bab ii landasan teoritis a. kerangka teori 1. belajar dan ...repository.uinsu.ac.id/4976/4/bab ii...

29
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kerangka Teori 1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar menurut James O. Whittaker sebagaimana dikutip Abu Ahmadi dalam Mardianto adalah: Learning is the process by which behavior (in the broader sense originated of changer through practice or training). Artinya belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan). 1 Hintzman dalam bukunya The Psychology Of Learning And Memory dalam Muhibbin Syah berpendapat bahwa: “belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut”. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme. 2 Menurut Hilgard, belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam labotarium maupun dalam lingkungan alamiah. 3 Guilford dalam Mustaqim menyatakan “Learning is any change in behaviour resulting from stiulation”. Artinya belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari ransangan. 4 1 Mardianto,(2012), Psikologi Pendidikam, Medan: Perdana Publishing, hal. 45. 2 Muhibbin Syah, (2010), Psikologi Belajar Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal. 88 3 Wina Snjaya, (2015), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, hal. 229. 4 Mustaqim, (2008), Psikologi Pendidikan, Semarang: Pustaka Pelajar, hal. 34.

Upload: dangthu

Post on 25-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Kerangka Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar menurut James O. Whittaker sebagaimana dikutip Abu Ahmadi dalam

Mardianto adalah: Learning is the process by which behavior (in the broader sense originated

of changer through practice or training). Artinya belajar adalah proses dimana tingkah laku

(dalam arti luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan).1

Hintzman dalam bukunya The Psychology Of Learning And Memory dalam Muhibbin

Syah berpendapat bahwa: “belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme

(manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku

organisme tersebut”. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh

pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.2

Menurut Hilgard, belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur

latihan baik latihan di dalam labotarium maupun dalam lingkungan alamiah.3

Guilford dalam Mustaqim menyatakan “Learning is any change in behaviour resulting

from stiulation”. Artinya belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari

ransangan.4

1Mardianto,(2012), Psikologi Pendidikam, Medan: Perdana Publishing, hal. 45. 2Muhibbin Syah, (2010), Psikologi Belajar Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, hal. 88 3 Wina Snjaya, (2015), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Prenadamedia Group, hal. 229. 4 Mustaqim, (2008), Psikologi Pendidikan, Semarang: Pustaka Pelajar, hal. 34.

Gagne dalam Agus Suprijono mendefinisikan belajar adalah perubahan disposisi atau

kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan

diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.5

Melihat beberapa pengertian belajar yang disampaikan oleh para ahli di atas terdapat

kesamaan atau kata kunci dari belajar. Kesamaannya adalah terletak pada kalimat “perubahan

perilaku”. Dengan demikian dikatakan belajar jika di dalamnya terjadi suatu proses perubahan

tingkah laku. Dengan demikian dikatakan belajar jika di dalamnya terjadi suatu proses

perubahan tingkah laku. Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah

laku yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relatif menetap sebagai akibat

dari pengalaman.

Belajar menurut al-qur’an merupakan suatu perubahan keadaan yang berawal dari

masing masing individu, dengan adanya proses belajar maka perubahan keadaan akan

terbentuk.

Allah berfirman dalam al-qur’an surah Al-Ra’d: 11

ل يغي ر ما بقوم حتى يغي روا ما ... بقوم سوءا فل مرد له وما لهم من ..... إن الل بأنفسهم وإذا أراد الل

دونه من وال

Artinya:. “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum

mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat

menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.6

Tafsir dari ayat ini adalah Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa dari

kenikmatan dan kesejahteraan yang dinikmatinya menjadi binasa dan sengsara, melainkan

mereka sendiri yang mengubahnya. Kepastian dari Allah tidak dapat ditolak oleh siapapun.

Maju mundurnya suatu bangsa tergantung kepada sejauh mana bangsa tersebut dapat

5Agus Suprijono, (2010), Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, hal. 2. 6 Departemen Agama RI, (2012), . Al – Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta : Bintang

Indonesiaa Jakarta, hal. 250.

melaksanakan nilai-nilai agama yang telah diberikan Allah, serta usaha bangsa itu untuk

melastarikannya.7 Adapun usaha yang dilakukan untuk mengubah nasib suatu bangsa adalah

dengan cara belajar atau menuntut ilmu. Kewajiban belajar atau menuntut ilmu ditegaskan

dalam hadist nabi, yaitu:

طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة

Artinya: “Menuntut ilmu pengetahuan itu wajib bagi setiap orang muslim laki-laki (dan

perempuan)”. (H.R. Baihaqi)

Dipertegaslagi dalam Al-Qur’an Surah Al-Mujâdilah ayat 11:

لكم وإذا قيل انشزوا فانشزوا يا أيها الذين آمنوا إذا قيل لكم تفسحوا في المجالس فافسحوا يفسح الل

بما تعملون خبير الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات والل يرفع الل

Artinya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah

dalam majelis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan

untukmu, dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan”8

Tafsir dari ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkap derajat orang yang

beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya,

berusaha menciptakan suasana damai, aman, dan menggunakan ilmunya untuk menegakkan

kalimat Allah. Ayat ini juga dapat dipahami bahwa orang-orang yang mempunyai derajat

paling tinggi di sisi Allah adalah orang yang beriman dan berilmu.9

Dari ayat di atas Islam mewajibkan setiap orang beriman untuk memperoleh ilmu

pengetahuan semata-mata dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Bahkan

Allah SWT menjanjikan kepada ummatnya akan memudahkan bagi mereka jalan menuju surga

untuk yang menuntut ilmu.

7 Departemen Agama RI, (2010), Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Lentera Abadi, hal. 78. 8 Departemen Agama RI, Al – Qur’an dan Terjemahannya, hal. 543. 9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, hal. 25.

Dalam belajar terdapat proses pembelajaran. Pembelajaran atau proses belajar mengajar

adalah proses yang diatur dengan langkah-langkah tertentu, agar pelaksanaannya mencapai

hasil yang diharapkan. Langkah tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk perencanaan

mengajar. Proses tersebut memerlukan pemikiran-pemikiran sistematis untuk memperkirakan

mengenai apa yang akan dilakukan dalam waktu melaksanakan pengajaran.10

Dalam istilah “mengajar (pengajaran)” atau teaching menempatkan guru sebagai

pemeran utama memberikan informasi, maka dalam “Pembelajaran” atau instruction guru

lebih banyak berperan sebagai fasilitator, memanage berbagai sumber dan fasilitas untuk

dipelajari siswa.11

b. Hasil Belajar

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa belajar adalah suatu proses perubahan

tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil belajar. Perubahan tingkah laku hasil belajar

itu merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan pengajaran. Oleh karenanya,

hasil belajar dapat berupa berubahan dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik,

tergantung dari tujuan pengajarannya.12

Menurut Abdurrahman:

“Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.

Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh

suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan belajar yang

terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan pembelajaran atau kegiatan

instruksional, tujuan belajar telah ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil

dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan-

tujuan intruksional.”13

10 Abdul Majid, (2013), Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi

Guru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal.103 11 Wina Sanjaya, (2015), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Prenada Media Group, hal.

214. 12 Purwanto, (2014),Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta:Pustaka Belajar, hal. 44. 13 Mulyono Abdurrahman, (2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar ,Jakarta: Rineka

Cipta, hal. 37-38.

Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar sebagai bagian

peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui sistem penialian. Sistem penilaian ini

sangat berguna bagi kualitas hasil lulusan. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mengetahui

kriteria dan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan.”14

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh

seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan

memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.

Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas

atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah

perolehan yang didapat karena adanya kegiatan mengubah bahan menjadi barang jadi. Hal yang

sama berlaku untuk memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil penjualan, hasil

pembangunan, termaksud hasil belajar.

Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan para individu yang belajar.

Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah

perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dengan sikap dan tingkah lakunya15

Belajar yang berkenaan dengan hasil,Gagne mengemukakan ada lima jenis atau lima

tipe, hasil belajar yakni:

a. Belajar kemahiran intelektual (kognitif)

Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang

yang terdiri dari kemampuan mengategori, analitis sintesis fakta konsep .

b. Belajar informasi verbal

Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap

14Abdul Majid, (2017), Penilaian Autentik, Bandung : PT Rosdakarya, hal. 23. 15 Purwanto. (2014). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar. hal. 44-45.

rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,

pemecahan masalah maupun penerapan aturan.16

c. Belajar mengatur kegiatan intelektual

Belajar mengatur kegiatan intelektual adalah belajar untuk memecahkan masalah

dengan memanfaatkan konsep dan kaidah yang telah dimilikinya. Tipe ini

menekankan pada aplikasi kognitif dalam pemecahan masalah.

d. Belajar sikap

Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian

terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan

eksternalisasi nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai sebagai standar

perilaku.

e. Belajar keterampilan motorik

Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani

dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.17

Bloom (dalam Mardianto) “secara garis besar membaginya menjadi menjadi tiga ranah,

yakni ranah kognitif, efektif dan psikomotorik.

(1) Rana kognitif bertujuan pada orientasi kemampuan “berfikir” mencakup

kemampuan intlektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat pada satu

kemampuan untuk memecahkan masalah.

(2) Ranah afektif. Taksonomi ini lebih dikenal pada rana yang berorientasi pada rasa

atau kesadaran. Adapun cirri rana ini dalah lebih mengorientasikan pada nilai-nilai,

norma-norma untuk diinternalisasikan dalam sistem kerja pribadi seseorang.

(3) Rana psikomotor yang termasuk dalam rana ini adalah kemampuan yang

menyangkut kegiatan otot dan kegiatan fisik.”18

Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan khusus

yang direncanakan. Instrument (tes) sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang

16 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, hal.233. 17 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, hal.234. 18 Mardianto,Psikologi Pendidikam, hal. 99.

diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),

dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).19

Berdasarkan uraian sebelumnya yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian

ini adalah kemampuan belajar yang dapat dicapai individu (siswa) setelah melaksanakan

serangkaian proses belajar, adapun cara untuk mengukur hasil belajar matematika yang telah

dicapai siswa digunakan instrument (tes). Tes dapat menilai dan mengukur hasil belajar bidang

kognitif, afektif dan psikomotoris. Penilaian hasil belajar ini bertujuan untuk mengetahui

keberhasilan proses pembelajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam

mencapai indikator yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Pengertian Model Pembelajaran

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi

segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala

fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar

mengajar.20

Selain itu, model juga diartikan sebagai sesuatu yang patut ditiru dari suatu pola atau

contoh. Model pembelajaran adalah pola komprehensif yang patut dicontoh menyangkut

bentuk utuh pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.21

Menurut ensiklopedia model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang

digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran, memberi pedoman

19 Abdul Majid, (2017), Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar,Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Offset,hal 37. 20 Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Medan: Media Persada, hal. 1. 21 Iif Khoiru Ahmadi, dkk., (2011), Strategi Pembelajaran sekolah Terpadu, Jakarta: PT

Prestasi Pustakarya, hal. 142.

kepada guru dikelas dalam latar pengajaran maupun latar lainnya, dan mengevaluasi hasil

belajarnya.22

Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola

yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),

merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang

lainnya. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih

model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.23

Dari beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa model adalah suatu

rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan

pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau lainnya yang berisi tentang

rangkaian penyajian materi ajar untuk mencapai tujuan belajar.

Selain itu, secara spesifik model pembelajaran matematika adalah kerangka kerja

konseptual tentang pembelajaran matematika. Komponen-komponen dalam model

pembelajaran matematika adalah sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sarana, dan dampak

pembelajaran dan pengiring. Dijelaskan juga bahwa ruang lingkup model matematika meliputi

materi pokok matematika yaitu fakta, konsep, prinsip, skill dan problem solving. Ruang lingkup

yang lebih luas dari model matematika berhubungan dengan bilangan, operasi hitung,

geometri, aritmatika, aljabar, statistika dan matematika terapan.24

b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

22 F. Aziez, (2010), Ensiklopedia Pendidikan Lengkap. Jakarta: PT Adi Aksara Abadi

Indonesia, hal. 133. 23 Rusman, (2016), Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru,

Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, hal. 133. 24 Hamzah dan Muhlisrarini, (2014), Perencanaan dan Strategi Pembelajaran

Matematika,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 154.

Tom V. Savage dalam Rusman mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam

kelompok.25

Robert L. Cilstrap dan William R Martin memberikan pengertian kerja kelompok

sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk

kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari

beberapa individu tersebut.26

Johnson dalam Rusman berpendapat bahwa cooperative learning adalah teknik

pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam

kelompok kecil yang umumnya terdiri dri 4-5 orang.27

Slavin, Abrani, dan Chambers dalam Wina Sanjaya berpendapat bahwa belajar melalui

kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, sosial,

perkembangan kognitif, dan elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya penghargaan yang

diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu.

Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok.28

Dari beberapa penjelasan mengenai defenisi kooperatif, maka dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar

dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda untuk menjalin

kerja sama dan saling ketergantungan dalam belajar kelompok.

Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:

25 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, hal. 203. 26 Roestiyah, (2012), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 15. 27 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, hal. 204. 28 Wina Sanjaya, (2011), Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses Pendidikan,

Jakarta: Kencana Prenada Media, hal. 244.

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

2) Kelompok dibentuk berdasarkan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

dan rendah.

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis

kelamin berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.29

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga

tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman

dan pengembangan keterampilan sosial. Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk

mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat

penting untuk dimiliki oleh siswa. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari

materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang

disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan

hubungan, kerja dan tugas.30 Roger dan David Johnson juga mengatakan dalam Agus Suprijono

bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.

Pencapaian hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif

harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

1. Positive interpendence (saling ketergantungan positif)yaitu pembelajaran kooperatif,

keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh

kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-

29 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Ibid, hal. 208. 30 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Ibid, hal.

209-210.

masing anggota kelompok. Sehingga semua anggota dalam kelompok akan merasakan

saling ketergantungan.

2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) yaitu keberhasilan kelompok

sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap

anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam

kelompok tersebut.

3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif) yaitu memberikan kesempatan

yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi

dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota) yaitu melatih siswa untuk dapat

berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

5. Group processing (pemrosesan kelompok) yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka,

agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.31

Terdapat enam langkah utama atau tahapan (fase) dalam pelajaran yang menggunakan

pembelajaran kooperatif yang wajib dipahami guru seperti yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif32

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1:

Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran

yang akan dicapai pada kegiatan

pelajaran dan menekankan pentingnya

topik yang akan dipelajari dan

memotivasi siswa belajar

Tahap 2:

31Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses Pendidikan,ibid. hal. 246. 32 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengemabangkan profesionalisme Guru, hal. 211.

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi atau materi

kepada siswa dengan jalan demonstrasi

atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3:

Mengorganisir siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana caraya membentuk kelompok

belajar dan membimbing setiap

kelompok agar melakukan transisi

secara efektif dan efisien.

Tahap 4:

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka mengerjakan

tugas mereka

Tahap 5

Evaluasi

Guru Mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau masing-

masing kelompok untuk

mempresentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil

belajar individu dan kelompok.

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:

penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian, dan pengakuan tim.

1. Penjelasan materi, tahap ini sebagai proses penyampaian pokok materi pelajaran

sebelum siswa belajar dalam kelompoknya sampai siswa paham.

2. Belajar dalam kelompok, tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan

materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk.

3. Penilaian, penilaian dapat dilakukan dengan tes atau kuis yang dilakukan baik secara

individual maupun kelompok.

4. Pengakuan tim, penetapan tim yang paling menonjol atau berprestasi untuk kemudian

diberikan penghargaan atau hadiah.

Berdasarkan uraian sebelumnya yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif adalah

rangkaian pembelajaran di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil

melalui enam tahapan yaitu menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa, penyajian

informasi, pengelompokan tim belajar, bimbingan kelompok belajar, evaluasi, memberi

penghargaan, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan sekaligus dapat

meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat

orang lain, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah,

dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips

1) Pengertian Model Talking Chips

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe

kancing gemerinci (talking chips). Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerinci

pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan. Tipe kancing gemerincing merupakan salah

satu dari jenis mode struktural, yaitu metode menekankan pada struktur-struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Kagan mengemukakan tipe kancing

gemerincing dengan istilah talking chips. Chips yang dimaksud oleh Kagan berupa benda

bewarna yang ukurannya kecil. Istilah talking chips di Indonesia lebih dikenal sebagai kancing

gemerincing, dan dikenalkan oleh Anita Lie. 33

Pengertian kancing menurut kamus besar bahasa Indonesia dalam buku Muhammad

Fathurrohman adalah sebuah benda kecil yang diletakkan di baju.34

Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang berarti

berbicara,sedangkan chips yang berarti kartu. Jadi arti talking chips adalah kartu untuk

33Muhammad Fathurrohman, (2015), Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013 sebagai

Strategi Alterntif Pembelajaran di Era Globalisasi, Yogyakarta: Kalimedia, hal. 372. 34Muhammad Fathurrohman, (2015), Model-Model Pembelajaran Inovatif, Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media, hal. 93.

berbicara. Talking chips adalah pembelajaran kooperatif yang dilakukan dalam kelompok

kecil yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa sejumlah kartu

yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah berpendapat dengan kartu tersebut.

Teknik ini dapat digunakan dalam semua matapelajaran dan untuk semua tingkat usia anak

didik. Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa menjadi

beberapa kelompok.

Menurut Millis dan Cottel model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe kancing

gemerincing adalah jenis model pembelajaran kooperatif dengan siswa diberikan

chipsberfungsi sebagai tiket yang memberikan izin pemegangnya untuk berbagi informasi,

kontribusi diskusi dan membuat titik debat.35

Kegiatan kancing gemerincing membutuhkan pengelompokan siswa menjadi

beberapa kelompok. Teknik ini dapat memberikan kontribusi siswa secara merata. Teknik ini

dapat digunakan untuk berdiskusi, mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang

lain ataupun untuk saling mengevaluasi hapalan. Teknik kancing gemerincing dirancang

untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.

Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara.

Sebaliknya juga ada anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih dominan.36

Dengan menerapkan teknik talking chips ini dalam proses pembelajaran, diharapkan

semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk aktif dalam mengemukakan pendapat

sehingga terjadi pemerataan kesempatan dalam pembagian tugas kelompok. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Lie bahwa “Dalam kegiatan kancing gemerincing, masing-

35Muhammad Fathurrohman, Model-Model Pembelajaran Inovatif, hal. 95. 36 Anita Lie, (2010), Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, Jakarta: PT

Gramedia, hal. 63.

masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi

mereka serta mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain”.37

Didalam talking chips, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang

perkelompok. Selanjutnya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi

pelajaran. Setiap kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk siswa berbicara. Setelah

siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses

dilanjutkan sampai kepada seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara

ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua

siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu,penerapan model pembelajaran.38

Kooperatif teknik talking chips merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat

pada siswa (studentoriented),dimana model pembelajaran ini sesuai menempati posisi sentral

sebagai subjek belajar melalui aktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri.

Talking chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu; proses social dan proses

dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam talking chips yang menuntut

siswa untuk dapat bekerjasama dalam kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun

pengetahuan mereka didalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar

untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka

pelajari,serta dapat memecahkan masalah-masalah.39

Talking Chipsadalah salah satumodel kooperatif yang sering dikenalkan dan

dikembagkan di Indonesia oleh Anta Lie yang sering disebut kancing gemerincing dan kancing

sebagai alat yang digunakan pada model tersebut. Talking Chipsbertujuan tidak hanya sekedar

penguasaanbahanpelajaran,tetapiadanya unsur kerjasama untuk penguasaanmateritersebut.

37 Anita Lie, Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, Ibid, hal. 64. 38Muhammad Fathurrohman, Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013 sebagai Strategi

Alterntif Pembelajaran di Era Globalisasi, hal. 372. 39Muhammad Fathurrohman, Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013 sebagai

StrategiAlterntif Pembelajaran di Era Globalisasi, Ibid, hal. 374.

Disampingitu, talkingchips merupakan model kooperatif yangberpusatpada siswa

(studentoriented),dengan menempatiposisi sentral sebagai subyek belajar

melaluiaktivitasmencaridan menemukanmateripelajaransendiri.

2) Langkah-Langkah ModelTalkingChips 40

Tabel 2.2 :Langkah-Langkah Model TalkingChips

No Tahap Kegiatan

1 Guru menyiapkan kotakkecilyangberisikan kancing-kancing.

2 Setiapsiswadalammasing-masingkelompokmendapatkandua atau tigabuah

kancing

3 Setiapkaliseorangsiswaberbicaraataumengeluarkanpendapat harus

menyerahkan satu kancingnya dan meletakkannyaditengah.

4 Jikakancingyangdimilikiseorangsiswahabis,diatidakboleh

berbicaralagisampaisemuarekannyajuga menghabiskan kancingmereka.

5 Jikasemuakancingsudahhabis,sedangkantugasbelumselesai,

kelompokbolehmengambilkesepakatan untuk membagi-bagi kancinglagi dan

mengulangi prosedurnyakembali

3) Kelebihan Model Talking Chips

a) Siswa tidak jenuh karena ada kartu sebagai pengikat daya tarik

b) Dapat melibatkan semua anggota kelompok untuk aktif

c) Siswa dapat berdiskusi dengan temannya ketika guru selesai menjelaskan materi

pelajaran.

d) Dapat mengurangi kesalahan siswa karena soal dijawab bersama.

e) Siswa dituntut belajar tanggung jawab dalam kegiatan belajar.

4) Kelemahan Model Talking Chips

a) Tidaksemuakonsepdalammatematika dapatmenggunakan model

talkingchips,disinilahtingkatprofesionalitasgurudinilai.

b) Dibutuhkan pengolaan waktu yang baik, jika tidak makan tujuan pembelajaran

tidak terpenuhi

40 Anita Lie, Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, hal. 64.

c) Cukup sulit dilaksanakan karena guru dituntutuntukdapatmengawasisetiapsiswa

yangadadikelas.41

d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

1) Pengertian Model Talking Stick

Carol berpendapat Talking stick (tongkat berbicara) adalah metode yang digunakan oleh

penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat

dalam suatu forum (pertemuan antarsuku). Kini metode itu sudah digunakan sebagai metode

pembelajaran ruang kelas. Sebagaimana namanya, talking stick merupakan metode

pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok yang memegang tongkat terlebih

dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi pokoknya.

Kegiatan ini diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab

pertanyaan dari guru.42

Dalam penerapan model talking stick, guru membagi kelas menjadi kelompok-

kelompok dengan anggota 5-6 orang siswa yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan

mempetimbangkan keakraban, kecerdasan, persahabatan atau minat yang berbeda. Model ini

cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkat umur.43

Pembelajaran dengan talking stick mendorong peserta didik untuk berani

mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan model talking stick diawali oleh penjelasan

guru mengenai materi pokok yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca

dan mempelajari materi tersebut dan siswa diberikan waktu untuk melakukan aktivitas yang

cukup.44

41 Anita Lie, Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning, hal. 64-65. 42Mifthul Huda, (2014), Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan

Paragmatis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 224. 43Mifthul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan

Paragmatis, Ibid, hal. 225. 44Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif, Medan: Media Persada, hal. 89.

Guru selanjutnya meminta kepada peserta didik menutup bukunya. Guru mengambil

tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu

peserta didik. Peserta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan

dari guru demikian seterusnya. Langkah akhir dari model talking stick adalah guru memberikan

kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap seluruh jawaban yang diberikan

peserta didik, selanjutnya bersama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan.45

2) Langkah-Langkah Talking Stick

a) Guru menyiapkan sebuah tongkat

b) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan

mempelajari materi.

c) Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, peserta

didik menutup bukunya.

d) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu

guru memberikan pertanyaan dan peserta didik memegang tongkat tersebut

harus menjawab, demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik

medapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaandari guru.

e) Guru memberikan kesimpulan dan evalusasi.

f) Penutup.46

3) Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

a) Siswa lebih dapat memahami materi karena diawali dari penjelasan seorang

guru.

45Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif, hal. 89-90. 46Mifthul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan

Paragmatis, hal. 226.

b) Siswa lebih dapat menguasai materi ajar karena ia diberikan kesempatan untuk

mempelajarinya kembali melalui buku paket yang tersedia.

c) Daya ingat siswa lebih baik sebab ia akan ditanyai kembali tentang materi yang

diterangkan dan dipelajarinya.

d) Siswa tidak jenuh karena ada tongkat sebagai pengikat daya tarik siswa

mengikuti pelajaran hal tersebut.

e) Pelajaran akan tuntas sebab pada bagian akhir akan diberikan kesimpulan oleh

guru.

f) Model talking stick cocok digunakan untuk semua kelas dan semua tingkat

umur.47

4) Kekurangan Talking Stick

a) Kurang terciptanya interaksi siswa dalam proes belajar mengajar.

b) Kurangnya menciptakan daya nalar siswa sebab ia lebih bersifat memahami apa

yang ada di dalam buku.

c) Kemampuan menganalisis permasalahan tersebut sebab sisiwa hanya

mempelajari dari apa-apa yang ada di dalam buku saja.

3. Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari

dan dunia kerja, serta memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Kata matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau mathema yang berarti

“belajar atau hal yang dipelajari,”sedangkan dalam bahasa belanda matematika disebut

47Mifthul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan

Paragmatis, hal. 224.

wiskunde atau ilmu pasti yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki

bahasa dan aturan yang terdefenisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis,struktur

atau keterkaitan atanr konsep yang kuat.

Matematika adalah ilmu pengetahuan abstrak yang mempelajari angka, jumlah dan

ruang.48

Mara Samin menjelaskan bukunya bahwa matematika itu pada dasarnya bukan hanya

sekedar berhitung, namun lebih luas dari pada itu. Matematika mempunyai sistem dan struktur,

oleh sebab itu belajar matematika haruslah bertahan dan kontiniu. Dengan belajar matematika

secara bertahap, berurutan, kontiniu diharapakan dapat terjadi perubahan kognitif siswa.

Karena dengan adanya perubahan kognitif peserta didik akan membuat peserta dididk mampu

mengaplikasikan materi matematika yang dipelajari secara konseptual maupun secara praktis

artinya peserta didik mampu menerapkan materi matematika dalam ilmu lain. 49

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang memegang peranan yang sangat

penting dalam pendidikan. Pada dasarnya belajar matematika haruslah dimulai dari megerjakan

masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (matematika realistik). Melalui

mengerjakan masalah matematika yang dikenal dan berlangsung dalam kehidupan nyata,

peserta didik membangun konsep dan pemahaman dengan naluri, insting, daya nalar, dan

konsep yang sudah diketahui.50

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran

matematika merupakan salah satu disiplin ilmu untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-

48 F. Aziez, (2010), Ensiklopedia Pendidikan Lengkap, Jakarta: PT Adi Aksara Abadi

Indonesia, hal.123. 49 Mara Samin Lubis, Telaah Krukilum, hal.207. 50 Mara Samin Lubis, Telaah Krukilum, hal.208.

hari yang kontiniu terhadap hubungan, pola bentuk dan struktur yang berbentuk angka, jumlah

dan ruang.

Tujuan umum pembelajaran matematika adalah membantu peserta didik dalam

mempelajari objek matematika. Menurut Gagne objek langsung meliputi; fakta matematika,

konsep matematika dan prinsip matematika, kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah,

berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan dan kedisplinan.51

Dapat disimpulkan hasil belajar matematika adalah adalah perubahan tingkah laku

dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku,

sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Hasil belajar matematika juga dapat

digunakan sebagai tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam

mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran matematika setelah mengalami pengalaman

belajar yang dapat diukur melalui tes.

4. Materi Ajar “Aritmatika Sosial”

a. Pemahaman mengenai Untung

Untuk memahami pengertian untung perhatikan contoh berikut:

Pak Umar membeli sebidang tanah dengan harga Rp 10.000.000,- kemudian

karena ada suatu leperluan pak Umar menjual kembali sawah tersebut dengan

harga Rp 11.500.000,-.

Ternyata harga penjualan lebih besar dibanding harga pembelian, berarti pak

Umar mendapat untung. Selisih harga penjualan dengan harga pembelian

=Rp 11.500.000,- – Rp 10.000.000,- =Rp 1.500.000,-

Jadi pak Umar mendapatkan untung sebesar Rp 1.500.000,-

Untung = harga jual – harga beli

51 Mara Samin Lubis, Telaah Krukilum, hal.213-214.

b. Pemahaman Mengenai Rugi

Ruri membeli radio bekas dengan harga Rp 150.000,- radio itu diperbaiki dan

menghabiskan biaya Rp 30.000,- kemudian Ruri menjual radio itu dan terjual

dengan harga Rp 160.000,

Modal (harga pembelian) = Rp 150.000,- + Rp 30.000,- = Rp180.000,-

Harga penjualan = Rp 160.000,-

Ternyata harga jual lebih rendah dari pada harga harga pembelian, jadi

Rurimengalami rugi.Selisih harga pembelian dan harga penjualan:

=Rp 180.000,- – Rp 160.000,- =RP 20.000,-

Berdasarkan uraian diatas penjual dikatakan rugi jika harga penjualan lebih

rendah dibanding harga pembelian.

Rugi = harga beli – harga jual

c. Harga pembelian dan harga penjualan

Telah dikemukakan bahwa besar keuntungan atau kerugian dapat dihitung

jika harga penjualan dan harga pembelian telah diketahui. Besar keuntungan

dirumuskan:

Untung =harga jual – harga beli

Maka dapat diturunkan dua rumus yaitu

Harga jual = harga beli + untung

Harga beli = harga jual – harga untung

Besar kerugian dirumuskan:

Rugi = harga beli – harga jual

Maka dapat diturunkan rumus:

Harga beli = harga jual + rugi

Harga jual = harga beli – rugi

d. Persentase Untung dan Rugi

Pada persentase untung berarti untung dibanding dengan harga pembelian,

dan persentase rugi berarti rugi dibanding harga pembelian.

Untung: Persentase Untung = x 100 % Harga beli

Rugi: Persentase Rugi = x 100 % Harga beli

Contoh:

Seorang bapak membeli sebuah mobil seharga Rp 50.000.000, karena sudah

bosan dengan mobil tersebut maka mobil tersebut dijual dengan harga Rp

45.000.000,.Tentukan persentase kerugiannya!

Jawab:

Harga beli Rp 50.000.000

Harga jual Rp 45.000.000

Rugi = Rp 50.000.000 – Rp 45.000.000

= Rp 5.000.000

= Rp 10 %

Jadi besar persentase kerugiannya adalah 10 %.

e. Rabat(diskon)

Rabat adalah potongan harga atau lebih dikenal dengan diskon.

Contoh:

Sebuah toko memberikan diskon 15 %, budi membeli sebuah rice cooker

dengan harga Rp 420.000. berapakah harga yang harus dibayar oleh seorang

budi?

Jawab:

Harga sebelum diskon = Rp 420.000

Potongan harga = 15 % x Rp 420.000 = Rp 63.000

Harga setelah diskon = Rp 420.000 – Rp 63.000 = Rp 375. 000

Jadi budi harus membayar Rp 375.000

Berdasarkan contoh diatas dapat diperoleh rumus:

Harga bersih = harga kotor – Rabat (diskon)

Harga kotor adalah harga sebelum didiskon

Harga bersih adalah harga setelah didiskon

Harga bersih = neto x harga persatuan berat

f. Bunga Tabungan dan Pajak

Jika kita menyimpan uang dibank jumlah uang kita akan bertambah, hal itu

terjadi karena kita mendapatkan bunga dari bank. Jenis bunga tabungan yang

akan kita pelajari adalah bunga tunggal, artinya yang mendapat bunga hanya

modalnya saja, sedangkan bunganya tidak akan berbunga lagi. Apabila

bunganya turut berbunga maka jenis bunga tersebut disebut bunga majemuk.

Contoh:

Rio menabung dibank sebesar Rp 75.000 dengan bunga 12% per tahun. Hitung

jumlah uang rio setelah enam bulan.

Jawab:

Besar modal (uang tabungan) = Rp 75.000

Bunga 1 tahun 12 %

Bunga 6 bulan = Rp 4500

Jadi jumlah uang Rio setelah disimpan selama enam bulan menjadi:

= Rp 75.000 + Rp 4500

= Rp 79.500

Dari contoh tersebut dapat disimpulkan:

Bunga 1 tahun = persen bunga x modal

Bunga n bulan = x persen bunga x modal

= x bunga 1 tahun

Persen bunga selalu dinyatakan untuk 1 tahun, kecuali jira ada ketersngan lain

pada soal.

g. Bruto, Tara, dan Neto

Dalam sebuah karung yang berisi pupuk tertera tulisan berat bersih 50 kg,

sedangkan berat kotor 0,08 kg, maka berat seluruhnya = 50kg + 0,08kg=50,8kg.

Berat karung dan pupuk yaitu 50,8 kg disebut bruto(berat kotor

Berar karung 0,08 kg disebut disebut tara. Berat pupuk 50 kg disebut berat neto

(berat bersih). Jadi hubungan bruto, tara, dan neto adalah:

Neto = Bruto – tara

Jika diketahui persen tara dan bruto maka untuk mencari tara digunakan rumus:

Tara = Persen tara xbruto.

Untuk setiap pembelian yang mendapat potongan berat (tara) dapat dirumuskan.

B. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan suatu kegiatan mendayagunakan segala potensi untuk menghasilkan

perubahan positif dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan lewat interaksi peserta didik

dengan guru dan lingkungan sumber belajarnya. Matematika adalah bagian dari kehidupan

manusia. Matematika sudah memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun,

banyak siswa di sekolah memandang matematika sebagai bidang studi yang paling ditakuti

atau fobiadan menjadikan rendahnya hasil belajar matematika. Salah satu faktor yang

mempengaruhi hal tersebut adalah tidak digunakannya strategi pembelajaran yang bervariasi,

inovasi dan menyenangkan untuk dilakukan di dalam proses pembelajaran khususnya mata

pelajaran matematika.

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan baik dari para ahli ataupun teori

lainnya, dapat dilihat bahwa proses pembelajaran dengan berbagai strategi ataupun model

pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap berhasil tidaknya seorang siswa dalam

memahami materi yang diberikan oleh seorang guru.

Ada dua model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang diduga dapat

memberikan pengaruh yang baik terhadap hasil belajar siswa terutama pada mata pelajaran

matematika yaitu model pembelajaran tipetalking chips (kancing gemerincing) dan talking

stick (tongkat berbicara).

Adapun pemilihan model talking chips(kancing gemerincing) didasari pendapat Kagan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing adalah jenis model

pembelajaran kooperatif dengan siswa diberikan chipsberfungsi sebagai tiket yang

memberikan izin pemegangnya untuk berbagi informasi, kontribusi diskusi dan membuat titik

debat. Setelah mengemukakanpendapatnya,makakartudisimpandi

atasmejakelompoknya.Prosesdilanjutkansampaiseluruhsiswa

dapatmenggunakankartunyauntukberbicara.Carainimembuattidakada

siswayangmendominasidantidakadasiswayangtidakaktif,semua

siswaharusmengungkapkanpendapatnya.

Dasar pemilihan model pembelajaran talking stick (tongkat berbicara) adalah pendapat

Carol bahwa talking stick merupakan model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat.

Kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru

setelah mereka mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran dengan talking stick mendorong

peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat sehingga siswa dilatih aktif untuk

berbicara dan tidak takut untuk mengemukakan pendapatnya, selain itu juga dapat menarik

minat siswa untuk belajar matematika.

Dari uraian diatas di mungkinkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan

pembelajaran kooperatif tipe taking chips (kancing gemerincing) dan model kooperatif tipe

talking stick (togkat berbicara) akan memberikan hasil yang berbeda meskipun keduanya

mempunyai kemungkinan dapat berpengaruh terhadap tujuan pembelajaran matematika yang

terkhusus pada pengambilan materi aritmatika sosial.

Untuk mengetahui perbedaan yang dialami oleh siswa dalam proes pembelajaran

matematika tepatnya pada materi aritmatika sosial, penelitian ini akan dilakukan dengan

melihat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model kooperatif tipe talking chips

dan talking stick pada materi aritmatika sosial pada kela VIII SMP Bina Satria Mulia Medan.

Deskripsi gambaran mengenai perbedaan model dapat diperlihatkan sebagai berikut:

C. Penelitian Relevan

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penilitian ini, serta sangat

mendukung dan membantu dalam penelitian. Penelitian yang relevan berkenaan dengan

penelitian ini antara lain adalah penelitian oleh Satria Novan mengenai penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe talkingstick untukmeningkatkan hasil belajar.Dari hasil penelitian

ini dapat diketahui bahwa: Hasil penelitian menunjukkan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe talking stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar

siswa siklus I adalah 67,45 dengan kategori “Tinggi”, dan meningkat sebesar 8,28 menjadi

75,73 pada siklus II dengan kategori “Tinggi”. Persentase ketuntasan belajar siswa siklus I

sebesar 65% dan siklus II mencapai 80%, meningkat sebesar 15%. 52

Selanjutnya penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian oleh Riska

Melani mengenai perbedaan kemampuan komunikasi matematikamenggunakan metode

52 Skripsi Satria Novan, (2016), Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

pembelajaran talking stick dan talking chips pada siswa kelasVII MTs Miftahussalam

MedanT.A 2016/2017. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa: Berdasarkan hasil uji

selisih kemampuan komunikasi matematika diperoleh kesimpulan bahwa rerata selisih

kemampuan komunikasi matematika di kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sebesar

0,674 dengan rerata kemampuan komunikasi matematika di kelas eksperimen 1 yang diajar

menggunakan metode pembelajaran Talking Stick 68,370 sedangkan rerata kemampuan

komunikasi matematika siswa di kelas eksperimen 2 yang diajar menggunakan metode

pembelajaran Talking Chips 67,700. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan

komunikasi matematika siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran Talking Stick

danTalking Chips berbeda. 53

Penelitian yang senada dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh

salah satu mahasiswa pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Krsisten Satya Wacana Salatiga yang bernama Dwi Putri Lupitasari menegenai

pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing (talking

chips) terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Muhammadiyah Salatiga T.A 2013/2014.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa: Hasil kelas eksperimen lebih tinggi daripada

kelas kontrol. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya rata-rata hasil belajar siswa kelas

eksperimen VIIB sebesar 83,9 dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol VIIA

sebesar 72,3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik talking chips berpengaruh terhadap hasil

belajar siswa kelas VII SMP Muhammadiyah Salatiga T.A 2013/2014.54

53 Skripsi Riska Melani, (2016), Perbedaan Kemampuan Komunikasi

MatematikaMenggunakan Metode Pembelajaran Talking Stick dan Talking Chips pada Siswa KelasVII

MTs Miftahussalam MedanT. A 2016/2017. (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara) 54 Skripsi Dwi Putri Lupitasari, (2014), Pengaruh Penggunaan Model Pembeajaran Kooperatif

Teknik Kancing Gemerincing (Talking Chips) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP

Muhammadiyah Salatiga T.A 2013/2014. (Universitas Kristen Satya Wacana).

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian pada landasan teoritis yang telah dipaparkan maka dapat disusun

hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan terhadap hasil belajar siswa yang diajar dengan

model pembelajaran kooperatif tipe talking chips dan pembelajaran model

talking stick pada materi aritmatika sosial di kelas VIII SMP Bina Satria

Mulia Medan

Ha : Terdapatperbedaan terhadap hasil belajar siswa yang diajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe talking chips dan pembelajaran model talking

stick pada materi aritmatika sosial di kelas VIII SMP Bina Satria Mulia

Medan