bab ii perjanjian kerja dengan sistem...
TRANSCRIPT
BAB II
PERJANJIAN KERJA DENGAN
SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA
A. Pengertian Outsourcing
Persaingan dalam dunia bisnis antara perusahaan, membuat perusahaan
harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan
jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi
terhadap kompetensi utama dari perusahaan, akan dihasilkan sejumlah produk dan
jasa memiliki kualitas yang memiliki daya saing di pasaran.
Dalam iklim perusahaan yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk
melakukan efesiensi biaya produksi (cost of production). Salah satu solusinya
adalah dengan sistem outsourcing, dimana dengan sistem ini perusahaan dapat
menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang
bekerja di perusahaan bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian
beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia
jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi
serta kreteria yang telah disepakati oleh para pihak.23
Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia
diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja
pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-
Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Kepmenakertrans No. 220/Men/X/2004 tentang
Syarat-syarat Penyerahan Sebagai Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan
lain.
Outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab
tenaga kerja dari perusahaan induk keperusahaan lain diluar perusahaan induk.
Perusahaan diluar perusahaan induk bias berupa vendor, koperasi ataupun instansi
lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi
ketenagakerjaan biasa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non
core business unit) atau secara praktek semua lini kerja bias dialihkan sebagai unit
outsourcing.
24
23 Tunggal. Iman Sjahputra, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta,2009, hlm 308. 24 Ibid, hlm 334.
Pengaturan tentang outsourcing (Alih Daya) ini sendiri masih dianggap
pemerintah kurang lengkap.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket kebijakan Iklim Investasi
disebutkan bahwa outsourcing (Alih Daya) sebagai salah satu faktor yang harus
diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi ke Indonesia. Bentuk
keseriusan pemerintahan tersebut dengan menugaskan menteri tenaga kerja untuk
membuat draft revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Outsourcing tidak dapat dipandang secara jangka pendek saja, dengan
menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan mengeluarkan dana lebih
sebagai management fee perusahaan outsourcing. Outsourcing harus di pandang
secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam
bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat focus pada
kompetensi utamanya dalam bisnis, sehingga dapat berkompetisi dalam pasar,
dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan
kepada pihak lain yang lebih professional. Pada pelaksanaannya, pengalihan ini
juga menimbulkan beberapa permasalahan terutama masalah ketenagakerjaan.
B. Dasar Hukum Sistem Outsourcing Di Indonesia
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan, kepada perusahaan lainnya melalui:
1) pemborongan pekerjaan, atau 2) perusahaan penyedia jasa pekerjaan (PPJP).
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, kedua bentuk kegiatan dimaksudkan
dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat dimaksud antara lain,
Universitas Sumatera Utara
wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat secara tertulis. Sedangkan
perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbadan hukum, juga terdaftar
pada instansi ketenagakerjaan.
Dalam khasanah hukum Indonesia, pemborongan pekerjaan dan
pemberian jasa, bukan merupakan sesuatu yang baru. KUHPerdata sejak seabad
yang lalu malah lebih arif menyikapi kenyataan ini. KUHPerdata mengakui dan
memberi tempat, bahkan melindungi hak perorangan untuk menjadi pemborong
pekerjaan. Dalam KUHPerdata, pelaksanaan diatur dan dibedakan lebih lanjut,
antara pemborongan pekerjaan yang dilakukan dengan hanya menyediakan jasa
tenaga kerja saja atau dengan menyediakan bahannya. Ketentuan seperti ini tidak
diatur lagi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hal ini menunjukkan, bahwa
Undang-Undang Ketenagakerjaan melihat kenyataan sosial yang berkembang di
dalam masyarakat, sehingga tidak membuka lagi peluang kepada perusahaan yang
tidak berbadan hukum untuk melakukan kegiatan pemborongan pekerjaan atau
penyedia jasa pekerja, yang pada umumnya perusahaan menengah kebawah,
kecuali di tempat ini memang benar-benar tidak ada perusahaan dimaksud yang
berbadan hukum.
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain yang berbadan hukum, melalui pemborongan pekerjaan.
Perjanjian pemborongan pekerjaan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai
berikut: a) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, b) dilakukan dengan
perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, c) merupakan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan d) tidak menghambat
proses produksi secara langsung.
Perusahaan yang mendapat borongan pekerjaan, dan menyerahkan lagi
sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, untuk itu perusahaan pemborongan
yang terakhir boleh tidak berbadan hukum. Penyimpangan bahwa perusahaan
boleh tidak berbadan hukum, juga dapat dilakukan apabila di suatu daerah tidak
terdapat perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum atau yang tidak
memenuhi kualifikasi untuk dapat melakukan pekerjaan (Kepmenakertrans No.
KEP 220/MEN/X/2004).
Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan outsourcing,
maka dibuat Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
khususnya Bab IX tentang hubungan kerja, yang didalamnya terdapat pasal-pasal
yang terkait langsung dengan outsourcing. Berikut dijabarkan isi dari undang-
undang tersebut:
Pasal 50
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh.
Pasal 51
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
Universitas Sumatera Utara
a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. (3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pasal 53
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian
kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
Pasal 54
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat: a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. Pasal 55 adalah:
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas
persetujuan para pihak.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pada Pasal 56-59 Undang No. 13 Tahun 2003 mengatur
tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ketentuan pasal sebagai berikut
Pasal 56
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
didasarkan atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Pasal 57
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. (3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Pasal 58
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan
batal demi hukum.
Pasal 59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifatnya atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : 1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
Universitas Sumatera Utara
2. Pekerjaan yang diperirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman 4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. (2) Pekerjaan untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap. (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui (4) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu palingg lama 1 (satu) tahun.
Pasal 60 – 63, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) ketentuan
pasal sebagai berikut:
Pasal 60
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa
percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Pasal 61
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila: a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. (2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. (3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Universitas Sumatera Utara
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh. (5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 62
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya
hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi
kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya
jangka waktu perjanjian kerja.
Pasal 63
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka
pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang
kurangnya memuat keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pada Pasal 64-66 (outsourcing) Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ketentuan pasal sebagai berikut:
Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakan.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 66 Undang No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa Penyediaan jasa
pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai
berikut: Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh; Pasal 1 ayat (15), “Hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai
unsure pekerjaan, upah, dan perintah.”
Pekerjaan dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan
oleh pemberi kerja melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Ketentuan Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan dan
putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2004, menjadi legitimasi tersendiri bagi
keberadaan outsourcing di Indonesia. Artinya, secara legal formal, sistem kerja
outsourcing memiliki dasar hukum yang kuat untuk diterapkan. Keadaan
demikian yang membuat pengusaha menerapkan sistem ini.
Dmuatnya ketentuan outsourcing pada Undang-undang Tenaga Kerja
dimaksudkan untuk mengundang para investor agar mau berinvestasi di
Indonesia. Penggunaan outsourcing seringkali digunakan sebagai starategi
kompetisi perusahaan untuk fokus pada core business-nya. Namun, pada
prakteknya outsourcing didorong oleh keinginan perusahaan untuk menekan cost
hingga serendah-rendahnya dan mendapatkan keuntungan berlipat ganda walupun
seringkali melanggar etika bisnis yaitu bahwa pekerja merupakan stakeholder di
perusahaan yang juga memiliki hak untuk memperoleh keuntungan dari hasil
kerjanya di perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya adalah, ketentuan
bahwa perlindungan dan syarat-syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada
perusahaan penerima kerja, sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja
dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan mewajibkan pengusaha untuk membuat
alur kegiatan proses produksi pelaksanaan pekerjaan, dan menetapkan pekerjaan
yang utama dan penunjang, untuk selanjutnya dilaporkan kepada instansi
ketenagakerjaan setempat. Untuk itu perlu disusun suatu daftar pekerjaan yang
menjadi pekerjaan utama dan yang bersifat terus-menerus didalam perusahaan.
Memang untuk pertamakali mungkin hal ini tidak mudah dikerjakan, tetapi
apabila hal ini dapat diselesaikan dengan baik, kedepan akan sangat membantu
perusahaan dalam melakukan penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga
(KEPMENAKERTRANS No. KEP.220/MEN/X/2004).
Agar daftar pekerjaan dimaksud mendapat legalisasi hukum yang kuat,
daftar tersebut dimasukkan kedalam peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian
kerja bersama (PKB). Melalui pengesahan peraturan perusahaan atau pendaftaran
perjanjian kerja bersama, maka instansi ketenagakerjaan telah ikut mengetahui,
adanya bentuk kegiatan dimaksud di dalam perusahaan. Dengan demikian, dapat
menjadi alat bukti yang kuat, apabila kelak terjadi perselisihan.
Untuk membantu kita dalam membuat daftar dimaksud, Undang-Undang
Ketenagakerjaan telah memberi contoh tentang kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi
pekerja (catering), usaha tenaga pengaman (security), usaha jasa penunjang di
pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja
(transportation). Dengan contoh ini dapat dilakukan inventarisasi yang lebih jauh
sesuai dengan sifat keadaan masing-masing perusahaan.
Hal kedua yang harus dicermati, perusahaan harus menjaga untuk tidak
melakukan perjanjian penyerahan pekerjaan, kepada perusahaan yang tidak
berbadan hukum. Menurut hukum, perseroan terbatas dan koperasi yang
merupakan badan hukum dibidang ekonomi. Untuk lebih mengamankan posisi
perusahaan, pekerjaan itu dapat diserahkan kepada koperasi pekerja yang telah
berbadan hukum. Dengan melakukan langkah ini perusahaan akan mendapat
perlindungan ganda dari para pekerja. Pertama, dengan penyerahan sebahagian
pekerjaan kepada koperasi pekerja, mereka tentunya mendukung langkah yang
dilakukan pengusaha, sehingga perusahaan aman dalam melaksanakannya. Kedua,
mereka ikut menikmati kebijakan perusahaan tersebut, dengan memperoleh
kesejahteraan melalui koperasi pekerja, sehingga mereka merasa perlu ikut
mengamankan kegiatan dimaksud.
Hal ketiga yang harus diperhatikan dalam penyerahan sebahagian
pekerjaan kepada perusahaan lain, dalam pembuatan perjanjian wajib dibuat
secara tertulis. Khususnya dalam membuat perjanjian dengan Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja, ditentukan sekurang-kurangnya perjanjian memuat:
a) jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja dari perusahaan penyedia
jasa, b) penegasan bahwa melakukan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja yang dipekerjakan
perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-
syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja, dan c) penegasan bahwa Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
bersedia menerima pekerja dari Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja sebelumnya
untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja
dalam hal terjadi penggantian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja. Perjanjian
dimaksud, didaftarkan pada instansi ketenagakerjaan di wilayah berlakunya
perjanjian dimaksud (Kepmenakertrans Nomor. KEP.101/MEN/VI/2004).
C. Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia
Bentuk hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan dimakud, diatur
dalam perjanjian kerja secara tertulis antar perusahaan penerima pekerjaan dengan
pekerja yang dipekerjakan, yang dapat didasarkan atas PKWTT atau PKWT,
sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Apabila ketentuan sebagai badan hukum
dan/atau tidak dibuatnya perjanjian secara tertulis tidak dipenuhi, demi hukum
status hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penerima pemborongan
beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan pemberi
pekerjaan. Hal itu, menyebabkan hubungan kerja beralih antara pekerja dengan
perusahaan pemberi kerja, dapat berupa waktu tertentu atau untuk waktu tidak
tertentu, tergantung pada bentuk perjanjian kerjanya semula (Pasal 64 dan 65
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Universitas Sumatera Utara
Pengusaha yang memasok penyediaan tenaga kerja kepada perusahaan
pemberi kerja untuk melakukan pekerjaan dibawah perintah langsung dari
perusahaan pemberi kerja, disebut dengan perusahaan penyedia jasa pekerja.
Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja wajib berbadan hukum dan memiliki izin dari
instansi ketenagakerjaan. Apabila tidak dipenuhi ketentuan sebagai Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja, demi hukum status hubungan kerja antara pekerja dan
Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja, beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja
dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Pekerja dari Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja tidak boleh digunakan oleh
pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi. Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi
dipersyaratkan: a) adanyan hubungan kerja antara pekerja dan Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja, b) perjanjian kerja dapat berupa PKWT atau PKWTT yang
dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, c) perlindungan
upah dan kesejateraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi
tanggung jawab Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja, dan d) perjanjian antara
perusahaan pengguna jasa pekerja dan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja, dibuat
secara tertulis sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan
di luar usaha pokok suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: pelayanan
kebersihan, penyediaan makanan bagi pekerja, tenaga pengaman, jasa penunjang
di pertambangan dan perminyakan, serta penyediaan angkutan pekerja.
Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun penyelesaian
perselisihan antara Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja dengan pekerja
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pekerja
yang bekerja pada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja, juga memperoleh hak yang
sama dengan yang diperjanjikan, mengenai perlindungan upah dan kesejahteraan,
syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dengan pekerja lainnya di
perusahaan pengguna jasa pekerja (Pasal 66 Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan).
Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja yang memperoleh pekerjaan dari
pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat
perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat: a) jenis pekerjaan yang akan
dilakukan oleh pekerja dari perusahaan penyedia jasa, b) penegasan bahwa dalam
melaksanakan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi adalah antara Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja dengan pekerja yang dipekerjakan Perusahaan Penyedia
Jasa Pekerja, sehingga perlindungan upah dan kesejahteran, syarat-syarat kerja
serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab Perusahaan Penyedia Jasa
Pekerja, dan c) penegasan bahwa Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja, bersedia
menerima pekerja dari Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja sebelumnya untuk jenis-
Universitas Sumatera Utara
jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal
terjadi penggantian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja.
Perjanjian dimaksud selanjutnya didaftarkan pada instansi ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota tempat Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja melaksanakan
pekerjaan. Bagi Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja yang melaksanakan pekerjaan
pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu
Kabupaten/Kota dalam satu provinsi, pendaftarn dilakukan pada instansi
ketenagakerjaan Provinsi. Apabila Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam
wilayah lebih dari satu provinsi, pendaftaran dilakukan pada Direktorat Jendral
Pembinaan Hubungan Industrial di Jakarta, pendaftaran dilakukan dengan
melampirkan konsep (draft) perjanjian kerja. Apabila perjanjian itu tidak
dilakukan, instansi ketenagakerjaan akan mencabut izin operasional Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja yang bersangkutan, dengan tetap menanggung hak-hak
pekerja yang bersangkutan (Kepmenakertrans No. KEP. 101/MEN/VI/2004).
Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menetapkan syarat
bahwa, Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Hubungan kerja antara pekerja dan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja;
b. Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan Perusahaan Penyedia Jasa
Pekerja, adalah PKWT yang memenuhi ketentuan dan/atau PKWTT yang
dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
Universitas Sumatera Utara
c. Perlindungan upah dan kesejateraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja; dan
d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan Perusahaan Penyedia
Jasa Pekerja dibuat secara tertulis dan wajib memuat ketentuan dalam Undang
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan persyaratan ini tentunya perlu pula diawasi oleh perusahaan
pemberi kerja, agar tidak terjadi pelanggaran hukum oleh Perusahaan Penyedia
Jasa Pekerja, yang dapat mengganggu kelancaran jalannya perusahaan.
Selain itu, perusahaan pemberi kerja harus pula mengawasi bahwa pekerja
yang bekerja pada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja memperoleh hak yang sama
sesuai dengan perjanjian kerja Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja
Bersama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul dengan pekerja lainnya di perusahaan pengguna jasa
pekerja. Apabila hal ini tidak dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa, akan
berpotensi menimbulkan perselisihan hak, karena tidak ditaatinya ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan perlu pula memperhatikan persyaratan tertentu, apabila hendak
melakukan kerja sama dengan perusahaan yang bergerak dibidang penyedia jasa
pekerja. Karena sebelum melakukan perjanjian, perusahaan dimaksud wajib pula
memiliki izin oprasional dari instansi ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota sesuai
domisili Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja. Dengan memiliki izin operasional,
berarti Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja telah: a) berbentuk badan hukum, b)
Universitas Sumatera Utara
mempunyai anggaran dasar yang memuat kegiatan usaha penyediaan jasa pekerja,
c) SIUP, dan d) wajib ketenagakerjaan yang masih berlaku.
Ketentuan lain yang perlu diperhatikan adalah, perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja di perusahaan penerima kerja. Undang No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan mewajibkan bahwa syarat kerja bagi pekerja yang
bekerja pada perusajaan penerima kerja, sekurang-kurangnya sama dengan
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pula, perlu diawasi bentuk hubungan kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan dimaksud, apakah telah dilakukan dalam bentuk perjanjian kerja secara
tertulis antara perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja yang
dipekerjakannya, baik berupa PKWT atau PKWTT.
Dalam perjanjian dengan sistem outsourcing menggunakan perjanjian
kerja waktu tertentu. Undang-Undang Ketenagakerjaan memberi ciri-ciri
pekerjaan yang merupakan pekerjaan tertentu yang karena jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang: a)
sekali selesai atau yang sementara sifatnya, b) diperkirakan penyelesaiannya
dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun, c) bersifat
musiman, atau d) berhubungan dengan produk baru, kegitatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah
daripada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. PKWT
untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang
Universitas Sumatera Utara
didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu, yang dibentuk untuk paling lama
tiga tahun. Apabila pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT tersebut
dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, maka PKWT tersebu putus
demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. Sementara itu, bagi pengusaha yang
mempekerjakan pekerja berdasarkan PKWT, harus membuat daftr nama pekerja
yang melakukan pekerjaan tambahan.
Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu, harus
dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. Dalam hal PKWT dibuat
berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu
pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan
PKWT. Pembaharuan PKWT dapat dilakukan setelah melebihi masa tenggang
waktu 30 hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama tenggang waktu 30
hari itu, tiddak ada hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Para pihak
dapat mengatur lain dari ketetuan diatas yang dituangkan dalam perjanjian.
PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan musiman, yaitu pekerjaan yang
pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca, hanya dapat dilakukan untuk
satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan
musiman tidak dapat dilakukan pembaharuan. Sedangkan pekerjaan yang
dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan
PKWT sebagai pekerjaan musiman. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan yang
dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target dimaksud hanya diberlakukan
untuk pekerja yang melakukan pekerjaan tambahan.
Universitas Sumatera Utara
PKWT dapat pula dilakukan untuk melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan atau penjajakan. PKWT dimaksud hanya dapat dilakukan
untuk jangka waktu paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali
paling lama satu tahun. PKWT dimaksud tidak dapat dilakukan pembaharuan.
PKWT seperti ini, hanya boleh berlaku bagi pekerja yang melakukan pekerjaan di
luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang bias dilakukan perusahaan.
Akibat hukum dari pelanggaran ketentuan mengenai PKWT adalah,
apabila:
a. Dibuat tidak dalam bahasa Indonesia dan huruf latin, berubah menjadi PKWT
sejak adanya hubungan kerja;
b. Dibuat tidak memenuhi ketentuan, PKWT berubah menjadi PKWTT sejak
adanya hubungan kerja;
c. Dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru
menyimpang dari ketentuan, berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan
penyimpangan;
d. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 hari
setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain, berubah
menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.
Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja yang
berubah hubungan kerja menjadi PKWTT, maka hak-hak pekerja dan prosedur
penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi
PKWTT.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu
dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan
dengan perjanjian kerja harian lepas (PKHL), sebagai salah satu bentuk terpendek
dari PKWT. Hubungan kerja dengan membuat PKHL, dapat dilakukan dengan
ketentuan, pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan. Apabila pekerja
telah bekerja 21 hari atau lebih, selama tiga bulan berturut-turut atau lebih, maka
PKHL-nya berubah menjadi PKWTT.
PKHL yang memenuhi ketetuan diatas, tidak dibatasi oleh jangka waktu
PKWT pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja dengan PKHL
wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan pekerja. PKHL
dapat dibuat berupa daftar pekerja yang melakukan pekerjaan, yang sekurang-
kurangnya memuat: a) nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja, b)
nama/alamat pekerja, c) jenis pekerjaan yang dilakukan, dan d) besarnya upah
dan/atau imbalan lainnya. Daftar pekerja dimaksud disampaikan kepada instani
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya
tujuh hari kerja sejak mempekerjakan pekerja.
Semua PKWT dan PKHL, wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada
instansi ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setampat selambat-lambatnya tujuh hari
kerja sejak penandatanganan. Untuk PKHL, yang dicatatkan adalah daftar pekerja
yang dipekerjakan (Kepmenakertrans Nomor: KEP.101/MEN/VI/2004).
Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume
pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan
perjanjian kerja harian lepas (PKHL). Hubungan kerja dengan membuat PKHL,
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan dengan ketentuan, pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam satu
bulan. Apabila pekerja telah bekerja 21 hari atau lebih, selama tiga bulan berturut-
turut atau lebih, maka status PKHL-nya berubah menjadi PKWTT.
D. Penyebab Lemahnya Kedudukan Salah Satu Pihak Dalam Pembuatan
Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing
Susunan dan jumlah angkatan kerja selalu bertambah dari tahun ke tahun
sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang terjadi. Cepatnya tingkat
pertumbuhan penduduk menimbulkan masalah kerena belum mampunya
pembangunan nasional menciptakan lapangan kerja yang sesuai, dengan kata lain
menambah jumlah pengangguran. Untuk mengatasinya dibutuhkan lapangan kerja
yang memadai yang dapat menampung sejumlah angkatan kerja yang ada.25
1. Tingkat pendidikan dan keterampilan penduduk;
Semakin besar penduduk usia kerja dan semakin besar Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerjanya, maka semakin besar juga jumlah angkatan kerjanya. Jadi
tinggi rendahnya angkatan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain:
2. Peluang lapangan kerja yang tersedia;
3. Kesehatan jasmani dan rohani penduduk;
4. Kelincahan pencari kerja dalam memanfaatkan setiap peluang.26
25 Koeshartono. D dan M.F. Shellyana Junaedi. Hubungan Industrial Kajian Konsep & Permasalahan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, hlm 7. 26 Ibid, hlm 9.
Universitas Sumatera Utara
Tingginya tingkat partisipasi angkatan kerja, maka dibutuhkan
pengembangan sumber daya manusia dan perluasan teknologi skala kecil dengan
cepat agar dapa menciptakan posisi tawar yang tentunya meminimalkan
pengangguran. Pengembangan manusia (sumber daya manusia) adalah proses
meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan pilihan-pilihan. Pengertian
ini memusatkan pada pemerataan dalam peningkatan kemampuan manusia
(melalui penciptaan kerangka keterlibatan manusia itu sendiri dan pada
pemanfaatan kemampuan itu untuk mendapatkan penghasilan dan perluasan
peluang kerja).27
Membuat teori human capital kualita sumber daya manusia selain
ditentukan oleh kesehatan, juga ditentukan oleh pendidikan. Meskipun kesehatan
telah mendapat perhatian dalam dekade belakangan ini, di banyak Negara sedang
berkembang, seperti Indonesia, salah satu strategi yang telah lama diterapkan
dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah peningkatan pendidikan.
Pendidikan dipandang tidak hanya dapat menambah pengetahuan tetapi dapat juga
meningkatkan keterampilan (keahlian) tenaga kerja, pada gilirannya dapat
meningkatkan produktivitas. Produktivitas disatu pihak dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, di lain pihak dapat meningkatkan penghasilan dan
kesejahteraan penduduk.
28
Pengangguran terbuka cenderung mengelompokkan pada angkatan kerja
yang berpendidikan, baik perempuan maupun laki-laki. Diduga mereka yang
27 Effendy. Tadjuddin Noer, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1995, hlm 4. 28 Ibid, hlm 5.
Universitas Sumatera Utara
berpendidikan bersedia menganggur untuk menunggu kesempatan kerja pada
pekerjaan upahan (kantor) yang bersifat tetap. Namun, pekerjaan yang diharapkan
umumnya tersedia di lembaga-lembaga atau perusahaan-perusahaan yang dalam
penerimaan pekerja dilakukan penjatahan dan seleksi ketat dan sesuai dengan
keteramapilan yang dibutuhkan. Sulitnya mendapatkan pekerjaan diduga
berkaitan dengan keterampilan dan pengalaman mereka yang baru menyelesaikan
pendidikan sangat terbatas, sedangkan lembaga perusahaan menuntut
keterampilan tertentu.29
Kemiskinan yang perlu mendapat perhatian adalah kemiskinan yang
berkaitan dengan sumber daya penting yang menentukan kesejahteraan masa
datang daripada saat ini. Sumber daya yang perlu mendapat perhatian adalah
sumber daya alam dan manusia (keahlian, kemampuan memimpin, inisiatif dan
sebagainya). Konsep kemiskinan adalah kemiskinan relatif. Berdasarkan
kemiskinan relatif ini muncul pengertian kemiskinan sumber daya manusia
merujuk pada kurangnya pendidikan dalam arti luas, termasuk kurangnya tenaga
terampil terlatih, kemampuan manajerial, kemampuan wiraswasta, dan
kepemimpinan.
30
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa sumber daya manusia yang
handal dan menciptakan lapangan kerja. Apabila sumber daya manusia tidak
tersedia dengan baik akan menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan relatif
disebabkan karena kurangnya pendidikan, keahlian keterampilan sebagai faktor
untuk memperoleh pekerjaan.
29 Ibid, hlm 23. 30 Ibid, hlm 23.
Universitas Sumatera Utara
Apabila ingin berhasil dalam strategi pengembangan kesempatan kerja
haruslah:
1. Bisa meningkatakan upah kelompok penghasilan terendah baik di desa-desa,
maupun di kota-kota,
2. Bisa meningkatkan pemakaian mesin kecil-kecil untuk meningkatkan
produktivitas,
3. Bisa mengadakan pergeseran-pergeseran orang dari sektor marginal/informasi
ke sektor yang lebih produktif.
Ketiga hal di atas, tidak hanya dapat mengurangi kemiskinan dan under
employment, tetapi juga dapat meningkatkan penghasilan perkapita.31
Pada saat ini kita melihat kenyataan sosial bahwa kondisi para pekerja
yang membuat perjanjian kerja selalu dalam keadaan yang tidak seimbang. Dalam
perakteknya pekerja yang berada dibawah perintah orang lain, berada pada posisi
(Bambang
Tri Cahyono, 1983:4)
Dengan penelitian ini penulis mengkaji tentang keseimbangan para pihak
dalam menentukan isi perjanjian kerja dengan sistem outsourcing yang
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara para pihak adalah lemahnya
bargaining position pihak pekerja, sehingga pengusaha bebas menentukan isi dan
bentuk perjanjian tersebut. Pekerja tidak memiliki posisi tawar yang seimbang
mengenai pendidikan dan keahlian tertentu yang dibutuhkan pengusaha. Pekerja
bersedia dipekerjakan tanpa bisa menawar atau menolak syarat kerja yang
ditentukan oleh pengusaha.
31 Cahyono. Bambang Tri, Pengembangan Kesempatan Kerja, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta, 1983, hlm 4.
Universitas Sumatera Utara
yang lebih rendah dari pihak pengusaha. Sementara pihak pengusaha, karena pada
umumnya mempunyai tingkat sosial dan ekonomi yang selalu jauh lebih tinggi
kedudukannya dibanding dengan pekerja, lebih besar perannya dalam membuat
perjanjian kerja.
Penyebab terbesar dari lemahnya posisi tawar pekerja karena kurangnya
lapangan pekerjaan yang menyebabkan banyaknya pengangguran sehingga
pekerja bersedia bekerja tanpa mengetahui dengan jelas apa hak dan
kewajibannya. Pekerjaan yang diharapkan umumnya tersedia di lembaga-lembaga
atau perusahaan-perusahaan yang dalam penerimaan pekerja dilakukan penjatahan
dan seleksi ketat dan sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan. Sulitnya
mendapatkan pekerjaan diduga berkaitan dengan keterampilan dan pengalaman
mereka yang baru menyelesaikan pendidikan sangat terbatas, sedangkan lembaga
perusahaan menuntut keterampilan tertentu.
Pekerja kurang mengetahui akan Undang-Undang Ketenagakerjaan
sehingga mereka tidak mengerti bagaimana hak-haknya, apa-apa saja yang
termuat dalam perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu
perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja
waktu tertentu. Sehingga pengusaha berpegang pada prinsip hubungan hukum atas
dasar perjanjian baku yang menyenangkan salah satu pihak, pekerja dipekerjakan
dengan upah yang murah (di bawah upah minimum regional) berdasarkan
perjanjian yang lebih menguntungkan majikan (pengusaha).
Hubungan yang tidak seimbang adalah pelaksanaan secara tidak
sepatutnya oleh salah satu pihak yang menguasai pengendalian perjanjian untuk
Universitas Sumatera Utara
keuntungan dirinya atau orang lain, sehingga perbuatan pihak yang dikuasai
tersebut bukan perbuatan pihak yang sesuai dengan kemauan sendiri.
Dalam praktek dan perkembangan perjanjian kerja dengan sistem
outsourcing yang dibuat menggunakan perjanjian standar, sehingga dapat
menciptakan ketidakseimbangan bagi para pihak dalam menentukan isi perjanjian.
Salah satu pihak hanya menandatangani saja tanpa adanya kebebasan berkontrak.
Perjanjian standar mensyaratkan bagi pihak yang membutuhkan dengan
kesepakatan take it or leave it. Tanpa menjunjung prinsip konsensualisme yang
berdasarkan kehendak bebas dari para pihak dan asas itikad baik.
Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya) memang cukup
bervariasi. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourcing (Alih Daya) dalam dunia
usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak
dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu
memadai untuk mengatur tetang outsourcing yang telah berjalan tersebut.
Berdasarkan pengamatan sementara penulis, bahwa kedudukan para pihak
dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing sangat lemah. Hal
ini disebabkan karena tidak adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara
pekerja dengan pihak perusahaan outsourcing dan pihak ketiga yang
menggunakan jasa dari perusahaan outsourcing.
E. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Bagi Pekerja dalam Pejanjian Kerja
dengan Sistem Outsourcing
Universitas Sumatera Utara
Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
ketentuan-ketentuan-ketentuan yang mengacu pada konsep fleksibilitas perubahan
ada sebagai berikut pertama beberapa peraturan tentang sistem kerja kontrak atau
dalam istilah yang dimuat dalam undang-undang tersebut istilah “Perjanjian Kerja
untuk Waktu Tertentu “ pada Bab IX tentang hubungan kerja Pasal 58 dan 59.
Kedua, ketentuan yang membenarkan adanya percaloan dalam perekrutan tenaga
kerja yang termuat dalam pasal-pasal yang mengatur lembaga penyalur tenaga
kerja (Pasal 64-66). Ketiga, ketentuan yang mempersulit hak buruh untuk
melaksanakan mogok (Pasal 137-145). Keempat, adanya pasal yang
mempermudah pengusaha untuk melakukan lock out (Pasal 146-149).
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan, kepada perusahaan lainnya melalui:
1) pemborongan pekerjaan, atau 2) perusahaan penyedia jasa pekerjaan (PPJP).
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, kedua bentuk kegiatan dimaksudkan
dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat dimaksud antara lain,
wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat secara tertulis. Sedangkan
perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbadan hukum, juga terdaftar
pada instansi ketenagakerjaan.
Model outsourcing dapat dibandingkan dengan bentuk perjanjian
pemborongan bangunan walaupun sesungguhnya tidak sama. Perjanjian
pemborongan bangunan dapat disamakan dengan sistem kontrak biasa sedangkan
outsourcing sendiri bukanlah suatu kontrak. Pekerja/buruh dalam perjanjian
Universitas Sumatera Utara
pemborongan bangunan dapat disamakan dengan pekerja harian lepas seperti yang
diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR: PER . 06 / MEN / 1985 tentang
Perlindungan Pekerja Harian Lepas PHL). PHL adalah pekerja yang bekerja pada
pengusaha untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan dapat berubah-ubah
dalam hal waktu maupun volume pekerjaan dengan menerima upah yang
didasarkan atas kehadiran pekerja secara harian.
Perjanjian pemborongan bangunan akan berakhir antara pengusaha dengan
pekerja apabila obyek perjanjian telah selesai dikerjakan. Misalnya pembangunan
jembatan, dalam hal jembatan telah selesai maka masa bekerjanya pun menjadi
berakhir, kecuali jembatan tersebut belum selesai dikerjakan. Sedangkan dalam
outsourcing masa bekerja akan berakhir sesuai dengan waktu yang telah
disepakati antara pengusaha dengan perusahaan penyedian jasa tenaga kerja.
Dalam khasanah hukum Indonesia, pemborongan pekerjaan dan
pemberian jasa, bukan merupakan sesuatu yang baru. KUH Perdata sejak seabad
yang lalu malah lebih arif menyikapi kenyataan ini. KUHPerdata mengakui dan
memberi tempat, bahkan melindungi hak perorangan untuk menjadi pemborong
pekerjaan. Dalam KUH Perdata, pelaksanaan diatur dan dibedakan lebih lanjut,
antara pemborongan pekerjaan yang dilakukan dengan hanya menyediakan jasa
tenaga kerja saja atau dengan menyediakan bahannya. Ketentuan seperti ini tidak
diatur lagi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Hal ini menunjukkan, bahwa Undang-Undang Ketenagakerjaan melihat
kenyataan sosial yang berkembang di dalam masyarakat, sehingga tidak membuka
lagi peluang kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja, yang pada umumnya
perusahaan menengah kebawah, kecuali di tempat ini memang benar-benar tidak
ada perusahaan dimaksud yang berbadan hukum.
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain yang berbadan hukum, melalui pemborongan pekerjaan.
Perjanjian pemborongan pekerjaan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai
berikut: a) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, b) dilakukan dengan
perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, c) merupakan
kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan d) tidak menghambat
proses produksi secara langsung.
Perusahaan yang mendapat borongan pekerjaan, dan menyerahkan lagi
sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, untuk itu perusahaan pemborongan
yang terakhir boleh tidak berbadan hukum. Penyimpangan bahwa perusahaan
boleh tidak berbadan hukum, juga dapat dilakukan apabila di suatu daerah tidak
terdapat perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum atau yang tidak
memenuhi kualifikasi untuk dapat melakukan pekerjaan (Kepmenakertrans No.
KEP 220/MEN/X/2004).
Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan pemborong memiliki
hubungan kerja dengan pekerja, sedangkan hubungan antara perusahaan pengguna
dan perusahaan pemborong hanyalah terkait dengan pekerjaan yang diborongkan
tersebut. Di perusahaan penyedia pekerja, pekerja menjalankan tugas-tugas yang
diberikan perusahaan pengguna, sedangkan sistem pembayaran upah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
oleh perusahaan pemberi kerja kepada perusahaan penyedia kerja, lalu perusahaan
penyedia kerja membayar upah pekerjanya.
Hubungan antara perusahaan pemberi kerja, perusahaan penyedia
pekerja/perusahaan pemborong dan pekerja itu sendiri seharusnya menciptakan
triple alliance (suatu hubungan yang saling membutuhkan). Namun dalam
kenyataannya, sering kali terdapat perselisihan. Hal ini bisa dihindari jika para
pihak menyadari hak dan kewajibannya. Hal yang paling penting untuk
diperhatikan adalah jenis perjanjian apa yang mengikat para pihak.
Dalam penelitian ini penulis mengkaji tentang keseimbangan para pihak
dalam menentukan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing. Perusahaan
pemberi jasa selalu menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu, dimana terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Penyimpangan antara lain
pekerjaan yang diberikan merupakan pekerjaan utama, sehingga tidak dapat
dilepaskan dengan core business dari perusahaan. Selain itu hak-hak pekerja
dalam memperoleh cuti dan pesangon setelah tidak bekerja, juga jaminan
kesehatan tidak dipenuhi sebagaimana yang dilindungi dalam Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Dalam perjanjian kerja kedudukan para pihak yang membuat perjanjian
adalah seimbang memuat syarat kerja hak dan kewajiban para pihak secara
seimbang. Pada prakteknya konsep mengenai keseimbangan para pihak dalam
menentukan hak dan kewajiban sering diabaikan perusahaan pemberi jasa atau
perusahaan outsourcing dalam hal ini masih berhak memerintah dan menentukan
Universitas Sumatera Utara
sendiri apa yang menjadi hak dan kewajiban bagi pekerja bukan berdasarkan
kesepakatan yang ditentukan bersama.
Dengan penelitian ini penulis mengkaji tentang keseimbangan para pihak
dalam menentukan isi perjanjian kerja dengan sistem outsourcing yang
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara para pihak adalah lemahnya
bargaining position pihak pekerja, sehingga pengusaha bebas menentukan isi dan
bentuk perjanjian tersebut.
Pada saat ini kita melihat kenyataan sosial bahwa kondisi para pekerja
yang membuat perjanjian kerja selalu dalam keadaan yang tidak seimbang. Dalam
perakteknya, memang pada umumnya pekerja yang berada di bawah perintah
orang lain, berada pada posisi yang lebih rendah dari pihak pengusaha.
Penyebab terbesar dari lemahnya posisi tawar pekerja karena kurangnya
lapangan pekerjaan yang menyebabkan banyaknya pengangguran sehingga
pekerja bersedia bekerja tanpa mengetahui dengan jelas apa hak dan
kewajibannya. Pekerjaan yang diharapkan umumnya tersedia di lembaga-lembaga
atau perusahaan-perusahaan yang dalam penerimaan pekerja dilakukan penjatahan
dan seleksi ketat dan sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan. Sulitnya
mendapatkan pekerjaan diduga berkaitan dengan keterampilan dan pengalaman
mereka yang baru menyelesaikan pendidikan sangat terbatas, sedangkan lembaga
perusahaan menuntut keterampilan tertentu.
Pekerja kurang mengetahui Undang-Undang Ketenagakerjaan sehingga
mereka tidak mengerti bagaimana hak-haknya, apa-apa saja yang termuat dalam
Universitas Sumatera Utara
perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang
dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu.
Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya skill yang dimiliki pekerja.
Dalam produksi manufaktur selalu menggunakan alat teknologi, pekerja tidak
bekerja dengan mengandalkan pendidikan dan skill yang dimiliki atau dapat
dikatakan kualitas dari pekerja sangat rendah sehingga bersedia digaji dengan
lebih murah tanpa memperhatikan hak-haknya sebagai pekerja.
Hubungan yang tidak seimbang adalah pelaksanaan secara tidak
sepatutnya oleh salah satu pihak yang menguasai pengendalian perjanjian untuk
keuntungan dirinya atau orang lain, sehingga perbuatan pihak yang dikuasai
tersebut bukan perbuatan pihak yang sesuai dengan kemauan sendiri. Pengadilan
dapat mengabaikan pelaksanaan dari ketentuan yang tidak adil atau penekanan
secara kesewenangan dalam proses pembentukan perjanjian, atau dalam
menentukan isi perjanjian seperti ketentuan yang berlawanan dengan kemauan
yang patut dari para pihak.
BAB III
Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
dalam Perjanjian Kerja dengan Sistem Outsourcing
A. Persoalan Hukum Terhadap Pekerja dalam Perjanjian Kerja dengan
Sistem Outsourcing
Persoalan outsourcing merupakan hal yang dilematis, tetapi baru diatur
dalam pasal 64 sampai dengan pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Universitas Sumatera Utara