bab ii landasan teori a. landasan teori 1....
TRANSCRIPT
18
BAB II
LANDASAN TEORI
Neraca Pembayaran suatu negara merupakan suatu
catatan sistematis mengenai semua transaksi ekonomi antar
penduduk negara tersebut dengan negara-negara lainnya
selama periode tertentu Di mana kredit dihitung sebagai arus
nilai ke luar yang ditukar dengan nilai ke negara yang
bersangkutan. Sedangkan debet adalah arus nilai masuk
untuk penduduk di negara yang harus membayar (Lindert,
1986: 390).
Sedangkan menurut Krugman, Obstfeld, dan Melitz
(2013), neraca pembayaran menyediakan gambaran detail
mengenai semua transaksi antar negara. Transaksi barang
dan jasa dicatat dalam neraca transaksi berjalan. Sementara
itu, penjualan dan pembelian aset dicatat dalam neraca
modal.
Pada awalnya penyusunan neraca pembayaran disusun
untuk pengendalian dan monitoring perkembangan kegiatan
ekonomi suatu negara. Perkembangan teori neraca
pembayaran di mulai dari pemahaman tentang neraca
A. Landasan Teori
1. Neraca Pembayaran
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
19
perdagangan. Teori neraca pembayaran pertama kali
ditemukan oleh tokoh merkantilis yang mengemukakan
bahwa prinsip penyusunan neraca perdagangan adalah agar
diperoleh struktur yang surplus dalam suatu perdagangan.
Perdagangan internasional harus dikendalikan dengan
mengurangi kegiatan impor dan sebaliknya mendorong
kegiatan ekspor. Negara harus mengendalikan ekspor dan
impor melalui berbagai kebijakan perdagangan lainnya, di
antaranya tarif, kuota, subsidi, pajak dan alat-alat lainnya
yang dapat membuat neraca perdagangan surplus (Ekananda,
2014: 269).
Neraca pembayaran yang ada saat ini sudah semakin
kompleks dengan berbagai pendekatan yang sudah
dikembangkan mulai dari pendekatan elastisitas, pendekatan
absorbsi, pendekatan policy mix, teori portofolio, dan teori
moneter (Ekananda, 2014).
Tabel 2.1 Rincian Neraca Transaksi Berjalan
No Rincian Neraca Transaksi Berjalan
1 A. Barang, neto 2 - Ekspor 3 - Impor 4 B. Jasa-jasa, neto 5 - Ekspor 6 - Impor
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
20
7 C. Pendapatan Primer, neto 8 - Penerimaan 9 - Pembayaran 10 D. Pendapatan Sekunder, neto 11 - Penerimaan 12 - Pendapatan
Sumber: Manual BPM6, IMF
Di Indonesia sendiri penyusunan neraca pembayaran
mengikuti Balance of Payments and International
Investment Position Manual 6th edition (BPM6). Di mana
neraca pembayaran mencakup neraca transaksi berjalan,
neraca modal dan finansial, dan neraca transaksi cadangan
devisa. Secara umum neraca transaksi berjalan mencakup 1)
ekpor barang dan jasa; 2) pendapatan primer; dan 3)
pendapatan sekunder. Selain itu, neraca modal dan finansial
mencakup transaksi modal dan transaksi finansial. Di mana,
transaksi finansial terdiri dari 1) investasi langsung; 2)
investasi portofolio; 3) derivatif finansial; dan 4) investasi
lainnya berupa transaksi pinjaman (Bank Indonesia, 2014).
Tabel 2.2 Rincian Neraca Modal dan Finansial
No Rincian Neraca Modal dan Finansial
1 A. Investasi Langsung 2 - Aset 3 - Kewajiban 4 B. Investasi Portofolio
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
21
5 - Aset 6 - Kewajiban 7 C. Investasi Lainnya 8 - Aset 9 - Kewajiban
Sumber: Manual BPM6, IMF
2. Neraca Transaksi Berjalan
Menurut Salvatore (2014), neraca transaksi berjalan
adalah transaksi yang mencakup seluruh penjualan dan
pembelian barang dan jasa yang diproduksi saat ini,
pendapatan investasi asing dan transfer secara sepihak serta
memberikan tautan antara transaksi internasional dengan
pendapatan nasionalnya. Secara rinci, surplus transaksi
berjalan menggerakkan produksi dan pendapatan dalam
negeri, sementara defisit transaksi berjalan memperkecil
produksi dan pendapatan dalam negeri.
Rekening ini terdiri atas tiga bagian yaitu: (a) neraca
perdagangan (balance of trade), yang mencatat selisih antara
ekspor dan impor barang yang diperdagangkan dalam
perdagangan internasional; (b) neraca jasa (service balance),
yang mencatat transaksi ekspor dan impor jasa, termasuk
pembayaran bungan dan dividen, pengeluaran militer dan
turis; (c) neraca transfer unilateral (unilateral transfers
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
22
balance), yang mencatat hibah baik dari perseorangan
maupun pemerintah (misalnya bantuan luar negeri dan
bantuan militer) (Ekananda, 2014).
Menurut Krugman, Obstfeld, dan Melitz (2013),
perbedaan antara ekspor barang dan jasa, dan impor barang
dan jasa dapat disebut juga sebagai cunrrent accont (neraca
transaksi berjalan). Sehingga neraca transaksi berjalan dapat
disimbolkan sebagai berikut:
CA = EX-IM (2.1)
di mana:
CA = Current Account (Neraca Transaksi Berjalan)
X = Ekspor
I = Impor
Ketika impor lebih besar dibandingkan dengan ekspor,
maka negara tersebut mengalami Current Account Deficit
(Defisit Neraca Transaksi Berjalan). Sedangkan Current
Account Surplus (Surplus Neraca Transaksi Berjalan) terjadi
ketika ekspor lebih besar daripada impor.
Selain itu, neraca transaksi berjalan dianggap penting
karena menghitung ukuran pinjaman luar negeri. Ketika
suatu negara lebih banyak impor dibandingkan ekspor, di
mana pembelian suatu negara lebih besar dibandingkan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
23
penjualannya ke negara lain, hal tersebut adalah defisit
neraca transaksi berjalan. Hal itu dapat terjadi hanya jika
bisa meminjam selisih defisit tersebut dari negara lain.
Negara dengan defisit neraca transaksi berjalan biasanya
akan meningkatkan utang luar negeri sejumlah defisit yang
dimiliki (Krugman, Obstfeld, & Melitz, 2013).
a. Defisit dan Surplus Transaksi Berjalan
Lindert (1986) mengungkapkan bahwa surplus
neraca transaksi berjalan berarti suatu negara
mendapatkan lebih banyak kredit daripada debet dalam
hal barang-barang, jasa, dan hadiah. Dengan demikian,
negara tersebut menambah kekayaan luar negerinya.
Atau dengan kata lain, surplus transaksi berjalan
merupakan suatu investasi luar negeri netto (If).
Sebaliknya, defisit transaksi berjalan berarti bahwa
negara tersebut melakukan investasi negatif di luar
negeri, atau menjadi peminjam yang lebih besar dengan
maksud untuk membayar tambahan impor
barang-barang, jasa, dan pemberian hadiah neto (balas
jasa impor yang tidak sebenarnya).
Kenyataan bahwa surplus neraca transaksi
berjalan sama dengan investasi luar negeri neto dapat
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
24
dikembangkan lebih jauh untuk memperlihatkan adanya
keterkaitan dengan perhitungan pendapatan nasional.
Suatu negara yang memiliki investasi luar negeri neto
(If, surplus transaksi berjalan > 0), merupakan negara
yang menginvestasikan sebagian dari tabungan
nasionalnya (S) di luar negeri untuk pembentukan
modal dalam negeri (I). Dengan demikian, tabungan
nasional sama dengan investasi di dalam negeri
ditambah dengan investasi di luar negeri S = Id + If
(Lindert, 1986).
Investasi luar negeri neto tersebut, atau If = S - Id
juga sama dengan sesuatu yang lain yaitu jumlah
pendapatan atau produk nasional yang secara
keseluruhan (Y) melebihi pengeluaran negara tersebut
untuk semua tujuannya termasuk pembentukan modal
dalam negeri. Pengeluaran ini (E) adalah pengeluaran
untuk seluruh konsumsi ditambah pengeluaran barang
dan jasa di luar negeri (C), pembelian barang-barang
dan jasa pemerintah (G), dan investasi swasta untuk
membeli barang-barang modal (Id) (Lindert, 1986).
Persamaannya adalah sebagai berikut:
Y= C+Id+G+X-M (2.2)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
25
Hal ini berarti bahwa produk nasional (Y)
berbeda dari pengeluaran nasional (E= C+ Id+G)
dengan jumlah yang terdapat pada transasi berjalan,
atau perbedaan antara ekspor dan impor barang-barang
dan jasa (termasuk hadiah), atau X-M:
Y-E = X-M (2.3)
Dengan demikian surplus transaksi berjalan
dalam neraca pembayaran adalah sama dengan empat
hal yang berbeda, yaitu:
Neraca transaksi berjalan = X-M (2.4)
Neraca transaksi berjalan = If (2.5)
Neraca transaksi berjalan = S-Id (2.6)
Neraca transaksi berjalan = Y-E (2.7)
Di mana:
X-M = impor dikurangi ekspor.
If = investasi luar negeri neto.
S-Id = tabungan nasional yang tidak diinvestasikan.
Y-E = perbedaan produk dengan pengeluaran nasional.
Lebih lanjut, Lindert (1986) mengungkapkan
bahwa indentitas di atas akan berguna dalam upaya
untuk melakukan pilihan makroekonomi dalam rangka
memperbaiki keseimbangan eksternal suatu negara
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
26
sehingga neraca tersebut memiliki surplus neraca
transaksi berjalan. Agaknya jelas, surplus transaksi
berjalan (X-M) tidak dapat ditingkatkan pada waktu
yang bersamaan tanpa ada upaya untuk meningkatkan
produk nasional secara relatif terhadap pengeluaran
nasional (Y-E), dan meningkatkan perbedaan antara
tabungan nasional dengan investasi dalam negeri (S-
Id). Oleh karena itu, transaksi berjalan membantu
meringkaskan beberapa perubahan makroekonomi yang
membentuk perekonomian.
3. Investasi
Pengeluaran untuk konsumsi barang bertujuan untuk
menyediakan kebutuhan rumah tangga saat ini. Sedangkan
pengeluaran untuk barang-barang investasi bertujuan
meningkatkan standar hidup untuk tahun-tahun mendatang.
Investasi adalah komponen PDB yang mengaitkan masa kini
dan masa depan (Mankiw, 2006: 476).
Menurut Salvatore (1997), investasi meliputi aset-aset
secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan
berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk
keperluan produksi, pembelanjaan berbagai peralatan
investasi dan sebagainya. Investasi biasanya dilakukan dalam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
27
bentuk pembentukan perusahaan baru atau anak perusahaan
yang kemudian mengambil alih perusahaan induk. Khusus
investasi asing pada umumnya dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional yang bergerak dalam
bidang manufaktur (pengolahan), penggalian sumber daya
alam atau bisa dalam bidang bisnis jasa. Investasi kini
merupakan saluran utama perpindahan modal swasta baik
domestik maupun internasional.
Nilai investasi juga erat kaitannya dengan kenaikan
maupun penurunan suku bunga. Kebijakan moneter dikatakan
longgar (easy) apabila pemerintah memutuskan untuk
menaikkan tingkat penawaran uang yang pada akhirnya akan
menyebabkan turunnya suku bunga. Lebih lanjut, hal ini akan
menyebabkan naiknya tingkat investasi dan pendapatan di
negara yang bersangkutan (melalui suatu proses penggandaan)
serta akan merangsang pula impor negara tersebut untuk
mengalami kenaikan (Salvatore, 1997).
4. Anggaran Pemerintah
Anggaran pemerintah (Government Budget) adalah
selisih antara penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak
dengan pengeluaran pemerintah. Jika pemerintah
mempunyai anggaran yang berimbang maka dapat ditulis
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
28
persamaan berikut:
G = T (2.8)
Di mana:
G = Pengeluaran pemerintah
T = Penerimaan pemerintah dalam hal ini adalah pajak
Apabila pengeluaran pemerintah (G) lebih besar dari
penerimaan pemerintah (T), maka pemerintah mengalami
defisit anggaran (G > T). Di mana defisit ini bisa dibiayai
melalui penerbitan surat utang pemerintah (Obligasi).
Sedangkan jika pengeluaran pemerintah (G) lebih kecil dari
penerimaan pemerintah (T), maka pemerintah mengalami
surplus anggaran (G < T), yang bisa digunakan untuk
melunasi utang-utangnya (Mankiw, 2006: 62).
a. Defisit Anggaran Pemerintah
Berdasarkan persamaan (2.8) dapat diketahui
bahwa defisit anggaran dapat disebabkan oleh dua hal,
yaitu belanja pemerintah yang semakin besar dan
penerimaan pajak yang lebih rendah. Di mana menurut
teori klasik, dampak langsung dari pemotongan pajak
adalah mendorong pengeluaran konsumen. Dalam
jengka pendek, pengeluaran konsumen yang lebih tinggi
akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
29
jasa, dan dengan demikian meningkatkan output serta
kesempatan kerja (Mankiw, 2006: 429).
Walaupun demikian, tingkat bunga yang naik
akan menahan investasi dan mendorong aliran masuk
modal dari luar negeri. Hal ini akan menyebabkan
apresiasi nilai tukar sampai penurunan ekspor bersih
cukup memadai untuk membagi tabungan dan investasi
(Samuelson, 2004: 339).
Sedang dalam jangka panjang, mengecilnya
tabungan nasional yang disebabkan oleh pemotongan
pajak akan berarti persediaan modal yang lebih kecil
dan utang luar negeri yang lebih besar. Karena itu,
output negara akan lebih kecil, dan bagian yang lebih
besar dari output akan dimiliki oleh pihak asing.
Sehingga dampak keseluruhan terhadap kesejahteraan
ekonomi sulit dinilai. Generasi sekarang akan menerima
manfaat dari konsumsi yang tinggi dan kesempatan
kerja yang lebih tinggi, meskipun inflasi cenderung
lebih tinggi. Sedangkan generasi mendatang akan
menanggung lebih banyak beban dari defisit anggaran.
Di mana mereka akan dilahirkan di negara yang
memiliki persediaan modal yang lebih kecil dan utang
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
30
luar negeri yang lebih besar (Mankiw, 2006: 430).
Pandangan klasik di atas mengasumsikan bahwa
ketika pemerintah memotong pajak dan menjalani
defisit anggaran, konsumen menanggapi pendapatan
setelah-pajak mereka yang lebih tinggi dengan
melakukan pengeluaran lebih banyak. Pandangan
alternatif yang disebut ekuivalensi Ricardian (Ricardian
equivalence), mempertanyakan asumsi ini. Menurut
pandangan Ricardian, konsumen melihat ke depan dan,
karena itu, mendasarkan pengeluaran mereka tidak
hanya pada pendapatan sekarang. Tetapi juga pada
pendapatan masa depan yang mereka harapkan
(Mankiw, 2006).
Prinsip dari ekuivalensi Ricardian adalah bahwa
utang pemerintah ekuivalen dengan pajak masa depan,
dan jika konsumen cukup melihat ke depan, pajak masa
depan akan ekuivalen dengan pajak saat ini. Jadi
mendanai pemerintah dengan utang adalah ekuivalen
dengan mendanainya dengan pajak. Sehingga
implikasinya adalah bahwa pemotongan pajak yang
dinanai utang tidak mempengaruhi konsumsi. Karena
itu, pemotongan pajak tidak memiliki dampak seperti
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
31
yang diprediksi analis klasik (Mankiw, 2006).
Sehingga menurut Mankiw (2006), defisit
anggaran yang besar dapat mendorong ekspansi
moneter yang berlebihan dan karena itu menyebabkan
inflasi yang lebih besar. Kemungkinan menjalankan
defisit anggaran dapat mendorong politisi untuk terlalu
membebankan generasi masa depan ketika menetapkan
pengeluaran pemerintah dan pajak. Tingkat utang
pemerintah yang tinggi bisa menimbulkan risiko
pelarian modal dan mengurangi pengaruh negara-negara
tersebut di seluruh dunia.
Selain itu, menurut Fischer dan Easterly (1990)
defisit anggaran pemerintah dapat dibiayai melalui
empat sumber, antara lain: 1) Mengambil cadangan
mata uang asing; 2) Melalui pinjaman domestik dengan
cara menjual surat berharga kepada masyarakat; 3)
Melalui pinjaman luar negeri; 4) Melakukan pencetakan
uang, atau perpaduan antara ketiga sumber tersebut
(Dalam Malahayati, 2011: 11).
5. Nilai Tukar
Menurut Krugman dan Obstefeld (2005), nilai tukar
adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
32
Nilai tukar merupakan salah satu harga yang terpenting
dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang
demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun
variabel-variabel makroekonomi lainnya.
Sehingga nilai tukar dapat didefinisikan sebagai harga
mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara
lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka
titik keseimbangan ditentukan oleh sisi penawaran dan
permintaan dari kedua mata uang tersebut, atau dengan kata
lain nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang
tertentu yang dapat dipertukartan dengan satu unit mata uang
negara lain (Ekananda, 2014: 168).
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Flexible Exchange Rate)
Sistem nilai tukar tetap adalah nilai tukar mata
uang yang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan
berfluktuasi pada rentang yang sempit. Bila pada suatu
saat nilai tukar mulai berfluktuasi terlalu besar, maka
pemerintah akan melakukan intervensi untuk menjaga
agar fluktuasi tetap berada dalam kisaran yang
diinginkan (Ekananda, 2014: 315).
Tindakan bank sentral dalam melakukan
pemotongan nilai mata uangnya disebut sebagai
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
33
devaluasi, sedangkan tindakan penyesuaian ke atas
biasa disebut revaluasi. Keuntungan dari sistem ini
adalah perusahaan internasional dapat melakukan
kegiatan bisnis tanpa khawatir akan perubahan nilai
mata uang di kemudian hari (Ekananda, 2014). Akan
tetapi, dengan penetapan nilai tukar secara tetap,
terdapat kemungkinan nilai tukar yang ditetapkan
terlalu tinggi (over-valued) atau terlalu rendah
(under-valuer) dari nilai sebenarnya (Simonangkir &
Suseno, 2003).
Gambar 2.1 Kurva Permintaan dan Penawaran Uang
Sumber: Simonangkir & Suseno, 2003
Kondisi mata uang suatu negara yang terlalu
tinggi dapat dilihat pada nilai tukar (kurs) K1 pada
gambar (2.1). Dalam kondisi ini dimisalkan nilai tukar
yang ditetapkan suatu negara adalah K0 , tetapi dalam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
34
perkembangannya terdapat permintaan relatif mata uang
asing terhadap mata uang domestik sehingga
keseimbangan baru adalah K1.
Jika pemerintah tetap menetapkan nilai tukar
pada K0 maka nilai tukar negara tersebut menjadi
over-valued karena nilai keseimbangan baru berada
pada nilai tukar K1. Sementara itu, nilai tukar yang
terlalu rendah dapat dilihat pada nilai tukar K2. Pada
kondisi ini, dimisalkan terjadi peningkatan valuta asing
sehingga harga keseimbangan menjadi K2. Jika
pemerintah masih menetapkan nilai tukar pada K0 maka
nilai tukar negara tersebut menjadi under-valued
(Simonangkir & Suseno, 2003).
b. Nilai Tukar Mengambang (Flexible Exchange Rate)
Dalam sistem ini, nilai tukar suatu mata uang
diambangkan terhadap mata uang asing. Dengan
demikian, perubahan nilai tukar ditentukan oleh
mekanisme pasar, tanpa harus melibatkan campur
tangan otoritas moneter. Pada nilai tukar mengambang,
nilai tukar akan disesuaikan secara terus-menerus sesuai
dengan kondisi penawaran dan permintaan mata uang
tersebut (Ekananda, 2014: 316).
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
35
Oleh karena itu, jika permintaan mata uang asing
relatif terhadap mata uang domestik lebih besar dari
penawarannya (gambar 2.1), maka nilai tukar mata uang
domestik akan menurun (depresiasi). Sebaliknya jika
permintaan penawaran mata uang asing lebih besar dari
permintaannya maka nilai tukar akan menguat
(apresiasi).
Menurut Simonangkir dan Suseno (2003),
terdapat dua alasan mengapa banyak negara
menggunakan sistem nilai tukar mengambang. Pertama,
sistem ini memungkinkan suatu negara mengisolasikan
kebijakan ekonomi makronya dari dampak kebijakan
dari luar. Kedua, sistem ini tidak memerlukan cadangan
devisa yang besar karena tidak ada kewajiban
mempertahankan nilai tukar. Namun sistem ini juga
mempunyai kelemahan, yakni mengakibatkan nilai
tukar lebih berfluktuasi. Di mana depresiasi nilai tukar
dapat mengakibatkan peningkatan harga barang-barang
impor dan pada lanjutannya memicu inflasi di dalam
negeri.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
36
6. Hubungan Transaksi Berjalan dengan Anggaran
Pemerintah
Hubungan antara neraca transaksi berjalan dengan
anggaran pemerintah bisa diturunkan dari persamaan (2.5) di
mana neraca transaksi berjalan sama dengan investasi neto
(If).
Di mana dari persamaan (E.1) disebutkan bahwa
Neraca Transaksi Berjalan merupakan ekspor (X) dikurangi
impor (M). Sedangkan If adalah investasi neto yang terdiri
dari tabungan nasional (S) dikurangi dengan investasi
domestik (Id). Sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan
menjadi:
Neraca Transaksi Berjalan = If
Atau:
X-M = S-I (2.9)
Atau:
I+X = S+M (2.10)
Menurut Salvatore (2014), persamaan di atas
merupakan kondisi keseimbangan dengan injeksi dan
kebocoran pada aliran pendapatan. Di mana apabila X = M
dan S = I, maka neraca pembayaran dalam kondisi
keseimbangan.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
37
Persamaan di atas belum memasukan instrumen
kebijakan negara dalam pos pengeluaran. Di mana ketika
kebijakan fiskal bersifat ekspansif, yaitu pengeluaran
pemerintah dinaikkan dan/atau pajak diturunkan, akan
menyebabkan kenaikan impor. Sedangkan apabila kebijakan
fiskal bersifat kontraktif, yaitu pengeluaran pemerintah
diturunkan dan/atau kenaikan pajak, akan menyebabkan
penurunan impor. Oleh karena itu, persamaan (2.10) dapat
ditulis ulang dengan mempertimbangkan pengeluaran
pemerintah (G) dan pajak (T) menjadi:
I+X+G = S+M+T (2.11)
Persamaan di atas dapat disusun kembali menjadi:
(X-M) = (S-I)+(T-G) (2.12)
Dari persamaan (2.12) dapat diketahui bahwa apabila
tingkat tabungan (S) dan investasi (I) tetap, maka defisit
anggaran (T < G) akan diikuti oleh defisit neraca transaksi
berjalan (X < M). Persamaan ini disebut juga sebagai defisit
kembar.
7. Model Mundell-Fleming
Model Mundell-Fleming tidak jauh berbeda dengan
model IS-LM. Kedua model itu menekankan interaksi antar
pasar barang dan pasar uang. Kedua model itu
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
38
mengasumsikan bahwa tingkat harga adalah tetap dan
menunjukkan apa yang menyebabkan fluktuasi jangka pendek
dalam pendapatan agregat. Perbedaan pentingnya adalah
bahwa model IS-LM mengasumsikan perekonomian tertutup,
sedangkan model Mundell-Fleming mengasumsikan
perekonomian terbuka (Mankiw, 2006).
Di mana menurut Mankiw (2006), dalam model
perekonomian terbuka besar jangka-pendek, harus
diperhatikan hubungan antara tingkat bunga dan aliran modal
ke mancanegara. Aliran model ke luar neto adalah jumlah
dana yang dipinjamkan investor domestik ke luar negeri
dikurangi jumlah dana yang dipinjamkan investor asing ke
dalam negeri.
Ketika tingkat bunga domestik turun, investor domestik
merasa meminjamkan ke luar negeri menjadi lebih menarik,
dan investor asing merasa meminjamkan ke dalam negeri
menjadi kurang menarik. Jadi, aliran modal ke luar neto
memiliki hubungan negarif dengan tingkat bunga. Maka
persamaan dalam model ini adalah sebagai berikut:
Y = C(Y-T)+I(r)+G+NX(e) (2.13)
M/P = L(r, Y) (2.14)
NX(e) = CF(r) (2.15)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
39
Dari persamaan (2.13) menyatakan bahwa pendapatan
agregat Y adalah jumlah konsumsi C, belanjar pemerintah G,
dan ekspor neto NX. Di mana konsumsi bergantung secara
positif pada disposible income Y-T. Investasi berhubungan
negarif dengan tingkat bunga (r). Sedangkan ekspor
berhubungan negatif dengan nilai tukar (e).
Persamaan (2.14) menyarakan bahwa penawaran
keseimbangan uang riil, M/P, sama dengan permintaan, L(r, Y).
Permintaan terhadap keseimbangan uang riil bergantung
secara negatif pada tingkat bunga, dan secara positif pada
pendapatan Y.
Sedangkan persamaan (2.15) menyatakan bahwa neraca
perdagangan NX sama dengan aliran modal ke luar neto, CF
(Net Capital Outflow), yang pada akhirnya tergantung pada
tingkat domestik. Jika persamaan (2.14) disubstitusikan ke
dalam persamaan (2.12), akan menjadi:
Y = C(Y-T)+I(r)+G+CF(r) (IS)
M/P = L(r, Y) (LM)
Model ini dapat digunakan untuk menganalisis dampak
kebijakan ekspansi fiskal terhadap pendapatan agregat dan
keseimbangan uang riil (Gambar 2). Di mana kenaikan dalam
belanja pemerintah atau pemotongan pajak akan menggeser
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
40
kurva IS ke kanan.
Gambar 2.2 Ekspansi Fiskal dalam
Perekonomian Terbuka Besar
Sumber: Mankiw, 2006
Bagian (a) menunjukkan bahwa pergeseran dalam
kurva IS ini menyebabkan kenaikan tingkat pendapatan dan
kenaikan tingkat bunga. Sedangkan tingkat bunga yang tinggi
menurunkan aliran modal ke luar neto, seperti pada bagian (b).
Penurunan dalam aliran modal ke luar neto mengurangi
penawaran mata uang domestik di pasar valuta asing. Nilai
tukar akan terapresiasi, sebagaimana pada bagian (c). Karena
barang-barang domestik menjadi relatif lebih mahal
dibantingkan produk luar negeri, akan membuat ekspor neto
turun.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
41
8. Perdagangan Internasional dalam Islam
Menurut pandangan Islam, perdagangan internasional
sama dengan jual beli yaitu transaksi yang dilakukan oleh
pihak penjual dan pembeli atas suatu barang dan jasa yang
menjadi obyek transaksi jual beli (Chadziq, 2016: 168).
Menurut Ibn Khaldun, perdagangan antara negara
miskin dan negaran kaya akan menimbulkan kecenderungan
untuk mengimpor dan mengekspor barang dari negara lain.
Melaui perdagangan internasional keuntungan dan kekayaan
negara meningkat (Apindar, 2010: 247). Lebih lanjut, hal itu
didasari oleh teori pembagian kerja. Di mana, jika pekerjaan
dibagi sesuai dengan spesialisasi masyarakat maka akan
menghasilkan output yang lebih besar. Pembagian kerja akan
mendorong spesialisasi. Di mana orang akan memilih
mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan
kemampuan masing-masing. Hal ini akan meningkatkan
produktivitas dengan hasil total (Apindar, 2010: 247).
Lebih jauh, Apindar (2010) menjelaskan bahwa Ibnu
Khaldun mengamati penduduk, bahwa mereka sulit untuk
menghasilkan makanan sendiri. Ibn Khaldun mencatat bahwa
bahan produksi seperti gandum diperlukan enam sampai
sepuluh jenis jasa yang berbeda. Dengan mendatangkan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
42
semua pasokan dari jasa ini maka penduduk mendapatan
bahan makanan lebih dari yang mereka konsumsi. Dengan
cara ini, surplus yang tertinggal dapat ditukarkan dengan
barang yang dihasilkan orang lain dalam meningkatkan
kemakmuran. Ibn Khaldun mengatakan bahwa negara yang
memperdagangkan surplus dengan negara lain lebih makmur
dari pada negara yang sedikit penawaran pada perdagangan
internasional. Dengan penduduk yang banyak akan terjadi
pembagian kerja yang lebih besar dan mengantarkan ke lebih
banyak surplus dan lebih besar volume perdagangan
internasional.
B. Telaah Pustaka
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu
melakukan telaah pustaka terhadap penelitian-penelitian terdahulu
yang memiliki kesamaan tema penelitian. Tujuan dari telaah
pustaka ini adalah sebagai bahan rujukan bagi penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti. Tujuan lainnya adalah memberikan
pembenaran antara penelitian satu dengan lainnya, agar kebenaran
penelitian dapat dipertanggungjawabkan serta terhindar dari unsur
plagiasi. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang
digunakan peneliti sebagai referensi:
Malahayati (2011) menjelaskan dalam penelitiannya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
43
tentang fenomena twin deficit di ASEAN periode 1980-2011 dan
menemukan bahwa terjadi hubungan twin deficit antara defisit
anggaran dengan defisitt neraca transaksi berjalan di Indoneisa,
Filipina, Thailand, dan Kamboja. Hubungan yang terjadi adalah
defisit neraca transaksi berjalan mempengaruhi defisit anggaran.
Adapun metode yang digunakan adalah model Vector
Autoregressive (VAR).
Hal senada disampaikan Beetsma (2008) yang juga
menemukan bahwa di negara Eropa terjadi fenomena twin deficit.
Di mana kenaikan pengeluaran pemerintah akan menaikkan
output dan impor. Sedang ekspor akan menurun. Adapun
penelitian ini menggunakan metode panel VAR.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Javid (2010)
menjelaskan bahwa di Pakistan terjadi fenomena twin deficit.
Akan tetapi hasil yang didapatkan berbanding terbalik dengan
Twin Deficit Hypotesis (TDH). Di mana hasil yang ditemukan
adalah surplus neraca transaksi berjalan menyebabkan defisit
anggaran dan justru menyebabkan nilai tukar terdepresiasi.
Baharumshah, Ismail, dan Lau (2009) yang melakukan
penelitian twin deficit di ASEAN-5 menemukan bahwa di
Thailand, Malaysia, dan Filipina terdapat hubungan antara defisit
transaksi berjalan dengan defisit anggaran. Sedangkan di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
44
Indonesia didapati apabila defisit anggaran tidak berpengaruh
pada defisit transaksi berjalan. Meskipun demikian, ditemukan
bahwa investasi berpengaruh terhadap transaksi berjalan.
Hal senada ditemukan oleh Budiyanti (2013) yang
melakukan penelitian di ASEAN-5 dan menemukan bahwa tidak
terjadi fenomena twin deficit. Di manaF defisit anggaran tidak
berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan. Hal ini
dikarenakan karena defisit yang terjadi di negara ASEAN-5 dapat
dibiayai oleh defisit yang terjadi pada tahun sebelumnya. Selain
itu, ditemukan hubungan negatif antara investasi dengan transaksi
berjalan. Di mana kenaikan investasi akan menurunkan neraca
transaksi berjalan. Penelitian ini menggunakan regresi panel.
Hal berbeda ditemukan oleh Safitriani (2014) yang
menemukan hubungan positif antara Foreign Direct Investment
(FDI) dengan ekspor dalam jangka panjang. Sedangkan impor
berhubungan positif dengan FDI. Hal ini disebabkan karena
besaran impor bahan baku yang cukup besar.
Hal yang sama ditemukan oleh Purnomo (2003) yang
meneliti tentang hubungan kausalitas antara neraca transaksi
berjalan dengan nilai tukar di Indonesia. Di mana, perubahan
neraca transaksi berjalan menyebabkan perubahan pada nilai tukar.
Di mana ketidakstabilan nilai tukar dimulai sejak tahun 1997.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
45
Sedangkan pada titik yang sama jatuh tempo utang Indonesia
sudah tiba. Sehingga kebutuhan dollar meningkat tajam, namun
tidak diimbangi dengan peningkatan surplus neraca transaksi
berjalan yang sebelum tahun 1997 selalu mencatatkan defisit.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nawatmi,
Nusantara, dan Santosa (2012) menemukan bahwa di Indonesia
nilai tukar tidak mempengaruhi net eskpor. Hal ini disebabkan
karena kebutuhan impor bahan baku dalam negeri yang cukup
besar. Sehingga volatilitas nilai tukar tidak begitu berdampak
pada permintaan impor.
Untuk penelitian yang diajukan peneliti adalah mengenai
fenomona twin deficit di Indonesia dan hubungannya dengan nilai
tukar. Penelitian ini menggunakan data antara tahun
2001Q1-2018Q3. Di mana dalam penelitian ini digunakan
variabel transaksi berjalan, anggaran pemerintah, investasi, dan
nilai tukar. Adapun pengembangan dari penelitian sebelumnya
adalah digunakannya variabel investasi dan penggunaan kurun
waktu defisit yang lebih panjang. Di mana terjadi defisit sejak
tahun 2011Q4.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
46
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan
Tahun Sumber Judul Variabel dan Alat Analisis Hasil
1 Attiya Y. Javid, Muhammad Javid, Umiama Arif, dan Muhammad Sabir (2010)
Jurnal (The Pakistan Development Review)
Fiscal Policy and Current Account Dynamics in the Case of Pakistan
Variabel: Produk Domestik Bruto (GDP), Anggaran Pemerintah (BD), Neraca Transaksi Berjalan (CUR), Suku Bunga (RIR), Nilai Tukar (ER) Alat Analisis: VAR
Terjadi hubungan antara defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran.
Kenaikan CAD berpengaruh terhadap memburuknya BD dan terdepresiasinya ER.
2 Ahmad Zubaidi Baharumshah, Hamizun Ismail, dan Evan Lau (2009)
Jurnal (Jurnal Pengurusan)
Twin Deficits Hypothesis and Capital Mobility: The ASEAN-5 Perspective
Variabel: Neraca Transaksi Berjalan (CAD), Anggaran Pemerintah (BD), Investasi (I) Alat Analisis: VAR
Terdapat hubungan twin deficit di negara Thailand, Malaysia, dan Filipina. Sedang di Indonesia tidak terjadi.
Investasi sangat mempengaruhi neraca
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
47
transaksi berjalan. 3 Didiet
Purnomo (2003)
Jurnal (Jurnal Ekonomi Pembangunan)
Hubungan Kausalitas Defisit Neraca Transaksi Berjalan dengan Kurs di Indonesia
Variabel: Neraca Transaksi Berjalan (DNTB) dan Nilai Tukar (KURS) Alat Analisis: VAR/VECM
KURS tidak mempengaruhi DNTB (DNTB ≠ KURS).
Namun DNTB mempengaruhi KURS (DNTB → KURS).
4 Eka Budiyanti (2013)
Jurnal (Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik)
Pengaruh Budged Deficit terhadap Current Account Deficit: Studi Empiris di ASEAN-5
Variabel Dependen: Neraca Transaksi Berjalan (CAD) Variabel Independen: Defisit Anggaran (BD), Tabungan (SV), Investasi (INV), Trade Openness (TO) Alat analisis: Regresi Panel
Variabel BD, SV, INV, dan TO secara bersama-sama mempengaruhi CAD.
Secara individu variabel SV dan INV berpengaruh terhadap CAD. Sedangkan BD dan TO tidak berpengaruh.
BD tidak berpengaruh dikarenakan negara dapat menutup defisit menggunakan surplus tahun sebelumnya.
5 Yulia Jurnal Dampak Foreign Variabel: Foreign Direct KURS berpengaruh positif
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
48
Indrawati (2012)
(Universitas Jember)
Direct Investment dan Investasi Portofolio terhadap Stabilitas Makroekonomi di Indonesia: Fenomena Global Imbalances
Investment (FDI), Investasi Portofolio (PI), Suku Bunga (BI_Rate), Inflasi (INF), Nilai Tukar (KURS) Alat analisis: VECM
terhadap FDI. KURS berpengaruh negarif
terhadap investasi portofolio.
6 Marissa Malahayati (2011)
Skripsi (Institut Pertanian Bogor)
Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara-negara ASEAN
Variabel: Neraca Transaksi Berjalan (CA), Anggaran Pemerintah (BD), Nilai tukar (ER) Alat analisis: VAR/VECM. Penelitian dibedakan 3 kelompok (high income, middle income, dan low income)
Indonesia, Filipina, Thailand, Kamboja terjadi hubungan pengaruh BD terhadap CA.
Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Laos, Myanmar, dan Vietnam tidak terjadi hubungan antara CA dan BD.
7 Muhammad Afdi Nizar
Jurnal (Kementerian
Pengaruh Defisit Anggaran Terhadap
Variabel: Neraca Transaksi Berjalan (CA), Anggaran
Terjadi Twin Deficit di Indonesia untuk
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
49
(2012) Keuangan RI) Defisit Transaksi Berjalan di Indonesia
Pemerintah (BD) Alat analisis: VAR/VECM. Penelitian dibedakan menjadi 3 waktu: 1990-2012, 1990-1998 (defisit), dan1998-2012 (surplus)
masing-masing periode waktu.
Hubungan pengaruh tidak konstan (negatif maupun positif)
8 Alpon Satrianto (2015)
Jurnal (Universitas Negeri Padang)
Analisis Determinan Defisit Anggaran dan Utang Luar Negeri Indonesia
Variabel Dependen: Defisit Anggaran (Y1) dan Utang Luar Negeri (Y2) Variabel Independen: Pertumbuhan Ekonomi (X1), Kurs (X2), Harga Minyak Dunia (X3), Inflasi (X4), Suku Bunga (X5), Net Ekspor (X6), Cadangan Devisa (X7), Foreign Direcet Investment (X8), Kesenjangan Investasi dan
Apabila terjadi penurunan utang luar negeri, penurunan pertumbuhan ekonomi, apresiasi kurs, peningkatan harga minyak dunia, penurunan inflasi, dan peningkatan suku bunga akan berdampak pada peningkatan defisit anggaran.
Apabila defisit anggaran naik, net eskpor menurun, cadangan devisa
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
50
Tabungan (X9) Alat analisis: Two Stage Squared Method (TSLS)
meningkat, FDI turun, serta suku bunga luar negeri mengalami penurunan maka utang luar negeri akan naik.
8 S.M. Ali Abbas et al. (2010)
Jurnal (IMF Working Paper)
Fiscal Policy and the Current Account
Variabel: Neraca Transaksi Berjalan (CA), Anggaran Pemerintah (BD) Alat analisis: VAR Panel
Terjadi hubungan antara defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran.
9 Roel Beetsma et al. (2008)
Jurnal (Journal of the European Economic Association)
The Effects of Public Spending Shocks on Trade Balances and Budget Deficits in the European Union
Variabel: Pengeluaran Pemerintah (G), Pajak Neto (NT), Ekspor (X), Impor (M), Output (Y), Nilai tukar (REER) Alat analisis: VAR Panel
Terjadi hubungan antara transaksi berjalan dan pengeluaran pemerintah.
Kenaikan G menaikkan Y dan dan M. Sedangkan menurunkan X.
10 Suci Safitriani (2014)
Jurnal (Buletin Ilmiah Litbang
Perdagangan Internasional dan
Variabel: Ekspor (X), Impor (M), Foreign Direct
Dalam jangka pendek kenaikan FDI akan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
51
Perdagangan) Foreign Direct Investment di Indonesia
Investment (FDI) Alat analisis: VAR
menurunkan ekspor. Tetapi dalam jangka panjang akan menaikkan ekpor.
Hubungan FDI dengan Impor positif. Hal ini karena besaran yang besar pada impor bahan baku.
11 Sri Nawatmi, Agung Nusantara, dan Agus Budi Santosa (2012)
Jurnal (Universitas STIKUBANK Semarang)
Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional
Variabel Dependen: Net Ekspor (Netexpor) Variabel Independen: Nilai Tukar (KURS), PDB Indonesia (GDPIND), PDB Dunia (GDPWORLD) Alat analisis: ARCH/GARCH dan ECM
Nilai tukar dipengaruhi volatilitas saat ini (ARCH) dan periode sebelumnya (GARCH). Di mana volatilitas tersebut tinggi dan sifatnya persisten.
Nilai tukar tidak mempengaruhi net ekspor. Hal ini dikarenakan kebutuhan impor bahan baku yang besar.
12 Umi Salamah (2011)
Jurnal (Universitas
Pengujian Empiris Terhadap
Variabel: Neraca Transaksi Berjalan (CA), Anggaran
Defisit transaksasi berjalan dan defisit anggaran
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
52
Brawijaya Malang)
Hubungan Twin Deficit di Indonesia dengan Analisis Structural Break
Pemerintah (BD), Suku Bunga (IR), Nilai Tukar (ER), Inflasi (P) Alat analisis: VAR
mempunyai hubungan negatif. Hal ini disebabkan karena dua defisit mempunyai respon berbeda terhadap fluktuasi output perekonomian.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
53
C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah
penelitian yang perlu diuji melalui pengumpulan data dan analisis
data. Walaupun hipotesis hanya jawaban bersifat sementara, tetapi
harus didasarkan pada kenyataan dan fakta fakta yang muncul
berdasarkan hasil studi pendahuluan, kemudian dirumuskan
keterkaitannya antara variabel satu dengan variabel lainnya.
Sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu konsep atau
kesimpulan sementara yang akan diuji kebenarannya.
Sehubugan judul yang peneliti bahas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hubungan Defisit Anggaran dengan Transaksi Berjalan
Berdasarkan pada analisis model Mundell-Fleming
untuk perekonomian terbuka besar, di mana diasumsikan
bahwa tingkat bunga berubah-ubah. Apabila terjadi kenaikan
dalam belanja pemerintah atau pemotongan pajak, maka
akan menggeser kurva IS ke kanan. Sehingga terjadi
kenaikan pendapatan dan tingkat bunga. Sedangkan tingkat
bunga yang tinggi menurunkan aliran modal ke luar neto.
Penurunan dalam aliran modal ke luar neto mengurangi
penawaran mata uang domestik di pasar valuta asing. Nilai
tukar akan terapresiasi. Karena barang-barang domestik
menjadi relatif lebih mahal dibantingkan produk luar negeri,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
54
akan membuat ekspor neto turun (Mankiw, 2006).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Malahayati
(2011) dan Nizar (2014) dengan studi kasus di Indonesia
menemukan bahwa defisit anggaran akan menyebabkan
defisit pada transaksi berjalan. Penelitian yang dilakukan
oleh Beetsmana (2008) dengan studi kasus negara-negara
Eropa juga menemukan fenomena twin deficit. Di mana
pengeluaran pemerintah akan menaikkan output dan impor,
sedang ekspor akan menurun.
Ha1: Defisit Anggaran berpengaruh positif terhadap Defisit
Transaksi Berjalan.
2. Hubungan Investasi dengan Transaksi Berjalan
Berdasarkan model Fundell-Fleming, apabila
pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansioner
berupa peningkatan belanja maupun pemotongan pajak, maka
akan menyebabkan perokonomian berjalan cepat. Sehingga
pemerintah perlu menaikkan subu bunga untuk mengurangi
percepatan. Sehingga menyebabkan aliran modal masuk
(capital inflow) bertambah dan permintaan mata uang
domestik akan naik. Sehingga nilai tukar akan terapresiasi dan
permintaan ekpor menurun.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Baharumshah,
Ismail, dan Lau (2009) menemukan bahwa terdapat pengaruh
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
55
yang besar antara investasi dengan transaksi berjalan. Senada
dengan hal tersebut, Budiyanti (2013) menemukan bahwa
investasi berpengaruh negatif terhadap transaksi berjalan. Di
mana, kenaikan investasi akan menurunkan transaksi berjalan.
Ha2: Investasi berpengaruh negatif terhadap Transaksi
Berjalan.
3. Hubungan Defisit Transaksi Berjalan dengan Nilai Tukar
Menurut Simorangkir dan Suseno (2003), terdapat
tiga faktor yang mempengaruhi permintaan valuta asing.
Pertama, faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor
barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap
valuta asing, sehingga nilai tukar akan cenderung melemah.
Sebaliknya, jika impor menurun, maka permintaan valuta
asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar.
Sedangkan apabila semakin besar volume penerimaan ekspor,
maka semakin besar pula valuta asing yang dimiliki oleh
suatu negara dan pada lanjutannya nilai tukar terhadap mata
uang asing cenderung menguat.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Purnomo
(2003) yang meneliti tentang hubungan kausalitas antara
transaksi berjalan dengan nilai tukar menemukan bahwa
defisit neraca transaksi berjalan mempunyai hubungan
negatif dengan nilai tukar.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
56
Ha3: Transaksi Berjalan berpengaruh negatif terhadap Nilai
Tukar.
4. Hubungan Nilai Tukar dengan Defisit Anggaran
Menurut Barro (1989), bila suatu negara melakukan
pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan mengalami
masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya.
Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung
dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok
dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara
peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar terdepresiasi,
maka pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang
akan dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran
cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN
bertambah, lebih dari yang dianggarkan semula (dalam
Anwar, 2014).
Senada dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan
oleh Malahayati (2011) menemukan bahwa terdapat
hubungan antara nilai tukar dengan defisit anggaran. Di
mana terjadi hubungan negatif, meskipun pengaruhnya
hanya kecil.
Ha4: Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap Anggaran
Pemerintah.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
57
5. Hubungan Investasi dengan Defisit Anggaran
Dalam model Mundell-Fleming, kenaikan pada
investasi berarti permintaan mata uang domestik terhadap
mata uang asing meningkat. Hal ini kemudian akan
menyebabkan nilai tukar terapresiasi. Sehingga
menyebabkan cicilan pokok dan bunga pinjaman dalam
struktur APBN dapat ditekan dan belanja APBN dapat
diketan. Sehingga defisit anggaran mengecil.
Senada dengan hal tersebut, penelitian yang
dilakukan oleh Satrianto (2015) menemukan bahwa investasi
berpengaruh negatif terhadap utang luar negeri. Hal ini
disebabkan karena peningkatan FDI akan meningkatkan
modal asing yang masuk ke suatu negara. Masuknya modal
asing ini akan membuat investasi mengalami kenaikan.
Kenaikan investasi ini akan meningkatkan pendapatan
negara baik dalam bentuk pajak maupun pembangunan.
Sehingga menyebabkan defisit anggaran mengecil.
Ha5: Investasi berpengaruh positif terhadap Anggaran
Pemerintah.
D. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengkaji mengenai hubungan antara defisit
anggaran (budget deficit) dengan defisit transaksi berjalan
(current account deficit). Selain itu, peneliti juga meneliti
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
58
hubungan faktor yang mempengaruhinya, termasuk investasi
(investment) dan nilai tukar (exchange rate). Berdasarkan hasil
tersebut, kemudian akan dikemukakan rekomendasi kebijakan
yang dilakukan untuk menghadapi fenomena twin deficit.
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Menurut Kuncoro (2011), metode kuantitatif adalah pendekatan
ilmiah terhadap pengambilan keputusan manajerial dan ekonomi.
Pendektan ini berangkat dari data, terdiri atas perumusan masalah,
susunan model, mendapatkan data, mencari solusi, menguji solusi,
analisis hasil dan mengimplementasikan hasil.
B. Sumber dan Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Sedangkan data yang digunakan adalah neraca transaksi
berjalan, anggaran pemerintah Indonesia, investasi, dan nilai tukar
Indonesia terhadap US Dollar yang diperoleh dari Bank Indonesia
(BI) dan IFS International Monetary Fund (IMF). Data yang
digunakan adalah data time series kuartalan dari tahun 2001Q1
sampai tahun 2018Q3.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua anggota dari suatu ekosistem atau
keselutuhan anggota dari suatu kelompok (Suharyadi, 2009).
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
60
mengenai neraca transaksi berjalan, anggaran pemerintah,
investasi, dan nilai tukar di Indonesia.
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi tertentu
yang menjadi perhatian (Suharyadi, 2009). Dalam penelitian ini
sampel yang digunakan adalah seluruh anggota populasi. Adapun
sampel yang digunakan adalah seluruh data mengenai neraca
transaksi berjalan, anggaran pemerintah, investasi, dan nilai tukar
di Indonesia tahun 2001-2018.
D. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 1)
Anggaran Pemerintah (BD); 2) Neraca Transaksi Berjalan (CAD);
3) Investasi (INV); dan 4) Nilai Tukar (KURS). Adapun definisi
operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1. Neraca Transaksi Berjalan
Neraca transaksi berjalan adalah salah satu pos dalam
neraca pembayaran yang mengukur ekspor dan impor barang
maupun jasa. Data diambil dari publikasi International
Financial Statistics (IFS) IMF dengan data kuartalan antara
tahun 2001Q1 sampai tahun 2018Q3.
2. Anggaran Pemerintah
Anggaran pemerintah (Government Budget) adalah
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
61
selisih antara penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak
dengan pengeluaran pemerintah. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah realisasi Anggaran dan Pendapatan
Negara (APBN) Indonesia antara tahun 2001Q1 sampai tahun
2018Q4. Sedangkan, data yang diambil adalah data publikasi
Bank Indonesia dalam bentuk bulanan yang kemudian
dijadikan bentuk kuartalan dengan menjumlahkan anggaran
tiap tiga bulan.
3. Investasi
Invetasi adalah penanaman uang atau modal di suatu
perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan
di masa yang akan datang. Di mana, dalam penelitian ini
digunakan investasi yang dicatat pada neraca transaksi modal
dan finansial dalam neraca pembayaran. Di mana, investasi
yang dimaksud mencakup arus modal yang dicatat pada sisi
kewajiban dalam neraca pembayaran. Di mana sisi kewajiban
berarti arus modal dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.
Selain itu, investasi terdiri dari 1) investasi langsung; 2)
investasi portofolio; dan 3) investasi lainnya berupa pinjaman.
Selain itu, data yang digunakan antara tahun 2001Q1-2018Q3.
Sedangkan data diperoleh dari Balance of Payment (BoP)
IMF.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
62
4. Nilai Tukar
Menurut Mankiw (2006), Nilai tukar (exchange rate)
antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati
penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar
riil rupiah terhadap US Dollar period average
2001Q1-2018Q3. Data tersebut diperoleh International
Financial Statistic (IFS) IMF.
E. Metode Analisis Data
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
jangka panjang dan pendek antara neraca transaksi berjalan dan
anggaran pemerintah di Indonesia, serta hubungannya dengan
nilai tukar. Adapaun teknik analisis yang digunakan adalah
metode VAR/VECM.
Menurut Widarjono (2013), seringkali teori ekonomi
belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Misalnya teori
terlalu kompleks sehingga spesifikasi harus di buat atau
sebaliknya fenomena yang ada terlalu kompleks jika hanya
dijelaskan dengan teori yang ada. Sehingga kemudian
dikembangkan persamaan Vector Autoregression untuk menjawab
permasalahan di atas. Di mana model ini dibangun dengan
pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
63
mampu menangkap fenomena dengan baik.
Dalam model VAR hanya perlu memperhatikan dua hal
yaitu: (1) tidak perlu membedakan variabel endogen dan eksogen.
Hal ini dikarenakan semua variabel, baik endogen maupun
eksogen yang dipercaya saling berhubungan seharusnya
dimasukkan di dalam model. Selain itu, variabel eksogen juga
bisa dimasukkan di dalam VAR. (2) untuk melihat hubungan
antara variabel di dalam VAR dibutuhkan sejumlah kelambanan
variabel yang ada. Kelambanan variabel ini diperlukan untuk
menangkap efek dari variabel tersebut terhadap variabel yang lain
di dalam model (Widarjono, 2013).
Menurut Fauziyyah (2016), hubungan kausalitas sederhana
hanya terjadi antara dua variabel. Namun dalam sebuah penelitian
seringkali tidak hanya dua variabel pengamatan yang memiliki
hubungan kausalitas sehingga memunculkan model VAR yang
lebih rumit. Persamaan dengan variabel pengamatan sebanyak n
dengan observasi sebanyak t dan ordo p. Secara umum model
VAR dapat dituliskan sebagai berirkut:
tptpttt YAYAYAAY ...22110 (3.1)
Di mana:
Yt = vector variabel endogen (Y1t, Y2t,..Ynt) berukuran n x 1
A0 = vector intercept berukuran n x 1
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
64
A1 = matrik parameter berukuran n x 1
εt = vector sisaan (ε1t, ε2t, …εnt ) berukuran n x 1
Pada penelitian ini variabel yang akan diteliti sebanyak 4
variabel yang diduga memiliki kemungkinan dalam hubungan
kausalitas. Variabel tersebut adalah Neraca Transaksi Berjalan
(Y1), Anggaran Pemerintah (Y2), Investasi (Y3), dan Nilai Tukar
(Y4). Adapun model persamaan VAR dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
𝐶𝐴𝐷 = ∑ 𝛼𝑖𝐿𝑖𝐶𝐴𝐷𝑡
𝑛𝑖=1 + ∑ +𝑛
𝑖=1 𝛽𝑖𝐿𝑖𝐵𝐷𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛾𝑖𝐿
𝑖𝐼𝑁𝑉𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛽𝑖𝐿
𝑖𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡 + 𝜀𝑡 (3.2)
𝐵𝐷 = ∑ 𝛼𝑖𝐿𝑖𝐶𝐴𝐷𝑡
𝑛𝑖=1 + ∑ +𝑛
𝑖=1 𝛽𝑖𝐿𝑖𝐵𝐷𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛾𝑖𝐿
𝑖𝐼𝑁𝑉𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛽𝑖𝐿
𝑖𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡 + 𝜀𝑡 (3.3)
𝐼𝑁𝑉 = ∑ 𝛼𝑖𝐿𝑖𝐶𝐴𝐷𝑡
𝑛𝑖=1 + ∑ +𝑛
𝑖=1 𝛽𝑖𝐿𝑖𝐵𝐷𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛾𝑖𝐿
𝑖𝐼𝑁𝑉𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛽𝑖𝐿
𝑖𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡 + 𝜀𝑡 (3.4)
𝐸𝑅 = ∑ 𝛼𝑖𝐿𝑖𝐶𝐴𝐷𝑡
𝑛𝑖=1 + ∑ +𝑛
𝑖=1 𝛽𝑖𝐿𝑖𝐵𝐷𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛾𝑖𝐿
𝑖𝐼𝑁𝑉𝑡 +
∑ +𝑛𝑖=1 𝛽𝑖𝐿
𝑖𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡 + 𝜀𝑡 (3.5)
Di mana:
CAD = Neraca Transaksi Berjalan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
65
BD = Anggaran Pemerintah
INV = Investasi
KURS = Nilai Tukar
Secara umum langkah-langkah dalam menggunakan model
VAR dimulai dengan uji stasioneritas data, uji panjang lag
optimal, uji kausalitas granger, uji kointegrasi, estimasi model
VAR, Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error
Variance Decompotition (VD).
Gambar (3.1) menunjukkan tahapan-tahapan yang perlu
dilakukan dalam pengujian dengan metode VAR/VECM
Gambar 3.1 Langkah-langkah Uji VAR/VECM
Sumber: Ascarya, 2012
1. Uji Stasioneritas
Data time series seringkali tidak stasioner sehingga
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
66
menyebabkan hasil regresi yang meragukan atau disebut
regresi lancung (spurious regression). Regresi lancung
adalah situasi di mana hasil regresi menunjukkan koefisien
regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien
determinasi yang tinggi namun hubungan antara variabel di
dalam model tidak saling berhubungan (Widarjono, 2013).
Oleh karena itu, penting untuk melihat apakah suatu data
stasioner atau tidak. Hal ini dikarenakan data yang stasioner
cenderung menghasilkan regresi yang lancung.
Menurut Widarjono (2013), proses yang bersifat
random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel
random dalam urutan waktu. Setiap data time series
merupakan suatu data dari proses stokastik. Suatu data hasil
proses random dikatakan stasioner jika memenuhi tiga
kriteria yaitu jika rata-rata dan variannya konstan sepanjang
waktu dan kovarian antara dua data runtut waktu hanya
tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu
tersebut. Secara statistik dapat dinyatakan sebagai berikut:
)( tYE (rata-rata dari Y konstan) (3.6)
22)()( tt YEYVar (kovarian dari Y konstan) (3.7)
)])([( kttt YYE (kovarian) (3.8)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
67
Di mana persamaan di atas menyatakan bahwa
kovarian γk pada kelambanan (lag) k adalah kovarian antara
nilai Yt dan Yt+k. Jika nilai k=0 maka didapatkan γ0 pyang
merupakan varian dari Y. Bila k=1 maka γ1 merupakan
kovarian antara dua nilai Y yang saling berurutan.
Jika data Yt adalah stasioner maka rata-rata, varian dan
kovarian dari data Yt+k harus sama dengan Yt. Dengan kata
lain, data time series dikatakan stasioner jika rata-rata, varian
dan kovarian pada setiap lag adalah sama tetap sama pada
setiap waktu. Jika data time series tidak memenuhi kriteria
tersebut maka data dikatakan tidak stasioner.
Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan
melakukan uji akar unit. Di mana jika data time series
mempunyai akar unit maka dikatakan data tersebut bergerak
secara random (random walk) dan data yang mempunyai
sifat random walk dikatakan data tidak stasioner. Salah satu
uji akar unit yang sering digunakan adalah uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF) dengan model seperti berikut:
t
p
iittt YYTaaY
211110 (3.9)
Di mana kestasioneran data dapat ditentukan dengan
cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
68
kritisnya distribusi statistik Mackinnon. Nilai statistik ADF
ditunjukkan oleh nilai t-statistik koefisien γYt-1. Apabila
nilai statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data
yang diamati menjunjukkan stasioner. Namun, jika nilai nilai
absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka
data tidak stasioner (Nugroho, Qoyum, Hashfi, & Syarif,
2015).
Dalam uji ADF data dimungkinkan tidak stasioner
pada tingkat level. Sehingga diduga stasioner pada tingkat
diferensi data. Sehingga kemudian perlu dilakukan uji
kointegrasi untuk melihat adakah hubungan jangka panjang
diantara variabel di dalam model yang dibangun.
2. Pemilihan Panjang Kelambanan (Lag) Optimal
Dalam VAR/VECM penggunaan lag tepat adalah
sangat penting. Lag yang terlalu sedikit akan berpotensi
menimbulkan masalah bias spesifikasi sedangkan jika terlalu
banyak akan menghabiskan degree of freedom, dan dengan
demikian estimasi menjadi tidak efisien (Ariefianto, 2012:
112).
Untuk menetapkan besarnya lag yang optimal dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria antara lain:
Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Information
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
69
Criterion (SIC), Hannan Quinn Information Criterion (HQ),
dan Likelihood Ratio (LR). Besarnya lag yang optimal
ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria terkecil
diantara keempat kriteria tersebut. Jika terdapat kandidat lag
yang berbeda-beda dari tiap kriteria, maka dapat digunakan
salah satu kriteria (umumnya AIC dan SIC) atau dengan
membandingkan nilai Adjusted R² dari setiap kriteria. Selang
optimal akan dipilih dari sistem VAR/VECM dengan selang
tertentu yang menghasilkan nilai Adjusted R² terbesar pada
variabel penting dalam sistem.
Selain itu, stabilitas sistem VAR/VECM pun perlu
diperhatikan dalam penentuan lag. Stabilitas VAR/VECM
dapat dilihat dari nilai modulus di tabel AR roots-nya, jika
seluruh nilai AR roots-nya di bawah satu, maka sistem
tersebut bisa dikatakan stabil.
3. Uji kausalitas Granger
Uji kausalitas granger dilakukan untuk mencari
hubungan sebab akibat atau uji kausalitas antar variabel
endogen di dalam sistem VAR. Di mana hubungan sebab
akibat yang diuji dapat terjadi hubungan satu arah maupun
dua arah atau timbal balik atau bahkan tidak ada hubungan
sama sekali. Berikut adalah persamaan yang dilakukan untuk
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
70
melakukan uji kausalitas granger:
tn
i
n
i ttt YYaY 1 1 1111 (3.10)
tm
i
m
i ttt YXX 1 1 1111 (3.11)
Dari persamaan di atas diasumsikan εt sebagai
disturbance term yang tidak berkolerasi.
Kemudian, untuk melihat ada atau tidaknya
kausalitas diuji melalui uji F atau dilihat dari nilai
probabilitasnya (Widarjono, 2013). Jika nilai F hitung lebih
besar dari F tabel maka variabel Y mempengaruhi variabel X.
Jika hasilnya sebaliknya, maka variabel Y tidak
mempengaruhi variabel X.
4. Uji Kointegrasi
Pada dasarnya uji kointegrasi muncul ketika akan
melakukan persamaan regresi pada data yang tidak stasioner
pada tingkat level (Gambar 3.4). Oleh karena itu data
non-stasioner harus ditransformasukan dalam bentuk stasioner
terlebih dahulu (Nugroho, Qoyum, Hashfi, & Syarif, 2015:
60).
Suatu hubungan kointegrasi dapat dipandang sebagai
hubungan jangka panjang (ekuilibrium). Suatu set variabel
dapat saja terdevisiasi dari pola ekuilibrium. Namun demikian,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
71
diharapkan terdapat suatu mekanisme jangka panjang yang
mengembalikan variabel-variabel dimaksud pada pola
hubungan ekuilibrium (Ariefianto, 2012: 143).
Beberapa cara untuk melakukan uji kontegrasi antara
lain: Eangle Granger Cointegration Test, Johanses
Cointegration Test, Cointegrating Regression Durbin Watson
(CRDW). Kointegrasi dapat dilihat dari rank kointegrasi. Rank
kointegrasi (r) adalah jumlah dari seluruh hubungan
kointegrasi. Nilai r dapat diuji dengan uji kointegrasi Johansen.
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: rank ≤ r
H1: rank ≥ r
Jika trace statistic lebih besar dari critical value, maka
terdapat kointegrasi. Sehingga model yang digunakan adalah
Vector Error Correction Model (VECM). Jika tidak terdapat
kointegrasi, maka model yang digunakan adalah model VAR
dengan pendifferensian sampai lag ke-d.
5. Estimasi Model VAR/VECM
Uji VAR/VECM muncul dari kritik Christoper Sims
(1980) yang berpendapat apabila ada keserentakan antara
sebuah kumpulan variabel, mereka seharusnya diperlakukan
dalam keadaan yang adil (equal footing); seharusnya tidak ada
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
72
priori perbedaan antar variabel endogen dan eksogen (Dalam
Gujarati & Porter, 2012: 485)
Walaupun demikian, menurut Widarjono (2013), hasil
estimasi VAR seringkali tidak memuaskan dilihat dari uji t.
Kelambanan variabel endogen di dalam sistem VAR
kemungkinan tidak signifikan secara statistik. Selain itu
secara individual koefisien di dalam model VAR sulit
diinterpretasikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian
lanjutan untuk menganalisis hubungan antar variabel. Hal ini
bisa dilakukan menggunakan analisis Impulse Response
Function (IRF) dan Forecast Error Decompotition Variance
(VD).
6. Impulse Respond Function (IRF)
Analisis IRF melacak respon dari variabel endogen di
dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shock) atau
perubahan di dalam variabel gangguan (e). Di mana adanya
shock gangguan dalam persamaan model VAR sebesar satu
deviasi standar akan mempengaruhi variabel endogen pada
saat ini maupun di masa mendatang. Selain itu, variabel
endogen ini juga akan mempengaruhi persamaan lainnya di
mana variabel endogen tersebut digunakan sebagai variabel
eksogen (Widarjono, 2013).
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
73
7. Forecast Error Variance Demopotition (VD)
Selain IRF, model VAR juga menyediakan analisis
VD, yang memberikan metode yang berbeda di dalam
menggambarkan sistem dinamis VAR dibanding IRF. Di
mana analisis VD menggambarkan relatif pentingnya setiap
variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock. VD
berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian
setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di
dalam VAR.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
74
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Analisis Deskriptif
Berdasarkan tabel (4.1) di bawah, diketahui bahwa
sampel yang digunakan sebanyak 71 sampel yang didapatkan
dari tahun 200Q1-2018Q3. Pada variabel transaksi berjalan
nilai paling rendah sebesar USD-10,125 Miliar yang
didapatkan pada tahun 2013Q2. Sedangkan posisi paling
tinggi diperoleh pada tahun 2006Q2 dengan nilai sebesar
USD3,794 Miliar. Sedangkan rata-rata nilai transaksi berjalan
sebesar USD-1,290 Miliar dan standar deviasi sebesar
USD3,913 Miliar.
Tabel 4.1 Analisis Deskriptif
Rincian N Min. Maks. Rata-rata Std.
Deviation
Transaksi Berjalan 71 -10.125 3.794 -1.290 3.913
Anggaran Pemerintah
71 -174.943 72.135 -30.574 46.968
Investasi 71 -10.598 18.386 5.431 5.741
Nilai Tukar 71 8441.267 14614.36 10443.59 1818.213
Sumber: Olah data penulis
Selain itu, variabel anggaran pemerintah mencatatkan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
75
defisit terbesar pada tahun 2015Q3 dengan nilai USD-174,944
Miliar. Sedangkan surplus paling tinggi sebesar USD72,135
Miliar dengan standar deviasi sebesar USD46,968 Miliar. Di
mana terjadi deviasi yang cukup besar pada anggaran
pemerintah. Hal ini dikarenakan data yang digunakan adalah
data kuartal. Sehingga transaksi dalam anggaran pemerintah
cenderung berfluktuaktif. Meskipun demikian, akumulasi
secara tahunan mencatat perubahan yang tidak terlampau
besar. Sedangkan rata-rata anggaran pemerintah mencatatkan
defisit sebesar USD-30,574 Miliar.
Variabel investasi mencatatkan aliran modal ke luar
paling besar pada tahun 2016Q4 sebesar USD-10,598 Miliar.
Hal tersebut dipengaruhi oleh transaksi tutup sendiri (crossing)
atas saham emiten di sektor perbankan pada bursa saham
domestik. Sedangkan aliran modal masuk (inflow) paling
besar terjadi pada tahun 2014Q4 sebesar USD18,838 Miliar
dengan standar deviasi sebesar USD5,741 Miliar.
Sedangkan variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar
pada tahun 2003Q3 tercatat sebesar Rp8,441. Sedangkan
depresiasi nilai tukar terendah terjadi pada tahun 2018Q3
sebesar Rp14,614. Rata-rata nilai tukar sebesar Rp10,443
dengan standar deviasi sebesar Rp1,181.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
76
2. Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia
Pada tahun 2017 kinerja transaksi berjalan terus
membaik dengan mencatatkan defisit yang semakin menurun
(Gambar 4.1). Di mana perbaikan transaksi berjalan ditopang
oleh surplus neraca perdagangan barang, khususnya
nonmigas (Tabel 4.2). Surplus neraca perdagangan barang
nonmigas tahun 2017 meningkat 30,4% didorong kenaikan
nilai ekspor akibat perbaikan harga komoditas global dan
peningkatan permintaan negara-negara mitra dagang utama.
Namun demikian, perbaikan ekspor masih bertumpu pada
ekspor berbasis komoditas meskipun beberapa produk
manufaktur mulai membaik (Bank Indonesia, 2017).
Gambar 4.1 Transaksi Berjalan di Indonesia
Sumber: SDDS Bank Indonesia, November 2018
Tabel 4.2 Neraca Barang Dagangan Umum
di Indonesia (Juta USD)
-4,00
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
2012
2013
2014
2015
2016
2017
CA
(%G
DP
)
Rincian 2015 2016 2017 Nonmigas 19.023 19.516 24.293
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
77
Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia 2017, BI
Kinerja neraca perdagangan nonmigas pada 2017
membaik, dipengaruhi dampak positif dari pemulihan
ekonomi global yang terus berlanjut dan harga komoditas
yang meningkat. Peningkatan harga komoditas telah
mendorong kenaikan terms of trade dan sekaligus
meningkatkan ekspor nonmigas indonesia (Bank Indonesia,
2017).
Di mana pada tahun 2017, kenaikan pada surplus
neraca perdagangan nonmigas mencapai USD 4.677 juta
dibanding tahun 2016. Pada gilirannya hal ini dapat
menopang perbaikan transaksi berjalan. Disamping masih
terjadi defisit pada neraca migas dan defisit neraca jasa dan
pendapatan primer (Gambar 4.2).
Walaupun demikian, kinerja neraca jasa dan
pendapatan primer pada tahun 2017 menurun sehingga turut
memberikan tekanan pada defisit transaksi berjalan.
Peningkatan defisit transaksi berjalan sebagai akibat dari
tingginya pembayaran atas imbal hasil penempatan investasi
Minyak -13.105 -9.670 -12.780 Gas 7.402 4.908 5.480 Total 13.319 14.744 17.993
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
78
langsung.
Selain itu, tekanan pada defisit transaksi berjalan juga
bersumber dari kenaikan defisit neraca jasa yang disebabkan
oleh jasa pengiriman barang. Sedangkan surplus neraca
pendapatan sekunder pada 2017 relatif sama dengan capaian
2016. Hal tersebut didorong oleh surplus remitasi yang stabil
(Bank Indonesia, 2017).
Gambar 4.2 Transaksi Berjalan di Indonesia
Tahun 2015-2017
Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia, BI
3. Anggaran Pemerintah di Indonesia
Pada tahun 2008-2017 terjadi peningkatan
pengeluaran belanja pemerintah yang mengakibatkan defisit
anggaran semakin besar. Hal ini ditunjukkan dalam (Gambar
4.3). Di mana belanja pemerintah mencapai 1.749,4 Triliun
pada realisasi per 30 November 2017. Walaupun demikian,
terdapat perbedaaan mendasar pengelolaan anggaran
-50000
-40000
-30000
-20000
-10000
0
10000
20000
30000
2015 2016 2017
Dal
am J
uta
USD
Pendapatan Sekunder
Pendapatan Primer
Jasa-jasa
Barang
Transaksi Berjalan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
79
pemerintah dari tahun ke tahun. Terlebih bila dibandingkan
dengan sebelum tahun 2015, di mana subsidi untuk energi
terlampau besar (Tabel 4.3).
Gambar 4.3 Defisit Anggaran di Indonesia
Sumber: SDDS, Bank Indonesia
Berdasarkan (Gambar 4.3) kondisi defisit anggaran
pada tahun 2017 sudah mencapai 2,56% dari PDB. Di mana
batas defisit yang disarankan adalah sebesar 3,0% dari PDB.
Selain itu, menurut Kuncoro (2013), dari sudut kacamata
ekonomi publik, fungsi anggaran setidaknya mencakup
aspek alokasi, stabilisasi, dan distribusi. Di mana fungsi
tersebut tertuang dalam anggaran pemerintah (APBN).
Tabel 4.3 Belanja tahun 2014 dan 2017 (Rp Triliun)
-400000,0
-350000,0
-300000,0
-250000,0
-200000,0
-150000,0
-100000,0
-50000,0
0,0
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
An
gara
n P
em
eri
nta
h
APBN (Miliar Rp) APBN (%GDP)
Rincian 2014 2017 Belanja Pegawai 258,4 340,4 Belanja Barang 195,2 318,8 Belanja Modal 160,8 206,2
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
80
Sumber: Publikasi Realisasi APBN tahun 2014 dan 2017, Kemenkeu
Berdasarkan tabel (4.3) di atas bisa ditemukan
perbedaan mencolok pada subsidi pemerintah. Di mana pada
tahun 2014 subsidi pemerintah untuk energi sebesar
mencapai Rp350,3 triliun. Sedangkan pada tahun 2015
terjadi pemangkasan subsidi energi, terutama Bahan Bakar
Minyak (BBM), di mana pada tahun 2017 nilainya hanya
Rp89,9 triliun. Di mana hal ini dikarenakan subsidi BBM
tidak tepat sasaran, dan hanya memberatkan APBN
(Kuncoro, 2013).
Selain itu, dalam belanja pemerintah terdapat pos
tambahan, yaitu pos Dana Desa. Di mana besaran pos ini
dalam APBN 2017 mencapai Rp60 triliun. Sedangkan dana
subsidi sebelumnya kemudian dipindahkan untuk pos
Pembayaran Utang 135,5 219,2 Subsidi 403,0 168,9 Belanja Hibah 2,9 5,5 Bantuan Sosial 96,7 58,1 Belanja Lainnya 27,9 49,9 Dana Perimbangan 491,9 - Dana Otonomi Khusus
104,6 -
Transfer ke derah - 706,3 Dana Desa - 60 Jumlah 1.876,9 2.133,3
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
81
lainnya, terutama belanja barang. Di mana proyek
pembangunan infrastruktur terus dilakukan pemerintah.
Selain dari sisi belanja, APBN juga terdiri dari pos
anggaran pendapatan. Di mana pos ini terdiri dari berbagai
macam pajak, retribusi, royalti, bagian laba BUMN, dan
berbagai pendapatan non-pajak lainnya. Namun demikian,
yang paling dominan dan sekaligus paling krusial sebagai
instrumen fiskal dari sisi penerimaan adalah pajak
(Tambunan, 2011).
Di mana pada realisasi APBN per 30 November 2017
penerimaan pajak berdasarkan anggaran sebesar Rp1.736,1
triliun. Sedangkan aktualnya sebesar Rp1.395,6 triliun atau
pencapaiannya sebesar 80,4% (Tabel 4.4). Sedangkan
pendapatan terbesar ada pada pos Pajak dalam Negeri yaitu
sebesar 82,8% dari total penerimaan negara. Berikut ini
adalah penerimaan APBN pada tahun 2017:
Tabel 4.4 Penerimaan Pemerintah tahun 2017 (Rp Triliun)
Rincian 2017 % Pajak dalam Negeri 1.436,7 82.8% Pajak Perdagangan Internasional 36,0 2.1% Penerimaan Sumber Daya Alam 95,6 5.5% Bagian Laba BUMN 41,0 2.4% PNPB Lainnya 85,1 4.9% Pendapatan BLU 38,5 2.2%
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
82
Sumber: Publikasi Realisasi APBN per 30 November 2017,
Kemenkeu
4. Investasi
Krisis yang terjadi di Indonesia tahun 1998 cukup
memberikan dampak signifikan terhadap transaksi finansial di
Indonesia. Pada awal terjadinya krisis, transaksi yang semula
mencatatkan surplus berubah menjadi defisit yang semakin
membesar akibat defisit pada investasi portofolio sejalan
dengan terjadinya pembalikan arus modal dan investasi
lainnya. Sedangkan investasi langsung masih surplus. Namun,
pada tahun 1998 kondisi semakin memburuk sehingga seluruh
komponen transaksi finansial mencatat defisit. Barulah pada
tahun 2002 aliran modal investasi langsung mulai pulih.
Sedangkan investasi portofolio dan investasi lainnya mulai
pulih pada tahun 2008 (Widodo et. al., 2013).
Berdasarkan Laporan Perekonomian Indonesia dari
Bank Indonesia (2017), pada tahun 2017 terjadi kenaikan
surplus pada transaksi modal dan finansial. Hal ini didukung
oleh membaiknya persepsi investor terhadap prospek ekonomi
Indonesia dan risiko global yang secara umum menurun.
Hibah 3,1 0.2% Total 1.736,1 100.0%
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
83
Gambar 4.4 Aliran Modal Asing di Indonesia
Menurut Komponen
Sumber: Balance of Payment (BoP), IMF
Gambar (4.4) menunjukkan aliran modal asing di
Indonesia. Di mana setiap tahunnya selalu mengalami
kenaikan. Akan tetapi pada tahun 2016 terjadi penurunan
yang cukup besar pada investasi langsung dan investasi
lainnya. Sehingga menyebabkan neraca modal dan transaksi
finansial mencatatkan penurunan yang cukup tajam
dibandingkan dengan tahun 2015.
Hal tersebut dipengaruhi oleh transaksi tutup sendiri
(crossing) atas saham emiten di sektor perbankan pada bursa
saham domestik. Investasi langsung asing yang semula
tercatat pada sektor perbankan tersebut awalnya berasal dari
dana yang bersumber dari dalam negeri (round-tripping FDI),
sehingga saat terjadi divestasi asing (outflow di sisi
kewajiban investasi langsung), terjadi pula divestasi oleh
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Inve
sta
si (
Mili
ar
USD
)
FDI Portofolio Other Net
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
84
investor domestik atas emitas di luar negeri yang memiliki
saham perbankan dimaksud (inflow di sisi aset investasi
langsung) dengan nilai yang sama (Bank Indonesia, 2017).
Dengan demikian, meskipun investasi asing langsung
mengalami outflow, namun neto investasi asing langsung
tidak berubah. Karena pada saat yang sama investasi asing
langsung dari sisi aset mengalami inflow dengan jumlah
yang relatif sama seiring dengan menurunnya investasi asing
langsung pada special purpose vehicle (SVP) di luar negeri
(Bank Indonesia, 2017).
5. Nilai Tukar
Sejak sebelum tahun 1997, Indonesia menerapkan
sistem nili tukar tetap. Akan tetapi kemudian pada tahun
1997 terjadi krisis pada Bath Thailand. Hal ini kemudian
menyebar ke beberapa negara Asia seperti, Malaysia,
Filipina, Korea, dan Indonesia. Untuk mencegah penularan
dari krisis nilai tukar pada negara tetangga tersebut, Bank
Indonesia kemudian melakukan berbagai kebijakan
pencegahan. Diantaranya adalah dengan melalui pelebaran
rentang intervensi (Spread) dan intervensi di pasar valuta
asing. Akan tetapi kebijakan tersebut ternyata tidak mampu
meredam depresiasi nilai tukar rupiah. Sementara itu
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
85
intervensi di pasar valuta asing hanya memberikan efek yang
sangat marginal, sedangkan cadangan devisa terus menurun
karena ini. Oleh karena untuk mencegah habisnya cadangan
devisa, pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah
mengambil kebijakan untuk mengambangkan nilai tukar
rupiah menganut sistem nilai tukar mengambang bebas
(Simonangkir & Suseno, 2003).
Sedangkan, perkembangan nilai tukar pada tahun
2017 secara umum cukup stabil, meskipun sempat
mengalami tekanan pada triwulan terakhir akibat faktor
eksternal. Terjaganya nilai tukar rupiah tidak terlepas dari
kinerja positif NPI (Neraca Pembayaran Indonesia) yang
mencatatkan surplus. Di mana surplus NPI didukung oleh
cukup derasnya aliran masuk modal asing dan menurunnya
defisit transaksi berjalan. Selain imbal hasil yang menarik,
perbaikan prospek perekonomian Indonesia mendorong
aliran masuk modal asing ke Indonesia.
Dari sisi eksternal, dinamika global sepanjang 2017
yang terutama dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi dan
perkembangan politik AS dan Eropa juga mewarnai
pergerakan rupiah. Secara umum, faktor eksternal cukup
kondusif bagi perkembangan nilai tukar rupiah, meskipun
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
86
kemudian memberikan pengaruh kurang menguntungkan
pada kuartal IV tahun 2017 (Gambar 4.5).
Gambar 4.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Sumber: SDDS Bank Indonesia, Mei 2018
Di mana sejak kuartal kuartal II tahun 2016, nilai
tukar rupiah secara rata-rata berada di rentang
Rp13.300/USD. Namun pada kuartal IV tahun 2017
mengalami kenikan mencapai Rp13.500/USD. Hal ini
terutama dipengaruhi dari perkembangan dari Amerika
Serikat yang memicu ketidakpastian global antara lain terkait
dengan perkembangan politik dan kebijakan ekonomi,
termasuk arah normalisasi kebijakan moneter AS. Dari China,
ketidakpastian global muncul terkait dengan keraguan pasar
dalam merespon perekonomian China yang tumbuh di atas
perkiraan awal. Dari Eropa, resiko global terkait dengan arah
penurunan volume quantitive easing (QE) European Central
12900
13000
13100
13200
13300
13400
13500
13600
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2016 2017
Nila
i Tu
kar
(Rp
/USD
)
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
87
Bank (ECB).
B. Analisis Data Penelitian
1. Uji Stasioneritas Data
Uji stasioneritas data dilakukan untuk memastikan ada
tidaknya akar unit pada variabel-variabel yang akan diteliti.
Berdasarkan uji Augmented Dickey Fuller (ADF), variabel
anggaran pemerintah (BD) dan investasi (INV) sudah
stasioner pada tingkat level. Akan tetapi transaksi berjalan
(CAD) dan nilai tukar (KURS) tidak stasioner atau
mempunyai akar unit pada tingkat level. Sehingga untuk
menghilangkan akar unit tersebut dilakukan pengujian
stasioneritas pada first difference.
Tabel 4.5 Hasil Uji Stasioneritas
Variabel Level First Difference
ADF statistic t-statistic 0.05 ADF statistic t-statistic 0.05 Intercept
CAD -1.695912 -2.903566 -10.72780*** -2.904198 BD -1.041461 -2.906210 -8.572353*** -2.906210 INV -4.440469*** -2.903566 -7.379551*** -2.906210 KURS -0.214444 -2.904848 -5.883090*** -2.904848
Intercept dan Tren CAD -3.213191 -3.475305 -10.70108*** -3.476275 BD -8.860562*** -3.475305 -8.521111*** -3.479367 INV -6.631403*** -3.475305 -7.359938*** -3.479367 KURS -2.720091 -3.476275 -6.020546*** -3.477275
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
88
No Intercept dan Tren CAD -1.409409 -1.945525 -10.72028*** -1.945596 BD -0.266099 -1.945823 -8.577416*** -1.945823 INV -1.184880 -1.945669 -7.342515*** -1.945823 KURS 1.150384 -1.945669 -5.773082*** -1.945669 Keterangan: ***) signifikan pada taraf 1%. **) signifikan pada taraf 5%
Sumber: Lampiran 2.1
Berdasarkan hasil uji stasioneritas pada tabel (4.5),
diketahui apabila pada tingkat first defference semua variabel
telah stasioner. Oleh karena itu, langkah selanjutnya akan
dilakukan uji pemilihan lag optimal. Kemudian dilanjutkan
dengan uji kointegrasi untuk menentukan apakah akan
menggunakan model VECM atau VAR First Difference.
2. Uji Pemilihan Lag Optimal
Menurut Malahayati (2011), penetapan lag optimal
dilakukan karena dalam model VAR lag optimal dari variabel
endogen merupakan variabel independen yang digunakan
dalam model. Dalam penelitian ini, penetapan lag optimum
dipilih dengan menggunakan kriteria Aike Information
Criteria (AIC) dan Schwartz Information Criteria (SC)
minimum. Berdasarkan tabel (4.6), AIC dan SC
merekomendasikan lag 1. Oleh karena itu, pengujian
selanjutnya akan menggunakan lag 1 sebagai lag optimal.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
89
Tabel 4.6 Hasil Uji Pemilihan Lag Optimal
Lag AIC SC 0 20.36285 20.49665 1 16.34365* 17.01269* 2 16.53617 17.74045 3 16.65555 18.39506 4 16.76306 19.03780
Keterangan: *) kriteria nilai terkecil
Sumber: Lampiran 2.2
3. Uji Stabilitas Model
Model Vector Autoregressive sangat sensitif terhadap
time lag. Sehingga penentuan lag akan digunakan untuk
melihat stabilitas VAR. Di mana uji stabilitas VAR dilakukan
dari lag 1 sampai optimum lag. Model VAR yang stabil akan
menghasilkan estimasi yang unbiased dari waktu ke waktu
(Qoyum et. Al., 2015). Di mana apabila nilai modulus lebih
besar dari 1 maka dapat dikatakan model tidak stabil. Namun,
apabila modulus kurang dari satu, maka model dapat
dikatakan stabil. Sedangkan hasil yang didapatkan adalah nilai
modulus kurang dari 1 untuk lag 1. Sehingga dapat dikatakan
model sudah stabil (Tabel 4.7).
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
90
Tabel 4.7 Hasil Uji Stabilitas Model
Root Modulus -0.427176 - 0.296797i 0.520161 -0.427176 + 0.296797i 0.520161 -0.232883 0.232883 -0.103114 0.103114
Sumber: Lampiran 2.3
4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui informasi
mengenai keberadaan hubungan jangka panjang antar variabel.
Persyaratan yang perlu dipenuhi dalam proses kointegrasi
adalah seluruh variabel harus telah stasioner pada drajat yang
sama. Dalam hal ini seluruh variabel stasioner pada tingkat
first difference, sehingga uji kointegrasi dapat dilakukan.
Apabila terdapat kointegrasi model yang diuji, maka
selanjutnya akan menggunakan analisis VECM, jika tidak
terdapat kointegrasi, selanjutnya dilanjutkan dengan
menggunakan metode VAR first difference (Malahayati,
2011).
Uji kointegrasi pada penelitian ini menggunakan uji
johansen cointegration Test. Sedangkan lag yang digunakan
dalam menguji kointegrasi menggunakan lag yang dipilih
sebelumnya. Kemudian, suatu model dinyatakan memiliki
kointegrasi apabila nilai Trace Statistic > Critical Value
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
91
dengan nilai kritis 5%. Hasil yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Kointegrasi
Rank Kointegrasi
Trace Statistic Critical Value Prob.
1 77.12641 54.07904 0.0001*** 2 37.42021 35.19275 0.0283** 3 16.82695 20.26184 0.1391 4 1.509787 9.164546 0.8716
Keterangan: Keterangan: **) signifikan pada 5%. ***) signifikan pada 1%. Sumber: Lampiran 2.4
Berdasarkan hasil uji pada tabel (4.8) diketahui bahwa
nilai trace value pada rank 1 sampai 2 lebih besar dari cirical
value pada taraf 5%. Dari hasil tersebut dapat diketahui
bahwa terdapat dua persamaan kointegrasi. Sehingga dapat
disimpulkan terdapat hubungan jangka panjang pada model.
Oleh karena itu, maka model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah VECM.
5. Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger dilakukan untuk melihat apakah
antara satu variabel dengan variabel lain di dalam model
mempunyai pengaruh satu sama lain. Di mana pengaruh yang
terjadi dapat dilihat apakah terjadi hubungan satu arah atau
dua arah. Berikut adalah hasilnya:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
92
Tabel 4.9 Hasil Bivariate Granger Causality Test
Variabel Dependen BD Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 0.7766 0.0014*** 0.1796 Variabel Dependen CAD Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 2.E-06*** 0.0127** 0.0002*** Variabel Dependen INV Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 0.0537 0.2312 0.3435 Variabel Dependen KURS Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 0.5180 0.0002*** 0.0847 Keterangan: **) signifikan pada 5%. ***) signifikan pada 1%
Sumber: Lampiran 2.5.
Hipotesis null yang digunakan pada uji Bivariate
Granger Causality Test adalah tidak terdapat hubungan antara
variabel yang diuji. Sehingga apabila nilai probabilitas lebih
kecil dari α (0.05 atau 5%) maka hipotesis null dapat ditolak.
Sehingga hipotesis alternatif diterima, yaitu terdapat
hubungan antara variabel yang diuji.
Berdasarkan hasil di atas diketahui bahwa nilai Prob.
F-Statistic BD terhadap CAD sebesar 2.E-06 (0.000002) < α
(0.05). INV terhadap BD sebesar 0.0014 < α (0.05) dan Prob.
F-Statistic INV terhadap CAD sebesar 0.0127. Selain itu,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
93
diketahui Prob. F-Statistic BD terhadap KURS sebesar 0.0002
< α (0.05) dan KURS terhadap CAD sebesar 0.0002 < α
(0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara BD mempengaruhi CAD. Selain itu, terdapat pola
hubungan INV mempengaruhi BD dan CAD. Kemudian, BD
mempengaruhi KURS dan KURS mempengaruhi CAD.
Sedangkan pada variabel lain tidak terjadi hubungan satu arah
maupun dua arah.
Tabel 4.10 Hasil Uji Granger Causality/Block Exogenity Wald Test
Variabel Dependen BD Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 0.5435 0.0310** 0.2193 Variabel Dependen CAD Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 0.1410 0.8200 0.1390 Variabel Dependen INV Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 0.8895 0.6937 0.6824 Variabel Dependen KURS Variabel Independen CAD BD INV KURS Prob. F-Statistic 0.7879 0.4066 0.2897 Keterangan: **) signifikan pada 5%. ***) signifikan pada 1%
Sumber: Lampiran 2.5.
Sedangkan berdasarkan hasil uji Granger
Causality/Block Exogenity Wald Test (Tabel 4.10) dengan uji
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
94
taraf nyata 5%, diketahui bahwa variabel INV mempengaruhi
BD dengan probabilitas sebesar 0.0310 < α (0.05). Di mana
menurut Malahayati (2011), uji Granger Causality/Block
Exogenity Wald Test merupakan bentuk general dari Granger
Causality Test dalam konteks multivariate. Berdasarkan hasil
di atas, didapatkan hubungan seperti berikut:
Gambar 4.6 Pola Hubungan Berdasarkan
Uji Kausalitas Granger
Sumber: Olah data peneliti
Selanjutnya akan dilanjutkan dengan uji Impulse
Response Function dan Forecast Error Variance
Decomposisiton untuk mengkonfirmasi hubungan tersebut dan
memperkuatnya.
6. Uji Impulse Response Function (IRF)
Uji IRF digunakan untuk melacak perubahan dari
variabel endogen terhadap variabel lain di dalam sistem
VAR/VECM. Walaupun demikian, menurut Qoyum et. al.
(2015), teknik interpretasi IRF pada VECM sedikit berbeda
jika dibandingkan dengan VAR. Di mana IRF digunakan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
95
untuk menentukan pengaruh positif atau negatif variabel
impulse terhadap variabel response. Caranya dengan
mengamati pergerakan garis sampai pada periode yang stabil
atau tidak berfluktuasi. Hal ini didasarkan pada interpretasi
VECM yang dilakukan oleh Ascarya (2012). Berikut ini
adalah hasil dari uji IRF:
Gambar 4.7 Hasil Uji IRF Variabel Dependen CAD
Sumber: Olah data peneliti
Berdasarkan hasil dari gambar (4.7) diketahui bahwa
variabel INV dan BD memberikan dampak yang
berfluktuaktif dan stabil positif terhadap CAD. Di mana
pengaruh shock variabel BD mereda dan stabil pada periode
18. Sedangkan variabel INV stabil lebih awal di periode ke 9.
Hal berbeda ditunjukkan variabel KURS yang pada awalnya
memberikan pengaruh positif, namun pada periode ke 11
mulai memberikan pengaruh negatif dan stabil negatif sejak
-0,1
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
1 11 21 31 41 51
BD INV KURS
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
96
periode ke 22.
Selain itu, INV dan KURS mempengaruhi BD secara
negatif dan stabil. Di mana pada gejolak shock baru mereda
dan stabil pada periode 10 untuk INV dan periode 20 untuk
KURS. Sedangkan variabel CAD memberikan dampak positif
terhadap BD (Gambar 4.8). Di mana shock baru mereda dan
stabil pada periode ke 17.
Gambar 4.8 Hasil Uji IRF Variabel Dependen BD
Sumber: Olah data peneliti
Kemudian, pada gambar (4.9) diketahui bahwa CAD
dan KURS memberikan dampak positif dan permanen pada
INV. Meskipun pada periode awal, CAD memberikan
dampak negatif kepada KURS. Di mana gejolak shock mulai
mereda dan stabil positif pada periode ke 17-20. Sedangkan
BD memberikan dampak negatif dan permanen terhadap INV.
Di mana gejolak shock mulai mereda pada periode yang
-10
-5
0
5
10
15
1 11 21 31 41 51
CAD INV KURS
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
97
hampir sama, yaitu pada periode ke 17 (Gambar 4.9).
Gambar 4.9 Hasil Uji IRF Variabel Dependen INV
Sumber: Olah data peneliti
Gambar 4.10 Hasil Uji IRF Variabel Dependen KURS
Sumber: Olah data peneliti
Sedangkan, gambar (4.10) menunjukkan bahwa CAD,
BD, dan INV memberikan dampak negatif dan permanen
terhadap KURS. Di mana gejolak shock mulai mereda dan
stabil pada periode 18-19 untuk BD dan INV. Gejolak shock
pada CAD sendiri baru mereda pada periode 23.
Berdasarkan hasil uji IRF di atas, dapat disimmpulkan
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1 11 21 31 41 51
CAD BD LN_KURS
-0,07
-0,06
-0,05
-0,04
-0,03
-0,02
-0,01
0
0,01
1 11 21 31 41 51
CAD BD INV
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
98
bahwa BD dan INV memberikan dampak positif terhadap
CAD. Hal ini berarti semakin besar deficit BD makan akan
diikuti dengan defisit pada CAD. Selain itu, nilai tukar
berpengaruh negatif terhadap CAD. Di mana, depresiasi nilai
tukar akan membuat defisit pada CAD semakin membersar.
Selain itu, INV dan KURS memberikan pengaruh negatif
pada BD. CAD sendiri memberikan pengaruh positif
terhadap BD. Lalu, INV dipengaruhi positif oleh KURS dan
CAD. Sedangkan BD berpengaruh negatif pada INV.
Terakhir, variabel CAD, BD, dan INV secara bersama-sama
berpengaruh negarif pada KURS. Berikut adalah ringkasan
dari hasil uji IRF yang telah dilakukan:
Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji IRF
Variabel Dependen
Variabel Independen
Hasil IRF
CAD BD Positif INV Positif KURS Negatif
BD CAD Positif INV Negatif KURS Negatif
INV CAD Positif BD Negatif KURS Positif
KURS BD Negatif
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
99
CAD Negatif INV Negatif
Sumber: Olah data peneliti.
7. Hasil Uji Forecast Error Vector Decompotition (VD)
Uji VD digunakan untuk memprediksi kontribusi setiap
variabel endogen dalam model. Hasil yang diperoleh dari uji
VD adalah persentase pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen dalam periode waktu yang berbeda-beda.
Berikut ini adalah hasil dari uji VD untuk variabel dependen
CAD:
Tabel 4.12 Hasil VD Variabel Dependen CAD
Periode Variabel Independen
BD CAD INV KURS 1 2.662376 97.33762 0.000000 0.000000 4 6.738374 91.47207 0.056841 1.732718 8 7.915477 90.72750 0.055663 1.301356
16 8.931973 90.12450 0.083763 0.859765 20 9.209485 89.93236 0.095675 0.762482 40 9.921688 89.40531 0.129584 0.543413 60 10.22572 89.17658 0.144412 0.453296
Sumber: Lampiran 2.8.
Berdasarkan hasil uji di atas (Tabel 4.12) diketahui
apabila variabel CAD lebih banyak dipengaruhi oleh dirinya
sendiri. Selain itu, variabel BD memberikan pengaruh yang
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
100
cukup besar pada CAD. Di mana pada periode ke 4,
pengaruhnya mencapai 6,73%. Seiring berjalannya waktu,
pengaruhnya naik menjadi 10,22% pada periode ke 60.
Sedangkan variabel INV dan KURS berdampak sangat kecil
pada CAD, yaitu hanya di bawah kisaran 0,5%.
Sedangkan ketika BD dijadikan sebagai variabel
dependen (Tabel 4.13), pengaruh INV dan KURS juga kecil.
Di mana pada periode ke 4, masing-masing hanya
berpengaruh sebesar 3,69% dan 0,67%. Pada priode
berikutnya terdapat kenaikan pengaruh INV terhadap BD.
Akan terapi, kenaikannya hanya menjadi 3,82% pada periode
ke 60. Sedangkan variabel KURS juga mengalami kenaikan
pengaruh menjadi 1.02% pada periode ke 16. Akan tetapi pada
selanjutnya terus mengalami penurunan pengaruh terhadap
BD. Walaupun demikian, variabel CAD mempunyai pengaruh
yang besar terhadap BD, yaitu sebesar 12,56% pada periode
ke 4. Pengaruh tersebut semakin besar sehingga pada periode
ke 40 menjadi 57,59% dan pada periode ke 60 menjadi
64,07%.
Tabel 4.13 Hasil VD Variabel Dependen BD
Periode Variabel Independen
BD CAD INV KURS 1 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
101
4 83.06464 12.56856 3.691880 0.674924 8 72.16246 23.11300 3.771143 0.953397
16 57.02424 38.12203 3.830194 1.023531 20 51.88458 43.27433 3.832886 1.008205 40 37.63833 57.59229 3.830095 0.939289 60 31.18740 64.07953 3.827735 0.905342
Sumber: Lampiran 2.8.
Tabel 4.14 Hasil VD Variabel Dependen INV
Periode Variabel Independen
BD CAD INV KURS 1 0.255866 7.157422 92.58671 0.000000 4 6.889293 4.325788 88.57388 0.211040 8 6.624520 2.575322 90.04384 0.756318
16 5.942858 1.417782 91.01860 1.620763 20 5.745139 1.183987 91.18533 1.885544 40 5.298701 0.714183 91.49467 2.492449 60 5.140207 0.552843 91.59816 2.708787
Sumber: Lampiran 2.8.
Pada tabel (4.14) variabel CAD memberikan pengaruh
yang cukup besar pada periode pertama, yaitu sebesar 7,15%.
Akan tetapi, pengaruh tersebut berangsur menurun hingga
sebesar 1,18% pada periode ke 20 dan hanya 0,55% pada
periode ke 60. Selain itu, variabel BD juga tidak jauh berbeda
dengan CAD. Di mana, pada awal periode ke 4 pengaruhnya
mencapai 6,88%. Akan tetapi, setelah itu mengalami
penurunan hanya menjadi 5,14% pada periode ke 60.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
102
Sedangkan pengaruh KURS hanya kecil, yaitu sebesar 2,70%
pada periode ke 60.
Tabel 4.15 Hasil VD Variabel Dependen KURS
Periode Variabel Independen
BD CAD INV KURS 1 4.786437 0.055276 0.922850 94.23544 4 6.921533 22.73872 2.059475 68.28027 8 9.668975 56.69872 1.182851 32.44945
16 10.68221 76.73050 0.566574 12.02072 20 10.78674 79.87583 0.461663 8.875774 40 10.92496 84.92988 0.288872 3.856292 60 10.95915 86.27862 0.242379 2.519854
Sumber: Lampiran 2.8.
Pengaruh INV terhadap KURS tebilang kecil. Pada
periode ke 4 pengaruhnya sebesar 2,05% (Tabel 4.15). Akan
tetapi terus menurun hingga pada periode ke 60 hanya sebesar
0,24%. Sedangkan variabel BD dan CAD mempunyai
pengaruh yang besar terhadap KURS. Di mana pada periode
pertama, BD sudah berpengaruh sebesar 4,78% dan terus
meningkat menjadi 10,95% pada periode ke 60. Variabel CAD
sendiri harnya berpengaruh sebesar 0,05% pada periode
pertama. Namun pada periode ke 4, pengaruhnya menjadi
22,72%. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi 56,69%
pada periode ke 8 dan pada periode ke 60 pengaruhnya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
103
terhadap KURS menjadi 86,27%.
C. Pembahasan
1. Hubungan Defisit Anggaran dengan Transaksi Berjalan
Hipotesis pertama (Ha1) yang diajukan dalam
penelitian ini adalah defisit anggaran berpengaruh positif
terhadap defisit transaksi berjalan. Di mana semakin besar
pengeluaran pemerintah yang dicerminkan oleh besaran
defisit anggaran (BD) akan menyebabkan ekspor menurun dan
impor yang semakin besar. Hasil uji kausalitas granger
menemukan bahwa variabel BD berpengaruh terhadap CAD.
Meskipun demikian, hasil uji VD menunjukkan bahwa BD
mempunyai pengaruh terhadap CAD sebesar 10,22% pada
periode ke 60.
Selain itu, hasil uji IRF menunjukkan bahwa BD
berpengaruh positif terhadap CAD. Hal ini mendukung
hipotesis di awal bahwa BD berpengaruh positif terhadap
CAD. Kemudian, berdasarkan hasil uji kausalitas granger juga
ditemukan bahwa terdapat pola hubungan antara BD dengan
CAD. Di mana hal tersebut ditunjukkan melalui pengaruh BD
terhadap KURS dan pengaruh KURS terhadap CAD.
Meskipun demikian, berdasarkan hasil uji VD diketahui
bahwa variabel BD dipengaruhi oleh variabel CAD sebesar
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
104
64,07% pada periode ke 60. Hal ini menunjukkan bahwa CAD
mempunyai pengaruh yang besar terhadap BD.
Pengaruh CAD yang besar terhadap BD dapat
dijelaskan karena impor bahan bakar minyak yang cukup
besar dan cukup membebani anggaran pemerintah. Di mana
pada tahun 2014 beban subsudi mencapai Rp403 Triliun.
Sangat berbeda dibandingkan dengan tahun 2017 yang hanya
sebesar Rp168.9 Triliun. Selain itu, di dalam pos realisasi
APBN juga terdapat pos penerimaan pajak perdagangan
internasional yang setiap tahunnya mengalami kenaikan. Di
mana pada tahun 2007 mencapai Rp20,936 Miliar dan
meningkat pada tahun 2011 menjadi Rp54,121 Miliar. Akan
tetapi, jumlah tersebut mengalami penurunan sehingga hanya
menjadi Rp35,470 Miliar pada tahun 2016. Hal itu tidak
terlepas dari penurunan transaksi perdagangan internasional.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Chang dan Shu (2009) bahwa defisit transaksi berjalan
mempengaruhi defisit anggaran pada negara yang tengah
melakukan ekspansi pasar sehingga pemerintah negara yang
bersangkutan merasa neraca perdagangan sangat penting dan
sangat diperlukan suntikan dana dari pemerintah untuk
menutupi defisit neraca transaksi berjalan yang dialami oleh
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
105
negara yang bersangkutan (dalam Malahayati, 2011).
Sedangkan di Indonesia, neraca transaksi berjalan yang
terus-menerus mengalami defisit mulai menjadi perhatian
pemerintah. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2018Q3,
defisit transaksi berjalan telah mencapai -3,37% terhadap
PDB. Selain itu, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi
paling rendah setelah tahun 1997. Di mana, pada 2018Q3 nilai
tukar rupiah terhadap USD senilai Rp14.614. Sehingga perlu
upaya dari pemerintah untuk mengantisipasi defisit transaksi
berjalan yang terjadi terus-menerus.
2. Hubungan Investasi dengan Transaksi Berjalan
Hipotesis kedua (Ha2) yang diajukan dalam penelitian
ini adalah defisit transaksi berjalan mempunyai hubungan
negatif dengan investasi. Di mana, investasi akan membuat
permintaan mata uang domestik naik dan membuat nilai tukar
terapresiasi. Sehingga mengakibatkan ekspor menurun dan
impor naik. Berdasarkan hasil uji kausalitas granger
ditemukan bahwa investasi mempunyai pola pengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap transaksi berjalan. Di
mana pola hubungan tidak langsung tersebut berasal dari
pengaruh INV terhadap BD. Di mana BD akan mempengaruhi
CAD dan KURS, kemudian KURS akan mempengaruhi CAD.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
106
Meskipun demikian, pengaruh investasi terhadap CAD
sangat kecil. Hal ini dilihat berdasarkan hasil uji VD yang
menunjukkan bahwa INV hanya mempunyai pengaruh
sebesar 0,14% terhadap CAD. Selain itu, berdasarkan hasil uji
IRF diketahui bahwa INV berpengaruh stabil positif terhadap
CAD. Walaupun pada periode awal, pengaruh CAD terhadap
INV adalah negatif.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Safitri (2014) di mana hal itu dapat dijelaskan karena
dalam jangka pendek investasi akan menurunkan ekspor
melalui mekanisme nilai tukar. Meskipun demikian, investasi
dalam jangka panjang akan menguntungkan bagi
perekonomian. Di mana akan menaikkan output
perekonomian dan oleh sebab itu akan menaikkan jumlah
ekspor. Sehingga berdampak positif pada transaksi berjalan.
Selain itu, neraca transaksi berjalan juga dipengaruhi
secara langsung oleh investasi. Hal ini dikarenakan dalam pos
neraca transaksi berjalan terdapat pos pendapatan primer. Di
mana pos pendapatan primer menghitung hasil pembayaran
investasi yang dilakukan di dalam negeri oleh bukan
penduduk. Sehingga semakin besar investasi yang dilakukan
di Indonesia, semakin besar pula defisit pada pendapatan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
107
primer. Terlebih pos pendapatan primer menyumbang defisit
terbesar pada transaksi berjalan. Di mana pada tahun 2017
mencapai USD-32,838 Juta.
3. Hubungan Defisit Transaksi Berjalan dengan Nilai Tukar
Hipotesis ketiga (Ha3) yang diajukan dalam penelitian
ini adalah defisit transaksi berjalan berpengaruh negatif
terhadap nilai tukar. Berdasarkan hasil uji kausalitas granger
ditemukan apabila terjadi hubungan satu arah antara CAD
dengan KURS. Di mana terdapat pengaruh KURS terhadap
CAD. Walaupun demikian, berdasarkan hasil VD diketahui
bahwa KURS berpengaruh sangat kecil terhadap CAD. Di
mana pengaruhnya hanya sebesar 0,45%. Meskipun
demikian, pengaruh CAD terhadap KURS cukup besar. Di
mana pada periode ke 4 pengaruhnya mencapai 22,73%.
Pengaruh tersebut terus meningkat hingga periode ke 60
pengaruhnya menjadi 86,27%. Sehingga ketika terjadi
kenaikan pada defisit CAD akan menyebabkan KURS
terdepresiasi.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa menurut Simonangkir
dan Suseno (2003), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
permintaan valuta asing. Pertama, faktor pembayaran impor.
Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
108
permintaan terhadap valuta asing, sehingga nilai tukar akan
cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor menurun, maka
permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong
menguatnya nilai tukar. Sedangkan apabila semakin besar
volume penerimaan ekspor, maka semakin besar pula valuta
asing yang dimiliki oleh suatu negara dan pada lanjutannya
nilai tukar terhadap mata uang asing cenderung menguat.
Pada tahun 2018Q3 nilai tukar rupiah mencapai titik
depresiasi terbesar sejak tahun 2001Q1. Di mana nilai
depresiasi mencapai Rp14,614. Hal tersebut sejalan dengan
defisit pada transaksi berjalan yang membesar. Di mana pada
periode yang sama defisitnya mencapai 3,37% terhadap PDB.
Selain itu, hal ini dipengaruhi oleh kebijakan kenaikan suku
bunga acuan The Federal Reserve (Fed) atau Fed Fund Rate
(FFR) yang mengalami kenaikan sebanyak empat kali dalam
tahun 2018. Hal ini menyebabkan tekanan pada depresiasi
rupiah semakin besar. Meskipun sudah diintervensi oleh
pemerintah menggunakan cadangan devisa, namun
depresiasi rupiah tidak dapat ditahan.
Selain itu, hasil penelitian ini sejalan dengan Nawatmi
(2012), di mana nilai tukar tidak mempengaruhi net ekspor.
Hal ini disebabkan kebutuhan impor bahan baku yang besar.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
109
Di mana pada tahun 2017, impor bahan baku mencapai
72,2% dari total impor non migas menurut kelompok barang.
Sehingga walaupun nilai tukar terdepresiasi, impor tetap
dilakukan mengingat impor yang dilakukan akan digunakan
sebagai bahan baku dalam produksi barang dan jasa
perusahaan di Indonesia.
4. Hubungan Nilai Tukar dengan Anggaran Pemerintah
Hipotesis keempat (Ha4) yang diajukan dalam
penelitian ini adalah nilai tukar berpengaruh negatif terhadap
anggaran pemerintah. Di mana, apabila terjadi apresiasi nilai
tukar maka akan menyebabkan biaya belanja pemerintah
terutama dari pos cicilan pokok dan bunga pinjaman luar
negeri semakin mengecil dari sudut pandang mata uang
domestik. Sehingga defisit anggaran dapat ditekan. Hasil uji
kausalitas granger menemukan bahwa variabel KURS tidak
berpengaruh terhadap BD. Selain itu, dilihat dari besaran uji
VD juga menunjukkan bahwa pengaruh KURS terhadap BD
hanya sebesar 0,90%.
Walaupun demikian, hasil uji granger menunjukkan
bahwa variabel BD berpengaruh terhadap KURS. Di mana
hasil uji IRF menunjukkan bahwa BD berpengaruh negatif
terhadap KURS. Selain itu, hasil uji VD menunjukkan bahwa
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
110
BD mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap KURS,
yaitu sebesar 10,95%.
Pengaruh BD terhadap KURS dapat dijelaskan karena
defisit anggaran yang besar ditutup dengan pembiayaan utang
pemerintah. Sampai dengan Juni 2018, utang pemerintah
sudah sebesar Rp4.227 triliun. Di mana, rasio utang terhadap
PDB setiap tahunnya mengalami tren yang meningkat. Tahun
2014 rasio utang per PDB sebesar 24,7% dan meningkat
menjadi 29,4% di tahun 2017. Sedangkan komposisi total
utang pemerintah paling besar bersumber dari Surat Berharga
Negara (SBN) sebesar 81,3%, diikuti oleh pinjaman luar
negeri sebesar 18,5%, dan pinjaman dalam negeri sebesar
0,1%. Selain itu, berdasarkan mata uang, utang pemerintah
dikuasai oleh Rupiah sebesar 59,10% dan mata uang asing
sebesar 40,90% diperoleh dari mata uang lainnya.
Berdasarkan data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
instrumen utang yang lebih banyak berupa SBN berlaku
seperti investasi. Di mana, penerbitan SBN dengan bunga
yang lebih tinggi akan menarik investor asing untuk menaruh
dananya di Indonesia. Sehingga menyebabkan nilai tukar
terapresiasi.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
111
5. Hubungan Investasi dengan Anggaran Pemerintah
Hipotesis kelima (Ha5) yang diajukan dalam
penelitian ini adalah investasi berpengaruh positif terhadap
anggaran pemerintah. Di mana investasi akan menyebabkan
nilai tukar terapresiasi dan membuat pos belanja untuk cicilan
pokok dan bunga pinjaman menurun dari sudut pandang mata
uang domestik. Sehingga menyebabkan defisit anggaran
mengecil dari yang sudah diperkirakan sebelumnya.
Berdasarkan hasil uji granger diketahui apabila variabel INV
berpengaruh terhadap BD. Selain itu, hasil uji IRF
menunjukkan bahwa INV berhubungan negatif terhadap BD.
Hasil ini berbeda dibandingkan hipotesis yang diajukan oleh
peneliti. Meskipun demikian, berdasarkan hasil uji VD
diketahui bahwa pengaruh variabel INV terhadap BD hanya
sebesar 3,69%.
Hasil tersebut bisa dijelaskan bahwa peningkatan
defisit anggaran akan membutuhkan pembiayaan dari utang
yang cukup besar. Di mana berdasarkan instumennya, utang
yang bersumber dari SBN sebesar 81,3%. Di mana SBN
merupakan salah satu pos dalam investasi portofolio yang
dihitung sebagai aliran dana masuk (capital inflow). Selain itu,
porsi utang pemerintah mengalami tren kenaikan setiap
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)
112
tahunnya. Di mana pada tahun 2014 utang pemerintah sebesar
Rp255,7 triliun dan meningkat pada tahun 2017 menjadi
Rp492,1 triliun. Oleh karena itu, apabila defisit anggaran
membesar maka akan diikuti oleh kenaikan pembiayaan utang
pemerintah berupa SBN (investasi).
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (02.04.2019)