bab ii tinjauan pustaka 2.1 cuci tangan pakai sabun 2.1.1
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cuci Tangan Pakai Sabun
2.1.1 Definisi Cuci Tangan Pakai Sabun
Cuci tangan (handwashing) adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan
lainnya dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual keagamaan
ataupun tujuan lainnya. Cuci tangan juga merupakan salah satu cara pencegahan
infeksi yang paling tua, paling sederhana dan paling konsisten. mencuci tangan
adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan
dengan menggunakan sabun biasa dan air yang mengalir (Depkes, 2008).
Menurut Priyoto (2015) Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air atau cairan
lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual
keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya. Mencuci tangan yang baik
membutuhkan peralatan seperti sabun, air mengalir yang bersih, dan handuk yang
bersih.
Tiga komponen untuk mencuci tangan adalah gosokan (friction), sabun
(soap), dan air mengalir. Sehingga definisi cuci tangan adalah gerakan menggosok
kedua permukaan tangan secara menyeluruh dengan sabun, yang diikuti dengan
membilas dibawah air yang mengalir (WHO, 2012).
Dalam kehidupan sehari-hari saja, masih banyak yang mencuci tangan hanya
dengan air sebelum makan, cuci tangan dengan sabun justru dilakukan setelah
9
makan. Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan pencegahan yang menjadi
perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke 19. Mencuci tangan dengan air
saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga
kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun (Ridha, 2014).
2.1.2 Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
Cuci tangan pakai sabun adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang
paling murah tetapi efektif (Suhri, 2014). Berperilaku Cuci tangan pakai sabun tidak
akan lepas juga dari bagaimana kita melakukan cuci tangan dengan sabun yang baik
dan benar (Pauzan & Huzaidfah, 2017).
Perilaku mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan cara
membersihkan tangan dan jari-jemari dengan menggunakan air atau cairan lainnya
yang bertujuan agar tangan menjadi bersih. Mencuci tangan yang baik dan benar
adalah dengan menggunakan sabun karena dengan air saja terbukti tidak efektif
(Ridha, 2014).
Perilaku sehat cuci tangan pakai sabun yang merupakan salah satu perhatian
dunia, hal ini karena masalah kurangnya praktek perilaku cuci tangan tidak hanya
terjadi di negara-negara berkembang saja, tetapi ternyata di negara-negara maju
pun kebanyakan masyarakatnya masih lupa untuk melakukan perilaku cuci tangan
(Murwanto, 2017).
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organism (orang) namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik ataupun faktor- faktor lain dari orang yang
10
bersangkutan (Luthviatin, 2012). Menurut Wawan (2012) perilaku kesehatan itu
sendiri juga dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
1 Faktor Predisposing (predisposing factor)
Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan
masyarakat yang mempermudah individu berperilaku seperti pengetahuan,
sikap, kepercayaan, nilai- nilai dan budaya. Faktor- faktor yang berhubungan
dengan perilaku salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
atau over behavior.
2 Faktor pendukung (enabling factor)
Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,
alat-alat steril dan sebagainya.
3 Faktor pendorong (reinforcing factor)
Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2.1.3 Macam-Macam Cuci Tangan
Mencuci tangan baru dikenal pada akhir abad ke-19 dengan tujuan menjadi
sehat saat perilaku dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab penurunan tajam
angka kematian dari penyakit menular yang terdapat pada negara-negara maju.
perilaku ini diperkenalkan bersamaan dengan isu isolasi dan pemberlakuan teknik
membuang kotoran yang aman dan penyediaan air bersih dalam jumlah yang
mencukupi. Macam- macam mencuci tangan (Anam, 2014), yaitu :
11
1. Mencuci tangan dengan air
Ritual mencuci tangan di dunia dipraktekkan sebagai bagian dari budaya
maupun praktek keagamaan. Dalam agama hindu terdapat ritual mencuci tangan
“Bahai”, dalam agama yahudi dinamakan tevilah dan netilat yadayim. Praktek
mencuci tangan yang mirip adalah ritual larabu untuk agama kristen, wudhu
untuk Islam, dan misogi di kuil shinto. Mencuci tangan adalah salah satu tindakan
pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke-
19.Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti
tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan
dengan sabun.Praktek mencuci tangan yang dianjurkan pada umumnya adalah
dilakukan dibawah air yang mengalir, karena air dalam keadaan diam dan
digunakan untuk mencuci tangan yang kotor
2. Mencuci tangan dengan air panas
Walaupun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa mencuci
tangan dengan air panas lebih efektif untuk membersihkan tangan,namun
pendapat ini tidak disertai dengan pembuktian ilmiah. Temperatur dimana
manusia dapat menahan panas air tidak efektif untuk membunuh kuman.
Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa air panas dapat membersihkan
kotoran, minyak, ataupun zat-zat kimia, namun pendapat populer ini sebenarnya
tidak terbukti, air panas tidak membunuh mikroorganisme. Temperatur yang
nyaman untuk mencuci tangan adalah sekitar 45°C, dan temperatur ini tidak
cukup panas untuk membunuh mikro organisme apapun. Namun temperatur
yang jauh lebih panas (umumnya sekitar 100°C) memang dapat membunuh
12
kuman. Tidak efektifnya temperatur air untuk membunuh kuman juga
dinyatakan dalam prosedur standar mencuci tangan untuk operasi medis dimana
air keran dibiarkan mengalir deras hingga 2 galon per menit dan kederasan air
inilah yang membersihkan kuman, sementara tinggi rendahnya temperaturnya
tidak signifikan.
3. Mencuci tangan dengan sabun
Adalah praktik mencuci tangan, paling umum dilakukan setelah cuci
tangan dengan air saja. Walaupun perilaku mencuci tangan dengan sabun
diperkenalkan pada abad 19 dengan tujuan untuk memutus mata rantai, namun
pada praktiknya perilaku ini dilakukan karena banyak hal diantaranya
meningkatkan status sosial, tangan dirasakan menjadi wangi, dan sebagai
ungkapan rasa sayang pada anak. (Anam, 2014).
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia
untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan
dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini
dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan
menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan
kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan
permukaanpermukaan lain seperti handuk, gelas) (Murwanto, 2017).
4. Mencuci tangan dengan tisu basah
Tisu basah diperkenalkan pada awalnya untuk membersihkan tidak
hanya tangan, tetapi juga kotoran bayi, permukaan meja, dan di AS dianjurkan
13
untuk peralatan rumah tangga lainya. Menurut center for disease control and
prevention (CDC) (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular) di
amerika serikat sebanyak 76 juta dari 300 juta orang yang tinggal di AS sakit
setiap tahunnya karena penyakit yang dibawa bersamaan dengan masuknya
makanan. Sebanyak 300.000 masuk rumah sakit dan dan setiap tahun 5.000
orang meninggal dunia karena penyakit dibawa bersamaan dengan masuknya
makanan tisu basah menjadi alternatif membersihkan tangan setelah mencuci
tangan dengan sabun karena lebih praktis dan tidak memerlukan air (Anuradha,
2012).
2.1.4 Tujuan Mencuci Tangan Pakai Sabun
Tujuan mencuci tangan menurut Depkes RI (2008) adalah salah satu unsur
pencegahan penularan infeksi, Menurut Kristia (2014) mencegah kontaminasi silang
(orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang) suatu penyakit atau
perpindahan kuman.
2.1.5 Indikasi Waktu Mencuci Tangan
Indikasi waktu untuk mencuci tangan menurut Kemenkes RI (2013) adalah :
1. Setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang, binatang,berkebun,dll)
2. setelah BAB (buang air besar),
3. sebelum memegang makanan,
4. setelah bersin, batuk, membuang ingus,
5. setelah pulang dari bepergian, setelah bermain.
14
Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah
beraktifitas. Berikut ini adalah waktu yang tepat untuk mencuci tangan memakai
sabun menurut Jody (2016):
1. Sebelum dan sesudah makan. Pastilah hal ini harus dilakukan. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terkontaminasinya makanan yang akan kita konsumsi dengan
kuman,sekaligus mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh kita.
2. Sebelum dan sesudah menyiapkan bahan makanan. Bukankah kuman akan mati
ketika bahan makanan dimasak? Memang benar. Masalahnya bukan terletak
pada bahan makanannya, tetapi kuman – kuman yang menempel pada tangan
anda ketika mengolah bahan mentah.
3. Setelah buang air besar dan buang air kecil. Ketika melakukan buang air besar
dan buang air kecil kuman dan bakteri akan mudah menempel pada tangan
anda, dan harus dibersihkan.
4. Setelah bersin atau batuk. Sama seperti buang air kecil dan buang air besar,
ketika bersin atau batuk, itu artinya anda sedang menyemburkan bakteri dan
kuman dari mulut dan hidung. Refleks kita pastinya menutup mulut dan hidung
dengan tangan, yang artinya, kuman akan menempel pada tangan kita.
5. Setelah menyentuh binatang. Bulu binatang merupakan penyumbang bakteri
dan kuman yang sangat besar, sehingga anda wajib mencuci tangan anda setelah
bersentuhan dengan binatang, terutama yang berbulu tebal.
6. Setelah menyentuh sampah. Sampah sudah pasti merupakan sumber bakteri dan
kuman yang sangat berbahaya bagi tubuh. Wajib hukumnya bagi anda untuk
mencuci tangan setelah menyentuh sampah.
15
Sebelum menangani Luka, terutama pada bagian tubuh tertentu akan sangat
sensitive terhadap bakteri dan kuman. Apabila anda tidak mencuci tangan
sebelum menangani luka, maka kemungkinan terjadinya infeksi karena bakteri
dan kuman akan menjadi semakin tinggi.
2.1.6 Langkah Cuci Tangan Yang Baik Dan Benar
Teknik mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah
air yang mengalir dengan langkah-langkah sebagai berikut (Kemenkes, 2015) :
1. Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir,
2. Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan, akan lebih baik jika sabun
yang mengandung antiseptik,
3. Gosokkan pada kedua telapak tangan,gosokkan sampai ke ujung jari,telapak
tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jarijari
saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan tangan kiri, osokkan
sela-sela jari tersebut,
4. Hal ini dilakukan pada kedua tangan, Kemudian letakkan punggung jari satu
dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci,usapkan ibu jari tangan kanan
dengan punggung jari lainnya dengan gerakan saling berputar,
5. Lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri,
6. Kemudian keringkan tangan dengan menggunakan tisu atau handuk.
16
2.1.7 Pentingnya Mencuci Tangan dengan Sabun
Kebiasaan mencuci tangan dengan air saja tidak cukup untuk melindungi
seseorang dari kuman penyakit yang menempel di tangan. Terlebih bila mencuci
tangan tidak di bawah air mengalir. Mencuci tangan pakai sabun terbukti efektif
dalam membunuh kuman yang menempel ditangan. Tujuan utama dari cuci tangan
secara higienis adalah untuk menghalangi transmisi patogen-patogen kuman
dengan cepat dan secara efektif (Carl, 2008).
2.1.8 Bahaya Jika tidak Mencuci Tangan dengan Sabun
Jika tidak mencuci tangan menggunakan sabun, kita dapat menginfeksi diri
sendiri terhadap kuman dengan menyentuh mata, hidung atau mulut. Dan kita juga
dapat menyebarkan kuman ke orang lain dengan menyentuh permukaan yang
mereka sentuh juga seperti handel pintu. Penyakit infeksi umumnya menyebar
melalui kontak tangan ke tangan termasuk demam biasa, flu dan beberapa kelainan
sistem pencernaan seperti diare. Kebersihan tangan yang kurang juga dapat
17
menyebabkan penyakit terkait makanan seperti infeksi Salmonella dan E. Coli.
Beberapa mengalami gejala yang mengganggu seperti mual, muntah, dan diare
(Lestari, 2015).
2.1.9 Penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun
Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan membiasakan cuci tangan
pakai sabun diantaranya :
1. Diare
Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya lebih dari tiga kali) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Sedangkan menurut (Alif, 2014), diare merupakan gejala yang terjadi karena
kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare
disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang yang abnormal dalam usus.
Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk
anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait
menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat memangkas angka
penderita diare hingga separuh.
Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara
akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti
tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari
kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika
mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang
terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci
18
terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor (Alif,
2014).
Menurut Syafirah (2013), tingkat keefektifan mencuci tangan dengan
sabun dalam penurunan angka penderita diare dalam persen menurut tipe
inovasi pencegahan adalah : Mencuci tangan dengan sabun (45%), penggunaan
air olahan (39%),sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air
(25%), sumber air yang diolah (11%).
2. Kecacingan
Definisi kecacingan menurut World Health Organization (WHO) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Cacing umumnya
tidak menyebabkan penyakit berat sehingga seringkali diabaikan walaupun
sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi
berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa
yang keliru kearah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal.
Kebanyakan penyakit cacingan ditularkan melalui tangan yang kotor. Kebersihan
tangan sangat penting karena tidak ada bagian tubuh lainnya yang paling sering
kontak dengan mikroorganisme selain tangan (Sihotang, 2017).
Cacingan adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh
adanya cacing di dalam usus manusia. Penyakit ini mudah menular dari satu
orang ke orang lain.Walaupun banyak dijumpai pada anak-anak, cacingan juga
menginfeksi orang dewasa, terutama yang tidak begitu mempedulikan
kebersihan (Mufidah, 2012).
19
Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh beberapa jenis
cacing kelas nematoda usus khususnya yang penularannya melalui tanah,
diantaranya cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris
trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus).
2.2 Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
2.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku CTPS
Menurut Mubarak (2011) seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan
tinggi khususnya dalam hal cuci tangan, maka hal tersebut akan mendorong
seseorang akan menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam bentuk perilaku atau
tindakan. Pengetahuan seperti manfaat mencuci tangan, momen cuci tangan, dan
akibat tidak mencuci tangan, sehingga seseorang tersebut akan cenderung
menghindari akibat tidak mencuci tangan dan mulai menerapkan cuci tangan yang
benar.
Faktor predisposisi terhadap perilaku adalah pengetahuan, apabila perilaku
didasari oleh pengetahuan, kesadaran serta sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan bersifat abadi (Ningsih, 2015). Semakin tinggi pengetahuan seseorang
tentang mencuci tangan, semakin baik sikap mereka dalam penerapan cuci tangan
(Wati, 2011).
Sejalan dengan penelitian Mustika (2016) yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku cuci tangan pada ibu-ibu nelayan.
20
pengetahuan tentang cuci tangan dapat meningkatan status kesehatan, khususnya
dalam hal pemutus rantai kuman dan pencegahan.
2.2.2 Hubungan Peran Orang Tua dengan Perilaku CTPS
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi
pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini, peran itu sangat menentukan dalam
mendidik anak. Ibu merupakan orang pertama kali dijumpai seorang anak dalam
kehidupannya. Karena itu, segala perilaku, cara mendidik anak, dan kebiasaannya
dapat dijadikan contoh bagi anaknya, biasanya timbul sikap ketergantungan anak
lebih kepada ibunya daripada kepada ayahnya, hal ini dikarenakan ibu dengan
kasing sayang dan kelembutan serta frekuensi kebersamaan antara ibu dan anak
lebih banyak dari pada ferkuensi kebersamaan antara ayah dengan anak. Demikian
juga dalam menanamkan pengetahuan mengenai pentingnya cuci tangan, sebagian
orang tua memang tampak mampu menjaga dengan baik perilakunya dimana yang
demikian itu dapat memeri pengaruh yang positif terhadap perilaku anak (Arifah,
2012).
Anak akan mempunyai kesadaran dan kebiasaan yang telah terpatenkan dari
kecil terhadap kebiasaan hidup bersih dan sehat terutama kebiasaan mencuci
tangan dalam setiap selesai melakukan aktivitas tertentu. Hal ini akan terbawa
sampai anak menjadi dewasa karena anak akan merasa risih apabila apabila ada
sesuatu yang bersifat kotor menempel pada dirinya. Cuci tangan merupakan salah
satu kebiasaan yang tercakup dalam PHBS adalah cuci tangan. Meski terkesan
sepele, cuci tangan memiliki manfaat besar. Menurut praktisi kesehatan dr
21
Handrawan Nadesul, setidaknya ada 20 jenis penyakit yang bisa dicegah hanya
dengan membiasakan diri mencuci tangan secara benar (Aldi, 2009).
Luthvianti (2012) Menyatakan bahwa menerima dukungan atau anjuran
untuk mengambil tindakan kesehatan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku
(Health Belief Model). Misalnya, seorang anak akan membiasakan untuk mencuci
tangannya memakai sabun jika orangtuanya selalu memberikan anjuran untuk
melakukan perilaku tersebut.
Peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku dari kedua orang tua yaitu
ayah dan ibu dalam bekerja sama dan bertanggung jawab berdasarkan
keturunannya sebagai tokoh panutan anak semenjak terbentuknya pembuahan
secara konsisten terhadap stimulus tertentu, baik berupa bentuk tubuh maupun
sikap moral dan spiritual serta emosional yang mandiri (Maryuni, 2013).
Baik dan buruknya peran orang tua ini juga akan dipengaruhi oleh faktor
kelas sosial, dimana didalam faktor kelas sosial ini terdapat unsur-unsur pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan. Pendapatan atau finansial akan mempengaruhi status
ekonomi, dimana dengan pendapatan yang lebih besar memungkinkan lebih bisa
terpenuhinya kebutuhan, sehingga yang ada di masyarakat bahwa semakin tinggi
status ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi pula kelas sosialnya. Hal ini
akan berpengaruh terhadap peran orangtua dalam mendidikan dan mengasuh
anak-anaknya tidak terkecuali dalam kaitannya dengan peran untuk membiasakan
anak mencuci tangan dengan benar (Notoatmodjo, 2003).
Peran orang tua sangat diperlukan dalam membimbing, memberikan
pengertian, mengingatkan dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat
22
membiasakan cuci tangan. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang cukup
besar di dalam pengawasan anak dalam melakukan cuci tangan. Pengetahuan orang
tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau
tidak mendukung sikap tersebut. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara
alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan orang tua dengan
pengetahuan rendah mengenai perilaku cuci tangan merupakan faktor predisposisi
dari perilaku yang tidak mendukung tercapainya kebiasaan cuci tangan pada anak
(Riyanti, 2008).
Penelitian Novi (2016) dengan judul hubungan peran orang tua, pengaruh
teman sebaya dengan perilaku cuci tangan pakai sabun di SDN 177/IV Kota Jambi,
didapatkan hasil dimana terdapat hubungan yang signifikan antara peran orang tua
dan pengaruh teman sebaya dengan perilaku cuci tangan pakai sabun.
2.2.3 Hubungan Peran Guru dengan Perilaku CTPS
Institusi pendidikan dipandang sebagai sebuah tempat yang strategis untuk
mempromosikan kesehatan sekolah juga merupakan institusi yang efektif untuk
mewujudkan pendidikan kesehatan, dimana peserta didik dapat diajarkan tentang
maksud perilaku sehat dan tidak sehat serta konsekuensinya (Setiawan, 2014).
Pembentukan perilaku kesehatan sejak dini di Institusi Pendidikan lebih
mudah pelaksanaannya daripada setelah anak menginjak usia dewasa. Perilaku
kesehatan yang buruk pada anak dapat mendatangkan berbagai jenis penyakit.
Kebiasaan CTPS harus ditanamkan sejak dini agar bisa terbawa hingga usia tua.
Murid sekolah dasar (SD) cenderung menjadi target yang tepat untuk dibekali
dengan hal-hal yang positif seperti CTPS untuk hidup lebih sehat. Usia anak sekolah
23
adalah usia yang muda, mereka masih membutuhkan bantuan dan tuntunan dari
orang disekitar lingkungannya yaitu orang tua, dan guru. Pada dasarnya keluarga
dan guru merupakan unit terkecil bagi suatu bangsa yang memungkinkan untuk
menjadi awal dari proses pendidikan dan sosialisasi budaya baik, seperti salah
satunya adalah budaya CTPS. Dalam hal ini komunitas sekolah memegang peranan
penting dalam penanaman kebiasaan CTPS (Jahang, 2013).
Jody (2016) menyatakan bahwa CTPS pada tatanan pendidikan adalah upaya
untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu,
mau, dan mampu mempraktikan CTPS dan berperan aktif dalam mewujudkan
sekolah sehat. Sasaran pembinaan CTPS di sekolah adalah siswa, warga sekolah
(kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah, dan orang tua siswa), dan
masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin, satpam, dan lain-lain). Anak yang
memasuki pendidikan pada tingkat sekolah dasar (SD) sangat tergantung kepada
guru kelasnya di sekolah sehingga guru kelas merupakan faktor penting dalam
pendidikan anak SD termasuk dalam pembentukan perilaku CTPS di sekolah.
Seorang anak secara psikologis cenderung meniru apa yang dilihat dalam
kesehariannya termasuk juga perilaku kesehatan yang dilakukan dan ditanamkan
oleh orang tuanya di rumah, sehingga faktor tersebut juga dapat berpengaruh
terhadap perilaku CTPS anak di lingkungan sekolah.
Menurut Suyono (2012) guru memiliki peran untuk membantu siswa dalam
mengembangkan keterampilan serta pengetahuan siswa. Hal tersebut yang
membuat guru merupakan faktor yang memengaruhi berhasil atau tidaknya
pengetahuan anak, sehingga peran guru dalam memberikan edukasi mengenai
24
pentingnya melakukan cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah melakukan
aktivitas.
Guru merupakan suri tauladan bagi muridnya yang dapat memberikan
arahan kepada muridnya untuk selalu berperilaku sehat seperti cuci tangan yang
benar menggunakan sabun dengan baik. Para guru di sekolah menjadi sasaran,
dalam kapasitasnya sebagai sosok panutan sekaligus sumber informasi terpercaya
bagi para siswa. Intervensi yang ditujukan pada para siswa, akan efektif dilakukan
melalui para guru terlebih dahulu. Untuk selanjutnya para guru yang akan
mengajarkan, memberikan motivasi, selalu mengingatkan, memberi contoh dan
memberikan ganjaran baik positif maupun negatif, sehingga suatu tindakan dapat
diharapkan menetap menjadi kebiasaan (Kristia, 2014).
Secara umum peran guru dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai
tugas mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk
mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk membantu proses
perkembangan siswa. Penyampaian materi pembelajaran hanyalah merupakan
salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagi suatu proses yang dinamis
dalam segala fase dan proses perkembangan siswa (Nugroho, 2015).
Menurut Suyono (2012) guru merupakan faktor yang mempengaruhi
berhasil tidaknya proses belajar, dan karenanya guru harus menguasai prinsip-
prinsip belajar disamping menguasai materi yang akan diajarkan. Misalnya Cara cuci
tangan yang benar dan baik harus di ajarkan kepada para anak didik sebagai suatu
pelajaran yang memang umum dan wajib dilakukan bukan hanya disekolah.
25
Khairul (2017) ada antara dukungan guru dengan perilaku cuci tangan yang
benar. Dukungan guru cukup berperan dalam perilaku siswa dalam mencuci tangan
yang benar dengan baik, karena guru mampu mengingatkan serta menyuruh siswa
untuk mencuci tangan yang benar dengan baik.
2.2.4 Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Perilaku CTPS
Dalam Undang-undang (UU) tentang Tenaga Kesehatan (UU No. 36 Tahun
2014) disebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan. Dukungan tenaga kesehatan merupakan bentuk
pelayanan perannya untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Harapan
masyarakat bila berhadapan dengan tenaga kesehatan adalah dapat memberikan
solusi untuk menyelesaikan masalah kesehatannya baik keluhan hal yang mendasar
sampai hal-hal yang komplikasi ditanyakan kepada mereka. Peran tenaga kesehatan
ini juga segala peran dan tindakan dari tenaga kesehatan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat dalam hal yang bekaitan dengan kesehatan baik itu
peran secara langsung dengan kondisi kesehatan seseorang maupun peran dalam
hal dukungan dalam bentuk program kebijakan dibidang kesehatan (Kemenkes,
2015).
Peran tenaga kesehatan yang langsung bersentuhan dengan guru dan siswa
disekolah adalah dengan mengadakan program UKS di sekolah yang bekerja sama
dengan petugas kesehatan serta memilih kader-kader di sekolah yang telah dibina
dan diberikan pemahaman mengenai masalah kesehatan disekolah agar mampu
26
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang timbul di lingkungan sekolah
(Saptianingsih, 2013).
Petugas kesehatan diharapkan untuk dapat membantu guru dalam
mengembangkan keterampilan serta pengetahuan siswa di sekolah mengenai
perilaku hidup bersih dan sehat, misalnya perilaku CPTS diharapkan petugas
kesehatan dapat mengunjungi sekolah dan memberikan penyuluhan mengenai
manfaat dan bahaya yang berkaitan dengan perilaku CTPS, hal tersebut yang
bertujuan memberikan edukasi mengenai pentingnya melakukan cuci tangan pakai
sabun sebelum dan sesudah melakukan aktivitas (Setiawan, 2014).
2.2.5 Hubungan Ketersediaan Fasilitas di Sekolah dengan Perilaku CTPS
Karakteristik ketersediaan fasilitas sanitasi sekolah adalah segala sesuatu
yang mempermudah upaya serta memperlancar kerja dalam rangka mencapai
suatu tujuan tertentu. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan di
tingkat global, ketersediaan sanitasi sekolah yang memadai akan memberikan
dampak yang luar biasa pada beberapa indikator utama dalam pembangunan
sektor kesehatan, pendidikan, kesetaraan jender, ekonomi serta air dan sanitasi
(Sari, 2018).
Berdasarkan definisi indikator sanitasi sekolah yang dipublikasikan oleh
UNICEF dan WHO, indikator kebersihan, tidak saja hanya dilihat dari ketersediaan
fasilitas cuci tangan, namun juga ketersediaan sabun dan air yang mengalir. Di
dalam peraturan bersama itu juga terdapat tiga pilar UKS/M yakni pendidikan
sehat, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sehat. Sanitasi sekolah
27
berkaitan dengan dua pilar UKS/M yakni pendidikan kesehatan dan pembinaan
lingkungan sehat (Jahang, 2013).
Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nomor 24 tahun 2007 tentang
standar sarana prasarana SD/MI, SMP/ MTs, SMA/MA, standar terkait sanitasi
sekolah. sekolah harus mengoptimalkan sarana dan prasarana yang mendukung
PHBS disekolah seperti perilaku CTPS. Dalam penyediaan sarana dan prasarana
disesuaikan dengan standar peraturan yang ada, misalnya, peraturan menteri
pendidikan nasional nomor: 24 tahun 2007 dan peraturan menteri kesehatan
nomor 1429/Menkes/ SK/XII/2006 tentang pedoman penyelenggaraan kesehatan
lingkungan sekolah (Murwanto, 2017).
Program sekolah dasar bersih dan sehat didukung bangunan yang terdiri
atas ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang perpustakaan, ruang kelas, kamar
mandi/WC, ruang UKS, kantin, gudang, tempat ibadah, halaman, dan pagar sekolah.
Semua unit bangunan di sekolah bebas dari suara gaduh dan bising yang
mengurangi konsentrasi belajar peserta didik dan kenyamanan mengajar guru
(Ningsih, 2015).
Hikmah, Nur (2015) faktor yang mempengaruhi perilaku mencuci tangan di
SD antaranya adalah fasilitas untuk melakukan tindakan mencuci tangan anak
tentang pentingnya mencuci tangan. Sebelum anak berperilaku mencuci tangan,
maka anak harus tahu terlebih dahulu bagaimana cara mencuci tangan misalnya
kran air bersih, sabun, dan tissue kering sehingga siswa/i menjadi terbiasa untuk
melakukan tindakan cuci tangan pakai sabun setelah melaksanakan berbagai
kegiatan di sekolah.
28
pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau
prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang
atau masyarakat. Untuk terjadinya praktek cuci tangan pakai sabun di sekolah perlu
ada sarana air yang mengalir, tersedianya sabun untuk cuci tangan, kain lap yang
kering dan bersih bagi setiap siswa serta bila perlu aturan yang mengikat siswa
untuk melakukan cuci tangan pakai sabun dengan cara yang benar dan pada saat
yang diperlukan. Faktor pemungkin adalah faktor antesenden terhadap perilaku
yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Pengetahuan dan
sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, karena masih diperlukan sarana
atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung terjadinya perilaku tersebut
(Notoatmodjo, 2012).
29
2.3 Kerangka Teori
Teori modifikasi dari Wawan dan Dewi (2011), WHO dalam Notoatmodjo (2012) dan
Ana (2015)
Ana (2015)
1. Pengetahuan
2. Sikap
Perilaku CPTS
Wawan dan Dewi (2011)
1. Kepercayaan
2. Persepsi
3. Penilaian
Wawan dan Dewi (2011)
1. Peran guru
2. Peran orang tua
3. Peran teman sebaya
Wawan dan Dewi (2011)
1. Fasilitas
2. Uang
3. Tenaga
Ana (2015)
1. Kebudayaan
2. Nilai-nilai tradisi