bab ii landasan teori dan hipotesis penelitian ii.pdfpajak yang dikemukakan dalam penelitian lainnya...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi positif (TAP) secara jelas dikemukakan oleh Watts dan
Zimmerman (1986). Teori ini berupaya untuk menjelaskan mengapa kebijakan
akuntansi menjadi suatu masalah bagi perusahaan dan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan laporan keuangan, dan untuk memprediksi kebijakan
akuntansi yang hendak dipilih oleh perusahaan dalam kondisi tertentu. Teori ini
didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan merupakan suatu “nexus of
Contracts”. Artinya, perusahaan merupakan suatu muara bagi berbagai kontrak
yang datang padanya. Misalnya, kontrak dengan karyawan (termasuk manajer),
pemasok, dan dengan pemberi modal. Sebagai suatu kumpulan dari berbagai
kontrak, secara rasional perusahaan ingin meminimalkan contracting cost yang
berkaitan dengan kontrak-kontrak yang masuk padanya, seperti kos negosiasi,
pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-
lain. Beberapa dari kontrak tersebut melibatkan variabel-variabel akuntansi, dan
teori akuntansi positif berargumentasi bahwa perusahaan akan memanfaatkan
kebijakan akuntansi guna meminimumkan contracting cost. Kondisi ini diperkuat
dengan pemberian fleksibilitas oleh badan penetap standar kepada manajemen
guna memilih dari seperangkat kebijakan akuntansi yang diperkenankan.
12
Teori akuntansi positif menggunakan teori keagenan untuk menjelaskan
dan memprediksi pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Teori akuntansi
positif yang diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986) telah
memprediksi tiga hipotesis yang mendorong perusahaan untuk melakukan
manajemen laba, yaitu:
1) The bonus plan hypothesis
Manajer perusahaan yang memiliki program bonus yang terkait dengan angka-
angka akuntansi cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser
reported earnings dari future period ke current period (menaikkan laba yang
dilaporkan sekarang), ceteris paribus.
2) The debt covenant hypothesis
Perusahaan yang semakin mendekati pelanggaran debt covenant (perjanjian
kontrak hutang) cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser
reported earnings dari future periods ke current period (menaikkan laba yang
dilaporkan sekarang), ceteris paribus.
3) The political cost hypothesis
Semakin besar political cost yang dihadapi suatu perusahaan, maka manajer
cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan reported
earnings dari current ke future period (menurunkan laba yang dilaporkan
sekarang), ceteris paribus.
2.1.2. Teori Kepatuhan (compliance theory)
Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan
13
dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada
ajaran dan aturan.
Peraturan yang berlaku dalam hal perpajakan adalah peraturan perpajakan
dan undang-undang perpajakan. Hubungan teori kepatuhan dengan perpajakan
adalah dalam pemungutan pajak semua wajib pajak harus patuh, taat, dan
menuruti peraturan perpajakan yang berlaku.
Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain: 2004), Kepatuhan Wajib Pajak
memiliki pengertian yaitu: Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan
kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:
1) wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan;
2) mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;
3) menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar;
4) membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi
pembangunan yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara
sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem
perpajakan Indonesia menganut sistem self asessment. Menurut Mardiasmo
(2011), self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang. Pelaksanaan self assessment system secara mutlak memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor
14
kewajibannya sendiri. Penerapan self assessment system diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajaknya. Penerapan self
assessment system menyebabkan wajib pajak akan sangat terlibat dalam
pemungutan pajak karena wajib pajak akan memiliki wewenang untuk
melaporkan jumlah besarnya pajak yang terhutang, wajib pajak aktif mulai dari
menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sedangkan
fiskus hanya berperan untuk mengawasi.
2.1.3. Manajemen Pajak
Minnick dan Noga (2010) mengartikan manajemen pajak sebagai
kemampuan untuk membayar jumlah yang lebih sedikit atas pajak dalam jangka
waktu yang panjang. Selain itu terdapat pengertian lainnya mengenai manajemen
pajak yang dikemukakan dalam penelitian lainnya yaitu, Manajemen pajak adalah
pengelolaan kewajiban perpajakan dengan menggunakan strategi untuk
meminimalkan jumlah beban pajak. Manajemen pajak merupakan salah satu
elemen dari manajemen perusahaan (Rusydi dan Kusumawati, 2010). Menurut
Lumbantoruan dalam Suandy (2008) manajemen pajak adalah sarana untuk
memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar
dapat ditekan serendah mungkin untuk memeroleh laba dan likuiditas yang
diharapkan.
Manajemen pajak yang agresif tidak berhubungan langsung dengan
perilaku tidak etis atau ilegal. Peraturan pajak memiliki banyak ketentuan yang
memungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajak secara benar tanpa melanggar
hukum. Manajemen pajak mempunyai dua tujuan, yaitu menerapkan peraturan
15
pajak secara benar dan usaha efisiensi untuk mencapai laba yang seharusnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka manajemen pajak memiliki 3 fungsi, yaitu.
1) Perencanaan pajak (tax planning)
Perencanaan pajak adalah kegiatan pertama yang dilakukan oleh perusahaan
dalam rangka melakukan manajemen pajak. Perusahaan mulai
mengumpulkan dan menganalisis peraturan perpajakan dalam perencanaan
pajak agar dapat dipilih tindakan yang perlu dilakukan untuk menghemat
beban pajak.
2) Pelaksanaan perpajakan (tax implementation)
Manajemen pajak telah dilaksanakan baik secara formal dan material.
Manajemen juga harus memastikan bahwa pengimplementasian manajemen
pajak tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Jika dalam
pengimplementasian terjadi pelanggaran peraturan perpajakan, maka praktik
yang dilakukan perusahaan telah menyimpang dari tujuan awal manajemen
pajak.
3) Pengendalian pajak (tax control)
Pengendalian pajak adalah suatu tindakan memeriksa pembayaran dalam hal
ini waktu yang paling baik dalam melunasi kewajiban perpajakan dan jumlah
yang dibayar oleh perusahaan. Memeriksa waktu pembayaran penting karena
dapat menguntungkan perusahaan, membayar pajak pada saat terakhir lebih
menguntungkan perusahaan dibanding dengan membayar pajak lebih awal.
Selain memeriksa waktu pembayaran yang baik untuk perusahaan,
perusahaan juga harus memeriksa kembali jumlah yang dibayarkan oleh
16
perusahaan untuk melunasi kewajiban perpajakannnya, apakah terjadi
pemborosan atau tidak. Pemborosan dalam hal ini perusahaan membayar
pajak lebih tinggi dari yang telah ditetapkan/yang terhutang.
Suandy (2008) menjelaskan bahwa motivasi adanya manajemen pajak
tidak hanya berasal dari perusahaan yang ingin menekan beban pajaknya, tetapi
juga ada motivasi yang berasal dari tiga unsur perpajakan itu sendiri. Motivasi itu
adalah.
1) Kebijakan perpajakan
Kebijakan perpajakan ini perusahaan harus dapat menganalisis transaksi yang
dilakukan dan kewajiban yang melekat yang transaksi tersebut agar
kewajiban yang melekat dalam transaksi tersebut tidak memberatkan
perusahaan. Perusahaan juga harus dapat melindungi sumberdaya perusahaan
dari pajak yang ada agar sumberdaya perusahaan tersebut bisa digunakan
untuk tujuan lain. Objek pajak juga harus diperhatikan dalam manajemen
pajak, hal ini dikarenakan objek pajak merupakan dasar dari penghitungan
pajak yang tarifnya berbeda-beda untuk tiap objek pajaknya. Karenanya,
perusahaan harus lebih teliti dalam menentukan objek pajak yang
berhubungan dengan perusahaan agar pajak yang dibayarkan perusahaan
tidak lebih (yang berarti pemborosan dana karena membayar lebih tinggi) dan
tidak kurang (agar terhindar dari sanksi yang akan menimbulkan pemborosan
dana).
17
2) Undang-undang perpajakan
Perusahaan harus dapat menganalisis peraturan yang berlaku tentang
perpajakan, karena adanya kemungkinan kesempatan untuk memanfaatkan
celah yang ada dalam peraturan pajak yang ada. Ini dikarenakan adanya
peraturan-peratuan lain yang sengaja dibuat untuk membantu pelaksanaan
peraturan dasar perpajakan tetapi dalam praktiknya peraturan bantuan yang
dibuat bertentangan dengan peraturan dasar perpajakan. Adanya celah dari
berbagai peraturan perpajakan yang ada harus dapat dimaksimalkan
perusahaan agar tercapai manajemen pajak yang baik.
3) Administrasi perpajakan
Perusahaan dalam melakukan manajemen pajak juga harus memperhatikan
sisi administrasi dalam bidang perpajakan, agar dapat melaksanakan
kewajiban perpajakan dengan baik dan terhindar dari sanksi yang akan
memberatkan perusahaan akibat dari pelanggaran peraturan perpajakan.
2.1.4. Tax Avoidance
Lim (2011) mendefinisikan tax avoidance sebagai penghematan pajak
yang timbul dengan memanfaatkan ketentuan perpajakan yang dilakukan secara
legal untuk meminimalkan kewajiban pajak. Selain itu definisi lain dari Tax
avoidance adalah cara untuk menghindari pembayaran pajak secara legal yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dengan cara mengurangi jumlah pajak terutangnya
tanpa melanggar peraturan perpajakan atau dengan istilah lainnya mencari
kelemahan peraturan (Hutagaol, 2007).
18
Tax Avoidance merupakan bagian dari tax planing yang memiliki tujuan
meminimalkan jumlah pembayaran pajak namun tetap berpedoman terhadap
peraturan yang berlaku. Tax avoidance hanya melakukan pemanfaatan terhadap
celah-celah yang terdapat dalam peraturan perpajakan atau undang-undang yang
terkait dengan perpajakan. Secara hukum melakukan tax avoidance tidak
melanggar hukum, namun sering kali perusahaan yang melakukan tindakan ini
mendapat pandangan yang negatif dari pihak kantor pajak. Tax avoidance sangat
berbeda dengan tax evasion, karena tax evasion merupakan tindakan
penghindaran pajak dengan cara melanggar undang-undang atau peraturan
perpajakan. Jika suatu perusahaan terindikasi melakukan tax evasion maka
perusahaan tersebut dapat dikenakan sanksi perpajakan, yaitu sanksi administrasi
maupun sanksi pidana.
Untuk menentukan penghindaran perpajakan, komite urusan fiskal
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menyebutkan
ada tiga karakter tax avoidance, yaitu.
1) Adanya unsur artifisial, dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di
dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
2) Memanfatkan loopholes undang-undang untuk menerapkan ketentuan-
ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya
dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.
3) Kerahasiaan juga sebagai bentuk skema ini, dimana umumnya para konsultan
menunjukkan alat atau cara untuk melakukan tax avoidance dengan syarat
19
wajib pajak menjaga kerahasiaan. (Council of Executive Secretaries of Tax
Organization, 1991).
2.1.5. Karakteristik Perusahaan
Karakteristik perusahaan merupakan suatu ciri yang menjadi identitas atau
sifat dari suatu perusahaan, yang membedakan suatu perusahaan dengan
perusahan lainnya. Karakteristik perusahaan dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang. Karakteristik yang ditinjau oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
Komisaris Independen, Leverage, Size dan Capital Intensity Ratio.
1) Komisaris Independen
Komisaris Independen merupakan bagian dari Dewan Komisaris yang
berasal dari pihak luar perusahaan atau pihak independen. Komisaris ini di dalam
perusahaan tidak memihak pemegang saham maupun pemilik perusahaan atau
investor. Komisaris Independen diangkat oleh pihak perusahaan karena
pengalaman dan kemampuan dari individu Komisaris Independen tersebut yang
dinilai berkompeten untuk posisi tersebut. UU Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Komisaris Independen diangkat
berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang
saham utama, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
Komisaris Independen ini sangat penting keberadaanya di perusahaan,
karena komisaris ini dapat meminimalkan konflik kepentingan yang terjadi di
dalam perusahaan yang melibatkan pihak agen dan principal dalam perusahaan
tersebut. Selain itu keberadaan Komisaris Independen juga dapat menjalankan
fungsi sebagai pengawas bagi komisaris internal dalam perusahaan tersebut,
20
maupun sebagai pengawas bagi operasional perusahaan tersebut bagaimana
perusahaan dijalankan apakah sesuai dengan standar dan peraturan atau tidak.
Namun dalam tugasnya Komisaris Independen ini bisa saja mendapatkan
hambatan. hambatan yang mungkin dihadapi Komisaris Independen adalah
kurangnya pengalaman Komisaris Independen dalam menangani masalah yang
spesifik perusahaan tersebut dan kurangnya pengetahuan Komisaris Independen
yang baru menjabat terkait seluk beluk di dalam perusahaan tersebut.
2) Leverage
Leverage merupakan banyaknya jumlah utang yang dimiliki perusahaan
dalam melakukan pembiayaan dan dapat digunakan untuk mengukur besarnya
aktiva yang dibiayai dengan utang. Leverage juga didefinisikan sebagai rasio
hutang yang digunakan oleh perusahaan yaitu perbandingan antara hutang jangka
panjang terhadap total aktiva. Selain itu leverage ini juga dapat didefinisikan
sebagai total hutang dibagi dengan total aktiva. Semakin tinggi leverage suatu
perusahaan maka menunjukkan semakin tinggi ketergantungan perusahaan
tersebut untuk membiaya asetnya dari pinjaman atau hutang dari pidak luar.
Sedangkan sebaliknya semakin kecil leverage di perusahaan tersebut
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membiayai asetnya dengan
modalnya sendiri.
Perusahaan dapat menggunakan tingkat leverage untuk mengurangi laba
dan akan berpengaruh terhadap berkurangnya beban pajak (Brigham & Houston,
2010). Leverage mengurangi beban pajak dikarenakan jumlah hutang akan
menimbulkan beban bunga. Beban bunga tersebut dapat dikurangkan terhadap
21
penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak berkurang maka jumlah beban
pajak juga akan berkurang.
3) Size
Machfoedz (1994) dalam (Kurniasih dan Sari ,2013) menyatakan bahwa
ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan
menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva atau
total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah
penjualan. Ukuran perusahaan umumnya dibagi dalam 3 kategori, yaitu large
firm, medium firm, dan small firm.
Semakin besar ukuran dari sebuah perusahaan, kecenderungan perusahaan
membutuhkan dana akan juga lebih besar dibandingkan perusahaan yang lebih
kecil, hal ini membuat perusahaan yang besar cenderung menginginkan
pendapatan yang besar. Lebih lanjut menurut Sudarmadji dan Sularto (2007)
semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam dan semakin
besar perputaran uang. Semakin besar perusahaan cenderung mempunyai
manajemen dan sumber dana yang baik dalam menjalankan perusahaan. Karena
memiliki manajemen dan suber dana yang baik maka perusahaan menggunakan
sumber daya yang dimiliki untuk melakukan tax planning yang baik.
4) Capital Intensity Ratio
Capital Intensity Ratio merupakan besarnya total modal yang tertanam
dalam investasi berupa aset tetap dan persediaan yang dimiliki perusahaan.
Semakin tinggi jumlah aset tetap dan persediaan yang dimiliki oleh perusahaan
maka, akan menyebabkan semakin tinggi pula depresiasi yang ditanggung
22
perusahaan. Seperti yang dijelaskan Hanum (2013) biaya depresiasi merupakan
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam menghitung pajak. Semakin
tingginya depresiasi tersebut maka akan menyebabkan berkurangnya laba kena
pajak perusahaan sehingga akan menyebabkan berkurangnya beban pajak
perusahaan.
2.2. Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai Pengaruh Komisaris Independen, leverage, size dan
capital intensity ratio pada tax avoidance telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Beberapa penelitian tersebut yaitu.
1) Dewi (2014).
Dewi dan Jati pernah melakukan penelitian terkait tax avoidance dengan
judul Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, Dan Dimensi Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Tax Avoidance Di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian yang dilakukan Dewi dan Jati memeroleh hasil penelitian variabel
resiko perusahaan, kualitas audit, dan komite audit berpengaruh terhadap tax
avoidance perusahaan di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012. Variabel
lainnya yaitu ukuran perusahaan, multinational company, kepemilikan
institusional, dan proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap tindakan
tax avoidance yang dilakukan perusahaan.
Terdapat beberapa persamaan antara penelitian yang dilakukan dewi dan jati
dengan penelitian ini diantaranya persamaan objek penelitian yang menggunakan
perusahaan manufaktur yang derdaftar di BEI sebagai objek penelitian, persamaan
satu variabel yaitu variabel Komisaris Independen, dan terdapat persamaan
23
penggunan teknik analisis data yaitu teknik regresi linier berganda. Selain
persamaan juga terdapat perbedaan antara kedua penelitian diantaranya perbedaan
variabel penelitian yang dilakukan dwi dan jati menggunakan 8 variabel yaitu 7
variabel independen dan 1 variabel dependen sedangkan penelitian ini
menggunakan 5 variabel yaitu 4 variabel independen dan 1 variabel dependen,
selain perbedaan tersebut perbedaan lainnya adalah perbedaan periode penelitian.
Penelitian Dewi dan Jati menggunakan periode 2009-2014 sedangkan penelitian
ini menggunakan periode 2012-2014.
2) Dyah Hayu (2015)
Dyah Hayu pernah melakukan penelitian terkait tax avoidance dengan judul
Pengaruh Corporate Social Responsibility (Csr), Profitabilitas, Leverage, Dan
Komisaris Independen Terhadap Praktik Penghindaran Pajak. Penelitian yang
dilakukan ini memperolah hasil variabel CSR dan profitabilitas berpengaruh
signifikan terhadap penghindaran pajak, sedangkan variabel leverage dan Komisaris
Independen tidak berpengaruh.
Terdapat beberapa persamaan antara penelitian yang dilakukan Dyah Hayu
dengan penelitian ini diantarana, persamaan objek penelitian yang menggunakan
objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdafar di BEI, persamaan variabel
bebas yaitu Komisaris Independen dan leverage, persamaan variabel terikat yaitu
penghindaran pajak (tax avoidance), selain itu terdapat persamaan teknik analisis
data yang digunakan yaitu teknik analisis regresi linier berganda. Selain
persamaan terdapat juga perbedaan antara kedua penelitian ini yaitu perbedaan
variabel bebas pada penelitian Dyah Hayu menggunakan variabel CSR dan
24
Profitabilitas seangkan penelitian ini tidak menggunakan variabel tersebut tapi
menggunakan variabel size dan capital intensity ratio. Terdapat perbedaan
periode penelitian, penelitian Dyah Hayu menggunakan periode tahun 2011-2013
sedangkan penelitian ini menggunakan periode tahun 2012-2014.
3) Fadilla Rachmithasari (2015)
Fadilla Rachmithasari melakukan penelitian mengenai tax avoidance dengan
judul Pengaruh Return On Assets, Leverage, Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan Dan Kompensasi Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance (Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia ). Penelitian ini memeroleh
hasil penelitian leverage berpengaruh positif terhadap tax avoidance, sedangkan
variabel lainnya yaitu return on assets, Komisaris Independen, komite audit,
ukuran perusahaan, dan kompensasi rugi fiskal mendapatkan hasil yang
menunjukkan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Terdapat persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Fadilla
Rachmithasari dengan penelitian ini diantaranya, persamaan objek penelitian yang
menggunakan objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdafar di BEI,
persamaan 2 variabel bebas yaitu Leverage dan Size serta persamaan variabel
terikat yaitu tax avoidance, selain itu terdapat persamaan teknik analisi data yang
digunakan yaitu teknik analisis regresi linier berganda. Selain persamaan terdapat
juga perbedaan antara kedua penelitian yaitu perbedaan variabel bebas yang
digunakan yaitu pada penelitian Fadilla Rachmithasari menggunakan return on
assets, corporate governance, dan kompensasi rugi fiskal, sedangkan penelitian
ini menggunakan Komisaris Independen, dan capital intensity ratio. Selain itu
25
terdapat perbedaan periode penelitian. Penelitian Fadila Rachmithasari
menggunakan periode tahun 2011-2013 sedangkan penelitian ini menggunakan
periode tahun 2012-2014.
4) Calvin Swingly (2014)
Calvin Swingly juga pernah melakukan penelitian terkait tax avoidance
dengan judul pengaruh karakter eksekutif, komite audit, ukuran perusahaan,
leverage dan sales growth pada tax avoidance. Penelitian yang dilakukan Calvin
Swingly memeroleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa karakter eksekutif
dan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada tax avoidance, sedangkan
leverage berpengaruh negatif pada tax avoidance. Variabel komite audit dan sales
growth tidak berpengaruh pada tax avoidance.
Terdapat persamaan antara penelitian yang dilakukan Calvin Swingly dengan
penelitian ini diantaranya, persamaan objek penelitian yang menggunakan objek
penelitian perusahaan manufaktur yang terdafar di BEI, persamaan variabel bebas
yaitu ukuran perusahaan dan leverage, persamaan variabel terikat yaitu tax
avoidance, persamaan metode penentuan sample yaitu metode purpusive
sampling, selain itu terdapat persamaan teknik analisis data yang digunakan yaitu
teknik analisis regresi linier berganda. Selain persamaan, juga terdapat perbedaan
antara kedua penelitian yaitu, perbedaan beberapa variabel penelitian pada
penelitian yang dilakukan Calvin menggunakan variabel bebas pengaruh karakter
eksekutif, komite audit, dan sales growth sedangkan penelitian ini ini
mengunakan variabel bebas Komisaris Independen dan capital intensity ratio,
selain itu terdapat perbedaan periode pengamatan penelitian yang dilakukan
26
Calvin Swingly menggunakan periode penelitian tahun 2011-2013 sedangkan
penelitian ini menggunakan periode 2012-2014.
5) Danis Ardyansah (2014)
Danis Ardyansah pernah melakukan penelitian yang sejenis dngan penelitian
ini dengan judul pengaruh size, leverage, profitability, capital intensity ratio dan
Komisaris Independen terhadap effective tax rate (etr). Penelitian nyang dilakukan
Danis Ardyansah memeroleh hasil penelitian yang menunjukkan variabel size
(ukuran perusahaan) pengaruh negatif terhadap effective tax rate (ETR), dan
Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap effective tax rate (ETR),
sedangkan variabel leverage, profitabylity dan capital intensity ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap effective tax rate (ETR).
Terdapat persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Danis Ardyansah
dengan penelitian ini diantaranya, persamaan objek penelitian yang menggunakan
objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdafar di BEI, persamaan
beberapa variabel bebas yaitu size, leverage, capital intensity ratio dan Komisaris
Independen, persamaan metode penentuan sample yaitu metode purpusive
sampling, selain itu terdapat persamaan teknik analisis data yang digunakan yaitu
tekniki analisis regresi linier berganda. Selain persamaan juga terdapat perbedaan
antara kedua penelitian. Perbedaan variabel bebas penelitian Danis Ardyansah
mengunakan profitability sedangkan penelitian ini tidak menggunakan variabel
profitability, perbedaan variabel terikat pada penelitian Danis Ardyansah
menggunkan variabel terikat ETR sedangkan pada penelitian ini menggunakan
variabel terikat tax avoidance, selain itu terdapat perbedaan periode penelitian
27
yaitu penelitian Danis Ardyansah menggunakan periode penelitian tahun 2010-
2012 sedangkan penelitian ini menggunakan periode tahun 2012-2014.
2.3. Rumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Komisaris Independen pada Tax Avoidance
Good Corporate Governance adalah sistem pengelolaan perusahaan yang
dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan, melindungi kepentingan
stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum. Komisaris Independen
merupakan bagian yang sangat penting dalam menjalankan good corporate
governance karena Komisaris Independen ini dapet mengawasi agar good
corporate governance ini dapat dilaksanakan dngan baik. UU Nomor 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Komisaris Independen
diangkat berdasarkan keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) dari pihak
yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi atau
anggota Dewan Komisaris lainnya.
Komisaris Independen ini sangat penting keberadaannya di perusahaan,
karena komisaris ini dapat meminimalkan konflik kepentingan yang disebabkan
oleh asimetris informasi yang terjadi di dalam perusahaan yang melibatkan pihak
agen dan principal dalam perusahaan tersebut. Selain itu keberadaan Komisaris
Independen ini juga dapat menjalankan fungsi sebagai pengawas bagi komisaris
internal dalam perusahaan tersebut, maupun sebagai pengawas bagi operasional
perusahaan tersebut bagaimana perusahaan dijalankan apakah agar sesuai dengan
aturan yang berlaku.
28
Manurut Fadilla Rachmithasari (2015) jika komisaris independen
bertambah maka penghindaran pajak akan mengalami penurunan. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa komisaris independen yang merupakan bagian dari dewan
komisaris melakukan fungsi pengawasan yang cukup baik terhadap manajemen
perusahaan. Hasil yang negatif menunjukkan bahwa keberadaan peningkatan
komisaris independen dapat mencegah terjadinya penghindaran pajak. Penelitian
yang dilakukan Fadilla Rachmithasari (2015) memperoleh hasil Komisaris
Independen bepengaruh negatif terhadap tax avoidance. Berdasarkan penjelasan
dan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis pertama penelitian ini adalah.
H1 : Komisaris Independen berpengaruh negatif pada Tax Avoidance.
2.3.2. Pengaruh Leverage pada Tax Avoidance
Semakin tinggi leverage suatu perusahaan maka menunjukkan semakin
tinggi ketergantungan perusahaan tersebut untuk membiayai asetnya dari
pinjaman atau hutang dari pihak luar. Sedangkan sebaliknya semakin kecil
leverage di perusahaan tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
membiayai asetnya dengan modalnya sendiri.
Leverage menggambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan.
Leverage dihitung dari total utang dibagi dengan total aset. Perusahaan dengan
tingkat leverage yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan lebih banyak
bergantung pada utang dalam membiayai aset perusahaan. Utang bagi perusahaan
memiliki beban tetap yang berupa beban bunga. Semakin besar utang yang
dimiliki perusahaan maka beban bunga yang harus dibayarkan juga semakin
tinggi. Perusahaan yang memiliki utang tinggi akan mendapatkan insentif pajak
29
berupa potongan atas bunga pinjaman sehingga perusahaan yang memiliki beban
pajak tinggi dapat melakukan penghematan pajak dengan cara menambah utang
perusahaan (Suyanto dan Suparmono, 2012). Karena memiliki leverage yang
tinggi dan terdapat beban bunga yang harus di bayar maka perusahaan akan
berusaha melakukan penghindaran pajak agar beban yang dimiliki perusahaan
dapat berkurang. Penelitian terkait leverage pernah dilakukan oleh Fadilla
Rachmithasari (2015) yang menemukan bahwa Leverage berpengaruh positif
terhadap tax avoidance. Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya maka
hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah.
H2 : Leverage berpengaruh Positif pada Tax Avoidance.
2.3.3. Pengaruh Size pada Tax Avoidance
Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan
perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti
total aktiva atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat
penjualan, dan jumlah penjualan. Sudarmadji dan Sularto (2007) semakin besar
aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam dan semakin besar perputaran
uang.
Perusahaan yang memiliki sumber daya (asset) yang besar memiliki
banyak sumber informasi yang lebih canggih. Kelebihan-kelebihan tersebut
memugkinkan perusahaan besar mampu untuk mengatur perpajakannya dengan
melakukan tax planning. Perusahaan yang memiliki aset yang besar juga memiliki
system pengendalian internal yang kuat. Semakin besar perusahaan cenderung
mempunyai manajemen dan sumber dana yang baik dalam menjalankan
30
perusahaan. Perusahaan yang memiliki manajemen yang baik maka sumber daya
yang dimiliki akan dapat melakukan tax planning yang baik sehingga beban pajak
yang harus di bayarkan bisa berkurang. Beberapa penelitian terdahulu sudah ada
meneliti mengenai pengaruh size pada tax avoidance yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Ngadiman (2014) ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian yang dilakukan Calvin Swingly
(2014) menemukan bahwa ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif pada tax
avoidance. Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis
ketiga dalam penelitian ini adalah.
H3 : Size berpengaruh positif pada Tax Avoidance.
2.3.4 Pengaruh capital intensity ratio pada tax avoidance
Capital intensity ratio sering dikaitkan dengan seberapa besar aktiva tetap
dan persediaan yang dimiliki perusahaan. Rodiguez dan Arias (2012)
menyebutkan bahwa aktiva tetap yang dimiliki perusahaan memungkinkan
perusahaan untuk memotong pajak akibat depresiasi dari aktiva tetap setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat aktiva tetap
yang tinggi memiliki beban pajak yang lebih rendah dibandingkan perusahaan
yang mempunyai aktiva tetap yang rendah.
Liu dan Cao (2007) menyebutkan bahwa metode penyusutan aset didorong
oleh hukum pajak, sehingga biaya depresiasi dapat dikurangkan pada laba
sebelum pajak. Dengan demikian semakin besar proporsi aktiva tetap dan biaya
depresiasi modal, perusahaan akan mempunyai effective tax rate yang rendah.
Lebih lanjut, Sabli dan Noor (2012) menjelaskan bahwa perusahaan yang
31
mempunyai aset tetap yang tinggi cenderung melakukan perencanaan pajak,
sehingga mempunyai effective tax rate yang rendah. Penelitian terkait capital
intensity ratio pernah dilakukan oleh Subakti (2012) yang menemukan bahwa
capital intensity ratio berpengaruh positif pada penghindaran pajak, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Richardson dan lanis (2007) yang
menemukan capital intensity ratio berpengaruh positif pada tax avoidance.
Berdasarkan uraian teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan
hipotesis keempat penelitian adalah sebagai berikut.
H4 : Capital Intensity Ratio berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance.