bab ii tinjauan pustaka 2.1. kepemimpinan kepala sekolah · 2018. 7. 25. · 9 bab ii tinjauan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik dan
lancar bila memiliki pemimpin yang baik. Pemimpin
dalam suatu organisasi memegang kendali utama
dalam mengatur jalannya organisasi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2002: 874) disebutkan bahwa
”pemimpin artinya orang yang memimpin atau cara
memimpin”. Pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang dapat
diandalkan. Kepemimpinan itu sendiri merupakan
salah satu yang sangat penting dalam mempengaruhi
prestasi kerja dan merupakan aktivitas utama untuk
pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang-
orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan
organisasi.
Basri (2014: 11) menyatakan bahwa
”kepemimpinan merupakan daya dan upaya yang
dilakukan seseorang, yang menjabat sebagai pemimpin
dalam memengaruhi orang lain agar menjalankan
rencana kerja yang sudah ditetapkan demi tercapainya
tujuan dengan cara yang efektif dan efisien”.
Sedangkan menurut Andang (2013: 39) ”kepemimpinan
adalah suatu proses yang dilakukan untuk
memengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk
bekerja secara bersama tanpa paksaan dalam mencapai
tujuan dari organisasi”.
10
Purwanto (2008: 26) menyatakan bahwa:“kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa”.
Robbins dalam Tjiptono dan Diana (2005: 152)
menyebutkan bahwa ”kepemimpinan sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok
anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran
yang ditetapkan”.
Soepardi dalam Mulyasa (2012: 107)
mendefinisikan kepemimpinan sebagai ”kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina agar maksud manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien”.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas kita
bisa melihat bahwa ada persamaan pemahaman
tentang kepemimpinan yaitu didalamnya berisi
kemampuan seseorang untuk memberi pengaruh pada
orang lain agar bertindak sesuai dengan yang telah
ditetapkan dengan sukarela atau tanpa paksaan
karena tindakan itu lahir dari dalam dirinya sebagai
tanggungjawab yang harus dilaksanakan.
Berdasarkan uraian tersebut penulis memiliki
pendapat bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup
tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya
pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut,
11
serta adanya situasi kelompok tempat memimpin dan
berinteraksi. Kepemimpinan dapat timbul dari mana
saja asalkan unsur-unsur dalam kepemimpinan itu
terpenuhi, antara lain: adanya orang yang
mempengaruhi, adanya orang yang dipengaruhi,
adanya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, adanya
aktifitas, interaksi dan otoritas.
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
Andang (2014: 54) menyatakan pengertian
tentang kepemimpinan kepala sekolah sebagai berikutKepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan seorang pemimpin (kepala sekolah) dalam memengaruhi komponen-komponen sekolah agar bekerja dalam mencapai tujuan bersama. Kepala sekolah merupakan pemimpin tunggal di sekolah yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang untuk mengatur, mengelola, dan menyelenggarakan kegiatan di sekolah, agar apa yang menjadi tujuan sekolah dapat tercapai.
Sedangkan Mulyasa (2009: 115) menyatakan,Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat kita
lihat bahwa Mulyasa menegaskan pernyataan Andang
dimana dia menyebutkan ciri-ciri yang harus ada
dalam diri seorang kepala sekolah sebagai pemimpin
yang nantinya dapat digunakan untuk melaksanakan
tugas-tugas kepemimpinan yang dinyatakan dalam
tulisan Andang.
12
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas, penulis
memberikan pendapat bahwa kepemimpinan dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
beraktivitas, memimpin, menggerakkan, atau
mempengaruhi bawahan, melakukan koordinasi serta
mengambil keputusan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam kenyataannya, apapun bentuk
suatu organisasi pasti memerlukan seorang untuk
menduduki posisi pimpinan/pemimpin. Seseorang yang
menduduki posisi pimpinan dalam suatu organisasi
mengemban tugas melaksanakan kepemimpinan,
termasuk dalam hal ini adalah organisasi pendidikan,
yang mana pemimpin dalam organisasi ini adalah
kepala sekolah/madrasah.
2.1.2. Peran dan Fungsi Kepala Sekolah
Peran dan fungsi kepala sekolah cukup penting
dalam mewujudkan tujuan program pembelajaran.
Andang (2014: 44) menyatakan 3 fungsi kepala sekolah,
yaitu sebagai administrator pendidikan, supervisor
pendidikan, dan pemimpin pendidikan. Kepala sekolah
berfungsi sebagai administrator pendidikan berarti
untuk meningkatkan mutu sekolahnya, seorang kepala
sekolah dapat memperbaiki dan mengembangkan
fasilitas sekolahnya misalnya gedung, perlengkapan
atau peralatan dan lain-lain yang tercakup dalam
bidang administrasi pendidikan. Lalu jika kepala
sekolah berfungsi sebagai supervisor pendidikan berarti
usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan
cara peningkatan mutu guru-guru dan seluruh staf
sekolah, misalnya melalui rapat-rapat, observasi kelas,
13
perpustakaan dan lain sebagainya. Dan kepala sekolah
berfungsi sebagai pemimpin pendidikan berarti
peningkatan mutu akan berjalan dengan baik apabila
guru bersifat terbuka, kreatif dan memiliki semangat
kerja yang tinggi. Suasana yang demikian ditentukan
oleh bentuk dan sifat kepemimpinan yang dilakukan
kepala sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 98-122) kepala sekolah
mempunyai 7 fungsi utama, yaitu:
1. Kepala Sekolah Sebagai Educator (Pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari
proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan
pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala
sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus
terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan
belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki
gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha
memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat
secara terus menerus meningkatkan kompetensinya,
sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
efektif dan efisien.
2. Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah
satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah
melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala
sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan
memberikan kesempatan yang luas kepada para guru
untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan
14
profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan
pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti:
MGMP/MGP tingkat sekolah, atau melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti
kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti
berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan
pihak lain.
3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan
keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan
kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa
besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran
peningkatan kompetensi guru tentunya akan
mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para
gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya
dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi
upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Untuk mengetahui sejauhmana guru mampu
melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala
sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang
dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas
untuk mengamati proses pembelajaran secara
langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan
metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini,
dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru
dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat
penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan,
selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki
15
kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan
keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
5. Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)
Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita
mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan
yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang
berorientasi pada manusia. Dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala
sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan
tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan yang ada. Mulyasa (2009: 25)
menyebutkan kepemimpinan seseorang sangat
berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian kepala
sekolah sebagai pemimpin akan tercermin sifat-sifat
sebagai berikut: (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung
jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5)
berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.
6. Kepala Sekolah Sebagai Inovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya
sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki
strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang
harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru,
mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan
kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah, dan
mengembangkan model model pembelajaran yang
inofatif. Kepala sekolah sebagai inovator tercermin dari
cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif,
kreatif, delegatif, integratif, rasional, objektif, dan
keteladanan.
16
7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki
strategi yang tepat untuk memberikan motivasi tenaga
kependidikan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui
pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana
kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif,
dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui
pengembangan pusat sumber belajar.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
berpendapat bahwa terdapat 7 tugas pokok seorang
kepala sekolah dalam organisasi sekolah yaitu
EMASLIM, kepala sekolah berfungsi sebagai edukator,
manajer, administrator, supervisor, leader, inovator,
dan motivator.
2.2. Supervisi
2.2.1. Pengertian Supervisi Pendidikan
Menurut Purwanto (2008: 76) supervisi adalah
“suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya
dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif”. Hal
ini lebih ditegaskan Pidarta (2009: 2) yang menyatakan
bahwa supervisi adalah “upaya membina guru-guru
dalam mengembangkan proses pembelajaran pada
daerah tertentu yang mencakup unsur-unsur: 1) materi
pelajaran, 2) proses pembelajaran, 3) kecakapan yang
dibutuhkan, 4) tingkat kompetensi setiap guru, dan 5)
kondisi siswa”.
Jasmani (2013: 27) menyatakan bahwa:
17
“supervisi pendidikan adalah segala bantuan dari supervisor dan atau semua pemimpin kepala sekolah untuk memperbaiki manajemen pengelolaan sekolah dan meningkatkan kinerja staf/guru dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai dengan optimal. Caranya, dengan cara memberi bantuan, dorongan, pembinaan, bimbingan, dan memberi kesempatan bagi pengelola sekolah dan para guru untuk memperbaiki dan mengembangkan kinerja dan profesionalismenya”.
Menurut Mulyasa (2012: 154) bahwa “supervisi
secara etimologi berasal dari kata super dan visi yang
mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau
menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh
pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan
kinerja bawahan.
Carter dalam Mulyasa (2012: 155)
menyatakan bahwa“supervisi adalah segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk memperbaiki pengajaran, termasukmenstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahkan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran”.
Dari beberapa pengertian supervisi yang telah
dipaparkan kita dapat melihat bahwa antara Mulyasa,
Pidarta, Jasmani dan Carter memiliki persamaan
pendapat mengenai definisi dari supervisi yang pada
intinya mereka menuliskan supervisi sebagai bentuk
usaha, aktivitas, dan atau bantuan yang diberikan
kepada guru dan tenaga kependidikan untuk
meningkatkan kualitas pengajaran, bahkan menurut
Jasmani supervisi memiliki peran yang lebih luas
18
perannya dalam memperbaiki manajemen pengelolaan
sekolah.
Dari beberapa pernyataan peneliti dapat
memberikan pendapat bahwa supervisi adalah kegiatan
yang dilakukan oleh seorang supervisor untuk
membantu orang lain yang disupervisi agar dapat
menemukan solusi atas permasalahan atau kendala
yang dijumpai untuk meningkatkan profesionalisme
dan kinerja mereka. Dalam konteks pembelajaran di
kelas, supervisi dilakukan untuk membantu guru
mengidentifikasi masalah dan hambatan yang dijumpai
terkait dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam
pembelajaran, kemudian menemukan solusi atas
masalah dan hambatan tersebut, sehingga dapat
meningkatkan profesionalisme dan kinerja mereka
dalam mengelola pembelajaran yang lebih aktif,
interaktif, dan efektif. Dengan demikian fokus supervisi
adalah untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas
pembelajaran, meskipun kegiatan supervisi terkait pula
dengan urusan administrasi, karir dan kesejahteraan.
Hubungan pengawasan dibangun atas dasar
kepercayaan, kerahasiaan, dukungan, dan empati
pengalaman. Kualitas lain yang terdapat dalam
hubungan pengawasan meliputi konstruktif umpan
balik, keamanan, rasa hormat, dan perawatan diri.
2.2.2. Prinsip dan Fungsi Supervisi
Sahertian dalam Jasmani (2013: 47)
menyebutkan bahwa,“empat prinsip yang harus diperhatikan serta dilaksanakan oleh para supervisor pendidikan atau
19
kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan supervisi agar benar-benar efektif dalam usaha mencapai tujuannya.a. Ilmiah (Scientific), prinsip ini mengandung ciri-ciri antara lain: a) kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan proses belajar mengajar, b) untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti angket, observasi, percakapan pribadi, dan seterusnya, c) setiap kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan kontinu.b. Demokratis, servis, dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya.c. Kooperatif atau Kerja sama, mengembangkan usaha bersama, menstimulasi guru sehingga mereka merasa tumbuh bersama.d. Konstruktif dan kreatif, setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas kalau supervisi mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan”.
Jadi sejalan dengan pemikiran Sahertian penulis
berpendapat bahwa dalam pelaksanaan supervisi
keempat prinsip harus diterapkan agar kegiatan
supervisi efektif artinya kegiatan supervisi yang
dilaksanakan haruslah ditujukan untuk
menumbuhkan motivasi dan mengembangkan potensi
guru untuk bekerja sama mengembangkan usaha
perbaikan mutu pendidikan dengan melihat data
objektif permasalahan yang ditemui dalam suasana
yang akrab dan penuh kehangatan sehingga
diharapkan dengan adanya supervisi mampu
mengkondisikan profesionalisme guru dengan
sebenarnya.
20
Adapun fungsi dari adanya supervisi pendidikan
menurut Imron (2011: 12) adalah menumbuhkan iklim
bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui
serangkaian upaya supervisi terhadap guru-guru dalam
wujud layanan profesional. Berdasarkan pendapat
tersebut, maka bisa dikatakan bahwa dalam
pelaksanaan supervisi, supervisor hendaknya memiliki
prinsip Ilmiah (Scientific), demokratis, kooperatif, serta
konstruktif dan kreatif sehingga proses pembelajaran
menjadi lebih kondusif”.
2.3. Supervisi Akademik
2.3.1. Pengertian Supervisi Akademik
Hakikat supervisi akademik merupakan upaya
nyata untuk membantu guru-guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan demikian, berarti esensi supervisi akademik itu
sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu
guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Mencermati pengertian supervisi seperti yang
telah diuraikan sebelumnya umumnya supervisi
ditujukan untuk menciptakan atau mengembangkan
situasi belajar yang lebih baik, sehingga perlu kiranya
memperhatikan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dan segala hal yang mendukung kegiatan belajar
mengajar. Pelaksanaan supervisi harus lebih diarahkan
kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan
kompetensi guru dalam mengelola kegiatan belajar
mengajar.
21
Supervisi yang menekankan pada pembinaan
professional guru sebagai upaya memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan professional guru sering
disebut dengan istilah supervisi akademik (Jasmani,
2013: 28). Jadi supervisi akademik ini merupakan
supervisi yang dilaksanakan untuk menilai dan
membina guru dalam rangka mempertinggi kualitas
proses pembelajaran yang dilaksanakannya, agar
berdampak terhadap kualitas hasil belajar siswa
disebut supervisi akademik.
Menurut Lantip (2011: 112) bahwa“supervisi akademik dilakukan dengan inisiatif awal dari supervisor. Hal ini berarti pelaksanaan supervisi ini didasarkan atas keinginan kepala sekolah untuk membantu guru dalam mengatasi masalahnya dalam pembelajaran”.
Menurut Muslim (2013: 68) bahwa“seorang supervisor harus memiliki kompetensi teknis khususnya bidang akademik berkaitan dengan pekerjaan orang-orang yang disupervisi. Karena sasaran utama dari kegiatan supervisi adalah guru dengan tugas utamanya melaksanakan KBM”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis
memberikan pendapat bahwa supervisi akademik
adalah suatu kegiatan layanan dan pembinaan yang
direncanakan oleh kepala sekolah yang dilakukan
secara sistematis untuk membantu para guru baik
secara individu atau kelompok dalam usaha
memperbaiki proses pembelajaran atau melakukan
tugasnya secara efektif.
22
2.3.2. Prinsip Supervisi Akademik
Terdapat 14 prinsip yang harus dipahami apabila
akan melaksanakan supervisi akademik, prinsip-prinsip
itu adalah (1) Praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai
kondisi sekolah, (2) Sistematis, artinya dikembangan
sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan
tujuan pembelajaran, (3) Objektif, artinya masukan
sesuai aspek-aspek instrumen, (4) Realistis, artinya
berdasarkan kenyataan sebenarnya, (5) Antisipatif,
artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang
mungkin akan terjadi, (6) Konstruktif, artinya
mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam
mengembangkan proses pembelajaran, (7) Kooperatif,
artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan
guru dalam mengembangkan pembelajaran, (8)
Kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah,
asih, dan asuh dalam mengembangkan pembelajaran, (9)
Demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi
pelaksanaan supervisi akademik, (10) Aktif, artinya guru
dan supervisor harus aktif berpartisipasi, (11) Humanis,
artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan
yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan
penuh humor, (12) Berkesinambungan supervisi
akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan,
(13) Terpadu, artinya menyatu dengan dengan program
pendidikan, (14) Komprehensif, artinya memenuhi ketiga
tujuan supervisi akademik, Lantip (2011: 87).
2.3.3. Tujuan Supervisi Akademik
Menurut Sergiovanni dalam Jasmani (2013: 28)
bahwa,
23
“ada tiga tujuan supervisi akademik yaitu 1) supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas,mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu, (2) supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya, (3) supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya”.
Glickman dalam Lantip (2011: 86) menyebutkan
“tujuan supervisi akademik adalah membantu guru
mengembangkan kompetensinya, mengembangkan
kurikulum, mengembangkan kelompok kerja guru,
dan membimbing penelitian tindakan kelas (PTK)”.
Gambar tiga tujuan supervisi akademik yang dituliskan
dalam Lantip (2011 : 86) sebagaimana dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
PengembanganProfesionalisme
Pengawasankualitas
Penumbuhan Motivasi
TIGA TUJUAN
SUPERVISI
Gambar 2.1 Segitiga tujuan supervisi akademik
24
Dari penjelasan diatas tujuan supervisi akademik
adalah membantu guru dalam mengembangkan
kemampuannya supaya tujuan pembelajaran yang
ditetapkan tercapai.
2.3.4. Teknik-Teknik Supervisi Akademik
Satu di antara tugas kepala sekolah adalah
melaksanakan supervisi akademik. Untuk
melaksanakan supervisi akademik secara efektif
diperlukan keterampilan konseptual, interpersonal dan
teknikal. Oleh sebab itu, setiap Kepala sekolah harus
memiliki keterampilan teknikal berupa kemampuan
menerapkan teknik-teknik supervisi yang tepat dalam
melaksanakan supervisi akademik. ”Teknik-teknik
supervisi akademik meliputi dua macam, yaitu:
individual dan kelompok”, Lantip (2011: 102).
Teknik supervisi akademik ada dua yaitu:
individual dan kelompok seperti gambar berikut.
Gambar 2.2. Teknik Supervisi
25
2.3.4.1. Teknik Supervisi Individual
Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan
supervisi perseorangan terhadap guru. Supervisor di
sini hanya berhadapan dengan seorang guru. Dari hasil
supervisi ini dapat diketahui kualitas pembelajaran
guru bersangkutan.
Teknik supervisi individual ada lima macam
adalah sebagai berikut.
1) Kunjungan Kelas, (Classroom Visitation)
Menurut Muslim (2013: 74) bahwa“kunjungan kelas adalah kunjungan seorang supervisor ke kelas pada saat guru sedang mengajar, artinya supervisor menyaksikan dan mengamati guru mengajar. Melalui kunjungan kelas tersebut supervisor dapat mengetahui apa kelebihan dan kekurangan guru terutama dalam konteks pelaksanaan KBM. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekiranya perlu diperbaiki.Tahap-tahap kunjungan kelas terdiri dari empat tahap yaitu:(1) tahap persiapan. (2) tahap pengamatan selama kunjungan. (3) tahap akhir kunjungan(4) tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut”.
2) Kunjungan Observasi (Observation Visits)
Guru-guru ditugaskan untuk mengamati seorang
guru lain yang sedang mendemonstrasikan cara-cara
mengajar suatu mata pelajaran tertentu. Kunjungan
observasi dapat dilakukan di sekolah sendiri atau
dengan mengadakan kunjungan ke sekolah lain. Secara
umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah: (1)
usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses
pembelajaran, (2) cara menggunakan media
pengajaran, (3) variasi metode, (4) ketepatan
26
penggunaan media dengan materi, (5) ketepatan
penggunaan metode dengan materi, dan (6) reaksi
mental para siswa dalam proses belajar mengajar.
Pelaksanaan observasi melalui tahap: persiapan,
pelaksanaan, penutupan, penilaian hasil observasi; dan
tindak lanjut. Dalam rangka melakukan observasi,
seorang supervisor hendaknya telah mempersiapkan
instrumen observasi, menguasai masalah dan tujuan
supervisi.
3) Pertemuan Individual
Pertemuan individual adalah satu pertemuan,
percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara supervisor
dan guru. Tujuannya adalah: (1) mengembangkan
perangkat pembelajaran yang lebih baik, (2)
meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran,
dan (3) memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan
pada diri guru.
Menurut Swearingen dalam Lantip (2011: 105)
mengatakan bahwa,“klasifikasi empat jenis pertemuan (percakapan) individual sebagai berikut: (1) Classroom-conference,yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas ketika murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat). (2) Office-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru.(3) Causal-conference. yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru (4) Observational visitation. yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas.
27
Hal yang dilakukan supervisor dalam pertemuan
individual: (1) berusaha mengembangkan segi-segi
positif guru, (2) mendorong guru mengatasi kesulitan-
kesulitannya, (3) memberikan pengarahan, dan (4)
menyepakati berbagai solusi permasalahan dan
menindaklanjutinya.
4) Kunjungan Antar Kelas
Kunjungan antar kelas adalah guru yang satu
berkunjung ke kelas yang lain di sekolah itu sendiri.
Tujuannya adalah untuk berbagi pengalaman dalam
pembelajaran. Cara-cara melaksanakan kunjungan
antar kelas adalah sebagai berikut: (1) Jadwal
kunjungan harus direncanakan, (2) Guru-guru yang
akan dikunjungi harus diseleksi, (3) Tentukan guru-
guru yang akan mengunjungi, (4) Sediakan segala
fasilitas yang diperlukan, (5) Supervisor hendaknya
mengikuti acara ini dengan pengamatan yang cermat,
(6) Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antar kelas
selesai? misalnya dalam bentuk percakapan pribadi,
penegasan, dan pemberian tugas-tugas tertentu, (7)
Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru
bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan
kondisi yang dihadapi, (8) Adakan perjanjian-perjanjian
untuk mengadakan kunjungan antar kelas berikutnya.
2.3.4.2. Supervisi Kelompok
Teknik supervisi kelompok adalah satu cara
melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada
dua orang atau lebih. Guru-guru yang yang akan
disupervisi berdasarkan hasil analisis kebutuhan, dan
28
analisis kemampuan kinerja guru, kemudian
dikelompokan berdasarkan kebutuhan guru. Kemudian
guru diberikan layanan supervisi sesuai dengan
permasalahan atau kebutuhan yang diperlukan. Dalam
teknik supervisi kelompok, terdapat beberapa
tindakan yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah
sebagai berikut: (1) Mengadakan pertemuan atau rapat
(meeting). Seorang kepala sekolah menjalankan
tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusun
termasuk mengadakan rapat-rapat secara periodik
dengan guru-guru, dalam hal ini rapat-rapat yang
diadakan dalam rangka kegiatan supervisi. Rapat
tersebut antara lain melibatkan KKG, MGMP, dan rapat
dengan pihak luar sekolah. (2) Mengadakan diskusi
kelompok (group discussions). Diskusi kelompok dapat
diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok guru
bidang studi sejenis. Di dalam setiap diskusi,
supervisor atau kepala sekolah memberikan
pengarahan, bimbingan, nasihat-nasihat dan saran-
saran yang diperlukan. (3) Mengadakan penataran-
penataran (inservice-training). Teknik ini dilakukan
melalui penataran-penataran, misalnya penataran
untuk guru bidang studi tertentu. Mengingat bahwa
penataran pada umumnya diselenggarakan oleh pusat
atau wilayah, maka tugas kepala sekolah adalah
mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut
(follow-up) dari hasil penataran ( Rifa’I, 2001: 144).
2.3.5.Supervisi Akademik Kunjungan Kelas
Dalam penelitian ini metode supervisi akademik
yang digunakan adalah supervisi akademik kunjungan
29
kelas sebagai bahan masukan apakah pelaksanaannya
dapat digunakan untuk meningkatkan profesionalisme
guru di SMP Negeri 2 Boja.
Berdasarkan pernyataan Muslim (2013: 74)
kunjungan kelas adalah “kunjungan seorang supervisor ke kelas pada saat guru sedang mengajar, artinya supervisor menyaksikan dan mengamati guru mengajar. Melalui kunjungan kelas tersebut supervisor dapat mengetahui apa kelebihan dan kekurangan guru terutama dalam konteks pelaksanaan KBM. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekiranya perlu diperbaiki”.
Menurut Lantip (2011: 102) tujuan dari
kunjungan kelas adalah “untuk menolong guru dalam mengatasi masalah di dalam kelas. Jadi dari pernyataan Muslim dan Lantip penulis berpendapat bahwa tujuan dari supervisi kunjungan kelas ini pada prinsipnya adalah membantu guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui analisis kelebihan dan kekurangannya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran”.
2.3.5.1. Tahap-Tahap Kunjungan Kelas
Tahap-tahap kunjungan kelas menurut Muslim
(2013: 74) terdiri dari empat tahap yaitu: (1) Tahap
persiapan, supervisor merencanakan waktu, sasaran,
dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas; (2)
Tahap pengamatan selama kunjungan, supervisor
mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung;
(3) Tahap akhir kunjungan, supervisor bersama guru
mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-
hasil observasi, dan (4) Tahap terakhir adalah tahap
tindak lanjut.
30
Penelitian yang dilakukan menggunakan tahapan
yang dinyatakan dalam Muslim sehingga diharapkan
pada pelaksanaan kegiatan supervisi kunjungan kelas
ini dapat dilakukan secara runtut dan
berkesinambungan mulai dari tahap persiapan untuk
menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, tahap
pengamatan sebagai bentuk dari cross check apa yang
sudah ditulis pada perencanaan guru, tahap akhir
kunjungan sebagai bentuk analisa pelaksanaan
supervisi dan yang terakhir adalah tahap tindak lanjut
sebagai bagian pemecahan dan solusi solusi kesulitan
yang dialami guru.
2.3.5.2. Kriteria Kunjungan Kelas
Kunjungan kelas menggunakan enam kriteria,
seperti yang dinyatakan dalam Muslim (2013: 75) yaitu:
(1) Memiliki tujuan-tujuan tertentu, (2)
Mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki
kemampuan guru, (3) Menggunakan instrumen
observasi untuk mendapatkan data yang objektif, (4)
Terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina
sehingga menimbulkan sikap saling pengertian, (5)
Pelaksanaan kunjungan kelas tidak mengganggu proses
pembelajaran, (6) Pelaksanaannya diikuti dengan
program tindak lanjut.
Teknik supervisi kunjungan kelas ini merupakan
teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah untuk
mengamati proses pembelajaran di dalam kelas. Melalui
teknik ini kepala sekolah dapat mengamati secara
langsung kegiatan guru dalam melakukan tugas
utamanya, mengajar, penggunaan alat, metode, dan
31
teknik mengajar secara keseluruhan dengan berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Hasil kunjungan kelas
ini dapat digunakan oleh supervisor atau kepala
sekolah bersama guru untuk meningkatkan kondisi
belajar mengajar.
2.4. Profesionalisme Guru
2.4.1.Pengertian Profesi
Menurut Dedi (2000: 19) bahwa:“profesi menunjuk pada suatu pelayanan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadapnya. Profesionalitas menunjuk pada kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatu pekerjaan. Profesional menunjuk pada penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya dan menunjuk pada orangnya itu sendiri.Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai profesional.Profesionalisme menunjuk pada (a) derajat penampilan seseorang sebagai profesional; tinggi,rendah sedang, dan (b) sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang paling ideal dari kode etik profesinya”.
Hamalik (2003: 2) menyatakan bahwa:“hakikat profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang sungguh-sungguh keluar dari lubuk hatinya dan mengandung norma-norma atau nilai-nilai etik dan ditunjukkan dalam tingkah lakunya sehari-hari.Suatu profesi mengandung unsur pengabdiansehingga profesi bukanlah dimaksudkan untuk mencari keuntungan materi belaka, melainkan untuk pengabdian kepada masyarakat.Pengabdian seorang profesional ditunjukkanpada pengutamaan kepentingan orang banyak daripada kepentingan diri sendiri”.
32
Menurut Sanusi (2001: 19) bahwa:“Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian para anggotanya.Artinya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu(pendidikan/latihan pra-jabatan)maupun setelah menjalani suatu profesi(in-service training). Diluar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan profesi kependidikan.Professional menunjuk pada dua hal. Pertama orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini,professional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “ amatir”.Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
Dari beberapa pernyataan diatas penulis
berpendapat bahwa profesi, professional dan
profesionalisme sangat erat hubungannya, artinya
seseorang yang professional maka akan bertindak
sesuai komitmen pada profesinya untuk selalu
mengadakan pengembangan strategi dalam rangka
meningkatkan sikap profesionalnya.
2.4.2.Sasaran Sikap Profesional
Mulyasa (2004: 60) mengemukakan, sasaran
sikap profesionalisme guru sebagai berikut:
1. Sikap terhadap peraturan perundang-undangan.
33
Pada butir 9 kode etik guru Indonesia disebutkan
bahwa: Guru melaksanakan segala kebijakan
pemerintah untuk bidang pendidikan. Kebijakan
pendidikan di Negara kita dipegang oleh pemerintah,
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
mengeluarkan ketentuan dan peraturan merupakan
kebijakan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya.
2. Sikap terhadap organisasi profesi
Guru bersama–sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian. PGRI sebagai organisasi
profesi memerlukan pembinaan agar lebih berdaya
guna dan berhasil sebagai wadah untuk membawakan
misi dan memantapkan profesi guru. Maka dari itu
setiap orang harus memberikan waktu sebagiannya
untuk kepentingan pembinaan profesinya dan semua
waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini
dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut,
sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien.
3. Sikap terhadap teman sejawat
Dalam ayat 7 kode etik gutu disebutkan bahwa
guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Itu berarti
guru hendaknya menciptakan dan memelihara
hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya dan
guru hendaknya memelihara semangat kekeluargaan
dan kesetiakawanan social di dalam maupun di luar
lingkungan sekolah.
34
4. Sikap terhadap anak didik
Telah dijelaskan bahwa guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal
dari kata dasar didik (mendidik), yaitu: memelihara dan
memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak
dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya
untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani
anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup
yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya”. Sebuah istilah yang
menjadi slogan guru sebagai cerminan bagi anak didik
‘’guru kencing berdiri murid kencing berlari’’,
memberikan pesan moral kepada guru agar bertindak
dengan penuh pertimbangan. Ketika guru menanamkan
nilai dan contoh karakter dan sifat yang tidak baik,
maka jangan salahkan murid ketika berprilaku lebih
dari apa yang guru lakukan. Dalam mendidik, guru
harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat serta
mau memahami anak didiknya dengan segala
konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat
menjadi penghambat proses pendidikan baik yang
berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang
bersumber dari luar diri anak didik harus dapat
dihilangkan bukan dibiarkan. Keberhasilan dalam
35
pendidikan lebih banyak ditentukan oleh guru dalam
mengelola kelas. Dalam mengajar, guru harus pandai
menggunakan pedekatan secara arif dan bijaksana
bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik.
5. Sikap terhadap tempat kerja
Suasana yang harmonis disekolah tidak akan
terjadi bila personal yang terlibat didalamnya tidak
menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya.
Penciptaan suasana kerja memang harus dilengkapi
dengan terjalinnya hubungan yang baik denagn orang
tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudnya untuk
membina peran serta rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Sikap terhadap pemimpin
Dalam kerja sama yang dituntut pemimpin
tersebut diberikan berupaya tuntutan akan kepatuhan
dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang
diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan
dalam bentuk usulan dan kritis yang membangun demi
pencapaian tujuan yang telah digariskan bahwa sikap
seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam
pengertian harus bekerja sama dalam mensukseskan
program yang sudah disepakati, baik di sekolah
maupun diluar sekolah.
7. Sikap terhadap pekerjaan
Kode etik 6 dituntut guru baik secara pribadi
maupun secara kelompok untuk meningkatkan mutu
pribadi maupun kelompok untuk selalu meningkatkan
mutu dan martabat profesinya. Profesi guru
berhubungan dengan anak didik yang mempunyai
36
persamaan dan perbedaan yang melayaninya harus
memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,
terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang
masih kecil. Mengingat peranan guru dalam setiap
upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi
pendidikan, maka peningkatan profesionalisme guru
merupakan kebutuhan. Mutu pendidikan bukan hanya
ditentukan oleh guru, melainkan oleh mutu masukan
(siswa), sarana manajemen, dan faktor-faktor eksternal
lainnya. Akan tetapi seberapa banyak siswa mengalami
kemajuan dalam belajarnya, banyak tergantung kepada
kepiawaian guru dalam membelajarkan siswa”.
Hamalik (2009: 38) menyatakan bahwa:“guru yang dinilai kompeten secara professional, apabila: 1) guru tersebut mampu mengembangkan tanggungjawab dengan sebaik-baiknya, 2) Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil, 3) Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan instruksional) sekolah, dan 4) Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas”.
Pernyataan Mulyasa mengungkapkan sasaran
sikap professional guru yang lebih lengkap meliputi
semua aspek baik dari hubungan guru terhadap siswa,
teman sejawat, pimpinan, lingkungan pekerjaan,
pekerjaannya itu sendiri, dan terhadap undang-undang
yang berlaku yang harus dia patuhi sedangkan
Hamalik menyebutkan aspek-aspek yang menentukan
penilaian sikap professional guru, Jadi Hamalik
menegaskan apa yang dituliskan Mulyasa lebih khusus
dalam pelaksanaannya .
37
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis
berpendapat bahwa seorang guru profesional
diharapkan memiliki sasaran sikap
keprofesionalismenya meliputi 1) sikap terhadap
peraturan perundang-undangan, 2) sikap terhadap
organisasi profesi, 3) sikap terhadap teman sejawat, 4)
sikap terhadap anak didik, 5) Sikap terhadap tempat
kerja, 6) Sikap terhadap pemimpin, dan 7) Sikap
terhadap pekerjaan.
2.4.3.Kompetensi dan Indikator Profesionalisme
Guru
Guru mempunyai tanggung jawab sangat besar
dalam menjalankan peranannya sebagai tenaga
pendidik di sekolah. Guna mencapai tujuan
pembelajaran yang berkualitas maka peningkatan
kompetensi dan profesionalitas guru harus selalu
ditingkatkan. Kompetensi guru perlu ditingkatkan
secara terprogram, berkelanjutan melalui berbagai
sistem pembinaan profesi, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan guru tersebut.
Arikunto (2006: 239) menyatakan bahwa
kompetensi profesional berarti “Guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakan dalam proses belajar mengajar”.
Oleh karena itu dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan kompetensi professional yaitu
38
kemampuan guru dalam penguasaan terhadap materi
pelajaran dan kemampuan guru dalam pengelolaan
pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang
dimaksud adalah pemahaman terhadap peserta didik,
perencanaan pelaksanaan pembelajaran, penguasaan
metode dan media pembelajaran serta penilaian hasil
belajar.
Melihat keberadaan pendidik dalam proses
pendidikan, substansinya kompetensi pendidik
menduduki posisi strategis dalam menentukan kualitas
pendidikan, sehingga pemenuhan kompetensi pendidik
menjadi suatu yang harus diupayakan, seiring dengan
dinamika tuntutan masyarakat yang dinamis, yang
memiliki kebutuhan untuk berubah. Sadar terhadap
kondisi tersebut dan tuntutan profesionalnya yang
terus berkembang, maka pengembangan kompetensi
pendidik perlu terus diupayakan dengan melalui
berbagai tahapan secara berjenjang.
Menurut pendapat Martinis (2006: 7) bahwa:“guru yang profesional harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai berikut a. Memiliki bakat sebagai guru; b. Memiliki keahlian sebagai guru; c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi; d. Memiliki mental yang sehat; e. Berbadan sehat; f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas; g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila; h. Guru adalah seorang warga negara yang baik”.
Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional
adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta
39
penguasaan terhadap struktur dan metodologi
keilmuannya.
Menurut Usman (2006: 17) bahwa:“kompetensi profesional secara spesifik dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut.1) Menguasai landasan pendidikan, yaitu mengenal tujuan pendidikan, mengenal fungsi sekolah dan masyarakat, serta mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan.2) Menguasai bahan pengajaran, yaitu menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan penghayatan.3) Menyusun program pengajaran, yaitu menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pengajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar, memilih media pembelajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar, melaksanakan program pengajaran, menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat, mengatur ruangan belajar,mengelola interaksi belajar mengajar.4) Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Menurut Saiful (2007: 3), pengertian kompetensi
profesional adalah “kemampuan atau kompetensi yang
berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas
keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang
sangat penting dan langsung berhubungan dengan
kinerja yang ditampilkan”. Tingkat profesionalisme
seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai
berikut
1) Kemampuan untuk memahami landasan
kependidikan
2) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan,
3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran
sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya,
40
4) Kemampuan merancang dan memanfaatkan
berbagai media dan sumber belajar,
5) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi
pembelajaran,
6) Kemampuan dalam menyusun program
pembelajaran,
7) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan
berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
Menurut Aqib (2002: 102) mengungkapkan
sepuluh kemampuan dasar profesional“ada sepuluh kemampuan dasar professional guru yaitu 1) kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kurikulum sekolah; 2) mengelola program belajar mengajar; 3) mengelola kelas; 4) menggunakan media sumber; 5) menguasai landasan-landasan kependidikan; 6) mengelola interaksi belajar mengajar; 7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran; 8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; 9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; 10) memahami prinsip-prinsip dan mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidik guna keperluan pengajaran”.
Berdasarkan uraian-uraian diatas penulis
berpendapat bahwa kompetensi profesional guru dapat
diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki
sebagai dasar dalam melaksanakan tugas profesional
yang bersumber dari pendidikan dan pengalaman yang
diperoleh. Kompetensi profesional tersebut berupa
kemampuan dalam memahami landasan kependidikan,
kemampuan merencanakan proses pembelajaran,
kemampuan melaksanakan proses pembelajaran, dan
kemampuan mengevaluasi proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini indikator profesionalisme
guru mengacu pada pendapat usman yang meliputi 4
41
aspek utama yaitu: 1) menguasai landasan pendidikan,
2) menguasai bahan pengajaran, 3) menyusun program
pengajaran, 4) menilai hasil dan proses pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
2.4.4. Supervisi Akademik Kunjungan Kelas untuk
Peningkatan Profesionalisme Guru dalam
Pembelajaran
Menurut Mulyasa (2009: 111) Kepala sekolah
merupakan pemimpin organisasi pendidikan di sekolah
yang harus bertanggung jawab terhadap program
pendidikan. Keberhasilan program pendidikan
cenderung dipengaruhi oleh kepala sekolah sebagai
pemimpin.
Salah satu tugas dan tanggung jawab Kepala
sekolah dalam mewujudkan tercapainya tujuan
program pendidikan adalah sebagai supervisor yaitu
mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kependidikan. Salah satu supervisi yang bisa
diterapkan oleh kepala sekolah adalah supervisi
akademik teknik kunjungan kelas. Fokus utama model
supervisi ini adalah pengawasan kepala sekolah pada
guru dalam penyusunan perangkat pembelajaran dan
pengawasan pengelolaan kelas oleh guru.
Maksud dan tujuan supervisi akademik teknik
kunjungan kelas untuk pembinaan dan pemberian
solusi pada guru dalam permasalahan yang dihadapi
terutama dalam penyusunan perangkat pembelajaran
dan pengelolaan proses pembelajaran, sehingga
pembelajaran menjadi lebih kondusif.
42
Kondisi pembelajaran yang kondusif sebagai
sasaran utama guru profesional, yaitu sebagai dampak
positif dari kompetensi profesional yang dimiliki oleh
guru dalam pengelolaan pembelajaran. Oleh karena itu,
program pelaksanaan supervisi akademik dengan
teknik kunjungan kelas oleh kepala sekolah
diasumsikan mampu meningkatkan kompetensi
profesional guru dalam pengelolaan pembelajaran
sehingga pembelajaran lebih optimal.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Iskandar Hasan (2011)
dalam judul upaya meningkatkan kompetensi guru
MIPA dalam menyusun RPP melalui supervisi akademik
di SMP Negeri 15 Kota Gorontalo menunjukkan adanya
peningkatan kompentensi guru dalam menyusun RPP
yaitu pada siklus I nilai rata-rata kompetensi guru
adalah 66,15 % (kategori cukup) sedangkan pada siklus
II nilai rata-rata adalah 91,99% (kategori sangat baik),
sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi
akademik dapat meningkatkan kompetensi guru MIPA
di SMPN 15 Kota Gorontalo dalam menyusun RPP.
Sejalan dengan penelitian Iskandar Hasan penelitian
yang dilakukan M. Aswir (2013) dengan judul
meningkatkan kinerja guru SDN 5 Puhun Pintu Kabun
kota Bukittinggi melalui supervisi akademik
menunjukkan bahwa berdasarkan observasi awal pada
SDN 05 Puhun Pintu Kabun Kec. Mandiangin Koto
Selayan kota Bukittinggi memperoleh nilai rata-rata
56% setelah dilaksanakan siklus pertama diperoleh
nilai rata-rata 73, sedangkan siklus kedua diperoleh
43
nilai rata-rata 89%. Implikasi hasil Penelitian Tindakan
Sekolah (PTS) melalui supervisi akademis dapat
meningkatkan kinerja majelis guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran pada SDN 05
Puhun Pintu Kabun Kec. Mandiangin Koto Selayan kota
Bukittinggi. Jadi penelitian Iskandar Hasan dan M.
Azwir memiliki persamaan yaitu menggunakan model
penelitian tindakan sekolah dimana mereka
melaksanakan penelitian dengan 2 siklus. Hasil
penelitian Iskandar Hasan digunakan untuk melihat
seberapa besar peningkatan kompetensi guru dalam
penyusunan RPP melalui pembinaan secara umum
sesuai standar proses, sedangkan Azwir melihat
seberapa besar peningkatan kinerja guru melalui
pembinaan professional secara umum pada siklus 1
dan pembinaan individual sesuai kinerja guru pada
siklus 2.
Penelitian yang dilakukan Dalawi, Amrazi Zakso,
dan Usman Radiana (2013) dalam judul pelaksanaan
supervisi akademik pengawas sekolah sebagai upaya
peningkatan profesionalisme guru SMP N 1 Bengkayang
menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi akademik
di SMP Negeri 1 Bengkayang dinilai dapat
meningkatkan kinerja atau profesionalisme guru dalam
melaksanakan pembelajaran. Pada penelitian ini aspek
aspek yang disupervisi dinilai telah mengarah pada
materi/sasaran supervisi akademik yang disesuaikan
dengan kebutuhan guru/sekolah begitu juga pada
teknik supervisi akademik yang digunakan cukup
bervariasi, Hanya saja didalam pelaksanaan supervisi
44
akademik oleh pengawas sekolah membutuhkan waktu
yang lebih lama. Upaya yang dilakukan pengawas
sekolah dinilai sudah cukup, namun tetap perlu
ditingkatkan, kelemahan yang lain terletak pada
frekuensi kunjungan pengawas sekolah yang dinilai
belum optimal karena masih ada guru yang belum
dikunjungi oleh pengawas sekolah.
Penelitian yang dilakukan beberapa peneliti
diatas menunjukkan bahwa dengan adanya supervisi
akademik terjadi peningkatan kinerja maupun
profesionalisme guru dalam tugasnya sebagai pendidik.
Pada penelitian yang dilakukan penulis
memfokuskan pada tindakan pembinaan indidual
untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam
pembelajaran melalui supervisi kunjungan kelas oleh
kepala sekolah yang diteliti mencakup perencanaan
pembelajaran yang meliputi penyusunan RPP serta
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru di
dalam kelas. Pembuatan RPP disesuaikan dengan visi
misi, keadaan peserta didik serta sarana prasarana di
sekolah. Supervisi ini diutamakan untuk
mengefektifkan kegiatan supervisi yang selama ini
belum terlaksana hingga tuntas dan difokuskan pada
tindak lanjut yang selama ini belum terlaksana.
Tindakan yang dilakukan berupa pembinaan dari
kepala sekolah maupun dari guru pendamping.
2.6. Kerangka Berpikir
Setiap institusi pendidikan memiliki tujuan
utama berupa terciptanya mutu pendidikan yang
berkualitas, sehingga memiliki output yang berdaya
45
saing. Salah satu komponen penentunya adalah
pengelolaan proses pembelajaran yang kondusif oleh
tenaga edukatif secara profesional. Namun, tingkat
profesionalisme guru juga tidak selamanya berada pada
posisi yang stabil sebagaimana yang diharapkan
sebagai pengelola pembelajaran. Tinggi rendahnya
profesionalisme guru dalam sekolah masih dipengaruhi
oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Salah satu faktor eksternal profesionalisme guru adalah
kepemimpinan kepala sekolah dalam hal memberikan
supervisi pada guru, seperti pelaksanaan supervisi
akademik berupa kunjungan kelas. Supervisi
kunjungan kelas ini bertujuan untuk memberikan
bimbingan dan pengar ahan tentang keprofesionalan
guru dalam pengelolaan pembelajaran. Hal ini
diasumsikan kegiatan supervisi kunjungan kepala
sekolah ini akan mampu mengkondisikan tingkat
profesionalisme guru seperti di SMPN 2 Boja kecamatan
Boja Kabupaten Kendal.
Terkait dengan uraian tersebut, maka penelitian
supervisi akademik kunjungan kelas dalam upaya
meningkatkan profesionalisme guru di SMPN 2 Boja
Kecamatan Boja Kabupaten Kendal bisa dilihat
sebagaimana skema gambar berikut
46
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir
Penelitian yang digunakan penulis yaitu
penelitian tindakan. Dalam penelitian tindakan ini
penulis akan meneliti tentang kepemimpinan kepala
sekolah dalam supervisi kunjungan kelas untuk
meningkatkan profesionalisme guru. Supervisi yang
dilakukan menyeluruh disertai pembinaan dan
pendampingan ini diharapkan dapat memberi motivasi
dan peningkatan kepercayaan diri guru.
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian tindakan ini adalah
bahwa tindak lanjut supervisi akademik kunjungan
kelas dapat meningkatkan profesionalisme guru di
SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal.
Profesionalisme guru rendah
Faktor pendukung/penghambat
Kepemimpinan kepala sekolah melalui
supervisi akademik
Peningkatan profesionalisme
guru