
26
menghambat kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri secara
mandiri. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan
mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh. Pemeliharaan kebersihan gigi dan
mulut merupakan salah satu upaya di dalam meningkatkan kesehatan gigi dan
mulut. Peranan rongga mulut sangat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Secara umum, seseorang dikatakan sehat bukan hanya tubuhnya yang
sehat melainkan juga sehat rongga mulut dan giginya. Oleh kerena itu,
kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan tubuh
seseorang (Nurhamidah, 2016).
2.3.3 Metode Menggosok Gigi
Menurut Tjiptowidjojo, (2018) ada beberapa metode yang bisa digunakan,
metode di bedakan berdasarkan gerakan yang digunakan untuk menyikat gigi:
1. Metode Roll
Pada metode roll ini cara menyikat gigi dilakukan dengan keadaan gigi
terbuka, tidak dalam keadaan menggit. Sikat gigi diletakan di vestibulum, ujung
bulu sikat diarah keakar gigi dengan sisi bulu sikat menyentuh gusi. Individu
melakukan tekanan ke arah sisi bulu sikat dan diarahkan ke mahkota gigi. Bulu
dari sikat kemudian diletakan lagi di vestibulum kemudian lakukan pada sisi
yang sama. Sisi lidah dan langit-langit dibersihkan dengan cara yang sama
(Tjiptowidjojo, 2018).
2. Metode Horisontal
27
Pada metode ini permukaan oklusal, bukal, dan lingual digosok dengan
sikat yang digerakan maju-mundur/ kedepan ke belakang dengan bulu-bulunya
tegak lurus pada permukaan yang di bersihkan. Metode ini juga disebut dengan
metode menggosok. Metode ini dianjurkan untuk anak-anak hingga usia 12
tahun (Djamil, 2011).
3. Metode Charters
Pada metode Charters bulu-bulu sikat ditempatkan pada sudut 45 derajat
terhadap poros elemen-elemen pada arah permukaan oklusal dan agak ditekan
pada ruang aproksimal. Kemudian dibuat tiga sampai empat gerakan bergetar.
Setelah itu sikat diangkat dari permukaan gigi untuk mengulangi tiga sampai
empat kali gerakan yang sama bagi tiap daerah yang dapat dicapai ujung sikat.
Dengan metode ini dimaksudkan memberikan pijitan pada gingiva marginal
dan memberikan ruang interproksimal. Permukaan oklusal dibersihkan dengan
gerakan berputar (Hidayat, 2016).
4. Metode Stilman
Pada metode inibulu-bulu sikat ditempatkan pada sudut kecil terhadap
elemen gigi pada arah apeks. Hal ini dilakukan sedemikian sehingga ujung bulu-
bulu sikat terletak baik pada gingiva marginalmaupun bagian servikal mahkota.
Kemudian dibuat gerakan gerakan bergetar dengan sedikit tekanan. Pada
metode ini bulu sikat dimodifikasi diletakan jauh kearah mukobukal (Haryanti,
2014).
28
2.3.4 Frekuensi Menggosok Gigi
Ketepatan adalah sesuatu yang di lakukan sesuai dengan prosedur untuk
menghasilkan sesuatu yang maksimal. Ketepatan oral hygiene sangat penting untuk
diperhatikan karena dengan oral hygiene yang baik dan benar akan menyebabkan
kebersihan gigi dan mulut terjaga (Yuniastuti, 2018). Kegiatan menyikat gigi adalah
tindakan preventif yang paling mudah dan murah dilakukan.
Houwink meyatakan bahwa selain cara menyikat gigi, frekuensi dan waktu
membersihkan gigi sangat bepengaruh. Waktu kegiatan menyikat gigi yang selama ini
sering dilakukan adalah adanya anjuran menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur
(Cahyaningrum, 2017). Kebanyakan awal penyakit di rongga mulut diakibatkan karena
keberadaan plak yang mengalami perkembangan lebih lanjut. Menurut (Tarigan, 2013)
menyatakan plak adalah suatu lapisan yang setidaknya terdiri dari 70% bakteri dengan
sedikit bahan antara dalam bentuk heksosapolimer dan glikoprotein dan selebihnya
adalah beberapa persen sisa makanan yang larut. Beberapa menit setelah gigi
dibersihkan akan terbentuk selaput lendir di permukaan gigi dan selanjutnya bakteri
yang melekat akan menjalin ikatan dengan media cairan di rongga mulut yang berakhir
dengan adanya plak yang makin menebal.
Kondisi rongga mulut setelah makan akan berubah menjadi asam dan hal ini
berlangsung selama lima menit pertama. Sehingga dianjurkan untuk menyikat gigi pada
waktu suasana rongga mulut tidak dalam keadaan asam atau menyikat gigi segera
setelah makan, yaitu kurang dari 5 menit atau menunggu setelah 15 menit setelah
makan (Praptiningsih, 2010).
29
2.3.5 Sikat Gigi
Sikat gigi merupakan alat untuk membersihkan rongga mulut. Pemilihan sikat
gigi ada beberapa kriteria sikat gigi diantaranya; a) Kepala sikat gigi hendaknya jangan
terlalu besar. Untuk ukuran orang dewasa 29 x 10 mm, kemudian untuk anak-anak 24
x 8 mm. bila gigi molar kedua telah erupsi , untuk ukuran 20 x 7 mm saat gigi molar
pertama muncul dan ukura 18 x 7 mm khusus untuk gigi sulung, b) Panjang bulu-bulu
sikat untuk orang dewasa maksimal 10 x 12 mm, sikat anak-anak 8 x 10 mm, dan untuk
balita 7 x 8 mm, c) tangkai sikat harus panjang dan kuat, d) Pada anak-anak tangkai
sikat gigi harus lebih panjang , sehingga orang tua/ perawat juga dapat nerpegangan
dengan baik saat mengajari minimal 14 cm (Djamil, 2011).
2.3.6 Pasta Gigi
Pasta gigi merupakan penunjang yang penting walaupun menggosok gigi tidak
selalu harus menggunakan pasta gigi. Fungsi pasta gigi yang digunakan pada saat
menggosok gigi adalah untuk membantu menghilangkan plak, memoles permukaan
gigi, memperkuat gigi, menghilangkan atau mengurangi bau mulut, memberikan rasa
segar pada mulut serta memelihara kesehatan gusi (Maldupa, 2012).
Penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride sangat dianjurkam karena
mempunyai fungsi untuk mengatasi atau mencegah terjadinya karies gigi (Djamil,
2011). Fluor akan terus menerus mengadakan proses remineralisasi email didalam
rongga mulut, sehingga lesi karies yang ada tidak akan membentuk karies karena proses
karies dihambat. Hal ini dapat dilihat secara mikroskopis, pada pemberian fluor topikal
di permukaan gigi, akan terlihat globulus kalsium fluor pada permukaan gigi yang
merupakan sumber mineral yang akan terus melepaskan kalsium, fosfat dan fluor pada
permukaan gigi (Tenuta, 2010).
30
Fluor juga memiliki sifat antibakteri. Fluor dapat menghambat aktivitas enzim
bakteri plak antara lain enolase, fosfatase, protonekstruding ATPase, dan pirofosfatase,
aktivitas ini akan menghambat proses glikotransferase yang membentuk polisakarida
ekstraseluler plak dan menggangu perlekatan plak (Putri, 2008).
2.3.7 Cara Menyikat Gigi Yang Benar
Menyikat gigi merupakan hal yang penting untuk membiasakan anak
menggosok gigi sejak dini. Orang tua dapat mulai menggosok gigi anaknya ketika gigi
tumbuh. Gigi seri yang tumbuh pertama kali dapat digosok dengan mudah. Pada awal
menggosok gigi sebaiknya tanpa menggunakan pasta karena khawatir tertelan. Cara
menggosok gigi anak adalah dengan memangku anak kemudian menghadap ibunya
dengan posisi kepala terletak pada lutut sehingga keadaan anak dapat terlihat. Pada saat
anak sudah dapat berjalan , orang tua dapat menggosok gigi anak dengan posisi berdiri
di belakangknya sambil satu tangan menyangga kepala dan tangan lain menggosok gigi.
Gerakan menggosok gigi secara horisobtal merupakan metode yang tepat untuk usia
anak-anak (Kemenkes, 2012). Berikut adalah cara menyikat gigi dengan benar:
1. Menyiapkan sikat gigi dan pasta gigi yang mengandung flour sebanyak
kurang lebih setengah kacang tanah,
2. Berkumur dengan air bersih sebelum menggosok gigi,
3. Seluruh permukaan gigi disikat maju mundur selama kurang lebih 2 menit
(sedikitnya 8 kali gerakan setiap 3 permukaan gigi),
4. Berikan perhatian khusus untuk pertemuan gigi dan gusi,
5. Lakukan hal yang sama untuk semua daerah gigi yang belum di gosok,
6. Untuk permukaan bagian dalam gigi rahang bawah depan, miringkan sikat
gigi,
31
7. Bersihkan permukaan kunyah secara maju mundur dan berulang,
8. Sikatlah bagaian lidah dan langit-langit dengan cara maju mundur,
9. Jangan menyikat terlalu keras bagian pertemuan gusi dan gigi karena dapat
menyebabakan permukaan email gigi rusak dan ngilu,
10. Setelah selesai menggosok gigi maka kumur cukup 1 kali agar flour masih
tersisa didalam mulut,
11. Sikat gigi dibersihkan kemudiah diletakan dengan posisi kepala di atas,
12. Waktu menyikat gigi sebaiknya setiap habis makan, atau menyikat gigi di
pagi hari sesudah makan dan malam hari sebelum tidur.
2.3.8 Mengenal Kebiasaan Baik dan Buruk Dalam Oral Hygiene
1. Kebiasaan baik, hal yang termasuk kebiasaan baik adalah menggosok gigi
2x sehari pagi sesudah makan dan malam sebelum tidur, membersihkan
gigi dengan benang gigi (flossing), menggosok gigi dengan pasta gigi yang
mengandung floride, makan-makanan yang berserat dan bergizi,
mengurangi makanan yang dapat memicu terjadinya masalah pada
kesehatan gigi dan mulut (Kemenkes RI, 2012).
2. Kebiasan buruk, banyak hal yang mencakup kebiasaan buruk yang hampir
sering ddilakukan anak-anak diantaranya adalah menghisap jari, meletakan
benda-benda di dalam mulut, menggigit jari yang dapat menyebabkan gigi
berubah posisi/tidak beraturan (Kemenkes RI, 2012)
2.3.9 Pencegahan Terjadinya Masalah Oral Hygiene
Kita dapat terhindar dari masalah oral hygiene (kesehatan gigi dan mulut)
seperti karies gigi dan radang gusi dapat melakukan beberapa hal berikut:
32
1. Menyikat gigi dengan baik dan benar,
2. Menggunakan alat bantu pembersih gigi,
3. Menghindari makanan yang merusak gigi, seperti makanan yang manis-
manis permen, coklat cake dan gulali, kemudian makanan yang terlalu
asam seperti cuka, menghindari makanan yang terlalu dingin atau panas.
4. Makan makanan yang baik untuk kesehatan gigi, makanan yang harus di
berikan harus mengandung giuzi yang cuku 4 sehat 5 sempurna antara lain
terdiri dari: (1) karbohidrat (zat tenaga) misalnya nasi, jagung, umbi
umbian, (2) protein (zat pembangun) misalnya daging, telur, tahu dan
tempe, (3) mineral, (4) vitamin seperti sayur-sayuran dan buah buahan, (5)
segelas susu. Karena jika terjadi kekurangan gizi pada masa-masa tersebut
maka pertumbuhan dan perkembangan gigi dan rahang akan terganggu
5. Periksa gigi secara teratur, bila menemui kelainan-kelaianan pada gigi dan
mulut segera berobat ke poli gigi. Lakukan pemeriksaan gigisecara teratur,
untuk anak 3 bulan sekali dan dewas 6 bulan sekali.
2.4 Konsep Perilaku
2.4.1 Definisi Perilaku
Perilaku diartikan sebagai suatau aksi organisme terhadap lingkungannya,
sehingga perilaku akan terjadi jika ada sesuatu yang dapat menimbulkan reaksi yaitu
rangsangan, sehingga rangsangan tersebut akan menghasilkan reaski atau perilaku
(Walgito, 2010). Berdasarkan prespektif biologis, perilaku manusia adalah aktivitas atau
kegiatan tertentu dengan individu yang bersangkutan, sedangkan pandangan
33
behavioristik menyatakan perilaku adalah resposn terhadap stimulus yang mengenainya
(Candara, 2017).
Perilaku adalah kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang
bersangkutan. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya
adalah tindakan atau aktifitas dari manusia sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain, berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca dan sebagainya (Notoadmojo, 2010). Perilaku adalah faktor kedua terbesar
setelah factor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan
masyarakat. Oleh sebab itu untuk membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat,
intervensi atau upaya harus ditunjukan kepada faktor perilaku sangat penting dan
strategis mengingat pengaruh yang ditimbulkannya (Maulana, 2009).
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari
maupun tidak (Wawan & Dewi, 2011). Perilaku dapat terjadi karena proses adanya
stimulus terhadap organisme terhadap merespon, Skinner menyebutkan teori ini
sebagai teori stimulus organisme respon atau S-O-R (Maulana, 2009).
Pieter & Lubis (2010 ) mengatakan bahwa, perilaku adalah akibat interelasi
stimulus eksternal dengan internal yang akan memberikan respons-respons eksternal.
Stimulus internal merupakan stimulus-stimulus yang berkaitan dengan kebutuhan
fisiologis atau psikologis seseorang.
2.4.2 Pembentukan Perilaku
Aliran Holistik (Humanisme), Holistik atau humanisme memandang bahwa
perilaku tersebut bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari
dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku,
34
meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik menjelaskan
mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why
(mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang
hendak dicapai dengan perilaku tersebut. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis
dan bentuk cara mencapai tujuan, yakni perilakunya sendiri. Why (mengapa)
menunjukkan kepada motivasi yang menggerakkan terjadinya dan berlangsungnya
perilaku (how), baik bersumber dari individu sendiri maupun yang bersumber dari luar
individu (Kholid, 2012).
Tahapan perilaku manusia terbesar adalah perilaku yang dibentuk, dengan
perilaku yang dipelajari. Maka bagaimana cara untuk membentuk perilaku yang sesuai
dengan harapan, yaitu: 1) Cara pembentukan perilaku dengan conditioning/kebiasaan,
dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku sesuai dengan harapan maka akan
terbentuklah suatu perilaku tersebut. 2) Pembentukan perilaku dengan pengertian
(insight), dalam teori ini belajar secara kognitif disertai dengan adanya pengertian atau
insight menurut Kohler, sedangkan menurut Thoendike dalam belajar yang
dipentingkan adalah latihan. 3) Pembentukan perilaku dengan menggunakan model,
pembentukan perilaku juga dapat ditempuh dengan cara menggunakan model atau
contoh. Teori pembentukan perilaku ini berdasarkan pada teori belajar sosial atau
obsevational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (Fitriani, 2011)
2.4.3 Bentuk Perilaku
Seorang ahli psikologi Skinner dalam Wawan & Dewi (2011) merumuskan
bahwa perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Skinner mengungkapkan teori SOR (Stimulus-Organisme-Respon) dimana
stimulus terhadap organisme kemudian organisme merespon. Skinner membedakan 2
35
respon yaitu: 1) Respondent respons atau reflexive adalah respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan tertentu, atau disebut dengan elicting stimulation atau stimulasi yang
menimbulkan respon tetap seperti: makanan lezat merangsang makan, cahaya terang
menyebabkan mata tertutup menarik bila jari terkena api, juga cakupan emosional
seperti menangis bila sedih, luapan kegembiraan bila bahagia. 2) Operant respon atau
instrumental respon, respon yang timbul dan berkembang oleh stimulus tertentu,
perangsang ini disebut dengan reinforcer artinya penguat, seperti karyawan yang telah
bekerja dengan baik diberikan reward (penghargaan) atau hadiah dengan harapan bisa
lebih meningkakan kinerjanya lagi.
Perilaku manusia dibedakan mejadi menjadi dua bentuk, yaitu: 1) Perilaku
tertutup (covert behavior), perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut
masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap
stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau covert behavior yang dapat
diukur adalah pengetahuan dan sikap. 2) Perilaku terbuka (overt behavior), perilaku
terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau
praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior (Notoadmojo, 2010).
Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon terbentuk 2 macam, yaitu : 1)
Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap
batin dan pengetahuan. 2) Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi
secara langsung. Perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka
disebut overt behavior (Wawan & Dewi, 2011).
36
2.4.4 Domain Perilaku
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar organisme(orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada
karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Dengan perkataan
lain perilaku manusia sangatlah komplek dan mempunyai bentengan yang sangat luas.
Menurut Notoadmodjo (2010) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
manusia kedalam tiga domain, sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu :
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari suatu proses pembelajaran seseorang
terhadap sesuatu baik itu yang didengar maupun yang dilihat (Fitriani, 2011).
Menurut Notoatmodjo 2010, pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia,
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu
:
a. Tahu (know)
Tahu hanya diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah
tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang
air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes
Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang
37
tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa
tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab sakit TBC, bagaimana
cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
Sedangkan menurut Fitriani 2011 tahu berarti seseorang tersebut dapat
mengingat kembali materi yang pernah dipelajari sebelumnya dengan cara
menyebutkan, menguraikan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami yaitu mampu untuk dapat menjelaskan sesuatu yang telah
dipelajari sebelumnya dengan jelas serta dapat membuat suatu kesimpulan
dari suatu materi. Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan
penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M
(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan
mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat
penampungan air tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi berarti seseorang mampu untuk dapat menerapkan materi
yang telah dipelajari ke dalam sebuah tindakan yang nyata. Aplikasi
diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses
perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di
tempat ia bekerja atau dimana saja. Orang yang telah paham metodologi
38
penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan
seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis merupakan tahap dimana seseorang telah dapat menjabarkan
masing-masing materi, tetapi masih memiliki kaitan satu sama lain. Dalam
menganalisis, seseorang bias membedakan atau mengelompokkan materi
berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan. Analisis adalah kemampuan
seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudia mencari
hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah
dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat
diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam membuat temuan ilmu
yang baru berdasarkan ilmu lama yang sudah dipelajari sebelumnya.
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan
kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau
didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
f. Evaluasi (evaluation)
39
Tingkatan pengetahuan yang paling tinggi adalah evaluasi. Dari hasil
pembelajaran yang sudah dilakukan, seseorang dapat mengevaluasi
seberapa efektifnya pembelajaran yang sudah ia lakukan. Dari hasil
evaluasi inni dapat dinilai dan dijadikan acuan untuk meningkatkan strategi
pembelajaran baru yang lebih efektif lagi. Evaluasi berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya atau norma-norma
yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seseorang ibu dapat menilai atau
menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang
dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, dan sebagainya.
Faktor-faktor pengetahuan yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Wawan & Dewi (2011) dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal,
antara lain :
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap
pola hidup mereka terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan
informasi. Menurut Afiat (2017) tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat.
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki
pengetahuan dan perilaku yang baik tentang kesehatan yang akan
mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. Dalam penelitiannya
40
juga dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua
maka semakin rendah indeks karies gigi anak.
2) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan tantangan yang begitu banyak. Pekerjaan
dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga.
Bekerja dianggap kegiatan yang banyak menyita waktu. Dalam
penelitian Kusumaningrum (2014) orang tua terlalu sibuk dengan
pekerjaannya yang memungkinkan tidak begitu memperhatikan
kesehatan anak, tidak merawat anak secara maksimal dan juga tidak
rutin mengontrolkan kesehatan gigi anak ke klinik atau dokter gigi.
3) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan
sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir. Menurut
Noreba (2015) rentang usia orang tua 20-35 tahun termasuk usia yang
matang dalam menjalankan perannya sebagai orang tua dan sudah
banyak menerima informasi yang diperoleh dari manapun. Semakin
bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula informasi
(pengetahuan) yang didapat.
4) Sosial Ekonomi
Menurut Afiati (2017) status ekonomi atau status social
mempengaruhi perilaku hidup sehat pada seseorang. Hal tersebut
terjadi disebabkan karena kurangnya pendapatan orang tua untuk
menghidupi kehidupan sehari-hari, sehingga untuk hal pemeliharaan
41
kesehatan menjadi hal yang kurang diperhatikan. Pendapatan
menpunyai pengaruh langsung pada perawatan medis, jika
pendapatan meningkat biaya untuk perawatan kesehatan pun ikut
meningkat. Orang dengan status ekonomi yang rendah cenderung
mengabaikan perilaku hidup sehat. Pendapatan yang menunjang maka
akan baik dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku seorang individu maupun kelompok. Jika lingkungan
mendukung kea rah positif, maka individu maupun kelompok akan
berperilaku kurang baik.
2) Social budaya
System social budaya yang ada dalam masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam penerimaan infromasi.
3) Sikap (Attitude)
Sikap adalah reaksi atau respon tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan
emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik dan sebagainya). Sikap belum merupakan suatu
tindakan yang nyata,tetapi masih berupa persepsi dan kesiapan
seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus disekitarnya. Sikap dapat
diukur secara langsung dan tidak langsung, pengukuran tersebut
42
merupakan pendapat yang diungkapkan oleh responden terhadap
objek (Notoatmodjo, 2010).
Komponen pokok sikap menurut Notoatmodjo (2010) dibagi
menjadi tiga komponen pokok sikap, diantaranya :
a) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.
Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat/ pemikiran
seseorang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta
misalnya, yang berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang
tersebut terhadap penyakit kusta.
b) Kehidupan emosional atau evaluasi seseorang terhadap objek,
artinya bagaimana penilaian (terkandung dalam faktor emosi)
orang tersebut terhadap objek tertentu. Seperti contoh pada
point satu, berarti bagaimana orang menilai penyakit kusta
tersebut, apakah penyakit yang biasa atau membahayakan.
c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka. Sikap merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau
berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya contoh sikap terhadap
penyakit kusta pada point sebelumnya, adalah apa yang dilakukan
seseorang bila ia menderita penyakit kusta.
Ketiga komponen tersebut secara bersamaan membentuk sikap
yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peran yang
sangat penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai
43
tingkatan berdasarkan intensitasnya, menurut Fitriani (2011) &
Notoatmodjo (2010) sebagai berikut :
a) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
dan memperhatikan rangsangan atau stimulus yang diberikan.
Misalnya sikap seseorang terhadap pemeriksaan kehamilan (ante natal
care) dapat diketahui atau diukur dari setiap kehadiran si ibu untuk
mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care dilingkungannya.
b) Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, menyelesaikan tugas
yang diberikan sebagai tanda bahwa seseorang tersebut menerima ide.
Misalnya seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care di
berikan pertanyaan atau diminta untuk memberikan tanggapan oleh
penyuluh kemudian ibu tersebut memberikan jawaban atau
menanggapinya.
c) Menghargai (valuing)
Menghargai berarti seseorang dapat menerima suatu ide dari
orang lain yang kemungkinan berbeda dengan idenya sendiri,
kemudian dari dua ide tersebut didiskusikan bersama antara kedua
orang yang saling mengajukan ide. Dalam arti membahas suatu ide
atau masalah dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.
d) Bertanggung jawab (responsible)
44
Bertanggung jawab adalah sikap yang paling tinggi tingkatannya,
dalam arti mampu bersikap konsisten terhadap sesuatu yang telah
dipilih atau diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap
berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko apabila
ada orang lain mencemooh atau resiko lain yang juga akan timbul.
Sebagai contoh, ibu yang sudah mengikuti penyuluhan ante natal care
harus berani untuk mengorbankan waktunya atau mungkin
kehilangan pekerjaannya, atau bahkan dicemooh oleh keluarganya
karena meninggalkan rumah.
Sikap memiliki beberapa fungsi, menurut Wawan & Dewi (2011)
fungsi sikap tersebut meliputi :
a) Fungsi Instrumental
Fungsi instrumental disebut juga fungsi manfaat atau fungsi
penyesuaian. Hal ini dikarenakan sikap dapat membantu seseorang
mengetahui sejauh mana manfaat sikap dalam pencapaian tujuan.
Dengan sikap yang diambil oleh seseorang, orang dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar dengan baik. Sehingga
sikap dapat memiliki fungsi sebagai penyesuaian.
b) Fungsi Pertahanan Ego
Dalam bersikap, seseorang akan mengambil sikap tertentu ketika
berada dengan keadaan diri atau ego merasa terancam. Karena
seseorang akan mengambil sikap tertentu untuk mempertahankan
egonya.
c) Fungsi Ekspresi Nilai
45
Pengambilan sikap tertentu terhadap penilaian tertentu pula akan
menunjukkan system nilai yang ada pada seorang individu tersebut
yang bersangkutan.
d) Fungsi Pengetahuan
Apabila seseorang mempeunyai sikap tertentu terhadap suatu
objek, hal tersebut berarti menunjukkan bahwa orang tersebut
mempunyai pengetahuan tersendiri terhadap objek sikap yang
bersangkutan.
Selain fungsi sikap, adapula faktor-faktor bersangkutan yang
mempengaruhi sikap seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap menurut Wawan dan Dewi (2011) adalah sebagai berikut :
a) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi seseorang harus meninggalkan kesan
tersendiri yang kuat agar dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan
sikap seseorang yang baik. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi yang terjadi pada seseorang melibatkan faktor
emosional.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Seorang individu cenderung mempunyai sikap yang searah
dengan orang lain yang dianggapnya penting karena domotivasi oleh
keinginan untuk menghindari konflik dengan seseorang tersebut yang
dianggapnya penting.
c) Pengaruh kebudayaan
46
Kebudayaan memberikan corak pengalaman tersendiri bagi
individu masyarakat, sehingga kebudayaan yang dianut menjadi salah
satu faktor yang menentukan pembentukan sikap pada seseorang.
d) Media massa
Media massa yang seharusnya disampaikan secara objektif
cenderung akan dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga media massa
tersebut akan berpengaruh juga terhadap sikap konsumennya.
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran yang diperoleh dari lembaga
pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan system
kepercayaan seseorang, sehingga konsep tersebut juga akan ikut
memperngaruhi proses pembentukan sikap.
f) Faktor emosional
Sikap merupakan suatu pernyataan yang didasari oleh emosi
sebagai bentuk pertahanan ego seseorang tersebut.
2. Praktek atau Tindakan (Practice)
Seseorang Tindakan atau praktik nyata dari adanya suatu respon. Sikap
dapat terwujud dalam suatu tindakan yang nyata apabila telah tersedia fasilitas
atau sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap seseorang tidak
dapat terwujud dalam tindakan yang nyata. Seorang ibu hamil sudah
mengetahui bahwa memeriksakan kehamilan itu penting untuk kesehatan diri
dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk memeriksakan kehamilannya.
Agar sikap tersebut meningkat menjadi suatu tindakan, maka diperlukan
47
adanya bidan, posyandu, atau puskesmas yang dekat dengan rumahnya, atau
fasilitas lainnya tersebut mudah dicapai. Apabila tidak, maka kemungkinan
besar ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya. Praktik atau
tindakan seseorang dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut
kualitasnya, diantaranya adalah (Notoatmodjo, 2010) :
a. Praktik terpimpin (guided responses)
Praktik terpimpin merupakan suatu tindakan yang dilakukan sesuai
dengan urutan secara benar. Sesorang mampu melakukan suatu hal
tindakan dengan sistematis mulai dari awal hingga akhir. Apabila seseorang
telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau
mengharuskan untuk menggunakan panduan, maka hal tersebut disebut
juga dengan praktik terpimpin. Misalnya, seorang anak kecil yang
menggosok gigi namun masih saja selalu diingatkan oleh ibunya, hal
tersebut masih disebut praktik atau tindakan terpimpin.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Praktik secara mekanisme adalah apabila seseorang telah melakukan
atau mempraktikan suatu hal secara otomatis, atau seseorang yang telah
melakukan tindakan secara benar urutannya maka akan menjadi suatu
kebiasaan bagi seseorang untuk melakukan tindakan atau praktik yang
sama. Misalnya, seorang anak secara otomatis menggosok gigi setelah
makan tanpa disuruh oleh ibunya. Hal tersebut dilakukan oleh anak karena
sudah menjadi suatu kebiasaan bagi dirinya.
c. Adopsi (adoption)
Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang atau
termodifikasi dengan baik. Dalam arti hal apapun yang dilakukan oleh
48
seseorang tidak hanya sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Misalnya, seorang anak yang menggosok gigi bukan hanya sekedar
menggosok gigi saja, melainkan melakukannya dengan teknik-teknik yang
benar.
2.4.5 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
1. Faktor Predisposisi
Faktor ini mencangkup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi dan sebagainya (Notoadmojo, 2010). Menurut Sunaryo
(2004) persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap
stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang
menyeluruh dalam diri individu, oleh karena itu dalam penginderaan orang
akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan
mengaitkan dengan obyek (Pieter, 2011).
2. Faktor Pendukung
Faktor yang memungkinkan individu beri perilaku karena tersedianya
sumber daya, keterjangkauan, rujukan dan ketrampilan. Selain itu yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain
umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber
daya. Faktor pemungkin atau faktor pendukung adalah faktor ini bisa sekaligus
menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan
49
perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor pendukung (enabling
factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan
fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor
pemungkin.
3. Faktor Penguat
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan. Termasuk undang-undang,
peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah, yang terkait dengan
kesehatan. Faktor-faktor pendorong merupakan penguat terhadap timbulnya
sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian,
sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan
pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya
perilaku.
Notoatmodjo, (2010) mengatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku, yaitu:
1. Faktor personal (internal) perilaku manusia
Stimulus atau rangsangan dari luar tidak akan langsung menimbulkan
respons dari orang yang bersangkutan. Stimulus tersebut memerlukan proses
pengolahan terlebih dahulu dari orang yang menerima stimulus. Pengolahan
stimulus ini terjadi dalam diri orang yang bersangkutan. Pengelolahan stimulus
dalam diri orang tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor dalam diri orang
tersebut (persepsi, emosi, perasaan, pemikiran, kondisi fisik dan sebagainya).
50
Faktor internal yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku
dikelompokkan kedalam faktor biologis dan psikologis.
a. Faktor biologis
DNA seseorang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang
diterima dari kedua orang tuanya. Menurut hasil pengalaman empiris
bahwa DNA tidak hanya membawa warisan fisiologis dari pada generasi
sebelumnya, tetapi juga membawa warisan perilaku dan kegiatan manusia.
Wilson ia berpendapat bahwa perilaku social manusia dibimbing oleh
aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetic dalam jiwa manusia.
Program ini disebut dengan istilah “epigenetic rule” mengatur perilaku
manusia sejak kecenderungan menghindari incest, kemampuan
memahami ekpresi wajah (Badrus, 2013)
b. Faktor sosio-psikologis
Faktor psikologis ini adalah faktor internal yang sangat besar
pengaruhnya terhadap terjadinya perilaku. Faktor-faktor psikologis adalah
sebagai berikut:
1) Sikap
Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam komponen
sosio-psikologis, karena merupakan kecenderungan bertindak dan
berpersepsi. Sikap merupakan kesiapan tatanan saraf (neural setting)
sebelum memberikan respons konkret (Notoadmodjo, 2010). Sikap
51
dalam arti yang sempit adalah pandangan atau kecenderungan mental.
Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mereaksi suatu hal, orang
atau benda dengan suka, tidak suka atau acuh tak acuh. Dengan
demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu
kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
Kecenderungan mereaksi atau sikap seseorang terhadap sesuatu hal,
orang atau benda dengan demikian bisa tiga kemungkinan, yaitu suka
(menerima atau senang),tidak suka (menolak atau tidak senang) dan
sikap acuh tak acuh (Sabri, 2010).
2) Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-
psikologis. Kepercayaan tersebut tidak ada hubungannya dengan hal-
hal yang gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa seseuatu itu benar atau
salah. Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan
kepentingan. Pada orang yang berpengalaman dalam bidang
kesehatan tidak percaya pada dukun, tetapi orang awam, karena ada
kepentingan untuk sembuh percaya saja pada apapun yang diucapkan
seorang dukun (Ritzer, 2011).
3) Kebiasaan
Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap,
berlangsung secara otomatis, dan tidak direncanakan. Kebiasaan
merupakan hasil pelaziman yang berlangsung dalam waktu yang lama
atau sebagai reaksi khas yang diulang berkali-kali. Menurut KBBI
kebiasaan berarti pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi
52
tertentu yang di pelajari oleh seorang individu dan yang dilakukan
secara berulang dengan hal yang sama.
4) Kemauan
Kemauan sebagai dorongan tindakan yang merupakan usaha
orang untuk mencapai tujuan. Kemauan meruapakn hasil keinginan
untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong
orang untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain. Kemaua dipengaruhi
oleh kecerdasan, energi yang diperlukan, dan pengalaman (Kusuma,
2012). Kemauan adalah timbulnya rasa ketertarikan pada suatu hal,
tanpa ada faktor yang memepengaruhi. Minat pada dasarnya adalah
penerimaan akan suatu hubungan antara seorang individudengan
sesuatu dari luar diri. Semakin besar kemauan, semakin besar
hubungan tersebut ( Djaali, 2011).
2. Faktor situasional (eksternal) perilaku manusia
Faktor situasional adalah mencakup faktor lingkungan di mana manusia
itu berada atau bertempat tinggal, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor
eksternal yang mempengaruhi respons manusia dalam bentuk perilaku. Faktor-
faktor situasional mencakup: a) Faktor ekologis, Keadaan alam, geografis,
iklim, cuaca dan sebagainya mempengaruhi perilaku orang. b) Faktor desain
dan arsitektur, struktur dan bentuk bangunan, pola pemukiman dapat
mempengaruhi pola perilaku manusia yang tinggal di dalamnya. c) Faktor
temporal, telah terbukti adanya pengaruh waktu terhadap bioritme manusia,
yang akhirnya mempengaruhi perilakunya. d) Suasana perilaku (behavior setting),
53
tempat keramaian, pasar, ma;, tempat ibadah, sekolah/kampus, kerumunan
massa akan membawa pola perilaku orang. e) Faktor teknologi, perkembangan
teknologi terutama teknologi informasi akan berpengaruh pada pola perilaku
orang. f) Faktor sosial, peranan faktor sosial yang terdiri dari struktur umur,
pendidikan, status sosial, agama dan sebagainya akan berpengaruh kepada
perilaku seseorang.
2.5 Hubungan Perilaku Oral Hygiene dengan Kejadian Karies Gigi Pada
Anak
Kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan secara umum,
karena mulut merupakan suatu tempat yang amat ideal bagi perkembangan bakteri.
Dengan demikian kesehatan gigi dan mulut perlu disosialisasikan kepada seluruh
lapisan masarakat agar dapat menjaga kesehatan gigi dan mulutnya dengan baik melalui
pelayanan preventif dan promotif, terutama ditujukan kepada kelompok yang rentan
terhadap penyakit gigi dan mulut, hal ini dapat dibangun pola kebiasaan memelihara
kesehatan mulut diri, dengan cara deteksi dini penyakit gigi dan mulut serta
perlindungan spesifik lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2009). Perilaku memelihara
kesehatan gigi dan mulut meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berkaitan
dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Ada empat faktor
utama agar seseorang mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu merasa
mudah terserang penyakit gigi, percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah, pandangan
bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal dan mampu menjangkau dan memamfaatkan
fasilitas kesehatan (Ramadan, 2010) Pemeliharaan kesehatan gigi yang baik akan dapat
mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut. Tindakan yang dilakukan yaitu,
54
membiasakan menggosok gigi setiap hari pada saat setelah sarapan dan malam sebelum
tidur, kemudian mengurangi konsumsi makanan yang manis dan mudah lengket pada
gigi karena dapat menyebabkan karies gigi dan mempercepat terjadinya lubang gigi
(Sukanti, 2017).