bab ii landasan teori - abstrak.uns.ac.id · dilihat dari besarnya jumlah unit atp yang dihasilkan...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Perspektif Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses perubahan kapasitas fungsional atau
kemampuan kerja organ-organ kearah keadaan yang semakin terorganisir dan
terspesialisasi. Maksud dari terorganisir yaitu organ organ tubuh semakin bisa
dikendalikan sesuai dengan kehendak. Sedangkan terspesialisasi yaitu
kemampuan organ-organ tubuh semakin dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Perkembangan dapat terjadi dalam bentuk perubahan kuantitatif
dan kualitatif, atau perubahan pada kedua-duanya secara serempak. Perubahan
kuantitatif merupakan perubahan yag dapat diukur atau dihitung. Sedangkan
perubahan kualitatif yaitu perubahan dalam bentuk semakin baik, semakin teratur,
semakin lancar dan sebagainya yang ada dasarnya merupakan perubahan yang
tidak bisa atau sukar diukur. (Sugianto, 1998:14).
Perkembangan individu mencakup berbagai aspek yang ada di dalam
dirinya, yang berpengaruh terhadap perkembangan itu meliputi berbagai faktor,
baik yang berada di dalam dirinya maupun yang berada di luar dirinya. Berbagai
aspek yang berkembang dan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan perlu dipadukan dalam membentuk konsep perkembangan secara
menyeluruh. Di dalam membahas konsep perkembangan diperlukan kerangka
acuan. Teori-teori perkembangan yang sudah berkembang lebih awal digunakan
sebagai acuan dalam studi perkembangan gerak. Secara umum perkembangan
dikaji dari perspektif atau sudut pandang biologi dan psikologi. Dalam perspektif
biologis, keterbentukan dan perkembangan bagian-bagian dan sistem tubuh
dipelajari pada level seluler dan pada lever organismik. Pada level seluler
dipelajari perkembangan sel yang membentuk organ-organ tubuh manusia,
sedangkan pada level organismik dipelajari organ-organ tubuh manusia. Dalam
perspektif psikologis individu dipelajari dalam segi berfikir, emosi dan
perasannya (Sugianto, 1998:18).
11
Perkembangan individu bersifat individual dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai faktor eksternal dan
internal individu. Masing-masing individu memiliki tingkat kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda sesuai dengan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perkembangan individu tersebut. Aspek genetis dan aspek
lingkungan baik fisik maupun sosial secara bersama memberikan pengaruh pada
pola perkembangan.
Perkembangan individu mencakup seluruh aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Dalam perkembangannya seluruh aspek dalam diri individu
berkembang secara berkesinambungan dan saling mempengaruhi satu dengan
yang lainnya. Keserasian antar masing-masing aspek perkembangan memberikan
kualitas perkembangan individu yang optimal.
Walaupun perkembangan individu bersifat individual tetapi secara umum
menunjukkan pola perkembangan-perkembangan yang sama. Perkembangan
individu memiliki korelasi yang sangat erat dengan umur namun tidak tergantug
dengan umur. Dalam proses perkembangan individu sebagai proses berkelanjutan
yang berlangsung seumur hidup terdapat periode-periode perkembangan individu
yang menunjukkan karakteristik perkembangan yang sama untuk semua individu
secara umum perubahan yang terjadi pada awalnya bersifat peningkatan dan
kemudian mengalami penurunan.
Karakteristik perkembangan individu secara umum menunjukkan fase-fase
yang sama pada periode unsur tertentu. Fase-fase perkembangan berdasarkan
umur secara umum dibagi menjadi beberapa fase seperti di bawah ini :
12
Tabel. 01. Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Umur (Sugianto et al,
2007:105).
Fase perkembangan Batasan usiaFase sebelum lahir
Awal Embrio
Janin
Selama 9 bulan 10 hariSaat pembuahan sampai 2 mingu2 sampai 8 minggu8 minggu sampai menjelang lahirbayi
BayiNeonatal
Saat lahir sampai 1 atau 2 bulanSaat lahir sampai 4 minggu
Anak kecil 1 atau 2 sampai 6 tahunAnak besar PerempuanAnak besar Laki-laki
6 sampai 10 tahun6 sampai 12 tahun
Adolesensi perempuanAdolesensi laki-laki
10 sampai 18 tahun12 sampai 20 tahun
Dewasa muda 18/20 sampai 40 tahunDewasa madyaDewasa tua (usia lanjut)
40 sampai 60 tahunLebih dari 60 tahun
2. Kemampuan Kapasitas Aerobik
Kapasitas aerobik adalah banyaknya energi yang tersedia untuk melakukan
kerja pada sistem aerob (Doewes, M, 2008; Sugiyanto dan Sudjarwo, 1993).
Kapasitas aerobik cenderung diterjemahkan sebagai kemampuan tubuh dalam
mengambil, mengedarkan dan menggunakan oksigen untuk membentuk ATP.
Kapasitas ini dapat diketahui dengan melakukan uji terhadap kemampuan tubuh
dalam kerja secara aerob semaksimal mungkin.
O2 max juga dapat didefinisikan sebagai jumlah maksimal oksigen yang
dapat dihirup dari udara kemudian diangkut dan digunakan dalam jaringan untuk
menghasilkan ATP. Energi yang dibutuhkan pada saat aktifitas atau berolahraga
merupakan energi yang dihasilkan melalui sistem aerobik.
“Pada saat melakukan pengerahan tenaga maksimum (melakukan aktifitasfisik atau latihan fisik dengan intensitas tinggi yang cukup lama hinggalelah), maka energi yang dikeluarkan per satuan waktu merupakan energimaksimum yang dikenal sebagai keluaran energi maksimal” (Fox, 1988;McArdle, 1986; Bowers, 1992).
13
Berdasarkan hasil penelitian, maka ternyata bahwa pada atlet yang
berprestasi pada olahraga dengan daya tahan tinggi, ditemukan 02 Maxnya juga
tinggi, yaitu sebesar di atas 50 cc O2/kgBB/ menit atau superior. Kapasitas aerobik
maksimal biasanya dinyatakan sebagai "Maksimal Oksigen Uptake", dan
merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang prestasi kerja atau
ketahanan fisik seseorang (Rushall dan Pyke, 1990). 02 Max merupakan faktor
yang dominan terhadap kemampuan tubuh seseorang. Kapasitas aerobik pada
hakekatnya merupakan gambaran besarnya kemampuan motorik (motoric power)
dari proses aerobik seseorang. Dengan demikian, seseorang akan besar
kemampuannya untuk memikul beban kerja yang berat dan lebih cepat pulih
kesegaran fisiknya sesudah kerja.
Penggunaan oksigen maksimal merupakan faktor yang menentukan
penampilan daya tahan, yaitu
“pengangkutan dan penggunaan oksigen maksimal oleh otot. Pada titikdimana pemakaian oksigen maksimal dicapai, maka konsumsi oksigentidak meningkat lagi, walaupun beban diperberat. Ini disebut konsumsioksigen maksimal/penggunaan oksigen maksimal ( 02 Max)” (McArdle,1986).
Penyediaan ATP saat kerja tubuh yang bersifat aerobik, dilakukan melalui
suatu metabolisme yang khas. Dilihat dari ketersediaan oksigen (O2) maka jenis
metabolisme untuk menunjang aktivitas aerob adalah metabolisme aerob. Berikut
ini akan dijelaskan tentang metabolisme aerob dalam tubuh:
a. Metabolisme Aerobik
Sistem energi utama yang bekerja dalam tubuh dalam proses resintesis
ATP adalah dengan oksidasi karbohidrat, lemak, dan protein yang disimpan
dalam sel. Disebut sebagai oksidasi karena dalam reaksinya menggunakan
oksigen sehingga metabolisme jenis ini disebut sebagai metabolisme aerobik.
Tidak seperti dalam metabolisme anaerobik, proses resintesis ATP secara aerobik
tidak menghasilkan asam laktat. Sumber utama dalam metabolisme ini adalah
oksigen dan tiga bahan makanan utama: karbohidrat, lemak dan protein.
14
“Walaupun protein bisa menjadi sumber tenaga tetapi ini jarang terjadiselama karbohidrat dan lemak masih tersimpan dalam tubuh. Dalamaktivitas fisik dan olahraga dengan intensitas rendah dan sedang,karbohidrat dan lemak merupakan bahan utama dalam penyediaan tenaga”(Klein, S., Coyle, E.F., and Wolfe. R.R., 1994).
Bagaimana urutan tubuh dalam menggunakan bahan-bahan makanan
tersebut dapat dilihat pada gambar 01.
Gambar 01. Urutan Penggunaan Bahan Makanan Secara Aerobik, dikutip dari
Melvin H. William, 1991. Nutrition for Fitness and Sport, Iowa: Wm. C. Brown
Publishers.
Selain tidak menimbulkan kelelahan karena tidak menghasilkan asam
laktat, metabolisme aerobik juga sangat efisien dalam pembentukan ATP. Ini bias
dilihat dari besarnya jumlah unit ATP yang dihasilkan selama proses metabolisme
aerobik yaitu sejumlah 36 ATP. Sebaliknya jumlah ATP yang dihasilkan dalam
proses metabolisme anaerobik hanya sejumlah 2 ATP. Namun untuk mendapatkan
ATP sebesar itu, diperlukan beberapa reaksi kimia yang terjadi yaitu glikolisis
aerobik serta reaksi yang terjadi di dalam mitokondria berupa siklus krebs
(Tricarboxyclic acid) dan sistem transpor elektron (Electron Transport System).
15
1) Glikolisis aerobik
Reaksi pertama adalah pemecahan glikogen menjadi CO2 dan H2O
disebut glikolisis. “Pada dasarnya, hanya terdapat satu perbedaan antara proses
glikolisis anaerobik dengan aerobik, yaitu pada glikolisis aerobik tidak terjadi
akumulasi asam laktat” (Coyle, 1984). Dengan kata lain, terdapatnya oksigen
menghambat terbentuknya asam laktat, tetapi tidak terjadi proses pembentukan
kembali ATP. Dalam glikolisis, hasil akhinya berupa dua molekul asam piruvat,
dua ATP dan 4H. Secara singkat dapat dituliskan dalam rumus kimia berikut:
Glukosa + 2 ADP + 2PO4 à 2 Asam piruvat + 2 ATP + 2ATP dan 4H
Asam piruvat yang terbentuk kemudian dikonversi menjadi molekul
asetikoenzim A (asetil KoA). Dalam proses konversi ini, tidak terbentuk ATP,
tetapi 4 atom hydrogen yang dilepaskan akan membentuk 6 molekul ATP jika
keempat atom hydrogen tersebut dioksidasi, seperti yang akan dibahas dalam
siklus asam sitrat atau siklus Krebs.
2) Siklus krebs (Tricarboxyclic acid)
Tahap selanjutnya dalam degradasi molekul glukosa dalam mitokondria
disebut siklus asam sitrat (juga disebut sebagai siklus asam trikarbosilat atau
siklus krebs) (Foss, 1998; Fox dan Bowers, 1993; Armstrong, 1995; Guyton dan
Hall, 1999; Ganong, 1999). Siklus ini merupakan suatu urutan reaksi kimia
dimana gugus asetil dari asetil-KoA dipecah menjadi karbondioksida dan atom
hydrogen. Reaksi ini terjadi di dalam matrik mitokondria.
3) Sistem transpor elektron (Electron Transport System)
Kelanjutan dalam pemecahan glikogen adalah hasil akhir berupa H2O
yang dibentuk dari H+ dan elektron-elektron yang diambil dari siklus krebs dan
oksigen yang dihirup. Reaksi khusus dalam proses pembentukan H2O ini disebut
sistem transpor elektron (Electron Transport System) atau respiratory chain. Yang
terpenting diketahui adalah apa yang terjadi ketika ion-ion hidrogen dan elektron-
elektron memasuki ETS melalui FADH2 dan NADH dan ditransporkan ke
oksigen melalui elektron pengangkut di dalam beberapa reaksi ezimatik yang
16
berurutan, dan produk akhirnya adalah air. Lebih singkat di tuliskan sebagai
berikut: 4H+ + 4e- + O2 à 2H2O dimana, 4 ion hidrogen (4H+) ditambah 4
elektron (4e-) ditambah 1 mol oksigen (O2) menghasilkan 2 mol air (2H2O).
Setelah itu, reaksi berlanjut ke fosorilasi oksidatif (oxidatife phosphorylation).
b. Daya Tahan Cardiovascular
Daya tahan (endurance) dalam dunia olahraga dikenal sebagai suatu
kemampuan organisme melawan kelelahan dalam penampilan yang berlangsung
lama. Namun demikian arti penampilan yang berlangsung lama, tidak sederhanan
salah satu contohnya pada atlet lari 100 meter, memerlukan daya tahan tertentu
(Furqon, 1995:74). “Daya tahan adalah kemampuan melakukan kerja yang
ditentukan intensitasnya dalam waktu tertentu, tanpa mengalami kelelahan dan
kadang-kadang disebut juga dengan stamina”. “Daya tahan (endurance) adalah
kemampuan organ atlet untuk melawan kelelahan yang timbul selama menjalan
aktivitas olahraga dalam jangka waktu yang lama” (Suharno,1993:42). Daya tahan
(endurance) menurut Nurhasan (2005:19)
“secara garis besar dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu :1). dayatahan cardiovascular atau daya tahan jantung dan paru-paru yang diartikansebagai kesanggupan jantung (sistem predaran darah) dan paru-paru(sistem pernapasan) untuk berfungsi secara optimal saat melakukanaktivitas sehari-hari, dalam waktu yang cukup lama tanpa mengalamikelelahan yang berarti. Daya tahan ini sangat penting untuk menunjangkerja otot, yakni dengan mengambil oksigen (O2) melalui pernapasan danmengirimnya ke otot-otot yang sedang aktif atau berkontraksi melaluipredaran darah dan 2). daya tahan otot merupakan kapasitas otot untukmelakukan kontraksi secara terus menerus pada tingkat intensitassubmaksimal. Daya tahan otot ini diperlukan untuk mempertahankankegiatan yang berlangsung lama, sehingga dalam hal ini melibatkan sistemcardiovascular”.
Istilah ketahanan atau daya tahan menurut Sukadiyanto (2005:57) adalah
“kemampuan peralatan organ tubuh olahragawan untuk melawan kelelahan
selama berlangsungnya aktivitas kerja”. Ketahanan atau daya tahan selalu
berkaitan dengan lamanya kerja (durasi) dan intensitas kerja, semakin lama durasi
17
latihan maka semakin tinggi intensitas kerja yang dapat dilakukan maka ia
memiliki ketahanan atau daya tahan yang baik.
Menurut Sharkey (2003:74) ”kebugaran atau daya tahan cardiovascularadalah kemampuan jantung dan paru-paru atau kesanggupan jantung(sistem predaran darah) dan paru-paru (sistem pernapasan) untukberfungsi secara maksimal, untuk menghirup, menyalurkan danmenggunakan oksigen (O2) secara maksimal (VO2max)”.
Daya tahan cardiovascular dapat diartikan sebagai kesanggupan jantung
(sistem peredaran darah) dan paru-paru (sistem pernapasan) untuk berfungsi
secara optimal saat melakukan aktivitas sehari-hari dalam waktu yang cukup lama
tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Aktivitas fisik memerlukan bantuan
oksigen (O2) dalam melakukan pembentukan energi, oleh karena itu daya tahan
cardiovascular erat kaitannya dengan kapasitas maksimal untuk menghirup,
menyalurkan dan menggunakan oksigen yang disebut maksimal pemasukan
oksigen oksigen (VO2max).
Dalam penelitian ini akan diukur kemapuan cardiovascular dengan tes
harvard step up yang identik dengan daya tahan sistem pernafasan, dan kapasitas
ambilan oksigen (O2) ke paru-paru atau biasa disebut Vo2 Max pada anak-anak
tingkatan usia 6 sampai dengan 12 tahun yang dilahirkan dan tinggal di dataran
tinggi maupun di dataran rendah.
1) Sistem Pernapasan (Respirasi)
Prestasi olahraga tidak bisa terlepas dari faktor-faktor seperti : 1). kualitas
fisik, 2). teknik dan 3).strategi. Salah satu aspek fisik yang diperlukan adalah
aspek fisiologis diantaranya adalah sistem pernapasan (respiratory). Meurut
Gayton (1983: 24) mengatkan bahwa ”seluruh aktivitas sistem pernapasan
(respiratory) diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, meningkatkan
ventilasi paru-paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen (O2) dan mengeluarkan
karbondioksida (CO2)”.
Menurut (Syaifuddin, 1997:87) Pernapasan atau respirasi adalah
”peristiwa penghirupan udara dari luar yang mengadung oksigen (O2) ke dalam
18
tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida
(CO2) sebagai sisa dari oksidasi ke luar dari tubuh”.
Sedangkan menurut Jusunul Hairy (1989:118), ”bernapas atau respirasimerupakan pertukaran gas yang terjadi antara organisme denganlingkungan sekitarnya. Proses respirasi dapat dibagi menjadi 3 bagianyakni : pernapasan luar (external respiration), pernapasan dalam (internalrespiration) dan pernapasan seluler (seluler respiration). Pernapasaan luarartinya oksigen (O2) dari udara luar masuk ke alveoli kemudian masuk kedarah. Pernapasan dalam artinya oksigen (O2) dari darah masuk kejaringan-jaringan dan pernapasan seluler adalah oksidasi biologis dimanaoksigen (O2) digunakan oleh sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi, airdan karbon dioksida (CO2).
Pendapat (Setijono Hari, 2001:26) mengatakan ”pada saat bernapas maka
terjadi peristiwa penghirupan oksigen (O2) (inspirasi) dan mengeluarkan
karbondioksida (CO2) disebut (ekspirasi), yang sangat berperan penting dalam
proses ini adalah paru-paru”. Dalam paru-paru terjadi pertukan zat antara oksigen
(O2) dan karbondioksida (CO2), oksigen (O2) ditarik dari udara dan masuk
kedalam darah dan kemudian karbondioksida (CO2) dikeluarkan dari dalam darah
secara osmosis.
Sedangkan menurut Guyton (1983), proses pernapasan berlansung menjadi
empat golongan utama antara lain :
1. Ventilasi paru-paru, yang berarti pemasukan dan pengeluaran udaradiantara atmosfir dan alveolus,
2. Difusi oksigen dan karbondioksida diantara alveolus dan darah,3. Transfer oksigen dan karbondioksida di dalam darah dan cairan tubuh
dari dan ke dalam sel4. Pengaturan respirasi dan segi-segi respirasi yang lain.
Pada perinsipnya bernapas atau respirasi adalah terjadinya pertukaran gas
dan pengeluaran uap air melaui ekspirasi. Bernapas menggambarkan suatu proses,
yang terdiri dari: mengambil atau menghirup oksigen (O2) kemudian masuk
kedalam paru-paru dan dikeluarkan dalam bentuk karbondioksida (CO2).
19
c. VO2 Max
“Maximal oxygen uptake” umunya sering disingkat sebabagai VO2 max,
dimana V pada oksigen dan max menyatakan kondisi maksimal. VO2 max adalah
volume oksigen (O2) maksimal yang digunakan oleh tubuh permenit (Fox 1984).
Kemampuan transpor oksigen (O2) secara maksimal dikenal sebagai VO2 max.
Pate (1993:255) mendifinisikan “VO2 max sebagai tempo tercepat dimana
seseorang dapat menggunakan oksigen (O2) selama berolahraga, VO2 max
mengacu pada kecepatan pemakian oksigen (O2), bukan sekedar banyaknya
oksigen (O2) yang dipakai”. Sedangkan menurut (Kathleen Liwijaya Kuntaraf,
1992:34) “VO2 max berarti voluma oksigen (O2) yang dapat digunakan oleh tubuh
saat bekerja sekeras mungkin”. Dari difinisi yang telah disebutkan dapat
disimpulkan bahwa VO2 max adalah jumlah oksigen (O2) maksimum yang dapat
dipergunakan persatuan waktu.
Menurut pendapat (Fox 1998) ”VO2 max meningkat disebabkan karenapeningkatan aktivitas otot rangka pada saat latihan dan berdampak padameningkatnya sebagian konsumsi oksigen (O2), maka otot besar harusdipergunakan apabila konsumsi oksigen (O2) maksimal ingin dicapai. Halini juga akan berpengaruh pada peningkatan kemapuan sistem sirkulasidarah dari bagian tidak aktif kebagian yang aktif dan kemampuan jaringanuntuk menyerap darah. Dan ini juga berakibat terjadinya perbedaankandungan oksigen (O2) antara darah di vena dan di arteri, sebagian besardarah yang mengandung oksigen (O2) akan mengalir ke otot yang yangsedang bekerja”.
Adapun faktor-faktor yang menentukan, konsumsi oksigen (O2) maksimal
(VO2 max) adalah : (1) Jantung, paru-paru dan pembuluh darah harus berfungsi
dengan baik, (2) Proses penyampaian oksigen (O2) ke jaringan oleh sel darah
merah harus normal, (3) Jaringan otot harus memiliki kapasitas yang normal
untuk mempergunakan oksigen (O2) atau memiliki metabolisme yang normal,
fungsi mitokondria harus normal (Fox 1998).
d. Faktor yang Mempengaruhi VO2 Max
VO2 max yang baik merupakan indikasi kebugaran fisik seseorang itu
baik. Unsur yang paling penting dalam kebugaran jasmani adalah daya tahan
20
cardiorespirasi atau cardiovascular. Daya tahan cardiorespirasi ini dipengaruhi
oleh berapa faktor fisiologis antara lain :
1) Keturunan, diketahui bahwa 93,4% VO2 max diitentukan oleh faktor
genetik.
2) Usia, daya tahan cardiorespirasi meningkat pada usia anak-anak dan
kemudian mencapai puncaknya pada usia 18-20 tahun. Anak-anak yang
masih tumbuh dan berkembang ( 13 tahun) bila berlatih akan
meningkatkan VO2 max 10-20% lebih besar dari yang tidak terlatih (Faisal
Yunus, 1997).
3) Jenis kelamin selama akil baliq tidak ada perbedaan antara VO2 max
antara anak laki-laki dan perempuan. Setelah usia ini VO2 max perempuan
hanya kira-kira 70-75% laki-laki.
4) Aktivitas fisik, laju pemakian oksigen (O2) meningkat sejalan dengan
meningkatnya intensitas kerja tergantung sampai tingkat maksimal.
Pemakian oksigen (O2) maksimal atau kerja, aerobik maksimal sangat
bervariasi bagi masing-masing individu dan meningkat dengan pelatihan
yang sesuai (Pate, 1993).
Selain itu, menurut Lamb (1984) beberapa faktor yang menentukan
konsumsi oksigen (O2) maksimal adalah :
1). Usia.
Usia sangat berpengaruh terhadap cardiac out-put dari jantung, sehingga
berpengaruh terhadap pengambilan oksigen (O2) dari alam bebas, antara usia yang
muda dan usia yang tua tidak menunjukkan perbedaan yang tajam. Lamb (1984)
menyatakan”pada usia 10-15 tahun dapat mencapai persentase peningkatan
VO2max yang sama dengan dewasa, tetapi kurang dari usia tersebut cendrung
lebih kecil persentase peningkatanya”.
2). Jenis kelamin.
Nilai VO2max dari laki-laki lebih besar dari perempuan, ini disebabkan
karena perubahan komposisi tubuh dan kandungan kadar hemoglobin (Hb) pada
laki-laki dan perempuan. Perempuan dewasa tidak terlatih memiliki lemak tubuh
21
26%, sedangkan laki-laki dewasa yang tidak terlatih memiliki lemak tubuh 15%,
perbedaan ini mengakibatkan transpor oksigen (O2) pada laki-laki lebih besar dari
pada perempuan. Perbedaan VO2max dari laki-laki dan perempuan adalah sebesar
15%-30%.
3). Kebiasaan Merokok.
Rokok sangat berpengaruh terhadap daya tahan cardiovaculer dan VO2
max. Karena dalam asap rokok saja mengandung 4% karbon monoksida (CO).
Sedangkan afinitas karbon monoksida (CO) pada hemoglobin (Hb) sebesar 200-
300 lebih kuat dari pada oksigen O2. Ini berarti karbon monoksida (CO) lebih
cepat mengikat hemoglobin (Hb) dibandingkan oksigen (O2). Tubuh saat
beraktivitas sangat memerlukan oksigen (O2), jadi karbon monoksida (CO) akan
menghambat pengangkutan oksigen (O2) kejaringan tubuh. Bila orang merokok
sehari 10-12 maka hemoglobinya (Hb) mengandung 4,9% karbon monoksida
(CO), sedangkan kadar oksigen (O2) ke jaringan akan menurun sekitar 5%.
4). Genetika.
Faktor genetika ini adalah sifat bawaan dari kedua orang tuannya.
Pengaruh keturunan ini kadang dilihat dari banyaknya serabut otot, yang
berpengaruh terhadap daya tahan dan ketahanan otot. Seseorang yang memiliki
serabut otot merah yang banyak akan lebih baik pada cabang olahraga yang
sifatnya aerobik, sedangkan seseorang yang memiliki serabut otot putih yang
banyak akan lebih baik pada cabang olahraga yang sifatnya anerobik. Jadi
besarnya VO2max pada seseorang bisa diketahui dari faktor bawaaan baik itu
dilihat dari banyaknya serabut otot dan tife serabut otot.
3. Kemampuan Kapasitas Anaerobik
Kapasitas anaerobik adalah banyaknya energi yang diperoleh melalui
metabolisme secara anaerobik dengan sistem fosfagen (ATP-PC) dan system
glikolisis anaerobik (lactacid) (Doewes, 2008). Sedangkan Bouchard, C., Taylor,
A.W., & Dulac, S., (1982) ) dalam Mc Dougal, dkk. (1982) mengartikan bahwa
kapasitas anaerobik adalah jumlah keseluruhan energi yang perlukan untuk
melakukan suatu kerja yang diperoleh dari sistem energi alactacid dan lactacid.
22
Dengan demikian, beberapa pengertian tersebut di atas ssesuai dengan pendapat
yang dikemukakan sebelumnya oleh Katch & Weltman, (1979) dalam Mc Dougal,
dkk. (1982) yaitu kapasitas anaerobik adalah gabungan dari kapasitas system
energy alactacid dan kapasitas sistem energi lactacid. Dalam upaya tubuh
menyediakan ATP melalui proses metabolisme anaerobik, berikut ini akan
dijelaskan tentang proses metabolisme anaerobik dalam tubuh dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kapasitas metabolismenya:
a. Metabolisme Anaerobik
Arti dari metabolisme anaerobik adalah metabolime yang terjadi tanpa
oksigen. Sumber tenaga yang diperoleh melalui metabolisme anaerobik
merupakan konsekuensi dari aktivitas tubuh pada intensitas tinggi yang
membutuhkan pasokan energi segera. Walaupun tersedia oksigen dalam darah dan
di udara, tetapi metabolisme secara aerobik terlalu lama waktunya sehingga tubuh
menggunakan jalur anaerobik sebagai cara meresintesis ATP. Ini dilakukan
karena dalam proses metabolisme anaerobik ATP dapat dihasil lebih cepat
dibandingkan dengan proses aerobik. Dalam metabolisme anarobik juga terdapat
dua sistem energi yang berkerja, yaitu sistem ATP-PC (Alactic) dan Sistem
glikolisis anaerobik (lactasid).
1) Sistem ATP-PC (Creatine Phosphate Splitting)
Sistem ATP-PC berguna untuk kontraksi otot dengan durasi waktu antara 3
sampai 8 detik (Fox dan Bowers, 1993, Foss, 1998). Ketika ATP pecah menjadi
Adenosine diphosphate dan phosphate inorganic (Pi), dihasilkan energi yang
dapat digunakan untuk kontraksi otot skelet selama exercise. Tiap molekul ATP
yang terurai diestimasikan sebanyak 7 – 12 kalori. Disamping ATP, otot skelet
juga mempunyai energi phosphate yang tinggi yaitu creatine phosphate (CP),
yang dapat dipakai untuk menghasilkan ATP. ATP dan CP yang dapat digunakan
segera, sangat sedikit tersedia di dalam tubuh. Kreatin fosfat (CP) merupakan
ikatan fosfagen yang mengandung energi yang sangat besar sebagaimana ATP.
Dalam otot, kreatin fosfat terdapat tiga sampai lima kali lipat lebih besar
23
dibandingkan ATP (Green, 1982). Salah satu fungsinya adalah melakukan
resintesis ATP yang telah terpakai untuk kontraksi otot dalam intensitas yang
tinggi.
2) Sistem glikolisis anaerobik (lactacid)
Sistem asam laktat adalah sistim anaerobik dimana ATP dihasilkan pada
otot skelet melalui glikolisis. Sistim asam laktat penting untuk olahraga intensitas
tinggi yang lamanya 20 detik – 2 menit seperti sprint 200 – 800 m, renang gaya
bebas 100 m. Glukosa dari glikogen otot dipecah menjadi ATP dengan hasil
sampingnya berupa asam laktat. Cara pengadaan energy anaerobik tersebut di atas
untuk membentuk ATP adalah melalui glikolisis anaerobik, dalam sistem ini
terjadinya proses pemecahan glikogen didalam sel tanpa memerlukan oksigen.
Karena insufisiensi oksigen maka asam piruvat tidak dapat menjadi asetil Co A
melainkan menjadi asam laktat. Sistem ini penting untuk exercise anaerobik
dengan intensitas tinggi yang berguna untuk melakukan kontraksi otot. Setelah 1,5
– 2 menit melakukan exercise anaerobik, penumpukan laktat yang terjadi akan
menghambat glikolisis, sehingga timbul kelelahan otot (Tesch, dkk. 1978, dalam
Pate, dkk. 1984). Melalui sistem ini dari 1 mol (180 gram) glikogen otot dihasil 3
molekul ATP (Fox dan Bowers, 1993; Foss, 1998, Guytan dan Hall, 1999;
Ganong, 1999).
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kapasitas Anaerobik
Didalam kerja tubuh dalam menyediakan energi secara anaerobik,
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain;
1) Keterbatasan tubuh dalam menghasilkan ATP secara cepat.
2) Jumlah awal glikogen yang tersimpan di otot
3) Kemampuan tubuh dalam bertoleransi terhadap akumulasi asam laktat: 25- 26
mM.l-1 dalan darah arteri, dan 20-30 mM.l-1 di otot.
4) Kemampuan tubuh untuk betoleransi terhadap kadar pH yang rendah: 6.8
dalam darah arteri, dan 6.4 di dalam otot.
24
5) Tingkat keterlatihan dari seseorang, dimana semakin terlatih seseorang akan
memiliki tolransi terhadap akumulasi asamlaktat dan pH yang lebih baik dari
pada orang yang tak terlatih.
6) Distribusi jenis otot rangka, serta enzyme-enzim yang bekerja pada
masingmasing jenis serabut otot rangka baik ST maupun FT.
7) Efisiensi dari sistem kardiorespirasi dalam mengedarkan dan menggunakan
oksigen (Astrand & Rodahl, 1986).
Walaupun demikian, ketika seseorang melakukan aktivitas fisik atau
olahraga tidak harus hanya bekerja hanya metabolisme anaerobik saja atau
aerobik saja, melainkan yang terjadi adalah kombinasi antara keduanya. Yang
membedakan pada tiap cabang olahraga adalah perbandingan persentase sistem
energi yang bekerja sebagaimana dalam tabel 1 dan 2. Sistem sistem energi yang
bekerja dengan persentase lebih besar disebut sistem energi utama (MacArdle,
1986; Coyle, E.F., 1990). Perbedaan energi predominan dalam setiap cabang
olahraga ini bergantung pada karakteristik waktu gerak, serta intensitas yang harus
dilakukan dalam cabang olahraga tersebut.
Tabel 02. Perkiraan Durasi Waktu dan Klasifikasi Sistem Energi yang Bekerja
Menurut Fox dan Bower, 1993.
Durasi (detik) Klasifikasi Energy Supplied By
1 - 4 Anaerobik ATP (dalam otot)
4 – 20 Anaerobik ATP + PC
20 – 45 Anaerobik ATP + PC + Glikogen Otot
45 – 120 Anaerobik, Lactic Glikogen Otot
120 – 240 Aerobik + Anaerobik Glikogen Otot + asam Laktat
240- 600 Aerobik Glikogen Otot + asam lemak
c. Loncat Jauh Tanpa Awalan
Perkembangan kemampuan gerak pada anak-anak bisa diketahui, misalnya
dengan menggunakan pengetesan atau pengukuran kemampuan berlari, meloncat
25
atau melempar. Kemampuan meloncat bisa digunakan sebagai prediktor kekuatan
tubuh dan bisa merupakan tes dalam hal koordinasi gerak. Perkembangan
kemampuan meloncat berkaitan erat dengan peningkatan kekuatan dan koordinasi
tubuh. Koordinasi tubuh berkembang dengan baik akan menghasilkan
kemampuan meloncat yang baik pula (Sugiyanto, 2000:428). Selain itu
perkembangan kemapuan meloncat yang baik, akan terlihat pada anak yang
memiliki power otot tungkai yang baik pula. Pada anak-anak terutama masa anak
besar terjadi perkembangan kemampuan meloncat yang cukup cepat.
Perkembangan berbentuk peningkatan daya loncat (makin jauh dan makin tinggi)
dan berbentuk peningkatan kualitas bentuk gerakan. Bentuk gerakan semakin baik
atau semakin efisien ditinjau secara mekanika. Salah satu loncatan yang baik
perkembanganya pada anak-anak adalah loncat jauh tanpa awalan. Adapun tahap
perkembangan kemampuan loncat jauh tanpa awalan, menurut Gallahue dan
Ozmun (1998:238-239) adalah sebagai berikut :
”Loncat jauh tanpa awalan merupakan sebuah gerakan ledakan ke depan(horisontal) yang memerlukan performa yang terkoordinir dari semuaanggota badan. Ini merupakan sebuah pola gerakan yang rumit apa biladilakukan dengan satu kaki. Sebagai gantinya pada saat tinggal landas danmendarat harus dilakukan dengan kedua kaki. Urutan perkembanganloncat jauh tanpa awalan dapat diketahui dari tabel dan gambar berikutini”.
Tabel 03. Urutan Perkembangan untuk loncat Jauh Tanpa Awalan (Gallahue dan
Ozmun 1998 : 238)
Loncat Jauh Tanpa Awalan
Tahap Awal1. Ayunan lengan terbatas.2. Pada saat terbang, lengan bergerak kesamping dan ke bawah atau
kebelakang-keatas untuk mempertahankan keseimbangan3. Tubuh bergerak dengan arah vertikal, sedikit penekanan pada panjang
loncatan.4. Kesulitan dalam menggunakan kedua kaki5. Berat badan jatuh kebelakang saat mendarat
Tahap Dasar
26
1. Lengan mengawali loncatan2. Lengan tetap kearah bagian depan tubuh.3. Lengan bergerak keluar menyamping untuk memelihara keseimbangan
saat terbang4. Penjuluran lutut dan pinggul lebih sempurna saat tinggal landas5. Pinggul dilenturkan saat terbang, paha dibiarkan pada posisi lentur
Tahap Dewasa1. Lengan bergerak tinggi dan kebelakang selamapersiapan2. Saat tinggal landas, ayunan lengan kedepan dengan
gaya dan mencapai ketinggian3. Lengan ditahan tetap tinggi selama gerkan meloncat4. Batang tubuh mendorong pada sudut kira-kira 45
derajat5. Penekanan utama terhadap jarak horizontal6. Penjuluran pergelangan kaki, lutut dan pinggul saat
tinggal landas7. Paha sejajar dengan tanah saat terbang, kaki
menggantung secara vertikal8. Berat badan kedepan pada saat mendarat
Gambar 02. Urutan Tahapan Perkembangan Loncat Horisontal.(Gallahue dan
Ozmun 1998 : 239).
27
Sedangkan menurut Haywood Kathleen M. (1986:113-115), Loncatan
horisontal memberikan uraian tentang loncatan bagi pemula dan loncatan tingkat
tinggi adalah sebagai berikut :
Gambar 03. Tahapan Loncatan Horisontal bagi Pemula (Haywood Kathleen M.
1986:113).
Loncatan pemula dapat digambarkan sebagai berikut : gerakan kaki pada
saat tinggal landas, kaki meninggalkan tanah secara bersama-sama tetapi kaki dan
pangkal paha masih kendur. Lutut dan kaki mengendor bersama saat terbang dan
lutut selanjut menjulur sebelum mendarat Gerakan tubuh berada pada saat tinggal
landas, tubuh dimiringkan 30o. Tubuh terlalu menjulur saat terbang, kemudian
mengendor untuk pendaratan. Gerakan lengan sedikit ditahan.
Gambar 04. Sebuah Loncat jauh tingkat tinggi (Haywood Kathleen M. 1986:115)
Loncatan tingkat tinggi dapat digambarkan sebagai berikut: kaki
meninggalkan tanah bersama-sama dan menyentuh tanah besama-sama. Kaki
terjulur sempurna saat tinggal landas, lutut selanjutnya kendor saat terbang yang
28
diikuti dengan pengendoran pangkal paha dan yang terakhir penjuluran lutut
untuk menjangkau ke depan untuk pendaratan. Tubuh miring lebih dari 30o saat
tinggal landas dan kemiringan ini dipertahankan saat terbang hingga tubuh
mengendor untuk pendaratan. Lengan memimpin loncatan dan menggapai di atas
kepala saat tinggal landas. Lengan selanjutnya turun untuk menggapai kedepan
untuk pendaratan.
Peloncat yang efisien, sesudah tahapan persiapan, akan mengarahkan gaya
ke arah yang tepat untuk loncat horizontal dengan menjulur sempurna saat tinggal
landas. Lengan mereka digunakan secara luas dan mengawali rangkaian gerakan
dalam loncatan. Dengan berlatih, perbaikan dalam pola loncatan dapat dicapai
pada masa kanak-kanak. Pertumbuhan yang terus menerus pada ukuran dan
kekuatan tubuh juga turut mempengaruhi perbaikan kuantitatif dalam jarak
maksimal yang diloncati. Pada masa sekolah dasar, rata-rata peningkatan anak-
anak sebesar 3 sampai 5 inci per tahun pada jarak yang diloncati secara horizontal
dan sekitar 2 inchi per tahun pada loncat tinggi vertikal. Perbaikan kualitatif
dalam loncatan selama masa kanak-kanak bervariasi pada anak-anak.
Jelas bahwa semua orang tidak menguasai loncatan saat masa kanak-kakan
atau pada masa remaja. Ciri-ciri loncatan yang tidak efisien menggambarkan
ayunan lengan yang terbatas dan juluran kaki yang tak sempurna saat tinggal
landas. Untuk memperbaiki gerakan loncat diharapkan agar anak-anak dan remaja
menerima bimbingan dari instruktur mereka dalam menyempurnakan pola
Loncatan tingkat tinggi, maka para instruktur harus mampu mengamati dan
menganalisa performa loncatan secara kritis. Seperti halnya dengan keterampilan-
keterampilan yang dibahas sebelumnya penting sekali untuk melatih proses
pengamatan ini. Kebanyakan aspek loncatan mudah diamati dari samping yaitu:
ayunan lengan, juluran kaki saat tinggal landas, sudut tubuh, gerakan kaki saat
terbang, dan gerakan kaki saat mendarat. Gerakan lengan kesamping paling baik
jika dilihat dari depan atau belakang.
Loncatan pada masa anak-anak dapat dinilai dengan beberapa cara: 1).
norma-norma usia dimana jenis-jenis loncatan tertentu dapat dilakukan dan dapat
dinilai berdasarkan usia anak, 2). jarak atau ketinggian sebuah loncatan (hasil),
29
atau kematangan pola loncatan (proses). Sehingga dengan nilai yang diperoleh,
nantinya dapat digunakan sebagai gambaran, untuk mengetahui kecepatan
perkembangan kemampuan loncat jauh. Adapun cara untuk mengetahui
perkembangan kemampuan loncat jauh adalah dengan menggunakan istrumen
atau alat ukur berupa : tes loncat jauh tanpa awalan (Kirkendall, Gruber dan
Jhonson 1986: 153). Dengan mengetahui perkembangan kemapuan loncat jauh
tanpa awalan, perkembangan power pada anak-anak usia 6 sampai dengan 12
tahun juga bisa diamati.
Selanjutnya untuk mengetahui, kemampuan loncat jauh tanpa awalan
antara anak laki-laki dan perempuan, dapat dilihat dari tabel kemampuan loncat
jauh tanpa awalan berikut ini :
Tabel 04. Kemapuan Loncat Jauh Tanpa Awalan Anak Laki-Laki dan Perempuan
Usia 9-17 Tahun (Kirkendall DR, Gruber J.J, Jhonson R.R 1986: 159).
d. Komponen Otot Tungkai
Pelatihan terhadap power otot tungkai akan berpengaruh terhadap
perkembangan otot tungkai. Otot tungkai adalah merupakan bagian dari otot
anggota gerak bawah. Otot anggota gerak bawah dapat dibedakan atas otot
30
pangkal paha, otot tungkai atas, otot tungkai bawah, dan otot kaki. Menurut
Satimin Hadiwijaya (1992:80 ) bahwa, “ Tungkai pada manusia terdiri dari dua
yaitu tungkai bawah dan tungkai atas. Tungkai bawah (ekstrimitas inperior)
digunakan sebagai penahan dan digunakan untuk segala aktivitas. Tungkai
dibentuk oleh tungkai atas atau paha (os femoris/femur). Tulang tungkai bawah
yang terdiri dari tulang kering (os tibia) dan tulang betis (os fibula) dan tulang
kaki (ossa pedis/foot bones)”. Secara rinci, otot - otot yang terdapat pada tungkai
manusia, adalah sebagai berikut :
1). Otot-otot tungkai atas (otot paha)
(a) Otot tensor fasialata, (b) Otot abductor dari paha, (c) Otot vastus
laterae, (d) Otot rektus femoris, (e) Otot satrorius, (f) Otot vastus
medialis, (g) Otot abductor, (h) Otot gluteus maxsimus, (i) Otot paha
leteral dan medial.
2). Otot tungkai bawah
(a) Otot tibialis anterior, (b) Otot ektensor digitorum longus, (c) Otot
gastroknemius, (d) Otot tendon aciles, (e) Otot soleus, (f) Otot maleolus
medialis, (g) Otot retinakula bawah.
Power otot tungkai sangat diperlukan pada saat meLoncat dan meloncat.
Otot tungkai yang berfungsi dalam melontarkan tubuh ke arah horisontal,
yaitu :
Fleksi : m. semimmbranosus, m biseps femoris, m. semitendineosus, m. grasilis ,
m. sartorius, m. popliteus, m. gastroknemius.
Extensi: m. rektus femoris, m. vestus medialis, m. vastus laturalis,
m.vastusintermidialis, m. tensor fasiselatae.
31
Gambar 05 . Susunan Otot Tungkai dilihat dari Belakang (Raven, 2000: 13)
Gambar 06. Susunan Otot Tungkai dilihat dari Depan (Raven, 2000: 13).
Saat melakukan Loncatan pada dasarnya terdiri dari dua kelompok otot
yang bekerja secara berlawanan atau antagonis, yaitu fleksi dan ektensi. Pada saat
melakukan gerakan menekuk atau fleksi maka kelompok otot yang bekerja adalah
otot fleksio, sedangkan otot-otot extensi hanya bekerja meluruskan. Demikian
sebaliknya kelompok otot ektensi memenjang dan fleksi memendek.
Kekuatan pada otot tungkai merupakan sumbangan yang tidak dapat
dipisahkan dalam menciptakan power pada otot tungkai. Demikian pula kecepatan
merupakan kemampuan gerak yang ditimbulkan atas dasar proses system syaraf
dan perangkat otot.
Gluteusmaksmus
Semimembranosus
GracilisSemitendinosusBisepsfemoris
SoleusGastroknemiu
sTendonachiles
kalkaneus
Proneusbrevis
Rektus femorisSartorius
Vastus latralis
Vastus medialis
Patela
Tibalis anterior
Rektus femorisSartorius
Vastus latralis
Vastus medialis
Patela
Tibalis anterior
32
Kecepatan juga merupakan unsur yang memiliki kontribusi besar untuk
terciptanya power. Untuk meningkatkan kemampuan power otot tungkai dalam
memacu peningkatan prestasi belajar ketrampilan gerak, maka tidak dapat dipilah-
pilah dalam melatih kecepatan dan kekuatan dikarenakan kedua unsur tersebut
merupakan faktor yang membantu terciptanya kemampuan power.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa power adalah perpaduan
antara unsur kondisi fisik antara kekuatan dan kecepatan secara maksimal.
e. Power
Power merupakan salah satu komponen biomotorik yang memiliki
peranan yang besar, untuk meningkatkan prestasi olahraga dan sangat diperlukan
dalam berbagai cabang olahraga. Seorang atlet yang ingin berprestasi harus
memilik power yang baik.
Beberapa pendapat tentang power disampaikan oleh banyak ahli sebagai
berikut : Fox dan Bower (1993:68) mendifinisikan ”power sebagai kemampuan
seseorang untuk menampilkan kerja maksimal persatuan unit waktu”. Suharno
Hp. ( 1993:33) mengartikan power sebagai “Kemampuan otot atau sekelompok
otot dalam mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan
yang utuh, yang dilakukan secara explosive dengan memadukan antara kekuatan
dan kontraksi otot”. Menurut M. Sajoto (1995:17) ”Power otot atau muscular
power adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum,
dengan usahanya yang dikerjakan dalam waktu sependek-pendeknya”. Dalam hal
ini telah dinyatakan bahwa power otot merupakan hasil perkalian antara kekuatan
dan kecepatan. Menurut Bompa (1998:273) dan Groppel (1989:139) menyatakan
”power adalah kombinasi dari kekuatan dan kecepatan gerak. Moeloek Dangsina
(1984:7) mendifinisikan power adalah kempuan otot atau sekelompok otot dalam
melakukan kerja secara eksplosif.
Power ini sering disebut kekuatan eksplosif, ditandai dengan adanya
gerakan atau perubahan tiba-tiba yang cepat, dimana tubuh terdorong ke atas atau
vertikal (melompat = satu kaki menapak atau meloncat = dua kaki menapak) atau
kedepan (horisontal, lari cepat, Loncat jauh) dengan mengerahkan kekuatan otot
33
maksimal. Power termasuk pula gerakan tiba-tiba dan cepat dari lengan ketika
memukul atau menyemes bola serta tungkai tatkala menyepak. Hampir semua
cabang olahraga memerlukan komponen fisik berupa ekplosif power. Seperti
dikemukakan oleh Harsono, (1988:176) power adalah “kekuatan dan kecepatan”.
Dimana power adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan
cepat dengan mengerahkan kekuatan yang singkat, power adalah kemampuan otot
untuk menggerakan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Batasan
ini sangat jelas power otot tungkai dalam situasi yang serentak untuk
menghasilkan tenaga yang meledak. Dua komponen itu adalah kekuatan dan
kecepatan. Semakin kuat dan cepat tenaga seseorang maka semakin besar daya
yang dihasilkan.
Untuk mengetahui kemapuan power seseorang, dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :
atau atau
Keterangan :
P = Power (power) t = Time (waktu).
W = Work (kerja). D = Distance (jarak)
F = Force (kekuatan) V = Velocity (kecepatan)
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran terhadap kemampuan
loncat jauh tanpa awalan, dan tes loncat jauh tanpa awalan ini adalah salah satu tes
untuk mengukur power otot tungkai pada anak-anak usia 6 sampai dengan 12
tahun.
f. Faktor yang Mempengaruhi Power
Ada beberapa hal yang dapat menentukan kemampuan power seseorang.
Untuk menghasilkan power, seseorang harus memiliki kecepatan dan kekuatan
yang baik. Suharno (1985:59) faktor-faktor penentu power adalah:
1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih dari atlet2) Kekuatan otot dan kecepatan otot
F x DP = ---------
tP = F x V
WP = --------
t
34
3) Waktu rangsangan dibatasi secara kongkrit lamanya4) Koordinasi gerakan harmonis5) Tergantung banyak sedikitnya zat kimia dalam otot (ATP)
Dengan demikian diketahui bahwa pada dasarnya faktor utama power
otot tungkai adalah kekuatan dan kecepatan, disamping juga dipengaruhi oleh
teknik dan koordinasi gerakan. power otot tungkai dapat ditingkatkan dengan
memberikan latihan kecepatan dan koordinasi dari gerakan-gerakan yang
dilakukan.
Power juga dipengaruhi oleh serabut otot yang dimiliki. Jenis serabut
otot cepat dan serabut lambat. Menurut Sadoso Sumorsardjono (1994:15)
“Serabut otot cepat merupakan serabut otot putih sedangkan serabut ototlambat merupakan serabut otot merah. Jika jenis serabut otot yang dimilikiatlet cenderung memiliki serabut otot putih maka atlet tersebut berbakatuntuk gerakan-gerakan yang memerlukan kemampuan fisik dengan waktukontraksi pendek separti kecepatan dan kekuatan sedangkan otot yangdimiliki atlet cenderung serabut merah atlet tersebut berbakat untukgerakan yang memerlukan kemampuan fisik dengan waktu kontraksi lamaseperti daya tahan (endurance)”.
g. Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Power Otot Tungkai
Menurut Gallahue dan Ozmun (1998 : 204-205) ”lingkungan tempat
tinggal seperti temperatur, iklim, ketinggian tempat tinggal, akan berdampak
terhadap perubahan fisiologis seseorang, lingkungan tempat tingggal akan
berdampak pada terjadinya adaptasi fisiologis seseorang”. Faktor lingkungan dan
tempat tinggal sangat berperan terhadap pembinaan dan peningkatan prestasi
olahraga, karena kondisi lingkungan dan tempat tinggal berpengaruh kepada
kondisi fisik baik itu secara fisiologis dan anatomis manusia.
Faktor lingkungan ini berkaitan dengan letak topografi tempat tinggal,
seperti ketinggian suatu tempat (dataran rendah dan dataran tinggi), suhu atau
temperatur suatu tempat, cuaca dan iklim. Maka dalam penelitian ini, akan
menganalisis secara ilmiah mengenai letak topografi tempat tinggal, baik itu
dataran rendah yang erat kaitanya dengan daerah pesisir atau pantai dibandingkan
dengan daerah dataran tinggi berupa daerah pegunugan dan perbukitan. Daerah
pesisir pantai dan daerah pegunungan dilihat dari kondisi lingkungan dan letak
35
topografi jelas berbeda, dimana kedua daerah tersebut diketahui memiliki
ketinggian tempat dan tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang
berbeda. Daerah pesisir pantai menjadikan masyarakatnya beradaptasi dengan
lingkungan yang berpasir begitu juga dengan daerah pegunungan dengan
ketinggian tempatnya menjadikaan masyarakatnya beradaptasi dengan lingkungan
daerah pegunungan yang cendrung berbukit-bukit.
Perbedaan nyata yang dapat digambarkan antara daerah pesisir pantai dan
daerah pegunungan, bisa di lihat dari pola aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakatnya. Derah pesisir pantai yang mayoritas penduduknya adalah sebagai
nelayan, menangkap ikan dan mengayuh perahu sampai ketengah lautan, harus
dibarengi dengan kondisi fisik yang baik, aktivitas lain yang dapat dilihat pada
anak-anak pesisir adalah berenang, menangkap ikan, menyelam dan bermain di
atas pasir, kesemua aktivitas tersebut akan memberikan kesempatan untuk melatih
kempuan fisik mereka.
Begitu juga akktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di
daerah pegunungan dengan medan yang berbukit, tidak datar, tanjakan dan
turunan yang curam serta suhu yang dingin menuntut masyarakatnya, untuk bisa
beradaptasi dengan lingkungan seperti itu, salah satu aktivitas atau keseharian
yang sering dilakukan di daerah pegunungan adalah berkebun atau bertani.
Mayoritas penduduk pegunungan memiliki mata pencaharian bertani, dan kalau
dilihat dari letak perkebunan mereka, kebanyakan berada di kaki gunung.
Keseharian yang bisa dilihat lagi di daerah pegunungan adalah aktivitas berburu,
menyusuri semak belukar pegunungan, memanjat pohon dan mendaki tebing-
tebing perbukitan, untuk mendapat hewan buruan. Begitu juga dengan aktivitas
anak-anak daerah pegunungan mereka lebih suka aktivitas yang berhubungan
dengan petualangan yang telah diwariskan oleh keluarga mereka. Aktivitas ke
sekolahpun harus mereka tempuh dengan berjalan kaki melewati perbukitan dan
jalan setapak yang memiliki medan yang cukup berat, semua itu menuntut
kesiapan fisik yang baik.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa letak topografi tempat tinggal
yaitu di daerah pesisir pantai dan daerah pegunungan akan memepengaruhi
36
aktivitas fisik dan kehidupan masyarakatnya, serta akan berpengaruh pada
komponen biomotorik, berupa power. Power sangat diperlukan untuk aktivitas
dan keseharian dari pada anak-anak yang tinggal di daerah pesisir pantai dan di
daerah pegunungan. Untuk mengetahui kemampuan power, identik dengan
kemampuan loncat jauh tanpa awalan. Dalam penelitian ini akan diukur
kemampuan loncat jauh tanpa awalan, anak-anak usia 6 sampai dengan 12 tahun
yang dilahirkan dan tinggal di daerah pesisir pantai dan daerah pegunungan di
Kabupaten Trenggalek.
4. Anak-anak Usia 6-12 Tahun
a. Pertumbuhan dan Perkembangan Masa Anak-anak
Pada anak-anak sudah terjadi perkembangan, perkembangan dapat
diartikan sebagai peningkatan kapasitas fungsi atau kemampuan kerja organ-organ
tubuh, peningkatan bisa berbentuk daya fisik, koordinasi dan kontrol tubuh.
Misalnya peningkatan fungsi-fungsi otot, otak syaraf, jantung, paru-paru dan lain
sebagainya (Sugiyanto, 1993:2). Dari segi perkembangan fisik, pada masa ini
sudah terjadi perkembangan komponen biomotorik diantaranya: kekuatan,
fleksibilitas, daya tahan, power dan kemampuan biomotorik lainnya (Gallahue dan
Ozmun 1998:267-292).
Banyak hal yang bisa dilihat pada saat anak-anak, dan jika dihubungkan
dengan jenjang pendidikan anak-anak (6-12 tahun) adalah masa anak menempuh
jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Sesuai dengan pemaparan di atas maka
dapat disimpulkan nantinya usia yang digunakan untuk penelitian ini adalah usia 6
sampai dengan 12 tahun yang duduk dijenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD),
baik itu anak laki-laki dan perempuan, yang akan peneliti amati perkembangan
kemampuan loncat jauh tanpa awalan untuk mengetahui kemampuan power otot
tungkai anak tingkatan usia 6 sampai dengan 12 tahun dan perkembangan
kemapuan cardiovascular untuk mengetahui kemampuan daya tahan sistem
pernafasan. Serta perbedaan kemampuan loncat jauh tanpa awalan dan
kemampuan cardiovascular antara anak laki-laki dan perempuan kelompok usia 6
sampai dengan 12 tahun.
37
Masa anak-anak ditandai oleh keteraturan pertumbuhan pada tinggi badan,
berat badan, dan masa otot. Masa anak-anak disini dibagi menjadi masa anak-anak
awal dengan usia 2 sampai 6 tahun, dan masa anak-anak akhir dari usia 6 sampai
dengan 10 tahun. Menurut (Gallahue dan Ozmun 1998:267-292) ”Pada anak-anak
masa pertumbuhan dan perkembangan anak dibagi menjadi dua tahapan yaitu : 1).
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak awal pada usia (2-6 tahun) dan
2). Pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak akhir pada usia (6-10
tahun)”. Sedangakan menurut Sugiyanto (1993:8) ”masa anak-anak dibagi
menjadi : 1).Masa anak kecil (usia 1 atau 2 tahun sampai 6 tahun) dan 2). Masa
anak besar (usia 6 sampai dengan 12 tahun)”.
b. Perkembangan Kondisi Gerakan Pada Anak-Anak
Menurut Sugiyanto (1993: 4) perkembangan individu mencakup beberapa
aspek dalam dirinya. Perkembangan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
faktor bersifat internal dan faktor bersifat eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang ada dalam diri seseorang yang merupakan faktor keturunan atau bakat.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri seseorang, yaitu
berupa pengaruh kondisi lingkungan. Keterlatihan atau perkembangan kondisi
gerak di pengaruhi oleh faktor-faktor di atas, baik itu faktor internal dan faktor
lingkungan. Teori genetik atau kematangan merupakan faktor internal. Teori
keperilakuan (lingkungan) dan teori kognitif (aktivitas) merupakan faktor
eksternal.
1). Teori Kematangan (Genetika)
Menurut Arnold Gasell (1954) dalam Sugiyanto (1993:5) studi mengenai
perkembangan yang menggunakan pendekatan teori kematangan atau genetika di
pengaruhi oleh (Teori Rekapitulasi) yang didalamnya terdapat pandangan bahwa
perkembangan individu mencerminkan perkembangan umum pada sepeciesnya.
Sepecies adalah rumpun mahluk hidup.
Sesuai dengan pandangan Gasell, bisa dikatakan bahwa ”perubahan
biologis yang terjadi pada diri manusia menunjukkan perkembangan yang teratur
dan mengikuti tahapan-tahapan yang urut, dimana kecepatan perkembangan pada
38
setiap tahap perkembangan tidak sama untuk setiap individu”. Dengan kata lain
dapat dijelaskan bahwa setiap individu berkembang dengan kecepatan atau
iramanya masing-masing, namun dengan mengikuti pola urutan perkembangan
yang relatif sama pada semua individu.
Gasell juga menjelaskan bahwa ”kematangan atau genetika sebagai suatu
proses dikontrol oleh faktor internal”. Dengan demikian, perkembangan idividu
yang erat kaitanya dengan masalah kematangan lebih dipengaruhi oleh faktor
keturunan.
2). Teori Keperilakuan (Lingkungan)
Teori keperilakuan disebut juga (teori lingkungan) ada beberapa ahli
psikologis yang mengembangkan teori ini yang terkenal : Ivan Polvop, Jhon
Watson, Edward Thordike, B.F Skiner, dan Sidney bijou dengan Don Baer. Teori
keperilakuan merupan kebalikan dari teori kematangan atau genetika. Apabila
dalam teori kematangan dianggap bahwa faktor internal yang lebih berpengaruh,
maka dalam teori keperilakuan maka faktor eksternal lebih berpengaruh terhadap
perkembangan individu.
Menurut teori keperilakuan dipandang dari perspektif prilaku, individu
dianggap bersifat pasif dan reaktif. Artinya bahwa individu akan berbuat apa bila
ada rangsangan dari lingkungannya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa
hubungan antara rangsangan (stimulus) dengan tanggapan (respon) merupan
bagian-bagian dasar prilaku.
3). Teori Kognitif (Aktifitas)
Teori kognitif dikembangkan oleh Piaget (1952). Piaget mengemukkan
teori bahwa ”individu dapat mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya
lingkungan dapat mempengaruhi individu”. Atau dapat dikatakan bahwa individu
dan lingkungan saling berinteraksi.
Menurut teori ini dikatakan bahwa proses perkembangan individu
dipengaruhi oleh pertumbuhan biologis, pengalaman, hubungan sosial terutama
sikap orang dewasa terutama orang tuanya, serta sikap yang ada pada diri manusia
pada umunya cendrung mencari keseimbangan dengan lingkungan dan dalam
dirinya sendiri.
39
Selain itu menurut Gallahue dan Ozmun (1998 : 209-214)
”perkembangan gerakan dasar telah diteliti secara luas dalam beberapatahun terakhir. Sebagian besar setuju bahwa fase ini mengikutiperkembangan berurutan yang dapat dibagi menjadi tahap-tahap.Perkembangan anak yang normal secara fisik maupun kognitif dari satutahap ke tahap yang lain secara berurutan yang dipengaruhi olehkedewasaan dan pengalaman. Anak-anak tidak hanya dapat mengandalkankedewasaan untuk memperoleh tahap pendewasaan dalam kemampuangerakan dasar mereka. Kondisi lingkungan yang melibatkan peluang-peluang untuk praktek, dorongan, dan instruksi adalah penting bagiperkembangan pola gerakan dasar dewasa”.
Miller (1978) mendorong fasilitasi pembelajaran keterampilan dasar pada
anak-anak usia 3 sampai 5 tahun. Ia menemukan bahwa ”program-program
pengajaran dapat meningkatkan perkembangan pola gerakan dasar diluar
tingkatan yang diperoleh hanya melalui pendewasaan”. Ia juga menemukan
bahwa ”sebuah program pengajaran dalam perkembangan keterampilan labih
efektif dari pada program bermainan bebas dan bahwa orang tua yang bekerja
dibawah bimbingan seorang spesialis yang ahli dapat seefektif guru pendidikan
jasmani sendiri dalam mengembangkan keterampilan gerakan dasar”. Interaksi
antara lingkungan dengan mover (pelaku gerak), dan tujuan gerak dengan mover
(pelaku gerak) memiliki dampak dramatis terhadap kematangan perkembangan
yang diamati dari sebuah tugas perkembangan dasar.
Gambar 07. Interaksi Lingkungan Dengan Pelaku Gerak Dan Tujuan Gerak
Dengan Pelaku Gerak. (Gallahue dan Ozmun 1998 : 209-214)
Interaksi antara lingkungan dengan mover (pelaku gerak), dan tujuan
gerak dengan mover (pelaku gerak) memiliki dampak dramatis terhadap
40
kematangan perkembangan yang diamati dari sebuah tugas perkembangan dasar.
Perkembangan menuju tahap kematangan pola gerakan dasar tergantung kepada
berbagai faktor pengalaman, termasuk peluang untuk praktek, dukungan dan
pengajaran dalam sebuah lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran.
Kondisi alami didalam lingkungan itu sendiri seperti suhu, pencahayaan,
daerah permukaan dan gravitasi dapat mempengaruhi aspek kuantitatif serta aspek
kualitatif suatu tugas gerakan. Demikian halnya, kondisi-kondisi buatan seperti
ukuran, bentuk, warna dan tekstur obyek dapat sangat mempengaruhi performa.
Selanjutnya, kondisi-kondisi seperti kecepatan, lintasan, dan beban dapat
mempengaruhi kesuksesan dalam intersepsi. Tujuan dari tugas itu sendiri
merupakan pengaruh lain yang penting dari status perkembangan yang diamati
dari sebuah tugas gerakan dasar. Sebagai contoh, jika fokusnya adalah terhadap
keakurasian dalam sebuah tugas melempar, seperti permainan anak panah, maka
sudah selayaknya untuk berasumsi bahwa pola gerakan tersebut akan berbeda
dengan apabila tujuan tugas adala melempar untuk jarak jauh. Langendorfer
(1988) mengamati dua kelompok subyek (anak-anak dan orang dewasa) yang
menjalankan pola melempar diatas tangan dibawah dua kondisi tujuan yang
berbeda (gaya/kekuatan dan keakurasian). Hasil dari penelitiannya
mengindikasikan bahwa pola motornya tidak mutlak dibawah semua keadaan
lingkungan. Beberapa individu dapat mengakomodasi gerakan mereka pada
pergeseran hambatan-hambatan lingkungan, tetapi beberapa individu tidak bisa.
Derajat dimana seorang mover mampu melakukan penyesuaian diri terhadap
sebuah tujuan yang berubah-ubah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor didalam
mover serta derajat dimana tuntutan tugas telah berubah. Sebagai contoh,
seseorang yang memiliki kemampuan untuk menambah kecepatan lemparan
(karena mekanika yang tidak efisien atau kurangnya kekuatan) hanya akan
mampu untuk melakukan sedikit penyesuaiaan saat beralih dari tugas lemparan
keakurasian ke tugas melempar jarak jauh.
Hubungan diantara mover, kondisi lingkungan dan tuntutan tugas itu
sendiri belum dipahami secara lengkap. Adalah hal yang menarik untuk
menyatakan bahwa beberapa penjelasan perkembangan tentang pola gerakan
41
dasar berikut ini dihasilkan di laboratorium, yaitu: mereka adalah urutan
perkembangan yang dihipotesiskan yang merupakan produk penelitian dalam
lingkungan buatan sangat tidak mirip dengan dunia nyata dimana anak-anak
bergerak. Baru sedikit yang diketahui tentang konteks lingkungan yang berubah-
ubah dan pengaruhnya terhadap status gerakan perkembangan pada anak-anak.
Ketika kita beralih kepada metode untuk menganalisa gerakan anak-anak, dalam
lingkungan yang lebih alami, kita dapat menemukan tahap-tahap perkembangan
yang dihipotesiskan sebagai sesuatu yang sedikit berbeda.
c. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Secara umum, faktor-faktor yang memepengaruhi dari perkembangan dan
pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua jenis yakni : 1) Faktor instrinsik (faktor
dari dalam) dan 2). Faktor ekstrinsik (faktor dari luar seperti lingkungan). Nutrisi,
latihan, dan aktivitas fisik adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan.
antara lain :
1). Nutrisi
Efek berbahaya yang potensial untuk bisa terjadi karena gizi buruk selama
masa prenatal (masa sebelum kelahiran) akan berpengaruh terhadap
perkembangan fisik selama masa prenatal, nutrisi adalah yang paling penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Berbagai investigasi telah dapat
membuktikan dengan jelas bahwa kekurangan makanan dapat memberikan efek
yang berbahaya dalam pertumbuhan selama masa bayi dan masa anak-anak.
Terhambatnya pertumbuhan adalah salah satu dampak dari kekurangan nutrisi.
Sebagai contohnya jika malnutrisi kronik yang hebat terjadi pada anak, yang
berusia 4 tahun, akan mempengaruhi perkembangan mental, karena masa
pertumbuhan otak terjadi saat ini.
Proses pertumbuhan fisik dapat terganggu oleh malnutrisi (kekurangan
gizi) sesetiap saat antara masa bayi sampai masa remaja. Malnutrisi dapat
dianggap sebagai kondisi pemicu suatu penyakit, yang mempengaruhi
pertumbuhan fisik. Contohnya kekurangan vitamin D dapat menyebabkan
penyakit rakhitis, pelunakan dan deformasi pada tulang yang terjadi karena
42
kekurangan kapur pada pembentukan tulang yang baru. Kekurangan vitamin B12
dapat menyebabkan pellagra, yang ditandai dengan luka-luka pada kulit, gejala
gastrointestinal, mitosal, dan neurologic. Kekurangan vitamin C kronis dapat
menyebabkan scurvy, penyakit yang ditandai oleh hilangnya tenaga, sakit pada
persendian, anemia, dan kecenderungan pada keretakan epiphyseal. Kekurangan
asupan nutrisi sering dikenal dengan istilah kwashiorkor. Anak kecil yang
menderita kwashiorkor, ciri-ciri dari penyakit ini adalah: terhambatnya
pertumbuhan anak, perut yang membesar, luka-luka pada tubuh, dan diare.
2). Latihan dan Cedera
Salah satu dari prinsip dasar dari aktivitas fisik adalah konsep digunakan
dan tidak digunakan. Mengacu pada prinsip ini, otot yang digunakan akan
membesar (hypertrophy) dan otot yang tidak digunakan akan mengecil (atrophy).
Pada anak anak aktivitas sangat meningkatkan perkembangan otot. Walaupun
jumlah serat otot tidak bertambah, tetapi ukuran otot bertambah. Otot tanggap dan
beradaptasi terhadap tekanan yang lebih besar. Anak yang aktif melakukan latihan
mempunyai lemak yang lebih sedikit dan berat serat per otot lebih besar
dibandingkan dangan mereka yang tidak aktif.
Walaupun aktivitas fisik pada umumnya menghasilkan efek yang positif
pada pertumbuhan anak-anak, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan efek negatif
jika aktivitas fisik tersebut terlalu berat dan ekstrem. Penggunaan berlebih pada
bagian tubuh dapat menyebabkan cedera epiphyseal dan gangguan pertumbuhan
lapisan. Aktivitas yang berat dapat menyebabkan cedera pada otot dan jaringan
tulang anak-anak. Cedera pada bahu perenang, siku petenis, lutut pelari, dan
keretakan pada tulang adalah beberapa akibat yang ditimbulkan oleh anak-anak
yang melakukan kegiatan melebihi batas perkembangannya. Program latihan dan
aktivitas anak-anak harus diperhatikan secara hati-hati.
3). Penyakit
Penyakit yang sering terjangkit pada anak-anak adalah : cacar air, flu,
campak, dan gondong. Tingkat suatu penyakit dapat menghambat pertumbuhan
tergantung pada durasi, tingkat keparahan, dan waktu terjadinya. Seringkali
interaksi dari malnutrisi dan penyakit pada anak-anak menimbulkan kendala untuk
43
menentukan secara akurat penyebab spesifik adanya penghambatan pertumbuhan
pada anak-anak.
4). Iklim
Iklim merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan anak-anak. Pengaruh iklim tampak nyata pada bentuk tubuh atau
komposisi jaringan tubuh. Contohnya adalah orang-orang yang tinggal di daerah
tropis cendrung suhunya panas, pada umunya berbadan lebih langsing
dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di daerah yang bersuhu dingin.
Orang di daerah bersuhu dingin cendrung lebih berlemak, dengan lingkar dada
yang lebih besar, hal ini disebabkan karena proses aklimatisasi yang terjadi pada
orang yang ada pada dataran tinggi atau orang di daerah yang dingin.
5). Tren Sekuler
Kecendrungan sekuler adalah kecendrungan dunia yang terus mengalami
perubahan dari waktu kewaktu. Perubahan kehidupan manusia yang termasuk
salah satu prubahan dunia yang terjadi, berpengaruh terhadap kecendrungan
pertumbuhan fisik manusia. Bentuk dan ukuran tubuh manusia mengalami
perubahan seiring dengan perubahan kehidupan. Perkembangan kehidupan yang
semakin baik mengakibatkan pertumbuhan fisik manusia semakin baik. Salah satu
contoh akibat tren sekuler adalah dirasakan oleh penduduk Negara Jepang yang
dulu penduduknya postur tubuhnya pendek-pendek, sekarang penduduk Negara
Jepang postur tubuhnya sudah tinggi-tinggi.
d. Perkembangan Fisik pada Anak-anak
Perkembangan kemampuan fisik sejalan dengan pertumbuhan fisik. Tubuh
yang makin tinggi dan makin besar bisa meningkatkan kemampuan fisiknya.
Perkembangan fisik pada anak-anak erat kaitanya dengan kebugaran kesehatan
pada anak-anak. Kebugaran fisik pada anak-anak dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1). Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan pada anak-anak dan 2).
Kebugaran motor pada anak-anak. Kebugaran fisik ini haruslah menjadi perhatian
yang paling utama bagi semua orang, tidak hanya dibebankan pada guru olahraga,
pelatih (Gallahue dan Ozmun 1998 : 265-293).
44
1). Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan
Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan yaitu terdiri dari : a).
ketahanan cardiovascular, b). kekuatan otot, c). ketahanan otot, d). fleksibilitas
sendi, dan e). komposisi tubuh.
a). Ketahanan cardiovascular
Ketahanan cardiovascular merupakan aspek ketahanan otot, yang
berfokus pada jantung, paru-paru, dan system vasculer. Ketahanan cardiovascular
berarti kemampuan untuk melakukan pengulangan gerakan pada sebuah aktivitas
fisik dengan tingkat stress yang tinggi dan membutuhkan penggunaan system
sirkulasi dan system pernafasan dalam tingkat yang tinggi. Konsumsi oksigen
maskimal (VO2 max) berarti tingkat seseorang untuk bisa mengkonsumsi oksigen
selama melakukan aktivitas fisik. Ini merupakan penghitungan kemampuan
maksimal seseorang dalam menyalurkan oksigen kepada jaringan tubuh.
Peningkatan kapasitas cardiovascular seseorang merupakan indikasi yang bagus
bagi peningkatan output energi yang lebih besar. Astrand (1952) menyebutkan
”peningkatan konsumsi sebanyak 20 persen bisa dan mungkin dilakukan.Warisan genetik seseorang juga mempengaruhi tingkat kapasitaskonsumsi oksigen (O2). Konsumsi oksigen (O2) maksimal punyakecenderungan untuk naik selama bertambahnya usia hingga mencapaiusia 18 hingga 20 tahun. Peningkatan selanjutnya setelah usia puncakyang diakibatkan karena latihan. Kapasitas konsumsi oksigen maskimal(VO2 max) yang dimiliki oleh kaum perempuan adalah 75 persen darikapasitas pria”
Berikut ini akan diberikan gambaran perbedaan ketahanan cardiovascular
baik laki-laki maupun perempuan.
Gambar 08. Grafik Perbedaan Daya Tahan Cardiovascular Laki-Laki danPerempuan pada Anak-anak Usia 6-9 Tahun. (Gallahue dan Ozmun1998 : 271)
45
Gambar diatas menyediakan grafik nilai rata-rata untuk anak laki-laki dan
perempuan usia 6 dan 7 tahun pada saat melakukan jalan selama setengah mil, dan
nilai rata-rata anak usia 8 dan 9 tahun pada jalan dan lari sepanjang 1 mil. Analisis
dari grafik ini menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih superior daripada anak
perempuan pada hal waktu rata-rata baik saat jalan setengah mil maupun satu mil
pada semua tingkatan usia. Lebih lanjut anak laki-laki kelihatannya mampu
menjaga superiotas aerobiknya pada semua tingkatan usia.
b). Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah keampuan tubuh untuk mengeluarkan kekuatan atau
kemampuan untuk mengerahkan usaha maksimal seseorang. Anak-anak yang
terlibat dalam aktivitas bermain sehari-hari telah memperkuat kakinya denga cara
berlari dan naik sepeda.
Di laboratorium, kekuatan biasanya diukur menggunakan dynamometer
atau tensimeter. Dynamometer adalah alat pengukur yang diperuntukkan untuk
mengukur kekuatan genggaman, kekuatan kaki, dan kekuatan punggung.
Tensiometer adalah alat yang lebih canggih dimana alat ini bisa mnegukur kinerja
kelompok otot tertentu.
Anak perempuan yang tidak dilatih akan terus mengalami penurunan pada
usia ini, sedangkan anak laki-laki akan terus meningkat meskipun tanpa latihan.
Ada kemungkinan bahwa kekuatan anak laki-laki dan perempuan sebelum masa
sekolah adalah sama, dengan sedikit perbedaan bahwa anak laki-laki lebih tinggi
daripada anak perempuan.
c). Komposisi tubuh.
Komposisi tubuh didefinisikan sebagai proporsi antara berat tubuh yang
kurus pada berat tubuh yang tambun. Komposisi tubuh berhubungan dengan
bentuk-bentuk atau tipe-tipe tubuh pada anak-anak. Ada tiga tipe-tipe tubuh pada
anak-anak antara lain :1).mesomorph 2).endomorph dan 3).ectomorph
( Sugiyanto, 1993:23).
Masalah yang sangat mempengaruhi komposisi tubuh ini adalah faktor
kegemukan yang akan merusak komposis tubuh seorang anak. Untuk mengetahui
apakah seseorang termasuk gemuk dapat diukur dengan berbagai cara. Teknik
46
Hydrostatic weighning (dibawah air), walaupun yang paling akurat, jarang
dipergunakan untuk mempelajari komposisi tubuh anak-anak. Sebagai pengganti,
kaliper skinfold (skinfold calipers), merupakan metode yang sering dipilih, walau
akurasi dari pengukuran dengan alat ini seringkali dipertanyakan. Lokasi
pengukuran termasuk trisep, bagian subscapular, dan batis bagian tengah.
Pengukuran skinfold digunakan pada 3 bagian tubuh (trisep, subcapular, dan betis
bagian tengah) dengan menggunakan Lange skinfold caliper pada anak usia 6-9
tahun. Menunjukkan tendensi yang pasti pada peningkatan kegemukan tubuh baik
pada laki-laki dan perempuan saat mereka tumbuh dari usia 6 tahun hingga usia 9
tahun, dengan perempuan mempunyai posisi yang lebih tingi daripada anak laki-
laki pada segala usia.
Gambar 09. Grafik Perbedaan Komposisi Tubuh Laki-Laki dan Perempuan pada
Anak-Anak Usia 6-9 Tahun. (Gallahue dan Ozmun 1998 : 230)
5. Letak Topografi Tempat Tinggal
Topografi adalah bentuk permukaan bumi yang menyuguhkan relief
permukaan dan identifikasi jenis lahan. Objek dari topografi adalah mengenai
posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada koordinat secara horizontal
seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian. Dalam
penelitian ini menunjukkan daerah pegunungan dan daerah pesisir pantai. Tempat
tinggal adalah tempat seseorang tinggal bersama-sama keluarganya. Dalam
penelitian ini adalah tempat sampel tinggal dan menetap disuatu daerah.
47
a. Hubungan Ketinggian Tempat Tinggal Dengan Tekanan Parsial Oksigen
(O2)
Ketinggian tempat sangat berpengaruh tehadap tekanan parsial oksigen
(O2), Tekanan barometer dan persentase oksigen (O2). Ini dapat dilihat dari tabel
berikut ini :
Tabel 05. Tingkat Tekanan Parsial Oksigen (O2), Tekanan Barometer danPersentase Oksigen (O2) di Atmosfir Sesuai Ketinggiaan (Lumb,2000).
Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi ketinggian tempat suatu
daerah, salah satu contoh dalam penelitian ini ialah untuk sampel di daerah
pegunungan yaitu di Kecamatan pule yang memiliki ketinggian 500-690 m dari
permukaan laut, maka semakin rendah juga tekanan barometer, tekanan oksigen
(O2), dan kadar oksigen (O2). Dengan adanya keadaan seperti di atas akan
menuntut penduduk yang ada di daerah pegunungan khususnya di Kecamatan
pule melakukan adaptasi fisiologis (aklimatisasi).
b. Aklimatisasi Alamiah Penduduk Asli yang Tinggal di Tempat Tinggi
Menurut Guyton (1983:73) ”banyak penduduk asli Andes dan Himalayahidup pada ketinggian di atas 13.000 kaki, satu kelompok di Andes yang
48
ada di Peru, hidup pada ketinggian 19.000 kaki. Mereka yang dilahirkandan tinggal di dataran tinggi memiliki keunggulan aklimatisasi terhadaporang yang dilahirkan di dataran rendah yang kemudian menetap lebih dari10 tahun di dataran tinggi. Proses aklimatisasi pada penduduk asli datarantinggi dimulai pada masa bayi”.
Banyak hal yang dipengaruhi, jika seseorang mengalami aklimatisasi yang
baik atau unggul, ini dapat dilihat dari ukuran dada, khususnya sangat meningkat,
sedangkan ukuran tubuh agak berkurang, sehingga memberikan perbandingan
kapasitas ventilasi dengan masa tubuh yang tinggi. Disamping itu jantung mereka
lebih berkembang dibandingan dengan jantung yang dilahirkan dan tinggal di
dataran rendah, ini dikarenakan jantung kanan yang mengadakan tekanan arteri
pulmonalis yang tinggi, memompa darah melalui sistem kapiler paru-paru yang
sangat berkembang.
Penyerapan oksigen (O2) oleh darah ke jaringan juga sangat dipermudah
dengan adanya peningkatan hemoglobin (Hb). Perbedaan yang juga terjadi antara
orang yang dilahirkan di dataran tinggi atau pegunungan dibandingkan dengan
orang yang dilahirkan di dataran rendah adalah tekanan oksigen (PO2) di arterial
pada penduduk asli dataran tinggi lebih tinggi 40 mm Hg dibandingkan orang
yang dilahirkan didataran rendah, tetapi karena jumlah homoglobin (Hb) darah
lebih banyak jadi jumlah oksigen (O2) di dalam darah menjadi lebih banyak dari
pada orang yang dilahirkan dan tinggal di dataran rendah. Demikian juga dengan
tekanan oksigen (PO2) vena pada penduduk asli dataran tinggi hannya 10 mm Hg
lebih kecil dari pada tekanan vena pendududuk dataran rendah, meskipun tekanan
oksigen (O2) arterialnya rendah dan fakta sebenarnya bahwa konsumsi oksigen
(O2) penduduk dataran tinggi sebenarnya lebih besar dari pada penduduk asli
dataran rendah, yang menunjukan bahwa jaringan dan sel-sel tubuh penduduk asli
dataran tinggi yang beraklimatisasi secara alami dapat menggunakan oksigen (O2)
dalam jumlah yang banyak.
Menurut Guyton, (1983:73), hubungkan proses aklimatisasi dengan
kapasitas kerja. “Orang yang mengalami aklimatisasi pada dataran tinggi memiliki
kapasitas kerja yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang tinggal dan
dilahirkan di dataran rendah”. Ini dapat dilihat dari persentase kapasitas kerja dan
49
nilai maksimum setinggi permukaan laut untuk orang normal dan dengan orang
pada ketinggian 17.000 kaki adalah sebagai berikut: orang yang belum
beraklimatisasi memiliki kapsitas kerja sebesar 50%, orang yang mengalami
aklimatisasi selama dua bulan memiliki kapasitas kerja sebesar 68%, dan
penduduk asli yang hidup pada ketinggian 13.200 kaki tetapi bekerja pada
ketinggian 17.000 kaki memiliki kapasitas kerja sebesar 87%.
Penduduk asli yang beraklimatisasi secara alamiah dapat mencapai hasil
kerja sehari-hari lebih baik dengan orang yang dilahirkan dan tinggal di dataran
rendah, dan dengan orang asli dataran rendah yang pindah ke pegunungan dan
kemudian mengalami aklimatisasi, masih dikalahkan kapasitas kerjanya
dibandangkan dengan penduduk asli, yang lahir dan bertempat tinggal di dataran
tinggi atau di daerah pegunungan.
c. Aklimatisasi Terhadap Tekanaan Oksigen (PO2) Yang Rendah
Menurut Guyton (1983:69), “aklimatisasi juga dipengaruhi oleh tekananbarometer pada berbagai ketinggian. Perbedaan pada pemukaan lautmenunjukkan tekanan oksigen (PO2) sebesar 760 mm Hg, sedangkan padaketinggian 10.000 kaki hanya 523 mm Hg, dan pada ketinggian 50.000kaki tekanan oksigen (PO2) mencapai 87 mm Hg.
Disamping itu tekanan parisial oksigen (PO2) juga berbeda pada dataran
rendah dan dataran tinggi. Pada dataran rendah atau permukaan laut,
memperlihatkan tekanan parsial oksigen (PO2) adalah 159 mm Hg, sedangkan
pada ketinggian 10.000 kaki kira-kira 110 mm Hg, dan pada ketinggian 50.000
kaki 18 mm Hg.
Tekanan parsial oksigen (PO2) pada alveolus mengalami penurunan,
bahkan lebih besar penurunanya dengan tekanan parsial oksigen (PO2) pada
atmosfir, ini disebabkan karena efek karbondiksida (CO2) dan uap air.
Karbondioksida (CO2) akan diekskresikan dari darah pada paru-paru ke alveolus,
juga air akan menguap kedalam rongga alveolus dari permukaan saluran
pernapasan, oleh karena itu kedua gas ini akan mengencerkan kandungan oksigen
(O2) sedangkan nitrogen yang terdapat pada alveolus, juga menurunkan
konsentrasi oksigen (O2). Sedangkan pada tempat yang rendah tekanan parsial
50
oksigen (PO2) pada alveolus tidak mengalami penurunan sedemikian besar seperti
tekanan parsial oksigen (PO2) pada atmosfir.
Dengan adanya penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) rendah maka
penduduk yang tinggal di dataran tinggi, akan mengalami penyesuaian diri
(adaptasi) terhadap penurunan tekanan oksigen (PO2) yang rendah. Adapun cara
tubuh menyesuaikan diri (aklimatisasi) menghadapi tekanan oksigen (PO2) yang
rendah pada tempat yang tinggi adalah : (a) meningkatkan pentilasi paru-paru, (b)
meningkatnya hemoglobin (Hb) dalam darah, (c) meningkatnya difusi paru-paru,
(d) meningkatnya vaskularisasi jaringan, dan (e) aklimatisasi sel untuk
menggunakan oksigen (O2) meskipun tekanan parsial oksigen (PO2) rendah.
a). Meningkatkan Ventilasi Paru-Paru.
Meningkatnya ventilasi paru-paru, segera setelah mengalami tekanan
parsial oksigen (PO2) rendah. Ini adalah merupakan kompensasi segera, jika
seseorang berada pada tempat yang tinggi. Kemudian, jika ia tetap pada tempat
yang tinggi ventilasinya akan meningkat lima sampai tujuh kali lipat. Peningkatan
sebesar 65% ketika naik ke tempat yang tinggi, karena mengeluarkan sejumlah
besar karbondioksida (CO2), menurunkan tekanan karbondioksida (PCO2) dan
meningkatkan pH cairan tubuh. Kedua perubahan ini akan menghambat pusat
pernapasan. Selama tiga sampai lima hari akan berangsur-angsur hilang. Akibat
rangsangan kemoreseptor maka ventilasi paru-paru akan meningkat lima sampai
tujuh kali dari keadaan normal.
b). Meningkatnya Hemoglobin (Hb) dalam Sel Darah.
Hemoglobin (Hb) akan meningkat selama penyesuaian diri pada tempat
yang tinggi. Akibat rendahnya oksigen (O2) hemotokrit meningkat dari keadaan
normal 40-45 kesuatu rata-rata 60-65, dengan kenaikan rata-rata konsentrasi
hemoglobin (Hb) sebesar 22 gr/dl dari keadaan normal yaitu 15 gr/dl. Selain itu,
volume darah juga bertambah 20-30 persen, menghasilkan peningkatan total
hemoglobin (Hb) yang beredar menjadi 50 persen atau lebih.
c). Meningkatnya Difusi Paru-Paru.
Meningkatnya difusi paru-paru pada tempat yang tinggi disebabkan karena
sangat meningkatnya kapiler darah ke paru-paru yakni sebesar 21ml/mm
51
Hg/menit, yang mengembangkan kapiler tersebut dan meningkatnya permukaan,
akibat oksigen (O2) yang berdifusi kedalam darah. Selain itu disebabkan oleh
suatu peningkatan tekanan arteri pulmonalis, sehingga memaksa darah mengalir
ke kapiler alveolus yang jumlahnya lebih besar dari normal.
d). Meningkatnya Vaskularisasi Jaringan.
Meningkatnya vaskularisasi jaringan pada tempat yang tinggi disebabkan
oleh meningkatnya kebutuhan oksigen (O2) dari organ-organ tubuh seperti otot,
jantung dan otak. Selain itu curah jantung akan meningkat sebesar 20 sampai 30
persen.
e). Aklimatisasi Sel Mitocondria Untuk Menggunakan Oksigen (O2) Meskipun
Tekanan Oksigen (PO2) Rendah.
Aklimatisasi sel pada orang di tempat yang tinggi, yang ditunjukkan
dengan mitikondria dan sistem ensim oksidatif sel lebih banyak dari orang di
permukaan laut. Orang di tempat yang tinggi akan menggunakan oksigen (O2)
lebih efektif dengan orang yang ada di permukaan laut atau dataran rendah.
d. Respirasi Di Dataran Tinggi
Tekanan barometer di berbagai ketinggian tempat berbeda. Pada ketinggian
permukaan laut tekanan barometer 760 mmHg, sedangkan pada ketinggian 10.000
kaki di atas permukaan laut hanya 523 mmHg, dan pada 50.000 kaki adalah 87
mmHg. Penurunan tekanan barometer merupakan dasar penyebab semua persoalan
hipoksia pada fisiologi manusia di tempat tinggi. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
seiring dengan penurunan tekanan barometer akan terjadi juga penurunan tekanan
oksigen parsial yang sebanding, sehingga tekanan oksigen selalu tetap sedikit lebih
rendah 20%-21% dibanding tekanan barometer total. Jadi pada ketinggian permukaan
laut total tekanan atmosfer 760 mmHg, ketika di atas 12.000 kaki tekanan
barometernya hanya 483mmHg Dalam hal ini terjadi penurunan total tekanan
atmosfer, yang berarti lebih sedikit 40% molekul per pernapasan pada saat berada di
tempat tinggi dibandingkan dengan permukaan laut (Anonim, 2008c).
Apabila seseorang berada di tempat yang tinggi selama beberapa hari,
minggu, atau tahun, menjadi semakin teraklimatisasi terhadap tekanan parsial oksigen
yang rendah, sehingga efek buruknya terhadap tubuh makin lama semakin
52
berkurang.Proses aklimatisasi umumnya antara satu sampai tiga hari (Anonim,
2008c).
Prinsip-prinsip utama yang terjadi pada aklimatisasi ialah peningkatan
ventilasi paru yang cukup besar, sel darah merah bertambah banyak, kapasitas difusi
paru meningkat, vaskularisasi jaringan meningkat, dan kemampuan sel dalam
menggunakan oksigen meningkat, sekalipun tekanan parsial oksigennya rendah
(Guyton, 1994). Aklimatisasi meliputi beberapa perubahan struktur dan fungsi tubuh,
seperti mekanisme kemoreseptor meningkat, tekanan arteri pulmonalis meningkat.
Selanjutnya tubuh memproduksi sel darah merah lebih banyak di dalam sumsum
tulang untuk membawa oksigen, tubuh memproduksi lebih banyak enzim 2,3-
biphosphoglyserate yang memfasilitasi pelepasan oksigen dari hemoglobin ke
jaringan tubuh. Proses aklimatisasi secara perlahan menyebakan dehidrasi, urinasi,
meningkatkan konsumsi alkohol dan obat-obatan. Dalam waktu yang lama dapat
meingkatkan ukuran alveoli, menurunkan ketebalan membran alveoli, yang diikuti
dengan perubahan pertukaran gas (Anonim, 2008b).
Setelah mengalami aklimatisasi seseorang di tempat yang tinggi akan
mengalami peningkatan kapasitas difusi oksigen. Kapasitas difusi normal oksigen
ketika melalui membran paru kira-kira 21 ml/mmHg/menit. Kapasitas difusi tersebut
dapat meningkat sebanyak tiga kali lipat selama olahraga. Sebagian dari peningkatan
tersebut disebabkan oleh volume darah kapiler paru yang sangat meningkat. Sebagian
lagi disebabkan oleh peningkatan volume paru yang mengakibatkan meluasnya
permukaan membran alveolus. Terakhir disebabkan peningkatan tekanan arteri paru.
Tekanan tersebut akan mendorong darah masuk lebih banyak ke kapiler alveolus
(Guyton, 1994).
Seorang atlete untuk kompetisi pada tempat dengan lokasi ketinggian yang
bervariasi perlu melakukan proses aklimatisasi sebelum perlombaan. Seorang
pemanjat gunung pada ketinggian sedang akan mengalami penurunan tekanan
atmosfer 7-8%. Orang tersebut akan mengalami penurunan pemasukan oksigen
sehingga diduga dapat menurunkan kekuatan otot 4-8% tergantung durasi kompetisi.
Hal tersebut tidak menguntungkan untuk mencapai finis, apabila hal tersebut terjadi
tanpa melakukan aklimatisasi terlebih dahulu (Anonim, 2008c). Meskipun seorang
atlete yang melakukan persiapan (exercise) dan aklimatisasi dengan baik, tidak akan
53
sama dengan penduduk asli di pegunungan Andes, yang memiliki kapasitas dada
yang besar, alveoli dan pembuluh kapiler besar dan jumlah sel darah merah lebih
banyak (Anonim, 2008c).
Aklimatisasi alami pada orang yang tinggal di tempat tinggi, seperti penduduk
yang tinggal di pegunungan Andes dan Himalaya (ketinggian 13.000-19.000 kaki)
mempunyai kemampuan yang sangat superior dalam hubungannya dengan sistem
respirasi, dibandingkan dengan penduduk dari tempat rendah dengan kemampuan
aklimatisasi yang terbaik tinggal di tempat tinggi. Proses aklimatisasi tersebut telah
dimulai semenjak bayi. Terutama ukuran dadanya sangat besar, sedangkan ukuran
tubuhnya sedikit lebih kecil, sehingga rasio kapasitas ventilasi terhadap massa tubuh
menjadi besar. Selain itu, jantungnya terutama jantung kanan jauh lebih besar
daripada jantung orang yang tinggal di tempat rendah. Jantung kanan yang besar
tersebut menghasilkan tekanan yang tinggi dalam arteri pulmonalis sehingga dapat
mendorong darah melalui kapiler paru yang telah sangat melebar (Guyton, 1994).
Pengangkutan oksigen oleh darah ke jaringan lebih mudah pada orang yang
telah teraklimatisasi di tempat tinggi. Tekanan parsial O2 pada orang-orang yang
tinggal di tempat tinggi hanya 40 mmHg, tetapi karena jumlah haemoglobinnya lebih
banyak, maka jumlah oksigen dalam darah arteri menjadi lebih banyak dibanding
oksigen dalam darah pada penduduk yang tinggal di tempat yang rendah. Selanjutnya
tekanan parsial O2 vena pada penduduk di tempat tinggi 15 mmHg lebih rendah
daripada tekanan parsial O2 vena pada penduduk di tempat rendah, sekalipun tekanan
parsial O2 nya rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengangkutan oksigen ke
jaringan adalah lebih baik pada penduduk yang secara alami telah mengalami
aklimatisasi (Guyton, 1994).
e. Geografis Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Trenggalek adalah salah satu Kabupaten yang berada di
Provinsi Jawa Timur, secara geografis letaknya di pesisir pantai selatan dan
mempunyai batas wilayah yang berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten
Ponorogo, sebelah timur dengan Kabupaten Tulungagung, sebelah selatan dengan
pantai selatan, dan sebelah barat dengan Kabupaten Pacitan. Wilayah Trenggalek
terdiri dari daerah pegunungan dan bebukitan yang berarti termasuk dalam dataran
54
menengah dan tinggi. Kabupaten trenggalek mempunyai luas wilayah 126.140
Ha, dimana 2/3 bagiannya merupakan tanah daerah pegunungan, terbagi menjadi
14 kecamatan dan 157 desa.
Kabupaten Trenggalek secara ketinggian tempat terdiri dari 2/3 wilayah
daerah pegunungan dan 1/3 lainnya merupakan datara rendah dengan ketinggian
sampai 0 sampai dengan 690 meter di atas permukaan laut. Dua pertiga wilayah
Kabupaten Trenggalek yang merupakan kawasan daerah pegunungan dataran
rendah memiliki ketinggian 100 meter di atas permukaan laut, dan ketinggian
tersebut 53,8 % berketinggian 100-500 meter. Kabupaten Trenggalek sebagian
besar bertopografi terjal lebih 40 % seluas kurang lebih 28.378 ha yang
merupakan daerah rawan bencana. Kasawan ini tersebar di beberapa kecamatan
yaitu kecamatan Bendungan, Pule, Dongko, Watulimo, Munjungan dan
Kecamatan Panggul. Luas daerah dataran rendah dengan tingkat kemiringan
antara 0-15% adalah kurang lebih 42.291 ha.
Keadaan geografis Kabupaten Trenggalek yang berupa dataran rendah
dengan keadaan pantai yang berpasir, dan daerah pegunungan dengan keadaan
perbukitan maupun daerah pegunungan akan memeberikan suatu keadaan, dimana
menuntut seseorang bisa menyesuaikan atau beradaptasi terhadap keadaan itu, dan
salah satu dampak positif yang dapat dilihat dari pengaruh keadaan geografis
tersebut, terhadap kemampuan fisiologis tubuh dan peningkatan kemampuan
biomotorik seseorang seperti power dan daya tahan cardiovasculer.
1). Kecamatan Watulimo
Watulimo berasal dari bahasa jawa yaitu Watu yang berarti Batu dan Limo
yang berarti Lima. Jadi watulimo berarti batu yang berjumlah lima,singkat cerita
karena menurut kepercayaan dulu ada seorang ksatria mataram yang bernama
Raden Kromodiko dengan gelar Raden Tumenggung Yudho Negoro yang
melakukan musyawarah untuk melaksanakan babat hutan dengan para
kepercayaannya duduk diatas batu yang berjumlah 5 (lima) buah. Maka sebagai
tetenger pada akhirnya tempat tersebut dinamakan Watulimo. Kecamatan
Watulimo terletak di Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur, sebelah selatan
tepatnya sebelah barat berbatasan dengan kecamatan munjungan dan kampak,
55
sebelah utara kecamatan kampak dan gandusari, sebelah timur kabupaten
Tulungagung dan sebelah selatan Samudera Hindia.
Kecamatan Watulimo terdiri atas 12 desa yaitu :
1. Desa Watuagung, 2. Desa Ngembel, 3. Desa Watulimo, 4. Desa Pakel, 5. Desa
Dukuh, 6. Desa Gemaharjo, 7. Desa Slawe, 8. Desa Sawahan, 9. Desa
Margomulyo, 10. Desa Prigi, 11. Desa Tasikmadu, 12. Desa Karanggandu.
Kantor Camat Watulimo terletak di desa prigi tepatnya disamping koramil
dan puskesmas prigi, kecamatan watulimo memiliki berbagai objek wisata untuk
disinggahi yaitu pantai prigi di desa tasikmadu dengan pasir coklatnya, pantai
pasir putih di desa tasikmadu dengan pasir putihnya, gunung sepikul di desa
watuagung dengan panjat tebingnya,goa lowo di desa watuagung dengan panjang
kurang lebih 800 m dan lebar 25 meternya, pantai damas di desa karanggandu
dengan suasana sejuknya. Penduduk di kecamatan watulimo sebagian besar
bekerja sebagai petani yang bekerja di sawah terutama didaerah dataran rendah
yaitu di desa prigi, tasikmadu karena terletak di dekat pantai. Selain petani warga
juga banyak yang bekerja sebagai pedagang, pegawai PNS maupun swasta, ada
yang berkerja sebagai juru rawat, bidan dan dokter.
Produk dari kecamatan Watulimo sangat banyak, tetapi mayoritas hasil
perikanan dan pertanian, dari hasil perikanan yang diperoleh mulai dari ikan Tuna,
Tengiri, Teropong, cumi, udang galah, cumi-cumi, kerang, ikan tongkol dan
masih banyak lagi semua itu adalah berkat nelayan yang berkerja keras tanpa
kenal waktu untuk mencari nafkah.
2). Kecamatan Pule
Kecamatan Pule terletak di Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur,
yang berbatasan sebelah utara berbatasan dengan kecamatan sawoo kabupaten
Ponorogo, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Suruh,Karangan,dongko
Kabupaten Trenggalek, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Panggul
Kabupaten Trenggalek sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ngrayun
Kabupaten Ponorogo.
Kecamatan pule cukup dikenal di kawasan Kota Trenggalek karena di
kecamatan kecil di bagian barat dari Trenggalek ini banyak perkebunan cengkeh
56
yang menjadi primadona dan di kembangkan oleh hampir seluruh masyarakat
kecamatan pule,sampai ke pelosok desa. Seiring berjalannya waktu istilah roda
terus berputar. Hingga saat ini masyarakat pule tetap membudayakan perkebunan
cengkeh.
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan pada penelitian yang sebelumnya dari Abdul Aziz Hakim,
yang berjudul ”Kapasitas Aerobik dan Anaerobik Pada Anak Laki-laki dan
Perempuan Usia Dini ditinjau Dari Ketinggian Wilayah Tempat Tinggal di
Provinsi Jawa Timur”. subyek penelitian 60 siswa, 30 orang siswa di dataran
rendah, 30 orang siswa di dataran tinggi dengan taraf signifikansi 5% dari hasil
penelitian itu menunjukkan kapasitas aerobik dan kapasitas anaerobik anak yang
tinggal di dataran tinggi lebih bagus dengan anak yang tinggal di dataran rendah.
Di samping itu dapat di tarik kesimpulan bahwa anak laki-laki lebih superior di
bandingkan anak perempuan.
Selain itu, penelitian dari Andhega Wijaya yang berjudul ”Perkembangan
Fleksibilitas Persendian Pada Anak Usia 7-12 Tahun Ditinjau Dari Jenis Kelamin”
Penelitian yang dilakukan di SD se-kabupaten karanganyar. Dengan hasil
penelitian terdapat perkembangan presentase fleksibilitas anak besar 1) laki-laki
pada a) persendian bahu usia 7 tahun 609.667%, usia 8 tahun 613.1667%, usia 9
tahun 572.916%, usia 10 tahun 588.66667%, usia 11 tahun 595.0833%, usia 12
tahun 580.9%, b) persendian pergelangan tagan usia 7 tahun 146.5%, usia 8 tahun
147.267%, usia 9 tahun 143.0833%, usia 10 tahun 143.4167%, usia 11 tahun
141.5%, usia 12 tahun 139.9167%, c) persendian punggung usia 7 tahun 97.85%,
usia 8 tahun 92.4333%, usia 9 tahun 94.7%, usia 10 tahun 96.81667%, usia 11
tahun 99.6667%, usia 12 tahun 106.93333%, d) persendian pangkal paha usia 7
tahun 969.5%, usia 8 tahun 288.6167%, usia 9 tahun 273.0833%, usia 10 tahun
275.833%, usia 11 tahun 289.75%, dan usia 12 tahun 270.4167%, e) persendian
pergelangan kaki usia 7 tahun 56.8333%, usia 8 tahun 65.5%, usia 9 tahun
59.08333%, usia 10 tahun 56.25%, usia 11 tahun 58.5% dan usia 12 tahun
58.16667%.
57
Sedangkan persentase anak besar 2) perempuan pada a) persendian bahu
usia 7 tahun 612.25%, usia 8 tahun 607.75%, usia 9 tahun 591.0833%, usia 10
tahun 583.9667%, usia 11 tahun 577.25%, usia 12 tahun 588.88883%, b)
persendian pergelangan tagan usia 7 tahun 146.667%, usia 8 tahun 146.6667%,
usia 9 tahun 141.667%, usia 10 tahun 141%, usia 11 tahun 140.25%, usia 12
tahun 140.333%, c) persendian punggung usia 7 tahun 105.7167%, usia 8 tahun
92.4333%, usia 9 tahun 94.7%, usia 10 tahun 96.81667%, usia 11 tahun
99.6667%, usia 12 tahun 106.93333%, d) persendian pangkal paha usia 7 tahun
969.5%, usia 8 tahun 288.6167%, usia 9 tahun 273.0833%, usia 10 tahun
275.833%, usia 11 tahun 289.75%, dan usia 12 tahun 270.4167%, e) persendian
pergelangan kaki usia 7 tahun 56.8333%, usia 8 tahun 65.5%, usia 9 tahun
59.08333%, usia 10 tahun 56.25%, usia 11 tahun 58.5% dan usia 12 tahun
58.16667%.
58
C. Kerangka Berfikir
Gambar 10. Bagan Kerangka Berfikir
Laki-laki Dan PerempuanUsia 6-12 tahun
Di Kabupaten Trenggalek
Aklimatisasi1. Ventilasi paru-paru meningkat.2. Hemoglobin (Hb) meningkat.3. Vaskularisasi jaringan meningkat.4. Difusi paru-paru meningkat.5. Mitohcondria meningkat
Daerah Pegunungan1. Medan berbukit.2. Tekanan O2 yang rendah.3. Difusi menurun4. Oksihemoglobin rendah
Daerah Pesisir Pantai1. Medan datar & berpasir.2. Tekanan O2 yang normal.3. Difusi normal4. Oksihemoglobin normal.
Letak Topografi TempatTinggal
Tidak terjadiaklimatisasi
PerkembanganKemampuan kapasitas aerobik dan anaerobik
Laki-laki Dan PerempuanUsia 6-12 tahun
Di Kabupaten Trenggalek
59
1. Perkembangan Kemampuan kapasitas Aerobik Dan Anaerobik Ditinjau
Dari Letak Topografi Tempat Tinggal
Faktor lingkungan ini erat kaitanya dengan letak topografi, ketinggian
suatu tempat (dataran rendah dan dataran tinggi), suhu atau temperatur suatu
tempat, cuaca dan iklim. Kondisi lingkungan dan tempat tinggal berpengaruh
kepada kondisi fisik baik itu secara fisiologis dan anatomis manusia dan ini dapat
di lihat dengan adanya perbedaan kondisi lingkungan berupa letak topografi baik
itu dataran rendah di daerah pesisir pantai dan dataran tinggi di daerah
pegunungan.
a. Kondisi Medan Daerah Pesisir Pantai dan Daerah Pegunungan
Daerah pantai dan pegunungan dilihat dari kondisi lingkungan dan letak
topografi jelas berbeda, dimana kedua daerah tersebut diketahui memiliki
ketinggian tempat dan tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang
berbeda. Daerah pesisir pantai menjadikan masyarakatnya beradaptasi dengan
lingkungan yang berpasir, begitu juga daerah pegunungan dengan ketinggian
tempatnya menjadikaan masyarakatnya beradaptasi dengan lingkungan daerah
pegunungan yang cendrung berbukit-bukit.
Perbedaan nyata yang dapat digambarkan antara daerah pesisir pantai
dan daerah pegunungan, bisa di lihat dari pola aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakatnya. Derah pesisir pantai yang mayoritas penduduknya adalah sebagai
nelayan, menangkap ikan dan mengayuh perahu sampai ketengah lautan, harus
dibarengi dengan kondisi fisik yang baik, aktivitas lain yang dapat dilihat pada
anak-anak pesisir adalah berenang, menangkap ikan, menyelam dan bermain di
atas pasir. Dimana kesemua aktivitas tersebut secara tidak sadar karena sudah
terbiasa akan memberikan kesempatan, untuk melatih kemampuan fisik mereka
secara alami.
Dibandingkan dengan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang
tinggal di Daerah pegunungan dengan medan yang berbukit, tidak datar, tanjakan
dan turunan yang curam serta suhu yang dingin menuntut masyarakatnya, untuk
bisa beradaptasi dengan lingkungan seperti itu, salah satu aktivitas atau keseharian
60
yang sering dilakukan di daerah pegunungan adalah berkebun atau bertani.
Mayoritas penduduk pegunungan memiliki mata pencaharian bertani, dan kalau
dilihat dari letak perkebunan mereka, kebanyakan berada di kaki gunung. Begitu
juga dengan aktivitas anak-anak daerah pegunungan mereka lebih suka aktivitas
yang berhubungan dengan petualangan yang telah diwariskan oleh keluarga
mereka. Aktivitas ke sekolahpun harus mereka tempuh dengan berjalan kaki
melewati perbukitan dan jalan setapak yang memiliki medan yang cukup berat,
semua itu menuntut kesiapan fisik yang baik.
b. Terjadinya Adaptasi Fisiologis.
Letak topografi tempat tinggal yaitu di daerah pesisir pantai dan daerah
pegunungan selain berpengaruh terhadap kemampuan fisik, berpengaruh juga
tehadap keadan fisiologis anak. Hal ini terjadi bahwa anak yang tinggal di daerah
pegunungan akan mengalami adaptasi fisiologis yang terjadi semenjak dilahirkan,
ini diakibatkan karena tekanan parsial oksigen (PO2) yang ada di daerah
pegunungan rendah karena dilihat dari ketinggian tempat tinggal dibandingkan di
daerah pesisir pantai.
Dengan adanya penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) rendah maka
penduduk yang tinggal di daerah pegunungan, akan mengalami penyesuaian diri
(adaptasi) terhadap penurunan tekanan oksigen (PO2) yang rendah. Adapun cara
tubuh menyesuaikan diri beradaptasi menghadapi tekanan oksigen (PO2) yang
rendah pada tempat yang tinggi adalah : 1) meningkatkan pentilasi paru-paru, 2)
meningkatnya hemoglobin (Hb) dalam darah, 3) meningkatnya difusi paru-paru,
4) meningkatnya vaskularisasi jaringan, dan 5) bertambahnya jumlah mitokondria
dan ensim oksidatif menggunakan oksigen (O2) meskipun tekanan parsial oksigen
(PO2) rendah.
Kondisi medan atau letak topografi tempat tinggal, baik di daerah pesisir
pantai dan pegunungan akan berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
kapasitas aerobik dan anaerobik anak laki-laki dan perempuan tingkatan usia 6
sampai 12 tahun.
61
2. Perkembangan Kemampuan kapasitas Aerobik Dan Anaerobik Anak
Tingkatan Usia 6-12 Tahun Ditinjau Dari Jenis Kelamin
Perkembangan kemampuan kapasitas aerobik dan anaerobik antara anak
laki-laki dan perempuan cendrung mengalami perbedaan. Ini dapat ditunjukkan
dengan perbedaan antara pola pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan dapat
diketahui bahwa keduanya mempunyai pertumbuhan lengan dan tungkai yang
cepat daripada pertumbuhan yang lainnya, tetapi anak laki-laki cenderung
memiliki kaki dan lengan yang lebih panjang, dan lebih tinggi selama masa
kanak-kanak. Seperti halnya, anak perempuan cenderung memiliki pinggul yang
lebih lebar, dan paha yang besar selama periode ini. Perbedaan pola
perkembangan anak seperti diatas antara anak laki-laki dan perempuan akan
berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan kapasitas aerobik dan
anaerobik.
Selain itu kesempatan untuk mengasah keterampilan fisik anak laki-laki
dan perempuan melalui permainan, kesempatan berolahraga atau aktivitas fisik
yang lain mengalami ketimpangan, hal ini dapat dilihat dari pembagian tugas di
lingkungan sosial masyarakat atau di lingkup keluarga dimana peran yang
menuntut aktivitas fisik tinggi akan diambil dan dilaksanakan oleh laki-laki
sedangkan tugas yang ringan yang kurang menuntut aktivitas fisik yang ringan
akan dilaksanakan oleh kaum perempuan, keadaan ini akan berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan fisik secara umum, serta kemampuan kapasitas
aerobik dan anaerobik secara khusus.