bab ii -...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Belajar
Para ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian belajar sesuai
dengan pendirian dan titik tolak yang berlainan. Berdasarkan sudut pandang
yang berlainan itu lahirlah batasan pengertian belajar yang cukup beragam.
Sardiman (2007:20) mendefinisikan bahwa:” belajar senantiasa merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, medengarkan, meniru dan lain sebagainya”.
Belajar menurut Syah (2006:23) “tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif.. ” Hal itu sejalan dengan pendapat
Oemar Malik (2006:37) yang mengatakan bahwa “Belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi belajar dengan
lingkungannya.” Kemudian dengan tidak mengubah pengertian belajar sebagai
perubahan tingkah laku, Dalyono (2005:14) mengemukakan “Peningkatan
kualitas belajar mengutamakan pada penguasaan konsep”. Menurutnya belajar
adalah proses mental untuk menemukan konsep atau sesuatu yang dipelajarinya,
sehingga dalam benaknya tercipta peta konsep tertentu.
9
Dengan demikian memorinya tidak hanya menyimpan data yang baru
dipelajarinya, melainkan juga menemukan hubungan antara materi yang telah
ada dalam struktur kognitifnya dengan materi yang sedang dipelajari, sehingga
belajar merupakan proses mental yang efektif yang menyangkut aspek-aspek
kognitif.
Pengertian belajar menurut Slameto (2007:2) adalah suatu usaha proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baik secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Pengertian belajar manapun mengacu pada tingkah laku atau
pribadi seseorang berdasarkan praktek sebagai hasil belajar yang terjadi pada
individu merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan dalam
perubahan penguasaan pola-pola respon atau tingkah laku yang dapat dilihat
dari perubahan keterampilan, kebiasaan, kesanggupan dan pemahaman. Dari
berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut di atas dapat
disimpulkan tentang pengertian belajar. Belajar pada hakekatnya merupakan suatu
usaha, suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu sebagai
hasil pengalaman atau sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Perubahan itu
tidak hanya berkaitan dengan penambahan dalam kecakapan, keterampilan,
pengetahuan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri tetapi
juga pada pola respon baru terhadap lingkungan, emosi dan jasmani.
Pengertian belajar lainnya dikemukakan oleh Pupuh Fathurrahman (2007:17)
yaitu belajar adalah “suatu tahapan perubahan tingkahlaku individu yang dinamis
10
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan unsur
kognitif, yang mendapat dukungan ranah psikomotor.” Menurut Saiful Sagala
(2007:268) bahwa belajar adalah “kegiatan individu memperoleh pengetahuan,
perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.” Dalam konteks ini
belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada
diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari belajar dapat ditunjukkan dengan
berbagai bentuk seperti berubah tingkah laku dan sikap pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan, kecakapan dan kemampuan, daya realisnya, daya penerimaannya dan
lain-lain yang ada pada diri individu.
Perubahan ini menunjukkan kinerja (perilaku), berarti belajar itu menentukan
semua keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh individu (siswa).
Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan seperti
pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai. Berbagai macam
tingkah laku inilah yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar. Bloom dan kawan-
kawannya sebagaimana dikutip oleh Degeng (2007:176-177) mengklasifikasikan
hasil belajar menjadi tiga domain, yaitu “ranah kognitif, psikomotor dan
afektif/sikap”. Ranah kognitif, menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas
dan ketermpilan intelektual; ranah psikomotor berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
manipulatif atau keterampilan motorik; dan ranah afektif/sikap berkaitan dengan
pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi yang dipelajari. Selanjutnya, ranah
kognitif menjadi enam aspek yaitu; pengetahuan (knowledge), pemahaman
11
(comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan
penilaian (evaluation).
Menurut Reigeluth, mengatakan bahwa hasil pembelajaran secara umum
menjadi tiga indikator, yaitu: 1). Efektivitas pembelajaran, yang biasanya diukur dari
tingkat keberhasilan (prestasi) siswa dari berbagai sudut; 2). Efisiensi pembelajaran,
yang biasanya diukur dari waktu belajar dan atau biaya pembelajaran; 3). Daya tarik
pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara terus
menerus.
Secara spesifik, hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang
diindikasikan sebagai suatu kapabilitas yang telah diperoleh. Abin Syamsudin
(2007:93) menyatakan bahwa hasil belajar dapat dimanifestasikan dalam wujud
sebagai berikut :
1. Pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta, informasi, prinsip atau
hukum atau kaidah prosedur, pola kerja atau teori system nilai-nilai, dan
sebagainya.
2. Penguasaan pola-pola perilaku kognitif (proses berfikir, mengingat atau
mengenal kembali), perilaku psikomotor (ketermpilan-keterampilan
psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif) dan perilaku afektif/sikap
(sikap-sikap apresiasi, penghayatan, dan sebagainya).
3. Perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik yang selalu dapat diamati dalam
wujud perilaku maupun yang mungkin pada suatu waktu tertentu, hanya
siswa yang bersangkutan yang dapat menghayatinya.
12
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Faktor sosial dalam belajar
Yang dimaksud faktor sosial disini adalah factor msnusia, baik manusia itu
hadir pada saat terjadi proses belajar maupun tidak hadir.Kehadiran sesorang dapat
menggangu kawannya yang sedang belajar,misalnya seorang siswa yang menggangu
kawan lainnya yang sedang mengerjakan tugas latihan dikelas sehingga siswa
tersebut mengganggukawannya yang sedang mengerjakan tugas latihan.
b. Faktor non sosial dalam belajar
Kelompok ini banyak sekali jumlahnya, misalnya waktu,tempat, alat-alat yang
digunakan dalam belajar, keadaan udara, suhuudara, cuaca dan sebagainya. Faktor ini
mempengaruhi kegiatan belajar seseorang.
c. Faktor fisiologis dalam belajar
Yang dimaksud keadaan fisiologis adalah keadaan fisik seseorang terutama yang
berkaitan dengan kesehatan dan fungsi pancaindera. Tingkat kebugaran jasmani seseorang
akan berpengaruh dalambelajar. Apabila kondisi fisik seseorang tidak fit atau kurang
sehatmaka dalam belajar ia akan terganggu, baik perhatian
maupunkonsentrasinya.Begitu juga apabila salah satu panca inderanyaterganggu,
misalnya telinga atau mata sakit maka akan mengganggukegiatan belajarnya.
13
d. Faktor psikologis dalam belajar
Faktor psikologis yang paling menonjol adalah sesuatu yangmendorong aktivitas
seseorang dalam belajar, dengan kata lain alas an yang membuat seseorang untuk
melakukan kegiatan belajar.Hal yang menonjol di dalam memaksimalkan hasil
belajaradalah mengenai factor kepribadian. Kepribadian siswa memberikankontribusi
yang besar terhadap hasil belajar karena komponenkepribadian tersebut mempunyai
fungsi yaitu :
1) Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif merupakan kemampuan manusia menghadapiobyek-obyek
dalam bentuk representatif menghadirkan obyek dalam kesadarannya. Hal-hal yang
terkait dengan fungsi kognitif manusia antara lain :
a. Taraf intelegensi – daya kreativitas.
b. Bakat khusus
c. Organisasi kognitif
d. Kemampuan berbahasa
e. Daya fantasi
f. Gaya belajar
g. Tipe belajar
h. Tekhnik atau cara-cara belajar secara efisiensi dan efektif
2) Fungsi kognitif – Dinamis Fungsi kognitif – Dinamis ini berkisarpada
penentuan suatu tujuan dan pemenuhan suatu kebutuhan yangdidasari serta
14
dihayati. Beberapa aspek yang termasuk dalamfungsi kognitif dinamik antara lain
adalah :
a. Karakter – hasrat– berkehendak
b. Motivasi belajar
c. Konsentrasi-perhatian
3) Fungsi Afektif
Fungsi Afektif membantu siswa dalam mengadakan suatupenelitian terhadap
obyek-obyek yang dihadapinya, dan dihayatiapakah benda tersebut suatu peristiwa
atau seseorang, bernilai atautidak bagi dirinya. Dalam berperasaan dapat terdiri dari
beberapalapisan yang berbeda-beda peranannya terhadap semangat belajarantara lain
adalah :
a. Temperamen
b. Perasaan
c. Sikap
d. Minat
2.3 Pengertian Aktivitas Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa “Aktivitas adalah
keaktifan/kegiatan/kesibukan” (Fajri, 2005: 36). Proses pembelajaran yang
berlangsung di kelas merupakan salah satu aktivitas mentransformasikan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
15
Sardiman (2007: 95) merumuskan bahwa yang dimaksud “Aktivitas belajar
adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan”. Para siswa
dalam hal ini dituntut aktivitasnya untuk mendengarkan, memperhatikan, mencerna
materi yang disampaikan guru serta melakukan latihan memecahkan suatu persoalan
sendiri. Sejalan dengan teori Rousseau yang dikutip oleh Sardiman (2007: 96)
memberikan penjelasan bahwa “Dalam kegiatan belajar segala pengetahuan itu harus
diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri,
dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik rohani maupun
teknis”. Disamping itu juga sangat dimungkinkan siswa aktif bertanya pada guru
tentang hal-hal yang kurang jelas. Tidak jarang seorang guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut keaktifan siswa untuk menjawab.
Proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung dengan baik apabila guru
mampu membangkitkan aktivitas siswanya, misalnya dengan metode pembelajaran
yang bervariasi akan memacu banyaknya aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa.
Berbagai jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa pada proses pembelajaran
dikelas. Seperti yang dikemukakan Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Sardiman A.
M (2007: 101) menyebutkan bahwa ada beberapa macam aktivitas yang dapat
dilakukan siswa antara lain:
1) Visual Activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan
gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2) Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.
16
3) Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, pidato.
4) Writing Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5) Drawing Activities, misalnya; menggambar, membuat grafik, peta.
6) Motor Activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan,
membuat konstruksi, model mereparasi.
7) Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan
soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan..
8) Emotional Activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, berani, tenang, gugup.
Dalam pembelajaran aktivitas belajar yang dilakukan siswa dipengaruhi oleh
beberapa faktor akan dijelaskan berikut ini.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi siswa untuk melakukan aktivitas
dalam pembelajaran, antara lain:
1) Peranan guru
Bagaimana cara guru melakukan usaha-usaha untuk dapat megembangkan
metode pembelajaran yang menumbuhkan aktivitas dalam kegiatan.
2) Motivasi belajar
Suatu aktivitas siswa dalam berkompetisi pada kegiatan pembelajaran untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.
17
3) Fasilitas belajar
Sarana dan prasarana sekolah yang memadai untuk mendukung aktivitas
kegiatan pembelajaran berjalan lancar.
Faktor-faktor keaktifan siswa di atas akan mendukung adanya suasana
pembelajaran aktif. Untuk memahami lebih jelas tentang pembelajaran aktif akan
dijelaskan sebagai berikut.
Pembelajaran bukan sekedar mentransfer pengetahuan kepada siswa, akan
tetapi cara bagaimana membantu siswa supaya dapat belajar dengan baik. Dengan
asumsi siswa adalah orang yang sudah mampu berpikir kritis, dan dapat membedakan
mana yang baik dan tidak baik untuk mereka. Disamping itu siswa juga dapat
menggunakan kemampuan otak mereka dalam belajar tanpa harus dipaksa. Seorang
guru dapat menyampaikan materi pelajaran dengan model pembelajaran yang
bervariasi, dan tentunya melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Hisyam Zaini dkk, (2007: xvi) mengatakan bahwa “Pembelajaran aktif adalah
suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif”. Melalui
belajar aktif siswa diajak turut serta dalam semua proses pembelajaran tidak hanya
mental, pikiran dan rasa akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya
siswa akan merasa suasana yang lebih menyenangkan sehingga proses pembelajaran
akan berjalan secara maksimal.
Berkaitan dengan hal ini, maka pembelajaran aktif akan berjalan efektif
apabila disesuaikan dengan teori belajar yang mendukung untuk melibatkan siswa
secara aktif dalam pembelajaran. Dalam Filsafat konstruktivisme, pengetahuan
18
dianggap sebagai bentukan (konstruksi) siswa sendiri. Secara jelas filsafat ini
menyatakan bahwa siswa hanya akan menjadi tahu bila mereka sendiri belajar. Maka
peran guru lebih dianggap sebagai fasilitator dan moderator. Guru membantu siswa
agar aktif belajar dan menemukan pengetahuan mereka. Dalam pengertian, tugas
guru merangsang siswa belajar, mendukung, memberikan motivasi agar terus belajar,
memantau dan mengevaluasi siswa dalam belajar. Menekankan pada keaktifan siswa,
bukan gurunya yang aktif menjadi aktor tunggal.
Menurut Sardiman (2007: 37) mengatakan bahwa “Teori Konstruktivisme adalah
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri”. Sesuai dengan teori tersebut dalam proses
pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kesubjek
belajar/siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subjek belajar
merekontruksikan sendiri pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi
dengan subjek belajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari
kejelasan dan menentukan justifikasi. Karena guru dalam hal ini berperan sebagai
mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa.
Adapun C. Asri Budiningsih (2005: 59) berpendapat bahwa ”Pendekatan
Konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah
aktifitas siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri”. Dalam
pembelajaran konstruktivistik guru berperan membantu siswa agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
menstransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa
19
untuk membentuk pengetahuan sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan
pikiran atau cara pandang siswa dalam pembelajaran. Guru tidak dapat mengklaim
bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan
kemauannya. Secara jelas peran utama guru adalah membantu siswa agar mau belajar
sendiri secara aktif.
Dalam teori konstruktifisme yang sangat penting dalam proses pembelajaran aktif
siswalah yang harus mendapatkan tekanan. Mereka yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Siswa yang harus
bertanggungjawab terhadap hasil belajarannya. Kreatifitas dan keaktifan siswa akan
membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka
akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal, sebab mereka selalu
berfikir bukan menerima saja. Proses mandiri dalam berpikir perlu dibantu oleh
pendidik.
2.4 Hakekat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang
penting dalam praktek belajar kewarganegaraan, Mata pelajaran ini berfokus pada
pembentukan diri yang beragam dari segi agama sosio kultural, bahasa, usia dan suku
bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas terampil dan berkarakter.
Pendidikan Kewarganegaraan dianggap sebagai mata pelajaran yang “urgen” bagi
anak didik yang disini berfungsi membimbing generasi muda untuk secara
20
sukarela mengikatkan diri pada norma atau nilai-nilai moral. siswa diharapkan
dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan memiliki moral felling.
Hal tersebut diperlukan siswa untuk menjadi manusia berkarakter yaitu :
kesadaran (conscience), kepercayaan diri (self-estem), merasakan penderitan orang
lain (empaty), cinta kebaikan (loving the good), kontrol diri (self-control),
kerendahan hati (humility) (Zubaedi, 2005 : 7). Menurut Drs. Udin Erawanto (2007
:34), PKn lebih menekankan pada aspek kurikulum atau rencana dengan
mengutamakan cara mengembangkan tingkah laku social siswa untuk mencapai suatu
hasil pendidikan berupa warga Negara yang baik. Jadi jelas bahwa penbahasan
tentang pendidikan kewarganegaraan dapat dinyatakan sebagai program pendidikan
yang diciptakan dan dikembangkan oleh setiap bangsa-bangsa (dengan nama
berbeda-beda) untuk menjamin terpeliharanya masyarakat dan bangsa dalam rangka
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bangsa itu sendiri.
mata pelajaran PKn adalah aspek afektif atau kepribadian dan moral dari warga
Negara. Sebab landasan kepribadian dan moral akan memberikan warna terhadap
produk perilaku manusia, bahwa produk yang dihasilkan berguna atau tidak berguna,
baik atau tidak baik, layak atau tidak layak.
Sehingga kedudukan kepribadian dan moral sangat menentukan dan esensial
terhadap kemantapan identitas nasional. Sedangkan tujuan PKn di Indonesia
sebagaimana dijelaskan di dalam pasal 39 ayat (2) UU nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan Nasional berbunyi: “Membentuk warga Negara yang bisa
diandalkan oleh bangsa dan Negara dengan pemberian pengetahuan dan kemampuan
21
dasar tentang hubungan warga Negara dengan warga dan pengetahuan pendidikan
bela Negara”.
Dengan demikian maka target PKn dalam kerangka sistem pendidikan Nasional
diputuskan pada kredibilitas warga Negara dan mampu berpartisipasi dalan
kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat Indonesia menurut kriteria
konstitusi. Dari sisi jelas bahwa berhasilnya seorang siswa belajar tidak hanya
lulusnya ia dari suatu atau keseluruhan tes, tetapi juga terbentuknya sikap atau pribadi
yang kita harapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran PKn dalam rangka “Nation and
Character Building” :
1. PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang berbagai
disiplin ilmu yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi,
psokoliogi dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai landasan untuk
melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan
perilaku demokrasi warganegara.
2. PKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para siswa.
Pengembangan karakter bangsa merupakan proses pengembangan warganegara
yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhatiannya pada
pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelegence) sebagai landasan
pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.
3. PKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan pembelajaran yang
digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan
22
pelatihan penggunaan logika dan penalaran. Untuk menfasilitasi pembelajaran
PKn yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif yang
dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar,
elektronik, dan bahan belajar yang digali dari ligkungan masyarakat sebagai
pengalaman langsung (hand of experience).
4. kelas PKn sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PKn, pemahaman sikap dan
perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui ‘mengajar
demokrasi” (teaching democracy), tetapi melalui model pembelajaran yang
secara langsung menerapkan cara hidup secara demokrasi (doing democracy).
Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kedali mutu tetapi juga
sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa sehingga lebih dapat
berhasildimasa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk
portofolio siswa.
2.5 Model Pembelajaran Portofolio
Portofolio berasal dari bahasa inggris “portfolio” yang artinya dokumen atau
surat-surat dan dapat juga diartikan sebagai kumpulan kertas-kertas berharga dari
suatu pekerjaan tertentu. Portofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan
maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan yang ditentukan (Fajar,
2005 : 47).
23
Panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian
portofolio. Biasanya portofolio ini merupakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi
dalam model pembelajaran ini setiap portofolio berisi karya terpilih siswa dari satu
kelas secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif memilih, membahas, mencari
data, mengolah, menganalisis dan mencari pemecahan terhadap suatu masalah yang
dikaji.
Pada dasarnya portofolio sebagai model pembelajaran adalah usaha yang
dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut
diperoleh siswa melalui pengalaman belajar, sehingga memiliki kemampuan
mengorganisasi informasi yang ditemukan, membuat laporan dan menuliskan apa
yang ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara penuh dalam
pekerjaannya atau tugas-tugasnya. Strategi instruksional yang digunakan dalam
model ini pada dasarnya bertolak dari strategi “inquiry learning, discovery learning,
problem solvinglearning, research-oriented learning” yang dikemas dalam model
“Project” oleh John Dewey.
Menurut (Budimansyah, 2006 : 5-8) Model pembelajaran berbasis portofolio
dilandasi oleh beberapa landasan pemikiran sebagai berikut:
1. Empat Pilar Pendidikan
Empat pilar pendidikan sebagai landasan model pembelajaran berbasis
portofolio adalah Learning to do, Learning to know, Learning to be, and Learning to
live together yang di canangkna UNESCO. Hal ini mengandung arti, bahwa dalam
24
proses pembelajaran kita tidak boleh memperlakukan siswa seperti botol kosong yang
selalu dijejali berbagai informasi melaui ceramah. Sesuai dengan pendekatan
pembelajaran yang sekarang sedang giat dikembangkan oleh Direktorat Pranata
Laboratorium Pendidikan (PLP), yaitu CTL, maka siswa harus diberdayakan dan
dikembangkan segala potensi dirinya.
Dengan demikian siswa mampu berbuat memperkaya pengalaman belajarnya
(Learning to do), yaitu melalui interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan
fisik, sosial, maupun budaya. Dampak dari pendekatan ini, siswa mampu membangun
pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di sekitarnya (Learning to know).
Berdasarkan hasil interaksinya dengan lingkungan siswa pun dapat membangun
pengetahuan dan kepercayaan dirinya (Learning to be). Sedangkan melalui berbagai
pemberdayaan ini diharapkan siswa akan mampu berinteraksi secara harmonis, baik
dengan individu atau kelompok lainnya secara bervariasi (Learning to live together).
2. Pandangan Konstruktivisme
Menurut pandangan Konstruktivisme yaitu bagaimana belajar dengan cara
mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas yang berupa dengan pengetahuan yang
telah ada dan percaya bahwa sudah dipelajari. Dalam hal ini kata kuncinya adalah
Construct. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan mutakhir
menganggap semua siswa mulai dari usia taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi memiliki gagasan / pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa /
gejala lingkungan di sekitarnya. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan
pendidikan adalah memulai pelajaran dari “apa yang diketahui siswa”.
25
Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivime
antara lain: diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua siswa mau
mengungkapkan gagasan, pengujian dan hasil penelitian sederhana, demonstrasi dan
peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta
didik untuk mempertajam gagasannya.
3. Democratic Teaching
Democratic Teaching adalah suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai
pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara
singkat, democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-
nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan,
menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman peserta didik
(Budimansyah, 2006 : 5-7).
Dalam prakteknya, para guru hendaknya memposisikan siswa sebagai insan
yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan
potensinya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran perlu adanya suasana yang
terbuka, akrab, dan saling menghargai. Sebaliknya perlu menghindari suasana belajar
yang kaku, penuh dengan ketegangan, dan sarat dengan perintah instruksi yang
membuat siswa menjadi pasif, tidak bergairah, dan cepat bosan.
26
2.6 Penerapan Model Pembelajaran Portofolio dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn
Model pembelajaran berbasis portofolio dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa pada pembelajaran PKn didasarkan pada asumsi bahwa belajar akan bermakna
apabila siswa dapat menyatu dengan lingkungannya serta bekerja sama dengan
kelompoknya. Kegiatan belajar demikian disebut belajar aktif dan kreatif.
Pada dasarnya model portofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan
maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang
ditentukan. Portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan
oleh guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan dirinya sebagai individu atau kelompok (Fajar, 2005 : 47).
Pembelajaran portofolio dirasa sangat cocok bila diterapkan pada mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan, karena mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga yang cerdas, terampil dan
berkarakter yang setia pada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan
UUD 45.
Berdasarkan fungsi tersebut, mata pelajaran Kewarganegaraan harus dinamis
dan mampu menarik perhatian siswa, yaitu dengan cara sekolah membantu siswa
mengembangkan pemahaman baik materi maupun keterampilan, intelektual dan
partisipatori dalam kegiatan sekolah yang berupa intra, kokurikuler dan ekstra
kurikuler. Dengan pembelajaran yang bermakna, peserta didik diharapkan dapat
27
mengembangkan menerapkan intelektual dan partisipatori yang menghasilkan
pemahaman tentang bagaimana menghargai perbedaan pendapat melalui musyawarah
dan mufakat.
Di samping itu siswa juga dapat belajar berpartisipasi dalam pengambilan
sebuah keputusan baik di tingkat kelas, sekolah maupun masyarakat. Metode
Pembelajaran Portofolio dianggap dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang
dalam hal ini terlihat dari keterampilan intelektual siswa dalam berpikir kritis pada
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan seperti keterampilan dalam
memecahkan masalah sosial.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran Portofolio, dilakukan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat. Dalam tahap ini terdapat
beberapa kegiatan yang dilakukan guru bersama siswa yaitu : mendiskusikan
tujuan, mencari masalah, apa saja yang siswa ketahui, tentang masalah-masalah
di masyarakat dan memberi tugas pekerjaan rumah tentang masalah-masalah
yang ada di lingkungan masyarakat yang mereka anggap penting sesuai dengan
kemampuan siswa.
2. Memilih masalah untuk kajian kelas. Sebelum memilih masalah yang akan
dikaji hendaknya para siswa mengkaji terlebih dahulu pengetahuan yang telah
mereka miliki tentang masalah di masyarakat.
28
3. Mengumpulkan Informasi masalah yang akan dikaji oleh Kelas. Langkah-
langkah dalam tahap ini adalah sebagai berikut : a) Mengidentifikasi sumber-
sumber informasi
b) Tinjau ulang untuk memperoleh dan mendokumentasikan informasi c)
Pengumpulan informasi.
4. Mengembangkan Portofolio Kelas. Pada tahap ini, siswa hendaknya telah
menyelesaikan penelitian yang memadai untuk memulai membuat portofolio
kelas, dengan langkah sebagai berikut: 1) Kelas dibagi dalam 4 kelompok dan
setiap kelompok akan bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio.
2) Guru mengulas tugas-tugas rinciannya untuk portofolio. 3) Guru menjelaskan
bahwa informasi yang dikumpulkan oleh tim penelitian seringkali akan
bermanfaat bagi lebih dari satu kelompok portofolio. 4) Guru menjelaskan
spesifikasi portofolio yakni terdapat bagian penayangan dan bagian dokumentasi
pada setiap kelompok.
5. Penyajian Portofolio (show case). Penyajian Portofolio (show case)
dilaksanakan setelah kelas menyelesaikan portofolio tampilan maupun portofolio
dokumentasi.
6. Merefleksi pada Pengalaman Belajar Dalam kegiatan refleksi ini siswa diajak
melakukan evaluasi tentang apa dan bagaimana mereka belajar. Tujuan refleksi
adalah untuk belajar menghindari kesalahan di masa yang akan datang dan
meningkatkan kinerja siswa
29
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan hal-hal dalam kajian teoritis di atas, maka hipotesis tindakan
penelitian ini adalah sebagai berikut: “Melalui Model Portofolio maka
aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn di Kelas V Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Paguat Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato akan meningkat”.