bab ii landasan teoritis a. kerangka teori 1. belajar dan ...repository.uinsu.ac.id/4976/4/bab ii...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Kerangka Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar menurut James O. Whittaker sebagaimana dikutip Abu Ahmadi dalam
Mardianto adalah: Learning is the process by which behavior (in the broader sense originated
of changer through practice or training). Artinya belajar adalah proses dimana tingkah laku
(dalam arti luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan).1
Hintzman dalam bukunya The Psychology Of Learning And Memory dalam Muhibbin
Syah berpendapat bahwa: “belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme
(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
organisme tersebut”. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.2
Menurut Hilgard, belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur
latihan baik latihan di dalam labotarium maupun dalam lingkungan alamiah.3
Guilford dalam Mustaqim menyatakan “Learning is any change in behaviour resulting
from stiulation”. Artinya belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari
ransangan.4
1Mardianto,(2012), Psikologi Pendidikam, Medan: Perdana Publishing, hal. 45. 2Muhibbin Syah, (2010), Psikologi Belajar Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, hal. 88 3 Wina Snjaya, (2015), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, hal. 229. 4 Mustaqim, (2008), Psikologi Pendidikan, Semarang: Pustaka Pelajar, hal. 34.
Gagne dalam Agus Suprijono mendefinisikan belajar adalah perubahan disposisi atau
kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan
diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.5
Melihat beberapa pengertian belajar yang disampaikan oleh para ahli di atas terdapat
kesamaan atau kata kunci dari belajar. Kesamaannya adalah terletak pada kalimat “perubahan
perilaku”. Dengan demikian dikatakan belajar jika di dalamnya terjadi suatu proses perubahan
tingkah laku. Dengan demikian dikatakan belajar jika di dalamnya terjadi suatu proses
perubahan tingkah laku. Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relatif menetap sebagai akibat
dari pengalaman.
Belajar menurut al-qur’an merupakan suatu perubahan keadaan yang berawal dari
masing masing individu, dengan adanya proses belajar maka perubahan keadaan akan
terbentuk.
Allah berfirman dalam al-qur’an surah Al-Ra’d: 11
ل يغي ر ما بقوم حتى يغي روا ما ... بقوم سوءا فل مرد له وما لهم من ..... إن الل بأنفسهم وإذا أراد الل
دونه من وال
Artinya:. “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat
menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.6
Tafsir dari ayat ini adalah Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa dari
kenikmatan dan kesejahteraan yang dinikmatinya menjadi binasa dan sengsara, melainkan
mereka sendiri yang mengubahnya. Kepastian dari Allah tidak dapat ditolak oleh siapapun.
Maju mundurnya suatu bangsa tergantung kepada sejauh mana bangsa tersebut dapat
5Agus Suprijono, (2010), Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hal. 2. 6 Departemen Agama RI, (2012), . Al – Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta : Bintang
Indonesiaa Jakarta, hal. 250.
melaksanakan nilai-nilai agama yang telah diberikan Allah, serta usaha bangsa itu untuk
melastarikannya.7 Adapun usaha yang dilakukan untuk mengubah nasib suatu bangsa adalah
dengan cara belajar atau menuntut ilmu. Kewajiban belajar atau menuntut ilmu ditegaskan
dalam hadist nabi, yaitu:
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Artinya: “Menuntut ilmu pengetahuan itu wajib bagi setiap orang muslim laki-laki (dan
perempuan)”. (H.R. Baihaqi)
Dipertegaslagi dalam Al-Qur’an Surah Al-Mujâdilah ayat 11:
لكم وإذا قيل انشزوا فانشزوا يا أيها الذين آمنوا إذا قيل لكم تفسحوا في المجالس فافسحوا يفسح الل
بما تعملون خبير الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات والل يرفع الل
Artinya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah
dalam majelis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu, dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”8
Tafsir dari ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkap derajat orang yang
beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya,
berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan menggunakan ilmunya untuk menegakkan
kalimat Allah. Ayat ini juga dapat dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat
paling tinggi di sisi Allah adalah orang yang beriman dan berilmu.9
Dari ayat di atas Islam mewajibkan setiap orang beriman untuk memperoleh ilmu
pengetahuan semata-mata dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Bahkan
Allah SWT menjanjikan kepada ummatnya akan memudahkan bagi mereka jalan menuju surga
untuk yang menuntut ilmu.
7 Departemen Agama RI, (2010), Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi, hal. 78. 8 Departemen Agama RI, Al – Qur’an dan Terjemahannya, hal. 543. 9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, hal. 25.
Dalam belajar terdapat proses pembelajaran. Pembelajaran atau proses belajar mengajar
adalah proses yang diatur dengan langkah-langkah tertentu, agar pelaksanaannya mencapai
hasil yang diharapkan. Langkah tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk perencanaan
mengajar. Proses tersebut memerlukan pemikiran-pemikiran sistematis untuk memperkirakan
mengenai apa yang akan dilakukan dalam waktu melaksanakan pengajaran.10
Dalam istilah “mengajar (pengajaran)” atau teaching menempatkan guru sebagai
pemeran utama memberikan informasi, maka dalam “Pembelajaran” atau instruction guru
lebih banyak berperan sebagai fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk
dipelajari siswa.11
b. Hasil Belajar
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil belajar. Perubahan tingkah laku hasil belajar
itu merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan pengajaran. Oleh karenanya,
hasil belajar dapat berupa berubahan dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik,
tergantung dari tujuan pengajarannya.12
Menurut Abdurrahman:
“Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan belajar yang
terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan
instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil
dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-
tujuan intruksional.”13
10 Abdul Majid, (2013), Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal.103 11 Wina Sanjaya, (2015), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Prenada Media Group, hal.
214. 12 Purwanto, (2014),Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta:Pustaka Belajar, hal. 44. 13 Mulyono Abdurrahman, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar ,Jakarta: Rineka
Cipta, hal. 37-38.
Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar sebagai bagian
peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui sistem penialian. Sistem penilaian ini
sangat berguna bagi kualitas hasil lulusan. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mengetahui
kriteria dan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan.”14
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh
seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan
memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.
Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas
atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah
perolehan yang didapat karena adanya kegiatan mengubah bahan menjadi barang jadi. Hal yang
sama berlaku untuk memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil penjualan, hasil
pembangunan, termaksud hasil belajar.
Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan para individu yang belajar.
Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dengan sikap dan tingkah lakunya15
Belajar yang berkenaan dengan hasil,Gagne mengemukakan ada lima jenis atau lima
tipe, hasil belajar yakni:
a. Belajar kemahiran intelektual (kognitif)
Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang
yang terdiri dari kemampuan mengategori, analitis sintesis fakta konsep .
b. Belajar informasi verbal
Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap
14Abdul Majid, (2017), Penilaian Autentik, Bandung : PT Rosdakarya, hal. 23. 15 Purwanto. (2014). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. hal. 44-45.
rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,
pemecahan masalah maupun penerapan aturan.16
c. Belajar mengatur kegiatan intelektual
Belajar mengatur kegiatan intelektual adalah belajar untuk memecahkan masalah
dengan memanfaatkan konsep dan kaidah yang telah dimilikinya. Tipe ini
menekankan pada aplikasi kognitif dalam pemecahan masalah.
d. Belajar sikap
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan
eksternalisasi nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai sebagai standar
perilaku.
e. Belajar keterampilan motorik
Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani
dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.17
Bloom (dalam Mardianto) “secara garis besar membaginya menjadi menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, efektif dan psikomotorik.
(1) Rana kognitif bertujuan pada orientasi kemampuan “berfikir” mencakup
kemampuan intlektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat pada satu
kemampuan untuk memecahkan masalah.
(2) Ranah afektif. Taksonomi ini lebih dikenal pada rana yang berorientasi pada rasa
atau kesadaran. Adapun cirri rana ini dalah lebih mengorientasikan pada nilai-nilai,
norma-norma untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja pribadi seseorang.
(3) Rana psikomotor yang termasuk dalam rana ini adalah kemampuan yang
menyangkut kegiatan otot dan kegiatan fisik.”18
Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan khusus
yang direncanakan. Instrument (tes) sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang
16 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, hal.233. 17 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, hal.234. 18 Mardianto,Psikologi Pendidikam, hal. 99.
diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).19
Berdasarkan uraian sebelumnya yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian
ini adalah kemampuan belajar yang dapat dicapai individu (siswa) setelah melaksanakan
serangkaian proses belajar, adapun cara untuk mengukur hasil belajar matematika yang telah
dicapai siswa digunakan instrument (tes). Tes dapat menilai dan mengukur hasil belajar bidang
kognitif, afektif dan psikomotoris. Penilaian hasil belajar ini bertujuan untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam
mencapai indikator yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Pengertian Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi
segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala
fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar
mengajar.20
Selain itu, model juga diartikan sebagai sesuatu yang patut ditiru dari suatu pola atau
contoh. Model pembelajaran adalah pola komprehensif yang patut dicontoh menyangkut
bentuk utuh pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.21
Menurut ensiklopedia model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang
digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran, memberi pedoman
19 Abdul Majid, (2017), Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar,Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Offset,hal 37. 20 Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Medan: Media Persada, hal. 1. 21 Iif Khoiru Ahmadi, dkk., (2011), Strategi Pembelajaran sekolah Terpadu, Jakarta: PT
Prestasi Pustakarya, hal. 142.
kepada guru dikelas dalam latar pengajaran maupun latar lainnya, dan mengevaluasi hasil
belajarnya.22
Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola
yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lainnya. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.23
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa model adalah suatu
rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan
pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau lainnya yang berisi tentang
rangkaian penyajian materi ajar untuk mencapai tujuan belajar.
Selain itu, secara spesifik model pembelajaran matematika adalah kerangka kerja
konseptual tentang pembelajaran matematika. Komponen-komponen dalam model
pembelajaran matematika adalah sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sarana, dan dampak
pembelajaran dan pengiring. Dijelaskan juga bahwa ruang lingkup model matematika meliputi
materi pokok matematika yaitu fakta, konsep, prinsip, skill dan problem solving. Ruang lingkup
yang lebih luas dari model matematika berhubungan dengan bilangan, operasi hitung,
geometri, aritmatika, aljabar, statistika dan matematika terapan.24
b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
22 F. Aziez, (2010), Ensiklopedia Pendidikan Lengkap. Jakarta: PT Adi Aksara Abadi
Indonesia, hal. 133. 23 Rusman, (2016), Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,
Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, hal. 133. 24 Hamzah dan Muhlisrarini, (2014), Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 154.
Tom V. Savage dalam Rusman mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam
kelompok.25
Robert L. Cilstrap dan William R Martin memberikan pengertian kerja kelompok
sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk
kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari
beberapa individu tersebut.26
Johnson dalam Rusman berpendapat bahwa cooperative learning adalah teknik
pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam
kelompok kecil yang umumnya terdiri dri 4-5 orang.27
Slavin, Abrani, dan Chambers dalam Wina Sanjaya berpendapat bahwa belajar melalui
kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, sosial,
perkembangan kognitif, dan elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya penghargaan yang
diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu.
Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok.28
Dari beberapa penjelasan mengenai defenisi kooperatif, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar
dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda untuk menjalin
kerja sama dan saling ketergantungan dalam belajar kelompok.
Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:
25 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, hal. 203. 26 Roestiyah, (2012), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 15. 27 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, hal. 204. 28 Wina Sanjaya, (2011), Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana Prenada Media, hal. 244.
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2) Kelompok dibentuk berdasarkan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis
kelamin berbeda-beda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.29
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman
dan pengembangan keterampilan sosial. Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat
penting untuk dimiliki oleh siswa. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari
materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang
disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan
hubungan, kerja dan tugas.30 Roger dan David Johnson juga mengatakan dalam Agus Suprijono
bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.
Pencapaian hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif
harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
1. Positive interpendence (saling ketergantungan positif)yaitu pembelajaran kooperatif,
keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh
kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-
29 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Ibid, hal. 208. 30 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Ibid, hal.
209-210.
masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota dalam kelompok akan merasakan
saling ketergantungan.
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) yaitu keberhasilan kelompok
sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap
anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam
kelompok tersebut.
3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif) yaitu memberikan kesempatan
yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi
dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota) yaitu melatih siswa untuk dapat
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5. Group processing (pemrosesan kelompok) yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka,
agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.31
Terdapat enam langkah utama atau tahapan (fase) dalam pelajaran yang menggunakan
pembelajaran kooperatif yang wajib dipahami guru seperti yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif32
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1:
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran
yang akan dicapai pada kegiatan
pelajaran dan menekankan pentingnya
topik yang akan dipelajari dan
memotivasi siswa belajar
Tahap 2:
31Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses Pendidikan,ibid. hal. 246. 32 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengemabangkan profesionalisme Guru, hal. 211.
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi atau materi
kepada siswa dengan jalan demonstrasi
atau melalui bahan bacaan.
Tahap 3:
Mengorganisir siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caraya membentuk kelompok
belajar dan membimbing setiap
kelompok agar melakukan transisi
secara efektif dan efisien.
Tahap 4:
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka
Tahap 5
Evaluasi
Guru Mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian, dan pengakuan tim.
1. Penjelasan materi, tahap ini sebagai proses penyampaian pokok materi pelajaran
sebelum siswa belajar dalam kelompoknya sampai siswa paham.
2. Belajar dalam kelompok, tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan
materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk.
3. Penilaian, penilaian dapat dilakukan dengan tes atau kuis yang dilakukan baik secara
individual maupun kelompok.
4. Pengakuan tim, penetapan tim yang paling menonjol atau berprestasi untuk kemudian
diberikan penghargaan atau hadiah.
Berdasarkan uraian sebelumnya yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif adalah
rangkaian pembelajaran di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
melalui enam tahapan yaitu menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa, penyajian
informasi, pengelompokan tim belajar, bimbingan kelompok belajar, evaluasi, memberi
penghargaan, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan sekaligus dapat
meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat
orang lain, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah,
dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips
1) Pengertian Model Talking Chips
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe
kancing gemerinci (talking chips). Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerinci
pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tipe kancing gemerincing merupakan salah
satu dari jenis mode struktural, yaitu metode menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Kagan mengemukakan tipe kancing
gemerincing dengan istilah talking chips. Chips yang dimaksud oleh Kagan berupa benda
bewarna yang ukurannya kecil. Istilah talking chips di Indonesia lebih dikenal sebagai kancing
gemerincing, dan dikenalkan oleh Anita Lie. 33
Pengertian kancing menurut kamus besar bahasa Indonesia dalam buku Muhammad
Fathurrohman adalah sebuah benda kecil yang diletakkan di baju.34
Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang berarti
berbicara,sedangkan chips yang berarti kartu. Jadi arti talking chips adalah kartu untuk
33Muhammad Fathurrohman, (2015), Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013 sebagai
Strategi Alterntif Pembelajaran di Era Globalisasi, Yogyakarta: Kalimedia, hal. 372. 34Muhammad Fathurrohman, (2015), Model-Model Pembelajaran Inovatif, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, hal. 93.
berbicara. Talking chips adalah pembelajaran kooperatif yang dilakukan dalam kelompok
kecil yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa sejumlah kartu
yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah berpendapat dengan kartu tersebut.
Teknik ini dapat digunakan dalam semua matapelajaran dan untuk semua tingkat usia anak
didik. Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa menjadi
beberapa kelompok.
Menurut Millis dan Cottel model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe kancing
gemerincing adalah jenis model pembelajaran kooperatif dengan siswa diberikan
chipsberfungsi sebagai tiket yang memberikan izin pemegangnya untuk berbagi informasi,
kontribusi diskusi dan membuat titik debat.35
Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa menjadi
beberapa kelompok. Teknik ini dapat memberikan kontribusi siswa secara merata. Teknik ini
dapat digunakan untuk berdiskusi, mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang
lain ataupun untuk saling mengevaluasi hapalan. Teknik kancing gemerincing dirancang
untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.
Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara.
Sebaliknya juga ada anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan.36
Dengan menerapkan teknik talking chips ini dalam proses pembelajaran, diharapkan
semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk aktif dalam mengemukakan pendapat
sehingga terjadi pemerataan kesempatan dalam pembagian tugas kelompok. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Lie bahwa “Dalam kegiatan kancing gemerincing, masing-
35Muhammad Fathurrohman, Model-Model Pembelajaran Inovatif, hal. 95. 36 Anita Lie, (2010), Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, Jakarta: PT
Gramedia, hal. 63.
masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi
mereka serta mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain”.37
Didalam talking chips, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang
perkelompok. Selanjutnya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi
pelajaran. Setiap kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara. Setelah
siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses
dilanjutkan sampai kepada seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara
ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua
siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu,penerapan model pembelajaran.38
Kooperatif teknik talking chips merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat
pada siswa (studentoriented),dimana model pembelajaran ini sesuai menempati posisi sentral
sebagai subjek belajar melalui aktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri.
Talking chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu; proses social dan proses
dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam talking chips yang menuntut
siswa untuk dapat bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun
pengetahuan mereka didalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar
untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka
pelajari,serta dapat memecahkan masalah-masalah.39
Talking Chipsadalah salah satumodel kooperatif yang sering dikenalkan dan
dikembagkan di Indonesia oleh Anta Lie yang sering disebut kancing gemerincing dan kancing
sebagai alat yang digunakan pada model tersebut. Talking Chipsbertujuan tidak hanya sekedar
penguasaanbahanpelajaran,tetapiadanya unsur kerjasama untuk penguasaanmateritersebut.
37 Anita Lie, Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, Ibid, hal. 64. 38Muhammad Fathurrohman, Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013 sebagai Strategi
Alterntif Pembelajaran di Era Globalisasi, hal. 372. 39Muhammad Fathurrohman, Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013 sebagai
StrategiAlterntif Pembelajaran di Era Globalisasi, Ibid, hal. 374.
Disampingitu, talkingchips merupakan model kooperatif yangberpusatpada siswa
(studentoriented),dengan menempatiposisi sentral sebagai subyek belajar
melaluiaktivitasmencaridan menemukanmateripelajaransendiri.
2) Langkah-Langkah ModelTalkingChips 40
Tabel 2.2 :Langkah-Langkah Model TalkingChips
No Tahap Kegiatan
1 Guru menyiapkan kotakkecilyangberisikan kancing-kancing.
2 Setiapsiswadalammasing-masingkelompokmendapatkandua atau tigabuah
kancing
3 Setiapkaliseorangsiswaberbicaraataumengeluarkanpendapat harus
menyerahkan satu kancingnya dan meletakkannyaditengah.
4 Jikakancingyangdimilikiseorangsiswahabis,diatidakboleh
berbicaralagisampaisemuarekannyajuga menghabiskan kancingmereka.
5 Jikasemuakancingsudahhabis,sedangkantugasbelumselesai,
kelompokbolehmengambilkesepakatan untuk membagi-bagi kancinglagi dan
mengulangi prosedurnyakembali
3) Kelebihan Model Talking Chips
a) Siswa tidak jenuh karena ada kartu sebagai pengikat daya tarik
b) Dapat melibatkan semua anggota kelompok untuk aktif
c) Siswa dapat berdiskusi dengan temannya ketika guru selesai menjelaskan materi
pelajaran.
d) Dapat mengurangi kesalahan siswa karena soal dijawab bersama.
e) Siswa dituntut belajar tanggung jawab dalam kegiatan belajar.
4) Kelemahan Model Talking Chips
a) Tidaksemuakonsepdalammatematika dapatmenggunakan model
talkingchips,disinilahtingkatprofesionalitasgurudinilai.
b) Dibutuhkan pengolaan waktu yang baik, jika tidak makan tujuan pembelajaran
tidak terpenuhi
40 Anita Lie, Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, hal. 64.
c) Cukup sulit dilaksanakan karena guru dituntutuntukdapatmengawasisetiapsiswa
yangadadikelas.41
d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick
1) Pengertian Model Talking Stick
Carol berpendapat Talking stick (tongkat berbicara) adalah metode yang digunakan oleh
penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat
dalam suatu forum (pertemuan antarsuku). Kini metode itu sudah digunakan sebagai metode
pembelajaran ruang kelas. Sebagaimana namanya, talking stick merupakan metode
pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok yang memegang tongkat terlebih
dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi pokoknya.
Kegiatan ini diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab
pertanyaan dari guru.42
Dalam penerapan model talking stick, guru membagi kelas menjadi kelompok-
kelompok dengan anggota 5-6 orang siswa yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan
mempetimbangkan keakraban, kecerdasan, persahabatan atau minat yang berbeda. Model ini
cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkat umur.43
Pembelajaran dengan talking stick mendorong peserta didik untuk berani
mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan model talking stick diawali oleh penjelasan
guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca
dan mempelajari materi tersebut dan siswa diberikan waktu untuk melakukan aktivitas yang
cukup.44
41 Anita Lie, Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, hal. 64-65. 42Mifthul Huda, (2014), Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan
Paragmatis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 224. 43Mifthul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan
Paragmatis, Ibid, hal. 225. 44Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Medan: Media Persada, hal. 89.
Guru selanjutnya meminta kepada peserta didik menutup bukunya. Guru mengambil
tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu
peserta didik. Peserta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan
dari guru demikian seterusnya. Langkah akhir dari model talking stick adalah guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap seluruh jawaban yang diberikan
peserta didik, selanjutnya bersama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan.45
2) Langkah-Langkah Talking Stick
a) Guru menyiapkan sebuah tongkat
b) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan
mempelajari materi.
c) Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, peserta
didik menutup bukunya.
d) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan peserta didik memegang tongkat tersebut
harus menjawab, demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik
medapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaandari guru.
e) Guru memberikan kesimpulan dan evalusasi.
f) Penutup.46
3) Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick
a) Siswa lebih dapat memahami materi karena diawali dari penjelasan seorang
guru.
45Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif, hal. 89-90. 46Mifthul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan
Paragmatis, hal. 226.
b) Siswa lebih dapat menguasai materi ajar karena ia diberikan kesempatan untuk
mempelajarinya kembali melalui buku paket yang tersedia.
c) Daya ingat siswa lebih baik sebab ia akan ditanyai kembali tentang materi yang
diterangkan dan dipelajarinya.
d) Siswa tidak jenuh karena ada tongkat sebagai pengikat daya tarik siswa
mengikuti pelajaran hal tersebut.
e) Pelajaran akan tuntas sebab pada bagian akhir akan diberikan kesimpulan oleh
guru.
f) Model talking stick cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkat
umur.47
4) Kekurangan Talking Stick
a) Kurang terciptanya interaksi siswa dalam proes belajar mengajar.
b) Kurangnya menciptakan daya nalar siswa sebab ia lebih bersifat memahami apa
yang ada di dalam buku.
c) Kemampuan menganalisis permasalahan tersebut sebab sisiwa hanya
mempelajari dari apa-apa yang ada di dalam buku saja.
3. Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari
dan dunia kerja, serta memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kata matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau mathema yang berarti
“belajar atau hal yang dipelajari,”sedangkan dalam bahasa belanda matematika disebut
47Mifthul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan
Paragmatis, hal. 224.
wiskunde atau ilmu pasti yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki
bahasa dan aturan yang terdefenisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis,struktur
atau keterkaitan atanr konsep yang kuat.
Matematika adalah ilmu pengetahuan abstrak yang mempelajari angka, jumlah dan
ruang.48
Mara Samin menjelaskan bukunya bahwa matematika itu pada dasarnya bukan hanya
sekedar berhitung, namun lebih luas dari pada itu. Matematika mempunyai sistem dan struktur,
oleh sebab itu belajar matematika haruslah bertahan dan kontiniu. Dengan belajar matematika
secara bertahap, berurutan, kontiniu diharapakan dapat terjadi perubahan kognitif siswa.
Karena dengan adanya perubahan kognitif peserta didik akan membuat peserta dididk mampu
mengaplikasikan materi matematika yang dipelajari secara konseptual maupun secara praktis
artinya peserta didik mampu menerapkan materi matematika dalam ilmu lain. 49
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang memegang peranan yang sangat
penting dalam pendidikan. Pada dasarnya belajar matematika haruslah dimulai dari megerjakan
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (matematika realistik). Melalui
mengerjakan masalah matematika yang dikenal dan berlangsung dalam kehidupan nyata,
peserta didik membangun konsep dan pemahaman dengan naluri, insting, daya nalar, dan
konsep yang sudah diketahui.50
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
matematika merupakan salah satu disiplin ilmu untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-
48 F. Aziez, (2010), Ensiklopedia Pendidikan Lengkap, Jakarta: PT Adi Aksara Abadi
Indonesia, hal.123. 49 Mara Samin Lubis, Telaah Krukilum, hal.207. 50 Mara Samin Lubis, Telaah Krukilum, hal.208.
hari yang kontiniu terhadap hubungan, pola bentuk dan struktur yang berbentuk angka, jumlah
dan ruang.
Tujuan umum pembelajaran matematika adalah membantu peserta didik dalam
mempelajari objek matematika. Menurut Gagne objek langsung meliputi; fakta matematika,
konsep matematika dan prinsip matematika, kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah,
berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan dan kedisplinan.51
Dapat disimpulkan hasil belajar matematika adalah adalah perubahan tingkah laku
dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku,
sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Hasil belajar matematika juga dapat
digunakan sebagai tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam
mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman
belajar yang dapat diukur melalui tes.
4. Materi Ajar “Aritmatika Sosial”
a. Pemahaman mengenai Untung
Untuk memahami pengertian untung perhatikan contoh berikut:
Pak Umar membeli sebidang tanah dengan harga Rp 10.000.000,- kemudian
karena ada suatu leperluan pak Umar menjual kembali sawah tersebut dengan
harga Rp 11.500.000,-.
Ternyata harga penjualan lebih besar dibanding harga pembelian, berarti pak
Umar mendapat untung. Selisih harga penjualan dengan harga pembelian
=Rp 11.500.000,- – Rp 10.000.000,- =Rp 1.500.000,-
Jadi pak Umar mendapatkan untung sebesar Rp 1.500.000,-
Untung = harga jual – harga beli
51 Mara Samin Lubis, Telaah Krukilum, hal.213-214.
b. Pemahaman Mengenai Rugi
Ruri membeli radio bekas dengan harga Rp 150.000,- radio itu diperbaiki dan
menghabiskan biaya Rp 30.000,- kemudian Ruri menjual radio itu dan terjual
dengan harga Rp 160.000,
Modal (harga pembelian) = Rp 150.000,- + Rp 30.000,- = Rp180.000,-
Harga penjualan = Rp 160.000,-
Ternyata harga jual lebih rendah dari pada harga harga pembelian, jadi
Rurimengalami rugi.Selisih harga pembelian dan harga penjualan:
=Rp 180.000,- – Rp 160.000,- =RP 20.000,-
Berdasarkan uraian diatas penjual dikatakan rugi jika harga penjualan lebih
rendah dibanding harga pembelian.
Rugi = harga beli – harga jual
c. Harga pembelian dan harga penjualan
Telah dikemukakan bahwa besar keuntungan atau kerugian dapat dihitung
jika harga penjualan dan harga pembelian telah diketahui. Besar keuntungan
dirumuskan:
Untung =harga jual – harga beli
Maka dapat diturunkan dua rumus yaitu
Harga jual = harga beli + untung
Harga beli = harga jual – harga untung
Besar kerugian dirumuskan:
Rugi = harga beli – harga jual
Maka dapat diturunkan rumus:
Harga beli = harga jual + rugi
Harga jual = harga beli – rugi
d. Persentase Untung dan Rugi
Pada persentase untung berarti untung dibanding dengan harga pembelian,
dan persentase rugi berarti rugi dibanding harga pembelian.
Untung: Persentase Untung = x 100 % Harga beli
Rugi: Persentase Rugi = x 100 % Harga beli
Contoh:
Seorang bapak membeli sebuah mobil seharga Rp 50.000.000, karena sudah
bosan dengan mobil tersebut maka mobil tersebut dijual dengan harga Rp
45.000.000,.Tentukan persentase kerugiannya!
Jawab:
Harga beli Rp 50.000.000
Harga jual Rp 45.000.000
Rugi = Rp 50.000.000 – Rp 45.000.000
= Rp 5.000.000
= Rp 10 %
Jadi besar persentase kerugiannya adalah 10 %.
e. Rabat(diskon)
Rabat adalah potongan harga atau lebih dikenal dengan diskon.
Contoh:
Sebuah toko memberikan diskon 15 %, budi membeli sebuah rice cooker
dengan harga Rp 420.000. berapakah harga yang harus dibayar oleh seorang
budi?
Jawab:
Harga sebelum diskon = Rp 420.000
Potongan harga = 15 % x Rp 420.000 = Rp 63.000
Harga setelah diskon = Rp 420.000 – Rp 63.000 = Rp 375. 000
Jadi budi harus membayar Rp 375.000
Berdasarkan contoh diatas dapat diperoleh rumus:
Harga bersih = harga kotor – Rabat (diskon)
Harga kotor adalah harga sebelum didiskon
Harga bersih adalah harga setelah didiskon
Harga bersih = neto x harga persatuan berat
f. Bunga Tabungan dan Pajak
Jika kita menyimpan uang dibank jumlah uang kita akan bertambah, hal itu
terjadi karena kita mendapatkan bunga dari bank. Jenis bunga tabungan yang
akan kita pelajari adalah bunga tunggal, artinya yang mendapat bunga hanya
modalnya saja, sedangkan bunganya tidak akan berbunga lagi. Apabila
bunganya turut berbunga maka jenis bunga tersebut disebut bunga majemuk.
Contoh:
Rio menabung dibank sebesar Rp 75.000 dengan bunga 12% per tahun. Hitung
jumlah uang rio setelah enam bulan.
Jawab:
Besar modal (uang tabungan) = Rp 75.000
Bunga 1 tahun 12 %
Bunga 6 bulan = Rp 4500
Jadi jumlah uang Rio setelah disimpan selama enam bulan menjadi:
= Rp 75.000 + Rp 4500
= Rp 79.500
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan:
Bunga 1 tahun = persen bunga x modal
Bunga n bulan = x persen bunga x modal
= x bunga 1 tahun
Persen bunga selalu dinyatakan untuk 1 tahun, kecuali jira ada ketersngan lain
pada soal.
g. Bruto, Tara, dan Neto
Dalam sebuah karung yang berisi pupuk tertera tulisan berat bersih 50 kg,
sedangkan berat kotor 0,08 kg, maka berat seluruhnya = 50kg + 0,08kg=50,8kg.
Berat karung dan pupuk yaitu 50,8 kg disebut bruto(berat kotor
Berar karung 0,08 kg disebut disebut tara. Berat pupuk 50 kg disebut berat neto
(berat bersih). Jadi hubungan bruto, tara, dan neto adalah:
Neto = Bruto – tara
Jika diketahui persen tara dan bruto maka untuk mencari tara digunakan rumus:
Tara = Persen tara xbruto.
Untuk setiap pembelian yang mendapat potongan berat (tara) dapat dirumuskan.
B. Kerangka Berpikir
Belajar merupakan suatu kegiatan mendayagunakan segala potensi untuk menghasilkan
perubahan positif dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan lewat interaksi peserta didik
dengan guru dan lingkungan sumber belajarnya. Matematika adalah bagian dari kehidupan
manusia. Matematika sudah memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun,
banyak siswa di sekolah memandang matematika sebagai bidang studi yang paling ditakuti
atau fobiadan menjadikan rendahnya hasil belajar matematika. Salah satu faktor yang
mempengaruhi hal tersebut adalah tidak digunakannya strategi pembelajaran yang bervariasi,
inovasi dan menyenangkan untuk dilakukan di dalam proses pembelajaran khususnya mata
pelajaran matematika.
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan baik dari para ahli ataupun teori
lainnya, dapat dilihat bahwa proses pembelajaran dengan berbagai strategi ataupun model
pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap berhasil tidaknya seorang siswa dalam
memahami materi yang diberikan oleh seorang guru.
Ada dua model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang diduga dapat
memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran
matematika yaitu model pembelajaran tipetalking chips (kancing gemerincing) dan talking
stick (tongkat berbicara).
Adapun pemilihan model talking chips(kancing gemerincing) didasari pendapat Kagan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing adalah jenis model
pembelajaran kooperatif dengan siswa diberikan chipsberfungsi sebagai tiket yang
memberikan izin pemegangnya untuk berbagi informasi, kontribusi diskusi dan membuat titik
debat. Setelah mengemukakanpendapatnya,makakartudisimpandi
atasmejakelompoknya.Prosesdilanjutkansampaiseluruhsiswa
dapatmenggunakankartunyauntukberbicara.Carainimembuattidakada
siswayangmendominasidantidakadasiswayangtidakaktif,semua
siswaharusmengungkapkanpendapatnya.
Dasar pemilihan model pembelajaran talking stick (tongkat berbicara) adalah pendapat
Carol bahwa talking stick merupakan model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat.
Kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru
setelah mereka mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran dengan talking stick mendorong
peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat sehingga siswa dilatih aktif untuk
berbicara dan tidak takut untuk mengemukakan pendapatnya, selain itu juga dapat menarik
minat siswa untuk belajar matematika.
Dari uraian diatas di mungkinkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan
pembelajaran kooperatif tipe taking chips (kancing gemerincing) dan model kooperatif tipe
talking stick (togkat berbicara) akan memberikan hasil yang berbeda meskipun keduanya
mempunyai kemungkinan dapat berpengaruh terhadap tujuan pembelajaran matematika yang
terkhusus pada pengambilan materi aritmatika sosial.
Untuk mengetahui perbedaan yang dialami oleh siswa dalam proes pembelajaran
matematika tepatnya pada materi aritmatika sosial, penelitian ini akan dilakukan dengan
melihat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model kooperatif tipe talking chips
dan talking stick pada materi aritmatika sosial pada kela VIII SMP Bina Satria Mulia Medan.
Deskripsi gambaran mengenai perbedaan model dapat diperlihatkan sebagai berikut:
C. Penelitian Relevan
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penilitian ini, serta sangat
mendukung dan membantu dalam penelitian. Penelitian yang relevan berkenaan dengan
penelitian ini antara lain adalah penelitian oleh Satria Novan mengenai penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe talkingstick untukmeningkatkan hasil belajar.Dari hasil penelitian
ini dapat diketahui bahwa: Hasil penelitian menunjukkan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe talking stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar
siswa siklus I adalah 67,45 dengan kategori “Tinggi”, dan meningkat sebesar 8,28 menjadi
75,73 pada siklus II dengan kategori “Tinggi”. Persentase ketuntasan belajar siswa siklus I
sebesar 65% dan siklus II mencapai 80%, meningkat sebesar 15%. 52
Selanjutnya penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian oleh Riska
Melani mengenai perbedaan kemampuan komunikasi matematikamenggunakan metode
52 Skripsi Satria Novan, (2016), Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
pembelajaran talking stick dan talking chips pada siswa kelasVII MTs Miftahussalam
MedanT.A 2016/2017. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa: Berdasarkan hasil uji
selisih kemampuan komunikasi matematika diperoleh kesimpulan bahwa rerata selisih
kemampuan komunikasi matematika di kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sebesar
0,674 dengan rerata kemampuan komunikasi matematika di kelas eksperimen 1 yang diajar
menggunakan metode pembelajaran Talking Stick 68,370 sedangkan rerata kemampuan
komunikasi matematika siswa di kelas eksperimen 2 yang diajar menggunakan metode
pembelajaran Talking Chips 67,700. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematika siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran Talking Stick
danTalking Chips berbeda. 53
Penelitian yang senada dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
salah satu mahasiswa pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Krsisten Satya Wacana Salatiga yang bernama Dwi Putri Lupitasari menegenai
pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing (talking
chips) terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Muhammadiyah Salatiga T.A 2013/2014.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa: Hasil kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya rata-rata hasil belajar siswa kelas
eksperimen VIIB sebesar 83,9 dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol VIIA
sebesar 72,3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik talking chips berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa kelas VII SMP Muhammadiyah Salatiga T.A 2013/2014.54
53 Skripsi Riska Melani, (2016), Perbedaan Kemampuan Komunikasi
MatematikaMenggunakan Metode Pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips pada Siswa KelasVII
MTs Miftahussalam MedanT. A 2016/2017. (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara) 54 Skripsi Dwi Putri Lupitasari, (2014), Pengaruh Penggunaan Model Pembeajaran Kooperatif
Teknik Kancing Gemerincing (Talking Chips) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP
Muhammadiyah Salatiga T.A 2013/2014. (Universitas Kristen Satya Wacana).
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian pada landasan teoritis yang telah dipaparkan maka dapat disusun
hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan terhadap hasil belajar siswa yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe talking chips dan pembelajaran model
talking stick pada materi aritmatika sosial di kelas VIII SMP Bina Satria
Mulia Medan
Ha : Terdapatperbedaan terhadap hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe talking chips dan pembelajaran model talking
stick pada materi aritmatika sosial di kelas VIII SMP Bina Satria Mulia
Medan