bab ii penerapan metode qiroati dan kemampuan …
TRANSCRIPT
15
BAB II
PENERAPAN METODE QIROATI DAN
KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN
A. Metode Qiroati
1. Pengertian Metode
Metode dalam pengertian yang lebih komprehensif diartikan
sebagai cara, bukan sekedar langkah atau prosedur. Dengan demikian,
metode mengandung pengertian yang fleksibel sesuai kondisi dan situasi
dan mengandung implikasi mempengaruhi serta saling ketergantungan
antara pendidik dan peserta didik. Dalam pengertian yang kedua
(implikasi saling mempengaruhi antara pendidik dan peserta didik)
berada dalam proses kebersamaan yang menuju ke arah tujuan tertentu.
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani
“metados”. Kata ini terdiri dari dua suku kata; yaitu “metha” yang berarti
melalui/melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode
berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa
Arab, metode disebut “thoriqah”. Dan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai maksud. Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu
cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai
tujuan pengajaran. (Armai Arif, 2002:40)
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) dijelaskan,
metode mengandung arti cara yang teratur dalam berpikir baik-baik
untuk mencapai tujuan. (W.J.S. Poerwadarminta, 1984: 763)
Metode, sebagaimana dijelaskan oleh Koentjaraningrat (1989:7)
adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode
menyangkut masalah cara kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami
obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
16
Winarno Surachman (1982:131) mendefinisikan, metode adalah
merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan,
misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis, dengan mempergunakan
teknik serta alat-alat tertentu.
Dalam hal ini metode dapat dikatakan sebagai suatu cara teratur
dan sistematis dalam melaksanakan suatu suatu pekerjaan guna mencapai
tujuan yang di inginkan yang nantinya akan berpengaruh terhadap hasil
yang efektif dan efisien.
Kata metode juga dapat diartika dengan kata “metodologi”, yang
secara ringkas berarti pembahasan tentang metode atau metode-metode
(Ahmad Tafsir, 1997: 12)
Dengan kata lain metodologi adalah ilmu tentang metode-
metode yang mengkaji/membahas mengenai bermacam-macam metode
mengajar, tentang keunggulan dan kelemahannya, lebih tepat/serasi
untuk penyajian pelajaran apa, bagaimana penerapannya dan sebagainya
(Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, t.th: 1-2)
Banyak macam jenis metode tersebut, disebabkan oleh karena
metode tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor berikut:
a. Tujuan yang berbeda-beda dari masing-masing bidang studi
b. Perbedaan latar belakang dan kemampuan masing-masing anak didik
atau murid
c. Perbedaan orientasi, sifat dan kepribadian atau kemampuan dari
masing-masing guru
d. Faktor situasi dan kondisi, dimana proses pendidikan dan pengajaran
berlangsung termasuk dalam hal ini jenis lembaga pendidikan dan
faktor geografis yang berbeda-beda.
e. Tersedianya fasilitas pengajaran yang berbeda-beda, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya (Zuhairini dkk, 1983: 80).
17
2. Metode Pembelajaran Al-Qur’an
Pembelajaran membaca al-Qur’an terdiri dari tiga kata, yakni
pembelajaran, membaca dan al-Qur’an. Ketiga kata tersebut tidak dapat
berdiri sendiri melainkan mempunyai hubungan yang erat antara satu
dengan yang lainnya. Sehingga ketiganya mempunyai pengertian yang
integral yaitu pengertian pembelajaran membaca al-Qur’an atau
pembelajaran tentang membaca al-Qur’an
Kata “pembelajaran” merupakan terjemahan dari kata
“instruction” (Wina Sanjaya, 2007:102). Istilah ini banyak dipengaruhi
oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai
sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa
mempelajari segala sesuatu lewat berbagai media, seperti bahan-bahan
cetak, progam televisi, gambar, audio dan lain sebagainya. Sehingga
semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam
mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar
menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Sebagaimana
ungkapan Gagne yang dikutip oleh Wina Sanjaya (2007:102) dalam
bukunya Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
bahwa pembelajaran adalah “Instruction is a set of event that effect
learners in such a way that learning is facilitated”, yang artinya
“Pembelajaran adalah satu rangkaian peristiwa yang mempengaruhi
pelajar sedemikian rupa sehingga pelajaran dimudahkan.”
Sehingga menurut Gagne, mengajar atau teaching merupakan
bagian dari pembelajaran (instruction), di mana peran guru lebih
ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai
sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan
siswa dalam mempelajari sesuatu.
18
Dalam istilah “pembelajaran” lebih dipengaruhi oleh
perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan belajar. Dalam hal ini, siswa diposisikan sebagai subyek
belajar yang memegang peranan utama, sehingga dalam setting proses
belajar mengajar siswa dituntut beraktifitas secara penuh bahkan secara
individual mempelajari bahan pelajaran. (Wina Sanjaya, 2007:103).
Hal itulah yang membedakan antara pembelajaran dan
pengajaran. Kalau dalam istilah pengajaran atau teaching menempatkan
guru sebagai “pemeran utama” memberikan informasi, maka dalam
istilah pembelajaran atau instruction, guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator, memenej berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa.
Selanjutnya, menurut Endang Poerwanti dan Nur Widodo, yang
mengutip pendapatnya Wuryadi menjelaskan bahwa pembelajaran adalah
proses perubahan status siswa dari tidak tahu menjadi tahu yang meliputi
pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. (Endang Poerwanti dan Nur
Widodo, 2002:4)
Dan menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai
tujuan pembelajaran. (Oemar Hamalik, 1978:23)
Dengan demikian, dapat diambil pengertian bahwa
pembelajaran adalah proses perubahan status siswa (pengetahuan, sikap
dan perilaku) dengan melibatkan unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Secara keseluruhan yang dimaksud pengertian pembelajaran
membaca al-Qur’an adalah sebuah proses yang menghasilkan perubahan-
perubahan kemampuan melafalkan kata-kata, huruf atau abjad al-Qur’an
yang diawali huruf (ء) sampai dengan huruf (ي) yang dilihatnya dengan
mengerahkan beberapa tindakan melalui pengertian dan mengingat-ingat.
Selama ini ada beberapa metode pembelajaran yang bisa mengantarkan
19
seseorang dapat membaca al-Qur’an. Metode-metode tersebut antara
lain: (Abdullah Salim, 1993:3-4)
a. Metode meniru (Thariiqah Musyaafahah)
Yaitu metode pembelajaran membaca al-Qur’an yang
dimulai dengan meniru atau mengikuti bacaan seorang guru sampai
hafal. Setelah itu diperkenalkan beberapa huruf beserta tanda baca
dan harakatnya dari kata-kata atau kalimat yang dibacanya itu. Yaitu
metode pembelajaran membaca al-Qur’an yang dimulai dengan
meniru atau mengikuti bacaan seorang guru sampai hafal. Setelah itu
diperkenalkan beberapa huruf beserta tanda baca dan harakatnya dari
kata-kata atau kalimat yang dibacanya itu.
b. Metode sinthetik (Thariiqah Tarkiibiyyah)
Yaitu metode pembelajaran membaca al-Qur’an dimulai
dari mengenali huruf hijaiyah, yang dimulai huruf ا sampai dengan
baru diperkenalkan tanda baca atau harakat. Metode ini dapat ى
dijumpai dalam tuntunan membaca al-Qur’an yang termuat dalam
“Turutan” atau biasa disebut cara “Baghdadiyyah”.
c. Metode mengenalkan cara membaca al-Qur’an yang sesuai dengan
kaidah-kaidahnya.
Yaitu metode pembelajaran al-Qur’an diawali dengan
mengenalkan huruf tanpa dieja. Dengan kata lain mengajarkan
membaca huruf-huruf atau kata-kata Arab yang sudah bersyakal
dalam al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Metode ini
diperkenalkan oleh metode Qiraati dan Iqra’. Tujuan yang ingin
dicapai Qiraati adalah agar penggunanya dapat membaca dengan
tartil.
d. Metode bunyi (Thariiqah Shautiyyah)
Metode ini tidak dimulai dengan memperkenalkan huruf-
huruf hijaiyah, tetapi memperkenalkan bunyi huruf-hurufnya yang
sudah diharakati atau bersyakal seperti A, BA, TA dan seterusnya.
Ada juga yang memaparkan contoh semisal “MA TA” (mim fathah,
20
ta’ fathah) lalu disertai gambar “mata”. Dari bunyi-bunyi huruf
inilah nantinya dirangkai dalam bentuk kalimat yang teratur.
Metode ini biasanya dipakai untuk mengantarkan seseorang
agar dapat membaca kalimat-kalimat dalam bahasa Arab. Ada pula
yang bagian depannya seakan-akan mengarah ke bahasa Arab,
namun pada bagian tengah sudah diperkenankan potongan-potongan
ayat. Dalam metode ini ada kesan agak sukar karena tidak
dipersiapkan sejak awal untuk mengenal al-Qur’an meskipun juga
bahasa Arab.
Selain metode di atas dalam mengajar Al-Qur’an banyak
metode lain juga yang digunakan, yang mana semua itu bertujuan
agar anak-anak dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan lancar.
Metode-metode tersebut adalah:
a. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan
pembentukan anak. Adapun hasil pembiasaan yang dilakukan oleh
pendidik adalah terciptanya kebiasaan bagi anak didik. (Winarno
Surakhmad, t.th: 75) Dalam pembinaan membaca Al-Qur’an
seharusnya melalui pembiasaan karena hal tersebut membutuhkan
waktu yang panjang dan perlu latihan terus menerus. Adapun hal-hal
yang menyangkut tentang pembiasaan antara lain:
1) Pembiasakan dalam mengenal huruf hijaiyah yang telah
disampaikan yaitu dengan cara mengulang-ulang agar anak
didik dapat membedakan antara huruf satu dengan huruf
lainnya.
2) Membiasakan anak didik untuk mengenal tanda baca dan
panjang pendeknya bacaan.
3) Membiasakan anak didik untuk menghafal surat-surat pendek,
do’a sehari-hari agar anak didik terbisaa untuk menjalankannya.
21
b. Metode Hafalan
Mengajarkan Al-Qur‟an dengan cara yang baik tidak hanya
membuat anak menjadi cinta terhadap Al-Qur’an tetapi juga
meningkatkan kemampuan anak untuk mengingat dan memahami
Al-Qur’an. Dari sini kemudian terbentuk pemahaman pada anak
bahwa menghafal Al-Qur’an itu adalah amal dan perbuatan yang
mulia. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan kecintaan anak terhadap
Al-Qur’an sebelum memulai menghafalnya. Hal ini perlu dilakukan
karena menghafal Al-Qur’an tanpa didasari cinta terhadap Al-Qur’an
tidak akan apa-apa. Sebaliknya bahwa mencintai Al-Qur’an
dibarengi dengan menghafalnya, akan menumbuhkan prilaku mulia
dan beradap pada anak (Sa’ad Riyadh, 2007: 5-6).
c. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah salah satu cara penyampaian
bahan pengajaran dalam bentuk pemberian tugas tertentu dalam
rangka mempercepat target pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun Penerapan metode pemberian tugas antara lain:
1) Dapat dilakukan pada saat KBM klasikal, tugas dapat diberikan
secara individual, terutama bagi anak didik yang dinilai lambat
dalam memenuhi target pencapaian pengajaran.
2) Pemberian tugas dapat berupa petunjuk lisan atau petunjuk
tertulis, misalnya tugas menghafal, menyalin bahan tulisan dan
lain sebagainya.
3. Metode Qiroati
a. Pengertian Metode Qiroati
Metode Qiroati adalah suatu metode membaca Al-Qur’an
yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai
dengan qoidah ilmu tajwid, dengan membaca Al-Qur’annya secara
langsung dan pembiasaan pembacaan dengan tartil sesuai dengan
ilmu tajwid. (M. Nur Shodiq Achrom, t.th: 11). Membaca Al-Qur’an
secara langsung maksudnya adalah dalam pembacaan jilid ataupun
22
Al-Qur’an tidak dengan cara mengijah akan tetapi dalam
membacanya harus secara langsung. Metode Qiraati merupakan
metode pengajaran membaca al-Qur’an dengan bunyi huruf-huruf
hijaiyah yang sudah berharakat (tanda baca). Dalam pelajaran ini,
anak tidak boleh mengeja tapi langsung membaca bunyi huruf yang
berharakat tersebut. Sejak awal anak dituntut membaca dengan
lancar yaitu: cepat, tepat dan benar. (Imam Murjito, t.th: 4).
Qiro’ati adalah suatu metode pembelajaran Al-Qur’an yang
dirintis oleh Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy metode praktis belajar
membaca Al-Qur’an. ini yang tersusun menjadi sepuluh buku.
Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut :
1) Materi Pra TK
2) Jilid I
Jilid I adalah kunci keberhasilan dalam belajar membaca
Alquran. Apabila Jilid I lancar pada jilid selanjutnya akan lancar
pula, guru harus memperhatikan kecepatan santri.
3) Jilid II
Jilid II adalah lanjutan dari Jilid I yang disini telah
terpenuhi target Jilid I
4) Jilid III
Jilid III adalah setiap pokok bahasan lebih ditekankan
pada bacaan panjang (huruf mad).
5) Jilid IV
Jilid ini merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil
dan bertajwid.
6) Jilid V
Jilid V ini lanjutan dari Jilid IV. Disini diharapkan sudah
harus mampu membaca dengan baik dan benar.
7) Juz 27
8) Jilid VI
23
Jilid ini adalah jilid yang terakhir yang kemudian
dilanjutkan dengan pelajaran Juz 27.
9) Musykilat ghorib
Buku Ghorib dan musykilat ini adalah paket untuk TKQ di
buat amat sederhana, bukan buku ilmiah. Ghorib di artikan
sebagai ayat-ayat yang tulisan dan bacaannya tidak sama. Di
baca mengikuti Qiro'ahnya Imam 'Ashim riwayat Imam Hafsh.
Sedangkan Musykilat di artikan sebagai ayat yang
membingungkan, pembaca sering salah meski tulisan dan
bacaannya sama.
10) Tajwid
Juz I sampai Juz VI mempunyai target yang harus dicapai
sehingga disini guru harus lebih sering melatih peserta didik
agar target-target itu tercapai. Santri/ anak didik dapat naik
kelas/ jilid berikutnya dengan syarat. (M. Nur Shodiq Achrom,
t.th: 13-15)
Metode qiroati merupakan sebuah metode pembelajaran Al-
Qur’an dikalangan masyarakat, khususnya di Taman Pendidikan Al-
Qur’an (di TPQ Indonesia). Metode qiroati pertama kali di susun
oleh H. Dahlan Salim Zarkasyi dari Semarang Jawa Tengah
Indonesia. Metode Baghdadiyah digunakan oleh umat Islam hampir
diseluruh dunia. Dengan metode ini banyak kaum muslimin yang
mahir dalam membaca Al-Qur’an walaupun membutuhkan waktu
yang relatif lama untuk pengajarannya. (Harapan, Sadar, 2002: 1)
Dimulai dari kenyataan diatas kemudian H. Dahlan Salim
Zarkasyi menggagas metode baru dengan alasan metode lama
dipandang kurang efektif mengkontruksi atau menjadikan para anak
didik untuk lancar membaca Al-Qur’an. Dari eksperimen yang
beliau lakukan dengan cara anak didik yang belajar dengan metode
Baghdadiyah dikumpulkan dan ditanyakan abjad hijaiyah, hasilnya
anak didik mampu dengan lancar menghafalkannya. Namun ketika
24
ditanya abjad huruf hijaiyah dengan sebagian lainnya ditutupi (yang
tidak di tanyakan) hasilnya ternyata mereka tidak bisa membacanya
kecuali yang ditutupinya itu di buka.
Dari eksperimen yang beliau lakukan, H. Dahlan Salim
Zarkasyi mengambil kesimpulan bahwa metode Baghdadiyah itu
terlalu gampang dihafal namun kurang efektif mengkontruksi
pemahaman pada diri anak didik. Pada tahun 1986 diterbitkannya
buku metode qiroati yang tersusun dari 8 jilid, setelah diadakan suatu
kajian atau penelitian tentang efektifitas pembelajarannya ditemukan
suatu hasil yang kurang efektif (khusus dari aspek waktu) dan
akhirnya disususn kembali dalam 6 jilid.
Metode qiro’ati juga mempunyai tujuan yaitu menjaga dan
memelihara kehormatan dan kesucian al-Qur’an dari segi bacaan
yang benar sesuai dengan kaidah tajwidnya, menyebarkan ilmu baca
al-Qur’an yang benar, mengingatkan guru ngaji agar berhati-hati
dalam mengajar al-Qur’an, dan meningkatkan kualitas pendidikan
atau pengajaran al-Qur’an. (Imam Murjito, t.th:4)
b. Sejarah Metode Qiroati
Awal mula pendidikan Al-Qur’an di Indonesia masih
menggunakan sistem pengajian yang berada di mushola/langgar,
masjid, dan bahkan di rumah-rumah. Sebagian besar metode yang
diterapkan yakni dengan menggunakan turutan yang didalamnya
berisi Al-Qur’an juz 30 yang dilengkapi dengan petunjuk membaca
Al-Qur’an. Metode ini merupakan metode yang disusun oleh ulama’
Baghdad, seiring berjalannya waktu khususnya anak-anak mulai
enggan mengaji dengan menggunakan turutan, karena dianggap
kurang praktis dan efisien, terutama bagi mereka yang ingin bisa
membaca Al-Qur’an lebih cepat dan praktis.
Pada pertengahan tahun 1986 dikalangan umat islam muncul
metode yang disusun oleh Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy Semarang
yakni pendidikan Al-Qur’an anak-anak untuk usia 4 – 6 tahun.
25
Metode ini muncul dari usaha Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy dalam
mencari metode belajar membaca Al-Qur’an dengan meneliti dan
mengamati pengajian anak-anak di luar daerah.
Awalnya beliau mengajarkan ngaji kepada anak-anaknya
dan anak-anak tetangganya dengan menggunakan turutan, akan
tetapi hasilnya kurang memuaskan, dimana anak-anak hanya
mengahafaal saja. Jika petang Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy
mengajar ngaji, sedangkan pada siang harinya berdagang . pada saat
berkesempatan mengambil barang diluar kota, beliau selalu
menyempatkan diri untuk meneliti dan mengamati pengajian anak-
anak ada di mushalla, langgar dan masjid setempat, ternyata hasilnya
tidak jauh berbeda dengan yang dialami beliau.
Berdasarkan rasa ketidak-puasan dengan hasil mengaji
dengan kitab turutan, Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy berhasil
menyusun metode praktis belajar membaca Al-Qur’an yang tersusun
menjadi sepuluh jilid. Atas saran dua orang ustadz, yakni ustadz
Joened dan ustadz Sukri Taufiq metode ini diberi nama “Metode
Qiroaty”, yang berarti ‘inilah bacaan Al-Qur’anku yang tartil’.
Melihat keberhasilan Ust. H. Dahlan Salim Zarkasy dengan
metode Qiroatinya pada tahun 1966, H. Ja’far, seorang ulama’
semarang, mengajak beliau sowan kepada K.H. Arnawi Kudus untuk
menunjukkan buku qiroatinya. Dan Alhamdulillah, setelah diteliti
dan dikoreksi, mendapat restu beliau. Setelah mendapat restu K.H
Arwani buku Qiroati mulai dikenalkan kepada masyarakat semarang
sekitarnya. (Dahlan Salim Zarkasy, 1996: 6-9)
Metode membaca al-Qur’an ini baru berakhir disusun pada
tahun 1963 M oleh H.Dahlan Salim Zarkasyi, yang terdiri dari 6
jilid. Buku ini merupakan hasil evaluasi dan pengembangan dari
kaidah Bagdadiyah. Metode Qiroati ini, secara umum bertujuan agar
siswa mampu membaca al -Qur’an dengan baik sekaligus benar
menurut kaidah tajwid. (Imam Murjito, t.th: 9)
26
Secara umum, pembelajaran membaca al-Qur’an dengan
metode Qiroati adalah sebagai berikut;
1) Dapat digunakan pengajaran secara klasikal dan individual
2) Guru menjelaskan materi dengan memberikan contoh materi
pokok bahasan, selanjutnya siswa membaca sendiri.
3) Siswa membaca tanpa mengeja
4) Sejak permulaan belajar, siswa ditekankan untuk membaca
dengan cepat dan tepat. (Imam Murjito, t.th: 13)
c. Prinsip Metode Qiro’ati
Metode Qiraati mempunyai dua prinsip dasar yang
diperuntukkan bagi guru dan murid, yaitu:
1) Prinsip dasar bagi guru (pengajar)
a) DAK-TUN (tidak boleh menuntun). Dalam mengajarkan
buku Qiraati, guru tidak diperbolehkan menuntun namun
hanya diperbolehkan membimbing.
b) TI-WAS-GAS (teliti-waspada-tegas)
2) Prinsip dasar bagi murid
a) CBSA + M (cara belajar siswa aktif dan mandiri). Dalam
belajar membaca al-Qur’an, murid sangat dituntut
keaktifannya dan kemandiriannya. Sedangkan guru hanya
sebagai pembimbing dan motivator.
b) LCTB (Lancar: Cepat, Tepat dan Benar). (Imam Murjito,
t.th:21-22)
d. Strategi Pembelajaran Qiroati
Strategi mengajar merupakan pola-pola kegiatan belajar
mengajar daripada guru dengan murid dalam mencapai tujuan.
Menurut Wina Sanjaya (2007: 126) strategi pembelajaran adalah
suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara
bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Agar proses belajar mengajar berjalan sesuai dengan apa
yang diharapkan, maka harus memakai strategi mengajar dalam
27
mengajar Al-Qur’an dikenal beberapa macam strategi. (Dahlan
Salim Zarkasy, 1996: 15)
1) Strategi pembelajaran secara umum (global)
a) Individual atau Privat atau Sorogan
Adalah proses belajar mengajar yang dilakukan
dengan cara satu persatu (secara individual) sesuai dengan
materi pelajaran yang dipelajari atau dikuasai murid. Pada
waktu menunggu giliran belajar secara individu, murid yang
lain diberi tugas menulis atau yang lainnya. Anak didik
bergiliran membaca satu persatu, satu atau dua halaman
sesuai dengan kemampuan.
b) Klasikal-Individual
Klasikal artinya semua murid dalam waktu yang sama
melakukan kegiatan belajar yang sama proses belajar
mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian waktu untuk
klasikal sebagian waktu yang lain untuk mengajar individu.
Sebagian waktu digunakan pendidik untuk
menerangkan pokok-pokok pelajaran secara klasikal
sekedar 2 atau 3 halaman dan sebagian lagi untuk individu
atau sorogan.
c) Klasikal-Baca Simak
Strategi mengajar baca simak yaitu proses belajar
mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian waktu untuk
membaca bersama- sama (klasikal) dan sebagian waktu
yang lainnya untuk membaca secara individu atau
kelompok sedangkan murid yang lainnya menyimak.
Strategi ini digunakan untuk mengajarkan membaca
dan menyimak bacaan Al-Qur’an orang lain. Caranya yaitu:
1) Pendidik menerangkan pokok pelajaran mulai dari
kelompok halaman terendah (secara klasikal),
28
kemudian anak didik dites satu persatu dan disimak
oleh anak didik lain.
2) Dilanjutkan kelompok halaman berikutnya. Pendidik
menerangkan pokok pelajarannya, lalu anak didik dites
satu persatu dan disimak oleh semua anak didik.
Demikian seterusnya.
Untuk sorogan dapat diterapkan pada kelas yang terdiri dari
beberapa jilid dalam satu kelas. Sedangkan untuk klasikal-
Individual dan Klasikal-Baca Simak hanya bisa diterapkan
untuk kelas yang terdiri dari satu jilid saja.
2) Strategi pembelajaran secara khusus (detail)
Agar kegiatan belajar mengajar Al-Qur’an dapat berjalan
dengan baik sehingga tercapai keberhasilan yang maksimal
maka perlu diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
a) Pendidik harus menekan kelas, dengan memberi pandangan
menyeluruh terhadap semua anak didik sampai semuanya
tenang, kemudian mengucapkan salam dan membaca doa
iftitah.
b) Pelaksanaan pelajaran selama satu jam ditambah 15 menit
untuk variasi (do’a-do’a harian, bacaan shalat, do’a ikhtitam
atau hafalan-hafalan lainnya)
c) Usahakan setiap anak mendapat kesempatan membaca satu
persatu.
d) Wawasan dan kecakapan anak harus senantiasa
dikembangkan dengan sarana prasarana yang ada.
e) Perhatian pendidik hendaknya menyeluruh, baik terhadap
anak yang maju membaca maupun yang lainnya.
f) Penghayatan terhadap jiwa dan karakter anak sangat penting
agar anak tertarik dan bersemangat untuk memperhatikan
pelajaran. Jika ada yang diam terus dan tidak mau membaca
29
maka pendidik harus tetap membujuknya dengan sedikit
pujian.
g) Motivasi berupa himbauan dan pujian sangat penting bagi
anak, terutama anak Pra TK. Anak jangan selalu dimarahi,
diancam atau ditakut-takuti. Tetapi kadang kala perlu dipuji
dengan kata-kata manis, didekati serta ucapan dan
pendapatnya ditanggapi dengan baik.
h) Pendidik senantiasa menanti kritikan yang sifatnya
membangun demi meningkatkan mutu TKQ. Jangan cepat
merasa puas.
i) Jaga mutu pendidikan dengan melatih anak semaksimal
mungkin.
j) Idealnya untuk masing-masing kelas / jilid
k) Agar lebih mudah dalam mengajar, sebaiknya disediakan
alat-alat peraga dan administrasi belajar mengajar di dalam
kelas.
e. Tahap pembelajaran metode qiraati
1) Tahap mengajar secara umum
a) Tahap sosialisasi
Yaitu tahap penyesuaian dengan kesiapan dan
kemampuan murid dan mengusahakan murid merasa
senang dan bahagia dalam belajar
b) Kegiatan terpusat
Yaitu menjelaskan dengan contoh-contoh dari
guru. Murid menyimak dan menirukan contoh bacaan dari
guru. Serta murid aktif memperhatikan dan mengikuti
petunjuk dari gurunya.
c) Kegiatan terpimpin
Yaitu guru memberi komando (aba-aba, ketukan
dan lain-lain) ketika murid membaca secara klasikal
maupun membaca secara individual. Dan secara mandiri
30
murid membaca dan menyimak, guru hanya membimbing
dan mengarahkan.
d) Kegiatan klasikal
Secara klasikal murid membaca bersama-sama, dan
sekelompok murid membaca, kelompok yang lain
menyimak.
e) Kegiatan individual
Secara bergantian, satu persatu murid membaca
(individual), secara bergantian, satu persatu murid membaca
beberapa baris atau satu halaman (tergantung kemampuan
murid), murid yang lainnya menyimak ( untuk strategi
klasikal baca simak), serta sebagai evaluasi terhadap
kemampuan masing-masing murid.
2) Tahap mengajar secara khusus
a) Apersepsi
Mengulang materi pelajaran yang telah diajarkan
sebelumnya, dan memberi contoh dan menerangkan materi
pelajaran baru.
b) Pemahaman konsep
Memberi contoh dan menerangkan materi
pelajaran baru, serta mengusahakan murid memahami
materi pelajaran yang sedang diajarkan.
c) Pemahaman
Latihan bersama-sama atau kelompok atau group
d) Keterampilan
Latihan secara individu untuk mengetahui tingkat
kemampuan (kelancaran) murid dalam membaca. (Imam
Murjito, t.th:26-27)
31
f. Isi buku metode qiro’ati
Pertama kali muncul, buku qiro’ati terdiri dari 10 jilid
kemudian mengalami dua kali revisi hingga sekarang buku qiro’ati
terdiri dari 6 jilid. (Dachlan Salim Zarkasyi, 1990: 1-6)
TABEL 2.2
ISI BUKU METODE QIRO’ATI
NO JILID/
KELAS MATERI MISI TARGET
1 PRA TK
(41 pokok
bahasan)
Huruf Hijaiyah Memberantas
bacaan yang
kurang jelas
dengan mulut
terbuka
40 hari
2 I (39 pokok
bahasan)
1. Huruf
Hijaiyah
berharokat
fathah
2. Bunyi huruf
hijaiyah asli
3. Huruf
sambung
Memberantas
bacaan yang
kurang jelas
dengan mulut
terbuka
A: 45 hari
B: 40 hari
C: 28 hari
3 II (13
pokok
bahasan)
Halaman 1,
6, 11, 13,
16, 20, 23,
24, 28, 29,
33, 36, 40
1. Mad Thabi’i
2. Harokat
3. Fathah
panjang
4. Angka 1-99
5. Huruf sin, ba,
mim, dal
6. Ta Marbuthah
1. Memberantas
bacaan yang
kurang jelas
dengan
mulut
terbuka
2. Memberantas
bacaan yang
asal-asalan,
A: 30 hari
B: 45 hari
32
dengan
membaca
harokat
dengan benar
4 III (13
pokok
bahasan)
Halaman 1,
2, 4, 6, 10,
15, 19, 26,
28, 31, 35,
38, 41
1. Mad shilah
qosiroh
2. Al qomariah
3. Huruf
berharokat
sukun
4. Idzhar syafawi
5. Layyin
6. Hukum ra
7. Huruf hamzah
dan ‘ain
8. Agka 21-976
Memberantas
bacaan yang
tawllud
A: 30 hari
B: 45 hari
5 IV (14
pokok
bahasan)
halaman 1,
5, 7, 10, 12,
13, 16, 18,
19, 23, 25,
30, 32, 36,
39
1. Ikhfa
2. Huruf al
muqatha’ah
3. Mad wajib
muttasil
4. Mad jaiz
munfashil
5. Huruf sin, syin,
ha, kha
6. Huruf
bertasydid
7. Tanda sukun
8. Al syamsiyah
9. Huruf wawu
Memberantas
bacaan yang
tidak
bertajwid
A: 38 hari
B: 33 hari
33
yang tidak
dibaca, idghom
mimi, ghunnah,
idghom
bighunnah,
bilaghunnah
6 V (18
pokok
bahasan)
Halaman 1,
3, 4, 6, 7, 8,
11, 12, 14,
16, 18, 20,
23, 24, 26,
28, 34, 38
1. Idhom
bighunnah
2. Waqaf
3. Mad ‘arid
lisukun
4. Mad ‘iwad
5. Tanda tasydid
6. Huruf ghain,
ha, tsa
7. Lafdhu jalalah
8. Iqlab
9. Ikhfa syafawi,
qalqalah, idzhar
syafawi, mad
lazim mutsaqol
kalimi,
Memberantas
bacaan yang
tidak
bertajwid
dan tartil
A: 36 hari
B: 21 hari
7 Juz 27 1. Tanafus
2. Ibtida wan
nihayah
3. Kelancaran
Memberantas
bacaan yang
tidak
bertajwid
dan tartil
30 hari
8 VI (10
pokok
bahasan)
Idzhar halqi Memberantas
bacaan yang
tidak
24 hari
34
Halaman 1,
5, 8, 12, 15,
18, 19, 21,
22
bertajwid
dan tartil
9 TADARUS Al-Qur’an
(Juz 1-10)
1. Fashohah
a. Muroatul
huruf
b. Muroatul
harokat
c. Muroatus
shifat
d. Volume
2. Tartil
a. Muroatut
tajwid
b. Muroatul
kalimah
c. Waqaf
wal ibtida
d. Tanafus
e. Kelancaran
90 hari
Al-Qur’an dan
Gharib
(Juz 11-20)
Al-Qur’an dan
Tajwid
(Juz 21-30)
10 FINISHING 1. Al-Qur’an
2. Gharib
3. Tajwid
4. Materi
Tambahan
Pengulangan
dan
pemantapan
bacaan Al-
Qur’an,
materi gharib
dan tajwid,
serta materi
tambahan
35
dalam rangka
persiapan
imtihan akhir
santri
B. Kemampuan Membaca Al-Qur’an
1. Pengertian Kemampuan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal
dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan
sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Kemampuan
adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang
dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia
lakukan (Depdikbud, 1997: 623)
Sedangkan menurut Robbin (2000: 67), kemampuan merupakan
bawaan kesanggupan sejak lahir atau merupakan hasil dari latihan yang
digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemampuan tersebut
meliputin kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan
fisik berkaitan dengan stamina dan karakteristik tubuh, sedangkan
kemampuan intelektual berkaitan dengan aktivitas mental.
Kemudian Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati (2001:34)
mendefenisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan
sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau
sangat berhasil.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka kemampuan merupakan
kecakapan tubuh baik berupa intelektual maupun fisik untuk melakukan
suatu perbuatan yang diperoleh melalui latihan atau pun faktor genitas.
2. Pengertian Membaca
Membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh
semua anak karena melalui membaca anak dapat belajar banyak tentang
berbagai bidang studi. Oleh karena itu, membaca merupakan
36
keterampilan yang harus diajarkan sejak anak masuk dunia pendidikan
dan kesulitan belajar harus segera diatasi.
Sedangkan definisi membaca adalah “Reading is responding
orally to printed symbols” (Donald D. Hammil dan Nettie R. Bartel,
1978: 23) yang artinya membaca adalah reaksi secara lisan terhadap
simbol-simbol tertulis.
Menurut Sudarso, (1993:4) membaca adalah aktifitas yang
kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah
meliputi orang harus menggunakan pengertian, khayalan, mengamati dan
mengingat-ingat.
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu
kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-
kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi,
pesan yang tersurat dan yang tersirat akan tertangkap atau dipahami, dan
proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik. (Hodgson, 1960: 43-
44)
Pengertian membaca dan penjelasan di atas dapat penulis
simpulkan bahwa membaca adalah sebuah aktifitas yang dilakukan oleh
beberapa organ tubuh tertentu, yang terdiri dari kerja otak dan mata
untuk memahami suatu pesan tertulis. Membaca merupakan suatu
aktivitas penting. Banyak hal yang bisa diperoleh dari membaca. Melalui
kegiatan membaca akan mendapatkan informasi penting yang terkandung
di dalamnya. Bahan untuk membaca dapat berasal dari buku-buku
pengetahuan, buku-buku pelajaran maupun Al-Qur’an.
3. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an secara etimologi diambil dari kata qara’a- yaqro u-
qiraatan, wa qur’a nan yang berarti sesuatu yang dibaca. Jadi, arti al-
qur’an secara lughowi adalah sesuatu yang dibaca. Oleh karena itu, al-
37
qur’an harus dibaca dengan benar sesuai dengan makhroj (tempat keluar
huruf) dan sifat-sifatnya dipahami, dihayati, dan diresapi makna-makna
yang terkandung di dalamnya kemudian di amalkan. Secara etimologi, al-
qur’an sebagaimana yang disepakati oleh para ulama dan ahli ushul fiqih
adalah sebagai berikut: Al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung
mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui Malaikat
Jibril yang tertulis pada mushaf, yang diriwayatkan secara mutawatir,
dinilai ibadah dalam membacanya, yang dimulai dari surah Al-fatihah
dan diakhiri surah An-Naas. (Abdul Majid Khon, 2013: 1)
Hasanudin AF (1995: 13) juga mengungkapkan bahwa Kata al-
Qur’an berasal dari kata qara’a yang artinya mengumpulkan dan
menghimpun, dan qira’ah berarti menghimpun huruf dan kata-kata antara
satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Al- Qur’an
pada mulanya seperti qira’ah, yaitu masdar dari kata qara’a- qira’atan-
qur’anan. Pendapat lain menyebutkan bahwa lafadz al-Qur’an sama
dengan qira’ah dengan bentuk kata kerjanya adalah qara’a yang berarti
al-Jam’u wa al-Dlommu yang artinya menghimpun dan memadukan
sebagian huruf dan kata-kata dengan sebagian lainnya.
Kemudian Hasbi Ashshidiqi (1992:16), mengungkapkan bahwa
Al-Qur’an ialah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang
diturunkan (di wahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan
membacanya ialah ibadah.
Ringkasnya, dapat kiata katakan, bahwa Al-Qur’an itu wahyu illahi
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah disampaikan
kepada kita umatnya dengan jalan mutawatir yang dihukum kafir orang
yang mengingkarinya. Firman Allah dalam Q.S. Al-Isra ayat 9:
Artinya: “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada
38
orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa
bagi mereka ada pahala yang besar” (Hasbi Ashshidiqi, dkk,
1992: 425-426)
4. Pengertian Membaca Al-Qur’an yang Baik dan Tartil
Dalam ilmu bacaan Al-qur’an, dapat dikatakan bahwa membaca
tartil dalam membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid,
makhorijul huruf, dan sifatul huruf. Jadi dalam hirarki membaca Al-
Qur’an tartil menduduki tingkat paling tinggi karena dikatakan orang
yang membaca dengan tartil berarti dia sudah menguasai tajwid dan
makhorijul huruf serta sifatul huruf.
Adapun tingkatan bacaan yang diakui oleh Ulama Qiraat ada empat
tingkatan:
a. Tartil, yaitu bacaan lambat dengan menggunakan kaidah-kaidah
ilmu tajwid dan mentadabburkan
b. At tarqiq, yaitu bacaan yang lebih lambat dari pada tartil yang lazim
digunakan untuk mengajarkan Al-Qur’an dengan sempurna
c. Al Hard, yaitu bacaan yang dilakukan dengan cepat tetapi
mempraktekkan tajwidnya
d. At Tadwir, yaitu bacaan yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu
lambat, pertengahan al hard dan at tartil. (Abdul aziz Abdul Rauf,
1997: 8-9)
5. Dasar-dasar Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat manusia karena al-Qur’an
merupakan sumber yang pertama dan utama bagi umat Islam dalam
menjalani kehidupannya untuk mencapai kebahagian di dunia dan di
akhirat. Sehingga al-Qur’an menjadi rujukan pertama yang berisi tentang
berbagai hal dalam kehidupan manusia baik aqidah, ubudiyah,
muamalah, tuntunan akhlak dan hukum. (Yusuf Qardhawi, 2000:70)
Selain itu, al-Qur’an juga merupakan kitab suci yang berkedudukan
lebih bila dibandingkan dengan kitab-kitab yang lain sebab di dunia ini
tidak ada kitab suci agama apapun yang seperti al- Qur’an, yang
39
menunjukkan jalan kepada ilmu dan menyerukan kepadanya,
meneguhkannya serta mendorong manusia untuk berkreasi melakukan
penemuan, penelitian dan penyelidikan, memuliakan para ilmuan dan
mengangkat derajat mereka. Ilmu pengetahuan yang diserukan al-Qur’an
adalah ilmu yang bermanfaat, baik ilmu tentang agama, aqidah, ibadah,
ataupun tentang tubuh manusia, lapisan-lapisan bumi, ilmu tentang
kandungan, kesehatan, gizi, dan ilmu-ilmu lainnya yang dicanangkan al-
Qur’an. (Dawud al-Aththar, 1994:73).
Islam menganjurkan para pemeluknya untuk mempelajari al-
Qur’an terutama dalam hal membacanya.
a. Dalam Al-Qur’an
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian
dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka
dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
(Depag RI, 2005: 438)
6. Tujuan Pembelajaran Al-Qur’an
Abdurrahman an-Nahlawi (1989: 184) mengemukakan bahwa
tujuan jangka pendek dari pendidikan al-Qur’an (termasuk di dalamnya
tujuan pembelajaran membaca al-Qur’an) adalah mampu membaca
dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, memahami
dengan baik dan menerapkannya. Di sini terkandung segi ubudiyah dan
ketaatan kepada Allah, mengambil petunjuk dari kalam-NYa, taqwa
kepada-Nya dan tunduk kepada-Nya.
Sedangkan tujuan pembelajaran membaca al-Qur’an menurut
Mardiyo (1999: 34-35) antara lain:
a. Murid-murid dapat membaca kitab Allah dengan mantap, baik dari
segi ketepatan harakat, saktah (tempat-tempat berhenti),
40
membunyikan huruf-huruf dengan makhrajnya dengan persepsi
maknanya.
b. Murid-murid mengerti makna al-Qur’an dan terkesan dalam jiwanya
c. Murid-murid mampu menimbulkan rasa haru, khusyu’ dan tenang
jiwanya serta takut kepada Allah
d. Membiasakan murid-murid membaca pada mushaf dan
memperkenalkan istilah-istilah yang tertulis baik untuk waqaf, mad
dan idgham.
7. Komponen-komponen Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Untuk menciptakan proses belajar mengajar yang lebih optimal,
maka diperlukan komponen-komponen yang saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya (Nana Sudjana, 2000:30) yaitu :
a. Tujuan pembelajaran
Tujuan dalam proses belajar mengajar merupakan komponen
pertama yang harus ditetapkan yang berfungsi sebagai indikator
keberhasilan pengajaran. (Nana Sudjana, 2000:30). Dalam tujuan ini
terhimpun sejumlah norma yang akan ditanamkan dalam anak didik
(Saiful Bahri Djamarah, 2000:17). Sehingga berhasil atau tidaknya
tujuan pembelajaran dapat diketahui dari penguasaan anak didik
terhadap bahan yang diberikan selama proses belajar mengajar
berlangsung.
b. Bahan Pelajaran (Materi)
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan
dalam proses belajar mengajar. Hendaknya bahan pelajaran
disesuaikan dengan kondisi tingkatan murid yang akan menerima
pelajaran. (B.Suryosubroto, 1997: 157)
c. Metode
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar
metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai
tujuan yang ingin dicapai. (Saiful Bahri Djamarah, 2007:19)
41
d. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ada dua macam alat dalam
pembelajaran yaitu alat material yang meliputi papan tulis, gambar,
video dan sebagainya serta alat non material berupa perintah,
larangan, nasehat dan lain-lain. (Saiful Bahri Djamarah, 2007:19)
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana bahan yang
telah disampaikan kepada siswa dengan metode tertentu dan sarana
yang ada dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
(B.Suryosubroto, 1997: 158)
8. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Al-Qur’an
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ditempuh melalui tiga
langkah, yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Perencanaan mengajar
Menurut Menurut Nana Sudjana (2000:136) perencanaan
pembelajaran adalah memperkirakan (memproyeksikan) mengenai
tindakan apa yang akan dilakukan pada waktu melaksanakan
pengajaran. Setiap kegiatan belajar mengajar menuntut dipersiapkan
masing-masing komponennya (tujuan instruksional, bahan pelajaran,
kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan evaluasi) agar terjadi
proses belajar mengajar yang optimal dan tujuan yang dikehendaki
tercapai.
b. Pelaksanaan mengajar
Proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar membaca al-
Qur’an ditempuh dengan langkah-langkah (Tayar Yusuf, 1986:98-
100)
1) Kata-kata pendahuluan dari guru untuk menenangkan murid,
menertibkan segala sesuatu di dalam kelas, menarik minat dan
perhatian murid kepada pelajaran serta pentingnya dan
42
keuntungannya pandai membaca al-Qur’an baik bagi diri sendiri
maupun masyarakat Islam pada umumnya.
2) Memulai pelajaran dengan membaca basmallah bersama-sama
secara nyaring serta dicamkan di dalam hati, semoga mendapat
berkah Allah dan rahmat-Nya, taufiq dan hidayah-Nya di dalam
pembelajaran.
3) Guru mengadakan apersepsi dan pretest. Apersepsi yaitu
menanyakan kepada siswa tentang pokok-pokok materi
pelajaran yang lalu untuk menyegarkan kembali ingatan mereka
dan menghubungkannya dengan pelajaran hari ini. Sedangkan
pretest adalah test yang diberikan sebelum pelajaran dimulai dan
bertujuan untuk mengetahui sampai dimana penguasaan peserta
didik terhadap bahan pengajaran yang akan diajarkan.
4) Hal-hal pokok yang paling dasar dan terpenting yang diajarkan
oleh guru adalah bahwa murid perlu mengenal dan betul-betul
tahu dengan huruf al-Qur’an untuk itu pertama kali harus
diajarkan bentuk huruf-huruf tersebut alif sampai ya’ termasuk
tanda-tanda baris, tanda sukun, tanda tasydid, alif lam, bentuk-
bentuk tanda panjang dan sebagainya, dengan memakai metode
yang baik dan sistematis sehingga menarik minat anak-anak dan
disukai oleh mereka, jangan sampai menyulitkan mereka.
5) Guru membaca dengan tenang dan jelas, lalu diikuti oleh murid-
murid yang terpandai membaca dan diikuti oleh yang lain
bersama-sama. Bacaan-bacaan yang salah segera diperbaiki oleh
guru. Yang perlu diingatkan kepada murid adalah tidak boleh
lupa tiap-tiap huruf itu. Murid-murid juga dilatih menulis huruf-
huruf tersebut di papan tulis serta pada buku tulis masing-
masing murid.
6) Mengajarkan huruf-huruf al-Qur’an memerlukan beberapa kali
belajar sampai murid-murid dapat membaca dengan lancar.
43
7) Latihan-latihan membaca al-Qur’an itu mula-mula bersama-
sama dengan dipimpin guru, kemudian dipimpin oleh murid
yang pandai satu demi satu yang diikuti oleh murid lain secara
bersama- sama. Sampai akhirnya semua murid membaca satu
persatu dihadapan gurunya (tahap individual atau privat) dan
pada saat itu guru sekaligus mengadakan penilaian terhadap
bacaan murid.
8) Sebagai penutup, beri nasehat-nasehat singkat dan diakhiri
dengan mengucapkan hamdalah.
c. Evaluasi Pembelajaran
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya kegiatan belajar
mengajar, perlu dilakukan suatu tindakan kegiatan, yaitu evaluasi.
Menurut Muhibbin Syah (2002: 141), evaluasi berarti penilaian
terhadap keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam sebuah program
Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah (2007 :208),
evaluasi adalah suatu tindakan berdasarkan “pertimbangan” arif dan
bijaksana untuk menentukan nilai sesuatu, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.
Dengan demikian, evaluasi adalah suatu usaha atau alat untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Secara umum, ada empat jenis evaluasi yang dapat digunakan
dalam pembelajaran membaca al-Qur’an, yaitu: (M. Arifin, 2000:45)
1) Evaluasi penempatan
Adalah tes yang mengukur siswa dan mengetahui tingkat
pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan pelajaran
yang akan disajikan. Sehingga siswa dapat ditempatkan pada
kelompok yang sesuai dengan tingkat pengetahuannya. (Suke
Silverius, 1991:9)
44
2) Evaluasi formatif
Adalah evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai
mempelajari suatu unit pelajaran tertentu (Syaiful Bahri
Djamarah, 2007: 214)
3) Evaluasi sumatif
Adalah evaluasi yang digunakan untuk mengukur atau
menilai sampai dimana pencapaian peserta terhadap bahan
pelajaran yang telah diajarkan dan selanjutnya untuk
menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan peserta didik yang
bersangkutan. (Harjanto, 2000: 283)
4) Evaluasi diagnostik
Yaitu evaluasi yang bertujuan untuk mendiagnosa
kesulitan belajar peserta didik untuk mengupayakan
perbaikannya (Suke Silverius, 1991:10)
Dalam proses belajar mengajar, evaluasi memiliki fungsi
antara lain (M. Ngalim Purwanto, 2000:5-7)
1) Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik
setelah melakukan kegiatan belajar mengajar selama jangka
waktu tertentu.
2) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.
3) Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK).
4) Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum
Pembelajara dalam metode qiro’ati pun terdapat evaluasi
sebagaimana berikut ini:
1) Tes pelajaran
Tes pelajaran ini di laksanakan setiap hari setelah anak
membaca satu halaman buku Qiraati. Tes ini dilakukan oleh
guru kelas. (Imam Murjito, t.th: 21)
2) Tes kenaikan jilid
Tes kenaikan jilid ini di laksanakan bila anak telah
mempelajari satu buku Qiraati dan untuk menentukan kenaikan
45
ke jilid berikutnya. Tes ini dilakukan oleh kepala TPQ. (Imam
Murjito, t.th: 57)
3) Khotmul Qur'an
Yaitu tes yang di lakukan apabila anak telah menguasai
semua pelajaran yaitu :
a) Dapat membaca al-qur'an dengan tartil (fasih)
b) Mengerti dan menguasai bacaan gharib
c) Mengerti dan menguasai ilmu tajwid
d) Dapat mewaqafkan dan mengibtida'kan bacaan al-Qur'an
dengan cukup baik. Tes ini dilakukan oleh ahli al-Qur'an
atau perwakilan Qiraati yang telah ditunjuk. (Imam Murjito,
t.th: 37)
C. Urgensi Metode Qiroati Terhadap Kemampuan Membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur'an secara fasih (benar) adalah bagian terpenting
dalam pendidikan Islam. Karena itu, maju mundurnya kemampuan anak-anak
dari keluarga muslim dalam membaca Al-Qur'an dapat dijadikan sebagai
salah satu ukuran untuk menilai kondisi dunia pendidikan Islam serta
kesadaran masyarakat dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam
(Darajat,1996:134). Masa anak-anak adalah masa dimana anak masih
tergantung pada keadaan dimana anak tinggal. Pada masa ini anak harus
menunjukkan kepada dunia luar tentang bakat dan kemampuan yang ada pada
dirinya. Dan dia harus belajar mengoptimalkan segala potensi yang ada pada
dirinya. Agar semua potensi dapat tersalurkan dengan baik, maka perlu suatu
lingkungan yang positif, karena hal-hal baik positif maupun nigatif sangat
berpengaruh pada jiwa anak tersebut. Pada masa ini banyak anak-anak yang
mengalami kesukaran dan menyebabkan kesehatannya terganggu, jiwanya
gelisah, dan kadang melakukan tindakan yang bermacam-macam. Darajat
(1990: 102) menyatakan, apabila problem dan kesukaran yang dihadapi anak
tidak selesai dan masih membuat gelisah sampai dewasa, maka usia dewasa
akan mengalami kegelisahan dan kecemasan samapi dewasa nanti.
46
Anak merupakan amanat Allah kepada orang tua untuk dipelihara,
dididik dan diajar agar menjadi manusia shaleh. Banyak ayat-ayat Al-Qur'an
tentang bagaimana saatnya hubungan anak dengan orang tua, peringatan-
peringatan tentang bagaimana orang tua memperlakukan anak, menunjukkan
betapa pentingnya kedudukan anak dalam Islam. Menyadari akan pentingnya
Al-Qur'an sebagai pedoman hidup, maka perlu dibaca, dipelajari dalam
keluarga. Tanggung jawab orang tua ada dua, artinya tanggung jawab yang
diterima secara kodrati, karena merekalah yang melahirkan dalam keadaan
kekurangan dan ketergantungan dalam segala hal. Maka apabila orang tua
tidak melaksanakan tanggung jawabnya, pastilah anak itu tidak akan bisa
hidup.
Sehubungan dengan pembelajaran Al-Qur'an bagi anak, maka belajar
Al-Qur'an pada tingkat ini merupakan tingkat mempelajari Al-Qur'an dalam
hal membaca hingga fasih dan lancar, sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku. Karena kemampuan membaca Al-Qur'an merupakan kemampuan
yang utama dan pertama yang harus dimiliki oleh anak. Sebagainama firman
Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 16-17:
ك لا ر اناكابهتحا لالسا جا لاي نااإن بهلتاع هعا عا م آناهجا قر وا Artinya: "Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur'an
dengan cepat-cepat atau menguasainya. Sesungguhnya
tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan membuat
pandai membacanya." ( QS. Al-Qiyamah: 16-17)
Oleh karena itu, urgensi metode qiraati terhadap kemampuan
membaca Al-Qur’an adalah untuk di praktekkan dalam pelaksanaanya karena
metode qiroati ini mengajarkan membaca Al-Qur'an yang langsung
memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu
tajwid. Dalam pengajarannya metode qiroati, guru tidak perlu memberi
tuntunan membaca, namun langsung saja dengan bacaan pendek. Adapun
tujuan pembelajaran qira’ati ini adalah untuk menjaga kesucian dan
kemurnian Al-Qur’an dari segi bacaan yang sesuai dengan kaidah ilmu
tajwid, menyebarluaskan ilmu membaca Al-Qur’an, memberi penringatan
47
kembali kepada guru ngaji agar lebih berhati-hati dalam mengajarkan Al-
Qur’an serta meningkatkan kualitas pendidikan Al-Qur’an dan dapat
membaca Al-Qur’an dengan tarti meliputi: makhroj dan sifat huruf sebaik
mungkin, mampu membaca Al-Qur’an dengan bacaan tajwid serta mengenal
bacaan ghorib dalam praktek.