bab ii tinjauan kepustakaan a. konsep pertambanganeprints.umm.ac.id/46248/3/bab ii.pdfatau badan...
TRANSCRIPT
25
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Pertambangan
Pertambangan merupakan bentuk dari sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral dan
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pascatambang.15
Kegiatan pelaksanaan usaha pertambangan pada hakikatnya merupakan
suatu kegiatan industri dasar, yangberfungsi sebagai penyedia bahan baku bagi
keperluan industri lainnya. Mengingat bahwa diperlukan waktu yang sangat lama
(dalam ukuran waktu geologi) berkaitan dengan endapan yang dihasilkan, maka
pemanfaatan dan pengelolaannya harus benar-benar optimal. Oleh karena itu
penyajian informasi data, seperti peta topografi, peta geologi, penyelidikan
eksplorasi serta studi kelayakan dan AMDAL (Analisis mengenai dampak
lingkungan) berkaitan dengan suatu kegiatan usaha pertambangan sangat besar
peranannya dalam menunjang keberhasilan kegiatan tersebut.16
Pertambangan mempunyai beberapa karakteristik, yaitu tidak dapat
diperbaharui (non-renewable), mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan
pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang
relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umunya. Pada
15Frida Rissamasu, Pengelolaan Penambangan Bahan Galian Golongan C Di Kabupaten
Merauke, Jurnal, Hal. 48. 16Ibid. Hal. 49.
26
dasarnya, karena sifatnya yang tidak dapat diperbarui tersebut pengusaha
pertambangan selalu mencari cadangan terbukti (proven reserves) baru.17
Konsep dalam pertambangan umum adalah dimana segala ongkos/biaya
praproduksi-produksi-pascaproduksi yang dikeluarkan oleh kontraktor atau
pengusaha pertambangan sama sekali tidak diganti oleh pemerintah, hal ini
berbeda dari pertambangan minyak dan gas yang dijamin pemerintah. Pemberian
izin terkait kuasa pertambangan umum, dikaitkan dengan kuasa pertambangan
yang dibedakan berdasarkan jenis bahan mineral dan dikaitkan dengan luasnya
lahan serta kapasitas kemampuan finansial dari pihak kontraktor (badan usaha
dan/atau BUMN/BUMD), koperasi maupun perorangan yang akan melakukan
atau melaksanakan kegiatan pertambangan.18
Terkait dengan pertambangan umum, terdapat pengelompokan dimana
pengelompokan tersebut dilihat dari bahan galiannya, terdapat perbedaan
pengelompokan dimana ada pertambangan mineral yang terdiri dari radioaktif,
logam, non-logam dan batuan, dan ada pengelompokan batubara.Dalam
penggolongan hasil bahan tambang menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, sesungguhnya tidak secara
tegas mengatur tentang pembagian golongan bahan galian sebagaimana dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967.19
Penggolongan bahan galian diatur berdasarkan pada kelompok usaha
pertambangan, sesuai pasal 4 yaitu:20
17Adrian Sutedi, 2011, Hukum Pertambangan, Jakarta: Sinar Grafika. hal 43. 18Ibid. hal 107. 19D Sonata, 2017, Pertambangan, Hal. 24, Jurnal: eprints.umm.ac.id. 20Ibid.
27
a. Usaha pertambangan dikelompokan atas:
1) Pertambangan mineral;
2) Pertambangan batu bara;
b. Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud digolongkan atas:
1) Pertambangan mineral radio aktif;
2) Pertambangan mineral logam;
3) Pertambangan mineral bukan logam;
4) Pertambangan batuan.
1. Pertambangan Bahan Galian
Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan bahan galian, baik yang
dilakukan oleh rakyat secara tradisional, maupun oleh pihak swasta diatur
dalam hukum pertambangan. Pengertian hukum pertambangan ialah
ketentuan yang khusus mengatur hak menambang (bagian dari tanah yang
mengandung logam berharga di dalam tanah atau bebatuan) yang harus
dilaksanakan menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan. Secara ringkas
hukum pertambangan mencakup keseluruhan kaidah hukum yang mengatur
kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur
hubungan hukum antara negara dengan orang dan/atau badan hukum dalam
pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian (tambang).21
Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, menyatakan
“Bahan-bahan galian dibagi atas tiga golongan: a) golongan bahan galian
21Ibid. hal. 660-661.
28
strategis, b) golongan bahan galian vital, c) golongan bahan galian yang tidak
termasuk dalam golongan a atau b.”
Berkaitan dengan bahan galian tambang ini merupakan salah satu
kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan dalam air. Dalam bumi
diartikan sebagai dipermukaan atau dibawah bumi. Di dalam air diartikan
berada dibawah air, yaitu diatas atau dibawah bumi yang berumber atau
mengeluarkan air (sungai, danau, laut, dan rawa). Bahan galian tambang
untuk sebagian ada diatas permukaan bumi atau bagian permukaan bumi yang
berada dibawah air. Oleh karena itu, pengertian terkait bahan galian harus
diartikan baik yang diperoleh dengan menggali maupun dengan cara-cara
mengambil di bagian permukaan bumi termasuk permukaan bumi yang ada
dibawah air.22
Bahan galian tambang sebagian besar ditemukan di daerah-daerah
terpencil dengan hutan yang lebat, berupa daerah perbukitan ataupun
pegunungan dan dataran dengan kondisi lingkungan yang belum terganggu,
bahkan mungkin kehidupan sosial pada daerah tersebut masih belum
tersentuh oleh perkembangan kemajuan teknologi. Jadi, interaksi antara
komponen-komponen lingkungan di daerah-daerah tersebut berdasar pada
keseimbangan, maka keseimbangan alam tersebut akan terganggu dan
menimbulkan perubahan yang mendasar atau yang biasa disebut dampak.23
Kedaulatan Negara atas Bahan Tambang dapat dilihat dalam
ketentuan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menyebutkan, “Bumi dan air dan
22Laode M. Syarif, Andri G. Wibisana, Teori, Legislasi dan Studi Kasus oleh USAID,
Kemitraan, The Asia Founsation. hal. 125. 23Frida Rissamasu, Op.Cit. Hal. 50.
29
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Hal ini juga
disebutkan di dalam ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA)
telah disebutkan bahwa pelaksanaan penugasan negara atas bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dapat dikuasakan kepada daerah
otonom. Dimana, ketentuan tersebut memungkinkan daerah turut serta
menyelenggrakan hak menguasai oleh negara atas bumi, air dan kekayaan
alam di dalamnya, akan tetapi belum cukup jelas mengenai makna yang
“dikuasakan” itu berkaitan dengan kepentingan apa saja.24
Secara ringkas hukum pertambangan mencakup keseluruhan kaidah
hukum yang mengatur kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian
(tambang) dan mengatur hubungan hukum antara negara dengan orang dan
atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian
(tambang).25
2. Pertambangan Galian C
Ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf (d) PP No. 23 Tahun 2010 terkait
dengan batuan yang termasuk dalam bahan galian tambang golongan C,
antara lain: batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit,
tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit,
gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal,
kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet,
giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit,
24Ibid. 25Laode M. Syarif, Andri G. Wibisana, Op.Cit. hal. 660-661.
30
kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir
pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan
tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir
yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam
dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, menyatakan
“Pelaksanaan Penguasaan Negara dan pengaturan usaha pertambangan bahan
galian tersebut dalam pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu.”
Mengenai hal yang dikuasakan, apakah bisa diartikan diserahkan
sebagai urusan rumah tangga daerah atau sebagai tugas pembantuan atau
dapat juga sebagai tugas dekonsentrasi?. Hal ini dapat dilihat dalam UU No.
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan/UUPP – yang telah
diganti dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, dimana dalam Undang-Undang ini disebutkan:26
a. Terhadap bahan galian golongan c, pelaksanaan, penguasaan negara,
dan pengaturannya dilakukan oleh pemerintah provinsi;
b. Terhadap bahan galian golongan b dapat diserahkan kepada pemerintah
kabupaten/kota.
Dimana ketentuan diatas menunjukkan:27
26Ibid. hal 125. 27Ibid. hal 126.
31
1) Pengaturan, pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian golongan c
sepenuhnya diserahkan kepada daerah (dalam hal ini Daerah Tingkat I);
2) Pengaturan, pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian golongan b dapat
dilakukan pusat atau daerah. Wewenang daerah tergantung pada
kebijakan pusat.
Dalam ketentuan Pasal 14 UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan menyatakan, “Usaha Pertambangan bahan-
bahan galian dapat meliputi: a) Penyelidikan umum; b) Eksplorasi; c)
Eksploitasi; d) Pengolahan dan Pemurnian; e) Pengagkutan; f) Penjualan.”28
B. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Perlindungan Lingkungan Hidup terkait Pertambangan Pasir
Menurut Salim (1989:13) sebagaimana dikutip oleh Yuherman
menyatakan bahwa sumber alam kita umumnya terbagi atas sumber alam
yang bisa di perbaharui (seperti hutan, perikanan, dan lain-lain) dan sumber
alam yang tidak bisa di perbaharui harus di pakai secara bijaksana. Sumber
daya alam yang bisa di perbaharui harus di kelola menurut pola yang
mengindahkan kelestarian sumber daya alam.29
Kegiatan atau aktivitas pertambangan juga harus memperhatikan alam
dan lingkungan sekitar, hal ini dapat dilihat dari tata cara pengelolahan bahan
28Daud Silalahi, 2003, Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Pengolahan Sumber Daya
Alam yang Berwawasan Lingkungan di Bidang Pertambangan, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI. Hal. 25. 29
Rival Amrinaldo, dkk, Dampak Penambangan Bahan Galian Golongan C Bagi Sosial
Ekonomi Masyarakat Di Kawasan Aliran Batang Bayang Kecamatan Bayang, Jurnal.
Hal. 2.
32
tambang seperti yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan:
“Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan:
a. manfaat, keadilan, dan keseimbangan;
b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
c. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;
d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.”
Salim menjelaskan sebagaimana dikutip dari pendapat Joseph F.
Castrilli mengemukakan pengertian hukum tambang. Dimana hukum
pertambangan adalah:
“also may provide a basis for implementing some envinronmentally
protective measures in relation to mining operation at the exploration,
development, reclamation, and rehabilitation stages”. Dari penjelasan
tersebut memiliki artian dimana hukum pertambangan sebagai dasar
pelaksanaan perlindungan lingkungan dalam kaitannya dengan kegiatan
pertambangan, yang meliputi kegiatan eksplorasi, konstruksi, reklamasi dan
rehabilitasi.30
Hannah Owusu-Koranteng At sebagaimana dikutip oleh Salim dalam
bukunya mengemukakan pengertian hukum pertambangan atau yang biasa
disebut mining law, adalah:
“surface mining is one of the most polluting investmnet and mining
laws that regulate the activities of mining companies should have the
30Salim HS., 2012, Hukum Pertambangan dan Mineral Batubara, Jakarta: Sinar Grafika.
Hal. 13.
33
objective of providing adequate protection for the right of mining
communities, the envinroment as well as ensure equal benefit to the host
countries and the investor. An important characteristic of the mining and
mineral law in Ghana (example countries, pen.) is the clear protection of the
interest of multinational mining companies whilst the protection of
community rights and environment is fluid.” Menurut pengertian diatas
dimana artinya ialah dalam definisi tersebut, hukum pertambangan
merupakan kaidah hukum yang mengatur tentang kegiatan pertambangan.
Tujuannya, yaitu:31
1) Melindungi kepentingan masyarakat lokal;
2) Perlindungan lingkungan hidup;
3) Menjamin keuntungan yang sama besar antara negara tuan rumah
dengan investor; dan menjamin pelaksanan kegiatan pertambangan oleh
perusahaan multinasional.
Pasal 47 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara juga menyatakan, “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup,
ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup.”
Mengenai perlindungan Lingkungan Hidup, telah dijelaskan dalam
ketentuan Pasal 1 angka (2) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan “Perlindungan dan
31Ibid. Hal 13-14.
34
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.”
Lingkungan atau berkaitan dengan lingkungan hidup (environment,
milieu, alam sekitar, atau kapaligiran) didefinisikan sebagai kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk di
dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia maupun makhluk hidup lainnya.
Maka dapat dikatakan bahwa lingkungan hidup merupakan konsep holistik
yang meliputi: (a) lingkungan hidup fisik (physicalenvironment); (b)
lingkungan hayati atau biotis (biological environment); dan c) lingkungan
sosial termasuk lingkungan-lingkungan binaan (social/culturalenvironment).
Sering pula disebut sebagai ABC lingkungan (Abiotic, Biotic, and Culture
environment).32
Lingkungan hidup dapat dilihat sebagai sistem yang dinamis,
keberadaannya sangat ditentukan oleh komponen-komponen lingkungan yang
membentuknya, lingkungan hidup senantiasa berlangsung serta berinteraksi,
hubungan saling bergantung atau interdependensi, dan saling mempengaruhi
antara komponen lingkungan yang satu dengan komponenlainnya. Segala
sesuatu di dunia ini erat hubungannya, satu dengan yang lain. Antara
32Harry Supriyono, 2003, Hukum Lingkungan, Jogjakarta: Jurnal oleh UGM,
http://elisa.ugm.ac.id, hal 1.
35
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, bahkan dengan benda-benda mati di
sekelilingnya sekalipun. Pengaruh antara satu komponen dengan lain
komponen ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula reaksi
suatu golongan atas pengaruh dari yang lainnya juga berbeda.33
2. Dampak Pertambangan Pasir Terhadap Lingkungan Hidup
Permasalahan lingkungan hidup semakin hari semakin menunjukan
peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan yang berkiatan
tentang lingkungan hidup belum berhasil. Eksploitasi sumberdaya alam dan
lingkungan hidup memberikan dampak yang signifikan sehingga
menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan sumberdaya alam,
khususnya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme hidup.
Berkaitan dengan adanya Otonomi Daerah, terkait pelimpahan wewenang
kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran
masyarakat lokal dalam Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Peran serta masyarakat inilah yang dapat menjamin dinamisme dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sehingga kegiatan ini
mampu menjawab tantangan tersebut, mekanisme peran serta masyarakat ini
melalui mekanisme demokrasi. Sehingga salah satu strategi pengelolaan
lingkungan hidup yang efektif di daerah dalam kerangka otonomi daerah
33Ibid.
36
adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.34
Sumberdaya alam juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan
waktu, diperlukan adanya pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan
bijaksana antara lingkungan dan manusia agar mempunyai kaitan yang erat.
Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di
sekitarnya, sehingga aktivitas dari manusia itu sendiri banyak ditentukan oleh
keadaan lingkungan di sekitarnya.35
Melihat dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) : “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Dan dalam ketentuan Pasal 33 ayat (4) : “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional”.
Aktivitas pertambangan yang semakin hari merugikan masyarakat dan
mengurangi Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang
lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak akan dapat
hidup tanpa udara dan air, sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat
mempengaruhikeberadaan sumberdaya alam dan lingkungan di sekitarnya.
Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia.
34Risno Mina, 2016, Desentralisasi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sebagai Alternatif Menyelesaikan Permasalahan Lingkungan Hidup, Jurnal. Hal. 149. 35Ibid. Hal. 150.
37
Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia khususnya dalam bidang pertambangan
adapun berbagai kasus pencemaran yang ada ialah pencemaran udara,
pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya
adalah sebagai akibat dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan
merugikan manusia itu sendiri.36
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1
angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.37
Mengingat kompleksnya Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan permasalahannya yang bersifat lintas sektor dan wilayah, maka
dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya,
lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung
dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan
berbagai pihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan.
Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta
36Ibid. Hal. 151. 37Ibid.
38
penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan
bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana
sehingga tujuan dari adanya pembangunan berkelanjutan adalah agar dapat
diimplementasikan secara benar dan nyata di lapangan dan tidak terhenti
hanya pada slogan semata.38
Drupsteen mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Harry
Supriyono, bahwa Hukum Lingkungan (Milieurecht) adalah hukum yang
berhubungan dan berkaitan erat dengan lingkungan alam (natuurlijk milieu)
dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya ditentukan oleh ruang lingkup
pengelolaan lingkungan, dengan demikian terkait hukum lingkungan dapat
didefinisikan sebagai berikut, yakni berupainstrumentarium yuridisbagi
pengelolaan lingkungan. Selain itu, terdapat hukum lingkungan keperdataan
(privaatrechielijk milieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan
(strafrechtelijk milieurecht), hukum lingkungan kepidanaan (strafrechtelijk
milieurecht), yang mana bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-
ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.39
Menurut Koesnadi sebagaimana dikutip oleh Risno Mina, Hukum
Tata Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi penataan
lingkungan hidup, mencakup segi lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
budaya. Hukum tata lingkungan ini mengatur terkait tatanan kegunaan dan
penggunaan lingkungan untuk berbagai keperluan melalui tata cara
38Ibid. Hal. 160-161. 39Harry Supriyono, Op.Cit. hal. 7.
39
konkritatau jelas dan tepat dalam rangka melestarikan kemampuan
lingkungan yang serasi agar memperoleh hasil yang seimbang.40
Dalam penjelasan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 34 ayat (1)
UUPLH dinyatakan bahwa terdapat tindakan tertentu agar lingkungan hidup
tetap terjaga, meliputi misalnya:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah
sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup;
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi manusia
sebagaimana tertera dalam berbagai konstitusi di negara lain selalu dikaitkan
dengan kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup. Hal ini memiliki
artian bahwa lingkungan hidup dengan sumber-sumber dayanya merupakan
hasil kekayaan bersama yang dapat digunakan oleh setiap orang atau semua
makhluk hidup, yang harus tetap dijaga untuk kepentingan masyarakat
banyak pada saat ini danuntuk generasi-generasi mendatang. Dengan
demikian perlindungan berkaitan dengan lingkungan hidup dan sumber daya
alamnya mempunyai tujuan ganda, adalah melayani kepentingan masyarakat
secara keseluruhan dalam segi umum dan melayani kepentingan individu-
individu dalam segi khususnya.41
40Risno Mina, Op.Cit. hal 151. 41Harry Supriyono, Op.Cit. hal. 26
40
Pada ketentuan pasal 5 ayat (1) UUPLH berbunyi: "Setiap orang
mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat", sedangkan
dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) UUPLH dipertegas menjadi "hak yang sama
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat".
Pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan upaya untuk
melakukan tindakan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh
setiap orang terutama perusahaan-perusahaan yang pada hakikatnya terkait
dengan pelaksanaan kegiatan perusahaan dapat dipastikan menimbulkan
dampak yang besar terhadap lingkungan. Berkaitan dengan dampak
lingkungan hidup dapat diartikan sebagai pengaruh perubahan lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Sehingga
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewajiban bagi
negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksananya
di berbagai bidang yang berkaitan secara langsung dengan lingkungan hidup
agar lingkungan hidup di Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.42
Kinerja aparat pemerintah daerahdirasa belum cukup optimal terkait
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, masih terdapat beberapa
permasalahan di dalamnya. Salah satu strategi pengelolaan lingkungan hidup
yang dirasa efektif di daerah ialah dengan melibatkan masyarakat agar ikut
berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.43
42Ibid. 43Ibid.
41
Bagi Indonesia, kontribusi terbesar yang dapat diandalkan dalam
menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal
pembangunan, terdapat dalam sumberdaya alam, dikatakan bahwa
sumberdaya alam berperan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada
masa lalu, saat ini maupun dimasa mendatang, sehingga dalam penerapannya
harus memperhatikan kesepakatan dalam dunia internasional. Selain itu,
sumber daya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain
pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan aturan yang
harus ditaati oleh pelaksana kegiatan usaha atau perusahaan sebagai landasan
melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan penyumbang
terbesar dari sektor ekonomi kurang diperhatikan. Sehingga ada
kecenderungan penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya
ketersediaan sumberdaya alam serta penurunan kualitas lingkungan hidup.44
2.1 Dampak Lingkungan dalam Kaitannya dengan Pertambangan
Pasir
Salah satu contoh permasalahan lingkungan yang terjadi akibat
dari adanya pertambangan galian C yang terjadi di Desa Tanjung
Kecamatan Koto Kampar Hulu menimbulkan beberapa dampak terhadap
ekonomi masyarakat diantaranya:
a. Hilangnya mata Pencaharian Masyarakat Setempat
Sejak dulu masyarakat tempatan/ masyarakat sekitar Desa
Tanjung salah satu sumber kehidupan ekonominya adalah dengan
mencari batu, kerikil, dan pasir di pulau-pulau sepanjang aliran
44Risno Mina, Op.Cit. hal. 154.
42
sungai Kampar yang masuk dalam wilayah Desa Tanjung
Kecamatan koto Kampar Hulu. Peralatan yang digunakan oleh
masyarakat untuk mengambil batu dan kerikil tersebut dengan
menggunakan alat secara tradisional seperti cangkul, skop dan
menggunakan sampan atau perahu. Batu, kerikil dan pasir tersebut
setelah terkumpul mereka jual ke masyarakat untuk membuat
bangunan rumah.45
b. Sebagai Sumber Pendapatan Ekonomi oleh sebagian Masyarakat
Kegiatan Pertambangan Galian C di kawasan Desa tanjung
Kecamatan Koto kampar Hulu dansekitarnya sangat banyak
membantu ekonomi sebagian masyarakat karena bisa menciptakan
lapangan kerja baru bagi masyarakat dan bisa mengurangi angka
pengangguran di wilayah tersebut. Artinya masyarakat yang tidak
bekerja bisa menambah penghasilan uang masuk dari usaha atau
kegiatan tambang tersebut seperti menjaga pintu masuk dan keluar
dari jalan raya menuju area galian C di kawasan sungai tempat di
mana batu tersebut di ambil atau digali. Di samping itu ada
masyarakat yang bisa buka warung kecil-kecilan di sekitar lokasi
galian C.46
c. Hilangnya sebagian Tempat Mata Pencaharian Para Nelayan
Sebagian masyarakat Desa Tanjung Kecamatan Koto
Kampar Hulu sejak dulu ada yang berprofesi sebagai nelayan.
45Asril, Dampak Pertambangan Galian C Terhadap Kehidupan Masyarakat Kecamatan
Koto Kampar Hulu Kabupaten Kampar, Jurnal. Hal. 26-27. 46Ibid.
43
Tempat mereka mencari ikan seperti memukat, menjala dan
memancing di sekitar pulau tersebut dan tidak jarang diantara
mereka yang menginap atau tidur bermalam di pulau tersebut.47
2.2 Dampak Lingkungan Pertambangan Pasir dalam Kaitannya
dengan Kehidupan Sosial
Adapun permasalahan lain yang terjadi akibat dari Pertambangan
Galian C Terhadap Kehidupan Sosial dimana secara teori dampak sosial
yang ditimbulkan oleh usaha pertambangan menimbulkan beberapa
dampak sosial, ialah sebagai berikut:
a. Terkorbankannya Pemilik lahan
Kegiatan usaha pertambangan merupkan kegiatan yang
banyak mengorbankan kepentingan pemegang hak atas lahan. Hal ini
sering terjadi karena kurangnya perhatian yang berkaitan dengan
administrasi pertanahan di tingkat bawah, juga karenafaktor budaya
serta adat setempat. Masyarakat adat di beberapa tempat berkaitan
dengan penguasaan hak atas tanah biasanya cukup dengan adanya
pengaturan intern/yang bertanggungjawab dalam segi pertanahan di
masyarakat adat mereka. Keadaan tersebut banyak dimanfaatkan
oleh sekelompok orang yang mengetahi kelemahan dari pemerintah
dalam ursan berikatan dengan masyarakat adat, sehingga dibuatlah
surat-surat tentang kepemilikan atas tanah dari desa setempat.48
47Ibid. 48Ibid. hal 27-28.
44
b. Kerusakan Lingkungan
Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dapatdipastikan
menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan adalah suatu
hal yang tidak dapatdibantah. Karena untuk mengambil atau untuk
memperoleh bahan galian tertentu, adalah dengan melakukan
penggalian, yang berarti akan terjadi perombakan serta perubahan
permukaan bumi, karakteristik pembentukan dan keberadaan bahan
galian, yang secara ganesa atau geologis dalam pembentukannya
atau berkaitan dengan kondisi geologi tertentu di bawah permukaan
bumi, laut, sungai dan sebagainya.49
c. Ketimpangan Sosial
Kebanyakan kegiatan usaha pertambangan di daerah
terpencil, masyarakatnya masih hidup sangat sederhana, tingkat
pendidikan umumnya tamatan sekolah dasar, kondisi sosial ekonomi
umumnya masih berada di bawah garis kemiskinan. Dilain pihak,
kegiatan usaha pertambangan membawa pendatang dengan tingkat
pendidikan cukup, menerapkan teknologi menengah-teknologi
tinggi, serta budaya dan kebiasaan yang terkadang bertolak belakang
dengan masyarakat setempat. Kondisi seperti ini yang menyebabkan
munculnya kesenjangan sosial antara lingkungan pertambangan
denganmasyarakat di sekitar usaha pertambangan berlangsung.50
49Ibid. 50Ibid.
45
C. Tinjauan Tentang Dampak yang Ditimbulkan dalam Pelaksanaan Kegiatan
Pertambangan Pasir Galian C
1. Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Pasir Galian C
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan
pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan
devisa industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja dan bagi
daerahmerupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seperti yang
diketahui bahwa kegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang
meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, dan pengangkutan
mineral/bahan tambang. Industri pertambangan selain mendatangkan devisa
dan menyedot lapangan kerja juga rawan terhadap pengrusakan lingkungan.51
Kerusakan sumberdaya alam terus mengalami peningkatan, baik
dalam jumlah maupun sebaran wilayahnya. Secara fisik kerusakan tersebut
disebabkan oleh tingginya eksploitasi yang dilakukan, bukan hanya dalam
kawasan produksi yang dibatasi oleh daya dukung sumberdaya alam,
melainkan juga terjadi di dalam kawasan lindung dan konservasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Kerusakan tersebut disebabkan baik oleh usaha-usaha
komersial yang secara sah mendapat ijin maupun oleh individu-individu yang
tidak mendapat ijin.52
Kegiatan penambangan bahan galian C merupakan usaha yang telah
dilakukan sejak lama. Dahulu dilakukan secara tradisional dengan sampan
dilengkapi dengan sekop dan pengambilannya di tempat dangkal. Namun
51
Fadly Warisan Sitio dkk, 2015, Analisis Pengaruh Penambangan Galian C Terhadap
Lingkungan Perairan dan Sosial Ekonomi di Desa Kampung Pinang Kecamatan
Perhentian Raja Kabupaten Kampar, Jurnal. Hal. 12. 52Ibid. Hal. 13.
46
sekarang telah berubah menjadi usaha tambang dengan kapal motor yang
memakai mesin hisap batu atau pasir. Kegiatan ini memberikan pengaruh
baik secara ekonomi dan sosial bagi masyarakat setempat. Apabila usaha ini
tidak dikelola dengan tepat akan memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan sekitar terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah seperti
sedimentasi dan gangguan kualitas air.53
Sektor pertambangan di Indonesia adalah sektor terbesar terait
pendapatan yang diterima devisa Negara, namun keberadaan kegiatan
dan/atau usaha pertambangan saat ini banyak dipersoalkan oleh berbagai
kalangan dalam implementasinya, Negara sering kali dihadapkan pada
kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan dampak atau kerugian
lingkungan dan sosial. Ini disebabkan oleh karena keberadaan kegiatan usaha
tambang menimbulkan dampak negatif dalam pengusahaan bahan galian.54
Berkaitan dengan hal tersebut pelaku Pertambangan dapat
dikelompokkan dari pertambangan skala besar, pertambangan skala
menengah dan juga pertambangan skala kecil dalam bentuk pertambangan
rakyat. Kegiatan pelaksanaan pertambangan banyak yang menimbulkan
persoalan baik terhadap lingkungan maupun terhadap masyarakat setempat.
Persoalan pertambangan tidak hanya ditimbulkan oleh pertambangan skala
besar saja tetapi juga akan tetapi pertambangan skala menengah pun juga
pertambangan skala kecil. Pertambangan skala kecil ini biasanya dilakukan
53Ibid.
54Meggi Okka Hadi Miharja dkk, 2015, Implikasi Hukum Terkait Pertambangan Rakyat
dalam Bidang Minerba di Indonesia, Jurnal. Hal 97.
47
atau dapat juga disebut sebagai Pertambangan rakyat. Dalam melaksanakan
kegiatan pertambangan rakyat walaupun termasuk dalam pertambangan skala
kecil, dampak yang ditimbulkan cukup besar karena banyaknya kegiatan
pertambangan kecil yang beroprasi di seluruh wilayah Indonesia.55
Meskipun dilakukan secara tradisional, dengan cakupan wilayah yang
luas, karena dilaksanakan oleh masyarakat setempat sendiri serta pelaku
usaha yang tidak diimbangi dengan peralatan, fasilitas, pengetahuan, dan
pemodalan, dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dan merugikan.
Disamping itu terdapat pertambangan yang sekalipun legal tetapi tidak
memenuhi persayaratan akan batas-batas maksimum bahan yang harus
ditambang agar tidak merugikan lingkungan.56
Sehingga hal ini rentan terhadap kerusakan lingkungan dan
menimbulkan pencemaran yang tidak terkendali. Kurangnya pengawasan dari
pemerintah dapat juga menjadi alasan mengapa dalam sektor pertambangan
rakyat khususnya galian C dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan
pencemaran yang tentu saja hal ini merugikan masyarakat setempat.
Kegiatan penambangan galian C cenderung berpengaruh terhadap
kualitas air perairan sungai di daerah setempat. Pengaruh tersebut adalah
kecerahan, kekeruhan, kedalaman dan total suspended solid (TSS) yang mana
parameter ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan,
55Ibid. 56Ibid.
48
bahkan bagi masyarakat yang masih menggunakan air sungai untuk kegiatan
MCK.57
Selain itu penambangan Galain C juga mempengaruhi kesetimbangan
sungai yang menyebabkan terjadinya angkutan sedimen yang besar.
Angkutan sedimen pada dasar akan menyebabkan penurunan dasar sungai
sehingga berdampak pada stabilitas tebing sungai. Jika stabilitas sungai
semakin lemah, maka dapat mengakibatkan kelongsoran tebing. Kelongsoran
tebing ini akan mempengaruhi morfologi sungai, yang menyebabkan sungai
semakin lebar dan dalam juga berubahnya pola aliran arus sungai.58
1.1 Izin Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Galian C oleh Perusahaan
Komanditer (CV)
Dalam hal untuk memenuhi persyaratan pertambangan atas izin
usaha pertambangan, harus ada batas-batas dan ketentuan yang telah
ditetapkan menngenai hal tersebut, adapun dalam Pasal 23 Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan “Persyaratan IUP
Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis;
c. lingkungan; dan
d. finansial.”
57Fadly Warisan Sitio dkk. Op.Cit. Hal. 20. 58Ibid.
49
Berikut adalah penjelasan mengenai Persyaratan IUP Eksplorasi
dan IUP Operasi Produksi, yang mana dalam ketentuan Pasal 24 PP No.
23 Tahun 2010 menyatakan berbagia penjelasan terkait persyaratan apa
saja yang harus dipenuhi, dan dikarenakan sejak awal Pokok pembahasan
ini mengacu pada Perusahaan Komanditer atau CV (Commanditaire
Vennootschap) sehingga penjelasan terkait persyaratan CV terdapat
dalam ketentuan Pasal 24 ayat (4) yang menyatakan:
“Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a
untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:
a. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral logam dan
batubara:
1) surat permohonan;
2) susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
3) surat keterangan domisili.
b. Untuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi mineral bukan
logam dan batuan:
1) surat permohonan;
2) profil perusahaan;
3) akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha
pertambangan;
4) nomor pokok wajib pajak;
5) susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6) surat keterangan domisili.”
50
Terkait dengan persyaratan teknis dijelaskan secara menyuruh
tidak ada pembagian-pembagian terkait siapa yang mengadakan kegiatan
Pertambangan, berikut adalah ketentuan persyaratan teknis yang dimuat
dalam Pasal 25 PP No. 23 Tahun 2010 yang menyatakan:
“Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b
untuk:
a. IUP Eksplorasi, meliputi:
1) daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli
pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling
sedikit 3 (tiga) tahun;
2) peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis
lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi
geografi yang berlaku secara nasional.
b. IUP Operasi Produksi, meliputi:
1) peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis
lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi
geografi yang berlaku secara nasional;
2) laporan lengkap eksplorasi;
3) laporan studi kelayakan;
4) rencana reklamasi dan pascatambang;
5) rencana kerja dan anggaran biaya;
6) rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
operasi produksi; dan
51
7) tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.”
Selain itu terdapat persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi
terlebih dahulu, hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 26 PP No. 23 Tahun
2010, yang menyatakan:
“Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c
meliputi:
a. untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
b. untuk IUP Operasi Produksi meliputi:
1) pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; dan
2) persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
Penjelasan terakhir mengenai berbagai macam persyaratan yang
harus dipenuhi adalah terkait persyaratan finansial terdapat dalam
ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP No. 23 Tahun 2010, yang menyatakan:
“Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d
untuk:
a. IUP Eksplorasi, meliputi:
52
1) bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan
eksplorasi; dan
2) bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil
lelang WIUP mineral logam atau batubara sesuai dengan nilai
penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan
wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan
logam atau batuan atas permohonan wilayah.
b. IUP Operasi Produksi, meliputi:
1) laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan
publik;
2) bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3) bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai
penawaran lelang bagi pemenang lelang WIUP yang telah
berakhir.”
1.2 Jaminan Kesungguhan
Melihat dari penjelasan diatas maka dapat dinyatakan terdapat
bebagai persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar dalam
pelaksanaannya tidak mengalami kerugian dan merugikan bagi
masyarakat pun lingkungan. Adapun terkait pemenuhan izin dari
berbagai persyaratan terdapat satu syarat lagi yang harus dipenuhi
sebelum usaha pertambangan dijalankan, persyaratan ini mengenai
Jaminan Kesungguhan yang diatur dalam Peraturan Menteri No. 34
53
Tahun 2017 tentang Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) Permen No. 34 Tahun 2017
dijelaskan tentang adanya suatu bukti terkait penempatan jaminan
kesungguhan khususunya dalam hal eksplorasi, sedangkan dalam
ketentuan Pasal 8 ayat (3) Permen No. 34 Tahun 2017 menjelaskan
terkait hal tersebut, yang antara lain:
“Jaminan kesungguhan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka pada bank
pemerintah atau pemerintah daerah atas nama Direktur Jenderal atau
gubernur qq pemohon IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi dengan
ketentuan:
a. jaminan kesungguhan yang ditempatkan ditentukan sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) apabila luas WIUP atau WIUPK-
nya kurang dari atau sama dengan 40 (empat puluh) hektare; atau
b. jaminan kesungguhan yang ditempatkan dihitung berdasarkan luas
wilayah per hektar dikalikan sebesar Rp150.000,00 (seratus lima
puluh ribu rupiah) apabila luas WIUP atau WIUPK-nya lebih dari 40
(empat puluh) hektare.”
Adanya jaminan kesungguhan ini adalah untuk menjamin
pelaksanaan kegiatan pertambangan jika sewaktu-waktu dapat
menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan jika perusahaan
54
pertambangan tidak mengadakan reklamasi untuk membenahi kerusakan
lingkungan yang diakibatkan dari adanya kegiatan pertambangan.
Melihat hal itu, terkait dengan Pertambangan rakyat kemudian
diatur dalam UU Minerba mengenai wilayah dan perizinan
pertambangan, Pengaturan dimuat dalam ketentuan Bab V Bagian Ketiga
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Pasal 20 hingga Pasal 26 dan Bab
IX Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Pasal 66 hingga Pasal 73.
Dalam ketentuan Pasal 66 disebutkan: “Kegiatan pertambangan
rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikelompokkan sebagai
berikut:
a. pertambangan mineral logam;
b. pertambangan mineral bukan logam;
c. pertambangan batuan; dan/ atau
d. pertambangan batubara.”
Meskipun UU Minerba menyebutkan bahwa penetapan wilayah
pertambangan dilaksanakan secara partisipasi, meperhatikan aspirasi
daerah, serta memperhatikan aspirasi masyarakat, namun pada
kenyataanya kawasan masyarakat secara sepihak dijadikan kawasan
pertambangan termasuk mengabaikan pertambangan rakyat yang
merupakan hak hidup masyarakat.59
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pertambangan tentu perlu
diawasi, terkait pengawasan inilah terdapat Peraturan Menteri No. 26
59Fadly Warisan Sitio dkk. Op.Cit. hal 98.
55
Tahun 2018 yang mengatur tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan
yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara. Ruang
lingkup dalam Peraturan Menteri ini terkait dengan pengawasan usaha
pertambangan diatur dalam Ketentuan Pasal 2 yang menyatakan: “Ruang
lingkup Peraturan Menteri ini mengatur mengenai:
a. pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik;
b. pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan Usaha
Pertambangan; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan.”
Terkait bagaimana seharusnya pelaksanaan usaha pertambangan
yang termasuk dalam kaidah pelaksanaan yang baik ini diatur dalam
ketentuan Pasal 3 ayat (3) yang menyatakan:
“Kaidah teknik pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi pelaksanaan aspek:
a. teknis pertambangan;
b. konservasi Mineral dan Batubara;
c. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
d. keselamatan operasi pertambangan;
e. pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, Reklamasi, dan
Pascatambang, serta Pascaoperasi; dan
f. pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa, rancang bangun,
pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan.”
56
Ruang lingkup dari Peraturan Menteri ini adalah terkait dengan
bagaimana kaidah yang baik yang seharusnya dilaksanakan dalam
pelaksanaan usaha pertambangan, terkhususnya Pertambangan Mineral
dan Batubara. Melihat dari penjelasan tersebut maka pertambangan
mineral batubara yang mempunyai berbagai macam kelompok atau
golongan yang diketahui terdapat penggolongan kelompok batuan dalam
ketetuan Pasal 2 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun
2010 terkait macam penggolongan usaha pertambangan jenis batuan atau
yang termasuk dalam bahan galian golongan C. Sehingga dalam hal ini
pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mengacu dalam ketentuan
Peraturan Menteri No. 26 Tahun 2018 tentang tentang Pelaksanaan
Kaidah Pertambangan yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan
Mineral dan Batubara.
Dari beberapa jenis bahan galian golongan C yang
penambangannya paling banyak di lakukan adalah pasir, kerikil, batu kali
dan tanah timbun. Usaha penambangan pasir, kerikil, batu kali dan tanah
timbun tersebut harus mendapat perhatian serius, karena sering kali usaha
penambangan tersebut di lakukan dengan kurang memperhatikan akibat
terhadap lahan pertanian masyarakat dan lingkungan hidup.60
Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang di lakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
60Rival Amrinaldo, dkk, Op.Cit. Hal. 2.
57
dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum. Namun fungsi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan
hukum dalam pasal 1 undang-undang nomor 32 tahun 2009 tersebut
hingga kini tidak berjalan sebagaimana mestinya.61
Pemanfaatan bahan galian C sebagai bahan material dasar sangat
penting untuk mendukung pembangunan fisik di wilayah
Kabupaten/Kota. Tingkat kecepatan eksploitasi dan penggunaan material
ini dapat/telah mengakibatkan beberapa permasalahan kerusakan
lingkungan hidup, serta kurangnya tindakan rehabilitasi
pascapenambangan.62
2. Dampak Pertambangan Pasir Galian C
Kerusakan lingkungan karena penambangan dan pengerukan bahan
galian C sebagian besar diakibatkan dari kurangnya mempertimbangkan
masalah-masalah lingkungan dalam perencanaan, pengoperasian dan
perlakuan perbaikan pascapenambangan. Kerusakan lingkungan dapat
diakibatkan oleh operasi kecil, besar dan mekanisasi penambangan atau oleh
dampak kumulatif dari operasi kecil yang dilakukan secara terus menurus.63
Menurut ketnetuan pasal 2 huruf (n) Undang-undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, dimana
61Ibid. 62Bakri., Op.Cit.
63Ibid.
58
dijelaskan mengenai Pengertian Pertambangan Rakyat yang merupakan suatu
usaha pertambangan dengan bahan-bahan galian dari semua golongan A, B
dan C yang dilakukan dan dilaksanakan secara langsung oleh rakyat setempat
secara kecil-kecilan atau secara gotong royong dengan peralatan yang
sederhana untuk pencaharian sendiri. Ketentaun pasal 20 dan pasal 66 sampai
dengan pasal 73 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tetang Mineral dan
Batubara berkaitan dengan akomodasi kepentingan tambang rakyat, selain
memecahkan persoalan yang selama ini terjadi, dilain pihak merupakan bukti
konkrit terhadap eksistensi keberadaan tambang rakyat, yang apabila
dilakukan pembinaan dengan baik, dapat menjadi salah satu potensi ekonomi
lokal, menggerakkan secara nyata adanya legalisasi dan pembinaan
pertambangan rakyat, maka sesungguhnya dapat mendatangkan keuntungan
dan dampak positif lain, seperti:64
a. Meanggulangi perosalan sosial dan ekonomi masyarakat di daerah
bersangkutan;
b. Terbuka dan terciptanya lapangan kerja baru;
c. Membangkitkan jiwa-jiwa wirausaha di daerah;
d. Mencegah terjadinya urbanisasi; dan
e. Dapat menekan dan mengendalikan kerusakan lingkungan, karena
dilakukan pada wilayah yang sebelumnya telah ditetapkan
peruntukkannya sebagai WPR.
64Ibid. hal. 99.
59
Adapun terdapat dampak negatif yang diakibatkan adanya kegiatan
pertambangan Pasir (Galian C) terhadap lingkungan. Hal ini dapat dipastikan
kerusakan lingkungan yang diakibatkan penambangan, dimana sektor
pertambangan berurusan langsung dengan media lingkungan yang sumber
daya alamnya tidak bisa diperbaharui lagi. Pengerukan lapisan tanah atau
pengeboran tanah akan dapat menghancurkan ekosistem yang ada
dipermukaan.Penambangan galian C memang kerap dianggap tambang kecil
dan kurang dipandang. Padahal tambang ini hampir terdapat di setiap daerah
di seluruh Indonesia, dan sebagian besar daerah yang terdapat tambang galian
C ini relatif mengalami kerusakan lingkungan ekologis yang cukup
signifikan.Sungai yang tercemar akan mempengaruhi kehidupan rakyat secara
langsung. Dimana sebagian besar hidup masyarakat sekitar bergantung pada
sungai, baik sebagai sarana transportasi, tempat mencari ikan, sumber air
untuk minum, memasak dan mencuci.65
Kegiatan pertambangan banyak menimbulkan dampak negatif yang
merugikan alam dan lingkungan hidup serta masyarakat, hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka (18) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010
tentang Tata Cara Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan, yang menyatakan
“Perubahan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai
strategis adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik seperti
perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta dampak sosial
65Bakri. Op.Cit.
60
ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang
akan datang.”
Pengaruh atau resiko yang dapat ditimbulkan pada kehidupan
masyarakat dan tata lingkungan serta fungsinya sebagai pendukung
pembangunan berkelanjutan, memerlukan pengaturan yang didukung oleh
metode pengumpulan informasi yang baik dan memadai, serta menuntut
mekanisme pengambilan keputusan dalam sistim perizinan yang menjamin
keterlibatan peran serta masyarakat.66
Amdal dalam hal ini diperlukan dalam menganalisis resiko dari
pertambangan pasir Galian C yang terjadi disuatu daerah. Hal ini
dimungkinkan adanya dampak yang diakibatkan pertambangan pasir galian C
baik terhadap lingkungan hidup maupun masyarakat, Amdal dianggap
mempunyai kemampuan untuk melakukan prediksi dan identifikasi terhadap
kemungkinan timbulnya dampak lingkungan. Dalam proses Amdal ini
analisis masalah dilakukan berdasarkan pendekatan antar berbagai disiplin
ilmu (scientific approach) dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah pula
untuk menerangkan hubungan kausal masalah lingkungan dan cara
pemecahannya.67
Adanya Amdal berguna untuk mencegah terjadinya dampak
lingkungan hidup yang merugikan masyarakat, juga demikian dapat
memperkirakan seberapa parah dampak yang terjadi akibat dari suatu
pertambangan khususnya dalam hal ini Galian C. Disini lah peran dari Dinas
66Daud Silalahi, 1995, AMDAL dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia,
Bandung: Mandar Maju. Hal. 1. 67Ibid. Hal 4.
61
Lingkungan Hidup, yakni untuk menjaga stabilitas ekosistem yang akan
mengalami kerusakan diakibatkan adanya pertambangan serta untuk tetap
menjaga lingkungan hidup dan masyarakat yang berada di area sekitar
tambang.Amdal sebagai syarat dalam sistem perizinan, sebagai salah satu
syarat perizinan yang diperkirakan mempunyai dampak penting pada
lingkungan.68
Berkiatan dengan analisis resiko terhadap lingkungan, dalam hal ini
bahwa resiko merupakan perkiraan memungkinkanadanya konsekuensi pada
manusia atau lingkungan. Resiko pada manusia merupakan resiko terkait
kesehatan, sedangkan resiko pada lingkungan merupakan resiko ekologi.
Resiko lingkungan (ekologi) merupakan resiko terhadap kesehatanmanusia
yang disebabkan oleh karena faktor lingkungan, baik lingkungan fisik,hayati,
maupun sosial ekonomi-budaya. Secara umum resikolingkungan merupakan
faktor yang terjadi dalam lingkungan tertentu sehingga menyebabkan
konsekuensi yangmerugikan manusia dan lingkungannya.69
2.1 Aspek-aspek Dampak Pertambangan Terhadap Lingkungan
Adapun aspek-aspek yang merupakan dampak dari kegiatan
pertambangan terhadap lingkungan, antara lain:
a. Aspek Fisik
Pembukaan lahan/penyiapan lahan seringkali mengakibatkan
hilangnyatanaman penutup tanah, baik pohon maupun cover crop.
Hilangnya tanamanpenutup ini menyebabkan permukaan tanah
68Ibid. Hal 36. 69Laode M. Syarif, Andri G. Wibisana, Op.Cit.
62
rawan terhadap erosi oleh airmaupun angin. Hilangnya tanaman
tumbuhan pada area tersebut, perubahan nutrisilapisan tanah karena
pengaruh panas, dan terjadinya erosi oleh air permukaan
sertapenurunan kualitas tanah.70
b. Aspek Biologi
Pembukaan lahan dalam skala luas biasanya mengurangi
jumlah dan jenistumbuhan lokal, menimbulkan kepunahan terutama
jenis/spesies indemikdaerah. Spesies flora dan fauna indemik pada
umumnya rentanterhadap perubahan lingkungan, upaya untuk
mengembalikan keberadaanjenis tersebut seperti semula sebelum
adanya kegiatan pertambanga pada kondisi tertentu akan sulit
berhasil.71
c. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kegiatan pertambangan yang merupakan kegiatan padat
teknogi dan padatmodal, sebagai sumber terbesar devisa negara.
Perputaran ekonomi pada saat proyek berlangsung akan merangsang
pertumbuhan disektor perekonomian.Tersedianya dan terbukanya
lapangan kerja bagi masyarakat setempatwalaupun kehadiran
masyarakat pendatang ikut berkompetisi tak dapat dihindari. Akan
tetapi, dengan masuknya berbagai ragam budaya dan pola hidup
setiap orang yang telibat dalam proyek pertambangan ini, secara
70Frida Rissamasu, Rahim Darma Dan Ambo Tuwo, Pengelolaan Penambangan Bahan
Galian Golongan C Di Kabupaten Merauke, Jurnal. Hal. 51-52. 71Ibid.
63
bertahap akan mempengaruhipola kehidupan sosial dan budaya
masyarakat setempat.72
d. Aspek Kesehatan dan Keamanan
Beragamnya pola hidup serta status sosial masyarakat,
ditambah dengan kegiatan pertambangan yang berpotensi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan, mengakibatkan
munculnya berbagai jenis penyakit pada masyarakat yang mungkin
sebelumnya tidak ada atau jarang terjadi. Perubahan kehidupan
sosial, sehingga tidak jarang timbul masalah akibat adanya
perbedaan yang mungkin tidak bisa diterima masyarakat setempat.
Hal tersebut sangat memungkinkan timbulnya kerawanan keamanan
yang dapat mengganggu kelancaran pertambangan itu sendiri.73
2.2 Contoh Dampak Negatif Pertambangan Terhadap Fasilitas Umum
di Kota Kampar Hulu Riau
Adapun dampak negatif lain dari pertambangan pasir Galian C
terhadap Fasilitas Umum yang ada di Kota Kampar, antara lain sebagai
berikut:
a. Rusaknya Jalan raya
Sejak diizinkannya beroperasi usaha tambang Galian C di
Kecamatan Koto Kampar Hulu sangat banyak menimbulkan
kerugian terhadap masyarakat. Salah satu kerugian yang
ditimbulkannya adalah rusaknya jalan raya yang menghubungkan
72Ibid. 73Ibid.
64
antara desa yang satu ke desa yang lain. Jalan yang paling terparah
rusaknya seperti antara Desa Tanjung Kecamatan Koto Kampar
Hulu dengan Desa Gunung Bungsu Kecamatan XIII Koto Kampar.74
b. Retak dan Longsornya Jembatan penghubung antar Desa
Kerusakan yang ditimbulkan oleh mobil truk yang membawa
batu dan kerikil dari perusahaan galian C tidak hanya merusak dan
menghancurkan badan jalan, tetapi jembatan antar penghubung desa
juga retak, seperti jembatan penghubung antara Desa Sibiruang dan
desa Bandur Picak di Kecamatan Koto Kampar Hulu karena
disebabkan muatan mobil truk yang lewat membawa batu dan kerikil
diluar muatan maxsimum. Kerusakan jembatan juga terjadi antara
Desa Binamang Batu Bersurat dengan Desa Pongkai Istiqamah
menuju Kecamatan Koto Kampar Hulu. Sehingga masyarakat yang
lewat harus waspada dan hati-hati supaya tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.75
c. Hilangnya tempat Taman Rekreasi dan Budaya Masyarakat
Sebelum tahun 2000 Pulau-pulau yang ada di wilayah sekitar
Desa Tanjung Kecamatan Koto Kampar Hulu digunakan oleh
sebagian masyarakat untuk tempat rekreasi pada waktu hari libur dan
disaat mandi sore sebelum waktu magrib. Misalnya pacu jalur dari
Pulau Tengah ke Pulau Sungai Rambai. Sekarang Pulau tengah
tinggal sedikit, sedangkan pulau Sungai Rambai hampir habis. Dan
74Ibid. 32-33. 75Ibid.
65
pada akhirnya budaya Pacu sampan atau pacu jalur antar pemuda itu
hilang dengan berlalunya waktu.76
D. Tinjauan Tentang Ganti Kerugian dalam Pelaksanaan Pertambangan Pasir
Galian C
1. Subyek Hukum yang dapat Mengajukan Tuntutan Ganti Kerugian
Pada prinsipnya di tiap daerah terdapat kearifan lokal dalam
menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masalah-masalah yang
ditimbulkan berkaitan dengan lingkungan hidup yang terjadi di daerah
otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per
satu.Semuanya ini timbul akibat dari kurangnya pengawasan pemerintah
disektor pertambangan, akan tetapi adanya kegiatan pertambangan pasir
Galian C juga dapat memberikan dampak positif yakni pertumbuhan ekonomi
didaerah yang ingin mensejahterakan masyarakat, meskipun menimbulkan
berbagai dampak.77
Melihat dari ketentuan pasal 1365 BW, yang menganut konsep
“Tanggung gugat berdasarkan dari adanya kesalahan atau
(schulanprakelijkheid) yang dipersamakan dengan asas liability baseon fault
(tot liability) dalam sistem hukum Anglo-Amerika, sehingga timbul masalah
mengenai pembuktian tergugat atau pelakudari unsur kesalahan bagi
penggugat atau penderita. Siti Sundari mengemukakan, sebagaimana dikutip
oleh Risno Mina, dalam kasus yang berkiatan dengan pencemaran
76Ibid. 77Risno Mina. Op.Cit. hal 161.
66
lingkungan, penderita/korban berada pada posisi sosial yang relatif lemah dan
awam terkait dengan hukum. Kekuatan para pihak yang tidak seimbang,
ketidakpastian akan berhasil dan resiko biaya yang tinggi, menimbulkan
keengganan bagi korban atau penderita untuk mengurus atau mengajukan
gugatan dipengadilan.78
Melihat ketentuan pasal 1 angka 14 UU No.32 Tahun 2009 tentang
UUPLH, pencemaran lingkungan adalah dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup yang ditetapkan.
Perusakan lingkungan hidup adalah kerusakan yang ditimbulkan dari
tindakan orang dengan perbuatan sceara langsung atau tidak langsung
terhadap sifak fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup, sehingga
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang terdapat dalam
ketentuan pasal 1 angkat 16 UUPPLH). Akibat, pencemaran lingkungan dan
perusakan lingkungan hidup, inilah yang menjadi dasar adanya gugatan
dalam sengketa lingkungan. Tanpa adanya pencemaran/kerusakan lingkungan
hidup, tidak akan ada gugatan yang berkaitan dengan sengketa lingkungan.
Subjek yang termasuk dalam gugatan sengketa lingkungan adalah pelaku
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan atau pencemar dan/atau perusak
lingkungan sebagai pihak tergugat serta penderita atau korban pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan sebagai penggugat.79
Seperti yang telah dijelakan dalam ketentuan Pasal 87 ayat (1)
UUPLH dimana setiap penanggungjawab dari perusahaan pertambangan pasir
78Ibid. hal. 299. 79Ibid. hal. 298.
67
yang dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan menimbulkan resiko
kerusakan dan kerugian baik lingkungan maupun masyarakat wajib
membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu untuk mengganti
kerugian tersebut. Peraturan ini merupakan dasar perlindungan dalam segala
aktivitas dan kegiatan yang mengancam lingkungan hidup serta masyarakat,
yang mana jika memang dalam pelaksanannya terjadi dampak negatif yang
menimbulkan kerugian, masyarakat berhak menuntut ganti kerugian pada
pelaksana kegiatan yang adalah perusahaan pertambangan pasir galian C.
Maka pihak yang tergugat disini adalah Perusahaan Pertambangan Pasir
Galian C yakni CV Mutiara Timur, terkait adanya kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan pertambangan pasir.
Penggugat dalam hal ini berdasar pada ketentuan Pasal 87 ayat (1)
UUPLH, selain itu essensi dari isi pasal 87 ayat (2) UUPPLH, sudah
ditentukan pihak yang bertanggungjawab secara yuridis dalam gugatan
sengketa lingkungan, yaitu setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dan setiap orang yang melakukan pemindahantangan, pengubahaan sifat dan
bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang menyebabkan
terjadinya pencemaran lingkungan.80
Perbuatan orang, antara lain perbuatan melanggar hukum, yang
merugikan orang lain, dan diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang sama
rumusanya dengan Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek (BW). Menurut ketentuan
Pasal 1401 BW Belanda, setiap perbuatan melanggar hukum yang
80Ibid.
68
mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.81
Perbuatan melanggar hukum meliputi berbuat atau tidak berbuat
bertentangan dengan undang-undang, atau norma kesusilaan dan kepatutan
atau sikap hati-hati yang hidup dalam masyarakat, baik terhadap barang
maupun diri orang lain. Kesalahan meliputi, baik karena sengaja maupun
karena lalai. Kerugian merupakan bentuk akibat yang secara nyata timbul dari
perbuatan yang dilakukan serta disengaja, baik kerugian materiil maupun
immateriil. Pelaku perbuatan melanggar hukum bertanggung jawab
mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan, hal ini merupakan hal yang
wajib dilakukan oleh pelaku sebagai bentuk dari rusaknya alam sekitar serta
dampak yang dirasakan oleh masyarakat.82
2. Pelaksanaan Klaim Ganti Rugi
Selain tuntutan ganti kerugian yang dapat diajukan oleh masyarakat
terkait adanya permasalahan lingkungan yang mengakibatkan kerugian, pada
penjelasan pasal 87 ayat (1) UUPLH tersebut Perusahaan Pertambangan Pasir
Galian C mempunyai tanggungjawab dengan melakukan tindakan tertentu,
salah satu contohnya ialah Reklamasi.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batu Bara Pasal 1 ayat (26) menyebutkan “Reklamasi adalah kegiatan
yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
81Fitriani, 2018, Pertanggungjawaban Hukum Perusahaan Tambang Terhadap
Pencemaran Sumber Air Untuk Pertanian, Jurnal: http://digilib.unhas.ac.id. hal. 19-20. 82Ibid.
69
berfungsi kembali sesuai peruntukannya”. Reklamasi merupakan usaha
pelestarian kembali terhadap lingkungan pascatambang baik reboisasi atau
penanaman kembali pada lahan pascatambang. Dimana perusahaan tambang
bertanggung jawab memulihkan kembali lingkungan yang sempat rusak
akibat kegiatan pertambangan yang nantinya bisa saja dimanfaatkan kembali.
Contohnya wilayah bekas galian tambang dapat dimanfaatkan kembali
sebagai lahan yakni pertanian lahan basah. Hal ini secara tidak langsung
perusahaan dapat membantu pemerintah mewujudkan kesejahteraan rakyat
dengan telah memberikan bahkan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru
kepada masyarakat.83
Berdasarkan ketentuan Pasal 1401 BW, seseorang melakukan
perbuatan melanggar hukum yang merugikan orang lain dapat dituntut
pertanggungjawabannya apabila memenuhi empat unsur berikut:84
a. Perbuatan itu harus melanggar hukum (onrechtmatige, unlawful), artinya
berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan undang-undang,
atau norma kesusilaan dan kepatutan, atau sikap hati-hati yang hidup
dalam masyarakat.
b. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan (schuld,fault), artinya
baik karena sengaja atau lalai.
c. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian (schade, damage), baik
kerugian materiil atas benda/kekayaan orang lain karena rusak, hancur,
83Damopoli Dita N, 2013, Tanggungjawab Perusahaan Pertambangan Terhadap
Lingkungan Pasca Pertambangan, Jurnal: https://ejournal.unsrat.ac.id. 84Ibid. hal. 20.
70
atau lenyap, maupun kerugian immateril atas diri orang lain (nama baik,
kehormatan) karena tercemar.
d. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung
secara kausalitas (causaliteit, causality). Menurut Von Kries dalam
teorinya adequate veroorzaking, yang dianggap sebab adalah perbuatan
yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan
menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Karena perbuatan itu,
timbul kerugian.
Terkait dengan adanya hukum lingkungan kepedataan, secara umum
hukum lingkungan keperdataan menurut Munadjad Danusaputro mengandung
ketentuan-ketentuan yang mengatur tatanan masyarakat orang-seorang
berikut badan-badan hukum perdata dan hubungan yang melandasi orang-
seorang berikut badan-badan hukum perdata satu sama lain, begitu pula yang
melandasi hubungan hukum orang-seorang berikut badan-badan hukum
perdata berhadapan dengan badan-badan negara, manakala badan-badan
negera tersebut bertindak sebagai badan hukum perdata dalam
menyelenggarakan hak dan kewajibannya.85
Pendapat ini masih bersifat umum, karena hanya menekankan pada
pengaturan tatanan hubungan keperdataan dalam bidang lingkungan hidup.
Hubungan keperdataan dalam bidang lingkungan akan terkait dengan
pemenuhan hak dan kewajiban antar individu atau kelompok mengenai
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Jika hak salah satu pihak dirugikan,
85Ibid.
71
maka ia dapat meminta segera dihentikannya perbuatan yang menimbulkan
kerugian itu dan sekaligus menuntut ganti kerugian serta pemulihan hak-hak
yang dirugikan.86
Hukum lingkungan keperdataan bertujuan untuk memberikan
perlindungan hukum bagi korban pencemaran lingkungan dengan cara
mengajukan gugatan sengketa lingkungan di peradilan umum untuk
mengganti kerugian. Penyelesaian sengketa lingkungan diartikan sebagai
gugatan ganti kerugian atas dasar perbuatan melawan hukum di bidang
lingkungan keperdataan oleh korban pencemaran lingkungan. Terjadi
sengketa (termasuk didalamnya sengketa lingkungan) merupakan suatu yang
tidak dikehendaki namun apabila terjadi maka harus diselesaikan dengan cara
yang memadai. Para pihak yang bersengketa dapat memilih berbagai
mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan yang menguntungkan, yaitu
memilih cara penyelesaian sengketa lingkungan yang tepat, praktis, efektif,
efisien, pragmatis, kooperatif, serta prospektif.87
Terdapat beberapa alternatif cara penyelesaian sengketa lingkungan.
Pertama, melalui lembaga peradilan negara, kedua diluar lembaga peradilan.
Pada cara yang pertama lembaga peradilan sebagai institusi negara,
berwenang menjalankan kekuasaan kehakiman dalam menerima, memeriksa,
serta memutus perkara atau sengketa hukum yang diajukan kepadanya.
Sedangkan cara yang kedua, penyelesaian sengketa lingkungan di luar
pengadilan berdasarkan pilihan dan kesepakatan para pihak sebagai wujud
86Ibid. hal. 24-25. 87Ibid. hal. 34-35.
72
aktualisasi peran serta masyarakat untuk menyelesaikan sengketa secara
kooperatif.88
Mengenai ganti kerugian diatur dalam peraturan terbaru yakni
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomer 7 Tahun 2014 tentang Kerugian
Lingkungan Hidup. Akan tetapi pada penjelasan dalam peraturan tersebut
tidak dinyatakan secara jelas siapa yang dapat menuntut ganti kerugian.
Sehingga tuntutan ganti kerugian yang terjadi akibat pertambangan pasir
galian C yang terjadi di Desa Kunjorowesi Kabupaten Mojokerto yang
dimiliki oleh CV Mutiara Timur tetap berdasar pada ketentuan Pasal 87 ayat
(1) UU PPLH dengan melihat pada ketentuan Pasal 1365 dan 1401 BW yang
mana terkait pertanggungjawaban perusahaan dalam hal ini jika perusahaan
tidak mau mengganti kerugian maka dapat dituntut ganti kerugian oleh
masyarakat yang secara nyata menerima dampak dari adanya pertambangan
pasir galian C di sekitar tempat kegiatan pertambangan pasir Galian C
berlangsung.
Mengenai adanya kerugian yang dapat terjadi dalam kegiatan
pertambangan pasir, baiknya instansi pemerintah selalu memantau dan
bekerjasama dengan dinas-dinas yang terkait agar selalu memperhatikan
adanya aktivitas pertambangan Galian C tersebut karena hal ini juga
merupakan upaya pencegahan agar kegiatan tersebut tidak menibulkan
dampak negatif yang besar dan mengakibatkan adanya kerugian baik bagi
Lingkungan pun masyarakat sekitar. Dalam hal ini Pemerintah harus selalu
88Ibid. hal. 35.
73
berhati-hati dalam memberi izin kepada perusahaan pertambangan, dan
dengan melihat contoh mengenai dampak yang diakibatkan maka peraturan
dan persyaratan harus dikaji ulang secara mendalam agar keadaan dalam
lingkungan hidup tidak mengalami kerusakan dan mencegah terjadinya
kerugian terhadap masyarakat sekitar aktivitas tambang Galian C.