bab ii tinjauan pustakaeprints.itenas.ac.id/424/5/05 bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 bab...

25
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. 2.2 Penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu: 1) Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang. 2) Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. 3) Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. 2.3 Jenis Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi beberapa jenis kecelakaan lalu lintas (Bina Marga, 2011), yaitu: 1. Head-on Collision (Tabrak Depan-Depan) Jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi antara 2 kendaraan dari arah yang berlawanan. Kecelakaan ini terjadi karena kendaraan yang mau menyalip gagal kembali ke jalurnya atau karena jarak pandang yang tidak mencukupi di daerah tikungan. Di Indonesia, kecelakaan ini yang paling sering terjadi, karena lebar jalan di hampir seluruh jalan di Indonesia masih di bawah standar.

Upload: others

Post on 24-Jan-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kecelakaan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di

jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau

tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian

harta benda.

2.2 Penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi ke

dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:

1) Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan

kerusakan kendaraan dan/atau barang.

2) Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka

ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

3) Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban

meninggal dunia atau luka berat.

2.3 Jenis Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi beberapa jenis kecelakaan lalu

lintas (Bina Marga, 2011), yaitu:

1. Head-on Collision (Tabrak Depan-Depan)

Jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi antara 2 kendaraan dari arah yang

berlawanan. Kecelakaan ini terjadi karena kendaraan yang mau menyalip

gagal kembali ke jalurnya atau karena jarak pandang yang tidak mencukupi

di daerah tikungan. Di Indonesia, kecelakaan ini yang paling sering terjadi,

karena lebar jalan di hampir seluruh jalan di Indonesia masih di bawah

standar.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

6

2. Run off Road Collision (Tabrak Samping-Samping)

Jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi hanya pada satu kendaraan yang keluar

dari jalan dan menabrak sesuatu, hal ini dapat terjadi ketika pengemudi

kehilangan kontrol atau salah menilai tikungan, atau mencoba untuk

menghindari tabrakan dengan pengguna jalan lain jalan atau binatang.

3. Rear- end Collision (Tabrak Depan-Belakang)

Jenis tabrakan dimana tabrakan terjadi dari dua atau lebih kendaraan dimana

kendaraan menabrak kendaraan di depannya, biasanya disebabkan karena

kendaraan di depan berhenti tiba-tiba. Skenario yang sering terjadi adalah

deselerasi tiba-tiba oleh mobil pertama (misalnya, untuk menghindari

seseorang menyeberang jalan) sehingga mobil kedua tidak punya waktu

untuk rem dan bertabrakan dengan yang pertama. Atau mobil kedua

mempercepat lebih cepat dari kendaraan pertama (misalnya, meninggalkan

persimpangan). Atau jika terjadi perbedaan kecepatan yang signifikan dari

kendaraan pertama (truck) yang overload dengan kendaraan kedua yang

kecepatannya lebih tinggi melewati jalan tanjakan, hal ini biasa terjadi di jalan

tol. Jenis kecelakaan ini juga dapat menyebabkan kecelakaan beruntun

dimana melibatkan lebih dari dua kendaraan.

4. Side Collision (Tabrak Depan-Samping)

Jenis tabrakan dimana terjadi antara dua kendaraan secara bersampingan

dengan arah yang sama. Tabrakan ini sering terjadi di persimpangan, di

tempat parkir atau ketika kendaraan menabrak dari samping suatu objek tetap.

5. Rollover (Terguling)

Jenis tabrakan dimana kendaraan terjungkir balik, biasanya terjadi pada

kendaraan dengan profil yang lebih tinggi seperti truk. Kecelakaan rollover

berhubungan langsung dengan stabilitas kendaraan. Stabilitas ini dipengaruhi

oleh hubungan antara pusat gravitasi dan lebar trek (jarak antara roda kiri dan

kanan). Pusat gravitasi yang tinggi dan trek yang lebar dapat membuat

kendaraan tidak stabil di tikungan dengan kecepatan yang tinggi atau

perubahan arah belokan yang tajam dan mendadak. Airbags maupun sabuk

pengaman kurang efektif.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

7

Tabel 2.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya

Arah

kendaraan Klasifikasi Keterangan

Tabrak Depan – Depan - Terjadi pada jalan lurus yang

berlawanan arah

Tabrak Samping – Samping

- Tidak tersedia pengaturan lampu

lalu lintas atau rambu-rambu

dipersimpangan

- Mengemudikan kendaraan

dengan kecepatan tinggi

Tabrak Depan – Belakang

- Terjadi pada suatu ruas jalan

searah

- Pengereman mendadak

- Jarak kendaraan yang tidak

terkontrol

- Terjadi pada jalan lurus dan

searah

Tabrak Depan – Samping

- Terjadi pada saat pengemudi

kehilangan konsentrasi

- Kendaraan mengalami hilang

kendali

Terguling

- Biasanya terjadi di tikungan

- Mengemudikan kendaraan

dengan kecepatan tinggi

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga, 2011

2.4 Dampak Kecelakaan Lalu Lintas

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana

Jalan Raya dan Lalu Lintas, dampak kecelakaan lalu lintas dapat diklasifikasi

berdasarkan kondisi korban menjadi tiga, yaitu:

a. Meninggal dunia adalah korban kecelakaan yang dipastikan meninggal dunia

sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari

setelah kecelakaan tersebut.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

8

b. Luka berat adalah korban kecelakaan yang karena luka-lukanya menderita

cacat tetap atau harus dirawat inap di rumah sakit dalam jangka waktu lebih

dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan. Suatu kejadian digolongkan sebagai

cacat tetap jika sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan sama

sekali dan tidak dapat sembuh atau pulih untuk selama-lamanya.

c. Luka ringan adalah korban yang mengalami luka-luka yang tidak

memerlukan rawat inap atau harus dirawat inap di rumah sakit kurang dari 30

hari sejak terjadi kecelakaan.

2.5 Faktor – Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Raya faktor yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas dapat

dikelompokkan dalam empat unsur, yakni: manusia, kendaraan, jalan, dan

lingkungan. Besarnya persentase masing-masing faktor penyebab kecelakaan lalu

lintas yang ditentukan berdasarkan bobot faktor risiko dan jumlah kecelakaan yang

terjadi yaitu faktor manusia sebesar 75,4%, faktor kendaraan sebesar 10,2%, faktor

jalan dan lingkungan sebesar 14,5% (Vogel, 2005). Persentase penyebab

kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung berdasarkan persepsi responden ahli yaitu

faktor manusia sebesar 63,1%, faktor kendaraan sebesar 20,1% dan faktor jalan

sebesar 16,8% (Rajasa, 2017). Gambar 2.1 menunjukan faktor yang berkontribusi

terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan (Austroads, 2002).

Sumber: Austroads, 2002

Gambar 2.1 Faktor Yang Berkonstribusi Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

9

2.5.1 Faktor Manusia

Manusia sebagai pemakai jalan yaitu pejalan kaki dan pengendara kendaraan.

Pejalan kaki tersebut menjadi korban kecelakaan dan dapat juga menjadi penyebab

kecelakaan. Pengemudi kendaraan merupakan penyebab kecelakaan yang utama,

sehingga paling sering diperhatikan. Faktor manusia merupakan faktor yang paling

dominan dalam kecelakaan (Bina Marga, 2011)

Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas pada

pengendara adalah:

a. Lengah

Lengah dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan apabila pengemudi

melakukan kegiatan lain saat mengemudi yang mengakibatkan terganggunya

konsentrasi pengemudi, misalnya melihat ke samping, mengambil sesuatu atau

berbincang-bincang dengan penumpang (Warpani, 2002).

b. Mengantuk

Mengantuk dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas pada

pengendara karena pengemudi kehilangan daya reaksi dan konsentrasi akibat

kurang istirahat (tidur) dan atau sudah mengemudikan kendaraan lebih dari 5

jam tanpa istirahat (Warpani, 2002). Ciri-ciri pengemudi yang mengantuk adalah

sering menguap, perih pada mata, lambat dalam bereaksi, berhalusinasi dan

pandangan kosong.

c. Lelah

Faktor kelelahan merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan, kelelahan

yaitu keadaan di mana pengemudi membawa kendaraan dalam keadaan lelah

akibat kurang istirahat sedemikian rupa sehingga mengakibatkan kurang

waspada serta kurang tangkas bereaksi terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi (Enggarsari, 2017).

d. Mabuk

Mabuk dapat disebabkan ketika pengemudi kehilangan kesadaran antara lain

karena pengaruh obat-obatan, alkohol, dan narkotik (Warpani, 2002). Mabuk

yang disebabkan alkohol memiliki peranan penting terhadap terjadinya

kecelakaan lalu lintas pada pengendara. Oleh karena itu, pengendara dilarang

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

10

mengkonsumsi alkohol sebelum berkendara atau tubuhnya mengandung alkohol

ketika ingin berkendara.

f. Tidak tertib

Tidak tertib dalam berlalu lintas merupakan ketidakdisiplinan pengendara dalam

berkendara yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Tidak

tertibnya pengendara itu dapat disebabkan oleh perilaku berkendara yang buruk

dan kesadaran akan berlalu lintas dengan benar yang rendah, seperti melanggar

marka atau rambu lalu lintas, mendahului kendaraan lain melalui jalur kiri, dan

sebagainya. Data menunjukkan lebih dari 90% faktor utama penyebab

kecelakaan lalu lintas adalah manusia, yang sangat berkaitan erat dengan

perilaku manusia dalam tata tertib dan disiplin berlalu lintas (Kezia, 2012).

g. Tidak terampil

Berkendara sangat membutuhkan keterampilan, menurut Dahlia (2012) yang

dikutip oleh Marsaid (2013) menyebutkan bahwa faktor pengendara tidak

terampil merupakan pengendara yang tidak mampu mengendalikan

kendaraannya sehingga menimbulkan kecelakaan seperti tidak berjalan sesuai

jalurnya atau terlalu ke kanan, tidak menjaga jarak aman. Oleh karena itu dalam

berkendara diperlukan latihan dan pengalaman dalam berkendara sehingga

memiliki keterampilan alamiah menghadapi bermacam-macam situasi lalu

lintas.

h. Kecepatan tinggi

Kecepatan merupakan hal yang dapat dikontrol pengendara sesuai keinginannya,

menurut Simarmata (2008) yang dikutip oleh Marsaid (2013) kecepatan tinggi

akan meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan dari

konsekuensi kecelakaan tersebut. Kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan

yang dimungkinkan atau diizinkan oleh kondisi lalu lintas dan jalan. Hal ini

memberikan pengertian bagi pengemudi dan sesungguhnya batas kecepatan

tidak akan diperlukan seandainnya pengemudi dapat menyesuaikan dengan

kondisi di lapangan tanpa adanya peraturan kecepatan.

2.5.2 Faktor Kendaraan

Kendaraan bermotor sebagai hasil produksi suatu pabrik, telah dirancang

dengan suatu nilai faktor keamanan untuk menjamin keselamatan bagi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

11

pengendaranya. Kendaraan harus siap pakai, oleh karena itu kendaraan harus

dipelihara dengan baik sehingga semua bagian mobil berfungsi dengan baik, seperti

mesin, rem kemudi, ban, lampu, kaca spion dan sabuk pengaman. Kendaraan dapat

menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan sebagaimana

mestinya yaitu sebagai akibat kondisi teknis yang tidak laik jalan ataupun

penggunaannya tidak sesuai ketentuan (Bina Marga, 2011). Faktor-faktor

kendaraan yang beresiko menimbulkan kecelakaan lalu lintas adalah:

a. Rem Blong

Rem merupakan komponen dari kendaraan yang berfungsi untuk memperlambat

laju atau memberhentikan kendaraan. Kendaraaan memiliki dua rem, yaitu rem

depan dan rem belakang. Rem depan lebih efektif dibandingkan rem belakang

bahkan pada jalan dengan permukaan yang licin. Teknik pengereman yang baik

adalah menggunakan kedua rem untuk memberhentikan atau mengurangi

kecepatan, lalu menurunkan transmisi kendaraan. Jarak terlalu dekat juga

mempengaruhi pengereman, jika pengendara kurang memperhatikan jarak

minimal dengan kendaraan di depan dan kecepatan kendaraannya maka jarak

pandang henti akan berkurang dan dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas

(Marsaid, 2013).

b. Ban Pecah

Ban pecah terjadi ketika pengendara sedang berkendara dengan kecepatan

tinggi, kondisi ban yang sudah tipis serta kondisi jalan yang kurang kondusif.

Kendaraan yang mengalami pecah ban akan menjadi sulit dikendalikan sehingga

beresiko tinggi terjadi kecelakaan. Selain itu, ban yang pecah mendadak pada

saat kendaraan melaju dapat menimbulkan kecelakaan beruntun, karena

kendaraan berhenti secara tiba-tiba tanpa memberi aba-aba agar kendaraan

dibelakangnya dapat menjaga jarak.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada ban yaitu tekanan ban dan kerusakan

ban. Kendala pada ban meliputi kurangnya tekanan udara dan ban pecah.

Kurangnya tekanan udara adalah kondisi dimana tekanan ban berkurang

walaupun sudah di pompa. Sedangkan ban pecah adalah kerusakan ban secara

tiba-tiba yang dapat disebabkan oleh ban yang tertusuk oleh paku, batu tajam

atau benda lainnya yang dapat melubangi ban. Tekanan ban harus diperhatikan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

12

karena dapat menyebabkan ketidakseimbangan ban dan menimbulkan ancaman

ketika berkendara terutama dalam kecepatan tinggi. Adapun hal-hal lain yang

harus diperhatikan dalam memilih dan menggunakan ban adalah ukuran ban,

tipe ban, dan daya cengkeram ban pada jalan (Marsaid, 2013).

c. Kendaraan Selip

Menurut Silaban (2004) yang dikutip oleh Marsaid (2013) menyebutkan bahwa

berdasarkan hasil analisis didapatkan hubungan tidak bermakna antara

kendaraan selip dengan kejadian meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Data

ini mencerminkan bahwa selip bukan merupakan salah satu faktor utama

penyebab kecelakaan lalu lintas yang dapat menimbulkan korban meninggal,

tetapi ada faktor lain yang menyertai sebagai penyebab kecelakaan. Kecelakaan

karena selip sering kali berhubungan dengan pengereman dan kondisi jalan.

Mengerem dengan keras dan mendadak akan menyebabkan selip karena

perpindahan berat kendaraan secara mendadak dapat menyebabkan roda depan

mengunci.

Kondisi jalan yang basah dan licin juga berpengaruh terhadap kejadian selip, ban

akan kekurangan kemampuan menapak pada jalan basah atau permukaan yang

licin. Selain itu, kondisi jalan menikung juga beresiko menyebabkan selip, hal

ini dikarenakan pada saat menikung pengendara sepeda motor seringkali

berbelok disertai mengerem.

d. Lampu kendaraan

Lampu kendaraan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

terjadinya kecelekaan lalu lintas bagi pengendara terutama pada malam hari.

Sesuai Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 pasal 41, mengungkapkan

kendaraan dengan atau tanpa kereta samping harus dilengkapi dengan lampu-

lampu dan pemantul cahaya yang meliputi:

1) Lampu utama

Lampu utama terbagi menjadi dua, yaitu lampu utama dekat dan lampu utama

jauh. Lampu utama berfungsi sebagai penerang utama bagi pengendara dan

sebagai penanda keberadaan bagi pengendara lain. Ketika berkendara lampu

utama dekat yang lebih sering dipergunakan, karena lampu utama jauh dapat

mengganggu penglihatan pengendara lain yang berlawanan arah. Lampu

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

13

utama jauh digunakan ketika berada pada jalanan sepi. Lampu utama dekat

dan jauh berwarna putih atau kuning, lampu harus dapat menerangi jalan

sekurang-kurangnya 40 meter ke depan untuk lampu utama dekat dan

sekurang-kurangnya 100 meter ke depan untuk lampu utama jauh.

2) Lampu indikator/sein

Lampu ini wajib dimiliki setian kendaraan yang letaknya sepasang di depan

kendaraan dan sepasang lagi dibelakang sepeda motor. Fungsinya adalah

sebagai penunjuk arah untuk memberitahu arah tujuan kita kepada

pengendara dibelakang kita atau kendaraan di depan kita, selain itu juga dapat

digunakan ketika akan berpindah jalur. Lampu ini berwarna putih atau kuning

tua dan berkelip-kelip, harus dapat dilihat pada malam hari maupun siang

hari.

3) Lampu rem

Lampu rem berfungsi untuk memberitahu pengendara lain di belakang agar

mengurangi kecepatan dan sebagai tanda bahwa kendaraan mengurangi laju

kecepatannya. Lampu ini harus berwarna merah terang tetapi tidak

menyilaukan pengendara dibelakangnya.

e. Kelebihan muatan

Kelebihan muatan adalah merupakan penggunaan kendaraan yang tidak sesuai

dengan ketentuan tata tertib muatan (Bina Marga, 2011). Berdasarkan Peraturan

Pemerintah RI No.55 tahun 2012 tentang kendaraan, pendistribusian barang dan

jasa kendaraan bermotor diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu, truk

merupakan pendistribusian barang. Bus, mobil dan sepeda motor merupakan

jasa pendistribusian manusia. Besarnya kebutuhan jasa angkutan publik untuk

pendistribusian barang dan jasa ini mendorong pertumbuhan kendaraan

bermotor untuk angkutan semakin besar pula. Membawa muatan barang yang

melebihi kapasitas beresiko menganggu kenyamanan dalam berkendara baik

bagi pengendara maupun orang lain yang juga melintas.

2.5.3 Faktor Jalan

Faktor jalan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya

kecelakaan lalu lintas. Kondisi jalan yang rusak, geometrik (alinyemen horizontal

dan vertikal), begitu juga tidak berfungsinya marka, rambu dan sinyal lalu lintas

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

14

dengan optimal, harmonisasi rambu dan marka yang tidak baik dapat menyebabkan

kecelakaan lalu lintas (Djunaidi, 2017). Berikut adalah uraian mengenai faktor jalan

yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara:

a. Jalan berlubang

Menurut Bustan (2007) yang dikutip oleh Marsaid (2013) jalan berlubang adalah

kondisi dimana permukaan jalan tidak rata akibat adanya cekungan ke dalam

yang memiliki kedalaman dan diameter yang tidak berpola, ini disebabkan

sistem pelapisan yang kurang sempurna. Banyak jalan berlubang yang memiliki

diameter serta kedalaman yang cukup besar, hal ini sangat beresiko

menyebabkan sepeda motor kehilangan keseimbangan ketika melewatinya. Jika

pengendara kutang terampil menguasai keadaan, sepeda motor dapat oleng dan

terjatuh. Tingkat keparahan yang ditimbulkan akibat kecelakaan karena jalan

berlubang cukup parah bergantung pada model kecelakaan dan lubang yang ada.

b. Jalan rusak

Jalan rusak adalah kondisi dimana permukaan jalan tidak mulus yang disebabkan

karena jalan belum diaspal, jalan yang terdapat bebatuan, kerikil atau material

lain yang berada di permukaan jalan yang mengganggu ketika berkendara, dan

jalan aspal yang sudah mengalami kerusakan. Jalan yang rusak dapat

mengurangi kontrol dalam berkendara dan mengganggu keseimbangan

pengendara, untuk itu pengendara sebaiknya mengurangi kecepatannya ketika

melewati jalan dengan kondisi rusak (Dephub, 2006).

c. Jalan licin

Permukaan jalan yang licin dapat disebabkan oleh air hujan, namun ada juga

yang disebabkan oleh faktor lain seperti tumpahan minyak, lumpur, ataupun

tanah yang basah karena tersiram air hujan. Jika ditelaah lebih mendalam

kecelakaan yang disebabkan jalan yang basah/licin sebenarnya tidak berdiri

sendiri, hal ini berhubungan dengan beberapa faktor penyebab lainnya

contohnya faktor pengendara dan kondisi kendaraan terutama performa ban. Ban

yang permukaannya sudah halus atau tipis ketika bertemu dengan jalan yang

licin tidak akan menimbulkan gaya gesek antara ban dan jalan, sehingga beresiko

tinggi terpeleset (Kartika, 2009).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

15

d. Tanpa marka/rambu

Jalan yang tidak memiliki marka jalan dan rambu lalu lintas sangat berpotensi

menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas pada pengendara sepeda motor. Marka

dan rambu jalan ini berguna untuk membantu pengaturan arus lalu lintas dan

memberitahu pengendara mengenai kondisi jalan dan peraturan di suatu jalan

(Kezia, 2012). Selain itu, marka dan rambu lalu lintas juga harus berfungsi dan

berkondisi baik agar pengendara dapat melihat dan mematuhi rambu dan marka

jalan di lingkungannya berkendara.

e. Tikungan tajam

Jalan yang memiliki tikungan tajam adalah jalan yang memiliki kemiringan

sudut belokan kurang dari atau lebih dari 180o. Untuk melewati kondisi jalan

tersebut dibutuhkan keterampilan dan teknis khusus dalam berkendara agar tidak

hilangnya kendali pada kendaraan yang berakibat jatuh dan menyebabkan

terjadinya kecelakaan lalu lintas. Jika kendaraan akan membelok sebaiknya

mengurangi laju kendaraan agar dapat berhati-hati (Kartika, 2009).

f. Tanjakan dan turunan

Sudut pandang pada tanjakan dan turunan yang tajam dapat menipu pemgemudi,

sehingga tanjakan adalah salah satu tempat rawan kecelakaan (Kezia, 2012).

Pada jalan-jalan tanjakan dan turunan, seringkali kendaraan – kendaraan berat

yang bergerak dengan kecepatan di bawah kecepatan rencana menjadi

penghalang kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan diatas kecepatan

rencana, jenis kendaran yang sering menjadi penghalang adalah jenis truk.

Kendaraan dengan kecepatan di atas kecepatan rencana juga seringkali

menimbulkan kecelakaan bagi pengendara baik yang sedang melalui tanjakan

maupun turunan jalan.

2.5.4 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi keselamatan lalu lintas, salah

satunya yaitu cuaca buruk. Cuaca buruk sangat mempengaruhi kelancaran arus lalu

lintas, bahkan dalam berbagai peristiwa kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh

cuaca buruk. Dalam cuaca buruk, misalnya hujan lebat atau berkabut yang

menyebabkan pandangan pengemudi sangat terbatas sehingga mudah sekali terjadi

kesalahan antisipasi. Di samping itu jalan juga dapat menjadi licin (Warpani, 2002).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

16

Berikut adalah uraian mengenai faktor lingkungan yang dapat menyebabkan

terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara:

a. Hujan

Hujan dapat membawa pengaruh kepada hal-hal lain seperti jalan yang menjadi

licin, jarak pandang menjadi lebih pendek, dan jarak pengereman menjadi lebih

jauh. Cuaca buruk sangat mempengaruhi kelancaran arus lalu lintas, bahkan

dalam berbagai peristiwa, kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh cuaca buruk.

Dalam cuaca buruk, misalnya hujan lebat atau berkabut, pandangan pengemudi

sangat terbatas sehingga mudah sekali terjadi kesalahan antisipasi. Di samping

itu, jalan juga menjadi sangat licin, semuanya bisa dikembalikan pada faktor

manusia yakni kesadaran dan kehatihatiannya pada kondisi hujan dan jalanan

yang menjadi licin (Warpani, 2002).

b. Jalan gelap

Jalan gelap dapat disebabkan karena lampu penerangan di jalan yang tidak ada

atau tidak cukup penerangannya. Jalan yang gelap beresiko menyebabkan

terjadinya kecelakaan lalu lintas pada pengendara karena pengendara tidak dapat

melihat dengan jelas arah dan kondisi jalan serta lingkungan sekitarnya. Jalan

tanpa lampu penerang jalan akan sangat membahayakan dan minumbulkan

potensi tinggi untuk menyebabkan kecelakaan lalu lintas pada pengendara.

Kecelakaan dikarenakan lampu penerangan yang hanya berasal dari kendaraan

terkadang tidak cukup untuk menerangi jalan di depannya.

c. Kabut

Kabut yang diakibatkan oleh cuaca buruk merupakan salah satu faktor penyebab

kecelakaan lalu lintas. Kabut menyebabkan pandangan pengemudi sangat

terbatas sehingga mudah sekali terjadi kesalahan antisipasi (Warpani, 2002).

2.6 Metode Delphi

Metode Delphi adalah proses yang dilakukan dalam kelompok untuk

mensurvei dan mengumpulkan pendapat dari para ahli terkait topik tertentu. Metode

Delphi merupakan metode yang menyelaraskan proses komunikasi suatu grup

sehingga dicapai proses yang efektif dalam mendapatkan solusi masalah yang

kompleks (Marimin, 2004).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

17

Pendekatan Delphi memiliki 3 grup yang berbeda yaitu pembuat keputusan,

staf dan responden. Pembuat keputusan akan bertanggung jawab terhadap keluaran

dari kajian Delphi. Sebuah grup kerja yang tersusun atas staf dan pembuat

keputusan bertugas mengembangkan dan menganalisis semua kuesioner,

mengevaluasi pengumpulan data dan merevisi kuesioner yang diperlukan. Grup staf

dipimpin oleh koordinator yang harus memiliki pengalaman dalam desain dan

mengerti metode Delphi serta mengenal topik masalah. Tugas staf koordinator

adalah mengontrol staf dalam pengetikan, mailing kuesioner, membagi dan proses

hasil serta penjadwalan pertemuan. Responden adalah orang yang ahli dalam

masalah dan siapa saja yang setuju untuk menjawab kuesioner.

Dalam buku Marimin (2004) tersebut, dijelaskan prosedur metode Delphi adalah

sebagai berikut:

a. Mengembangkan pertanyaan Delphi

Dimulai dengan membuat pertanyaan secara garis besar oleh pembuat

keputusan. Jika responden tidak mengerti, maka masukan pertanyaan tersebut

perlu diganti. Kunci dari langkah ini adalah mengembangkan pertanyaan

yang dapat dimengerti oleh responden.

b. Memilih dan kontak dengan responden

Responden sebaiknya diseleksi, sehingga responden yang dipilih mengetahui

permasalahan dan memiliki informasi yang tepat untuk dibagi.

c. Memilih jumlah responden

Ukuran jumlah responden bervariasi antara 10-15 partisipan.

d. Mengembangkan kuesioner dan test (1)

Kuesioner pertama dikirim kepada responden ahli untuk menanyakan

beberapa pendapat dan juga rekomendasinya secara garis besar.

e. Analisis Kuesioner (1)

Analisis kuesioner harus dihasilkan dalam ringkasan yang berisi bagian-

bagian yang diidentifikasi dan komentar dibuat dengan jelas dan dapat

dimengerti responden terhadap kuesioner (2).

f. Pengembangan kuesioner dan test (2)

Kuesioner (2) dikembangkan menggunakan ringkasan responden dari

kuesioner (1). Fokus dari kuesioner ini adalah untuk mengidentifikasi dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

18

mendiskusikan bagian yang diinginkan serta membantu partisipan

mengetahui masing-masing posisi dan bergerak menuju pendapat yang

akurat.

g. Analisis kuesioner (2)

Tujuan dari tahap ini adalah meringkas pendapat yang dibuat tentang masing-

masing bagian dan jika didapatkan informasi maka akan membantu

penyelesaian masalah.

h. Mengembangkan kuesioner dan test (3)

Kuesioner (3) didesain untuk mendorong masukkan proses Delphi.

i. Analisis kuesioner (3)

Analisis tahap ini mengikuti prosedur yang sama pada analisis kuesioner (2).

j. Menyiapkan laporan akhir

Laporan akhir harus meringkas tujuan dan proses hasil yang baik.

2.7 Metode Cut Off Point

Metode Cut Off Point merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi

kriteria yang relevan yang dilakukan oleh para responden dalam menilai setiap

kriteria dengan menggunakan skala, yaitu:

a. Jawaban Sangat Penting (very important) diberi nilai 3.

b. Jawaban Penting (somewhat important) ) diberi nilai 2.

c. Jawaban Tidak Penting (not important) ) diberi nilai 1.

Hasil dari analisis dengan Metode Cut off Point yang mempunyai nilai

kurang dari batas cut off tidak akan ikut untuk dianalisis dan dianggap

pengaruhnya tidak terlalu penting. Perhitungan nilai cut off menggunakan formula

(Maggie dan Tummala, 2001) dengan Rumus 2.1.

Menurut Maggie dan Tummala (2001) yang dikutip oleh Setiawan (2016),

mengatakan bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan metode Analytic Hierarchy

Process (AHP) perlu seleksi awal dari kriteria yang telah ditentukan untuk

memastikan tingkat kepentingan dari kriteria.

Nilai Cut Off = Nilai Maksimum + Nilai Minimum

................ (2.1)

2

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

19

2.8 Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)

Metode AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty untuk

mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling

penting. Dalam buku Saaty (1991) tersebut, dijelaskan bahwa metode ini adalah

sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang

kompleks. Menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan

dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian

atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada

pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel yang mana memiliki

prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi

tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks

dengan analisis yang logis, ada tiga prinsip pemikiran analitik yaitu prinsip

menyusun suatu hirarki kriteria, prinsip menerapkan prioritas dan prinsip

konsistensi logis.

• Menyusun Hierarki

Pada umumnya manusia mempunyai kemampuan untuk mempersepsi benda

dan gagasan, mengidentifikasi dan mengkomunikasikan apa yang diamati

untuk memperoleh pengetahuan terinci, pikiran dalam menyusun realitas yang

kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, kemudian

menyusun bagian ini ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara

hierarkis.

• Menentukan Prioritas

Para perencana menetapkan hubungan elemen dari setiap tingkatan hierarki

dengan membandingkan elemen tersebut secara berpasangan. Hubungan dari

elemen tersebut diperoleh tingkat kepentingan yang lebih tinggi, hasil dari

pembandingan ini yaitu suatu prioritas atau relatif pentingnya suatu kriteria.

• Konsistensi Logis

Penggunaan pada prinsip ini yaitu proses Hierarki Analitik memasukkan baik

aspek kualitatif maupun kuantitatif suatu pemikiran, aspek kualitatif untuk

mendefinisikan persoalan dan hierarkinya, sedangkan aspek kuantitatif untuk

mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

20

Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan pada metode AHP, seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 2.2.

Sumber: Saaty, 1991

Gambar 2.2 Abstraksi Susunan Hierarki Keputusan

2.8.1 Langkah-Langkah dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode Analytic Hierarchy

Process (AHP) didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan, dilanjutkan dengan

kriteria dan alternatif pilihan.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan

atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan

pilihan atau judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat

kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan

nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai Eigen Vector dan menguji konsistensinya, jika tidak

konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi.

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki.

7. Menghitung Eigen Vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

Nilai Eigen Vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk

Fokus

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4

Subkriteria Subkriteria Subkriteria Subkriteria

Level 1

Level 2

Level 3

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

21

mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat

hirarki terendah sampai pencapaian tujuan

8. Menguji konsistensi hierarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,1; maka

penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidak konsisten (inconsistency)

yang ditetapkan Saaty. Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh

merupakan rangking yang dicari dalam Analytic Hierarchy Process (AHP).

2.8.2 Matrik Perbandingan Berpasangan

Konsep dasar AHP adalah penggunaan matriks pairwise comparasison

(matrik perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan bobot relatif antar kriteria.

Matrik yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk

kerangka konsistensi. Pendekatan dengan matrik mencerminkan aspek ganda dalam

prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan

pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen

dibandingkan elemen lainnya. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada

nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 sampai 9 seperti yang

terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Skala Matrik Perbandingan Berpasangan

Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen

menyumbangnya sama

besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting dari pada yang lainnya

Pengalaman dan

pertimbangan sedikit

menyokong satu elemen

atas yang lainnya

5

Elemen yang esensial atau

sangat penting daripada elemen

lainnya

Pengalaman dan

pertimbangan dengan kuat

menyokong satu elemen atas

elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting

dari elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat

disokong, dan dominannya

telah terlihat terlihat dalam

praktik

Dilanjutkan,

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

22

Tabel 2.2 Skala Matrik Perbandingan Berpasangan (Lanjutan)

9

Elemen yang satu mutlak lebih

penting dari elemen (Absolutely

more importance)

Bukti yang menyokong

elemen yang satu atas yang

lain memiliki tingkat

penegasasan tertinggi yang

mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara diantara dua

pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan

antara dua pertimbangan

Sumber: Saaty, 1991

2.8.3 Penggabungan Pendapat Responden

Pada dasarnya metode AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu

responden ahli. Namun dalam pelaksanaannya penilaian kriteria dan alternatif

dilakukan oleh beberapa ahli multi-disiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa

ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten

kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Berikut adalah

persamaan untuk menggabungkan beberapa pendapat responden ahli seperti pada

Rumus 2.2.

𝐴𝐺 = √𝐴1 × 𝐴2 × … × 𝐴𝑛𝑛

........................................ (2.2)

dengan:

AG = rata-rata geometrik

n = jumlah responden

Ai = penilaian oleh responden ke-i

2.8.4 Perhitungan Bobot Elemen

Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matrik. Bila

dalam suatu sub sistem operasi terdapat “ ” elemen operasi yaitu elemen-elemen

operasi A1, A2, A3, … , An maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-

elemen tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan

berpasangan dimulai dari tingkat hirarki yang paling tinggi, dimana suatu kriteria

digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Bentuk matrik perbandingan

berpasangan bobot elemen seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.3.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

23

Tabel 2.3 Bobot Elemen Perbandingan Berpasangan

……… A1 A2 ……… An

A1 A11 A12 ……… A1n

A2 A21 A22 ……… A2n

......... ……… ……… ……… ………

An An1 An2 ……… Ann

Sumber: Saaty, 1991

Bila elemen A dengan parameter I, dibandingkan dengan elemen operasi A

dengan parameter j, maka bobot perbandingan elemen operasi Ai berbanding Aj

dilambangkan dengan Aij seperti pada Rumus 2.3.

Aij = Ai/Aj, dimana: i,j = 1,2,3,…n ............................. (2.3)

Matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrik), dapat

digambarkan menjadi matrik perbandingan preferensi seperti diperlihatkan pada

Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Matriks Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan

......... W1 W2 ……… Wn

W1 W1/W1 W1/W2 ……… W1/Wn

W2 W2/W1 W2/W2 ……… W2/Wn

......... ……… ……… ……… ………

Wn Wn/W1 Wn/W2 Wn/Wn

Sumber: Saaty, 1991

Nilai Wi/Wj dengan I,j = 1,2, … n diperoleh dengan melibatkan responden

yang memiliki kompetensi dalam permasalahan yang dianalisis. Matrik

perbandingan preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap

baris tersebut dengan menggunakan Rumus 2.4.

𝑊𝑖 = √(𝑎𝑖1 × 𝑎𝑖2 × 𝑎𝑖3, … × 𝑎𝑖𝑛)𝑛................................... (2.4)

Matrik yang diperoleh merupakan Eigen Vector yang juga merupakan bobot

kriteria. Bobot kriteria atau Eigen Vector adalah (Xj), seperti pada Rumus 2.5.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

24

𝑋𝑗 = (𝑊𝑖

∑ 𝑊𝑖)................................................... (2.5)

dengan nilai Eigen Vector terbesar (λmaks), seperti pada Rumus 2.6.

λmaks = aij.Xj ................................................... (2.6)

Penyimpangan terhadap konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi

(CI), seperti Rumus 2.7.

𝐶𝐼 =λ𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑛

𝑛−1................................................... (2.7)

dengan: λmaks : nilai eigen vector maksimum

n : ukuran matrik

Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai 9 beserta kebalikannya

sebagai Random Index (RI). Dengan Random Index (RI) setiap ordo matrik seperti

pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Random Indeks

Ordo

Matrik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

Sumber: Saaty, 1991

Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matrik didefinisikan sebagai Ratio

Konsistensi atau Consitency Ratio (𝐶𝑅) seperti pada Rumus 2.8. Untuk model AHP

matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten tidak lebih dari 10%

atau sama dengan 0,1.

𝐶𝑅 =𝐶𝐼

𝑅𝐼≤ 0,1 (𝑂𝐾)................................................... (2.8)

2.9 Metode Technique for Order Pereference by to Ideal Solution (TOPSIS)

TOPSIS digunakan sebagai salah satu metode dalam memecahkan masalah

multikriteria. Dalam bukunya menurut Marbun dan Sinaga (2018) metode TOPSIS

memberikan sebuah solusi dari sejumlah alternatif dengan alternatif terbaik dan

alternatif terburuk yang ada dalam alternatif-alternatif masalah. Metode ini

menggunakan jarak untuk melakukan perbandingan tersebut.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

25

TOPSIS akan merangking alternatif berdasarkan prioritas nilai kedekatan

relatif suatu alternatif terhadap solusi ideal positif. Alternatif-alternatif yang telah

dirangking kemudian dijadikan sebagai referensi bagi pengambil keputusan untuk

memilih solusi terbaik yang diinginkan. Metode ini banyak digunakan untuk

menyelesaikan pengambilan keputusan secara praktis. Hal ini disebabkan

konsepnya sederhana dan mudah dipahami, komputasinya efisien, dan memiliki

kemampuan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif keputusan.

Nilai solusi ideal negatif dan solusi ideal positif dari setiap kriteria ditentukan,

dan setiap alternatif dipertimbangkan dari informasi tersebut. Solusi ideal positif

didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh nilai terbaik yang dapat dicapai untuk

setiap atribut, sedangkan solusi ideal negatif terdiri dari seluruh nilai terburuk yang

dicapai untuk setiap atribut.

Berikut adalah langkah-langkah dari metode TOPSIS:

1. TOPSIS dimulai dengan membangun sebuah matriks keputusan. Matriks

keputusan X mengacu terhadap m alternatif yang akan dievaluasi berdasarkan

n kriteria. Matriks keputusan X dapat dilihat pada persamaan 2.9.

𝑋 =

𝑎1

…𝑎𝑚

(

𝑥11 … 𝑥1𝑛

… … …𝑥𝑚1 … 𝑥𝑚𝑛

)....................................... (2.9)

dengan:

- a1 (i = 1, 2, 3, …, m) adalah alternatif-alternatif yang mungkin

- xj (j = 1, 2, 3, …, n) adalah atribut dimana performansi alternatif diukur

- xij adalah performansi alternatif ai dengan acuan atribut xj

2. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi

Persamaan yang digunakan untuk mentransformasikan setiap elemen xij

terbentuk dari Rumus 2.10.

𝑟𝑖𝑗 =𝑥𝑖𝑗

√∑ 𝑥𝑖𝑗2𝑚

𝑖=1

................................................... (2.10)

dengan:

- i = 1,2,3,...,m; dan j = 1,2,...,n

- rij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasi R.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

26

- xij adalah elemen matriks dari keputusan X

3. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot.

Dengan bobot wi = (w1, w2, w3, …, wn) dimana wj adalah bobot dari kriteria ke-

j dan ∑ 𝑤𝑗 = 1𝑛𝑗=1 maka normalisasi bobot matriks V seperti pada Rumus 2.11.

𝑣𝑖𝑗 = 𝑤𝑗 × 𝑟𝑖𝑗................................................... (2.11)

dengan:

- vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot V

- wij adalah bobot dari kriteria ke-j

- rij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasi R

4. Menentukan matriks solusi ideal positif dan solusi ideal negatif.

Solusi ideal positif dinotasikan A+, sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan

A-. Berikut ini adalah persamaannya, seperti pada Rumus 2.12 dan Rumus

2.13.

𝐴+ = {(max 𝑣𝑖𝑗| 𝑗 ∈ 𝐽), (min 𝑣𝑖𝑗| 𝑗 ∈ 𝐽′), 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚}

= (𝑣1+, 𝑣2

+, 𝑣3+ … 𝑣𝑛

+)............................................................... (2.12)

𝐴− = {(max 𝑣𝑖𝑗| 𝑗 ∈ 𝐽), (min 𝑣𝑖𝑗| 𝑗 ∈ 𝐽′), 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚}

= (𝑣1−, 𝑣2

−, 𝑣3− … 𝑣𝑛

−)............................................................... (2.13)

dengan:

- J = {j = 1,2,3, …,n dan J merupakan himpunan kriteria keuntungan (benefit

criteria)}

- J’ = {j = 1,2,3, …,n dan J’ merupakan himpunan kriteria biaya (cost

criteria)}

- vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot V

- 𝑣𝑗+ (𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛) adalah elemen matriks solusi ideal positif

- 𝑣𝑗−(𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛) adalah elemen matriks solusi ideal negatif

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

27

5. Menghitung Separasi (Jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi

ideal positif dan matriks solusi ideal negatif).

S+ adalah jarak alternatif dari solusi ideal positif diperlihatkan pada Rumus

2.14.

𝑆𝑖+ = √∑ (𝑣𝑖𝑗 − 𝑣𝑗

+)2𝑛

𝑗=1 ........................................... (2.14)

S- adalah jarak alternatif dari solusi ideal negatif diperlihatkan pada Rumus

2.15.

𝑆𝑖− = √∑ (𝑣𝑖𝑗 − 𝑣𝑗

−)2𝑛

𝑗=1 ........................................... (2.15)

dengan:

- i = 1, 2, 3, ..., m.

- vij adalah elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot V

- 𝑣𝑗+ adalah elemen matriks solusi ideal positif

- 𝑣𝑗− adalah elemen matriks solusi ideal negative

6. Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal positif.

Kedekatan relatif dari setiap alternatif terhadap solusi ideal positifdapat

dihitung dengan persamaan pada Rumus 2.16.

𝑐𝑖+ =

𝑆𝑖−

𝑆𝑖−+𝑆𝑖

+ , 0 ≤ 𝑐𝑖+ ≤ 1...................................... (2.16)

dengan :

- i = 1, 2, 3, ..., m

- c+ adalah kedekatan relatif dari setiap alternatif terhadap solusi ideal

positif, Si+ adalah jarak antara alternatif ke-i dari solusi ideal positif dan Si

-

adalah jarak antara alternatif ke-i dari solusi ideal negative

2.10 Studi Terdahulu

Untuk mengetahui keaslian penelitian, perlu adanya hasil penelitian

terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu dalam

menggunakan metode AHP serta penelitian faktor penyebab kecelakaan lalu lintas,

antara lain:

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

28

Tabel 2.6 Studi Terdahulu

No. Nama, Tahun Judul Bentuk Tulisan Hasil Penelitian

1. Achmad

Djunaidi

(2017)

Strategi Penanganan

Titik Rawan

Kecelakaan Ruas Jalan

SP. Penyandingan –

Pematang Panggang

Jalur Lintas Timur

Sumatera Selatan

Metode AEK

Metode AHP

Berdasarkan hasil analisis

dengan metode AHP yaitu

manusia merupakan faktor

penyebab utama kecelakaan

lalu lintas (66,8%), Jalan

(12,78%), lingkungan (11,33%)

dan kendaraan (9,21%).

2. Asep Setiawan

(2016)

Penentuan Skala

Prioritas Penanganan

Ruas Jalan Provinsi Di

Kabupaten Purwakarta

Metode Dephi

Metode Cut

Off Point

Metode AHP

Berdasarkan hasil analisis

menggunakan kombinasi

metode Delphi dan Cut Off

Point terdapat kriteria yang

dianggap kurang berpengaruh

dalam penentuan prioritas

penanganan jalan yaitu faktor

kepadatan penduduk, faktor

tata guna lahan dan faktor

kebijakan eksekutif. Dengan

menggunakan metode AHP

didapat hasil pembobotan

faktor kriteria yaitu faktor

kondisi jalan (68,7%), faktor

volume lalu lintas (18,3%) dan

faktor ekonomi (13,0%).

3. Endah

Shaummah

Kajian Prioritas

Pemeliharaan Jalan Di

Kota Bandung

Menggunakan Metode

AHP dan TOPSIS

Metode AHP

Metode

TOPSIS

Bobot kriteria berdasarkan hasil

analisis dengan metode AHP

yaitu kondisi jalan (43,6%),

volume lalu lintas (42,3%) dan

drainase (14,0%). Dengan

menggunakan metode TOPSIS,

prioritas jalan yang diperoleh

dalam pemeliharaan jalan di

Kota Bandung yaitu jalan

Soekarno Hatta (77,70%)

Dilanjutkan,

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.itenas.ac.id/424/5/05 Bab 2 222015009.pdf · 2019. 8. 20. · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 22

29

Tabel 2.6 Studi Terdahulu (Lanjutan)

No. Nama, Tahun Judul Bentuk Tulisan Hasil Penelitian

4. Umi

Enggarsari,

Nur

Khalimatus

Sa’diyah

(2017)

Kajian Terhadap Faktor

– Faktor Penyebab

Kecelakaan Lalu Lintas

Dalam Upaya Perbaikan

Pencegahan Kecelakaan

Lalu Lintas

Metode

pendekatan

yuridis empiris

Berdasarkan hasil analisis terdapat

5 faktor penyebab kecelakaan lalu

lintas yaitu faktor kesalahan lalu

lintas, faktor pengemudi, faktor

jalan, faktor kendaraan bermotor

dan faktor alam

5. Rinaldy Bagus

Rajasa (2017)

Kajian Faktor – Faktor

Penyebab Kecelakaan

Lalu Lintas Di Kota

Bandung

Metode Cut

Off Point

Metode ANP

Berdasarkan hasil analisis

menggunakan metode Cut Off Point

terdapat kriteria yang dianggap

kurang berpengaruh dalam

penyebab kecelakaan lalu lintas

yaitu faktor lingkungan. Dari hasil

analisis menggunakan metode ANP

didapat pembobotan kriteria yaitu

manusia (63,1%), kendaraan

(20,1%) dan jalan (16,8%).