bab ii tinjauan pustaka 2.1 dasar teori 2.1.1 deskripsi ...eprints.umm.ac.id/38011/3/bab 2.pdf9 bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Deskripsi tanaman lada putih
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum L. (Sarpian, 2003)
Gambar 2.1 : Tanaman Lada (Sumber : Sarpian, 2003)
Lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu rempah-rempah yang tertua
dan terpenting di dunia. Tumbuhan lada termasuk famili Piperaceae, yang terdiri
dari 10-12 marga atau genus. Lada adalah salah satu rempah rempah yang
berbentuk biji-bijian. Tumbuhan lada tergolong tumbuhan merambat dan
10
mempunyai daun tunggal berwarna hijan dan buram, berbentuk bulat telur dengan
ujung daun runcing yang tersebar dengan batang yang berbuku-buku. Bunga lada
berkelamin tunggal tanpa memiliki hiasan bunga dan tersusun dalam bunga
majemuk, sedangkan buah lada berbentuk bulat dengan kulit buah yang lunak
namun memiliki biji yang keras. (Rismunandar, 1990)
Tumbuhan lada dapat tumbuh didaerah yang beriklim tropis dengan curah
hujan yang cukup sepanjang tahunnya. Lada dapat tumbuh subur dengan curah
hujan antara 2.200 mm hingga 5.000 mm per tahunnya dengn suhu berkisar
antara 20oC hingga 35
oC pada ketinggian dibawah 600 mdpl. Selain itu,
kelembaban udara yang dibutuhkan lada antara 60% hingga 93% dengan kisaran
pH tanah antara 6 hingga 7 dengan drainase yang baik dan dihindarkan dari
genangan air karena dapat membuat akarnya membusuk terutama untuk tanaman
muda. Pulau Bangka, Lampung, dan Belitung merupakan daerah penghasil lada di
Indonesia.
Berdasarkan perbedaan warna kulit waktu memetik dan proses pengolahannya, laa
dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
a. Lada hijau
Lada hijau merupakan lada yang berwarna kehijauan dan dipetik saat
belum terlalu tua. Biasanya dijual dalam belum lada kering, segar, maupun
direndam dalam larutan bumbu. Lada yang dipetik dipertahankan dalam bentuk
basah dalam air asin dan cuka, dibekukan atau dikeringkan.
11
Gambar 2.2 : Biji Lada Hijau (Suwarto, 2013)
b. Lada putih
Lada yang dihasilkan dari buah lada yang dipanen saat buah lada sudah
sangat matang, kemudian diproses dengan cara dirnedam kedalam air yang
mengalir selama kurang lebih 2 minggu, lalu dijemur selama 3 hari sehingga kulit
luarnya yang berwarna hitam mudah terkelupas dan tinggal bijinya yang putih.
Gambar 2.3 : Biji Lada Putih (Suwarto, 2013)
c. Lada hitam
Lada yang dihasilkan dari buah lada yang masih setengah matang ketika
dipanen dan warnanya kemerahan, tanpa proses perendaman dan langsung
dikeringkan dengan cara dijemur selama 3 hari.
12
Gambar 2.4 : Biji Lada Hitam (Suwarto, 2013)
d. Lada merah
Lada yang dihasilkan dari buah lada yang memiliki rasa sedikit manis dan
kurang pedas.
Gambar 2.5 : Biji Lada Merah (Suwarto, 2013)
Adapun beberapa manfaat lada sebagai berikut :
a. Sebagai bumbu masakan.
Lada merupakan salah satu bumbu masakan yang sering digunakan
dalam kuliner Indonesia. Di rumah tangga, restoran, warung makan, bahkan
di industri-industri makanan jadi seperti pabrik mi dan nugget, lada original
sering digunakan sebagai bumbu masakan. Lada selain berfungsi sebagai
penyedap rasa dan aroma, juga memiliki rasa pedas.
13
b. Sebagai obat lada
Sebagai bahan campuran pembuatan obat, baik obat tradisional
maupun obat-obatan modern. Dosis yang digunakan dalam pembuatan obat-
obatan berbeda-beda, tergantung pada jenis obat yang akan dibuat.
c. Sebagai minuman dan penghangat
Masyaraat Eropa dan daerah Kutub memanfaatkan lada untuk dibuat
minuman, baik minuman beralkohol maupun non alkohol yang berfungsi
sebagai penghangat tubuh, yaitu berfungsi untuk menjaga suhu tubuh agar
tetap normal, meskipun suhu udara kurang dari 0 derajat celcius.
d. Sebagai parfum lada
Lada yang dimanfaatkan sebagai parfum hanya lada hitam karena
lada ini masih memiliki kulit luar yang mengandung resin untuk disuling dan
diambil minyaknya. Minyak hasil penyulingan tersebut beraroma merangsang
dan eksklusif sehingga digunakan sebagai bahan dasar atau bibit pembuatan
parfum.
Berdasarkan penjelasan tentang lada menurut beberapa sumber diatas
dapat disimpulkan bahwa lada merupakan produk tertua dan terpenting dari
produk rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia. Hal tersebut menunjukkan
bahwa komoditas lada di masa lalu sangatlah penting sehingga lada memperolah
julukan sebagai raja rempah-rempah atau king of spices.
Lada menjadi penting karena memiliki banyak manfaat dan kegunaan.
Dewasa ini, berbagai jenis lada maupun olahannya diantaranya lada putih, lada
hitam, lada hijau, lada merah, dan bubuk lada di pakai sebagai bumbu dalam
14
pembuatan makanan. Bahkan lada dan hasil olahannya dapat dijadikan sebagai
obat, minuman, maupun parfum, karena lada cukup terkenal dengan minyaknya.
2.2 Tinjauan tentang Kapang
2.2.1 Definisi Kapang
Kapang merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam fungi, dan
ilmu yang mempelajari tentang fungi disebut mikologi. Selain kapang, organism
lain yang penting dalam mikrobiologi pangan dan tergolong fungi adalah khamir
dan jamur (mushroom). Ganggang mempunyai sifat-sifat seperti fungi namun
tidak tergolong dalam fungi.
2.2.1.1 Sifat-sifat umum fungi
Fungsi (jamak) atau fungus (tunggal) adalah suatu organism eukariotik
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memiliki inti sel
2. Menghasilkan spora
3. Tidak dapat melakukan fotosintesis karena tidak memiliki klorofil
4. Dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual
Bagian-bagian tubuh yang dimiliki beberapa fungi dengan dinding sel
yang mengandung selulosa/khitin atau keduanya tersebut berbentuk filament.
Perbedaan utama anatara organism yang tergolong fungi misalnya antara kapang
dan khamir, yaitu kapang merupakan fungi yang berfilamen (miselium),
sedangkan khamir merupakan fungi sel tunggal yang tidak berfilamen. Beberapa
15
fungsi disebut fungi dimorfik karena dapat tumbuh dalam bentuk filament seperti
kapang atau berbenuk sel tunggal seperti khamir (Fardiaz, 1992).
Fungi sebenarnya merupakan organism yang menyerupai tanaman, tetapi
memiliki beberapa perbedaan diantaranya :
1. Tidak memiliki klorofil
2. Memiliki dinding sel dengan komposisi yang berbeda
3. Reproduksi dengan spora
4. Tidak memiliki batang/cabang, akar dan daun
5. Tidak memiliki sistem vascular seperti pada tanaman
6. Bersifat multiseluler namun tidak memiliki pembagian fungsi masing-
masing bagian seperti pada tanaman (Fardiaz, 1992).
Fungi dapat bersifat parasit yaitu makanan yang diperoleh fungi berasal
dari benda hidup, atau bersifat saprofit yaitu makanan yang diperoleh fungi
berasal dari benda mati. Fungi yang bersifat saprofit obligat hanya dapat hidup
pada benda mati, namun tidak dapat hidup atau melakukan infeksi pada benda
hidup. Kapang semacam ini sering tumbuh pada makanan yang menyebabkan
kerusakan makanan. Fungi yang bersifat parasit atau saprofit fakultatif dapat
hidup pada bahan organic yang hidup maupun mati, dan menyebabkan penyakit.
Fungi jarang yang bersifat parasit obligasi yaitu hanya dapat hidup pada organism
(protoplasma) yang masih hidup. Fungi semacam ini tidak dapat dibiakkan pada
jaringan yang masih hidup, yaitu dengan cara kultur jaringn. Fungi yang bersifat
parasit obligasi tidak dapat hidup pada benda mati termasuk makanan. Maka dari
itu dalam mikrobiologi pangan tidaklah penting. Fungi dapat mensintesis protein
16
dengan mengambil sumber karbon dari karbohidrat (misalnya glukosa, sukrosa
atau maltose), sumber nitrogen dari bahan organik atau anorganik, dan mineral
dari substratnya. Sumber karbon yang terbaik adalah glukosa, sedangkan sumber
nitrogen terbaik yaitu nitrogen dari bahan organic. Ammonium dan nitrat
merupakan bahan anorganik yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz, 1992).
Beberapa fungi dapat mensintesis vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan bereproduksi sedangkan beberapa fungi lainnya harus
mendapatkan vitamin, misalnya thiamin dan biotin dari substrat. Kelebihan
makanan yang disimpan oleh fungi berbentuk glikogen atau lemak.
Fungi tergolong Eumycota (Eumycetes) dan dapat dibedakan atas empat kelas
yaitu :
1. Phycomycetes, dibedakan atas Zygomycetes dan Oomycetes
2. Ascomycetes
3. Basidiomycetes
4. Deuteromycetes
Oomycetes tergolong kapang air secara umum tidak terdapat pada
makanan (Fardiaz, 1992).
2.2.1.2 Hifa dan Miselium
Kapang adalah fungi multiseluler yang berfilamen dan penampakannya
berserabut seperti kapas sehingga pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat.
Awal mula pertumbuhannya akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul
akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Sifat-sifat morfologi
17
kapang, baik penampakan makroskopik maupun mikroskopik, digunakan dalam
identifikasi dan klasifiksi kapang. Kapang terdiri dari suatu thalius (jamak = thalli)
yang tersusun dari filament yang bercabang yang disebut hifa. (tunggal – hypha,
jamak –hyphae). Kumpulan dari hifa disebut dengan miselium (tunggal =
mycelium, jamak = mycelia). Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinasi
membentuk suatu tuba germ, dimana tuba ini akan tumbuh terus membentuk
filament yang panjang dan bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya
akan membentuk suatumassa hifa yang disebut miselium (Fardiaz, 1992).
Hifa kemungkinan tumbuh dibawah permukaan yaitu terendam didalam
substra/makanan, atau pertumbuhannya kemungkinan muncul diatas permukaan
substrat/makanan. Pertumbuhan atau perpanjangan hifa dimulai dengan
pembelahan inti, yaitu dapat dimulai dari bagian tengah yang disebut
pertumbuhan interkalar, atau dari bagian ujung hifa yang disebut pertumbuhan
apical (Fardiaz, 1992).
Hifa dapat dibedakan atas dua macam yaitu hifa vegetatif atau hifa tumbuh,
dan hifa fertile yang membentuk bagian reproduksi. Kebanyakan kapang hifa
fertile tumbuh diatas permukaan, tetapi pada beberapa kapang mungkin terendam.
Penyerapan nutrient terjadi pada permukaan miselium (Fardiaz, 1992).
Hifa dikelilingi oleh dinding sel tegar yang terdiri dari polisakarida.
Kandungan tertinggi dalam dinding sel pada kebanakan kapang adalah
selulosa,tetapi pada beberapa kapang dinding selnya terdiri dati khitin. Kumpulan
miselium yang padat dan keras dengan dinding sel tebal terbentuk dari hifa.
Struktur ini disebut sklerotium (jamak = akterotia) yang bersifat tahan terhadap
18
pemanasan dan keadaan kering. Oleh karena itu,perlu mendapat perhatian khusus
dalam pengelolaan pangan. Berdasarkan struktur hifanya, kapang dapat dibedakan
atas dua kelompok, yaitu :
(1) Hifa nonseptal atau tidak bersekat, dan (2) hifa septet atau bersekat yang
membagi hifa dalam mangan-mangan, dimana setiap mangan memiliki satu atau
lebih nucleus (inti sel). Septum (jamak = septet) atau yang disebut dinding
pennyekat tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma masih bebas bergerak dari satu
ruangan ke ruangan lainnya. Kapang yang tegolong septet terutama termasuk
dalam keas Ascomycetes (Fardiaz, 1992).
Hifa pada kebanyakan kapang biasanya terang, tetapi pada beberapa
kapang agak keruh dan gelap. Secara mikroskopik, hifa terlihat tidak berwarna
dan transparan, tetapi kumpulan hifa secara makroskopik mungkin berwarna.
Struktur miselia mungkin spesifik untuk beberapa jenis kapang sehingga dapat
digunakan untuk identifikasi. Bentuk-bentuk spesifik tersebut misalnya rhizold
(holdfast) pada Rhizopus dan Absidia, foot celi pada Aspergillus percabangan
bentuk Y pada Geotrichum, dan sebagainya (Fardiaz, 1992).
2.2.2 Kerusakan pada Bahan Makanan oleh Aktivitas Kapang
Kontaminan
Umumnya jenis mikroba perusak yang mengkontaminasi bahan
makanan tergantung pada sifat bahan pangan tersebut. Apabila bahan pangan
tersebut banyak mengandung pektin, pati atau selulosa, maka bahan pangan
tersebut mudah terkontaminasi dan dirusak oleh kapang (Winarno dan Jenie
1983). Berdasarkan teknologi hasil pertanian, kapang mempunyai peranan
19
yang sangat penting karena banyak jenisnya serta mempunyai kemampuan
untuk, menyerang dan merombak bahan-bahan yang tidak dapat dilakukan
oleh mikroba-mikrobalain. Contohnya biji pala yang sukar dihancurkan oleh
mikroba lain tetapi dapat dirombak dan dirusak oleh kapang hingga menjadi
lapuk dan berlubang.
Tumbuhnya kapang pada bahan pangan hasil pertanian sering
menimbulkan kerugian, karena kapang tersebut dapat menghasilkan
racun.Koloni kapang yang tumbuh pada makanan secara umum mudah
dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas atau benang
berwarna yang disebabkan oleh terbentuknya miselium dan spora kapang,
adapula koloni yang nampak seperti beludru dan serbuk pada permukaan
bahan makanan. Awal pertumbuhannya koloni kapang berwarna putih, tetapi
jika spora telah tumbuh akan terbentuk warna sesuai dengan jenis kapang.
Sifat-sifat morfologi kapang, baik penampakan makroskopis maupun
mikroskopis digunakan dalam identifikasi kapang. Contohnya pada merica
atau lada yang semula berwarna putih keabu-abuan, setelah terkontaminasi oleh
kapang dapat berubah warna menjadi kebiruan atau kehijanan sampai
kehitaman sesuai dengan warna koloni atau spora kapang kontaminan
(Fardiaz, 1992).
Kapang yang merusak rempah-rempah pada umumnya
mengkontaminasi saat masa penyimpanan. Kemudian kapang-kapang tersebut
akan berkembang biak dengan memanfaatkan nutrisi yang terkandung di dalam
substrat, semua organ substrat yang mengandung nutrisi untuk pertumbuhannya,
20
akan dirombak dan dihancurkan, sehingga akan ditemukan rempah-rempah yang
sudah tidak utuh lagi ketika sampai kepada konsumen. Misalnya adanya biji
rempah-rempah yang berlubang, berubah warna atau kehilangan aroma khas dari
rempah tersebut. Apabila kapang yang mengkontaminasi rempah-rempah tersebut
menghasilkan mikotoksin, maka hal tersebut sangat merugikan konsumen sebab
dapat membahayakan kesehatan konsumen (Roslan, 2011).
Makfoeld dalam Mewa (2015) menjelaskan bahwa setiap bahan pangan
mempunyai komponen yang tidak sama dengan bahan lainnya, sehingga kapang
yang tumbuh juga akan berbeda. Dalam tiap bahan pangan tidak hanya satu
macam kapang yang tumbuh tetapi sekumpulan kapang pada bahan pangan
tersebut. Demikian pula pada bahan pangan yang sama dimungkinkan kapang
perusaknya akan berbeda bila kondisi bahan berbeda. Menurut Christensen
dalam Makfoeld (1993) membagi kapang dalam tiga golongan berdasarkan
keadaan lingkungan perkembangan yaitu sebagai berikut :
a. Kapang Lapangan
Kapang jenis ini memerlukan kadar air yang relatif tinggi, yaitu 22%-
25% untuk pertumbuhan dan mengkontaminasi bahan pangan ketika dalam
masa sebelum panen atau masa pertumbuhan dan sebagian besar berasal dari
tanah pertanian. Kapang ini umumnya tidak tumbuh setelah biji-bijian atau
bahan pangan dipanen karena kadar air bahan pangan dengan cepat akan
menurun akibat pengeringan. Kapang golongan ini secara cepat atau lambat
akan mati saat hasil panen disimpan di gudang karena menurunnya kadar air
biji dan suhu yang tinggi di dalam gudang, namun kapang ini ada pula yang
21
dapat bertahan lama mengkontaminasi hasil panen. Kapang lapangan yang
sering ditemukan ialah Alternaria spp. dan Ilusarium sp., Helminthoporium
dan Cladosporium.
Gambar 2.6 : Kapang Lapangan Alternaria sp. (Coshel, N. 2007)
b. Kapang Gudang
Jenis kapang, ini hidup di gudang atau tempat penyimpanan pasca panen,
kapang ini tumbuh pada substrat yang mengandung air cukup tinggi dan pada
suhu relatif rendah dengan kelembaban tinggi (70%-85%). Kapang gudang
tidak menyerang bahan pangan saat masih di lapangan atau pada saat panen.
Bahan tercemar kapang akan nampak diselubungi oleh serbuk kapang
berwarna kecoklatan, kehitaman dan kehijauan. Kapang gudang yang sering
ditemukan ialah Aspergillus sp., Penicillium sp. dan Sporendonema.
22
Gambar 2.7 : Kapang Gudang Aspergillus sp. (Laila, 2017)
c. Kapang Busuk
Jenis kapang ini membutuhkan kadar air yang relatif tinggi yaitu 22% -
25% untuk tumbuh dan berkembang. Kapang ini hanya ditemukan pada biji-
bijian dan bahan pangan yang disimpan dalam waktu cukup lama. Lama
kelamaan bahan pangan tersebut akan keriput dan mulai membusuk pada suhu
normal. Kapang busuk-lanjut yang sering ditemukan menginfeksi biji-bijian dan
rempah-rempah ialah Fusarium sp., Chuetoanirum sp., Mucor dan Rhizopus.
Menurut Christensen dalam Mewa (2015) pada rempah-rempah yang
dapat berupa biji, buah, atau bagian daun dan rimpang dapat ditumbuhi oleh
beberapa jenis kapang yang termasuk dalam golongan fungi penyimpanan atau
kapang gudang yang umumnnya termasuk dalam genus Aspergillus sp.,
Penicillium sp., dan Rhizopus sp. Kontaminasi kapang pada biji lada
dimungkinkan berupa kapang gudang dan kapang busuk lanjut, karena
proses penyimpanan yang tidak memperhatikan kebersihan dan kelembaban
lingkungan tempat penyimpanan. Selain itu juga sangat dimungkinkan
23
kontaminasi kapang pada biji lada disebabkan oleh spora kapang yang
terbawa udara kemudian melekat pada biji lada. Proses produksi yang kurang
higienis juga dapat memungkinkan biji lada terkontaminasi spora kapang.
Gambar 2.8 : Kapang Busuk Fusarium sp (Samuel G, 2012)
Berdasarkan penjelasan tentang tinjauan kapang menurut beberapa
sumber diatas dapat disimpulkan bahwa kapang merupakan kelompok
mikroba yang tergolong dalam fungi yang tidak hanya menguntungkan tapi
juga merugikan dalam mikrobiologi pangan. Salah satunya kapang yang
merusak rempah-rempah pada umumnya mengkontaminasi saat masa
penyimpanan. Dalam tiap bahan pangan tidak hanya satu macam kapang yang
tumbuh tetapi sekumpulan kapang pada bahan pangan tersebut. Kapang dibagi
dalam tiga golongan berdasarkan keadaan lingkungan perkembangan yaitu
kapang lapangan, kapang gudang, dan kapang busuk.
24
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kapang
Kapang lebih tahan terhadap pengaruh kondisi-kondisi lingkungan yang
ekstrim jika dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya. Misal yeast dan
kapang dapat tumbuh didalam substrat atau medium makanan yang
mengandung konsentrasi gula yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Menurut Fardiaz (1992) pertumbuhan kapang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan antara lain sebagai berikut :
1. Kebutuhan air
Kapang membutuhkan air minimal untuk pertumbuhan lebih
rendah dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Kadar air bahan
makanan kurang dari 14%-15%, misalnya pada beras dan serelia, dapat
rnenghambat atau memperlambat pertumbuhan khamir.
2. Kebutuhan O2 dan pH
Semua kapang bersifat aerobik yaitu membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang
luas yaitu pH 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lehih baik pada
kondisi asam atau pH rendah.
3. Suhu pertumbuhan
Kebanyakan kapang bersifat mesofilik yaitu tumbuh baik pada suhu
kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar
25°C-30°C tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35°C-37°C atau lebih
tinggi, misalnya Aspergillus sp. Beberapa kapang bersifat psikofilik yaitu
dapat tumbuh baik pada suhu di bawah pembekuan, misalnya pada suhu -5°C
25
sampai -10°C. Beberapa kapangjuga bersifat termofilik yaitu dapat tumbuh
pada suhu tinggi.
4. Makanan
Kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolik, yaitu amilase,
pektinase, proteinase dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan
yang mengandung pati, pektin, protein dan lipid.
5. Komponen penghambat
Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat
organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotik misal penisilin yang
diproduksi oleh Penicillium chrysogenum dan cavasin yang diproduksi oleh
Aspergillus clavatus. Sebaliknya, beberapa yang lain bersifat mikostatik atau
fungistatik yaitu menghambat pertumbuhan kapang misalnya asam sorbat,
propionat dan asetat atau bersifat fungisidal yaitu membunuh kapang.
2.2.4 Mikotoksin pada Kapang
Fungi yang dapat menyebabkan penyakit dibedakan atas dua golongan,
yaitu : (1) mikosis, yakni infeksi yang disebabkan oleh kapang, dan (2)
mikotoksitosis, yaitu suatu gejalan keracunan yang disebabkan oleh tertelannya
suatu hasil metabolism yang beracun dari kapang atau jamur. Berdasarkan kedua
golongan hanya mikotoksitosis yang umumnya disebarkan melalui makanan,
sedangkan mikosis yang merupakan infeksi yang biasanya menyerang kulit atau
lapisan epidermis, rambut dan kuku, tidak disebarkan melalui makanan tetapi
dapat disebarkan melalui sentuhan, pakaian, angin, dan sebagainya (Fardiaz, 992).
26
Fungi memproduksi senyawa beracun disebut mikotoksin. Toksin ini apat
menimbulkan gejala sakit yang terkadang faal, dan beberapa diantaranya memiliki
sifat karsinogenik, misalnya asam lisergat (Fardiaz, 1992).
Berbeda dengan toksin yang diproduksi oleh bakteri, mikotoksin terkadang tidak
menimbulkan gejala yang bersifat akut, namun timbulnya gejala sakit biasanya
disebabkan oleh konsumsi mikotoksin secara berulang-ulang dalam suatu periode
tertentu. Beberapa mikotoksin yang mungkin dapat menyebabkan gejala yang
bersifat akut, diantaranya toksin yang diproduksi oleh jamur Amanita sp (Fardiaz,
1992).
Kapang yang dimanfaatkan dalam fermentasi makanan, misalnya dalam
pembuatan oncom, tempe, keju, dan sebagainya merupakan kapang yang selama
ini dianggap tidak berbahaya. Kesalahan pada cara pengolahan atau fermentasi
dapat mengakibatkan kontaminasi oleh kapang-kapang yang tidak diinginkan
yang mungkin dapat memproduksi mikotoksin. Kapang yang memproduksi
mikotoksin terutama adalah jenis Aspergillus, Penicillium, dan Fusarium, selain
iu mikotoksin juga diproduksi oleh jamur Amanita sp. Mikotoksin pada umumnya
tahan terhadap panas, sehingga pengolahan atau pemasakan juga tidak dapat
menjamin berkurangnya maupun hilangnya aktivitas toksin tersebut (Fardiaz,
1992).
Kehadiran organisme lain yang bersaing dapat menyebabkan kapang
kehilangan potensinya untuk menghasilkan toksin (Williams 2004; Tuberose
2008). Salah satu jenis mikotoksin yang sering ditemukan ialah aflatoksin.
Aflatoksin banyak diproduksi oleh kapang yang mengkontaminasi biji-bijian
27
dan rempah-rempah. Beberapa jenis dan kapang penghasil aflatoksin ialah
Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticusdan Aspergllus niger yang
umumnya merupakan kapang kontaminan pada biji-bijian.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan kapang diantaranya kebutuhan air,
kebutuhan O2 dan pH, suhu pertumbuhan, makanan, dan komponen
penghambat. Selain itu mikotoksin pada kapang merupakan senyawa beracun
yang diproduksi oleh kapang. Hal ini dapat menimbulkan penyakit yang
dibedakan atas dua golongan, yaitu mikosis dan mikotoksitosis.
2.3 Angka lempeng total
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji
ALT merupakan metode untuk menghitung angka cemaran bakteri aerob mesofi;
yang terdapat dalam sampel dengan metode cara tuang (pour plate) pada media
padat dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35-45oC dengan posisi dibalik.
Menurut Cappucino dalam Dewi, M.M (2016) dipilih suhu antara 35-45oC karena
pada suhu ini bakteri aerob mesofolik dapat tumbuh baik. Cara yang digunakan
antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar. Prinsip pengujian ini yaitu
pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada
media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
28
2.4 Media Pertumbuhan
Menumbuhkan suatu mikroorganisme, diperlukan suatu substrat makanan
yang disebut dengan media. Media pertumbuhan mikroorganisme adalah bahan
yang tersusun dari bermacam-macam zat makanan atau nutrisi yang diperlukan
untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam menyusun komponen sel-selnya
(Aulia, 2012). Menurut Jawetz, dkk (2010) diperlukan media untuk pertumbuhan
bakteri karena di dalam media mengandung unsur-unsur makanan yang
diperlukan oleh jasad tersebut agar tetap hidup. Unsur-unsur makanan itu berupa
sumber karbon, nitrogen, sulfur dan fosfor. Media itu sendiri sebelum digunakan
harus dalam keadaan steril, artinya tidak ditumbuhi mikroorganisme yang tidak
diharapkan.
Mikroba membutuhkan banyak nutrisi untuk dapat melakukan sintesa
protoplasma dan bagian-bagian sel lainnya. Setiap nutrisi yang dibutuhkan
mikroorganisme dapat berbeda (Sumarsih, 2007). Media dapat berupa cairan
seperti kaldu dan dapat pula berupa padatan seperti agar dan gelatin sejumlah
bakteri yang dinokulasikan kedalam media pembenihan disebut inokulum. Bakteri
yang tumbuh dan berkembang biak dalam media pembenihan ini disebut biakan
bakteri (Radji dalam Dewi, M.M, 2016)
Media pembenihan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Harus mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan
dibiakkan
2. Kelembaban harus cukup, pH sesaui, dan kadar oksigen cukup baik.
3. Media pembenihan harus steril dan tidak mengandung mikroorganisme lain.
29
4. Media diinkubasi pada suhu tertentu. (Radji dalam Dewi, M.M, 2016)
Jenis-jenis media pertumbuhan bakteri sebagai berikut :
a. Media sintetik
Media ini digunakan untuk menumbuhkan bakteri kemuheterotrof.
Organism yang membutuhkan banyak faktor pertumbuhan disebut fastidious,
misalnya Lactobacillus. Bakteri ini kadang kala digunakan untuk menentukan
kadar vitamin tertentu dalam sebuah bahan. Pada uji vitamin secara mikrobiologis,
media yang digunakan mengandung semua faktor pertumbuhan yag diperlukan
oleh bakteri (Radji dalam Dewi, M.M, 2016).
b. Media kompleks
Media pertumbuhan ini biasanya digunakan secara rutin di laboratorium.
Media ini mengandung nutrisi tinggi, yang terdiri dari ekstrak ragi, ekstrak daging,
ataupun protein sederhana sumber lain. Media kompleks yang berbentuk cairan
disebut nutrient broth, sedangkan yang ditambahkan agar disebut nutrient agar
(Radji dalam Dewi, M.M, 2016).
c. Media selektif dan differensial
Media ini digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya bakteri spesifik yang
berhubungan dengan penyakit atau sanitasi yang buruk. Media selektif dirancang
untuk menekan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan mendukung
pertumbuhan bakteri yang diinginkan (Radji dalam Dewi, M.M, 2016).
Media yang digunakan untuk pengujian angka lempeng total (ALT) koloni
kapang kontaminan adalah Sabouraud Dextrose Agar (SDA). SDA mengandung
sumber karbohidrat dalam jumlah cukup yaitu terdiri dari mycological peptone,
30
glukosa, dan agar sehingga baik untuk pertumbuhan kapang dan menghambat
pertumbuhan bakteri. Media SDA mempunyai ciri khusus dibandingkan media
lainnya dari segi bahan penyusunnya, dimana dalam pembuatan media SDA ini
diberikan bahan tambahan bahan berupa antibiotik sebagai bahan antibakteri,
sehingga jamur yang hendak ditumbuhkan dapat tumbuh dengan baik didalam
media tanpa adanya gangguan dari bakteri (Medical Laboratory Technologist,
2016).
2.5 Kemasan Pangan
Kemasan merupakan suatu tempat atau wadah yang digunakan untuk
mengemas atau membungkus suatu produk pangan baik yang bersentuhan
langsung dengan pangan maupun tidak yang dilengkapi dengan label atau
keterangan-keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan (BPOM,
2011). Beberapa kegunaan dari kemasan adalah sebagai berikut :
a. Sebagai pelindung bagi produknya
b. Sebagai wadah atau tempat bagi produknya
c. Untuk memudahkan penyimpanan produknya di gudang
d. Sebagai sarana informasi dan promosi
e. Untuk memudahkan pengiriman dan pendistribusian
f. Sebagai alat persaingan dalam pemasaran (Rahmawati, F, 2013)
Beberapa pertimbangan dalam memilih bentuk dan bahan kemasan yang
digunakan harus memenuhi syarat, diantaranya :
31
a. Tidak mengganggu kesehatan manusia secara langsung maupun tidak
langsung
b. Cocok dengan bahan yang dikemas
c. Sanitasi dan syarat-syarat kesehatan terjamin
d. Dapat mencegah pemalsuan
e. Kemudahan membuka dan menutup
f. Kemudahan dan keaamanan mengeluarkan isi
g. Kemudahan pembuangan kemasan bekas
h. Ukuran, bentuk, dan berat
i. Penampilan dan percetakan (Rahmawati, F, 2013)
Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan mengemas produk
pangan bermacam-macam tergantung kepada jenis produk yang akan dikemas,
salah satunya bahan kemasan yang terbuat dari plastik. Kemasan plastik
menempati bagian yang terpenting dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik
dari bahan-bahan kemasan lainnya, antara lain ; harganya relatif lebih murah,
dapat dibentuk berbagai rupa, warna dan bentuk relative lebih disukai konsumen.
Namun plastik memiliki kelemahan yaitu umumnya tidak tahan terhadap
temperature tinggi. (Rahmawati, F, 2013)
Salah satu manfaat dari kemasan dalam pangan yakni dapat mencegah
mikroba yang mengkontaminasi produk pangan dari luar. Mikroba yang telah
berada dalam kemasan masih dapat ditekan laju pertumbuhannya atau
kemampuan perusaknya dengan mencegah masuknya unsur pengaktif mikroba
32
tersebut, misalnya bertambahnya kelembaban, masuknya oksigen, atau masuknya
sinar matahari, dan sebagainya.
2.6 Standart Mikroorganisme dalam Pangan
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (SNI, 2009).
Adapun pangan berasal dari sumber hayati tentu menjadi sumber gizi bagi
manusia dan juga mikroorganisme sehingga menyebabkan mudah tercemar oleh
mikroba. Mikroba sendiri dapat mencemari pangan melalui air, debu, udara, alat-
alat pengolah (selama proses produksi atau penyiapan) juga sekresi dari usus
manusia atau hewan (BPOM, 2008). Menurut Badan Standar Nasional Indonesia
(2009) makanan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di seluruh wilayah
Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi
pangan.Persyaratan keamanan pangan harus dipenuhi untuk mencegah adanya
cemaran biologis, kimia dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia. Berikut tabel jenis dan batas maksimum
cemaran mikroba dalam pangan (Nomor HK.00.06.1.52.4011) :
33
2.7 Sumber Belajar
2.7.1 Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat menghasilkan
pengalaman belajar bagi anak didik, baik di dalam kelas maupun di luar kelas,
yang berupa pengalaman atau peristiwa, atau benda alam dan buatan (Warwanto,
H, et al, 2009). Sumber belajar digunakan sebesar-besarnya untuk meningkatkan
proses belajar, termasuk di dalamnya bahan, alat, teknik, setting, materi pelajaran
dan personil.
Sumber belajar dalam pengertian sempit adalah, misalnya buku-buku atau
bahan-bahan tercetak lainnya. Pengertian itu masih banyak dipakai dewasa ini
oleh sebagian besar guru. Misalnya dalam program pengajaran yang biasa disusun
oleh para guru terdapat komponen sumber belajar, dan pada umumnya akan diisi
dengan buku teks atau buku wajib yang dianjurkan. Sedangkan menurut Marsh
(Suhardi, 2010), sumber belajar biologi adalah segala sesuatu, baik benda maupun
gejalanya, yang dapat digunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka
pemecahan permasalahan biologi tertentu. Sumber belajar memungkinkan dan
memudahkan terjadinya proses belajar. Sumber belajar biologi dalam proses
pembelajaran biologi dapat diperoleh di sekolah atau di luar sekolah.
34
2.7.2. Sumber belajar sebagai komponen dalam pengajaran
Belajar mengajar sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang tidak
terlepas dari komponen-komponen yang saling berinteraksi didalamnya. Salah
satu bagian dari komponen sistem pengajaran diantaranya adalah sumber belajar.
Sumber belajar (learning resources), hendaknya digunakan dalam usaha belajar
peserta didik, agar peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang dipelajari secara luas dan mendalam. Tentu saja sumber belajar
yang digunakan adalah yang relevan dengan materi bidang studi yang dibahas.
Pada pengembangannya, sumber belajar itu terdiri dua macam, yaitu sumber
belajar yang dirancang atau sengaja dibuat untuk membantu belajar mengajar dan
sumber belajar yang dimanfaatkan yaitu sumber belajar yang tidak direncanakan
terlebih dahulu tetapi langsung dipakai guna kepentingan pengajaran. Kedua
macam sumber belajar itu sama-sama dapat digunakan dalam kegiatan
intruksional karena keduanya memberikan kemudahan belajar pada siswa.
(Rosdiana, H, 2007)
Klasifikasi sumber belajar baik yang dirancang dan dimanfaatkan dalam
kegiatan pengajaran adalah :
a. Manusia sumber
Manusia sumber dapat berupa orang atau masyarakat yang direncanakan
dalam kegiatan belajar mengajar maupun yang tidak direncanakan. Contoh yang
dirancang guru, siswa, pembicara, pemain. Sedangkan yang dimanfaatkan
misalnya narasumber, pemimpin dan lain-lain.
b. Bahan pengajaran
35
Bahan pengajaran biasanya berisi pesan untuk disajikan melalui
pemakaian alat. Bahan yang direncanakan sebagai sumber belajar dinamakan
media pengajaran. Contoh untuk dirancang adalah slide, buku-buku, gambar,
majalah, modul dan lain-lain. Sedangkan yang dimanfaatkan adalah candi, relief
dan peralatan teknik.
c. Situasi belajar (lingkungan)
Situasi belajar yang dimaksud adalah tempat dan lingkungan belajar,
dimana pesan dapat disalurkan atau ditransmisikan. Contoh untuk dirancang
adalah ruang kelas, gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium. Sedang untuk
yang dimanfaatkan misalnya taman, museum, pasar dan toko-toko.
d. Alat dan perlengkapan belajar
Alat dan perlengkapan belajar biasanya berupa media yang menyalurkan
pesan untuk disajikan yang ada didalam bahan. Contoh yang dirancang adalah
televisi, radio, kamera, video tape, OHP, papan tulis. Sedangkan yang
dimanfaatkan misal generator, mesin, alat-alat mobil.
e. Aktivitas (teknik)
Aktivitas yang direncanakan sebagai sumber belajar lebih
banyakmerupakan teknik khusus yang memberikan fasilitas belajar. Contoh untuk
dirancang adalah ceramah, diskusi, tanya jawab, simulasi, belajar mandiri.
Sedangkan untuk dimanfaatkan misalnya permainan, sarasehan dan percakapan.
f. Pesan
Pesan adalah ajaran atau informasi yang diteruskan oleh komponen lain
dalam bentuk ide, fakta, pengertian maupun data. Contoh untuk dirancang adalah
36
buku-buku pelajaran, sedangkan yangdimanfaatkan adalah cerita, dongeng,
nasehat. (Sudjana, 1989)
Pembagian lain mengenai sumber belajar adalah sebagai berikut :
a. Sumber belajar cetak, yaitu : buku, majalah, brosur, koran, poster denah,
ensiklopedi, kamus, booklet, dan lain-lain.
b. Sumber belajar non cetak, yaitu : film, slides, video, televisi, radio, audiocasset,
transparansi, dan lain-lain.
c. Sumber belajar berupa kegiatan, yaitu : wawancara, kerja kelompok, observasi,
permainan, simulasi, dan lain-lain.
d. Sumber belajar berupa fasilitas, yaitu : perpustakaan, ruangan belajar, carrel,
studio, lapangan olah raga, dan lain-lain.
e. Sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat : taman, terminal, pasar, toko,
pabrik, museum dan lain-lain. (Badriyah, 2010)
2.7.3 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Lembar kerja peserta didik (LKPD) merupakan salah satu sarana untuk
membantu dan mempermudah dalam kegiatan belajar mengajar sehingga akan
terbentuk interaksi yang efektif antara peserta didik dengan pendidik, sehingga
dapat meningkatkan aktifitas peserta didik dalam peningkatan prestasi belajar.
Widjajanti dalam Riadi (20l2) mengatakan lembar kerja peserta didik
(LKPD) merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh
pendidik sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKPD yang disusun
37
dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan
pembelajaran yang akan dihadapi.
Sementara itu, menurut Depdiknas (2008) lembar kerja peserta didik
(LKPD) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh
peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Keuntungan penggunaan LKPD adalah memudahkan
pendidik dalam melaksanakan pembelajaran, bagi peserta didik akan belajar
mandiri dan belajar memahami serta menjalankan suatu tugas tertulis.
Menurut Trianto dalam Riadi (20l2) embar kerja peserta didik (LKPD)
dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun
panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan
eksperimen atau demonstrasi. Menurut Prastowo dalam Riadi (20l2) jika dilihat
dari segi tujuan disusunnya LKPD, maka LKPD dapat dibagi menjadi lima
macam bentuk yaitu:
1. LKPD yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep
2. LKPD yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan
berbagai konsep yang telah ditemukan
3. LKPD yang berfungsi sebagai penuntun belajar
4. LKPD yang berfungsi sebagai penguatan
5. LKPD yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.
38
2.8 Kerangka Konseptual
Mekanisme penelitian tentang pencemaran bumbu masak lada putih (Piper
nigrum Linn.) terhadap pertumbuhan diameter sebaran kapang untuk menentukan
kualitas lada putih yang akan dikembangkan sebagai sumber biologi dapat dilihat
melalui gambar di bawah ini :
Gambar 2.9 : Kerangka konseptual
Lada Putih (Piper nigrum Linn.)
yang dijual dari tiga pasar di
Kota Malang
Resiko kontamiasi tinggi
Faktor Kimia Faktor Biologi Faktor Fisika
Pengujian adanya Kapang dengan
menggunakan media SDA (Sabouraud
Dektrosa Agar)
SNI
Standart : (2 x 104koloni/gram)
≤ SNI (layak konsumsi)
>SNI (tidak layak konsumsi)
Sumber Belajar Biologi SMA kelas X
Rempah-rempah
Biji Bubuk
Cara penyimpanan, pengolahan, pengemasan
Sumber Daya Alam Hayati Indonesia