bab ii landasan teori a. penelitian sejenis yang relevanrepository.ump.ac.id/2697/3/bab ii.pdfyang...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sejenis yang Relevan
Penelitian tentang implikatur masih dapat dilakukan lebih lanjut, baik
penelitian yang bersifat melengkapi dengan menggunakan hasil-hasil yang sudah ada
atau penelitian yang bersifat baru.Penelitian sejenis yang pernah dilakukan
sebelumnya sangat penting untuk dipahami dan dapat digunakan sebagai pedoman
karena dapat digunakan sebagai sumber informasi dan bahan acuan yang sangat
berguna untuk penelitian selanjutnya yang sejenis.Penelitian mengenai implikatur
pernah dilakukan oleh Retno Wulandari (2012) dan Anis Permata Dewi
(2012).Penelitian yang dilakukan oleh Retno Wulandari (2012) berjudul Kajian
Implikatur Bahasa Penjual dan Pembeli Sayur di Pasar Banyumas Kecamatan
Banyumas Kabupaten Banyumas.Penelitian yang dilakukan oleh Anis Permata Dewi
berjudul Implikatur dalam Wacana Kolom Pojok “Semarangan” pada Harian Suara
Merdeka.
Penelitian mengenai implikatur yang dilakukan oleh Retno Wulandari yang
berjudul Kajian Implikatur Bahasa Penjual dan Pembeli Sayur di Pasar Banyumas
Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas.Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif.Data pada penelitian ini berupa tuturan-tuturan penjual dan
pembeli sayur di Pasar Banyumas Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumasyang
mengandung implikatur.Sumber datanya adalah penjual dan pembeli sayur di Pasar
8 Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
9
Banyumas Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumasyang berjumlah 5 los dengan
7 penjual dan 2 pegawai.Tujuan penelitian tersebut untuk mendeskripsikan implikatur
yang terdapat dalam bahasa penjual dan pembeli sayur di Pasar Banyumas Kecamatan
Banyumas Kabupaten Banyumas.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Anis Permata Dewi yang berjudul
Implikatur dalam Wacana Kolom Pojok “Semarangan” pada Surat Kabar Suara
Merdeka.Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif.Data pada penelitian ini
berupa tuturan yang terdapat dalam kolom pojok“Semarangan” pada Harian Suara
Merdekakhususnya yang mengandung implikatur di dalamnya. Sumber datanya
adalah wacana kolom pojok “Semarangan” pada Harian Suara Merdeka yang terbit
pada tanggal 2 Januari 2012 sampai dengan 29 Februari 2012, sebanyak 100 wacana
berbentuk dialog. Tujuan penelitian tersebut untuk mendeskripsikan penafsiran
terhadap jenis-jenis implikatur yang terkandung di balik percakapan kolom pojok
“Semarangan”pada Harian Suara Merdeka berdasarkan skemata, konteks tuturan,
prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan.Dari kedua penelitian tersebut belum ada
yang melakukan penelitian mengenai implikatur dan tanda visual dalam wacana
komikDoraemon.Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut.
Dari penelitian tersebut memiliki perbedaan yang dilakukan oleh peneliti,
perbedaannya terdapat pada sumber data dan tujuan penelitian.Peneliti menggunakan
sumber data berupa wacana komik Doraemon, dengan tujuan penelitian
mendeskripsikan bentuk implikatur dan fungsi sistem tanda visual yang terdapat pada
wacana komik Doraemon edisi 2 sampai dengan edisi 8. Sedangkan peneliti Retno
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
10
Wulandari menggunakan sumber data berupa bahasa penjual dan pembeli sayur di
Pasar Banyumas dengan tujuan penelitian mendeskripsikan implikatur yang terdapat
dalam bahasa penjual dan pembeli sayur di Pasar Banyumas Kecamatan Banyumas
Kabupaten Banyumas dan peneliti Anis Permata Dewi menggunakan sumber data
berupa wacana kolom pojok “Semarangan” pada Surat kabar Suara Merdeka dengan
tujuan penelitian mendeskripsikan penafsiran terhadap jenis-jenis implikatur yang
terkandung di balik percakapan kolom pojok “Semarangan” pada harian Suara
Merdeka berdasarkan skemata, konteks tuturan, prinsip kerja sama dan prinsip
kesantunan.
B. Wacana
1. Pengertian Wacana
Douglas (dalam Mulyana, 2005:3) menjelaskan “Istilah wacana berasal dari
bahasa sansekerta wac/wak/vak, artinya berkata, berucap.Kata tersebut kemudian
mengalami perubahan menjadi wacana.Bentuk ana yang muncul di belakang adalah
sufiks (akhiran), yang bermakna membedakan (nominalisasi). Jadi kata wacana dapat
diartikan sebagai perkataanatau tuturan.Menurut(Mulyana, 2005: 21) menjelaskan
wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat komunikatif, interpretatif, dan
kontekstual.Artinya, pemakaian bahasa ini selalu mengandaikan terjadi secara
dialogis, perlu adanya kemampuan menginterpretasikan, dan memahami konteks
terjadinya wacana, sedangkan dalam (Alwi, 2003:419) wacana adalah rentetan kalimat
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
11
yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain
membentuk kesatuan.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa wacana adalah
suatu bentuk atau wujud bahasa yang bersifat komunikatif, interpretatif, kontekstual
yang berupa perkataan atau tuturan yang lengkap dan terdiri dari rentetan kalimat
yang menghubungkan proposisi satu dengan proposisi lain membentuk kesatuan
bahasa yang lengkap.Wacana dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh dan
di dalam kalimat atau kata terdapat amanat yang lengkap.Wacana membahas
hubungan konteks-konteks pada sebuah teks, pembahasan tersebut berfungsi
menjelaskan hubungan antar kalimat yang membentuk satu kesatuan yang berupa
wacana.Tulisan adalah wacana, akan tetapi wacana tidak hanya dalam bentuk tulisan.
Wacana juga dapat berbentuk lisan, misalkan ada seseorang yang sedang berpidato,
ketika berbicara pasti orang tersebut merangkai kata menjadi sebuah kalimat yang
diharapkan dapat dipahami dan oleh pendengarnya.
2. Jenis-Jenis Wacana
Wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara
konteks-konteks di dalam sebuah teks.Pembahasan tersebut bertujuan menjelaskan
hubungan antara kalimat atau ujaran yang membentuk suatu kesatuan berupa
wacana.Wacana merupakan suatu rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan
ataupun tulisan dan saling memiliki hubungan makna antar kalimat yang terikat
konteks.Suatu bentuk pernyataan yang memiliki makna disetiap kalimatnya dan
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
12
terdapat konteks yang mendukung pernyataan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah
wacana.Dalam buku Kajian Wacana (Mulyana, 2005: 47) menjabarkan jenis-jenis
wacana menjadi empat, yaitu: wacana naratif, wacana deskripsi, wacana argumentasi
dan wacana persuasi.
a. Wacana Naratif
Wacana naratif adalah suatu jenis wacana yang menceritakan suatu peristiwa
secara berurutan berdasarkan urutan kejadiannya.Uraian cerita yang disampaikan
cenderung ringkas.Bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau
diulang.Wacana jenis naratif tidak bermaksud untuk mempengaruhi seseorang,
melainkan hanya menceritakan suatu kejadian yang telah disaksikan, dialami dan
didengar oleh penulisnya.Wacana naratif dapat bersifat fakta atau fiksi (cerita
rekaan).Wacana naratif yang bersifat fakta, seperti biografi dan autobiografi,
sedangkan wacana yang bersifat fiksi seperti, cerpen, komik dan novel. Contoh:
(5) Masyarakat Indonesia sebagai pemakai bahasa dianjurkan untuk
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Baik artinya sesuai
dengan konteksnya. Orang harus selalu berpikir, bagaimana sebaiknya
menggunakan bahasa secara tepat sesuai situasi dan kondisinya. Selain
tepat, juga harus benar. Artinya, bahasa yang kita ucapkan sebaiknya
disampaikan atau ditulis dengan pola dan urutan yang benar sesuai dengan
gramatika bahasa.
b. Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi adalah suatu wacana yang menggambarkan sesuatu yang
jelas dan terperinci.Wacana deskripsi biasanya menggambarkan suatu objek
berdasarkan pengamatan, perasaan dan pengalaman penulis.Wacana deskripsi
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
13
bertujuan memberikan gambaran secara jelas mengenai sesuatu masalah, sehingga
pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar dan merasakan hal yang
dideskripsikan.Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci
objek dengan kesan, fakta, dan citraan.Wacana deskripsi yang baik adalah wacana
deskripsi yang dilengkapi dengan hal-hal yang dapat merangsang panca indera.
Contoh:
(6) Malam itu indah sekali. Bintang-bintang di langit berkerlap-kerlip
memancarkan cahaya. Udara dingin menusuk kulit. Sesekali terdengar
suara jangkrik mengusik sepinya malam.
c. Wacana Argumentasi
Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi pendapat, sikap, penilaian
terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan dan pernyataan yang logis. Wacana
argumentasi bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.
Dalam wacana ini biasanya ditemukan beberapa ciri yang mudah dikenali, yaitu
adanya data dan fakta yang mendukung pembenaran suatu kejadian yang disampaikan
penulis.Data dan fakta yang digunkan dapat diperoleh melalui wawancara dan
penelitian lapangan.Pada akhir paragraf perlu diberi kesimpulan.Pengembangan
argumentasi dapat berpola sebab-akibat atau akibat-sebab. Contoh:
(7) Menyetop bola dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara sempurna.
Tembakan kaki kanan dan kiri tepat arahnya dan keras. Bola seolah-olah
menurut kehendaknya. Larinya cepat bagaikan kijang. Lawan sukar
mengambil bola dari kakinya. Operan bolanya tepat dan terarah. Amin
benar-benar pemain bola jempolan.
d. Wacana Persuasi
Wacana persuasi adalah wacana yang berisi ajakan kepada orang lain untuk
melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan oleh penulis. Wacana ini biasanya disertai
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
14
penjelas dan fakta-fakta sehingga dapat meyakinkan dan mempengaruhi pembaca.
Pendekatan yang dipakai dalam wacana persuasi adalah pendekatan emotif yang
berusaha membangkitkan dan merangsang emosi. Wacana persuasi biasanya terdapat
pada iklan dalam media massa. Fungsi persuasi agar apa yang disampaikan dapat
mempengaruhi orang lain. Contoh:
(8) Penggunaan pestisida dan pupuk kimia untuk tanaman dalam jangka waktu
lama tidak lagi menyuburkan tanaman dan memberantas hama. Pestisida
justru dapat mencemari lingkungan dan menjadikan tanah lebih keras
sehingga perlu pengolahan dengan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu,
hindarilah penggunaan pestisida secara berlebihan.
Komik termasuk dalam wacana naratif.Komik merupakansuatu bentuk kartun
yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat
dan dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada
para pembaca (Sudjana dan Ahmad Rivai, 2005: 64). Menurut Alwi (2008: 718)
komik juga dapat didefinisikan sebagai cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar,
atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu.Pada data penelitian
berupa komik Doraemon termasuk dalam wacana naratif yang bersifat fiksi.Fiksi di
sini karena menceritakan kisah kehidupan sehari-hari seorang anak bernama Nobita
dengan robot kucing kesayangannya yang bernama Doraemon dan cara penyampaian
ceritanya dibuat seringkas mungkin. Pada komik Doraemon cerita ang digunakan
bersifat imajinasi mengenai robot yang berbentuk kucing yang dapat mengeluarkan
benda-benda ajaib melalui kantongnya.
C. Hubungan Wacana dengan Pragmatik dan Semiotika
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
15
Pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji hubungan antara bahasa dan
konteks yang mendasari suatu pemakaian bahasa.Dalam memahami pemakaian
bahasa kita harus memahami konteks yang mewadahi pemakaian bahasa
tersebut.Semiotika merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna
bahasa yang ditimbulkan dari tanda-tanda bahasa.Hubungan antara pragmatik dan
semiotika adalah sama-sama menguraikan tentang kegunaan tanda bagi yang
menerapkannya dan efek tanda bagi yang menafsirkan sesuai dengan arti yang
disampaikan.Jadi hubungan antara wacana dengan pragmatik dan semiotika adalah
sama-sama mengkaji tentang makna bahasa.Hanya saja wacana mengkaji makna
tuturan maupun ujaran-ujaran yang dihasilkan oleh masyarakat tutur, pragmatik
mengkaji makna bahasa di dalam suatu konteks tuturan, sedangkan semiotika
mengkaji makna bahasa berdasarkan ikon, indeks dan simbol.
D. Pragmatik
Menurut Yule (2006: 3) pragmatik adalah studi tentang makna yang
disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar
(pembaca).Pragmatics studies meaning in relation to speech situation. Menurutnya
pragmatik mempelajari bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi dan
bagaimana pragmatik menyelidiki makna sebagai konteks, bukan sebagai sesuatu
yang abstrak dalam komunikasi (Leech dalam Rohmadi, 2004:2).Pernyataan tersebut
memberi pengertian bahwa pemakaian bahasa harus memperhatikan konteks-konteks
yang mewadahinya, konteks-konteks tersebut ikut menentukan makna suatu
ujaran.Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
16
studi yang mempelajari tentang makna bahasa yang disampaikan oleh penutur
(penulis) sebagai konteks dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) yang digunakan
dalam berkomunikasi. Jadi makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang
terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.
E. Implikatur
1. Pengertian Implikatur
Menurut Grice (dalam Mulyana, 2005:11) mengemukakan bahwa implikatur
ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya
diucapkan.Sesuatu “yang berbeda” tersebut adalah maksud pembicaraan yang tidak
dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan,
atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi.Dalam buku Pragmatik Kesantuan
Imperatif Bahasa Indonesia ( Rahardi, 2005: 43) menjelaskan bahwa penekanan Grice
di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa
sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari
tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur
percakapan.
2. Bentuk-Bentuk Implikatur
a. Implikatur Konvensional(Conventional Implicature)
Implikatur konvensional ialah pengertian yang bersifat umum dan
konvensional.Semua orang pasti sudah mengetahui tentang maksud atau pengertian
sesuatu hal tertentu (Mulyana, 2005: 12).Pemahaman terhadap implikatur yang
bersifat konvensional menuntut kepada pendengar untuk memiliki pengalaman dan
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
17
pengetahuan umum.Implikatur konvensional bersifat nontemporer, artinya makna itu
telah tahan lama.Suatu leksem tertentu yang terdapat dalam suatu bentuk ujaran dapat
dikenali implikasinya karena maknanya yang lama dan sudah diketahui secara
umum.Contoh:
(9) Muhammad Ali adalah petarung yang indah.
(10) Lestari putri Solo, jadi ia luwes.
Kata petarung pada (9) berarti atlit tinju.Pemaknaan ini dipastikan benar, karena
secara umum (konvensional) orang sudah mengetahui bahwa Muhammad Ali adalah
atlit tinju yang legendaris. Jadi, dalam konteks wacana tersebut orang tidak akan
memahami kata petarung dengan pengertian yang lain. Demikian juga implikasi
umum yang dapat diambil antara putri solo dengan luwes pada contoh (10). Selama
ini, kota Solo selalu mendapat predikat sebagai kota kebudayaan yang penuh dengan
kehalusan dan keluwesan putri-putrinya. Implikasi yang muncul adalah, bahwa
perempuan atau wanita solo umumnya dikenal luwes penampilannya.
b. Implikatur Percakapan (Conversation Implicature)
Implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian yang lebih
bervariasi.Pasalnya, pemahaman terhadap hal yang dimaksudkan sangat bergantung
kepada konteks terjadinya percakapan. Implikatur percakapan merupakan makna yang
dipahami tetapi tidak terungkap dalam apa yang diucapkan. Implikatur percakapan
hanya muncul dalam suatu tindak percakapan (speech act).Oleh karena itu, implikatur
percakapan bersifat temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan), dan
nonkonvensional (Sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung
dengan tuturan yang diucapkan) (Levinson dalam Mulyana, 2005: 13).Dalam dialog
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
18
(percakapan), sering terjadi seorang penutur tidak mengutarakan maksudnya secara
langsung. Hal yang hendak diucapkan justru disembunyikan, diucapkan secara tidak
langsung, atau yang diucapkan sama sekali berbeda dengan maksud ucapannya.
Contoh bentuk-bentuk percakapannya.
(11) Ibu: “Ani, adikmu belum makan.”
Ani:“Ya, Bu. Lauknya apa?”
Percakapan antara Ibu dengan Ani pada contoh (11) termasuk implikatur
percakapan.Tuturan yang terkandung di dalam tuturan tersebut bermakna perintah
menyuapi.Dalam tuturan itu, tidak ada sama sekali bentuk kalimat perintah. Tuturan
yang diucapkan Ibu hanyalah pemberitahuan bahwa adik belum makan. Namun
karena Ani dapat memahami implikatur yang disampaikan Ibunya, ia menjawab dan
kesiapan untuk melaksanakan perintah ibunya tersebut.
Grice sebuah percakapan memiliki struktur yang kompleks.Dari sekian banyak
ciri struktural percakapan, terdapat sebuah cerita yang relatif penting, yakni implikatur
percakapan.Konsep tentang implikatur percakapan mengaitkan pengertian tradisional
tentang kemampuan seseorang dalam menyatakan maksud yang berbeda (Budiman,
1999:50).Implikatur merupakan proporsisi tersirat yang muncul dari sesuatu yang
dikatakan tetapi tidak dapat dituturkan secara logis atau langsung dari kata-kata yang
terucap. Apabila suatu ucapan mempunyai makna dibalik apa yang dikatakan, maka
ucapan itu dapat kita katakana memiliki implikatur.
F. Prinsip-Prinsip Percakapan
Setiap peristiwa komunikasi antara penulis dan pembaca selalu mengharapkan
kelancaran dalam berkomunikasi.Agar pesan dapat sampai dengan baik pada peserta
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
19
tutur, komunikasi yang terjadi perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip yang oleh
Grice (dalam Rohmadi, 2004:17-18) dijabarkan atas empat maksim atau empat prinsip
percakapan yang secara umum dipandang sebagai prinsip kerjasama.Maksim adalah
aturan pertuturan dalam tuturan yang wajar. Keempat maksim yang dimaksud yaitu:
maksim kualitas (maxim of quality), maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim
relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of
manner).Sementara itu (Leech dalam Rohmadi, 2004: 19) juga menjabarkan prinsip
kesantunan yang dijabarkan dalam enam maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact
maxim), maksim kemurahan (generosity maxim), maksim kerendahan hati (modesty
maxim), maksim kecocokan (agreement maxim), maksim kesimpatian (simphaty
maxim) dan maksim penerimaan atau pujian (approbation maxim).
1. Prinsip Kerja Sama
a. Maksim Kualitas (Maxim of Quality)
Maksim kualitas (maxim of quality) yaitu aturan pertuturan yang menuntut
setiap peserta tutur untuk berkata benar(Grice dalam Rohmadi, 2004: 18).Kontribusi
perserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang
memadai.Misalnyaseseorang harus mengatakan bahwa ibukota Indonesia adalah
Jakarta bukan kota-kota lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu.Akan tetapi bila
terjadi hal yang sebaliknya, tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa
terjadi.Contoh:
(12) Guru : “Di manakah ibukota RI?”
Bagas : “Semarang.”
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
20
Bagas tidak berkata benar, karena ibukota RI adalah Jakarta.Dengan demikian, murid
itu tidak memenuhi maksim kualitas.
b. Maksim Kuantitas (Maxim of Quantity)
Maksim kuantitas (maxim of quantity) ialah aturan pertuturan yang menuntut
setiap penutur memberikan kontribusi secukupnya sesuai dengan yang diminta (Grice
dalam Rohmadi, 2004: 18). Apabila informasi yang diberikan lawan tutur sesuai
dengan apa yang ditanyakan penutur dapat dikatakan melaksanakan maksim kuantitas.
Namun sebaliknya, apabila jawaban yang diberikan lawan tutur mengandung
informasi yang berlebihan dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas. Contoh:
(13) Mamad : “Siapakah namamu, Dik?”
Putri Kusuma : “Putri Kusuma.”
Tuturan di atas terlihat jelas saat Mamad menanyakan nama pada seorang gadis,
kemudian gadis tersebut menjawab bahwa dia bernama Putri Kusuma, sehingga
jawaban gadis tersebut memenuhi maksim kuantitas.
c. Maksim Relevansi (Maxim of Relevance)
Maksim relevansi (maxim of relevance) ialah aturan pertuturan yang menuntut
adanya relevansi dalam tuturan antara pembicaraan dengan masalah yang sedang
dibicarakan (Grice dalam Rohmadi, 2004: 18).Hal terebut diharapkan antara peserta
tutur dapat menjalin kerja sama yang baik dalam bertutur. Bertutur dengan tidak
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
21
memberikan kontribusi yang sesuai dengan masalah yang sedang dibicarakan
dianggap melanggar maksim relevansi.Contoh:
(14) Direktur : “Bawa sini semua berkasnya akan saya tandatangani dulu!”
Sekretaris : “Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu.”
Tuturan Sekretaris “Maaf Bu, kasihan sekali nenek tua itu”terlihat jelas tidak memiliki
relevansi dengan apa yang dipertintahkan sang Direktur, yang mengatakan “Bawa
sini semua berkasnya akan saya tandatangani dulu!”. Dengan demikian tuturan
tersebut dapat dikatakan melanggar maksim relevansi.
d. Maksim Pelaksanaan (Maxim of Manner)
Maksim pelaksanaan (maxim of manner) ialah aturan pertuturan yang
mengharuskan peserta tutur untuk memberikan kontribusi tuturan yang runtut, tidak
ambigus, tidak taksa dan tidak berlebihan (Grice dalam Rohmadi, 2004: 18). Contoh:
(15) A :“Sepeda saya ringsek tertabrak mobil. Dapatkah Anda
memperbaiki sehingga kembali seperti semula.”
B : “Bisa, tapi waktunya setengah abad.”
Jawaban B yang mengatakan bisa tapi waktunya setengah abad bersifat melebih-
lebihkan.Hal ini memang disengaja, karena untuk menciptakan suasana humor.
2. Prinsip Kesantunan
a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)
Maksim kebijaksanaan (tact maxim), ialah aturan dalam pertuturan dengan
cara meminimalkan kerugian terhadap lawan tutur dan memaksimalkan keuntungan
bagi lawan bicara (Leech dalam Rohmadi, 2004: 19). Apabila dalam kegiatan bertutur
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
22
orang dapat berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, akan dapat terhindar dari
sikap iri hati dan dengki terhadap lawan tutur. Contoh:
(16) Ibu : “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.”
Tamu : “Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?”
Pemaksimalan keuntungan bagi pihak mitra tutur tampak sekali pada tuturan IbuAyo
dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.Tuturan itu disampaikan kepada
sang tamu sekalipun sebenarnya satu-satunya hidangan yang tersedia adalah apa yang
disajikan kepada si tamu tersebut. Sekalipun sebenarnya di dalam rumah jatah untuk
keluarganya sendiri sebenarnya sudah tidak ada, namunIbu itu berpura-pura
mengatakan bahwa di dalam rumah masih tersedia hidangan lain dalam jumlah yang
banyak.Tuturan itu disampaikan dengan maksud agar sang tamu merasa bebas dan
dengan senang hati menikmati hidangan yang disajikan itu tanpa ada perasaan tidak
enak sedikitpun.
b. Maksim Kemurahan (Generosty Maxim)
Maksim kemurahan (generosity maxim), ialah pertuturan dengan
meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi diri
sendiri (Leech dalam Rohmadi, 2004: 19).Contoh:
(17) Anak A : “Mari saya cucikan baju kotormu!.
Pakaianku tidak banyak kok yang kotor.”
Anak B: “Tidak usah, nanti siang saya akan mencuci juga kok.”
Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia
berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain.Pemaksimalan yang dilakukan untuk
pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
23
dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya si B. Orang
yang tidak suka membantu orang lain, apabila tidak pernah bekerja bersama dengan
orang lain, akan dapat dikatakan tidak sopan dan biasanya tidak akan mendapatkan
banyak teman di dalam pergaulan keseharian hidupnya.
c. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Maksim kerendahan hati (modesty maxim), ialah aturan dalam pertuturan
dengan memaksimalkan ketidakhormatan terhadap diri sendiri, dan meminimalkan
rasa hormat terhadap diri sendiri (Leech dalam Rohmadi, 2004: 19). Bersikap rendah
hati dilakukan dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang
akandikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu
memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Pada lingkungan masyarakat sikap
rendah hati dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesantunan seseorang.Contoh:
(18) Sekretaris A : “Dik, nanti, rapatnya di buka dengan doa dulu, ya!
Andayang memimpin!”
Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi saya jelek, lho.”
Dari tuturan yang disampaikan sekretaris B di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia
berusaha meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri dengan mengatakan bahwa
suara dia jelek ketika membacakan doa.
d. Maksim Kecocokan (Agreement maxim)
Maksim kecocokan (agreement maxim), ialahaturan dalam pertuturan dengan
memaksimalkan persetujuan terhadap orang lain (Leech dalam Rohmadi, 2004:
19).Apabila terdapat kecocokan antara peserta tutur dalam kegiatan bertutur, masing-
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
24
masing dari mereka dapat dikatakan memiliki sikap santun.Dapat ditandai dengan
mengacungkan jempol, memberikan anggukan tanda setuju.Contoh:
(19) Noni : “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!”
Yuyun :“Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto.”
Dari tuturan yang disampaikan oleh Noni dan Yuyun dapat dilihat dengan jelas bahwa
keduanya melaksanakan maksim kecocokan. Hal itu terlihat ketika Noni mengajak
yuyun untuk makan malam bersama, kemudian Yuyun menyetujui apa yang
dituturkan oleh Noni.
e. Maksim Kesimpatian (Simphaty Maxim)
Maksim kesimpatian (simphaty maxim), ialah aturan dalam pertuturan dengan
memaksimalkan rasa simpati kepada orang lain dan meminimalkan rasa antipati
kepada orang lain (Leech dalam Rohmadi, 2004: 19). Sikap antipati terhadap salah
seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan yang tidak santun. Kesimpatian
terhadap pihak lain dapat diwujudkan dengan cara memberikan senyuman, anggukan
dan perhatikan terhadap lawan tutur. Contoh:
(20) Ani : “Tut, nenekku meninggal.”
Tuti : “Inalilahiwainailahirojiun. Ikut berduka cita.”
Dari tuturan yang disampaikan oleh Tuti di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa
iamelaksanakan maksim kesimpatian.Pada saat Ani mengatakan bahwa neneknya
meninggal, secara langsung Tuti menunjukkan rasa empatinya dengan mengatakan
“Inalilahiwainailahi rojiun.Ikut berduka cita”.
f. Maksim Penerimaan atau Pujian (Approbation Maxim)
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
25
Maksim penerimaan atau pujian (approbation maxim), ialah aturan pertuturan
yang meminimalkan ketidakhormatan terhadap orang lain dan memaksimalkan pujian
kepada orang lain (Leech dalam Rohmadi, 2004: 19). Dengan maksim ini, diharapkan
para peserta tutur tidak saling mencaci, menghina, mengejek dan merendahkan pihak
lain. Perserta tutur yang sering mengejek peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur
dianggap tidak memiliki sopan santun. Contoh:
(21) Dosen A: “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk
kelasBusiness English.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas sekali dari
sini.”
Pemberitahuan yang disampaikan Dosen A terhadap rekannya Dosen B pada contoh
diatas, ditanggapidengan sangat baik bahkan disertai dengan pujian atau penghargaan
oleh Dosen A. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di dalam pertuturan itu Dosen
B berperilaku santun terhadap Dosen A.
G. Konteks Tuturan
Menurut Mulyana (2005:21) konteks tuturan merupakan situasi atau latar
terjadinya suatu komunikasi.Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan
terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya sangat
tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.Konteks
pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu: (a) konteks fisik
(physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu
komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau
perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu, (b) konteks epistemis
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
26
(epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh
pembicara maupun pendengar, (c) konteks linguistik (linguistics context) yang terdiri
kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan
tertentu dalam peristiwa komunikasi, (d) konteks sosial (social context) yaitu relasi
sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan
pendengar (Imam Syafi‟ie dalam Lubis, 1991: 58).
H. Semiotika
1. Pengertian Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion yang
berarti tanda.Dalam bahasa inggris semiotika adalah ilmu yang mempelajari sistem
tanda, seperti: bahasa, kode dan sinyal. Jadi semiotika merupakan ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
sebagai tanda (Wibowo, 2013: 7).Sedangkan menurut Sobur (2009: 15) semiotika
adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.Tanda-tanda tersebut
berupa tanda visual dan semua tanda yang bisa diterima oleh seluruh indera yang kita
miliki dalam menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan
atau perilaku manusia.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa semiotika
merupakan ilmu atau metode analisis yang mempelajari dan mengkaji sederetan luas
objek-objek, peristiwa-peristiwa dan seluruh kebudayaan sebagai tanda.Dalam
kehidupan sehari-hari tanpa sadar kita telah mempraktekkan semiotika dalam
komunikasi.Misalkan saja ketika kita melihat lampu lalu lintas yang menunjukkan
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
27
warna merah, maka otomatis kita menghentikan kendaraan kita dan kita memaknai
lampu hijau yang berarti kita harus segera melaju kendaraan kita.Pada saat melihat
rambu-rambu lalu lintas tanda “P” dicoret menandakan bahwa kita tidak boleh
memarkirkan kendaraan dilokasi yang bertanda tersebut.Ketika kita memaknai tanda
“P” dicoret itu, kita telah berkomunikasi. Kita telah melakukan proses pemaknaan
terhadap tanda tersebut.
2. Bentuk-Bentuk Tanda
Menurut Wibowo (2013: 7) tanda merupakan suatu yang atas dasar konvensi
sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili yang lain.Tanda adalah
perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-
tengah manusia dan bersama-sama manusia (Sobur, 2009: 15).Tanda terdapat dimana-
mana.Kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera,
bangunan, nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda.Segala sesuatu dapat
menjadi tanda.Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tanda
merupakan suatu perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia atas dasar konvensi
sosial yang terbangun sebelumnya dan dapat dianggap mewakili yang lain.Menurut
Charles S Peirce (dalam Wibowo, 2013: 18) tanda dibedakan menjadi tiga, yaitu: ikon
(icon), indeks (index) dan simbol (symbol).
a. Ikon (Icon)
Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan rupa dengan apa yang
diacunya, sehingga tanda itu mudah dikenali oleh para pemakainya. Ikon merupakan
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
28
suatu gejala yang kurang penting, padahal berbagai tanda ikon terdapat disekitar kita
dalam kehidupan sehari-hari.Di dalam bahasa, kita menggunakan onomatope sebagai
tanda ikon.Misalnya bunyi cit citcit, mengacu pada objek suara yang diacunya yaitu
tikus.Bunyi guk guk guk, mengacu pada objek suara anjing.
b. Indeks (Index)
Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensi
terhadap petandanya atau objeknya.Di dalam indeks, hubungan antara penanda
dengan petandanya bersifat nyata dan aktual.Misalnya jejak telapak kaki dipermukaan
tanah, merupakan indeks dari seseorang atau binatang yang telah lewat
disana.Ketukan pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang tamu di rumah
kita.Suara byuur menandakan ada orang atau benda yang jatuh ke dalam air yang
cukup dalam.
c. Simbol (Symbol)
Simbol merupakan tanda yang bersifat konvensional.Jadi simbol adalah suatu
tanda yang sudah ada aturan atau kesepakatan yang dipatuhi bersama.Tanda-tanda
kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol.Pada rambu lalu lintas banyak
sekali menggunakan simbol sebagai pemberitahuan kepada masyarakat.Pada sebuah
komik terdapat simbol rambut berdiri menandakan orang tersebut sedang kaget,
terdapat simbol warna merah pada kedua pipi tokoh menandakan orang tersebut
sedang merasakan malu.
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
29
3. Fungsi Tanda Visual
a. Ikon (Icon)
Di dalam sebuah cerita bergambar tanda ikon merupakan tanda yang
digunakan untuk menjelaskan suara khas seekor binatang. Dengan hanya melihat
tanda tuturannya saja, kita sudah dapat mengetahui suara yang ditimbulkan
merupakan jenis hewan apa. Tanda ikon merupakan tanda yang mudah dikenali oleh
para pemakainya.Tanda ikon sering kita jumpai di dalam sebuah cerita
bergambar.Ikon di dalam cerita bergambar berfungsi untuk memberikan informasi
kepada pembaca mengenai jenis binatang yang terdapat di dalam cerita berdasarkan
suara yang ditimbulkan.Misalnya bunyi kaak kaak, mengacu pada objek suara yang
diacunya yaitu burung gagak.Bunyi cit cit cit, mengacu pada objek suara yang
diacunya yaitu tikus.Bunyi guk guk guk, mengacu pada objek suara yang diacunya
yaitu anjing.
b. Indeks (Index)
Indeks merupakan salah satu tanda yang berperan penting di dalam suatu cerita
bergambar.Di dalam indeks, hubungan antara petanda dan penandanya bersifat nyata
karena dapat disaksikan dengan panca indera.Di dalam sebuah cerita bergambar
banyak ditemukan tanda berupa indeks berguna sebagai pelengkap di dalam suatu
tuturan.Misalnya tanda “tok tok tok” berfungsi untuk memberitahukan kepada
pembaca bahwa di dalam cerita ada yang sedang mengetuk pintu yang artinya ada
orang yang ingin bertamu. Tanda “byur” berfungsi untuk memberitahukan bahwa ada
orang atau benda berat yang jatuh ke dalam air yang dalam.Tanda “deg deg deg”
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
30
berfungsi memberitahukan bahwa tokoh yang bersangkutan jantungnya sedang
berdegup kencang karena takut.Tanda “cuur” berfungsi memberitahukan kepada
pembaca bahwa ada air yang sedang dituangkan kesuatu benda keras sehingga
menghasilkan bunyi cuur.
c. Simbol (Symbol)
Pengungkapan perasaan di dalam sebuah cerita bergambar, biasanya
menggunakan suatu tuturan.Selain menggunakan tuturan, pengungkapan perasaan
juga dapat dilakukan dengan menggunakan tanda.Tanda di dalam sebuah cerita
bergambar adalah berupa simbol-simbol.Simbol-simbol ini biasanya digunakan untuk
mendukung suatu isi tuturan di dalam cerita.Di dalam cerita bergambar banyak sekali
menggunakan gambar yang berfungsi untuk memberikan informasi kepada
pembacanya.Gambar dibuat sebagai alat untuk mendukung suatu tuturan di dalam
sebuah cerita.Simbol berupa gambar di dalam suatu cerita bergambar berfungsi untuk
menjelaskan perasaan yang sedang dirasakan oleh tokoh.Perasaan-perasaan yang
dirasakan oleh para tokoh dalam suatu cerita berbeda-beda sesuai dengan konteks
tuturan yang ada.Simbol-simbol tersebut biasanya digambarkan disekitar badan tokoh
seperti kepala, pipi, rambut.Perasaan-perasaan yang sering kali digambarkan dialam
cerita bergambar, misalnya rasa marah, sedih, takut, terkejut, senang, pusing, malu
dan masih banyak yang lainnya.Tanda-tanda yang digunakan untuk mewakili
perasaan-perasaan tersebut, misalnya tanda “ ” berfungsi dalam suatu cerita untuk
menjelaskan perasaan marah yang sedang dirasakan tokoh.Tanda “ ” berfungsi
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
31
untuk menjelaskan perasaan sedih yang sedang dirasakan tokoh. Tanda “ ”
berfungsi untuk menjelaskan tokoh yang bersangkutan sedang merasa terkejut dengan
apa yang dilihat atau didengarnya. Tanda “ “ berfungsi dalam cerita untuk
menjelaskan rasa malu yang sedang dirasakan oleh tokoh yang bersangkutan.
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014
30
AnalisisWacana pada Komik Doraemon Edisi 2 sampai dengan 8
Bagan 1. Kerangka Pikir
31
Pengertian
Pragmatik
Implikatur
Pengertian
Bentuk-
Bentuk
Implikatur
Implikatur
Konvensional
Implikatur
Percakapan Prinsip-
Prinsip
Percakapan
Konteks
Tuturan
Semiotika
Pengertian Bentuk-
Bentuk Tanda
Fungsi Tanda
Prinsip Kerja Sama:
1. Maksim Kualitas
(Maxim of Quality)
2. Maksim Kuantitas
(Maxim of Quantity)
3. Maksim Relevansi
(Maxim of
relevance)
4. Maksim Pelaksanaan
(Maxim of Manner)
Jenis-jenis
Wacana
Wacana
Prinsip Kesantunan:
1. Maksim
Kebijaksanaan
(Tact Maxim)
2. Maksim
Kemurahan
(Generosty Maxim)
3. Maksim
Kerendahan Hati
(Modesty Maxim)
4. Maksim Kecocokan
(Agreement Maxim)
5. Maksim
Kesimpatian
(Simphaty Maxim)
6. Maksim
Penerimaan
(Approbation
Maxim)
Analisis Wacana Pada…, Dyah Ayu Restiningtyas, FKIP, UMP, 2014