bab ii tinjauan pustaka 2.1 keselamatan dan...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan bagi
perusahaan, maka sangatlah penting bagi perusahaan untuk memberikan perhatian
bagi karyawannya. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam sumber daya
manusia adalah program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Keselamatan
dan kesehatan kerja perlu dilaksanakan secara efektif oleh suatu perusahaan
karena dengan adanya program ini dapat menurunkan frekuensi kecelakaan dan
penyakit kerja, di samping itu dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja
perusahaan (Panggabean, 2004).
2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Fajar dan Heru (2010), keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk
pada kondisi fisiologis fisik dan psikologi tenaga kerja yang diakibatkan oleh
lingkungan kerja perusahaan. Sedangkan menurut Hadiningrum (2003)
keselamatan dan kesehatan kerja adalah pengawasan terhadap orang, mesin,
material, dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak
mengalami cidera. Dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengenai
ketenagakerjaan pasal 87 disebutkan bahwa “Setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan”. Selain itu, terdapat juga undang-undang khusus
11
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yaitu Undang-undang No.1 Tahun
1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja untuk karyawannya agar tercipta
rasa aman dan nyaman. Dari gambaran umum di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting karena dijamin
baik oleh pemerintah maupun perusahaan agar tercipta suasana aman baik bagi
karyawan dan perusahaan.
2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja secara umum adalah untuk
menciptakan lingkungan atau suasana yang aman dan sehat, guna mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dalam hubungannya dengan pemeliharaan karyawan
agar loyalitas karyawan terhadap perusahaan terbina dengan baik.
UU No.1 Tahun 1970 mengemukakan bahwa keselamatan dan kesehatan
kerja yang berkaitan dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan
lingkungan tempat kerja, mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja,
memberikan perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Adapun tujuan dan pentingnya K3 menurut Rivai (2005) adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Lingkungan Kerja yang Aman dan Sehat
Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan kerja,
penyakit, dan hal-hal yang berkaitan dengan stres, serta mampu
meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, maka perusahaan
12
akan semakin efektif. Manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat adalah
agar setiap karyawan mendapatkan jaminan K3 baik secara fisik, sosial, dan
psikologis yang dapat memberikan rasa aman dan terlindungi dalam bekerja
serta terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja, serta meningkatkan kegairahan, keserasian dan
partisipasi kerja.
2. Kerugian Lingkungan Kerja yang Tidak Aman dan Tidak Sehat
Jumlah biaya yang sangat besar sering muncul karena ada kerugian-
kerugian akibat kematian dan kecelakaan di tempat kerja dan kerugian
akibat menderita penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan, serta yang
berkaitan dengan kondisi-kondisi psikologis.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2005), tujuan keselamatan dan
kesehatan kerja adalah sebagai berikut :
a. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial dan psikologis.
b. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya,
seefisien mungkin.
c. Semua produksi dipelihara keamanannya.
d. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.
f. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
13
g. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan yang hendak
dicapai dengan adanya program keselamatan dan kesehatan kerja yaitu
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat serta melindungi karyawan
dan memelihara kondisi baik secara fisik maupun mental agar karyawan dapat
bekerja dengan aman dan nyaman.
2.1.3 Manfaat Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Modjo (2007), manfaat penerapan program keselamatan dan
kesehatan kerja di perusahaan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Pengurangan Absentisme
Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja
secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit
kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena
alasan cidera dan sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang.
2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan
Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar-benar memperhatikan
keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya, kemungkinan mengalami
cidera dan sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula
kemungkinan klaim pengobatan/kesehatan dari karyawan.
14
3. Pengurangan Turnover Pekerja
Perusahaan yang menerapkan program K3 mengirim pesan yang jelas pada
pekerja bahwa manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan
mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi lebih bahagia dan
tidak ingin keluar dari pekerjaannya.
4. Peningkatan Produktivitas
Program K3 yang dijalankan dengan baik oleh perusahaan akan
berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Agbola (2012) yang menyatakan
bahwa manfaat dari program keselamatan dan kesehatan kerja adalah tingkat
absensi yang lebih rendah, pengurangan biaya untuk menanggung biaya
kecelakaan dan kesehatan, serta meningkatkan semangat kerja dan hubungan antar
karyawan.
2.1.4 Alasan Dukungan Manajemen Puncak Terhadap Program K3
Berikut ini merupakan alasan-alasan yang menyebabkan para manajer harus
sangat mementingkan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja menurut
Mondy & Noe (2005) :
1. Kerugian Pribadi
Luka fisik dan penderitaan mental yang berhubungan dengan cidera selalu
dirasa tidak menyenangkan dan bahkan dapat bersifat traumatis bagi
15
karyawan yang cidera. Hal yang menjadi kekhawatiran terbesar adalah
kemungkinan terjadinya cacat tetap atau bahkan kematian.
2. Kerugian Finansial bagi Orang yang Cidera
Sebagian besar karyawan dilindungi oleh rancangan asuransi perusahaan
atau asuransi kecelakaan pribadi. Namun, sebuah cidera dapat menyebabkan
kerugian finansial yang tidak ditanggung oleh asuransi.
3. Kehilangan Produktivitas
Ketika seorang karyawan cidera, perusahaan akan kehilangan produktivitas.
Selain kerugian yang tampak, sering kali ada pula biaya-biaya tersembunyi.
Sebagai contoh, seorang karyawan pengganti mungkin memerlukan
pelatihan tambahan untuk menggantikan posisi karyawan yang cidera.
Sekalipun tersedia karyawan lain untuk menduduki posisi karyawan yang
cidera, efisiensi dapat memburuk.
4. Premi Asuransi yang Lebih Tinggi
Premi asuransi untuk ganti rugi para karyawan didasarkan pada riwayat
klaim asuransi karyawan yang bersangkutan. Potensi penghematan yang
terkait dengan keselamatan karyawan memberikan dorongan untuk
menyusun program-program formal.
5. Kemungkinan Hukuman Penjara
Sejak pengesahan Occupational Safety and Health Act, pelanggaran yang
disengaja dan terus-menerus atas ketentuan-ketentuan keselamatan dapat
menyebabkan hukuman yang serius bagi pemberi kerja, seperti dikenai
sanksi/hukuman penjara.
16
6. Tanggung Jawab Sosial
Banyak eksekutif merasa bertanggung jawab atas keselamatan dan
kesehatan para karyawannya. Sejumlah perusahaan telah memiliki program
keselamatan yang sangat bagus bertahun-tahun sebelum terbentuknya
OSHA (Occupational Safety and Health Administration). Perusahaan-
perusahaan tersebut memahami bahwa lingkungan kerja yang aman bukan
semata kepentingan perusahaan, namun juga sesuatu yang benar untuk
dilakukan.
2.1.5 Penyebab Terjadinya Kecelakaan dan Gangguan Kesehatan Pegawai
Kecelakaan dan gangguan kesehatan dapat menimpa karyawan yang
diakibatkan oleh berbagai sebab. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor internal dan
faktor eksternal seperti yang dikemukakan oleh Panggabean (2004).
Faktor internal, meliputi faktor-faktor yang ditimbulkan oleh karyawan itu
sendiri, seperti bertindak sembrono, terlalu menyepelekan dan cenderung lalai
dalam melaksanakan tugas, dan karyawan cenderung malas untuk menggunakan
peralatan keselamatan yang telah diberikan oleh pihak perusahaan. Menurut
Pettinger (2010), perusahaan telah memberikan peraturan atau kebijakan dan
pedoman untuk diikuti oleh karyawan. Ketika karyawan tidak mengikuti peraturan
dan pedoman ini, maka karyawan tersebut akan dikenai tindakan disiplin dari
perusahaan, misalnya diberi peringatan lisan, peringatan tertulis, cuti kerja atau
pemutusan hubungan kerja.
17
Faktor eksternal, meliputi faktor- faktor yang berasal dari lingkungan kerja
perusahaan, seperti jenis lantai yang digunakan terlalu licin bagi pejalan kaki,
kaca jendela yang tidak disertai ventilasi, pemeliharaan mesin yang tidak baik,
serta tata letak tempat kerja yang kurang aman.
Di bawah ini dikemukakan beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai menurut Mangkunegara (2005) :
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan Udara
a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu, dan berbau tidak enak).
b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan Penerangan
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b. Ruang kerja yang kurang cahaya atau remang-remang.
4. Pemakaian Peralatan Kerja
a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
5. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
a. Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak stabil.
18
b. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah,
sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan
dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa
resiko bahaya.
2.1.6 Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja meliputi upaya untuk melindungi pekerja dari luka-luka
yang diakibatkan oleh kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan (Mondy &
Noe, 2005). Sedangkan menurut Simanjuntak (1997), keselamatan adalah kondisi
yang bebas dari resiko kecelakaan atau kerusakan dengan resiko yang relatif
sangat kecil di bawah tingkat tertentu. Resiko keselamatan merupakan aspek-
aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran
listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh,
penglihatan dan pendengaran. Tujuan program keselamatan kerja adalah untuk
menciptakan lingkungan psikologis dan sikap yang mendukung keselamatan
kerja. Tujuan ini menjadi tanggung jawab setiap orang di perusahaan untuk
menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang aman.
Menurut Hadiningrum (2003), terdapat dua faktor yang sangat
mempengaruhi keselamatan kerja agar tenaga kerja dapat terjamin keselamatan
kerjanya, yaitu :
19
1. Tindakan Tidak Aman (Unsafe Action).
Tindakan tidak aman adalah perilaku atau sikap yang dapat menimbulkan
kecelakaan. Merupakan tanggung jawab semua orang yang berada di
lingkungan kerja untuk menghindari tindakan tidak aman, sehingga perlu
belajar bekerja dengan aman dan efisien. Tindakan ceroboh akan
menyebabkan bahaya pada diri sendiri dan orang lain. Adapun contoh
tindakan tidak aman yang sering terjadi yaitu sebagai berikut :
a. Mempergunakan alat/mesin yang tidak aman atau rusak.
b. Menempatkan barang-barang dengan cara yang berbahaya.
c. Bekerja dengan bersenda gurau.
d. Tidak menggunakan alat pengaman.
e. Bekerja tanpa memperhatikan tanda-tanda (instruksi).
2. Kondisi Tidak Aman (Unsafe Condition).
Kondisi tidak aman adalah lingkungan fisik atau keadaan yang dapat
menimbulkan kecelakaan. Kondisi yang aman tergantung pada kerjasama
semua pihak dari atasan hingga bawahan. Bagian penting dari kerja yang
aman adalah menjaga agar tempat kerja bersih dan teratur. Contoh kondisi
tidak aman adalah ruangan yang terlalu padat, ventilasi yang kurang
memadai, pencahayaan yang kurang, atau Alat Pelindung Diri (APD) yang
kurang sempurna.
20
2.1.7 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah terbebasnya para pekerja dari penyakit fisik maupun
mental. Beberapa program keselamatan dan kebugaran yang diselenggarakan
adalah manajemen stres, program kebugaran fisik, dan program penanggulangan
alkohol dan obat-obatan. Di dalam UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 disebutkan
bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan menurut
Hadiningrum (2003), yaitu :
a. Beban Kerja.
Beban kerja adalah kewajiban seseorang untuk menyelesaikan
pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan tanggung
jawabnya. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang melakukannya, dan
beban tersebut dapat berupa beban fisik, mental, dan sosial hingga batasan
tertentu. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam
hubungannya dengan beban kerja, maka penempatan tenaga kerja harus
pada pekerjaan yang tepat. Ketepatan tenaga kerja meliputi kecocokan
pengalaman, keterampilan, motivasi, dan lain- lain.
Kesehatan kerja membantu mengurangi beban kerja dengan modifikasi
cara kerja atau perencanaan mesin serta alat kerja. Salah satu contoh beban
kerja yang berupa fisik pada saat seseorang memikul atau menjingjing suatu
barang dapat dikurangi dengan penggunaan kereta dorong.
21
b. Beban Lingkungan Kerja.
Lingkungan kerja adalah suatu kondisi atau keadaan yang mendukung
terlaksananya suatu pekerjaan. Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan
lingkungan kerja yang merupakan penyebab penyakit akibat kerja, yaitu :
1) Faktor fisik yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembapan, suara,
radiasi dan getaran.
2) Faktor kimia yang berupa gas, uap, debu, kabut, asap, cairan dan benda
padat.
3) Faktor biologi yang berupa gangguan dari virus, serangga, jamur,
parasit dan lain- lain.
4) Faktor fisiologi yang berupa cara kerja, konstruksi mesin/barang dan
sikap.
5) Faktor psikologi yang meliputi suasana kerja, hubungan dengan teman
kerja, atau hubungan dengan atasan, dan pemeliharaan kerja.
c. Kapasitas Kerja.
Kapasitas kerja adalah kemampuan kerja seseorang untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan kondisi dan keadaan. Adapun kapasitas kerja
tergantung pada keterampilan, kesegaran jasmani, gizi, jenis kelamin, usia,
ukuran tubuh dan motivasi. Apabila keseimbangan antar faktor- faktor di
atas tidak menguntungkan maka terjadi keadaan labil bagi tenaga kerja dan
akan berakibat gangguan daya kerja, kelelahan, gangguan kesehatan, bahkan
penyakit, cacat dan kematian.
22
2.1.8 Jaminan Sosial
Jaminan sosial tenaga kerja menurut Undang-undang No.25 Tahun 1997
(dalam Hadiningrum, 2003) adalah :
1. Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang.
2. Pelayanan sebagai akibat suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan
meninggal dunia.
Jaminan sosial dalam hubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
mengandung dua sasaran. Pertama untuk menghindari atau mengurangi
kemungkinan timbulnya kecelakaan. Kedua, memberikan jaminan sumber
pendapatan bagi pekerja dan keluarganya bila dia tidak bekerja lagi baik karena
kecelakaan atau sakit (Simanjuntak, 1997).
a. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Diberikan dalam bentuk jaminan pelayanan medis yang meliputi :
a) Rawat jalan tingkat pertama berupa pemeriksaan dan pengobatan oleh
dokter umum dan dokter gigi.
b) Rawat jalan lanjut berupa pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter
spesialis.
c) Rawat inap di rumah sakit.
d) Pertolongan persalinan.
23
e) Penunjang diagnostik berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi dan
CT Scanning.
f) Pelayanan khusus, berupa penggantian (dengan batasan maksimum
tertentu) untuk kacamata, prothesis mata, prothesis gigi, tangan, kaki dan
alat bantu dengar.
b. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
Jaminan kecelakaan kerja diberikan dalam bentuk jaminan pelayanan medis
dan penggantian dana akibat kecelakaan pada saat bekerja.
c. Jaminan Hari Tua (JHT).
Jaminan hari tua diberikan apabila karyawan telah pensiun, dan diberikan
dalam bentuk jaminan pelayanan medis dan dana pensiun.
d. Jaminan Kematian (JK).
Jaminan ini diberikan kepada keluarga dalam bentuk jaminan seperti
santunan bagi keluarganya.
2.2 Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi
Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa motivasi terbentuk dari sikap
(attitude) karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja di perusahaan.
Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang
terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental
yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi
kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal. Arep dan Tanjung (2004) berpendapat
24
bahwa motivasi adalah kekuatan yang mengendalikan dan menggerakkan
seseorang untuk melakukan tindakan atau perilaku yang diarahkan pada tujuan
tertentu.
Dari pengertian motivasi yang dipaparkan oleh para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan keinginan atau kekuatan yang
timbul pada diri seorang individu atau karyawan untuk melakukan tindakan-
tindakan terarah yang dilakukan secara ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi.
2.2.2 Prinsip Motivasi
Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi karyawan menurut
Mangkunegara (2005), yaitu :
1. Prinsip Partisipasi
Dalam memotivasi karyawan, pimpinan dapat memberikan kesempatan
kepada karyawannya untuk berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang
akan dicapai oleh pimpinan.
2. Prinsip Komunikasi
Mengkomunikasikan segala sesuatu dengan jelas mengenai hal yang
berhubungan dengan pencapaian tugas sehingga karyawan akan lebih
mudah dimotivasi dalam melaksanakan tugasnya.
25
3. Prinsip Mengakui Andil Bawahan
Karyawan akan mudah dimotivasi kerjanya apabila pimpinan mengakui
bahwa karyawan tersebut memiliki andil dalam usaha pencapaian tujuan
perusahaan.
4. Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan wewenang pada waktu tertentu kepada
karyawan untuk mengambil keputusan atas pekerjaan yang dilakukannya,
akan memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh
pimpinan.
5. Prinsip Memberi Perhatian
Karyawan akan termotivasi kerjanya apabila pimpinan memberikan
perhatian terhadap apa saja yang diinginkan oleh karyawannya.
2.2.3 Proses Motivasi
Proses motivasi diawali dengan adanya kebutuhan yang tidak terpuaskan.
Ketidakpuasan ini akan mengalami peningkatan serta menimbulkan ketegangan
dan dorongan untuk melakukan sesuatu dengan upaya-upaya yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan
intrinsik dan kebutuhan ekstrinsik. Kebutuhan intrinsik adalah kepuasan yang
diterima seseorang dalam melakukan tindakan tertentu. Sedangkan kebutuhan
ekstrinsik adalah kebutuhan akan penghargaan yang diterima seseorang atas
perilaku yang menyenangkan orang lain.
26
Jika upaya yang telah dilakukan ini berhasil, maka kebutuhan akan
terpuaskan dan ketegangan akan menurun. Namun apabila upaya ini tidak
berhasil, maka akan timbul ketidakpuasan atau kekecewaan. Secara umum proses
motivasi ini dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini :
Sumber : Robbins (2001)
Gambar 2.1 Proses Motivasi
2.2.4 Ciri-ciri Orang yang Termotivasi
Berikut ini merupakan ciri-ciri orang termotivasi :
Sumber : Arep dan Tanjung (2004)
Gambar 2.2 Ciri-ciri Orang yang Termotivasi
Manfaat yang diperoleh karena adanya motivasi adalah pekerjaan dapat
diselesaikan dengan tepat, berarti pekerjaan diselesaikan sesuai dengan standar
yang benar dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Sesuatu yang dikerjakan
Unsatisfied Needs
Tension Drives Search Behavior
Satisfied Needs
Reduction of Tension
Orang yang termotivasi
Bekerja sesuai standar
Senang bekerja
Merasa berharga
Bekerja keras
Sedikit pengawasan
Semangat juang tinggi
27
karena termotivasi akan membuat orang tersebut senang untuk melakukan
pekerjaannya. Orang tersebut merasa diakui karena pekerjaannya benar-benar
berharga bagi orang yang termotivasi. Sedangkan orang akan bekerja keras karena
dorongan yang begitu tinggi untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan target
yang mereka terapkan. Kinerja akan dipantau oleh individu sehingga pengawasan
yang dilakukan sedikit. Semangat yang tinggi akan memberikan suasana bekerja
yang baik di semua bagian. Manfaat di atas diambil berdasarkan ciri-ciri orang
termotivasi (Arep & Tanjung, 2004).
2.2.5 Teori-teori Motivasi
Terdapat beberapa macam teori yang berhubungan dengan motivasi,
diantaranya adalah :
1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut Maslow (dalam William, 2010), manusia memiliki
kebutuhan internal yang mendorong mereka maju menuju aktualisasi diri
(pemenuhan) dan keunggulan pribadi. Maslow memiliki pandangan bahwa
terdapat lima tingkat kebutuhan yang berbeda dan setelah manusia
memenuhi kebutuhan pada satu tahap atau tingkat hirarki yang memiliki
pengaruh pada perilaku manusia. Pada tingkat seperti demikian perilaku
manusia cenderung berkurang, lalu manusia memiliki sebuah pengaruh yang
lebih kuat terhadap perilakunya untuk kebutuhan di tingkat hirarki
selanjutnya.
28
Pertama, individu termotivasi oleh kebutuhan psikologis. Kebutuhan
psikologis membentuk kebutuhan dasar untuk bertahan hidup dan hal ini
meliputi makanan, kehangatan, pakaian dan tempat tinggal. Ketika manusia
lapar, tidak memiliki tempat tinggal atau pakaian, mereka akan lebih
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan ini karena kebutuhan ini menjadi
pengaruh besar pada perilaku mereka. Tapi di sisi lain ketika manusia tidak
memiliki kekurangan dalam kebutuhan-kebutuhan dasar (kebutuhan
psikologis), kebutuhan mereka cenderung bergerak ke tingkat kedua dimana
hal tersebut menurut Maslow sebagai tatanan yang lebih tinggi dari
kebutuhan dasar. Tingkat kedua dipandang sebagai kebutuhan keamanan.
Keamanan cenderung menjadi kebutuhan yang paling penting untuk
manusia di tingkat ini. Hal ini dinyatakan dalam keselamatan dalam
kesehatan dan keluarga karyawan. Tingkat ketiga kebutuhan oleh Maslow
adalah kebutuhan sosial. Ketika merasa aman dan terlindungi di tempat
kerja, karyawan akan menempatkan hubungan pekerjaan sebagai fokus
mereka yang mencoba untuk membangun persahabatan yang baik, cinta dan
keintiman. Ketika manusia terus bergerak naik tingkat, mereka akan
memiliki kebutuhan harga diri. Tingkat keempat kebutuhan menurut
Maslow adalah pengakuan untuk diterima dan dihargai oleh orang lain.
Level tertinggi atau terakhir kebutuhan Maslow adalah kebutuhan
aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah berkembang untuk menjadi apa yang
manusia mampu, mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan
29
pemenuhan diri (Srivastava dalam William, 2010). Gambar berikut ini
menggambarkan lima hirarki kebutuhan Maslow.
Sumber : William (2010)
Gambar 2.3 Hirarki Kebutuhan Maslow
2. Teori X dan Teori Y
Menurut Oudejans (2007), teori X dan Y diciptakan oleh Douglas
McGregor. McGregor merumuskan dua pandangan yang kontras mengenai
sifat manusia, yaitu :
a. Teori X.
Menurut teori X, karyawan memiliki sifat berikut :
1) Karyawan tidak menyukai kerja dan bilamana dimungkinkan, akan
mencoba menghindarinya.
2) Karena harus diancam, dipaksa, atau diawasi dengan hukuman untuk
membuat mereka bekerja.
3) Karyawan membutuhkan dan menginginkan arahan saat bekerja.
30
4) Karyawan memiliki sedikit atau tidak memiliki ambisi, dan mereka
hanya tertarik pada keamanan.
b. Teori Y .
Menurut teori Y, karyawan memiliki sifat berikut :
1) Karyawan memandang pekerjaan sebagai kegiatan yang alami.
2) Karyawan mampu mengarahkan dan mengontrol diri ketika mereka
berkomitmen dalam mencapai tujuan organisasi.
3) Karyawan memiliki komitmen bila mereka dihargai dengan tepat,
sehingga karyawan dapat belajar untuk bertanggung jawab.
4) Karyawan dapat berkreatif. Rata-rata orang dapat belajar untuk
menerima dengan baik, bahkan mengusahakan tanggung jawab.
3. Teori ERG
Menurut Robbins (2007), teori ERG merupakan modifikasi teori
Maslow. Sebetulnya ada 3 kelompok kebutuhan dasar yaitu kebutuhan
terhadap keberadaan, saling berhubungan dan pertumbuhan (Existence,
Relatedness dan Growth). Teori ERG tidak menerima adanya hirarki yang
kaku dimana urutan lebih rendah harus terpuaskan secara substansial lebih
dulu sebelum seseorang dapat meningkatkan kepada kebutuhan berikutnya.
Teori ERG berisikan dimensi frustasi-regresi yang mengerjakan ulang teori
kebutuhan Maslow. Ia berpendapat bahwa ada tiga kelompok :
a) Eksistensi : mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai
kebutuhan psikologis dan keamanan.
31
b) Keterhubungan, adalah hasrat yang kita miliki untuk memelihara
hubungan antar pribadi yang penting. Termasuk disini hasrat sosial dan
status.
c) Pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi,
mencakup komponen intrinsik dari aktualisasi diri pada teori kebutuhan
Maslow.
Di samping menggantikan lima kebutuhan dengan tiga, teori ERG ini
juga memperlihatkan bahwa lebih dari satu kebutuhan dapat beroperasi
terus, dan jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat yang lebih tinggi
tertahan, maka hasrat untuk memenuhi kebutuhan di tingkat yang lebih
rendah meningkat. Di sini ketiga kategori dapat beroperasi sekaligus dengan
tingkat yang berbeda-beda. Teori ini konsisten dengan perbedaan individual
diantara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga,
dan lingkungan budaya dapat mengubah tingkat kepentingan kebutuhan
bagi tiap individu.
4. Teori Harapan
Teori harapan dikemukakan oleh Victor Vroom, memfokuskan pada
tiga hubungan :
a) Hubungan upaya-kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu
yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu akan mendorong kinerja.
32
b) Hubungan kinerja-ganjaran : derajat sejauh mana individu meyakini
bahwa berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya
keluaran yang diinginkan.
c) Hubungan ganjaran-tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran
organisasional memenuhi tujuan/kebutuhan pribadi seseorang individu
dan daya tarik ganjaran potensial untuk individu.
Teori ini menyatakan bahwa individu mendasarkan keputusan tentang
perilaku pada harapan mereka, bahwa satu perilaku atau perilaku pengganti
lainnya cenderung menimbulkan hasil yang dibutuhkan atau diinginkan.
a) Harapan usaha kinerja : merujuk pada keyakinan karyawan bahwa
bekerja lebih keras akan menghasilkan kinerja. Apabila orang tidak
percaya bahwa bekerja lebih keras menghasilkan kinerja, usaha mereka
mungkin berkurang.
b) Hubungan kinerja penghargaan mempertimbangkan harapan individu
bahwa kinerja yang tinggi benar-benar akan menghasilkan
penghargaan. Hubungan kinerja penghargaan mengindikasikan
bagaimana kinerja efektif yang instrumental atau penting membuahkan
hasil yang diinginkan.
c) Nilai penghargaan merujuk pada seberapa bernilainya penghargaan bagi
karyawan. Satu faktor yang menentukan kesediaan para karyawan
untuk mengerahkan usahanya adalah sampai tingkat mana mereka
menilai penghargaan yang diberikan oleh organisasi.
33
2.3 Kerangka Berpikir
Di dalam salah satu poin prinsip motivasi disebutkan mengenai prinsip
memberi perhatian yang maksudnya ialah bahwa karyawan akan termotivasi
apabila pimpinan memberikan perhatian terhadap apa saja yang diinginkan oleh
karyawannya (Mangkunegara, 2005). Di dalam diri setiap karyawan pastilah
terdapat berbagai macam kebutuhan. Berdasarkan teori kebutuhan Maslow (dalam
William, 2010) manusia memiliki 5 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu
kebutuhan psikologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan
akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan akan rasa aman
ini dapat dipenuhi dengan cara memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja
karyawan, sehingga dapat mempengaruhi motivasi karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Di dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 disebutkan mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja untuk karyawan agar tercipta rasa aman dan
nyaman. Untuk menciptakan kondisi karyawan yang aman dan nyaman, maka
perusahaan dan pemerintah menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3). SMK3 ini merupakan salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan rasa aman dan nyaman karyawan. Perasaan aman dan nyaman ini dapat
menimbulkan motivasi karyawan dalam bekerja.
Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Paramita dan Wijayanto (2012),
bahwa keselamatan merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow (Gibson, et. Al.,
1994) yang mana apabila kebutuhan tersebut terpenuhi maka manusia akan
termotivasi untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan harapan perusahaan. Dalam
34
rangka memenuhi kebutuhan keselamatan, karyawan mengharapkan adanya
keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih baik untuk dapat mendorong motivasi
bekerja yang tinggi sehingga karyawan dapat meningkatkan prestasi kerja. Dalam
penelitiannya diperoleh hasil bahwa keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh
positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
Demikian juga dengan penelitian Johan (dalam Rukhviyanti, 2007) yang
mengungkapkan bahwa SMK3 akan meningkatkan pengaruh yang signifikan
terhadap motivasi. Semakin SMK3 berhasil dilakukan di dalam perusahaan, maka
akan menimbulkan pengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan. Secara
empiris, hubungan antara SMK3 dengan motivasi dapat dijelaskan pada penelitian
yang dilakukan oleh Mahruzar (2003). Berdasarkan penelitiannya, Mahruzar
menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara pemberian
jaminan keselamatan kerja dengan motivasi kerja. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat jaminan keselamatan kerja maka motivasi kerja karyawan
semakin tinggi, begitu juga dengan sebaliknya, semakin rendah tingkat jaminan
keselamatan kerja maka motivasi kerja juga semakin rendah dengan sumbangan
efektif jaminan keselamatan kerja terhadap motivasi kerja sebesar 94,7%. Dua
penelitian lainnya dilakukan oleh Hendarman (2003) dan Samrat (2002)
menunjukkan adanya pengaruh positif dari program SMK3 terhadap motivasi.
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel di bawah ini merupakan penelitian terdahulu sebagai acuan dalam
penyusunan tugas akhir :
35
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil
Ruby
Melody
Agbola
(2012)
Impact of Health and
Safety Management on
Employee Safety at the
Ghana Ports and
Harbour Authority
Membahas
keselamatan dan
kesehatan kerja.
Penelitian di dalam jurnal bertujuan
untuk menguji Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan
(SMK3) yang dilaksanakan oleh
GPHA, menilai efektivitas langkah-
langkah dalam mengurangi
kecelakaan dan kematian, serta
mengevaluasi dampak dari
kecelakaan dan penyakit yang
terkait dengan pekerjaan pada
keselamatan karyawan di tempat
kerja. Sedangkan penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui
bagaimana tingkat pelaksanaan K3
dan seberapa besar pengaruh K3
terhadap motivasi kerja karyawan.
Hasil menunjukkan GPHA penuh
dengan praktik-praktik manajemen
keselamatan dan kesehatan yang buruk,
buruknya pelatihan dalam kecakapan
teknik keselamatan, kurangnya
informasi tentang bahan kimia
berbahaya dan alat-alat yang beresiko,
kurangnya pemantauan dan penegakan
peraturan keselamatan, tidak
tersedianya peralatan keselamatan yang
diperlukan, dengan efek buruk pada
karyawan dan organisasi kinerja. GPHA
harus meningkatkan pengetahuan dan
menciptakan kesadaran akan pentingnya
kesehatan dan keselamatan, memastikan
pengumpulan dan penyimpanan data
untuk pemantauan yang efektif dan
36
evaluasi kinerja keselamatan.
Charles
Blakely
Pettinger
(2010)
Improving
Occupational Safety
and Health
Interventions – A
Comparison of Safety
Self-Efficacy and Safety
Stages of Change
Mengukur tingkat
keselamatan
karyawan.
Penelitian dalam jurnal ini
bertujuan untuk mengukur
keselamatan karyawan dan
keselamatan dalam tahap
perubahan. Sedangkan penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh K3
terhadap motivasi kerja karyawan.
Dengan menciptakan instrumen yang
lebih baik untuk mengukur keberhasilan
diri, hasil dari harapan, dan tahap
perubahan, konsep ini dapat lebih
diterapkan di bidang keselamatan
industri untuk memahami persiapan
yang berbeda untuk penanganan
keselamatan dan kemudian
menyesuaikan pendekatan penanganan
yang sesuai. Dengan meningkatnya
keefektivan biaya penanganan
keselamatan, kita akan lebih dekat
untuk mencapai tujuan akhir yang
proaktif dalam mencegah terjadinya
cidera pada karyawan.
37
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Variabel Motivasi Kerja Karyawan
Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil
Akah Ndang
William
(2010)
Employee Motivation
and Performance at
Ultimate Companion
Limited
Mengetahui
bagaimana tingkat
motivasi kerja
karyawan.
Penelitian di dalam jurnal bertujuan
untuk mengetahui faktor- faktor apa
saja yang mempengaruhi motivasi
selain uang dan bagaimana hal itu
dapat meningkatkan kinerja di
perusahaan. Sedangkan penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh K3
terhadap motivasi kerja karyawan
di Divisi Tempa dan Cor PT Pindad
(Persero) Bandung.
Berdasarkan survei, terdapat beberapa
jawaban yang berbeda yang membuat
karyawan merasa termotivasi dalam
bekerja, di antaranya yaitu untuk
apresiasi di tempat kerja oleh atasan
ketika melakukan tugas tertentu untuk
kepuasan manajemen perusahaan,
karena karyawan memahami rekan-
rekan mereka di tempat kerja dan
pengembangan hubungan kerja yang
baik, karena merasa dapat berbagi
kreativitas dan kemampuan pada bidang
pekerjaan mereka, adapula yang merasa
termotivasi ketika bekerja di bawah
tekanan untuk melakukan tugas tertentu
dalam waktu kerja yang dibutuhkan dan
dihadapkan dengan tantangan yang
38
berbeda di tempat kerja.
Oudejans, R.
(2007)
Linking Extrinsic and
Intrinsic Motivation to
Job Satisfaction and to
Motivational Theories
Membahas mengenai
teori motivasi.
Penelitian di dalam jurnal bertujuan
mengetahui pengaruh motivasi
terhadap kepuasan kerja, sedangkan
penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar
pengaruh K3 terhadap motivasi
kerja karyawan di Divisi Tempa
dan Cor PT Pindad (Persero)
Bandung.
Penelitian dalam jurnal ini telah
menunjukkan pentingnya motivasi dan
kepuasan kerja di lingkungan kerja.
Selain itu juga terdapat pengaruh teori
motivasi pada motivasi intrinsik dan
ekstrinsik yang signifikan. Beberapa
teori telah menunjukkan korelasi
signifikan dengan motivasi intrinsik dan
ekstrinsik. Pikiran-pikiran yang
mendasari dan proses psikologis dalam
teori-teori motivasi harus digunakan
dengan baik oleh pihak manajerial
untuk mendapatkan kepuasan karyawan
agar karyawan tidak meninggalkan
perusahaan.
39
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, hingga terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,
2006). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ho : Tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap motivasi kerja karyawan
di Divisi Tempa dan Cor PT Pindad (Persero) Bandung.
Ha : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara keselamatan
dan kesehatan kerja terhadap motivasi kerja karyawan di Divisi
Tempa dan Cor PT Pindad (Persero) Bandung.