bab ii-skripsi tugas akhir gratis dapatkan tugas akhir gratis full download untuk anda. pra...
DESCRIPTION
Tugas Akhir GratisDapatkan tugas akhir gratis full download untuk anda.PRA RANCANGAN PABRIK SELULOSA ASETAT KAPASITAS 13.500 TON/TAHUNTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping
satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa
Yunani yaitu Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies guinensis berasal dari
kata guinea, yaitu nama tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan
tanaman kelapa sawit.
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis
dengan curah hujan 2.000 mm/tahun dan kisaran suhu 220C – 320C. Kelapa sawit
mengandung lebih kurang 80% pericarp (lapisan serat daging) dan 20% buah
yang dilapisi kulit yang tipis.
Bagian – bagian buah kelapa sawit yang menghasilkan minyak adalah:
1. Daging buah (mesocarp), yang mengandung minyak kelapa sawit (CPO).
2. Inti sawit (kernel), yang mengandung inti kelapa sawit (CPKO).
Gambar 2.1. Penampang buah kelapa sawit(Sumber : Wikipedia)
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat tiap tahun diikuti
dengan produksi minyak kelapa sawit. Pengolahan kelapa sawit memproduksi
produk utama, yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit. Produksi minyak
kelapa sawit tersebut menghasilkan hasil samping berupa tandan kosong, sabut
perasan, lumpur, cangkang dan bungkil inti sawit. Persentase hasil samping dan
minyak kelapa sawit dari tandan buah segar terlihat pada gambar 2.2.
Kulit (exocarp)
Daging buah (mesocrap)
Cangkang (endocrap)
Inti sawit (kernel)
Gambar 2.2 . Persentase Produksi Minyak dan Hasil Samping Kelapa Sawit
(Sumber: Elisabeth, 2003)
Beberapa dari hasil samping pengolahan minyak kelapa sawit berpotensi
sebagai pakan ternak dan kompos seperti tandan kosong kelapa sawit, sabut
kelapa sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit. Namun, sebagian besar hasil
samping pengolahan minyak kelapa sawit jika diolah sedemikian rupa dengan
cara yang tepat, memiliki nilai jual yang tinggi dan dapat meningkatkan
pendapatan nasional.
2.2 Sabut Kelapa Sawit
Sabut kelapa sawit merupakan limbah padat yang berasal dari ampas
perasan buah kelapa sawit yang diambil minyaknya pada stasiun pengepresan
proses pengolahan kelapa sawit.
Gambar 2.3 Sabut Kelapa Sawit(sumber:PTPN II Sawit Seberang)
Selama ini sabut kelapa sawit dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler
dan sebagai pupuk kompos. Padahal, sabut kelapa sawit berpotensi untuk
dikembangkan menjadi barang lebih berguna, salah satu menjadi bahan baku
glukosa. Hal ini karena sabut kelapa sawit mengandung selulosa yang dapat
dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim ataupun asam (Uli karmila,
1994). Adapun komposisi dari sabut kelapa sawit sebagai berikut:
Tabel 2.1 Komposisi kimia sabut kelapa sawit pada tabel berikut:
Komponen Persen bahan kering
Kadar air 11,46
Protein kasar 5,45
Lemak 8,34
Serat Kasar 39,20
Abu 4,67
Hemiselulosa 23,28
Lignin 21,92
Selulosa 31,82
Mineral: K
Ca
Mg
Mn
Na
Fe
P2O5
CO
0,43
0,08
0,10
0,02
0,08
0,05
0,13
Tidak terukur
(Summber: Uli Karmila, 1994)
Kebutuhan glukosa di Indonesia semakin meningkat, dikarenakan
perkembangan industri makanan dan farmasi yang begitu pesat. Hingga saat ini
untuk menutupi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimport dari
beberapa Negara tetangga. Untuk itu nilai sabut kelapa sawit akan lebih berharga
jika diolah sedemikian rupa dengan cara yang tepat, sehingga memiliki nilai jual
yang tinggi dan dapat meningkatkan pendapatan nasional.
2.3 Gula – Gula Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hydrogen dan oksigen yang
banyak terdapat di alam yang mempunyai rumus empiris CH2O. Kabohidrat
merupakan sumber energi yang paling utama dalam tubuh makhluk hidup.
Disamping sebagai sumber energi bagi makhluk hidup, karbohidrat memiliki
kegunaan yang luas dalam bidang industi, misalnya industri kertas, industi
fermentasi, industri makanan dan minuman dan sebagainya.
Pada umumnya gula karbohidrat terbagi dalam tiga kelompok :
a. Monosakarida
b. Disakarida
c. Polisakarida
2.3. 1 Monosakarida
Monosakarida adalah gula tunggal seperti glukosa, fruktosa, dan dekstrosa
yang mempunyai rumus yang sama C6H12O6. Glukosa disebut juga gula anggur
atau dekstrosa karena mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke kanan (+).
Fruktosa mempunyai sifat kebalikannya yaitu dapat memutar bidang polarisasi ke
kiri (-).
Gula tunggal (monosakarida) ini tidak dapat dipecah lagi sehingga
mempunyai rumus yang lebih sederhana lagi. Glukosa dan fruktosa dalam
prakteknya disebut juga gula reduksi.
Dalam susunan komposisi jagung, gula reduksi menempati urutan kedua
dari komponen terbanyak. Gula reduksi ini adalah golongan monosakarida yaitu
terdiri dari gabungan glukosa dengan fruktosa.
Sakarosa dapat dipecahkan menjadi glukosa dan fruktosa, tetapi glukosa
dan fruktosa ini sudah tidak dipecahkan lagi walaupun oleh larutan asam yang
amat encer. Yang terpenting adalah pengaruh dari larutan basa ini menjadi macam
– macam asam organik yang dengan basa dapat membentuk suatu garam.
Pada awal suhu dibawah 50OC pemecahan ini tidak begitu berarti karena
hasil pemecahan pada suhu rendah hanya menghasilkan zat – zat dengan warna
tua sehingga dapat mempengaruhi gula. Dengan demikian, pemecahan gulla
reduksinya hanya akan merugikan pabrik saja sehingga pemecahan tersebut harus
dicegah.
2.3. 2 Disakarida
Disakarida tersusun dari gabungan 2 gula tunggal. Yang terpenting
didalamnya adalah sakrosa atau sukrosa yang lazim disebut gula tebu. Secara
kimiawi, sukrosa juga termasuk gula bit. Disakarida sebetulnya termasuk
polisakarida yaitu bentuk polisakarida yang paling sederhana dengan rumus
C12H22O11.
Gambar 2.4 Struktur dari sukrosa(Fressenden, 1999)
Bagian sebelah kiri molekul berasal dari glukosa (terbentuk cincin
piranosa), bagian sebelah kanan berasal dari fruktosa (terbentuk dari cincin
furanosa).
2.3.3 Polisakarida
Polisakarida tersusun dari banyak molekul gula tunggal. Yang terpenting
selain disakarida adalah selulosa yang mempunyai rumus (C12H22O11) dan pati
(C6H10O5). Molekul selulosa tersusun lebih dari 1000 molekul glukosa yang satu
sama lainnya dihubungkan dengan oksigen.
Pati dan amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwuhud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan utnuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati
sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat,
amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda beda. Amilosa
memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin
tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
2.4 Glukosa
Glukosa (C6H12O6) adalah monosakarida yang paling banyak terdapat di
alam. Glukosa dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama
dalam industri pembuatan selai, permen dan pembuatan buah kaleng.
Gambar 2.5 Rumus bangun glukosa(Fressenden, 1999)
Tingkat mutu glukosa yang dihasilkan ditentukan oleh warna, kadar air,
dan tingkat konversi pati yang dihitung sebagai ekuivalen dekstrosa (DE). Nilai
ekuivalen dekstrosa (DE) glukosa yang tinggi dapat diperoleh dengan optimalisasi
proses likuifikasi dan sakarifikasi, sedangkan kadar padatan kering dan warna
glukosa yang sesuai standar (SNI) diperoleh dengan proses evaporasi. Proses
evaporasi yang dilakukan pada kondisi non-vakum atau pada tekanan udara 1 atm
(1×105 Pa) menyebabkan warnanya menjadi kecoklatan. Persyaratan umum mutu
glukosa dapat dilihat pada tabel 2.1 :
Tabel 2.2 Standar mutu glukosaKomponen Spesifikasi
Air Max. 20%
Abu (dasar reduksi) Max. 1%
Gual reduksi sebagai d-
Glukosa
Max. 30%
Pati Tidak nyata
Logama berbahaya (Pb,
Zn, CN)
Negatif
SulfurUntuk kembang gula 400rpm yang lainnua 40 rpm
Pemanis buatan Negatif
(Sumber : SII 0418-81, 2001)
2.5 Proses Pembuatan Glukosa
Proses pembuatan glukosa dari sabut kelapa sawit berdasarkan pada proses
hidrolisa terdiri dari :
a. Proses hidrolisa dengan katalis asam
b. Proses hidrolisa dengan katalis enzim
2.5.1 Proses hidrolisa dengan katalis asam
Pembuatan glukosa dengan proses hidrolisa asam menggunakan asam
klorida (HCl) sebagai katalis. Bahan baku yang telah dijadikan pati ditambahkan
katalis asam sehingga slurry mengandung 35% - 40% pati. Kemudian larutan
dinetralisasi dengan Ca(OH)2, dimana suhu mencapai 140OC dan Tekanan di
konverter mencapai 30 psia dengan pH 4 – 5. Hasil hidrolisa menjadi glukosa
diukur sebagai dekstosa-equivalen (gula pereduksi) yang memberikan hasil 95 –
96 De dan 92 – 94 % dekstosa/dry basis. Sirup glukosa kotor disaring untuk
dipisahkan dari inert yang tidak larut, kemudian diikuti dengan penambahan
karbon aktif. sirup glukosa murni diuapkan untuk mendapatkan sirup glukosa
yang lebih pekat. Kemudian dilakukan pengkristalan guna membentuk sirup
glukosa menjadi kristal glukosa. Kristal glukosa ini kemudian dipisahkan antara
kristal glukosa dengan mother liquor dan akhirnya dilakukan penyaringan serta
pengepakan.
2.5.2 Proses hidrolisa dengan katalis enzim
Pembuatan glukosa dengan hidrolisa enzim menggunakan enzim sebagai
katalis yang berguna untuk memecah moleku-molekul pati yang lebih besar
menjadi molekul yang lebih kecil atau pemecahan ikatan rantainya. Ini dilakukan
dengan menambahkan enzim α – amilase dan gluko amilase. Bahan baku
dijadikan pati sehingga slury mengandung 35% - 40% pati. kemudian dihidrolisa
dengan penambahan katalis enzim. Dengan demikian hirolisa pati dengan katalis
enzim dilakukan dengan dua tahap, yaitu :
a. Penambahan enzim α – amilase
b. Penambahan enzim gluko – amilase
Tangki yang mengandung pati 35% – 40% dicampur dengan air. Didalam
tangki ini diberikan enzim α – amilase untuk memecahkan ikatan rantai amilase
menjadi α – glukosidic pati, dan juga dinetralkan dengan penambahan Ca(OH)2.
kemudian dilanjutkan ke tahap liquifikasi yang berlangsung dua tahap
yaitu tahap pertama pada suhu 105OC dan tahap kedua pada suhu 95OC. Slurry
pati yang sudah disiapkan dalam tangki, dipompa kedalam tangki liquifikasi 1
yang dipanasi dengan uap panas sampai suhu 1050C. suhu tersebut dipertahankan
selama 5 menit, sampai terjadi proses gelitinasi. Kemudian suhu diturunkan
menjadi 95OC dan bahan dialirkan pada alat liquifikasi II. Liquifikasi II
berlangsung selama 2 jam dan suhu dipertahankan pada suhu 95OC sampai
terbentuk dekstrin. Dekstrin yang diperoleh dipompa kedalam tangki sakharifikasi
dan suhu diturunkan menjadi 60OC, pH juga diturunkan menjadi 4,5 dengan
menambah HCl 0,1 N, kemudian ditambahkan enzim gluko – amilase yang
memotong ikatan rantai α – 1 – 6 glukosidic pati selama 72 jam dan tekanan
operasi atm. Hasil hidrolisa menjadi gluksa diukur sebagai dekstrose – equivalen
(gula pereduksi) yang memberikan hasil 98 – 99 De dan 97 – 98,5% dekstrose.
Sirup glukosa kemudian dijernihkan untuk memisahkan inert yang tidak
larutdenga penambahan karbon aktif yang diteruskan pada alat penukar ion untuk
menghilangkan ion-ion. Sirup glukosa bersuh diuapkan pada evaporator guna
memekatkan larutan glukosa. Hasil dari evaporator yaitu 70 – 78% sirup glukosa
yang siap di kristalkan menjadi butir-butir kristal glukosa. Kemudian larutan
glukosa ini dipisahkan dengan mother-liquor yang dikembalikan ke evaporator.
dan akhirnya dilakukan pengeringan serta pengepakan untuk siap dipasarkan.
2.6 Seleksi Proses
Pada pra rancangan pabrik pembuatan glukosa dari sabut kelapa sawit ini
menggunakan proses hidrolisa dengan katalis asam pada tekanan 3 atm dan
temperatur 135OC. Dasar pemilihan proses tersebut dilihat pada tabel 2.3 :
Tabel 2.3 Perbandingan proses hidrolisa dengan katalis asam dan proses hidrolisa dengan katalis enzim
No
.
Proses hidrolisa dengan katalis asam Proses hidrolisa dengan katalis
enzim
1.Waktu yang dibutuhkan dalam
mendapatkan produk relatif lebih
singkat.
Waktu yang dibutuhkan dalam
mendapatkan produk relatif lama.
2.Kemurnian produk yang dihasilkan
dari hasil evaporasi, yaitu 92-94%.
Kemurnian produk yang
dihasilkan dari hasil evaporasi,
yaitu 70-78%.
3.Proses ini tidak mengeluarkan biaya
yang relatif besar dalam penyaluran
bahan baku.
Proses ini mengeluarkan biaya
yang relatif besar dalam
penyaluran.
4.Tidak perlu menambah staff tenaga
ahli biologis dalam menanggulangi
proses produksi.
Perlu menambah staf tenaga ahli
biologis dalam menanggulangi
proses produksi.Dari hasil perbandingan proses hidrolisa dengan katalis asam dan proses
hidrolisa dengan katalis enzim, maka pada pembuatan pabrik glukosa dengan
bahan baku sabut kelapa sawit menggunakan proses pembuatan glukosa dengan
katalis asam karena kemurnian produk yang dihasilkan dari hasil evaporasi pada
proses pembuatan glukosa dengan katalis asam lebih besar yaitu 92-94%
sedangkan kemurnian produk yang dihasilkan dari hasil evaporasi pada proses
pembuatan glukosa dengan katalis enzim yaitu 70-78%.
2.7 Deskripsi Proses
Pabrik pembuatan glukosa monohidrat ini menggunakan bahan baku sabut
kelapa sawit hasil limbah proses pabrik kelapa sawit. Sabut kelapa sawit dari
Gudang bahan baku 101 (GBB-101) diangkut dengan menggunakan Elevator 101
(E-101) ke dalam hammer mill 101 (HM-101) untuk melunakkan bahan baku.
Pada proses pelunakan bahan baku ditambahkan air kedalam hammer mill 101
(HM-101) dengan perbandingan volume antara air : bahan baku (sabut kelapa
sawit) sebanyak 1 : 2 pada suhu 30OC dan tekanan 1 atm untuk membentuk slurry
pati. Slurry pati yang terbentuk kemudian ditampung dengan menggunakan Belt
elevator 101 (BLC-101) yang kemudian diangkut ke Reaktor Hidrolisa 101 (RH-
101) untuk menghasilkan sirup glukosa dengan menggunakan Elevator 102 (E-
102). Di dalam Reaktor Hidrolisa (RH-101) ditambahkan katilis asam yaitu HCl
(T-101) dengan perbandingan volume 1:10 pada suhu 135OC pada tekanan 3 atm.
Adapun reaksi yang terjadi di dalam Reaktor Hidrolisa adalah sebagai berikut:
HClC12H22O11 (Slurry Pati) + H2O 2C6H12O6 (Glukosa)
Sirup glukosa dipompakan ke Cooler 101 (C-101) untuk didinginkan
sampai suhu 50OC dan selanjutnya sirup glukosa dimasukkan ke dalam Filter
Press 101 (FP-101) untuk memisahkan sirup glukosa (filtrat) dari sisa pati,
protein, lemak, dan impuritis yang tidak bereaksi di tampung di bak penampungan
101 (BP-101).
Kemudian sirup glukosa dinetralisasi dengan larutan basa, yaitu NaOH 1%
dari jumlah reaktan di dalam Reaktor Netralisasi 101 (RN-101). NaOH dengan
kondisi 60OC dan 1 atm ini bereaksi dengan HCl yang membentuk NaCl. Hasil
netralisasi kemudian dipisahkan lagi dari NaCl yang terbentuk. Pemisahan ini
dilakukan menggunakan Tangki Dekanter 101 (TD-101) pada kondisi 60OC dan 1
atm. NaCl akan dikirim ke Bak Penampungan 102 (BP-102) bersama impurities
lainnya. Sedangkan sirup glukosa yang diperoleh kemudian dijernihkan di dalam
Tangki Absorpsi 101 (AB-101) pada kondisi 80OC dan 1 atm yang berisi karbon
aktif untuk menyerap zat warna yang timbul saat hidrolisa.
Selanjutnya karbon aktif yang digunakan dipisahkan dari sirup glukosa
menggunakan Filter Press 102 (FP-102) sehingga yang tidak jernih akan
dimasukkan ke dalam Bak Penampung 103 (BP-103) bersama dengan karbon
aktif sisa. Sedangkan sirup glukosa yang jernih kemudian diuapkan di dalam
Evaporator 101 (EV-101) untuk mendapatkan sirup glukosa yang lebih pekat
sampai konsentrasi 78%.
Kemudian dilakukan pengkristalan guna membentuk sirup glukosa
menjadi kristal glukosa dengan mendinginkan sirup glukosa di dalam tangki
Cristalizer 101 (CR-101) pada suhu 30OC. Butiran kristal yang terbentuk
kemudian dimasukkan ke dalam Screw Conveyor 101 (SC-101) untuk
mendapatkan ukuran kristal yang seragam.
Setelah itu butiran kristal glukosa dikeringkan dalam Rotary Dryer dengan
temperatur 110OC dan tekanan 1 atm sampai kandungan air dalam kristal glukosa
berkurang sampai 86% dari kristal glukosa keluaran Crystallizer 101 (CR-101).
Kemudian dimasukkan lagi ke dalam Screw Conveyor 102 (SC-102) untuk
mendapatkan ukuran kristal yang seragam.
Kristal glukosa yang telah dikeringkan kemudian didinginkan dengan
Rotary Cooler 101 (RC-101) dengan temperatur 300C dan tekaanan 1 atm dan
dimasukkan kembali ke dalam Screw Conveyor 103 (SC-103) untuk mendapatkan
ukuran kristal yang seragam. Setelah ukuran kristal telah sesuai, kemudian
ditampung dengan menggunakan Belt Conveyor 102 (BLC-102) untuk diangkut
ke Storange Tank 101 (ST-101) dengan menggunkan Elevator 103 (E-103).
2.8 Spesifikasi Bahan Baku dan Produk
2.8.1 Bahan Baku
2.8.1.1 Sabut Kelapa Sawit
Sifa Fisika:
Berwarna coklat kekuningan
Memiliki serat yang kasar
Tidak berbau
Sifat Kimia:
Dapat dihidrolisa menjadi glukosa monohidrat
Tidak mudah rusak
Dapat digunakan sebagai pupuk kompos karena mengandung unsur
hara
2.8.1.2 Air
Sifat Fisika:
Berat molekul : 18,016 gr/grmol
Densitas : 0,995 gr/cm3
Titik beku : 00C
Titik didih : 1000C
Indeks bias : 1,33
Viskositas : 0,01002 poise
∆H25O
C : -57,7979 kcal/mol dalam wujud gas
∆H25O
C : -68,3174 kcal/mol dalam wujud cair
Tidak beracun dan bewarna
Tidak berbau dan berasa
Sifat Kimia:
Rumus Kimia : H2O
Bentuk molekul padatnya hexagonal
Bersifat polar
Pelarut yang baik bagi senyawa organik
Merupakan elektrolit lemah
Memiliki ikatan hidrogen
(Sumber : Perrys, 1997)
2.8.1.3 HCl (Asam Klorida)
Sifat Fisika:
Berat molekul : 36,47 gr/mol
Rapat jenis : 1,191 gr/mol
Kelarutan pada air dingin : 82,3
Kelarutan pada air panas : 541
Densitas HCl pada 80OC : 1,059 gr/ml
Sifat Kimia:
Merupakan asam kuat
Mudah larut dalam air
Memerahkan kertas lakmus
HCl gas dapat langsung bereaksi dengan amoniak
Dalam air akan mengionisasi
(Sumber: Perrys, 1997)
2.8.1.4 Karbon aktif
Terbuat dari serbuk kayu ( food grade) berupa powder berwarna hitam.
Bentuk/wujud : Solid/ tidak berbau
Density : 2,267 g/cm3
Kelarutan : Tidak larut dalam air
Warna : Hitam
Spesifik gravity : 1,8 – 2,1
Titik didih : 7592oF = 4200oC
Titik lebur : 6605,6oF = 3652oC
pH : 6,8 – 8,0
(Sumber : Perry, 1999)
2.8.2 Produk (Glukosa)
Sifat-sifat fisika :
Berat Molekul : 180,16 gr/mol
Spesifik grafity : 1,544
Kelarutan dalam air : 82
Berasa manis
Berfungsi sebagai sumber energi
Termasuk mobosakarida
Larut dalam air
Sifat-sifat kimia :
Dihidrasi oleh asaam menghasilkan suatu molekul d-glukosa
Bereaksi negatif dengan reagen Tollen
(Sumber : Perrys, 1997)