bab ii landasan teori - library & knowledge...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Mentoring
Mentor adalah kata Yunani yang berasal dari nama pelaku dalam karya sastra
Homer yang berjudul Odyssey. Mentor adalah laki-laki lanjut usia yang diminta
Odyssey menjaga anak laki-lakinya, Telemachus, ketika Odyssey berangkat ke
medan perang. Tidak diketahui banyak interaksi antara Mentor dengan Odyssey.
Tetapi pada satu hal dewi Athena mengambil wujud sebagai Mentor dan
membimbing Odyssey yang memohon agar dapat menemukan ayahnya. Dengan
demikian, konsep Mentoring telah dimulai sejak karya Homer Odyssey. Pasangan
mentor-mentee terkenal dapat dijumpai dihampir setiap profesi, yang meliputi sains
(misalnya Sigmund Freud memberi mentoring kepada Carl Jung, Henry Harlow
kepada Abraham Maslow), sastra (Gertrude Strain mementor Ernest Hemingway),
politik (George Wythe mementor Thomas Jefferson) dan lain-lain. Mentoring ada
dimana-mana, dan setiap orang mengira bahwa mereka tahu apa itu mentoring, dan
mereka memiliki keyakinan bahwa mentoring itu efektif.
Tersebarnya penggunaan kata Mentoring merupakan berkah. Sisi positifnya,
hal ini telah membangkitkan banyak minat mengenai topik Mentoring. Para sarjana
dari aneka disiplin mempelajari fenomena ini dan program-program mentoring
melimpah dalam setting pendidikan, komunitas, dan bisnis. Mentoring dikaji sebagai
cara untuk mengurangi tingkat dropout sekolah, meningkatkan, prestasi akademik,
meningkatkan prestasi akademik, menigkatkan identitas diri dan kepercayaan diri,
mengurangi perilaku berisiko, dan memfasilitasi perkembangan karir
Orang saat ini mulai menyadari bahwa sebuah perusahaan, institusi, asosiasi,
atau apapun namanya adalah sebaik orang-orang yang ada didalamnya. Mereka
sangat menekankan ciri-ciri pribadi dalam menyeleksi dan mengembangkan staf.
Akan tetapi, hal ini bukan berarti tanpa tantangan, setidak-tidaknya tantangan itu
mungkin berupa kesenjangan (yang signifikan) di dalam pengalaman, pengetahuan,
sikap, keterampilam, aspirasi, perilaku, atau kepemimpinan yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaan yang semakin menumpuk.
8
Kursus pelatihan formal yang diadakan organisasi tidak banyak mentransfer
pengetahuan, keterampilan, sikap, atau yang lainnya yang diperoleh karyawan dari
pelatihan di tempat kerja, atau mereka cenderung tidak mengembangkan potensi
mereka sepenuhnya tanpa bimbingan yang berdedikasi yang memberi inspirasi,
memberi energi, dan memfasilitasi. Dalam milinium yang baru ini rencana mentoring
yang baik dianggap cara yang sangat efektif membantu orang atau karyawan
meningkatkan efektivitas dan kinerjanya melalui percakapan, pengarahan diri dan
peningkatan harga diri atau kepercayaan diri.
Menurut Crawford (2010) Mentoring merupakan “Hubungan interpersonal
dalam bentuk kepedulian dan dukungan antara seseorang yang berpengalaman dan
berpengetahuan luas dengan seseorang yang kurang berpengalaman maupun yang
pengetahuannya lebih sedikit”.
Menurut Zachary (2005) Mentoring merupakan “Hubungan pembelajaran
timbal balik dan kolaaboratif antara dua orang atau lebih yang memiliki
tanggungjawab dan tanggunggugat/akuntabilitas yang sama untuk membantu
mentee bekerja mencapai sasaran pembelajaran yang jelas dan didefinisikan
bersama”.
Menurut Europe Region (2006) Mentoring merupakan “Mendukung
individu sehingga mereka berkembang lebih efektif. Ini merupakan kemitraan antara
mentor (yang memberi bimbingan) dan mentee (yang menerima bimbingan) yang
dirancang untuk membangun kepercayaan diri mentee”.
Menurut Ingrid (2005) Mentoring merupakan “Suatu proses yang hanya
diberikan untuk proses penjenjangan karir. Namun seiring berjalannya waktu,
mentoring hingga saat ini juga diterapkan dalam dunia pendidikan”.
Menurut Santrock (2007) Mentoring merupakan “Bimbingan yang
diberikan melalui demonstrasi,instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur
selama periode waktu tertentu. Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang
lebih tua untuk meningkatkan kompetensi serta karakter individu yang lebih muda.
Selama proses ini berlangsung, pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan
komitmen bersama yang melibatkan karakter emosional dan diwarnai oleh sikap
hormat serta kesetiaan”.
9
Menurut David (2002) Mentoring merupakan “Suatu proses yang lebih
mengarah kepada keinginan untuk saling berbagi ilmu pengetahuan khususnya
kepada seseorang yang belum memiliki pengalaman sehingga meningkatkan
hubungan kepercayaan diantara sesama”.
Menurut Belle & Rose (2007) Mentoring merupakan “Membangun
hubungan interpersonal yang berhubungan dengan konteks pekerjaan tertentu”.
Menurut McCreath (2000) Mentoring merupakan “Sebuah pendekatan
yang lebih bersifat persahabatan. Dimana dalam proses persahabatan tersebut ada
visi untuk meningkatkan kualitas diri antara sesama baik secara pemikiran maupun
emosional”.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasannya mentoring adalah suatu
proses peningkatan kualitas diri yang dilakukan secara interpersonal baik dalam hal
pendidikan dan pekerjaan melalui pendekatan emosional diantara pementor dengan
para mentee-nya.
Terlepas dari pengertian-pengertian diatas, dapat dilakukan identifikasi
beberapa ciri mentoring sebagai kerangka rujukan umum untuk memahami
pengertian mentoring sebagai berikut:
1. Mentoring mencerminkan hubungan yang unik antar individu.
2. Mentoring merupakan kemitraan pembelajaran. Mesikipun sasaran
mentoring mungkin berbeda lintas setting maupun hubungan, namun
hampir semua hubungan mentoring melibatkan penguasaan pengetahuan.
3. Mentoring merupakan proses didefinisikan oleh jenis dukungan yang
disediakan mentor kepada mentee atau protege.
4. Mentoring hubungannya bersifat timbal balik, namun tidak seimbang.
Meskipun mentor mungkin mendapat manfaatdari hubungan itu, namun
sasaran utamanya adalah pertumbuhan dan perkembangan mentee.
10
5. Mentoring hubungannya itu dinamis, hubungan itu berubah seiring
perjalanan waktu dan dampak mentoring juga bertambah seiring dengan
waktu.
2.1.1 Fasilitas yang disediakan perusahaan untuk berjalannya
Mentoring
Penyediaan fasilitas merupakan salah satu syarat yang harus disediakan
oleh perusahaan untuk berjalannya suatu kegiatan mentoring. Berikut
merupakan fasilitas yang mendukung mentoring menurut Kaswan
(2012)
• Menyediakan beberapa para konseling dan mentor karir profesional
guna untuk para karyawan bisa mendapatkan saran yang baik atas
keluhan mereka.
• Menyediakan seminar-seminar dengan berbagai topik menarik, yang
sesuai dengan masalah-masalah karyawan yang sedang dihadapi
diperusahaan. Dengan melihat data yang didapat dari karyawan
bahwa apa saja masalah yang banyak dihadapi oleh mereka,
kemudian menyesuaikan topik seminar yang ada.
• Perusahaan menyediakan pelatihan-pelatihan khusus guna untuk
meningkatkan kinerja para karyawan serta kreativitas yang dimiliki
sehingga karyawan dapat menjadi karyawan yang memiliki
kredibilitas
• Menyediakan layanan-layanan mentoring untuk berjalannya suatu
kegiatan mentoring, agar karyawan bias mendapat manfaat dari
efek mentoring tersebut.
2.1.2 Manfaat Mentoring
Menurut Greenhause dan callanan (2006) ada beberapa manfaat
mentoring, yaitu diantaranya:
1. Mentoring mempercepat pembelajaran
11
2. Mentoring mentransfer pengetahuan secara terpadu
3. Mentoring merupakan bonus
4. Mentoring meningkatkan karir
5. Kompetensi
6. Penetapan tujuan
7. Motivasi dan kepuasan
8. Kemampuan dipekerjakan (employability)
9. Dukungan psikososial
10. Kreativitas
11. Peluang jejaring
12. Perubahan organisasi
13. Perubahan personal
14. Efektivitas waktu
15. Meningkatnya kemungkinan sukses
16. Kurva belajar keterampilan teknis lebih singkat
17. Meningkatnya kesadaran terhadap organisasi
2.1.3 Pengaruh Mentoring
Greenhouse dan Callanan (2006) memberikan beberapa masukan
tentang beberapa pengaruh yang didapat dari sebuah organisasi yang
melakukan mentoring, berikut beberapa pengaruh dari mentoring:
• Dapat mencapai kesuksesan karir seseorang atau karyawan
• Meberi manfaat kepada mentee, mentor dan juga organisasi.
• Memiliki kepuasan kerja baik bagi karyawan maupun atasan, karena
dengan karyawan memiliki kepuasan kerja yang baik makan mereka
akan selalu meningkatkan kualitas kerja mereka dan akan
mendapatkan imbalan yang pas atau gaji yang lebih atau jabatan
12
sehingga dapat mengurangi karir yang stuck (Career Plateau), dan
atasan menerima hasil kerja mereka secara puas sehingga dapat
memajukan organisasi tersebut.
• Menurunnya stress kerja yang dihadapi disebuah perusahaan
• Menurunkan niat karyawan untuk meninggalkan atau pindah dari
organisasi (Turnover Intention)
• Meningkatkan produktivitas karyawan
2.1.4 Pentingnya Mentoring
Naiknya abad pengetahuan dan transformasi, tempat kerja yang
menjadi lingkungan belajar berkelanjutan telah mebuat me``ntoring sebagai
alat yang semakin menarik untuk pengembangan karyawan. Perusahaan atau
organisasi di mana mentoring sebagai strategi organisasi untuk
mempromosikan pembelajaran berkelanjutan, dan mempromosikan sejumlah
tujuan yang memadai organisasi modern, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Perbaikan dalam kinerja karyawan. Mentoring menyediakan
komunikasi yang lebih banyak dan lebih baik dengan manajer dan
lebih banyak kesempatan bagi manajer untuk mengikuti kemajuan
karir karyawan. Hubungan yang demikian itu juga, di antara semua
pihak, menghasilkan keterkaitan` yang lebih dalam dan
bertanggung jawab kepada salah satu bagian dalam mencapai
sasaran organisasi.
• Percepatan Pembelajaran. Dengan mentoring, karyawan cendurung
belajar dengan cepat dan akibatnya segera menjadi produtif.
Mentor dapat menjadi model perilaku yang sesuai, member umpan
balik yang spesifik, dan mengidentifikasi praktik-praktik yang
terbaik.
• Menurunnya Pergantian Karyawan. Banyak perusahaan telah
menemukan bahwa mementor karyawan baru membantu mereka
merasa nyaman di pekerjaannya dan lingkungan perusahaan dan
berkontribusi terhadap tingkat menurunnya keluar-masuknya
13
karyawan (turnover). Menurut Bell (1999), yang melaporkan
bahwa 35 persen dari karyawan yang tidak memperoleh rencana
mentoring secara teratur mencari pekerjaan lain dalam waktu 12
bulan.
• Pemberdayaan Karyawan. Mentoring secara kuat dikaitkan dengan
harga diri dan dengan ekspetasi sukses, karena mentoring diatas
segalanya merupakan hubungan sosial, kekuatannya untuk
meningkatkan harga atau kepercayaan diri seseorang telah lama
dikenal. Menurut Kelly (2007) mengungkapkan bahwa partisipasi
aktif dalam mentoring kelompok yang terorganisasir juga terkait
kuat dengan harga atau kepercayaan diri dan harapan umum
berhasil.
• Motivasi karyawan yang meningkat. Orang muda yang ambisius
sering mengalami frustasi dan ketidaksabaran ketika menyadari
bahwa kemajuannya menuju tangga organisasi berjalan amat
lambat daripada yang pada awalnya mereka harapkan. Jika mentee
memiliki mentor yang menaruh minat aktif terhadap karirnya dan
menjelaskan alasannya untuk dan mencari cara mengatasi kendala
yang dihadapi, mereka lebih cenderung bertahan. Mentor
membantu mereka memahami dan mengenali rencana jangka
panjang yang dimiliki perusahaan ataupun perusahaan untuk
mereka, dan membantu mereka memanfaatkan pengalaman belajar
yang ada dipekerjaannya. Dengan cara ini, mentoring menurunkan
ancaman yang mungkin dilakukan perusahaan lain yang
menjanjikan kemajuan karir. Hubungan mentoring juga memotivasi
manajer menengah dan senior yang terlibat dan bisa menjadi sarana
yang bernilai menunda “plateau” (puncak kemampuan dalam
pekerjaan). Seorang manajer tidak menarik diri secara mental
dipekerjaannya jika dihadapkan tantangan-tantangan segar dari
hubungan mentoring. Mentor dipaksa memperjelas dan
mengartikulasikan idenya mengenai organisasi dan tujuan
perusahaan agar dapat menjelaskan kepada mentee. Mereka merasa
perlu meningkatkan kemampuannya untuk mendapatkan
14
penghargaan dari mentee. Mengembangkan potensi di dalam
perusahaan menjadi kesempatan yang sifnifikan bagi mentor untuk
menunjukkan bahwa orang tua masih mampu belajar dan
menunjukkan kiat-kiat baru. Akibatnya, mentor mungkin
menemukan tujuan dan minat baru dalam pekerjaannya.
• Pengelolaan Budaya Perusahaan. Daripada mempertahankan
budaya perusahaan yang ada, perusahaan berusaha keras
mengubahnya. Hal ini menimbulkan sejumlah masalah, setidak-
tidaknya hal itu membuat semakin sulit menemukan mentor dengan
nilai-nilai yang tepat. Mentor dan mentee dalam hubungan
perkembangan yang efektif mampu mengeksplorasi perbedaan
antara budaya perusahaan yang didukung dengan perilaku yang
sebenarnya. Pada saat yang bersamaan, mentor membantu
mengklarifikasi dalam pikiran mentee aspek-aspek budaya yang
mana yang bersifat tetap dan tidak terbuka untuk diperdebatkan,
dan aspek yang mana terbuka untuk didialogkan. Menyatukan
mentor dan mentee dari waktu ke waktu untuk melanjutkan
pengambangan keterampilan dan meninjau kemajuan hubungan
(dalam batas-batas kerahasiaan) terbukti berharga dalam mengubah
bagaimana organisasi menangani isu-isu penting yang berkaitan
dengan budaya.
• Mempromosikan Perubahan Organisasi. Mentoring berfokus pada
kolaborasi daripada perintah dan kendali (comman and control).
Hal itu menambah keseimbangan budaya nilai yang terlalu
maskulin yang telah menguasai banyak perusahaan selama
bertahun-tahun. Bukti yang melimpah menunjukan bahwa nilai-
nilai yang terkait dengan feminisme menerima organisasi-
organisasi dalam lingkungan yang ditandai oleh chaos,
keterbukaan, dan fleksibilitas.
• Meningkatkan Komunikasi. Dalam hubungan mentoring senior-
junior, posisi unik mentee di dalam organisasi dapat membantu
komunikasi informal karena dia berada dibeberapa level. Misalnya,
melalui hubungan dengan mentor, mentee manajemen junior
15
memiliki akses terhadap dan diterima oleh manajemen menengah.
Pada saat yang sama dia juga diterima di tingkat manajerial yang
lebih rendah, karena mentee sudah familiar dengan bahasa dan cara
keduanya, dia dapar dengan efisien gagasan dan pendapat masing-
masing kelompok kepada yang lain. Jejaring komunikasi informal
uang kaya itu meningkatkan produktivitas dan efisiensi di dalam
perusahaan atau organisasi karena hal itu membawa kepada lebih
banyak tindakan, lebih banyak inovasi, lebih banyak pembelajaran,
dan penyesuaian lebih cepat terhadap kebutuhan bisnis yang
berubah.
• Meningkatkan Lini Dasar. Dalam ekonomi berbasis-pengetahuan di
mana permintaan terus-menerus berubah dan komunikasi lebih baik
digambarkan sebagai web atau jejaring daripada serangkaian garis
lurus yang bergerak dari pimpinan melalui peringkat atau hirarki
sampai kepada alur dasar memerlukan partisipasi yang luas untuk
menjamin kesuksesan perusahaan. Mentoring dapat meningkatkan
lini dasar (bottom-line). Menurut Mike Pegg (2004) yang
mengimplementasikan program mentoring di Microsoft yang
menempati peringkat ke-2 dalam daftar perusahaan terbaik Times
London pada tahun 2011, mentoring menghasilkan perubahan
positif terhadap bagaimana orang mengkomunikasikan strategi
perusahaan jangka panjang dan membantu membentuk karyawan
yang engaged yang memahami `ke mana perusahaan itu menuju
dan peranannya di dalam organisasi.
2.2 Career Plateau
2.2.1 Pengertian Career Plateau
Karir umumnya sering diartikan sebagai ide untuk terus bergerak ke
atas dalam garis pekerjaan yang dipilih seseorang. Bergerak ke atas artinya
memperoleh upah / gaji yang lebih besar, tanggung jawab yang semakin berat,
status, prestise, dan kekuasaan. Definisi karir yang digunakan penulis dalam
makalah ini adalah rangkaian sikap dan perilaku yang dirasakan seseorang
16
yang berhubungan dengan kegiatan dan pengalaman kerja dalam kehidupan
seseorang. Definisi ini menekankan bahwa karir berisikan sikap dan perilaku
serta rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karir seseorang
meliputi sebuah rangkaian pilihan di antara berbagai peluang dalam kehidupan.
Tetapi dari sudut pandang organisasi, karir mencakup proses yang digunakan
organisasi untuk melakukan pembaruan.
Definisi Karir
Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu
konsep yang tidak statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir
sebagai “perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”.
Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir
pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut.
Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang
pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi.
Perjalanan karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau
beberapa hari, atau mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian.
Perjalanan karir ini mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau
melibatkan serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di
seluruh dunia”.
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau
negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada
perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua
orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir
dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal,
tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak
formal.
Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi
organisasi. Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih
penting daripada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan
pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai
17
mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu
ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan
karir pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen.
Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih
kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan
karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi
akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta
meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan
hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan
yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan yang
dilakukan seseorang selama masa usia kerjanya”. Pertanyaannya sekarang
adalah sampai usia berapa Anda ingin berkarir? Seumur hidupkah? Apakah
Anda ingin menjadi long life employee atau Anda merencanakan membuka
usaha sendiri pada usia tertentu?
Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) :
1. Steady State: Pilihan karir untuk mengabdikan diri dalam satu jenis
pekerjaan tertentu. Misalnya terus-menerus bekerja di satu profesi,
sebagai programmer saja.
2. Linear : Adanya peningkatan ke atas pada satu jenis pekerjaan.
Misalnya saat ini Anda bekerja sebagai programmer, kemudian
meningkat menjadi System Analyst.
3. Spiral : Tetap menekuni satu bidang pekerjaan dalam 7-10 tahun,
kemudian beralih bidang pekerjaan, dimana tetap menggunakan
keterampilan dan pengalaman yang sudah ada. Misalnya setelah
bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka usaha
pribadi ”software house”, dengan memanfaatkan skill dan
pengalaman Anda sebelumnya.
4. Transitory: Memilih beralih karir dalam jangka waktu yang cepat,
dimana keinginan untuk menggeluti aneka ragam profesi menjadi
tujuan utamanya. Misalnya setelah bekerja sebagai programmer,
18
Anda ingin beralih menjadi web designer, kemudian Anda
memutuskan untuk menjadi instruktur dan sebagainya.
Menurut Umar (2004) karir adalah sebuah pekerjaan-pekerjaan dalam
karir yang merupakan reliasasi dari rencana-rencana hidup seseorang atau
mungkin sekedar “nasib”
Menurut Gomes (2007) ada 2 fokus dalam pengembangan karir yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam karir pada cara
pandang seseorang memandang karirnya. Dalam fokus internal ini, seseorang
perlu selalu dapat memandang karirnya secara positif. Pandangan yang positif
terhadap karir memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karirnya
dengan sedikit stress dan perasaan negatif lainnya, sehingga pada gilirannya
karir seseorang akan lebih mudah mencapai kemajuan yang diharapkan.
2.2.2 Definisi Career Plateau
Menurut Greenhaus, Parasuraman & Wormley dalam Siti
Djamilah (2005) karir plateau adalah titik dalam suatu karir dimana
kemungkinan untuk mendapatkan promosi hirarki sangat kecil. Ukuran plateau
dapat secara objektif atau secara subyektif. Secara obyektif yaitu selama lebih
dari 7 tahun menduduki posisi/jabatan yang sama.
Menurut Bardwick dalam Siti Djamilah (2005) mengemukakan
bahwa seseorang mungkin mengalami 2 bentuk karir plateau yaitu struktural
hirarkhi dan job content. Karir plateau hirarkhi terjadi ketika seseorang
mempunyai kesempatan kecil untu pergerakan vertical ke atas dalam
organisasi. Sedangkan job content plateauing terjadi ketika seseorang tidak lagi
tertantang oleh pekerjaan atau oleh tanggung jawab pekerjaannya.
Taraf tidak ada kemajuan dalam karir (career plateau) didefinisikan
sebagai suatu titik dalam suatu karir dimana kemungkinan tambahan promosi
secara hierarkis sangat rendah Byars dan Rue (1997). Taraf tidak ada
kemajuan dalam karir muncul ketika seorang karyawan mencapai suatu posisi
dimana dari posisi ini dia tidak mungkin untuk dipromosikan lebih lanjut. Pada
19
dasarnya, semua orang akan mencapai taraf tidak ada kemajuan dalam karir,
hanya saja sementara orang mencapainya lebih awal dari yang lain. Karyawan
yang berada pada taraf tidak ada kemajuan dalam karir adalah mereka yang
mencapai batas tertinggi dalam kaitan dengan usaha memajukan diri mereka
jauh sebelum mereka pensiun.
Menurut James L. Gibson, jalur karir ini ada beberapa macam, di
antaranya :
• Puncak datar (plateau)
Puncak datar merupakan titik akhir dalam akhir pendakian
seseorang. Dewasa ini, para pekerja mencapai puncak datarnya
lebih cepat. Sebuah puncak datar merupakan dilema yang
menimbulkan rasa putus asa bagi kebanyakan pekerja yang merasa
bahwa karir mereka telah berakhir. Selain itu, banyak yang
mengalami perasaan kegagalan pribadi.
• Jalur karir berliku
Sebagian pekerja memberi tanggapan dengan mengambil jalur karir
berliku, mereka meninggalkan tempat kerja dan mencoba bergerak
ke atas dengan berpindah – pindah dari satu perusahaan ke
perusahaan lain, bahkan kadangkala dari satu industri ke industri
lain.
Para pekerja puncak datar yang enggan untuk pindah dapat
melakukan mutasi lateral guna memperluas keahlian manajerial
mereka dan untuk mengatasi tantangan – tantangan baru. Kadang –
kadang, sebuah mutasi lateral dapat membuka jalur ke atas yang
baru. Beberapa pekerja menjadi lebih merasa terlibat dalam melatih
para manajer yang lebih muda atas bidang keahlian mereka.
Sementara yang lain lebih memusatkan perhatian ‘harga’ mereka
dengan melanjutkan studi yang lebih tinggi dan selanjutnya
mengembangkan kehidupan sosial mereka. Semakin banyak
perusahaan yang mengembangkan pelatihan dan seminar karir
dengan tujuan meningktkan kepuasan manajer atas jabatannya yang
20
sekarang, selain terus berupaya menyesuaikan aspek – aspek dalam
jabatan dengan kegemaran dan bakat manajer dengan memberikan
tanggung jawab yang lebih besar.
2.2.3 Hal Yang Mempengaruhi Karir Plateau
Nilai dan perspektif karyawan terhadap karir perlu mendapat perhatian.
Karyawan memiliki beberapa cara perhitungan nasib sehingga mereka
berupaya untuk meraih peluang agar mampu mencapai keberhasilan yang salah
satunya berasal dari karir (Ongori & Agolla, J.E, 2009). Kesuksesan dalam
karir seringkali dikaitkan dengan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan.
Semakin tinggi struktur organisasi, maka semakin banyak posisi-posisi yang
dapat dilalui dan berarti adanya ketegasan jalur karir. Dengan demikian
karyawan akan mengetahui urutan pekerjaan yang harus dilalui , jabatan yang
jelas dan terukur
Beberapa penyebab diantaranya ialah :
• Content plateauing terjadi ketika seseorang merasa pekerjaan yang
dimiliki sudah tidak menantang lagi (Puji, 2002)
• life plateauing terjadi karena merasa jenuh atau bosan dalam
kehidupan kerja (Puji, 2002)
• Menurut Allen et. Al (1999) ada tiga faktor penyebab
karir plateauing yakni variable demografi seperti usia, lama
bekerja, tingkat pendidikan faktor orientasi personal seperti
keinginan untuk belajar, eksplorasi karir, perencanaan karir dan
keterlibatan kerja; persepsi lingkungan kerja seperti dukungan
atasan, dukungan manajemen pucak maupun dukungan rekan kerja.
• Kurangnya perhatian atas karir karyawan
• Kurangnya peluang yang diberikan
• Kurangnya kepercayaan yang diberikan
• Masa kejenuhan karyawan
21
• Merasa cocok dengan pekerjaannya sehingga tidak ingin dipindahkan
• Faktor demografi yaitu (usia) dan (pendidikan)
2.2.4 Cara Mengatasi Plateau
Taraf tidak ada kemajuan dalam karir (career plateau) didefinisikan
sebagai suatu titik dalam suatu karir dimana kemungkinan tambahan promosi
secara hierarkis sangat rendah (Byars dan Rue, 1977).
Pada dasarnya semua orang akan mencapai taraf tidak ada kemajuan
dalam karir, hanya saja sementara orang mencapainya lebig awal dari yang
lain. Karyawan yang berada pada taraf tidak ada kemajuan dalam karir adalah
mereka yang mencapai batas tertinggi dalam laitan dengan usaha memajukan
diri mereka jauh sebelum mereka pensiun.
Merehabilitasi Taraf Tidak Ada Kemajuan dalam Karir yang tidak
Efektif. Merehabilitasi taraf tidak ada kemajuan dalam karir yang tidak efektif
merupakan hal yang cukup sulit, meskipun sangat mungkin untuk dilakukan.
Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Menyediakan alat pengganti penghargaan.
2. Mengembangkan cara baru untuk membuat
pekerjaan mereka saat ini lebih memuaskan.
3. Revitalisasi efek melalui penugasan kembali.
4. Memanfaatkan program pengembangan secara
mandiri yang didasarkan pada kenyataan.
5. Mengubah sikap manajerial kearah peduli
terhadap karyawan yang mencapai taraf tidak ada kemajuan dalam
karir
6. Memperhatikan jenjang karir bagi karyawan
7. Memberi lebih banyak peluang
22
8. Mendorong karyawan untuk mempelajari
pekerjaan divisi lain
9. Mengorganisir pekerjaan yang diberikan
10. Mentoring
2.3 Turnover Intention
2.3.1 Pengertian Turnover Intention
Ada beberapa pengertian tentang Turnover Intention menurut beberapa
ahli yaitu :
• (Robbins, 2006) mendefinisikan turnover sebagai pemberhentian
pegawai yang bersifat permanent dari perusahaan baik yang
dilakukan oleh pegawai sendiri (secara sukarela) maupun yang
dilakukan oleh perusahaan.
• (Glissmeyer, Bishop & Fass, 2008) Turnover intention didefinisikan
sebagai sikap yang mempengaruhi niat untuk berhenti dan
benarbenar berhenti dari organisasi.
• (Bockermann dan Ilmakunnas, 2004) mendefinisikan intention to
turnover sebagai sikap perilaku seseorang untuk menarik diri dari
organisasi, sedangkan turnover dianggap sebagai pemisahan yang
sebenarnya dari organisasi.
• (Zeffane, 2011) intensi didefinisikan sebagai niat atau keinginan yang
timbul pada individu untuk melakukan sesuatu.
• (Fishbein dan Ajzen, 1975) intensi sebagai kemungkinan subjektif
seseorang yang melibatkan antara dirinya dan sesuatu perbuatan
tertentu.
23
• (Abelson, 1987) turnover intention didefinisikan sebagai suatu
keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari
alternatif pekerjaan lain.
• (Ancok, 1985) intensi sebagai niat seseorang untuk melakukan
perilaku tertentu.
• (Michaels dan Spector, 1982) (Motowildo ,1983) (Steel dan Ovalle,
1984) intensi merupakan suatu prediktor tunggal terbaik bagi
perilaku yang akan dilakukan seseorang, maka intensi turnover
merupakan prediktor terbaik terhadap gejala atau perilaku turnover.
Sehingga turnover intention dapat didefinisikan sebagai keinginan
seseorang untuk keluar dari perusahaan. turnover intentions pada dasarnya
adalah sama dengan keinginan berpindah pegawai dari satu tempat kerja ke
tempat kerja lainnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover
intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap
realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja
lainnya. menyatakan turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari
keinginan untuk keluar dari perusahaan. Banyak alasan yang menyebabkan
timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover
(Mobley et al ,1986) dalam (Rodly ,2012) menyatakan bahwa banyak
faktor yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun
faktor determinan keinginan berpindah diantaranya adalah :
1. Kepuasan Kerja
Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologi
yang paling sering diteliti dalam suatu model intention to leave.
Aspke kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan
individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan
upah dan promosi, kepuasan atas supervise yang diterima,
24
kepuasan dengan rekan kerja dan kepuasan akan pekerjaan dan isi
kerja.
2. Komitmen organisasi
Karena hubungan kepuasan kerja dan keinginan menginggalkan
tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian maka jelas
model proses intention to leave karyawan harus menggunakan
variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai satu-satunya variabel
penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to
leave memasukkan konstruk komitmen organisasional sebagai
konsep yang turut menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk
perilaku, komitmen organisasional dapat dibedakan dari kepuasan
kerja. Komitmen mengacu pada respon
emosional (affective) individu kepada keseluruhan organisasi,
sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atas
aspekkhusus dari pekerjaan.
(Menurut Griffet 1995 dalam Rodly, 2012) bahwa Hampir semua
model intention to leave dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan
komitmen organisasi yang rendah, yaitu :
1. Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap
intention to leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja
berkaitan erat denganproses kognisi menarik diri (pre with drawal
cognition), intensi untuk pergi, tindakan nyata berupa keputusan
untuk keluar dari tempat kerja, dan beralih mencari pekerjaan yang
lain.
2. Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh
terhadap terjadinya intention to leave dibanding kepuasan kerja.
(Menurut Robbins, 2005) sejauh mana seseorang berkecimpung dalam
pekerjaan dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Keterlibatan atau
25
partisipasi karyawan dalam bekerja penting untuk diperhatikan. Adanya
keterlibatan karyawan menyebabkan mereka akan bersedia dan senang bekerja
sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu
cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah
dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan
keputusan. Cara ini dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa
yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama.
Selain keterlibatan kerja peran dukungan organisasi juga
mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Seperti yang
dikemukakan (Burke, 2003) bahwa peran dukungan organisasi sepenuhnya di
mediasi oleh hubungan kepuasan kerja. Secara umum, temuan penelitian ini
konsisten dengan teori peran dukungan organisasi dalam kaitannya dengan
penelitian terdahulu. Komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh dukungan
organisasi.
Hal ini ditegaskan oleh (Fuller et al., 2003) secara konsisten telah
menemukan bahwa dukungan organisasi terkait secara positif dengan
komitmen organisasi.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup kompleks dan
saling berkaitan satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain usia, lama
bekerja, tingkat pendidikan, keterikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja,
dan budaya perusahaan (Novliadi, 2007)
Menurut Zeffane (2003:27-31) ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya turnover :
- Faktor eksternal seperti pasar tenaga kerja.
- Faktor institusi seperti ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan
supervisi.
- Karakteristik personal bisa dari karyawan seperti intelegensi, sikap,
masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi
individu terhadap pekerjaannya.
26
Menurut Mueller (2003:2-5), ada beberapa aspek yang bisa dipakai
sebagai predictordari turnover. Yakni:
Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi (External dan
alternatives.). Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk
meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan,
maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal
sebagai prediktor dari turnover organisasional.
• Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal
alternatives). Menurut (Cable dan Turban, 2001) dalam (Mueller,
2003:2-3) bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada
pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia
namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Salah satu
konteks organisasional yang penting tersedianya adalah alternatif di
dalam organisasi tersebut. Ketersediaan dan kualitas pekerjaan
yang bisa diacapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks
utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif
eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover dari organisasi
jika ia merasa bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan untuk
pindah (internal transfer)ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama
yang dianggapnya lebih baik.
• Harga /nilai dari perubahan kerja ( Cost of job change) Individu
meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya
alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari
organisasi. Namun ada faktor lain yang membuat individu memilih
untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan (Embeddedness).
Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung untuk
tetap pertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada
kesulitan yang dihadap oleh individu untuk berpindah atau
mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif yang
lebih baik di luar. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari
27
turnover adalah asuransi kesehatan dan benefit-benefit yang didapat
dari organisasi (misal pensiun dan bonus-bonus). Hubungan
finansial ini juga berkaitan erat dengan komitmen
kontinuans(continuance commitment), yaitu kesadaran karyawan
bahwa turnover membutuhkanbiaya (Meyer & Allen, 1997 dalam
Mueller, 2003).
• Kejadian-kejadian kritis (Critical Events) Menurut (Beachs, 1990)
dalam (Muelle, 2003), kebanyakan orang jarang memutuskan
apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak,
dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi
dari suatu pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian - kejadian
kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif
individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan
melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis
diantaranya adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari
pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan
pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran
yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja
yang lain. Semua kejadian - kejadian tersebut bisa meningkatkan
atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena
setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang
satu dengan yang lain.
• (Lee & Mitchel dalam Kalnbach & Griffin, 2002) mengatakan ada
empat komponen utama dalam perilaku turnover seorang
karyawan;
1. Shocks.
Merupakan kejadian khusus/mengejutkan yang menimbulkan
analisa secara psikologis untuk keluar (berhenti) dari
28
perusahaan. Contoh: pernikahan , transfer pekerjaan,
konflikserius dengan atasan/ rekan kerja
2. Images Violations
(Gambaran terhadap Pelanggaran) Adalah gambaran/
bayangan terhadap pelanggaran. Pelanggaran ini merupakan
hasil dari beberapa kejadian yang mengarahkan individu untuk
menentukan atau memutuskan bahwa dia tidak dapat
mengintegrasikan nilai-nilainya ke dalam shocks. Sehingga,
ada dua pilihan: memperbaiki image diri atau meninggalkan
perusahaan.
3. Scripts
Merupakan rangkaian peta kognitif untuk perilaku yang
otomatis (mendadak) dalam situasi yang telah dikenal.
4 Search For and/ or Evalution of Alternatif To The Job
Dua alternatif bagi karyawan yang keluar dari perusahaan.
Pertama; non-work, dimana individu melanjutkan pendidikan
ke tingkat yang lebih tinggi atau menjatuhkan pada pilihan
bekerja di luar rumah. Kedua; mencari dan mengevaluasi
pekerjaan lain.
2.3.3 Penyebab Terjadinya Turnover Pada Karyawan
Turnover atau pemberhentian antara suatu perusahaan atau beberapa
orang karyawan menurut Susilo (1996:194) bahwa penyebab karyawan keluar
dari perusahaan adalah karena alasan:
a. Ketidaktepatan pemberian tugas
Karyawan, khususnya pada masa percobaan, merasa kurang cocok dengan
tugas yang diberikan pada masa percobaan tersebut. Sehingga menurut
pertimbangannya tak akan mungkin ada perkembangan dimasa depan.
b. Alasan mendesak
29
- Upah atau gaji tidak pernah diberikan pada waktunya meskipun
karyawan telah bekerja dengan baik.
- Pimpinan perusahaan/organisasi melalaikan kewajiban yang sudah
disetujui dengan karyawan.
- Bila pekerjaan yang ditugaskan pada karyawan ternyata dapat
membahayakan keselamatan dirinya maupun moralnya.
- Karyawan memperoleh perlakuan pimpinannya secara tidak
manusiawi atau bersifat sadis atau sebagainya.
c. Menolak pimpinan baru
Apabila karyawan tidak cocok dan tidak sehati dengan sepak terjang
pimpinan baru, dapat saja mengakibatkan timbulnya stress yang tidak
menguntungkan dirinya.
Sedangkan menurut (Hasibuan, 2008) alasan karyawan keluar dapat
digolongkan berdasarkan:
1) Undang-undang
Dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu
perusahan. Misalnya: karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau
karyawan yang terlibar organisasi terlarang.
2) Keinginan perusahaan
Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang
karyawan secara terhomat ataupun dipecat. Keinginan suatu
perusahaan untuk memberhentikan karyawan menurut (Hasibuan,
2008) disebabkan karena:
- Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
- Perilaku dan disiplinnya kurang baik.
- Melanggar peraturan dan tata tertib.
- Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan
lain.
- Melakukan tindakan moral dalam perusahaan
30
3) Alasan pengunduran diri karena keinginan karyawan antara lain:
- Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua
- Kesehatan yang kurang baik
- Melanjutkan pendidikan
- Berwiraswasta
4) Pensiun
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan,
undang-undang ataupun keinginan karyawan itu sendiri. Keinginan
perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya
rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam
melaksanakan pekerjaan. Undang-undang mempensiunkan seseorang
karena telah mencapai batas usia 55 tahun dan minimum masa kerja
15 tahun.
5) Kontrak kerja berakhir
Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak
kerjanya berakhir. Pemberhentian berdasarkan berkahirnya kontrak
kerja tidak menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih
dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima.
6) Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian
karyawan. Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan
perusahaan ataupun keinginan karyawan.
7) Meninggal dunia
Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan
kerjanya dengan perusahaan. perusahaan memberikan pesangon atau
uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan
yang ada.
8) Perusahaan likuidasi
31
Karyawan akan lepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena
bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku.
2.4 Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai tinjauan pustaka dalam
rangka penyusunan penelitian ini. Yang mana kegunaannya untuk mengetahui
hasil penelitian yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu. Berikut ini adalah
hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang diambil dari artikel jurnal ilmiah :
1. Jurnal oleh Shahzad Aziz Choudary, Prof. Dr Muhammad Ramzan, dan
Aisha Riaz. (2013) Strategies For Career Plateau: Empirical Investigation
Of Organizations In Pakistan. Interdiciplinary Journal Of Contemporary
Research In Business. (Lahore). Vol 4 No 9
Penelitian ini merupakan perbandingan antara mentoring, career plateau dan
turnover intention yang menjelaskan strategi yang paling signifikan terhadap
career plateau dan akan otomatis mengurangi turnover intention karena pada
jurnal ini dijelaskan dimana career plateau sangat berhubungan erat dengan
turnover intenton. Disini peneliti memasukan beberapa strategi untuk
mengurangi career plateau dan akan mengurangi turnover intention yaitu
diantaranya mentoring, job rotation, job enlargement, job enrichment.
Setelah melakukan penelitian dengan menyebar kuesioner kepada karyawan
yang bekerja pada NIPS (National Institute of Population Studies), dengan
megambil populasi sebanyak 40 responden. Dan dimana didapatkan dari hasil
statistic bahwa startegi yang paling signifikan diantara mentoring, job
rotation, job enlargement, job enrichment adalah mentoring. Karena biasanya
career plateau bersifat lebih mengacu kepada sikap dari seorang individu
karyawan yang kurang memiliki motivasi dalam berkarir, kurangnya
kemampuan dengan pekerjaan yang sekarang dimilikinya dikarenakan sikap
seseorang individu karyawan tersebut sehingga menyebabkan niat karyawan
untuk kelur dari perusahaan (turnover intention). Mentoring merupakan jalan
pemecahan masalah yang tepat karena termasuk pengembangan diri jadi
apabila seorang karyawan melakukan mentoring akan menghasilkan
kemampuan dan juga motivasi dari diri masing-masing individu tersebut.
32
Sedangkan 3 diantara stretegi lainnya tidak berfokus pada pengembangan diri
seorang karyawan.
2. Jurnal oleh Sharon G. Helman, Daniel T. Holt, Christine Y. Rilovick.
(2008) Effects of Career Plateauing on Turnover a Test of a Model. Journal
of Leadership and Organizational. 15:59-68
Penelitian ini untuk melihat hubungan antara career plateau dengan turnover
intention. Pada jurnal menjelaskan beberapa faktor yang beruhubungan
dengan career plateau diantaranya job satisfication, organizational
commitment, dan disini dijelaskan bahwa career plateau positif memiliki
hubungan yang searah dengan turnover intention dan career plateau negatif
memiliki hubungan searag melainkan tidak searah dengan job satisfication
dan organizational commitment. Hasilnya dibuktikan dengan pernahnya
dilakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 625 dan yang
kembali sebanyak 326 kepada pegawai sipil di Nigeria. Dan didapatkan
bahwa memang career plateau disini dapat menyebabkan turnover intention
tanpa mempertimbangkan variable pengontrolnya yaitu job satisfication dan
organizational commitment
3. Jurnal oleh Benjamin P. Foster. (2004) The Impact of Mentoring on
Career Plateau and Turnove Intention of Management Accountats. Journal of
Applied Business Research. Vol 20, No 4
Penelitian ini berisi tentang dimana mentoring dapat menjadi strategi
manajemen dalam mengurangi karyawan yang frustasi dalam karir mereka
dan mengalami career plateau sehingga karyawan dapat berniat untuk keluar
dari perusahaan atau disebut turnover intention. Penelitian pada jurnal ini
dilakukan pada salah satu perusahan di Amerika dengan memberikan
kuesioner sebanyak 235 responden yang diberikan kepada karyawan akuntan
publik. Dari hasil yang diperoleh dinyatakan bahwa adanya variabel control
yang mempengaruhi terjadinya career plateau dan turnover intention yaitu
dari kepuasan kerja dan atribut pekerjaan. Dari analisis yang ada
mengindikasikan bahwa untuk mengurangi career plateau dan turnover
intention yaitu dengan cara melakukan mentoring untuk memajukan karir
mereka dan meningkatkan penglaman kepada karyawan. Setelah dilakukan
indentifikasi terhadap masalah career plateau dan turnover intention bahwa
33
mentoring hal yang paling berpengaruh besar dan lebih memiliki fokus
dalam mengurang jumlah career plateau dan turnover intention.
4. Jurnal oleh Ongori. H dan Agolla. J.E. (2009) Paradigm Shift in
Managing Career Plateau in Organization: The Best Strategy to Minimize
Employee Intention to Quit. Journal of Leadership and Organizational
Studies. Vol 15 (1) pp.59-68
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui untuk mengetahui kontribusi-
kontribusi apa saja yang berpengaruh kepada career plateau sehingga kita
dapat mengetahui bagaimana menemukan solusi untuk mengatur career
plateausehingga dapat meminimalisir karyawan yang berniat keluar turnover
intention dikarenakan manager pada suatu organisasi merasa bingung apa
saja yang dapat mempengaruhi turnover dan career plateau. Disini dijelaskan
beberapa hal yang dapat menjadi kontribusi pada career plateau yaitu
lambatnya pertumbuhan ekonomi, terjadi di organisasi yang masih dalam
masa re-structuting, dan kurangnya teknologi yang mendukung. Apabila kita
dapat mengatur faktor kontribusi tersebut maka turnover intention yang
terjadi akan otamtis berkurang. Dari hasil analisis penelitian dijelaskan bahwa
hubungan yang terjadi pada career plateau dan turnover intention ialah
positif dan searah, apabila career plateau menurun maka turnover intention
akan menurun pula.
5. Jurnal oleh Samuel O. Salami (2010) Career Plateau and Work Attitudes:
Moderating Effects of Mentoring others with Nigerian Employees. Journal
Psychology. Vol 6 No 4
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara career plateau,
turnover intention, kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan mentoring
sebagai yang memoderasi. Penelitian ini dilakukan kepada pegawai
pemerintahan sebanyak 280 karyawan. Dan disini dijelaskan bahwa career
plateau tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja
dan komitmen organisasi, melainkan career plateau sangat berhubungan
secara signifikan terhadap career plateau. Dan dari hasil analisis regresi yang
dilakukan, dijelaskan pula bahwa mentoring dapat memoderasinya, indikasi
mentoring merupakan sangat signifikan untuk masalah career plateau dan
turnover intention.
34
Career Plateau (X)
Mentoring (Z)
Turnover Intention (Y)
2.5 Kerangka Pemikiran
H1
H2
Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Penelitian
Pengaruh Career Plateau terhadap Turnover Intention dan Variabel Mentoring
yang mempengaruhi dampak antara Career Plateau dan Turnover Intention.
2.6 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang diajukan, tujuan penelitian, dan tinjauan
pustaka di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
Hipotesis pertama
� H0 : Career Plateau (X1) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara
parsial terhadap Turnover Intention (Y)
� Ha : Career Plateau (X1) memiliki kontribusi yang signifikan secara
terhadap Turnover Intention (Y).
35
Hipotesis kedua
• H0 : Career Plateau (X1) dan Turnover Intention (Y) tidak memiliki
kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap
Mentoring (X2) pada PT. Kastrelindo Karya Putra.
• Ha : Career Plateau (X1) dan Turnover Intention (Y) memiliki kontribusi
yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Mentoring (X2)
pada PT. Kastrelindo Karya Putra.