bab ii landasan teori - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34320/5/1956_chapter_ii.pdf · data...
TRANSCRIPT
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Uraian Umum
Bendung merupakan bangunan air, dimana dalam perencanaan dan pelaksanaannya
melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendukung, seperti ilmu hidrologi, irigasi, teknik
sungai, pondasi, mekanika tanah, dan ilmu teknik lingkungan untuk menganalisis dampak
lingkungan akibat pembangunan bendung tersebut.
Untuk menunjang proses perencanaan bendung maka berbagai teori dan rumus-rumus
dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan, terutama ketika pengolahan data maupun
desain rencana bangunan air.
2.2 Analisis Hidrologi
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi
(hydrologic phenomena), seperti besarnya: curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya
penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan
aliran, konsentrasi sedimen sungai akan selalu berubah terhadap waktu.
Data hidrologi dianalisis untuk membuat keputusan dan menarik kesimpulan
mengenai fenomena hidrologi berdasarkan sebagian data hidrologi yang dikumpulkan.
Untuk perencanaan bendung analisis hidrologi yang terpenting yaitu dalam menentukan
debit banjir rencana dan debit andalan.
Adapun langkah-langkah dalam analisis debit tersebut adalah sebagai berikut :
a. Menentukan Daerah Aliran Sungai (DAS) beserta luasnya.
b. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan.
c. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang ada.
d. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
2
e. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di atas pada
periode ulang T tahun.
f. Menghitung debit andalan dimana merupakan debit minimum sungai yang
dipergunakan untuk keperluan irigasi.
g. Menghitung kebutuhan air di sawah yang dibutuhkan untuk tanaman.
h. Menghitung neraca air yang merupakan perbandingan antara debit air yang tersedia
dengan debit air yang dibutuhkan untuk keperluan irigasi.
2.3 Perhitungan Debit Banjir Rencana
2.3.1 Uraian Umum Mengenai Banjir Rencana
Pemilihan banjir rencana untuk bangunan air adalah suatu masalah yang sangat
bergantung pada analisis statistik dari urutan kejadian banjir baik berupa debit air di sungai
maupun hujan. Dalam pemilihan suatu teknik analisis penentuan banjir rencana tergantung
dari data-data yang tersedia dan macam dari bangunan air yang akan dibangun.
2.3.2 Curah Hujan Daerah
Untuk memperoleh data curah hujan, maka diperlukan alat untuk mengukurnya yaitu
penakar hujan dan pencatat hujan. Dalam perencanaan bendung Sapon ini data curah hujan
diperoleh dari stasiun-stasiun sekitar lokasi bendung dimana stasiun hujan tersebut masuk
dalam DAS.
2.3.3 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai ditentukan berdasarkan topografi daerah tersebut, dimana daerah
aliran sungai adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit di antara dua
buah sungai sampai ke sungai yang ditinjau. Pada peta topografi dapat ditentukan cara
membuat garis imajiner yang menghubungkan titik yang mempunyai elevasi kontur
tertinggi di sebelah kiri dan kanan sungai yang ditinjau. Untuk menentukan luas daerah
aliran sungai dapat digunakan alat planimeter.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
3
2.3.4 Analisis Curah Hujan Rencana
Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah
hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan areal
dapat dihitung dengan beberapa metode :
2.3.4.1 Metode Rata-Rata Aljabar
Curah hujan didapatkan dengan mengambil rata-rata hitung (arithmatic mean) dari
penakaran pada penakar hujan areal tersebut. Cara ini digunakan apabila :
1. Daerah tersebut berada pada daerah yang datar
2. Penempatan alat ukur tersebar merata
3. Variasi curah hujan sedikit dari harga tengahnya
Rumus yang digunakan pada perhitungan ini adalah sebagai berikut:
R = n1 ( R1+R2+.........+Rn) .................................................................... (2.1)
(Hidrologi untuk Pengairan. Ir.Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda. hal :27)
dimana :
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun pengamatan
R1 = curah hujan pada stasiun pengamatan satu (mm)
R2 = curah hujan pada stasiun pengamatan dua (mm)
Rn = curah hujan pada stasiun pengamatan n (mm)
2.3.4.2 Metode Polygon Thiessen
Cara ini didasarkan atas cara rata-rata timbang, dimana masing-masing stasiun
mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap
garis penghubung antara dua stasiun, dengan planimeter maka dapat dihitung luas daerah
tiap stasiun. Sebagai kontrol maka jumlah luas total harus sama dengan luas yang telah
diketahui terlebih dahulu. Masing-masing luas lalu diambil prosentasenya dengan jumlah
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
4
total 100%. Kemudian harga ini dikalikan dengan curah hujan daerah di stasiun yang
bersangkutan dan setelah dijumlah hasilnya merupakan curah hujan yang dicari.
Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah sebagai berikut :
1. Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun.
2. Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan
3. Topografi daerah tidak diperhitungkan.
4. Stasiun hujan tidak tersebar merata
Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:
R = n
nn
AAARARARA
++++++
..............
21
2211 ....................................................................... (2.2)
(Hidrologi untuk Pengairan, Ir.Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, hal :27)
dimana :
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
R1, R2,.......,Rn = curah hujan pada stasiun 1,2,..........,n (mm)
A1, A2, …,An = luas daerah pada polygon 1,2,…...,n (km2)
Gambar 2.01 Polygon Thiessen
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
5
2.3.4.3 Metode Isohyet
Pada metode ini, dengan data curah hujan yang ada dibuat garis-garis yang merupakan
daerah yang mempunyai curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat Gambar 2.2
Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan harga
rata-ratanya dihitung sebagai rata-rata timbang dari nilai kontur, kemudian dikalikan
dengan masing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan luas total daerah
maka akan didapat curah hujan areal yang dicari.
Metode ini ini digunakan dengan ketentuan :
1. Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan
2. Jumlah stasiun pengamatan harus banyak
3. Bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat
Rumus yang digunakan pada perhitungan ini adalah sebagai berikut:
n
nnn
AAA
ARR
ARR
ARR
R+++
+++
++
+
=
−
.......2
................22
21
12
431
21
.............................( 2.3 )
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H, hal: 34)
dimana:
R = curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2, ......., Rn = curah hujan stasiun 1, 2,....., n (mm)
A1, A2, ….. , An = luas bagian yang dibatasi oleh isohyet-isohyet (km2)
R1A1
R2A2
R3A3 R4A4 RnAn
Batas DAS
1
2
3
n
4
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
6
Gambar 2.02 Metode Isohyet
2.3.5 Analisis Frekuensi
Dari curah hujan rata-rata dari berbagai stasiun yang ada di daerah aliran sungai,
selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran data curah hujan
yang sesuai dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata.
2.3.5.1 Perhitungan Dispersi
Pada kenyataannya tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama
dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat dari sebaran varian
di sekitar nilai rata-ratanya. Cara menghitung besarnya dispersi disebut perhitungan
dispersi.
Adapun cara penghitungan dispersi antara lain :
a. Standar Deviasi (S)
Rumus yang digunakan untuk menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut:
n
XXS
n
ii
2
1)(∑
=
−= ...............................................................................(2.4)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H,)
dimana:
S = standar deviasi
iX = nilai hujan DAS ke i
X = nilai rata-rata hujan DAS
n = jumlah data
b. Koefesien Skewness (CS)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
7
Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat ketidak
simetrisan dari suatu bentuk distribusi yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
( )( ) 31
2
21
)(
Snn
XXnC
n
ii
S −−
−=∑= ..........................................................................(2.5)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H,)
dimana:
CS = koefesien skewness
Xi = nilai hujan DAS ke-i
X = nilai rata-rata hujan DAS
n = jumlah data
S = standar deviasi
c. Pengukuran Kurtosis
Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan yang muncul dari
bentuk kurva distribusi, dihitung dengan rumus sebagai berikut:
( )4
1
41
S
XXnC
n
ii
K
∑=
−= ........................................................................................(2.6)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H,)
dimana:
CK = koefisien kurtosis
Xi = nilai hujan DAS ke-i
X = nilai rata-rata hujan DAS
n = jumlah data
S = standar deviasi
d. Koefisien Variasi (CV)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
8
Koefisien Variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-
rata hitung suatu distribusi. Perhitungan koefisien variasi digunakan rumus berikut:
XSCV = .............................................................................................. (2.7)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H,)
dimana:
CV = koefisien variasi
X = nilai rata-rata hujan DAS
Dari nilai-nilai di atas, kemudian dilakukan pemilihan jenis sebaran yaitu dengan
membandingan koefisien distribusi dari metode yang akan digunakan.
2.3.5.2 Pemilihan Jenis Sebaran
Ada berbagai macam distribusi teoritis yang semuanya dapat dibagi menjadi dua yaitu
distribusi diskret dan distribusi kontinyu. Yang termasuk distribusi diskret adalah binomial
dan poisson, sedangkan yang termasuk distribusi kontinyu adalah Normal, Log Normal,
Gama, Beta, Pearson dan Gumbel.
Untuk memilih jenis sebaran, ada beberapa macam distribusi yang sering dipakai
yaitu :
a. Distribusi Normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal sering digunakan untuk menganalisis
frekwensi curah hujan, analisis stastistik dari distribusi curah hujan tahuan, debit rata-rata
tahuan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan:
Xt = X + z Sx ….……………………………… (2.8)
Di mana : Xt = curah hujan rencana
X = curah hujan maksimum rata-rata
Sx = standard deviasi = 21 )(
11 XX
n−Σ
−
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
9
z = faktor frekuensi ( Tabel 2.01 )
Tabel 2.01 Faktor Frekuensi Normal
(Sumber : CD Soemarto,1999)
Distribusi tipe normal, mempunyai koefisien kemencengan (Coefficient of skewness)
atau CS = 0
b. Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal, merupakan hasil transformasi dari Distribusi Normal, yaitu
dengan mengubah varian X menjadi nilai logaritmik varian X. Distribusi ini dapat
diperoleh juga dari distribusi Log Pearson Tipe III, apabila nilai koefisien kemencengan CS
= 0 .
Rumus yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah sebagai berikut:
Xt = X + Kt . Sx ….……………………………………………… (2.9)
dimana: Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun
Sx = Standar deviasi = 21 )(
11 XX
n−Σ
−
X = Curah hujan rata-rata
P ( z ) Z P ( z ) Z 0,001 -3,09 0,6 0,24 0,005 -2,58 0,7 0,52 0,01 -2,33 0,8 0,84 0,02 -2,05 0,85 1,04 0,03 -1,88 0,9 1,28 0,04 -1,75 0,95 1,64 0,05 -1,64 0,96 1,75 0,1 -1,28 0,97 1,88 0,15 -1,04 0,98 2,05 0,2 -0,84 0,99 2,33 0,3 -0,52 0,995 2,58 0,4 -0,25 0,999 3,09 0,5 0
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
10
Kt = Standar variabel untuk periode ulang tahun (Tabel 2.02)
Tabel 2.02 Standar Variabel ( Kt )
T Kt T Kt T Kt 1 -1,86 20 1,89 96 3,34 2 -0,22 25 2,10 100 3,45 3 0,17 30 2,27 110 3,53 4 0,44 35 2,41 120 3,62 5 0,64 40 2,54 130 3,70 6 0,81 45 2,65 140 3,77 7 0,95 50 2,75 150 3,84 8 1,06 55 2,86 160 3,91 9 1,17 60 2,93 170 3,97
10 1,26 65 3,02 180 4,03 11 1,35 70 3,08 190 5,09 12 1,43 75 3,60 200 4,14 13 1,50 80 3,21 220 4,24 14 1,57 85 3,28 240 4,33 15 1,63 90 3,33 260 4,42
(Sumber : Sri Harto, BR, Dipl, H. Hidrologi Terapan)
Distribusi tipe Log Normal, mempunyai koefisien kemencengan (Coefficient of
skewness) atau CS = 3 CV + CV3.
Syarat lain distribusi sebaran Log Normal CK = CV 8
+ 6 CV 6 + 15 CV
4 + 16 CV2 + 3
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
11
c. Distribusi Gumbel I
Distribusi Tipe I Gumbel atau Distribusi Extrim Tipe I digunakan untuk analisis data
maksimum, misalnya untuk analisis frekwensi banjir. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan adalah sebagai berikut:
Xt = ⎯X + n
nt
S)Y-(Y
× Sx ….…………………………………… (2.10)
dimana :
Xt = curah hujan rencana dalam periode ulang T tahun (mm)
X = curah hujan rata-rata hasil pengamatan (mm)
Yt = reduced variabel, parameter Gumbel untuk periode T tahun
Yn = reduced mean, merupakan fungsi dari banyaknya data (n)
Sn = reduced standar deviasi, merupakan fungsi dari banyaknya data (n)
Sx = standar deviasi = 1-n
)X-(Xi 2∑
Xi = curah hujan maksimum (mm)
n = lamanya pengamatan
Tabel 2.03 Reduced Mean (Yn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,507 0,51 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,522
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,53 0,582 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5363 0,5371 0,538 0,5388 0,5396 0,54 0,541 0,5418 0,5424 0,543
40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,553 0,5533 0,5535 0,5538 0,554 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,555 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
12
80 0,5569 0,557 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,558 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,8898 0,5599
100 0,56
(Sumber : CD Soemarto,1999)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
13
Tabel 2.04 Reduced Standard Deviation (Sn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,108
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,148 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,159
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,177 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,189 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,193
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,198 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,206
100 1,2065
(Sumber : CD Soemarto,1999)
Tabel 2.05 Reduced Variate (Yt)
Periode Ulang Reduced Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
(Sumber : CD Soemarto,1999)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
14
Distribusi Tipe I Gumbel, mempunyai koefisien kemencengan (Coefficient of
skewness) atau CS = 1,139.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
15
d. Distribusi Log Pearson Tipe III
Distribusi Log Pearson Tipe III atau Distribusi Extrim Tipe III digunakan untuk analisis
variable hidrologi dengan nilai varian minimum misalnya analisis frekwensi distribusi dari
debit minimum (low flows). Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nilai rata-rata : LogX = n
xLog∑
Standar deviasi : Sx = 1n
2) x(Log−
∑ − LogX
Koefisien kemencengan : Cs = ( )
3
3
)2)(1( SinnLogXLogXin
−−
−∑
Logaritma debit dengan periode ulang yang dikehendaki dengan rumus:
Log Q = LogX + k.Sx ….……………………………………… (2.11)
dimana:
LogXt = Logaritma curah hujan dalam periode ulang T tahun (mm)
LogX = rata-rata LogX
K = faktor frekuensi sebaran Lg pearson III
n = Jumlah pengamatan
Cs = Koefisien Kemencengan
Untuk menentukan factor frekuensi Distribusi Log Pearson III dapat dilihat pada Tabel
2.06
Distribusi Log Pearson Tipe III, mempunyai koefisien kemencengan (Coefficient of
skewness) atau CS ≠ 0.
Setelah pemilihan jenis sebaran dilakukan maka prosedur selanjutnya yaitu mencari
curah hujan rencana periode ulang 2, 5, 10 , 25, 50 dan 100 tahun.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
16
2.3.5.3 Uji Keselarasan Distribusi
a. Uji Chi-Kuadrat
Uji keselarasan distribusi ini digunakan pengujian Chi-kuadarat yang dimaksudkan
untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili
dari distribusi statistik sample data yang dianalisis. Rumus yang digunakan adalah:
∑=
−=
G
i EfOfEf
X1
22 )(
.......................................................................................(2.12)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H,)
dimana:
X2 = harga Chi-Kuadrat
G = jumlah sub-kelompok
Of = frekwensi yang terbaca pada kelas yang sama
Ef = frekwensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya.
Adapun prosedur pengujian Chi-kuadrat adalah sebagai berikut:
1. Urutkan data pengamatan dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya
2. Hitung jumlah kelas yang ada yaitu Nc = 1 + 1,33 ln (n)
3. Dalam pembagian kelas disarankan agar dalam masing-masing kelas terdapat minimal
tiga buah data pengamatan.
4. Tentukan derajat kebebasan (DK) = G-P-1 (nilai P = 2 untuk distribusi normal dan
binomial, untuk distribusi poisson dan Gumbel nilai P = 1)
5. Hitung n
6. Nilai Ef = jumlah data ( n )/Jumlah kelas
7. Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas
8. Jumlah G Sub-group EfOfEf 2)( −
untuk menentukan nilai Chi-kuadrat
9. Didapat nilai X2, harus < X2 Criticl yang di dapat dari Tabel 2.07
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
17
Tabel 2.06 Distribusi Log Pearson III untuk Koefisien Kemencengan Cs
Kemencengan Periode Ulang (tahun)
2 5 10 25 50 100 200 500
(CS) Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1 3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600 2,2 -0,330 0,574 1,840 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 6,990 5,390 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395 0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,250 0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960 0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670 0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 5,525 0,2 -0,033 0,831 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380 0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235 0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090 -0,1 0,017 0,836 1,270 1,761 2,000 2,252 2,482 3,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,050 0,830 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280 -1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,089 1,097 1,130 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000 -2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910 -2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 1,798 0,799 0,800 0,802
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
18
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668 (Sumber : CD Soemarto, 1999).
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
19
Jika setelah diuji dengan Chi-kuadrat pemilihan jenis sebaran memenuhi syarat
distribusi, maka curah hujan rencana dapat dihitung.
Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Apabila peluang lebih besar dari 5% maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan
dapat diterima.
2. Apabila peluang lebih kecil dari 1% maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan
dapat diterima.
3. Apabila peluang antara 1% - 5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, maka
perlu penambahan data.
Tabel 2.07 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Kuadrat
Dk Derajat Kepercayaan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,0051 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,8792 0,100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,5973 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,8384 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,8605 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,7506 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,5487 0,989 1,239 1,69 2,167 14,067 16,013 18,475 20,2788 1,344 1,646 2,18 2,733 15,507 17,535 20,09 21,9559 1,735 2,088 2,7 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,18811 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 214,92 24,725 26,75712 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,30013 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,81914 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,31915 4,601 5,229 6,161 7,261 24,996 27,488 30,578 32,80116 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,26717 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,71818 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,15619 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,58220 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,17 37,566 39,99721 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,40122 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,79623 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,18124 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,55825 10,52 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
20
26 11,16 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,29027 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,64528 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,99329 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,33630 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672
(Sumber : CD Soemarto, 1999)
b. Uji Smirnov-Kolmogorov
Pengujian kecocokan sebaran dengan cara ini dinilai lebih sederhana dibanding
dengan pengujian dengan cara Chi-Kuadrat. Dengan membandingkan kemungkinan
(probability) untuk setiap variat, dari distribusi empiris dan teoritisnya, akan terdapat
perbedaan (∆ ) tertentu (Soewarno, 1995).
Apabila harga ∆ max yang terbaca pada kertas probabilitas kurang dari ∆ kritis
untuk suatu derajat nyata dan banyaknya variat tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa
penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang terjadi secara
kebetulan (Soewarno, 1995).
Rumus : ( )
cr
xi
x
PPP
∆−=
)(
maxα
Tabel 2.08 Nilai Delta Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof
n α
0,2 0,1 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,00
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
21
50 0,15 0,17 0,19 0,23
n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,693/n
(Sumber : CD Soemarto, 1999)
2.3.5.4 Perhitungan Curah Hujan Rencana
Tujuan penghitungan curah hujan rencana adalah untuk mendapatkan curah hujan
periode ulang tertentu yang akan digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Untuk
menghitung curah hujan rencana menggunakan parameter pemilihan distribusi curah hujan.
2.3.5.5 Ploting Data Curah Hujan ke Kertas Probabilitas
Ploting data distribusi frekwensi dalam kertas probabilitas bertujuan untuk
mencocokan rangkaian data dengan jenis sebaran yang dipilih, dimana kecocokan dapat
dilihat dengan persamaan garis yang membentuk garis lurus. Hasil ploting juga dapat
digunakan untuk menaksir nilai tertentu dari data baru yang kita peroleh. Misal jika hasil
hasil distribusi yang kita peroleh adalah distribusi Log Pearson tipe III, maka perhitungan
ploting data sebagai berikut:
a. Persamaan untuk mencari besarnya probabiltas Log Pearson Tipe III
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
−−
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
= acXb
ea
cXba
xp1
)(.1)('γ
……………...........…………….........….(2.13)
(Mengenal Dasar-dasar Hidrologi, Ir. Joyce Martha W dan Ir. Wanny Adidarma ,Dipl.H, hal :141)
dimana:
p’(x) = peluang varian X
x = variabel acak kontinu
a = parameter skala, 2.σCsa =
b = parameter bentuk ⇒ untuk a > 0, 22⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=Cs
b
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
22
⇒ untuk a < 0, 2
.2
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
Csaa
b
c = parameter letak, c = µ - a.b
γ(u) = dxxe ux∫∞
−−
0
1
dimana:
e = 2,71828
µ = X = rata-rata hitung
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
23
b. Persamaan Garis lurus Hasil Ploting Log Pearson Tipe III
Hasil ploting dari distribusi Log Perason tipe III terhadap variat X dalam kertas
probabilitas membentuk persamaan garis sebagai berikut:
Y= SxkY .+ …………………………………..............……............…(2.14)
dimana:
Y = nilai Log dari X
Y = rata-rata hitung dari Log X
Sx = standar deviasi
k = koefisien distribusi (dilihat dari Tabel 2.09 fungsi dari P(x) dan Cs)
2.3.6 Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses
dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.
Di bawah ini akan dikemukakan perhitungan debit banjir sungai dengan daerah
pengaliran yang kecil. Yakni cara pemikiran dan cara perhitungan curah hujan jangka
waktu yang pendek. Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per-jam. Yang
disebut intensitas curah hujan (mm/jam)
a. Menurut Dr. Mononobe
Rumus yang dipakai :
I = 3/2
24 24*24 ⎥⎦
⎤⎢⎣⎡
tR ……………………………………..(2.15)
(Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Dr.Ir.Suyono Sosrodarsono dan Dr.Masateru Tominaga,hal : 32)
dimana:
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = lamanya curah hujan (jam)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
24
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
25
Tabel 2.09 Nilai koefisien distribusi ‘k’
Periode Ulang (tahun) (Cs) 2 5 10 25 50 100 200 1000
Peluang (%) 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395 0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,250 0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960 0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670 0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525 0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380 0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235 0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090 -0,1 0,017 0,836 1,270 1,761 2,000 2,252 2,482 3,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,280 -1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 1,097 1,130 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
26
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910 -2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802 -3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
(Sumber : CD Soemarto, 1999)
b. Menurut Sherman
Rumus yang digunakan:
I = bta ………………...…………….………………………...(2.16)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H, hal : 15)
log a = 2
11
2
111
2
1
)(log)(log
)(log)log(log)(log)(log
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
⋅−
∑∑
∑∑∑∑
==
====
n
i
n
i
n
i
n
i
n
i
n
i
ttn
titti
b = 2
11
2
111
)(log)(log
)log(log)(log)(log
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
⋅−
∑∑
∑∑∑
==
===
n
i
n
i
n
i
n
i
n
i
ttn
itnti
dimana:
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran.
n = banyaknya pasangan data i dan t
c. Menurut Talbot
Rumus yang dipakai menurut Talbot adalah sebagai berikut:
I = )( bt
a+
…………………………………………….….…….(2.17)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H, hal : 15)
dimana:
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
27
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran.
n = banyaknya pasangan data i dan t
a = ( ) ( ) ( )
( ) ( )2
11
2
11
2
1
2
1.).(
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−
∑∑
∑∑∑∑
==
====
n
j
n
j
n
i
n
j
n
j
n
j
iin
itiiti
b = ( ) ( )
( ) ( )2
11
2
1
2
11..)(
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−
∑∑
∑∑∑
==
===
n
j
n
j
n
j
n
j
n
j
iin
tintii
d. Menurut Ishiguro
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
I = bt
a+
…………………………………………..…………..(2.18)
(Hidrologi Teknik, Ir.CD.Soemarto,B.I.E.Dipl.H, hal : 15) dimana:
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran
n = banyaknya pasangan data i dan t
a = ( ) ( ) ( )
( ) ( )2
11
2
11
2
1
2
1.).(
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−
∑∑
∑∑∑∑
==
====
n
j
n
j
n
j
n
j
n
j
n
j
iin
itiiti
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
28
b = ( ) ( )
( ) ( )2
11
2
1
2
11..)(
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
−
∑∑
∑∑∑
==
===
n
j
n
j
n
j
n
j
n
j
iin
tintii
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
29
2.3.7 Analisis Debit Banjir Rencana
Metode yang digunakan untuk menghitung debit banjir rencana sebagai dasar
perencanaan konstruksi bendung adalah sebagai berikut:
2.3.7.1 Metode Rasional
Perhitungan Metode rasional menggunakan rumus sebagai berikut:
ArQ ...6,3
1 α= ..................................................................................................(2.19)
(Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Dr.Ir.Suyono Sosrodarsono dan Dr.Masateru Tominaga, hal : 234)
dimana:
Q = debit banjir rencana (m3/det)
α = koefisien pengaliran
r = intensitas hujan selama t jam (mm/jam)
r = ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
= 3/224
3./224 347,02424
TR
TR
wl
T =
T = waktu konsentrasi ( jam )
det)/(206,0
ml
Hw =
)/(726,0
jamKml
Hw =
w = waktu kecepatan perambatan (m/det atau km/jam)
l = jarak dari ujung daerah hulu sampai titik yang ditinjau (km)
A = luas DAS (km2)
H = beda tinggi ujung hulu dengan titik tinggi yang ditinjau (m)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
30
Koefisien pengaliran (α) tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis tanah,
kemiringan, luas dan bentuk pengaliran sungai. Sedangkan besarnya nilai koefisien
pengaliran dapat dilihat pada Tabel 2.10.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
31
Tabel 2.10 Koefisien Pengaliran
Kondisi Daerah Pengaliaran Koefisien Pengaliran (α)
Daerah pegunungan berlereng terjal 0,75 – 0,90
Daerah perbukitan 0,70 – 0,80
Tanah bergelombang dan bersemak-semak 0,50 – 0,75
Tanah dataran yang digarap 0,45 – 0,65
Persawahan irigasi 0,70 – 0,80
Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85
Sungai kecil di dataran 0,45 – 0,75
Sungai yang besar dengan wilayah pengaliran lebih dari
seperduanya terdiri dari dataran
0,50 – 0,75
(Sumber : Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir.Joesron Loebis, M.Eng.)
2.3.7.2 Metode Weduwen
Rumus dari Metode Weduwen adalah sebagai berikut :
AqQt n..βα= .................................................................................................(2.20)
(Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir.Joesron Loebis, M.Eng. hal: IV-3)
25,0125,025,0 −−= ILQt
AAtt
++++
=120
))9)(1((120β
45,1
65,67240 +
=t
Rq n
n
71,41+
−=nqβ
α
dimana:
Qt = debit banjir rencana (m3/det)
Rn = curah hujan maksimum (mm/hari)
α = koefisien pengaliran
β = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
32
qn = debit persatuan luas (m3/det.km2)
t = waktu konsentrasi (jam)
A = luas daerah pengaliran (km2)
L = panjang sungai (km)
I = Gradien sungai atau medan yaitu kemiringan rata-rata sungai (10% bagian hulu
dari panjang sungai tidak dihitung. Beda tinggi dan panjang diambil dari suatu titik
0,1 L dari batas hulu DAS).
Adapun syarat dalam perhitungan debit banjir dengan Metode Weduwen adalah
sebagai berikut:
A = Lluas daerah pengaliran < 100 Km2
t = 1/6 sampai 12 jam
Langkah kerja perhitungan Metode Weduwen:
1. Hitung A, L dan I dari peta garis tinggi DAS, substitusikan kedalam persamaan
2. Buat harga perkiraan untuk Q1 dan gunakan persamaan di atas untuk menghitung
besarnya t, qn, α dan β .
3. Setelah besarnya t, qn, α dan β didapat kemudian dilakukan iterasi perhitungan
untuk Q2.
4. Ulangi perhitungan sampai dengan Qn = Qn – 1 atau mendekati nilai tersebut.
2.3.7.3 Metode Haspers
Untuk menghitung besarnya debit dengan Metode Haspers digunakan persamaan
sebagi berikut:
Rumus Haspers:
AqQt n..βα= ...............................................................………............(2.21)
(Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir.Joesron Loebis, M.Eng. hal: IV-3)
dimana:
Qt = debit banjir rencana (m3/det)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
33
qn = debit persatuan luas (m3/det.km2)
1. Koefisien Runoff (α)
7.0
7.0
75.01012.01
ff
++
=α
2. Koefisien Reduksi (β)
1215107.311 4/3
2
4.0 Fxt
xt t
++
+=−
β
3. Waktu Konsentrasi (t)
t = 0.1 L0.8 I-0.3
4. Intensitas Hujan
a. Untuk t < 2 jam
2)2)(24260(*0008.0124
tRttRRt
−−−+=
b. Untuk 2 jam ≤ t <≤19 jam
1
24+
=ttRRt
c. Untuk 19 jam ≤ t ≤ 30 jam
124707.0 += tRRt
dimana t dalam jam dan Rt, R24 (mm)
5. Hujan Maksimum (q)
t
Rnqn *6.3= dimana t dalam (jam),q (m3/km2/sec)
Adapun langkah-langkah dalam menghitung debit puncak adalah sebagai berikut :
a. Menentukan besarnya curah hujan sehari (Rh rencana) untuk periode ulang rencana
yang dipilih.
b. Menentukan α, untuk daerah aliran sungai
c. Menghitung A, L ,I, F untuk daerah aliran sungai
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
34
d. Menghutung nilai t (waktu konsentrasi)
e. Menghitung β, Rt, qn dan Qt = α β qn A
2.3.7.4 Metode FSR Jawa Sumatera
Untuk menghitung debit banjir rencana dengan Metode FSR Jawa Sumatra digunakan
persamaan:
Q = GF . MAF ………………………………………………………...….(2.22) (Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir. Joesron Loebis, M.Eng.)
MAF = 8.106 . (AREA)V . APBAR2,445 . SIMS0,117 . (1+LAKE) -0,85
V = 1,02 – 0,0275 Log ( AREA )
APBAR = PBAR . ARF
SIMS = H / MSL
MSL = 0,95 . L
LAKE = Luas DAS di hulu bendung Luas DAS total
dimana: Q = debit banjir rencana (m3/dt)
GF = Growth factor (Tabel 2.12)
AREA = luas DAS (km2)
PBAR = hujan 24 jam maksimum merata tahunan (mm)
ARF = faktor reduksi (Tabel 2.11)
SIMS = indeks kemiringan
H = beda tinggi titik pengamatan dengan ujung sungai tertinggi
MSL = panjang sungai sampai titik pengamatan (km)
L = panjang sungai (km)
LAKE = indeks danau
MAF = debit maksimum rata-rata tahunan (m3/dt)
Tabel 2.11 Faktor Reduksi (ARF)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
35
DAS (km2) ARF
1 - 10 0,99
10 - 30 0,97
30 - 3000 1,52 – 0,0123 log A
(Sumber : Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir. Joesron Loebis, M.Eng.)
Tabel 2.12 Growth Factor (GF)
Return
Period Luas cathment area (km2)
T <180 300 600 900 1200 >1500 5 1,28 1,27 1,24 1,22 1,19 1,17
10 1,56 1,54 1,48 1,49 1,47 1,37 20 1,88 1,84 1,75 1,70 1,64 1,59 50 2,35 2,30 2,18 2,10 2,03 1,95 100 2,78 2,72 2,57 2,47 2,37 2,27
(Sumber : Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir. Joesron Loebis, M.Eng)
2.3.7.5 Metode Passing Capacity
Metode Passing Capacity yaitu menghitung debit banjir rencana dengan
memperhatikan keadaan sungai juga tinggi muka air dan menggunakan data penampang
sungai yang ada. Rumus yang digunakan yaitu :
Q = A x V
PAR =
2/13/2 **1 iRn
V = .............................................................................................(2.23)
( Standart Perencanaan Irigasi KP-03, hal 15 )
dimana:
V = kecepatan rencana (m/det)
n = koefisien kekasaran Manning (det/m1/3)
R = jari-jari hidrolis (m)
i = kemiringan saluran
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
36
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling basah (m)
2.4 Perhitungan Neraca Air
Perhitungan neraca air dilakukan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan air irigasi atau tidak. Perhitungan neraca air ini pada
akhirnya akan menghasilkan kesimpulan mengenai :
1. Pola tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang sedang direncanakan
2. Penggambaran akhir daerah proyek irigasi.
Ada tiga unsur pokok dalam perhitungan neraca air yaitu:
1. Kebutuhan Air
2. Tersedianya Air
3. Neraca Air
Untuk menghitung neraca air digunakan berbagai parameter yang dapat dilihat pada
Tabel 2.13
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
37
Tabel 2.13 Parameter Perhitungan Neraca Air
Bidang Parameter yang
dihitung Neraca Air Kesimpulan
Meteorologi Evaporasi dan Curah hujan
Kebutuhan air irigasi
Jatah debit kebutuhan Luas daerah irigasi Pola tanam Pengaturan rotasi
Agronomi dan Tanah
Pola tanam Koefisien tanaman
Jaringan irigasi Efisiensi irigasi Topografi Daerah layanan Debit andalan
Hidrologi Debit andalan
Debit minimum persetengah bulan periode 5 th kering bangunan utama
(Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, KP-01, 1986)
2.4.1 Analisis Kebutuhan Air
Menurut jenisnya ada dua macam pengertian kebutuhan air, yaitu:
2.4.1.1 Kebutuhan Air untuk Tanaman
Kebutuhan air untuk tanaman (Consumtive Use) yaitu banyaknya air yang dibutuhkan
tanaman untuk membuat jaring tanaman (batang dan daun) dan untuk diuapkan
(evapotranspirasi), perkolasi, curah hujan, pengolahan lahan, dan pertumbuhan tanaman.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ir = ETc + P – Re +WLR…………………………………………....(2.24)
(Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi, PU Pengairan, Hal 5)
dimana:
Ir = kebutuhan air (mm/hari)
E = evaporasi (mm/hari)
T = transpirasi (mm)
P = perkolasi (mm)
B = infiltrasi (mm)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
38
W = tinggi genangan (mm)
Re = hujan efektif (mm/hari)
Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa factor yang mempengaruhi besarnya
kebutuhan air:
1. Evapotranspirasi
Besarnya evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan metoda Penman yang
dimodifikasi oleh Nedeco/Prosida seperti diuraikan dalam PSA–010. Evapotranspirasi
dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dengan meperhatikaan faktor-
faktor meteorologi yang terkait seperti suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan
penyinaran matahari.
Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek (albedo =
0,25). Selanjutnya untuk mendapatkan harga evapotaranspirasi harus dikalikan denagn
koefisien tanaman tertentu. Sehingga evapotranspirasi sama dengan evapotranspirasi
potensial hasil perhitungan Penman x crop factor. Dari harga evapotranspirasi yang
diperoleh, kemudian digunakan untuk menghitung kebutuhan air bagi pertumbuhan dengan
menyertakan data curah hujan efektif.
Rumus evapotranspirasi Penman yang telah dimodifikasi adalah sebagai berikut:
( ) AE
HHxLEto q
nelo
nesh +
+−∆+
= − δδ
δ1
1.....................................................(2.25)
dimana:
Eto = indek evaporasi yang besarnya sama dengan evapotranspirasi dari rumput yang
dipotong pendek (mm/hr) neshH = jaringan radiasi gelombang pendek (Longly/day)
= { 1,75{0,29 cos Ώ + 0,52 r x 10-2 }} x α ahsh x 10-2
= { aah x f(r) } x α ahsh x 10-2
= aah x f(r) (Tabel Penman 5)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
39
α = albedo (koefisien reaksi), tergantung pada lapisan permukaan yang ada untuk
rumput = 0,25
Ra = α ah x 10-2 = radiasi gelombang pendek maksimum secara teori (Longly/day)
= jaringan radiasi gelombang panjang (Longly/day)
= 0,97 α Tai4 x (0,47 – 0,770 ( ){ }rxed −− 110/81
( ) ( ) ( )mxfTdpxfTaifH nesh =
( ) 4TaiTaif α=(Tabe
l
Penm
an 1)
=
efek
dari
temp
eratur
radia
si
gelo
mban
g
panja
ng
m = 8 (1 – r)
f (m) = 1 – m/10
Tabel 2.14 Tabel Pengaruh Suhu untuk Evapotranspirasi
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
40
=
e
f
e
k
d
a
r
i
a
n
g
k
a
n
y
a
t
a
dan jam penyinaran matahari terang maksimum pada radiasi gelombang panjang
r = lama penyinaran matahari relatif
Eq = evaporasi terhitung pada saat temperatur permukaan sama dengan temperatur udara
(mm/hr)
Suhu (°C) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
8,37 8,38 8,40 8,41 8,42 8,43 8,44 8,46 8,47 8,4820 1,84 1,86 1,87 1,88 1,89 1,90 1,91 1,92 1,93 1,94
17,53 17,64 17,75 17,86 17,97 18,08 18,31 18,20 18,43 18,54 1,58 1,58 1,59 1,60 1,60 1,61 1,62 1,61 1,62 1,63 8,49 8,50 8,51 8,52 8,53 8,54 8,56 8,57 8,58 8,59
21 1,96 1,97 1,98 1,99 2,00 2,01 2,02 2,04 2,05 2,06 18,65 18,77 18,88 19,00 19,11 19,23 19,35 19,45 19,58 19,70 1,64 1,65 1,66 1,66 1,66 1,67 1,67 1,68 1,68 1,70 8,60 8,61 8,62 8,63 8,64 8,65 8,67 8,68 8,69 8,71
22 2,07 2,08 2,09 2,10 2,11 2,12 2,14 2,15 2,16 2,17 19,82 19,94 20,06 20,19 20,31 20,43 20,54 20,69 20,80 20,93 1,70 1,71 1,72 1,72 1,73 1,74 1,74 1,75 1,75 1,76 8,72 8,73 8,74 8,76 8,77 8,78 8,79 8,81 8,82 8,83
23 2,18 2,19 2,21 2,22 2,23 2,24 2,26 2,27 2,28 2,29 21,05 21,19 21,32 21,45 21,58 21,71 21,84 21,97 22,10 22,23 1,77 1,78 1,78 1,79 1,80 1,80 1,81 1,82 1,82 1,83 8,84 8,85 8,86 8,88 8,89 8,90 8,90 8,93 8,94 8,95
24 2,30 2,32 2,33 2,34 2,36 2,37 2,38 2,40 2,41 2,42 22,37 22,50 22,63 22,76 22,91 23,05 23,15 23,31 23,45 23,60 1,83 1,84 1,85 1,86 1,87 1,87 1,88 1,89 1,89 1,90 8,96 8,97 8,98 9,00 9,01 9,02 9,03 9,05 9,06 9,07
25 2,43 2,45 2,46 2,47 2,49 2,50 2,51 2,52 2,54 2,55 23,75 23,90 24,03 24,20 24,35 24,49 24,64 24,79 24,94 25,08 1,91 1,92 1,92 1,93 1,94 1,95 1,95 1,96 1,97 1,98 9,08 9,09 9,10 9,12 9,13 9,14 9,15 9,17 9,18 9,19
26 2,56 2,57 2,59 2,60 2,62 2,63 2,64 2,66 2,67 2,69 25,31 25,45 25,60 25,74 25,89 26,03 26,11 26,32 26,46 26,60 1,98 1,99 2,00 2,01 2,01 2,02 2,03 2,04 2,04 2,05 9,20 9,21 9,22 9,24 9,25 9,26 9,27 9,29 9,30 9,31
27 2,70 2,71 2,73 2,74 2,76 2,78 2,79 2,80 2,82 2,83 26,74 26,90 27,05 27,21 27,37 27,53 27,69 27,85 28,10 28,16 2,06 2,07 2,08 2,08 2,09 2,09 2,10 2,11 2,12 2,13 9,32 9,33 9,35 9,36 9,37 9,39 9,40 9,41 9,43 9,44
28 2,86 2,87 2,88 2,89 2,90 2,91 2,92 2,94 2,96 2,93 28,32 28,49 28,66 28,83 29,00 29,17 29,34 29,51 29,68 29,85 2,14 2,15 2,16 2,17 2,18 2,18 2,19 2,20 2,21 2,22
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
41
= 0,35 (0,50 + 0,54 µ2) x (ea – ed)
= f (µ2) x PZwa) sa - PZwa
µ2 = kecepatan angin pada ketinggian 2m di atas tanah (Tabel Penman 3)
PZwa = ea = tekanan uap jenuh (mmHg) (Tabel Penman 3)
= ed = tekanan uap yang terjadi (mmHg) (Tabel Penman 3)
L = panas laten dari penguapan (longly/minutes)
∆ = kemiringan tekanan uap air jenuh yag berlawanan dengan dengan kurva temperatur
pada temperatur udara (mmHg/0C)
δ = konstanta Bowen (0,49 mmHg/0C), kemudian dihitung Eto.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah meresapnya air ke dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah, dari
lapisan tidak jenuh. Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, kedalaman air
tanah dan sistem perakarannya. Koefisien perkolasi adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan kemiringan :
- lahan datar = 1 mm/hari
- lahan miring > 5% = 2 – 5 mm/hari
b. Berdasarkan tekstur :
- berat (lempung) = 1 – 2 mm/hari
- sedang (lempung kepasiran) = 2 -3 mm/hari
- ringan = 3 – 6 mm/hari
3. Koefisien Tanaman (Kc)
Besarnya koefisien tanaman (Kc) tergantung dari jenis tanaman dan fase
pertumbuhan. Pada perhitungani ini digunakan koefisien tanaman untuk padi dengan
varietas unggul mengikuti ketentuan Nedeco/Prosida. Harga-harga koefisien tanaman padi
dan palawija disajikan pada Tabel 2.19. sebagai berikut:
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
42
Tabel 2.15 Pengaruh terhadap kelembaban relatif Tdp (mmHg)
Tabel 2.16 hj
Tdp(mmHg) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
15 0,195 0,194 0,194 0,193 0,192 0,191 0,19 0,189 0,188 0,187
12,78 12,86 12,95 13,03 13,11 13,2 13,28 13,37 13,45 13,54
16 0,186 0,185 0,184 0,183 0,182 0,181 0,18 0,179 0,178 0,177
13,63 13,71 13,8 13,9 13,99 14,08 14,17 14,26 14,35 14,46
17 0,176 0,175 0,175 0,174 0,173 0,172 0,171 0,17 0,169 0,168
14,53 14,62 14,71 14,8 14,9 14,99 15,09 15,17 15,37 15,38
18 0,167 0,166 0,165 0,164 0,163 0,162 0,161 0,16 0,159 0,158
15,46 15,56 15,66 15,76 15,86 15,96 16,06 16,16 16,26 16,36
19 0,157 0,156 0,156 0,155 0,154 0,153 0,152 0,151 0,15 0,149
16,46 16,57 16,68 16,79 16,9 17 17,1 17,1 17,32 17,43
20 0,148 0,147 0,146 0,145 0,144 0,143 0,142 0,141 0,14 0,139
17,53 17,64 17,75 17,86 17,97 18,09 18,2 18,31 18,43 18,54
21 0,137 0,136 0,135 0,134 0,133 0,132 0,131 0,13 0,129 0,128
18,65 18,77 18,88 19 19,11 19,23 19,35 19,46 19,58 19,7
22 0,127 0,126 0,125 0,124 0,123 0,122 0,121 0,12 0,119 0,117
19,82 19,94 20,06 20,19 20,31 20,43 20,58 20,65 20,8 20,93
23 0,116 0,115 0,114 0,113 0,112 0,111 0,11 0,109 0,108 0,107
21,05 21,19 21,32 21,45 21,58 21,71 21,84 21,97 22,1 22,23
24 0,106 0,105 0,104 0,103 0,102 0,101 0,1 0,099 0,097 0,096
22,37 22,5 22,6 22,76 22,91 23,05 23,19 23,33 23,45 23,6
25 0,095 0,094 0,093 0,092 0,091 0,09 0,089 0,088 0,087 0,86
23,75 23,9 24,03 24,2 24,33 24,49 24,64 24,79 24,94 25,09
Latitude Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des 0 8,59 8,87 8,93 8,67 8,23 7,95 8,03 8,41 8,77 8,83 8,62 8,461 8,66 8,92 8,93 8,62 8,15 7,85 7,94 8,34 8,74 8,85 8,68 8,552 8,74 8,96 8,92 8,57 8,06 7,75 7,85 8,27 8,71 8,88 8,75 8,633 8,82 9,00 8,92 8,52 7,98 7,65 7,75 8,21 8,69 8,91 8,81 8,724 8,89 9,04 7,91 8,47 7,89 7,55 7,66 8,14 8,67 8,93 8,88 8,805 8,97 9,08 8,91 8,42 7,81 7,45 7,56 8,08 8,64 8,95 8,94 8,896 9,04 9,12 8,90 8,37 7,72 7,35 7,47 8,01 8,62 8,97 9,01 8,977 9,12 9,16 8,90 8,32 7,64 7,25 7,37 7,95 8,59 8,99 9,08 9,068 9,19 9,20 8,90 8,27 7,55 7,15 7,28 7,88 8,57 9,01 9,14 9,149 9,27 9,24 8,90 8,22 7,47 7,05 7,18 7,81 8,54 9,03 9,21 9,23
10 9,35 9,28 8,89 8,17 7,38 6,95 7,09 7,74 8,51 9,06 9,27 9,32
Tabel 2.16 Koefisien terhadap letak lintang
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
43
Tabel 2.17 Pengaruh kecepatan angin tiap bulan x F(U2)= 0,49 x 0,35 (0,5 + 0,54 U2)
U2 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
0 0,09 0,10 0,10 0,12 0,13 0,14 0,15 0,16 0,16 0,17
1 0,18 0,19 0,20 0,21 0,22 0,23 0,23 0,24 0,26 0,26
2 0,27 0,28 0,29 0,30 0,31 0,32 0,33 0,34 0,35 0,36
3 0,36 0,37 0,38 0,39 0,40 0,41 0,42 0,43 0,44 0,45
4 0,46 0,47 0,48 0,48 0,49 0,50 0,51 0,52 0,53 0,54
5 0,55 0,56 0,57 0,58 0,59 0,60 0,61 0,61 0,62 0,63
6 0,64 0,65 0,66 0,67 0,68 0,69 0,70 0,71 0,72 0,73
7 0,73 0,74 0,75 0,76 0,77 0,79 0,80 0,81 0,90 0,91
8 0,83 0,84 0,85 0,85 0,86 0,87 0,88 0,89 0,90 0,91
9 0,92 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,98 0,99 1,00
10 1,01 1,02 1,03 1,04 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09 1,10
Sumber: KP 02
Tabel 2.18 Koefisien berdasarkan lamanya penyinaran matahari
Degrees r
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 0,000 0,039 0,078 0,117 0,156 0,195 0,234 0,273 0,312 0,351 0,390
1 0,019 0,058 0,097 0,136 0,175 0,214 0,253 0,292 0,331 0,370 0,409
2 0,074 0,113 0,152 0,191 0,230 0,269 0,308 0,347 0,366 0,425 0,461
3 0,120 0,159 0,198 0,237 0,276 0,315 0,354 0,393 0,432 0,471 0,510
4 0,140 0,179 0,218 0,257 0,296 0,335 0,374 0,413 0,452 0,491 0,530
5 0,167 0,206 0,245 0,264 0,323 0,362 0,401 0,440 0,479 0,518 0,557
6 0,188 0,227 0,266 0,305 0,344 0,383 0,422 0,461 0,500 0,539 0,578
7 0,204 0,243 0,282 0,321 0,360 0,399 0,438 0,477 0,516 0,555 0,594
8 0,214 0,253 0,292 0,331 0,370 0,409 0,449 0,487 0,525 0,565 0,604
9 0,216 0,255 0,294 0,333 0,372 0,411 0,450 0,489 0,528 0,567 0,606
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
44
10 0,218 0,257 0,296 0,335 0,374 0,413 0,452 0,491 0,530 0,569 0,608
Sumber: KP 02
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
45
Tabel 2.19 Koefisien Tanaman Untuk Padi dan Palawija Menurut Nedeco/Prosida
Bulan
Padi Palawija
Varietas
Biasa
Varietas
Unggul Jagung Kacang Tanah
0,50 1,20 1,20 0,50 0,50
1,00 1,20 1,27 0,59 0,51
1,50 1,32 1,33 0,96 0,66
2,00 1,40 1,30 1,05 0,85
2,50 1,35 1,15 1,02 0,95
3,00 1,24 0,00 0,95 0,95
3,50 1,12 0,95
4,00 0,00 0,55
4,50 0,55
(Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985)
4. Curah Hujan Efektif (Re)
a. Besarnya Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan oleh akar-
akar tanaman selama masa pertumbuhan. Besarnya curah hujan efektif dipengaruhi oleh :
1. Cara pemberian air irigasi (rotasi, menerus atau berselang)
2. Laju pengurangan air genangan di sawah yang harus ditanggulangi
3. Kedalaman lapisan air yang harus dipertahankan di sawah
4. Cara pemberian air di petak
5. Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air
Curah hujan efektif (Re) dihitung dari data curah hujan rata-rata setengah bulanan
yang selanjutnya diurutkan dari data terkecil hingga terbesar.
Metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan efektif adalah:
Re = 5n + 1
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
46
dimana:
Re = curah hujan efektif
5n + 1 = rangking curah hujan efektif (Re) dihitung dari rangking terkecil
n = jumlah pengamatan curah hujan
Atau dengan menggunakan Metode Normal yaitu :
Re = R - 0,842.Sd
dimana :
Re = curah hujan efektif:
R = curah hujan bulanan rata-rata ( mm )
Sd = standard deviasi = 1-n
)X-(Xi 2∑
b. Koefisien Curah Hujan Efektif
Besarnya koefisien curah hujan efektif untuk tanaman padi dapat dilihat pada Tabel
2.20.
Tabel 2.20 Koefisien Curah Hujan Untuk Padi
Bulan Golongan
1 2 3 4 5 6
0,50 0,36 0,18 0,12 0,09 0,07 0,06
1,00 0,70 0,53 0,35 0,26 0,21 0,18
1,50 0,40 0,55 0,46 0,36 0,29 0,24
2,00 0,40 0,40 0,50 0,46 0,37 0,31
2,50 0,40 0,40 0,40 0,48 0,45 0,37
3,00 0,40 0,40 0,40 0,40 0,46 0,44
3,50 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,45
4,00 0,00 0,20 0,27 0,30 0,32 0,33
4,50 0,13 0,20 0,24 0,27
5,00 0,10 0,16 0,20
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
47
5,50 0,08 0,13
6,00 0,07
(Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985)
Sedangkan untuk tanaman palawija besarnya curah hujan efektif ditentukan dengan
metode curah hujan bulanan yang dihubungkan dengan curah hujan rata-rata bulanan serta
evapotranspirasi tanaman rata-rata bulanan berdasarkan Tabel 2.21.
Tabel 2.21 Koefisien Curah Hujan Rata-rata Bulanan dengan ET Tanaman Palawija Rata-rata Bulanan dan Curah
Hujan Mean Bulanan Curah Hujan mean 12,5 25 37,5 50 62,5 75 87,5 100 112,5 125 137,5 150 162,5 175 187,5 200
Bulanan/mm mm
ET tanaman 25 8 16 24 Curah Hujan rata-rata bulanan/mm
Rata-rata 50 8 17 25 32 39 46
Bulanan/mm 75 9 18 27 34 41 48 56 62 69
100 9 19 28 35 43 52 59 66 73 80 87 94 100
125 10 20 30 37 46 54 62 70 76 85 97 98 107 116 120
150 10 21 31 39 49 57 66 74 81 89 97 104 112 119 127 133
175 11 23 32 42 52 61 69 78 86 95 103 111 118 126 134 141
200 11 24 33 44 54 64 73 82 91 100 106 117 125 134 142 150
225 12 25 35 47 57 68 78 87 96 106 115 124 132 141 150 159
250 13 25 38 50 61 72 84 92 102 112 121 132 140 150 158 167
Sumber : Ref. FAO, 1977
5. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan
a. Pengolahan Lahan untuk Padi
Kebutuhan air untuk pengolahan atau penyiraman lahan menentukan kebutuhan
minimum air irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk
pengolahan tanah, yaitu besarnya penjenuhan, lamanya pengolahan (periode pengolahan)
dan besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi.
Menurut PSA-010, waktu yang diperlukan untuk pekerjaan penyiapan lahan adalah
selama satu bulan (30 hari). Kebutuhan air untuk pengolahan tanah bagi tanaman padi
diambil 200 mm, setelah tanam selesai lapisan air di sawah ditambah 50 mm. Jadi
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
48
kebutuhan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah
tanam selesai seluruhnya menjadi 250 mm. Sedangkan untuk lahan yang tidak ditanami
(sawah bero) dalam jangka waktu 2,5 bulan diambil 300 mm.
Untuk memudahkan perhitungan angka pengolahan tanah digunakan Tabel koefisien
Van De Goor dan Zijlstra pada Tabel 2.22 berikut ini.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
49
Tabel 2.22 Koefisien Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan
Eo + P T = 30 hari T = 45 hari
mm/hari
S = 250
mm
S = 300
mm
S = 250
mm
S = 300
mm
5,0 11,1 12,7 8,4 9,5
5,5 11,4 13,0 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
8,5 13,3 14,8 10,8 11,8
9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12,0 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,6
(Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi, 1986)
b. Pengolahan Lahan untuk Palawija
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan bagi palawija sebesar 50 mm selama 15 hari
yaitu 3,33 mm/hari, yang digunakan untuk menggarap lahan yang ditanami dan untuk
menciptakan kondisi lembab yang memadai untuk persemian yang baru tumbuh.
6. Kebutuhan Air untuk Pertumbuhan
Kebutuhan air untuk pertumbuhan padi dipengaruhi oleh besarnya evapotranspirasi
tanaman (Etc), perkolasi tanah (p), penggantian air genangan (W) dan hujan efektif (Re).
Sedangkan kebutuhan air untuk pemberian pupuk padi tanaman apabila terjadi pengurangan
air (sampai tingkat tertentu) pada petak sawah sebelum pemberian pupuk.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
50
2.4.1.2 Kebutuhan Air untuk Irigasi
Kebutuhan air untuk irigasi yaitu kebutuhan air yang digunakan untuk menentukan
pola tanaman untuk menentukan tingkat efisiensi saluran irigasi sehingga didapat
kebutuhan air untuk masing-masing jaringan.
Perhitungan kebutuhan air irigasi ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya debit
yang akan dipakai untuk mengairi daerah irigasi. Setelah sebelumnya diketahui besarnya
efisiensi irigasi. Besarnya efisiensi irigasi tergantung dari besarnya kehilangan air yang
terjadi pada saluran pembawa dari mulut bendung sampai petak sawah. Kehilangan air
tersebut disebabkan karena penguapan, perkolasi, kebocoran dan sadap liar.
a. Pola Tanaman dan Perencanan Tata Tanam
Pola tanam adalah suatu pola penanaman jenis tanaman selama satu tahun yang
merupakan kombinasi urutan penanaman. Rencana pola dan tata tanam dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan air, serta menambah intensitas luas tanam. Suatu
daerah irigasi pada umumnya mempunyai pola tanam tertentu, tetapi bila tidak ada pola
yang biasa digunakan pada daerah tersebut direkomendasikan pola tanaman padi-padi-
palawija.
Pemilihan pola tanam ini didasarkan pada sifat tanaman hujan dan kebutuhan air.
a. Sifat tanaman padi terhadap hujan dan kebutuhan air
1. Pada waktu pengolahan memerlukan banyak air
2. Pada waktu pertumbuhannya memerlukan banyak air dan pada saaat berbunga
diharapkan hujan tidak banyak agar bunga tidak rusak dan padi baik.
b. Palawija
1. Pada waktu pengolahan membutuhkan air lebih sedikit daripada padi
2. Pada pertumbuhan sedikit air dan lebih baik lagi bila tidak turun hujan.
Setelah diperoleh kebutuhan air untuk pengolahan lahan dan pertumbuhan, kemudian
dicari besarnya kebutuhan air untuk irigasi berdasarkan pola tanam dan rencana tata tanam
dari daerah yang bersangkutan.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
51
b. Efisiensi Irigasi
Besarnya efisiensi irigasi tergantung dari besarnya kehilangan air yang terjadi pada
saluran pembawa, mulai dari bendung sampai petak sawah. Kehilangan air tersebut
disebabkan karena penguapan, perkolasi, kebocoran dan sadap liar. Besarnya angka
efisiensi tergantung pada penelitian lapangan pada daerah irigasi.
Pada perencanaan jaringan irigasi, tingkat efisiensi ditentukan menurut kriteria
standar perencanaan yaitu sebagai berikut :
1. Kehilangan air pada saluran primer adalah 7,5 – 12,5 %, diambil 10%
Faktor koefisien 1,10.
2. Kehilangan air pada saluran sekunder adalah 7,5 – 15,5 %, diambil 15%
Faktor koefisien 1,15.
3. Kehilangan air pada saluran tersier diambil 25%
Faktor koefisien 1,25.
2.4.2 Analisis Debit Andalan
Perhitungan debit andalan bertujuan untuk menentukan areal persawahan yang dapat
diairi. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr. F. J. Mock
berdasarkan data curah hujan bulanan, jumlah hari hujan, evapotranspirasi dan karakteristik
hidrologi daerah pengaliran.
Prinsip perhitungan ini adalah bahwa hujan yang jatuh di atas tanah (presipitasi)
sebagian akan hilang karena penguapan (evaporasi), sebagian akan hilang menjadi aliran
permukaan (direct run off) dan sebagian akan masuk tanah (infiltrasi). Infiltrasi mula-mula
menjenuhkan permukaan (top soil) yang kemudian menjadi perkolasi dan akhirnya keluar
ke sungai sebagai base flow.
Perhitungan debit andalan meliputi :
1. Data curah hujan
Rs = curah hujan bulanan (mm)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
52
n = jumlah hari hujan.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
53
2. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranspirasi potensial metode Penman.
dE / Eto = ( m / 20 ) x ( 18 – n )
dE = ( m / 20 ) x ( 18 – n ) x Eto
Etl = Eto – dE
dimana :
dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas.
Eto = evapotranspirasi potensial.
Etl = evapotranspirasi terbatas
n = jumlah hari hujan dalam 1 bulan
m = prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi.
= 10 – 40 % untuk lahan yang tererosi.
= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.
3. Keseimbangan air pada permukaan tanah
Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah, yaitu :
S = Rs – Et1
SMC(n) = SMC (n-1) + IS (n)
WS = S – IS
dimana:
S = kandungan air tanah
Rs = curah hujan bulanan
Et1 = evapotranspirasi terbatas
IS = tampungan awal/Soil Storage (mm)
IS (n) = tampungan awal/Soil Storage bulan ke-n (mm)
SMC = kelembaban tanah/Soil Storage Moisture antara 50-250 mm
SMC (n) = kelembaban tanah bulan ke–n
SMC (n-1) = kelembaban tanah bulan ke–(n-1)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
54
WS = water suplus/volume air berlebih
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
55
4. Limpasan (run off) dan tampungan air tanah (ground water storage)
V (n) = k.V (n-1) + 0,5.(1-k). I (n)
dVn = V (n) – V (n-1)
dimana:
V (n) = volume air tanah bulan ke-n
V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)
k = faktor resesi aliran air tanah diambil antara 0-1,0
I = koefisien infiltrasi diambil antara 0-1,0
Harga k yang tinggi akan memberikan resesi yang lambat seperti pada kondisi
geologi lapisan bawah yang sangat lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan
kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran.
Lahan yang porus mempunyai infiltrasi lebih tinggi dibanding tanah lempung
berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke dalam tanah
sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.
5. Aliran sungai
Aliran dasar = infiltrasi – perubahan volume air dalam tanah
B (n) = I – dV (n)
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi
D (ro) = WS – I
Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
Run off = D (ro) + B(n)
Debit = )(Detikbulansatu
luasDASxsungaialiran ..........................................................(2.26)
2.4.3 Naraca Air
Dari hasil perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkannya untuk
pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
56
dan luas daerah yang bisa diairi, luas daerah irigasi, jatah debit air dan pola pengaturan
rotasi. Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah irigasi adalah tetap karena luas
maksimum daerah layanan dan proyek yang akan direncanakan sesuai dengan pola tanam
yang dipakai. Jika debit sungai kurang maka terjadi kekurangan debit, maka ada tiga pilihan
yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut :
1. Luas daerah irigasi dikurangi.
2. Melakukan modifikasi pola tanam.
3. Rotasi teknis/golongan.
2.5 Analisis Hidrolis Bendung dan Bangunan Pelengkap
Analisis hidrolis bendung meliputi tubuh bendung itu sendiri dan bangunan-bangunan
pelengkap sesuai dengan tujuan bendung. Perhitungan struktur bendung dimulai dengan
analisis saluran yaitu saluran induk/primer, pintu romijn, saluran kantong lumpur, saluran
penguras kantong lumpur dan saluran intake. Dari saluran intake ini dapat diketahui elevasi
muka air pengambilan, dimana elevasi ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan
tinggi mercu bendung.
Setelah elevasi mercu diketahui maka analisis struktur bendung dapat dihitung, yaitu
menentukan lebar bendung, kolam olak, lantai muka, bangunan pembilas.
2.5.1 Pemilihan Lokasi Bendung
Faktor yang menentukan dalam pemilihan lokasi bendung yaitu :
1. Keadaan topografi daerah yang akan diairi sedemikaian rupa sehingga seluruh
daerah rencana tersebut dapat terairi secara gravitasi.
2. Penempatan lokasi bendung yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan angkutan
sedimen sehingga aliran ke intake tidak mengalami gangguan dan angkutan sedimen
yang masuk ke intake dapat terhindari. Untuk menjamin aliran lancar masuk intake,
salah satu syaratnya yaitu bendung harus terletak di tikungan luar aliran atau di
bagian sungai yang lurus dan harus di hindari penempatan bendung di tikungan
sebelah dalam aliran.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
57
3. Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah pondasinya cukup baik sehingga
bangunan akan stabil.
4. Beda tinggi energi di atas bendung dibatasi 6 m
2.5.2 Pemilihan Tipe Bendung
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe bendung adalah :
1. Sifat dan kekuatan tanah dasar.
2. Jenis material yang diangkut oleh aliran sungai.
3. Keadaan/kondisi daerah aliran sungai di bagian hulu, tengah dan hilir.
4. Tinggi muka air banjir maksimum yang pernah terjadi.
5. Kemudahan eksploitasi dan pemeliharaan.
6. Efisiensi biaya pelaksanaan.
Adapun alternatif pemilihan tipe bangunan utama/bendung Sapon, yaitu :
1. Bendung Tetap.
2. Bendung Gerak.
3. Bendung Karet.
a. Bendung Tetap
Bendung tetap adalah suatu bangunan air melintang sungai dengan konstruksi
bangunan tetap yang berfungsi untuk menaikkan muka air sungai agar dapat digunakan
untuk mengairi sawah tertinggi pada daerah pengairannya.
Keuntungannya :
1. Operasi dan pemeliharaannya lebih murah dan mudah.
2. Stabilitasnya besar karena memanfaatkan berat sendiri dari bangunan bendung
tersebut.
3. Tahan terhadap kondisi alam.
Kerugiannya :
1. Pembuatannya mahal.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
58
2. Diperlukan bangunan tanggul penahan banjir yang tinggi akibat backwater.
3. Tanah dasar yang baik untuk kedudukan pondasi agar tidak terjadi penurunan tanah
dasar.
Gambar 2.03 Skema Bendung Tetap, Intake Kiri dengan Kantong Lumpur.
Keterangan :
1. Mercu bendung.
2. Pilar.
3. Pintu penguras bendung.
4. Pintu pengambilan.
5. Lantai muka.
6. Lantai olakan.
7. Lembah sayap.
8. Dinding tegak.
9. Kantong lumpur.
10. Pintu pengambilan saluran.
11. Pintu penguras kantong lumpur.
b. Bendung Gerak
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
59
Bendung gerak adalah bangunan air yang melintang sungai dengan pintu yang dapat
dibuka dan ditutup berfungsi sebagai pelimpah air pada waktu terjadi banjir besar
serta untuk meninggikan muka air tertentu pada bangunan pengambilan.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
60
Keuntungannya :
1. Penggunaan Bendung Gerak yaitu debit banjir bisa melalui bendung tanpa
memberikan tambahan kenaikan tinggi muka air ke hulu (backwater) yang besar.
2. Dapat mengontrol muka air untuk pemasukan kebutuhan irigasi.
3. Kapasitas lolosnya lebih besar daripada bendung tetap.
Kerugiannya :
1. Biaya operasional lebih mahal dan lebih sulit karena harus ada pengontrolan secara
rutin, selain itu durabilitas dan ketahanan menghadapi kondisi medan yang ada belum
pernah teruji.
Penggunaan bendung gerak dapat dipertimbangkan jika :
1. Kemiringan dasar sungai kecil / relatif datar
2. Peninggian dasar sungai akibat konstruksi bendung tetap tidak dapat diterima karena
ini akan mempersulit pembuangan air atau membahayakan pekerjaan sungai yang
telah ada akibat meningginya muka air.
3. Debit tidak dapat di lewatkan dengan aman dengan bendung tetap.
4. Pondasi pilar untuk pintu harus kuat.
Bendung gerak harus memiliki minimum 2 bukaan agar bangunan itu tetap
berfungsi jika pintu yang lain rusak. Ada beberapa tipe pintu :
a. Pintu sorong, digunakan untuk bukaan kecil dengan tinggi maksimum 3 m dan lebar
3m. Jika dimensi lebih besar maka bisa digunakan pintu sorong rol yaitu pintu Stoney
dengan roda yang tidak dipasang di pintu tetapi pada kerangka terpisah dan pintu rol
biasa yang dipasang langsung pada pintu, hal ini dimaksudkan agar alat-alat
angkurnya tidak terlalu berat untuk menanggulangi gaya gesek pada Sponey.
b. Pintu rangkak yaitu pintu sorong/rol yang terdiri dari 2 pintu yang tidak saling
berhubungan yang dapat diturunkan atau diangkat, keuntungan alat angkat lebih
ringan.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
61
c. Pintu segmen atau radial memiliki keuntungan yaitu tidak ada gaya gesekan yang
diperhitungkan.
Gambar 2.04 Potongan Bendung Gerak
(Sumber : KP-02 Bangunan Utama )
Gambar 2.05
ype Pintu
Bendung
Gerak (Sumber :
KP-02
Bangunan
Utama )
c. B
endung
Karet
B
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
62
endung karet adalah bangunan yang bila muka air banjir mencapai elevasi tertentu sesuai
dengan yang direncanakan maka akan mengempis secara otomatis dalam waktu 15-30
menit. Dengan demikian air banjir yang datang dengan tiba-tiba akan melimpah di atas
tanggul.
Keuntungannya :
1. Waktu pelaksanaan lebih murah.
2. Pengoperasiannya lebih mudah terutama untuk pengendalian banjir.
3. Bendung dapat membuka secara penuh.
4. Tahan lama.
5. Dapat dipasang pada bentang yang cukup lebar sehingga menghemat kebutuhan air.
Kerugiannya :
1. Tidak bisa mengatur tinggi muka air secara akurat.
2. Tidak bisa melimpahkan debit secara akurat.
3. Harga koefisien pelimpah debit dapat berubah dengan perubahan bentuk apabila
bendung dikembangkan sempurna/sebagian/kosong.
4. Harga bangunannya sangat mahal.
2.5.3 Lebar Bendung
Lebar bendung adalah jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment) dan sebaiknya
sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Pada bagian ruas bawah sungai,
lebar rata-rata tersebut dapat diambil pada debit penuh (bankfull discharge), sedangkan
pada bagian atas sungai sulit untuk menentukan debit penuh. Lebar maksimum bendung
sebaiknya tidak lebih dari 1,2 kali rata-rata lebar sungai pada alur yang stabil.
Lebar total bendung tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk melewatkan debit air
karena adanya pilar dan bangunan penguras, jadi lebar bendung yang bermanfaat untuk
melewatkan debit disebut lebar efektif (Be), yang dipengaruhi oleh tebal pilar dan koefisien
kontraksi pilar dan pangkal bendung.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
63
Dalam menentukan lebar efektif perlu diketahui mengenai eksploitasi bendung,
dimana pada saat air banjir datang pintu penguras dan pintu pengambilan harus ditutup. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah masuknya benda yang terangkut oleh banjir yang dapat
menyumbat pintu penguras bila pintu terbuka dan air banjir masuk ke saluran induk.
Rumus : Be = B – 2(n.Kp + Ka)H1…………………………...………..(2.27) (Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma, Hal :114)
dimana:
Be = lebar efektif bendung (m)→ (Be1+Be2+Be3)
B = lebar mercu sebenarnya (m)→ (B1+B2+B3)
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
n = jumlah pilar
H1 = tinggi energi (m)
Gambar 2.06 Sketsa Lebar Efektif Bendung
Tabel 2.23 Harga-harga Koefisien Kontraksi Pilar (Kp)
No Kp
1 Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang bulat
pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar 0,02
2 Untuk pilar berujung bulat 0,01
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
64
3 Untuk pilar berujung runcing 0,00 (Sumber : Irigasi dan Bangunan Air, Gunadarma)
Tabel 2.24 Harga-harga Koefisien Kontraksi Pangkal Bendung (Ka)
No Ka
1 Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 900 ke
arahn aliran 0,20
2 Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 900 ke arah
aliran dengan 0,5 Hl > r > 0,15 Hl 0,10
3 Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 Hl dan tembok hulu
tidak lebih dari 450 ke arah aliran 0,00
(Sumber : Irigasi dan Bangunan Air, Gunadarma)
2.5.4 Menentukan Tipe Mercu Bendung
Untuk tipe mercu bendung di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu,
yaitu tipe Ogee dan tipe bulat. Kedua bentuk mercu tersebut dapat dipakai untuk konstruksi
beton maupun pasangan batu atau bentuk kombinasi dari keduanya.
2.5.4.1 Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Pada sungai ini akan banyak
memberikan keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama
banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan
negatif ada mercu.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
65
Gambar 2.07 Bendung dengan Mercu Bulat
Sumber : KP-02 Bangunan Utama
Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/ r). Untuk
bendung dengan dua jari-jari (R2), jari-jari hilir akan digunakan untuk menemukan harga
koefisien debit.
Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung
harus dibatasi sampai –4 m tekanan air jika mercu tersebut dari beton. Untuk pasangan batu
tekanan subatmosfer sebaiknya dibatasi sampai –1 m tekanan air. Persamaan energi dan
debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah sebagai berikut :
2/31...
32.
32. HBegCQ d= ………………………………..………..……(2.28)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
66
dimana:
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
b = panjang mercu (m)
H1 = tinggi di atas mercu (m)
C0 = fungsi H1/r (lihat Gambar 2.09)
C1 = fungsi p/H1 (lihat Gambar 2.11)
C2 = fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung (lihat Gambar 2.12)
C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H1/r lebih dari 5,0 (lihat Gambar 2.10)
Gambar 2.08 Tekanan pada Mercu Bendung Bulat sebagai Fungsi Perbandingan H1/r
(Sumber : KP-02 Bangunan Utama)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
67
Gambar 2.09 Harga-harga Koefisien C0 untuk Bendung Ambang Bulat sebagai Fungsi Perbandingan
H1/r (Sumber : KP-02 Bangunan Utama)
Gambar 2.10 Koefisien C1 sebagai Fungsi Perbandingan p/H1
(Sumber : KP-02 Bangunan Utama)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
68
Gambar 2.11 Harga-harga Koefisien C2 untuk Bendung Mercu Ogee dengan Muka Hulu Melengkung
( menurut USBR,1960 ) (Sumber: KP-02 Bangunan Utama)
Gambar 2.12 Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam sebagai Fungsi H2/H1
(Sumber : KP-02 Bangunan Utama)
2.5.4.2 Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh
karena itu mercu tidak akan memberikan tekanan subatmosfer pada permukaan mercu
sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air
akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir U.S Army Corps of
Engineers mengembangkan persamaan :
n
hdX
khdY
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
1 …………………………...………………………(2.29)
dimana:
X dan Y = koordinator-koordinator permukaan hilir
hd = tinggi rencana di atas mercu
k dan n = koefisien kemiringan permukaan hilir
Tabel 2.25 Harga – harga K dan n
BAB II LAN
PERENCANKABUPATE
(S
Bentuk-
Ba
Persama
dimana:
Cd =
g =
b =
H1 =
C0 =
C1 =
NDASAN TEO
NAAN BENDUEN KULON PR
K
(Sumber : KP
bentuk m
angunan
aan antara
Q =
koefisien
gravitasi
lebar mer
tinggi ene
konstanta
fungsi p/h
ORI
UNG SAPON ROGO YOGYA
Kemiringan
V
P-02 Standar
mercu dapa
hulu mer
a tinggi en
32.
32.Cd
n debit (C0
(m /dt2)
rcu (m)
ergi di ata
a = 1,30
hd dan H1
DI SUNGAI PYAKARTA
n permuka
Vertikal
3 : 1
3 : 2
1 : 1 Perencanaa
at dilihat p
Gambar 2.1
rcu berva
nergi dan d
1...32 HBeg
0, C1, C2)
as ambang
1/hd
PROGO
aan hilir
an Irigasi)
pada Gam
13 Type M
ariasi dise
debit untu
2/3 ………
g (m)
TEGUHTRI HA
2
1
1
1
mbar 2.13
Mercu Ogee
esuaikan d
uk bendun
……………
H DWIMENAARYADI
K
2,000
,936
,939
,873
adalah seb
e
dengan ke
ng Ogee ad
…………
A LL
n
1,85
1,83
1,81
1,77
bagai beri
emiringan
dalah :
……..……
L2A 004 121L2A 004 126
50
36
10
76
ikut :
n permuk
…..(2.30)
69
kaan hilir.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
70
C2 = faktor koreksi untuk permukaan hulu
Faktor koreksi C1 disajikan dalam Gambar 2.14 dan sebaiknya dipakai untuk berbagai
tinggi bendung di atas dasar sungai.
Gambar 2.14 Faktor Koreksi untuk Selain Tinggi Energi Rencana pada Bendung Mercu Ogee
(Menurut Ven Te Chow, 1959, Berdasarkan Data USBR dan WES)
Sumber : KP-02 Bangunan Utama
2.5.5 Tinggi Air Banjir di Atas Mercu
Persamaan tinggi energi di atas mercu (H1) menggunakan rumus debit bendung dengan
mercu bulat, yaitu:
2/31...
32.
32. HBegCQ d= .................................................................................(2.32)
(Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi, PU Pengairan, Hal :80)
dimana:
Q = debit (m3/det)
Cd = koefisien debit
g = percepatan gravitasi (m/det2)
Be = lebar efektif bendung (m)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
71
H1 = tinggi energi di atas mercu (m)
Gambar 2.15 Elevasi Air di Hulu dan Hilir Bendung
2.5.6 Tinggi Air Banjir di Hilir Bendung
Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
2/13/2 **1 iRn
V = ............................................................................................(2.31)
(Hidrolika Terapan Aliran Pada Saluran Terbuka & Pipa, Robert J Kodoatie, hal 127)
( )hhmbA ..+=
21.2 mhbP ++=
PAR =
Perhitungan h dengan coba-coba.
Elevasi muka air di hilir bendung = elevasi dasar hilir + h
2.5.7 Kolam Olak
Kolam olak adalah suatu bangunan berupa olak di hilir bendung yang berfungsi untuk
meredam energi yang timbul di dalam aliran air superkritis yang melewati pelimpah.
Faktor pemilihan tipe kolam olak :
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
72
1. Tinggi bendung
2. Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan, kekerasan tekan,
diameter butir dsb.
3. Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai.
4. Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran tidak
sempurna/tenggelam, loncatan air lebih rendah atau lebih tinggi.
Tipe kolam olak:
a. Berdasarkan Bilangan Froude, kolam olak dikelompokan sebagai berikut :
1. Untuk Fr ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak. Pada saluran tanah bagian hilir harus
dilindungi dari bahaya erosi.
2. Bila 1,7 < Fr ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara
efektif. Kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik.
3. Jika 2,5 < Fr ≤ 4,5 maka loncatan air tidak terbentuk dan menimbulkan gelombang
sampai jarak yang jauh di saluran. Kolam olak yang digunakan untuk menimbulkan
turbulensi (olakan) yakni tipe USBR tipe IV.
4. Untuk Fr ≥ 4,5 merupakan kolam olak yang paling ekonomis, karena kolam ini
pendek. Kolam olak yang sesuai adalah kolam USBR tipe III.
b. Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam
Jika kedalaman konjungsi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman air
normal hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang panjang
akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat dipakai peredam
energi yang relatif pendek tetapi dalam.
Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan pada bendung-bendung rendah dan
untuk bilangan-bilangan Froude rendah. Bahan ini diolah oleh Institut Teknik Hidrolika di
Bandung untuk menghasilkan serangkaian perencanaan untuk kolam dengan tinggi energi
rendah ini. Dapat dihitung dengan rumus:
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
73
32
gq
ch = …………………………………………….…………..(2.33)
dimana :
hc = kedalaman air kritis (m)
q = debit per lebar satuan (m3/dt.m)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt)
Gambar 2.16 Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam
( Sumber: Buku Pegangan Kuliah Bangunan Air)
c. Kolam Vlughter
Kolam vlughter dikembangkan untuk bangunan terjun di saluran irigasi. Batas-batas
yang diberikan untuk Z/hc 0,5; 2,0; 15,0 dihubungkan dengan bilangan Froude. Bilangan
Froude itu diambil dalam Z di bawah tinggi energi hulu. Kolam vlughter bisa dipakai
sampai beda tinggi energi Z tidak lebih dari 4,50 m.
Gambar 2.17 Kolam
Vlughter
hc = 3
2
gq
…………………………………………………………………..(2.34)
BAB II LAN
PERENCANKABUPATE
Jika 0,5
t = 2,4 h
Jika 2,0
t = 3,0 h
a = 0,28
D = R =
d. Kola
Ar
tergantu
satuan le
Panjang
Tinggi a
Untuk f
0,003 da
NDASAN TEO
NAAN BENDUEN KULON PR
< hcz ≤ 2
hc + 0,4 z
< hcz ≤ 1
hc + 0,1 z
hc z
hc
= L ( ukura
am Schok
rmin Sch
ung pada t
ebar.
g kolam ol
ambang hi
faktor β d
an 0,08. H
ORI
UNG SAPON ROGO YOGYA
2,0
15,0
an dalam m
klitsch
hoklitsch
tinggi mu
Ga
lakan L =
ilir dari la
dapat diam
Harga ρ pa
DI SUNGAI PYAKARTA
m )
menemu
uka air hu
ambar 2.18( Sumber: B
( 0,5-1 ) w
antai S = β
mbil dari
ada umum
PROGO
ukan kol
ulu maupu
8 Kolam ScBuku Pegang
w
β q 21
( gw
Gambar
mnya diam
TEGUHTRI HA
am olak
un hilir, m
choklitsch gan Kuliah Ba
) 41
denga
grafik di
mbil 0,15.
H DWIMENAARYADI
kan yang
melainkan
angunan Air)
an harga m
bawah, d
A LL
g ukuran
n tergantu
)
minimum
dan fakto
L2A 004 121L2A 004 126
n-ukuranny
ung pada
0,1 w.
r ξ diamb
74
ya tidak
debit per
bil antara
k
r
a
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
75
Gambar 2.19 Grafik Faktor β
( Sumber: Buku Pegangan Kuliah Bangunan Air)
2.5.8 Panjang Lantai Muka
Perencanaan panjang lantai muka bendung menggunakan garis kemiringan hidrolik.
Garis Gradien Hidrolik ini diGambarkan di hilir ke arah hulu dengan titik ujung hilir
bendung sebagai permukaan dengan tekanan sebesar nol. Kemiringan garis hidrolik gradien
disesuaikan dengan kemiringan yang diijinkan untuk suatu tanah dasar tertentu, yaitu
menggunakan Creep Ratio (Cr). Untuk mencari panjang lantai depan hulu yang
menentukan adalah beda tinggi energi terbesar dimana terjadi pada saat muka banjir di hulu
dan kosong di hilir. Garis Gradien hidrolik akan membentuk sudut dengan bidang
horisontal sebesar α, sehingga akan memotong muka air banjir di hulu. Proyeksi titik
perpotongan tersebut ke arah horisontal (lantai hulu bendung) adalah titik ujung dari
panjang lantai depan minimum.
LhLvLw Σ+Σ=31 ...................................................................................(2.35)
(Perbaikan dan Pengaturan Sungai, Dr.Ir Suyono Sosrodarsono dan Dr. Masateru Tominaga)
dimana :
Lw = panjang garis rembesan (m)
Σ Lv = panjang creep line vertikal (m)
Σ Lh = panjang creep line horisontal (m)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
76
Faktor Rembesan / creep ratio (Cw) = Σ Lw / ∆Hw dimana, Cw > C (aman).
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
77
Tabel 2.26 Harga-harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL)
Jenis Material CL
Pasir sangat halus / lanau 8,5
Pasir halus 7
Pasir sedang 6
Pasir kasar 5
Kerikil halus 4
Kerikil sedang 3,5
Kerikil kasar termasuk berangkal 3
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5
Lempung lunak 3
Lempung sedang 2
Lempung keras 1,8
Lempung sangat keras 1,6
( Sumber : Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma)
2.5.9 Tebal Lantai Kolam Olak
Untuk menentukan tebal lantai kolam olak harus ditinjau pada dua kondisi yaitu pada
kondisi air normal dan kondisi air banjir.
wHLLxHxPx γ*'*
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ ∆−= ....................................................................(2.36)
( )pas
WxPxstγ−
=.
min (Standar Perencanaan Irigasi KP-02)
dimana :
Px = Uplift Pressure (T/m2)
Hx = tinggi muka air di hulu bendung diukur dari titik x (m)
Lx = panjang creep line sampai titik x (m)
L = panjang creep line total (m)
∆H = perbedaan tinggi tekan di hulu dan di hilir bendung (m)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
78
γw = berat jenis air (1 T/m3 )
t min = tebal minimum lantai kolam (m)
s = faktor keamanan untuk:
1,5 = untuk kondisi air normal
1,25 = untuk kondisi air banjir
Wx = kedalaman air pada titik X (m)
γbeton = berat jenis beton (2,4 T/m3)
Gambar 2.20 Gaya Angkat pada Pondasi Bendung
2.5.10 Saluran Primer
Untuk menentukan dimensi saluran primer terlebih dahulu harus diketahui elevasi
saluran primer, dimana elevasi air di saluran primer ditentukan sebagai berikut:
1. Elevasi sawah terjauh dan tertinggi yang akan diairi.
2. Tinggi genangan air di sawah.
3. Jumlah kehilangan energi:
a. dari saluran tersier ke sawah.
b. dari saluran sekunder ke tersier.
c. dari saluran primer ke sekunder.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
79
d. akibat kemiringan saluran.
e. kehilangan energi di saluran pengambilan atau sadap.
Dimensi saluran dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Q = V . A
( )hhmbA .+=
1*2 2 ++= mhbP
PAR =
2/13/2 ** iRkV = .............................................................................................(2.23) ( Standar Perencanaan Irigasi KP-03, hal 15 )
Gambar 2.21 Potongan Melintang Dimensi Saluran Primer
dimana :
V = kecepatan rencana (m/det)
K = koefisien Stickler (m1/3/det)
R = jari-jari hidrolis (m)
i = kemiringan saluran
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling basah (m)
m = kemiringan talud saluran
h = kedalaman air (m)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
80
b = lebar dasar saluran (m)
Untuk saluran irigasi yang terbuat dari tanah, perbandingan antara lebar dasar dan
kedalaman air untuk perencanaan dapat dilihat pada Tabel 2.28
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
81
Tabel 2.27 Harga K (koesien Strickler)
Jenis saluran K(m1/3/dt)
A. Saluran tanah
Saluran Pembuang
Saluran Tersier
Saluran Primer & Sekunder
Qp < 1 m3/dt
1 m3/dt <Qp <5 m3/dt
5 m3/dt< Qp < 10 m3/dt
Qp > 10 m3/dt
33
35
35
40
42,5
45
B. Saluran Pasangan
Pasangan Batu Satu Sisi
Pasangan Batu dua Sisi
Pasangan Batu seluruhnya
Pasangan Slab Beton Satu Sisi
Pasangan Slab Beton Dua Sisi
Pasangan Slab Beton Seluruhnya
Saluran segiempat diplester
42
45
50
45
50
70
75
(Sumber KP 03)
Tabel 2.28 Perbandingan lebar dasar dan kedalaman air
Debit (Q) m3/dt Kemiringan talud 1 : m Perbandingan b/h (n) Nilai
K
0,15 – 0,30 0,30 – 0,50 0,50 – 0,75 0,75 – 1,00 1,00 - 1,50 1,50 – 3,00 3,00 – 4,50 4,50 – 5,00 5,00 – 6,00 6,00 –7,50 7,50 – 9,00
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
1,0 1,0 - 1,2 1,2 - 1,3 1,3 - 1,5 1,5 - 1,8 1,8 - 2,3 2,3 - 2,7 2,7 - 2,9 2,9 - 3,1 3,1 - 3,5 3,5 - 3,5
35 35 35 35 40 40 40 40
42,5 42,5 42,5
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
82
9,00 – 10,0 10,0 – 11,0 11,0 – 15,0
15,00 – 25,0 25,00 – 40,0
1,5 2,0 2,0 2,0 2,0
3,5 - 3,9 3,9 - 4,2 4,2 - 49 4,9 - 6,5 6,5 - 9,0
45 45 45 45 45
Kemiringan talud berdasarkan jenis tanah yang dilalui dapat dilihat pada Tabel 2.29
berikut: Tabel 2.29 Kemiringan talud
Jenis Tanah m
Batuan
Batuan lunak
Lempung
Geluh, D< 1,0 mm
Geluh, D> 1,0 mm
Geluh Pasiran
Pasir lepas
0,25
0,50-0,70
0,50-1,10
1
1,50
1,50
2
Catatan: Geluh adalah campuran pasir, lempung dan lumpur dengan perbandingan hampir sama
Sumber KP 03
Selain ditentukan dari jenis tanah untuk saluran timbunan tanah yang dipadatkan
dengan baik besar kemiringan talud dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.30
Tabel 2.30 Kemiringan talud Untuk Saluran Timbunan Berdasarkan Kedalaman Air+Tinggi Jagaan
Kedalaman air + tinggi jagaan m
H< 1,00 m
1,00 m < H < 2,00 m
H > 2,00 m
1
1,5
2
Sumber KP 03
Tabel 2.31 Tinggi Jagaan (W)
Debit Q(m3/dt) Saluran Tanah (m) Saluran Pasangan (m)
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
83
< 0,50
0,50 – 1,50
1,50 – 5,00
5,00 – 10,00
10,00 – 15,00
> 15,00
0,40
0,50
0,60
0,75
0,85
1,00
0,20
0,20
0,25
0,30
0,40
0,50
Sumber KP 03
2.5.11 Alat Pengukur Debit
Parameter dalam menentukan pemilihan alat pengukur debit adalah sebagai berikut:
1. Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit.
2. Ketelitian pengukuran di lapangan.
3. Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis.
4. Rumus debit sederhana dan teliti.
5. Eksploitasi dan pembacaan mudah.
6. Pemeliharaan mudah dan murah.
7. Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani.
a. Alat Ukur Romijn
Alat ukur ini digunakan di depan bangunan intake saluran. Alat ukur ini juga
berfungsi mengatur dan mengukur debit serta sebagai pintu saluran primer.
Untuk menentukan h pintu didapat dari Tabel Q dan b seperti Tabel 2.32 berikut:
Tabel 2.32 Tipe Pintu Romijn
TIPE ROMIJN STANDAR
I II III IV V VI
Lebar (m) 0,50 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
Kedalaman maks,aliran
pada muka air rencana 0,33 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
84
Debit maks,pada muka air
rencana 160 300 450 600 750 900
Kehilangan energi 0,08 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
Elevasi dasar di bawah
muka air rencana 0,81 + V 1,15 + V 1,15 + V 1,15 + V 1,15 + V 1,15 + V
V = Varian = 0,18 x Hmaks
Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi 1986
Kelebihan alat ukur Romijn adalah sebagai berikut :
1. Bangunan ini bisa mengukur dan mengatur debit sekaligus
2. Dapat membilas endapan sedimen halus
3. kehilangan energi relatif kecil
4. Ketelitian baik
5. Ekspliotasi mudah
Kekurangan alat ukur Romijn adalah sebagai berikut :
1. Pembuatannya rumit dan mahal
2. Bangunan ini membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
3. Biaya pemeliharaan bangunan itu relatif mahal
4. Bangunan ini bisa disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah
5. Bangunan ini peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
85
Gambar 2.22 Alat Pintu Romijn
b. Alat Ukur Ambang Lebar
Alat ukur ini dianjurkan karena bangunan ini kokoh, mudah dibuat dan mudah
disesuaikan dengan tipe saluran. Pembacaan debit dengan alat ukur ini dapat dilakukan
secara langsung, karena hanya menyatakan hubungan antara muka air hulu dengan debit.
Kelebihan alat ukur ambang lebar adalah sebagai berikut :
1. Bentuk hidrolis luwes dan sederhana.
2. Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal.
3. Benda-benda hanyut dapat dilewatkan dengan mudah.
4. Eksploitasi mudah.
Kelemahan alat ukur ambang lebar adalah sebagai berikut :
1. Bangunan ini hanya bisa digunakan untuk mengukur saja.
2. Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam.
p
h1
2 - 3H1> H1
Pintu sorong Mistar Ukur
Z
H
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
86
Gambar 2.23 Sket Alat Ukur Ambang Lebar
c. Alat Ukur Crump–de Gruyter
Alat ukur Crump–de Gruyter dipakai pada muka air di saluran selalu mengalami
fluktuasi dan muka air rendah di saluran. Alat ukur ini mempunyai kehilangan tinggi energi
yang lebih besar daripada alat ukur Romijn. Penggunaannya dengan cara menggerakan
pintu ke arah vertikal.
Kelebihan alat Crump–de Gruyter adalah sebagai berikut :
1. Bangunan ini dapat mengukur dan mengatur debit sekaligus.
2. Bangunan ini kuat dan tidak ada masalah dengan sedimen.
3. Eksploitasi mudah dan pengukuran teliti
Kelemahan alat Crump–de Gruyter adalah sebagai berikut :
1. Pembuatannya rumit dan mahal.
2. Biaya pemeliharaan mahal.
3. Kehilangan tinggi energi besar.
Dilihat dari segi kelebihan dan kekurangan, maka alat ukur debit Romijn sangat cocok
digunakan.
2.5.12 Saluran Kantong Lumpur
Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai panjang
tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan kesempatan pada sedimen untuk
mengendap. Untuk menampung endapan sedimen tersebut dasar bagian saluran tersebut
diperdalam dan diperlebar. Tampungan ini dibersihkan setiap jangka waktu tertentu dengan
cara membilas sedimennya kembali ke sungai dengan aliran super kritis. Kantong lumpur
ditempatkan dibagian awal dari saluran primer tepat dibagian belakang pengambilan.
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
87
Gambar 2.24 Potongan Memanjang Kantong Lumpur
Gambar 2.25 Potongan Melintang Kantong Lumpur
Keterangan:
H = Kedalaman aliran di saluran, m
W = Kecepatan endap partikel sedimen, m/dt
L = Panjang kantong lumpur, m
B = Lebar rerata kantong lumpur, m
V = Kecepatan aliran, m/dt
Q = Debit kebutuhan, m3/dt
hn = Kedalaman normal saluran
hs = Kedalaman saluran kantong lumpur
Perhitungan kantong lumpur diasumsikan sama dengan saluran primer.
1. Perhitungan Kemiringan Saluran Kantong Lumpur (in)
Perhitungan kemiringan saluran kantong lumpur menggunakan rumus:
2/13/2)(1nixRnx
nVn = .............................................................................. (2.24)
(Standar Perencanaan Irigasi KP-02)
VnxAnQn =
dimana :
B
hn 1:2hs
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
88
Vn = kecepatan rata-rata selama eksploitasi normal = 0,40 m/det
n = koefisien kekasaran Manning (det/m1/3)
Rn = jari-jari hidrolis (m)
in = kemiringan saluran
Qn = kebutuhan pengambilan rencana (m3/det)
An = luas penampang basah (m2)
2. Perhitungan Kemiringan Saluran Kantong Lumpur (iS )
Agar pengambilan dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus tetap kritis
dimana Fr = 1.
Rumus yang digunakan:
Kedalaman kritis (hc) = 3
2
gq dimana
BQq =
maka : hc = 3
2 1*gB
Q⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
Vs = hsg *
Fr = 1*
=hsg
Vs
Kemiringan saluran ( IS ) = 23/2
2
*1⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛Rs
n
Vs
S
Perhitungan Panjang Kantong Lumpur menggunakan rumus:
VnL
whn
=
w = kecepatan endap, diambil berdasarkan hubungan antara diameter saringan dan
kecepatan endap untuk air tenang (KP-02 hal 145). Dengan diameter sedimen 0,07
mm dan suhu air sebesar 20oC maka didapat kecepatan endap sebesar 0,004 m/det.
Grafiknya dapat dilihat pada Gambar 2.26
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
89
Gambar 2.26 Kecepatan Endap Lumpur untuk Air Tenang
2.5.13 Pintu Penguras Kantong Lumpur
Pintu penguras kantong lumpur tidak boleh terjadi gangguan selama pembilasan, oleh
karena itu aliran pada pintu penguras tidak boleh tenggelam. Penurunan kecepatan aliran
akan mengakibatkan menurunnya kapasitas angkutan sedimen, oleh karena itu kecepatan
aliran tidak boleh berkurang, untuk menambah kecepatan aliran maka dibuat kemiringan
saluran yang memungkinkan untuk kemudahan dalam transport sedimen.
2.5.14 Bangunan Pengambilan atau Intake
Bangunan pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air yang terletak di
samping kanan bendung. Fungsi bangunan ini adalah untuk membelokkan aliran air dari
sungai dalam jumlah yang diinginkan untuk kebutuhan irigasi. Saluran pembilas pada
bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk
menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir. Besarnya bukaan pintu tergantung
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
90
dengan kecepatan aliran masuk yang diinginkan. Kecepatan ini tergantung pada ukuran
butir bahan yang diangkut.
Elevasi lantai intake diambil minimal satu meter di atas lantai hulu bendung karena
sungai mengangkut pasir dan kerikil. Pada keadaan ini makin tinggi lantai dari dasar sungai
maka akan semakin baik, sehingga pencegahan angkutan sedimen dasar masuk ke intake
juga makin baik. Tetapi bila lantai intake terlalu tinggi maka debit air yang tersadap
menjadi sedikit, untuk itu perlu membuat intake arah melebar. Agar penyadapan air dapat
terpenuhi dan pencegahan sedimen masuk ke intake dapat dihindari, maka perlu diambil
perbandingan tertentu antara lebar dengan tinggi bukaan.
QQn *2,1= ...........................................................................................(2.25)
(Standar perencanaan Irigasi KP-02)
zgbaQn ..2....µ= ...................................................................................(2.26)
(Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi, PU Pengairan, Hal: 76 )
dimana :
Qn = debit rencana (m3/det)
Q = kebutuhan air di sawah (m3/det)
µ = koefisien debit
a = tinggi bukaan (m)
b = lebar bukaan (m)
g = gaya gravtasi = 9,81 m/det2
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan antara 0,15 – 0,30 m
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
91
Sf
Sw
So
X
hf
V2²
h2
z2
2g
V1²2g
h1
z1
Gambar 2.27 Potongan Melintang Bangunan Pengambilan
2.6 Tinjauan Gerusan Di Hilir Bendung
Tinjauan terhadap gerusan bendung digunakan untuk menentukan tinggi dinding
halang (koperan) di ujung hilir bendung. Untuk mengatasi gerusan tersebut dipasang apron
yang berupa pasangan batu kosong sebagai selimut lintang bagi tanah asli. Batu yang
dipakai untuk apron harus keras, padat, awet dan mempunyai berat jenis 2,4 Ton/m3. untuk
menghitung kedalaman gerusan digunakan metode Lacey sebagai berikut: 3/1
47,0 ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
fQR ...............................................................................................(2.37)
2/176,1 Dmf =
dimana :
R = kedalaman gerusan di bawah permukaan air banjir (m)
Dm = diameter rata-rata material dasar sungai (mm)
Q = debit yang melimpah di atas mercu (m3/det)
f = faktor lumpur Lacey
Menurut Lacey, kedalaman gerusan bersifat empiris, maka dalam penggunaannya dikalikan
dengan angka keamanan sebesar 1,5.
2.7 Tinjauan Backwater Di Hulu Bendung
Perhitungan backwater bertujuan untuk mengetahui peninggian muka air pada bagian
hulu akibat pembangunan bendung, sehingga dapat menentukan tinggi tanggul yang harus
dibuat. Dengan diketahuinya muka air di hulu bendung maka dapat ditentukan :
a. Tinggi tanggul di hulu.
b. Panjang tanggul yang harus dibuat (seberapa jauh pengaruh backwater).
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
92
Gambar 2.28 Tinggi Energi Backwater
dimana:
h1 = kedalaman air tanpa bendung.
h2 = tinggi muka air akibat bendung.
So = kemiringan dasar sungai.
Sw = kemiringan muka air.
Sf = kemiringan garis energi.
( ) ( )
SfSoEE
x
EExSfxSoxSfExSoE
hfg
VhZZ
gV
h
hfg
VhZZ
gV
h
hfg
VhZ
gV
hZ
EEX
−−
=∆
+=∆−∆∆+=∆+
++=−++
++=−++
+++=++
∆
21
21
21
22
221
21
1
22
221
21
1
22
22
21
11
....
22
22
22
21
4342143421
43421
dimana:
3/4
22
.22.2.RVnSf = V =
n1 . R 2/3 . i ½
A = (b + mh)h PAR
mhbP=
++= 212
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
93
Gambar 2.29 Sketsa Backwater di Hulu Bendung
2.8 Analisis Stabilitas Struktur Bendung
Stabilitas bendung dianalisis pada tiga macam kondisi yaitu pada saat sungai kosong,
normal dan pada saat sungai banjir. Tinjauan stabilitas yang diperhitungkan dalam
perencanaan suatu bendung meliputi:
2.8.1 Analisis Gaya-gaya Vertikal
2.8.1.1 Akibat Berat Sendiri Bendung
Gaya akibat berat sendiri bending adalah
G = V * γ ........................................................................................(2.38)
dimana:
V = Volume (m3)
γ = berat jenis bahan, beton = 2,4 T/m3
2.8.1.2 Gaya Angkat (Uplift Pressure)
Rumus yang dipakai:
HHxPx −= ......................................................................................(2.39)
)*(LHLxHxPx ∆
−=
(Irigasi dan Bangunana Air, Gunadarma Hal 131) dimana:
Px = Uplift Pressure (akibat tekanan air) pada titik X (T/m2)
Lx = jarak jalur rembesan pada titik x (m)
L = panjang total jalur rembesan (m)
∆H = beda tinggi energi (m)
Hx = tinggi energi di hulu bending
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
94
2.8.2 Analisis Gaya-gaya Horisontal
2.8.2.1 Gaya Akibat Tekanan Lumpur
Rumus yang dipakai:
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡+−
=θθγ
sin1sin1
2
2xhP s
s .......................................................................(2.40)
(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma, hal 132)
dimana:
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horisontal (kg)
θ = sudut geser dalam
γ s = berat jenis lumpur (kg/m3) = 1600 kg/m3 = 1,6 T/m3
h = kedalaman lumpur (m)
2.8.2.2 Gaya Hidrostatis
Rumus yang dipakai:
Wu = c.γ w[h2 + ½ ζ (h1-h2)]A....................................................(2.41) (Irigasi dan
Bangunan Air, Gunadharma, hal 131) dimana:
c = proposan luas dimana tekanan hidrostatis bekerja (c = 1 untuk semua tipe pondasi)
γ w = berat jenis air (kg/m3) = 1000 kg/m3 = 1 T/m3
h2 = kedalaman air hilir (m)
h1 = kedalaman air hulu (m)
ζ = proporsi tekanan, diberikan pada Tabel 2.33 (m)
A = luas dasar (m2)
Wu = gaya tekanan ke atas resultante (Ton)
Tabel 2.33 Harga-harga ζ
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
95
Tipe Pondasi Batuan Proporsi Tekanan
Berlapis horisontal
Sedang, pejal (massive)
Baik, pejal
1,00
0,67
0,50
(Sumber : Irigasi dan Bangunan Air,Gunadarma)
2.8.2.3 Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif
Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2**21 hKaPa subγ= ( )2/45tan 02 φ−=Ka ...........................................(2.42)
wsatsub γγγ −=
ww eeGs γγ −⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
++
=1
dimana γw = 1 T/m3
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
+−
=e
Gsw 1
1γ
Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2**21 hKpPp subγ= ..................................................................................(2.43)
( )2/45tan 02 φ+=Kp
wsatsub γγγ −=
ww eeGs γγ −⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
++
=1
dimana γw = 1 T/m3
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
+−
=e
Gsw 1
1γ
Keterangan :
Pa = tekanan tanah aktif (T/m2)
Pp = tekanan tanah pasif (T/m2)
φ = sudut geser dalam ( 0 )
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
96
g = gravitasi bumi = 9,81 m/detik2
h = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)
γsub = berat jenis submerged / tanah dalam keadaan terendam (T/m3)
γsat = berat jenis saturated / tanah dalam keadaan jenuh (T/m3)
γw = berat jenis air = 1,0 T/m3
Gs = Spesifik Gravity
e = Void Ratio
2.8.2.4 Gaya Gempa
Untuk menghitung gaya gempa dipakai rumus sebagai berikut:
( )mcd xzana = ....................................................................................(2.44)
(Standar Perencanaan Irigasi KP-06)
gaE d=
dimana:
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)
n, m = koefisien untuk masing-masing jenis tanah
aC = percepatan kejut dasar (cm/dt2)
z = faktor yang tergantung dari letak geografis (dapat dilihat pada “Pete Zona
Seismik untuk Perencanaan Bangunana Air Tahan Gempa”)
E = koefisien gempa
G = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2.
Dari koefisien gempa di atas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen
akibat gaya gempa dengan rumus:
Gaya Gempa, K = E x G
dimana:
E = koefisien gempa
K = gaya gempa
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
97
G = berat bangunan (Ton)
Momen: → M = K x Jarak (m)
Setelah menganalisis gaya-gaya tersebut, kemudian diperiksa stabilitas bendung
terhadap guling, geser, pecahnya struktur, erosi bawah tanah (piping) dan daya dukung
tanah.
2.8.3 Analisis Stabilitas Bendung
2.8.3.1 Terhadap Guling
Rumus yang digunakan untuk cek terhadap guling adalah sebagai berikut:
5.1>=∑∑
MGMT
SF .............................................................. ........................(2.45)
(Teknik Bendung, Ir.Soedibyo, Hal 105)
dimana :
SF = faktor keamanan
Σ MT = jumlah momen tahan (Ton meter)
Σ MG = jumlah momen guling (Ton meter)
2.8.3.2 Terhadap Geser
Rumus yang digunakan untuk cek terhadap geser adalah sebagai berikut:
5.1>=∑∑
RHRV
fSF ..........................................................................…..........(2.46)
dimana :
SF = faktor keamanan
Σ RV = total gaya vertikal (Ton)
Σ RH = total gaya horisontal (Ton)
f = koefisien gesekan = (0,6-0,75)
2.8.3.3 Terhadap Daya Dukung Tanah
Dari data tanah pada lokasi bendung Sapon, diperoleh :
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
98
γ = berat jenis tanah (T/m3)
c = kohesi
φ = sudut geser dalam
Df = kedalaman pondasi (m)
Nc, Nq, Nγ didapat dari grafik Terzaghi
Rumus daya dukung tanah Terzaghi :
qult = c . Nc + γ . Nq . Df + 0,5 .γ. B . N ..........................................................(2.47) (Mekanika Tanah Jilid I, Braja M. Das )
SFqult=σ ........................................................................................................(2.48)
Kontrol :
σσ <⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +=
Be
BRV
maks.61 .............................................................................(2.49)
0.61min >⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
Be
BRVσ ...............................................................................(2.50)
dimana :
SF = faktor keamanan
RV = gaya vertikal (Ton)
B = panjang tubuh bendung (m)
σ = tegangan yang timbul (T/m2)
σ = tegangan ijin (T/m2)
2.8.3.4 Terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping)
Keamanan bendung terhadap erosi bawah bendung dihitung dengan rumus :
shsasSF )/1( +
= ……………………………………………..……..……...…(2.51)
(Standar Perencanaan Irigasi, KP-02, hal : 127)
dimana :
SF = faktor keamanan
(Teknik Bendung, Ir.Soedibyo, Hal : 107 )
BAB II LANDASAN TEORI
PERENCANAAN BENDUNG SAPON DI SUNGAI PROGO TEGUH DWIMENA L2A 004 121 KABUPATEN KULON PROGO YOGYAKARTA TRI HARYADI L2A 004 126
99
s = kedalaman tanah (m)
a = tebal lapisan pelindung (m)
hs = tekanan air pada kedalaman s (kg/m2)
Rumus di atas mengasumsikan bahwa berat volume tanah di bawah air dapat diambil 1 (γw
= γs = 1 T/m3). Berat volume bahan lindung di bawah air adalah 1. Faktor keamanan, SF
sekurang-kurangnya 2.