bab ii landasan teori a. etika jurnalistik
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Etika Jurnalistik
Entah itu tulisan jurnalis dipublikasikan di koran, online di web
atau lewat siaran radio dan televisi, jurnalis harus mengikuti aturan
moral dan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang spesifik
dan pedoman serta prinsip dasar umum. Beberapa aturan dan prinsip ini
dinamakan “etika”.1
Etika jurnalistik mengatur proses pelaporan dan penerbitan,
mulai dari penemuan gagasan, pengumpulan informasi, penulisan, dan
editing hingga ke penerbitan karya jurnalistik. Ini berlaku untuk
penerbitan cetak, siaran, dan internet.Alasan mengapa berita dilaporkan
dan bagaimana informasi diperoleh sering kali merupakan aspek
penting bagi jurnalis setelah berita itu dipublikasikan. Etika ada dalam
proses pelaporan ini.2
1Tom E Rolnicki, Pengantar Dasar Jurnalisme Scholastic Journalism,
(Jakarta:Kencana,2008), edisi 11, cet.ke-1, hlm.361.
2Ibid, hlm.363.
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia, etika ialah ilmu
tentang akhlak dan tata kesopanan3. Sedangkan dalam pengertian yang
sederhana, etika merupakan filosofi untuk berprilaku yang berterima di
tengah orang lain. Etik mempertanyakan apa yang harus kita perbuat
pada situasi tertentu atau apa yang harus kita lakukanan selaku
partisipan dalam berbagai bentuk aktivitas atau profesi. Karena itu
paling baik jika etik dipahami sebagai sesuatu yang kita perbuat atau
lakukan, dan sebagai suatu bentuk pertanyaan terus-menerus tentang
masalah-masalah praktis.Sebab, sebenarnya etik adalah tentang aturan
dan pedoman berprilaku sebagai manusia yang hidup di tengah manusia
lainnya.4
Posisi Etika dalam dunia jurnalisme dapat diibaratkan seperti
kompas dan kemudi pada sebuah kapal. Diatas kertas, kapal tersebut
diasumsikan akan bisa berlayar kemana saja yang dikehendaki oleh
nahkoda dan awaknya. Namun dalam kenyataannya tidaklah semudah
itu. Ketika berlayar kapal tersebut akan mengarungi ombak serta
menempuh badai dan gelombang. Agar kapal tetap terus ke arah yang
benar dan aman, dibutuhkan pedoman yang handal.Disitulah kompas
3 Ahmad Supeno, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Yogyakarta:
Pyramida), hlm.178.
4 Zulkarimein Nasution, Etika Jurnalisme Prinsip-Prinsip Dasar, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2017), hlm.19.
dan kemudi berfungsi memandu haluan menuju ke tempat tujuan. Jika
berlayar tanpa pedoman, kapal bisa meluncur ke sembarang arah, dan
tidak mustahil menemui nasib yang fatal: menabrak karang lalu kandas
dan tenggelam.
Persis bagaikan kapal yang berlayar, dalam menjalankan
aktivitasnya, media dan para jurnalisnya membutuhkan pedoman serta
“navigasi” agar tidak sampai tersesat dalam melaksanakan misinya
yang mulia: “Mencari dan menyampaikan kebenaran”. Pedoman itulah
etika jurnalisme.Hal-hal yang prinsip dalam etika jurnalisme
merupakan panduan perilaku bagi para jurnalis dalam menjalankan
tugas mereka ditengah masyarakat.Prinsip-prinsip yang utama itu
adalah akurasi, independensi, objektivitas, balance, imparsialitas, dan
akuntabilitas kepada khalayak.5
B. Kode Etik
Biasanya, himpunan profesi seperti Persatuan Wartawan
Indonesia memiliki semacam kode etik. Kode adalah sistem
pengaturan-pengaturan, sedangkan etik adalah norma perilaku.
Menurut Suseno, kode etik merupakan daftar kewajiban dalam
5Ibid, hlm.3.
menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggotanya dan menjadi
ikatan (mengikat) dalam menjalankan praktik profesinya.6
1. Jenis-Jenis Kode Etik
Pedoman jurnalis di dalam menjalankan fungsinya di tengah
masyarakat tidak hanya satu, tetapi lebih dari itu semuanya diharapkan
dapat membantu wartawan dalam menyampaikan kebenaran. Pedoman-
pedoman tersebut diantaranya yakni, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Kode
Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Online/PPMS,
Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen (AJI), serta UU
No.40 tahun 1999.
a. Kode Etik Jurnalistik
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik
untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia
memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman dalam
menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan
mentaati Kode Etik Jurnalistik:
6 Isnawijayani, Menulis Berita di Media Massa & Produksi Feature,
(Yogyakarta: ANDI, 2019), hlm.41.
1) Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita
yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
2) Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional
dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
3) Wartawan Indonesia selalu menguji informasi , memberitakan
secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4) Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,
sadis, dan cabul.
5) Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6) Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak
menerima suap.
7) Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8) Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang
atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang
lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9) Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
10) Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan
permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
11) Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proporsional.7
b. Kode Etik Wartawan Indonesia
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dirumuskan,
ditetapkan, dan ditandatangai 6 Agustus 1999 oleh 24 organisasi
wartawan Indonesia di Bandung, lalu ditetapkan sebagai Kode Etik
Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia oleh Dewan
Pers sebagaimana diamanatkan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers
7 R.Toto Sugiharto, Panduan Menjadi Jurnalis Profesional, (Yogyakarta:
Araska, 2019), hlm. 209.
melalui SK Dewan Pers No.1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000.8
KEWI meliputi tujuh hal sebagai berikut:
1) Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar.
2) Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk
memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan
identitas kepada sumber berita.
3) Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah,
tidak mencampurkan fakta dan opini , berimbang, dan selalu
meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat.
4) Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat
dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas
korban kejahatan susila.
5) Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak
menyalahgunakan profesi;
6) Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record
sesuai kesepakatan.
8 Azwar, 4 Pilar Jurnalistik Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm.42.
7) Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan
dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.9
c. Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
1) Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar.
2) Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan
dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta
kritik dan komentar.
3) Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki
daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4) Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas
sumbernya.
5) Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu
diketahui masyarakat.
6) Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh
berita , foto, dan dokumen.
7) Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberi
informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
9Isnawijayani, Op Cit, hlm.45-46.
8) Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahui tidak
akurat.
9) Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial,
identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di
bawah umur.
10) Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap
merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa,
politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar
belakang sosial lainnya.
11) Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa
merugikan masyarakat.
12) Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan,
kekejaman kekerasan fisik, dan seksual.
13) Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang
dimilikiny untuk mencari keuntungan pribadi.
14) Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.
15) Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk
pemberian berupa uang, barang, dan/atau fasilitas lain, yang
secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi
jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
16) Jurnalis tidak dibenarkan menjijplak.
17) Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
18) Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain
yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
19) Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan
diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.10
d. Kode Etik Jurnalistik Online
Dewan Pers mengesahkan kode etik jurnalistik media online
pada 3 Februari 2012. Nama resmi kode etik jurnalistik bagi praktisi
jurnalistik./media online itu adalah pedoman pemberitaan media siber.
Pengesahan PPMS dilakukan oleh Ketua Dewan Pers, Bagir
Manan.Sebanyak 31 perusahaan beserta 11 organisasi dan tokoh pers
menandatangi PPMS yang disusun oleh Dewan Pers tersebut.PPMS
tetap mengacu kepada UU No.40 tentang Pers (UU Pers), Kode Etik
Jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan Indonesia yang disahkan
Dewan Pers.11
10Op cit, hlm.165-166.
11 Asep Syamsul M.Romli, Jurnalistik OnlinePanduan Mengelola Media
Online, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2018), hlm.49.
Pedoman Pemberitaan Media Siber
1) Ruang Lingkup
a) Media siber adalah segala bentuk media yang menggunakan
wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta
memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar
Perusahaan Pers yang ditetapakan Dewan Pers.
b) Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala
isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media
siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video, dan
berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber,
seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan
bentuk lain.
2) Verifikasi dan Keberimbangan Berita
a) Pada prinsipnya, setiap setiap berita harus melalui verifikasi.
b) Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi
pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan
keberimbangan.
c) Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
1. Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang
bersifat mendesak;
2. Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas
disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3. Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui
keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancaarai;
4. Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa
berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut
yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan
dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam
kurung dan menggunakan huruf miring.
d) Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib
meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan,
hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update)
dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
3) Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)
a) Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan
mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik
Jurnalistik yang ditempatkan secara terang dan jelas.
b) Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan
registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih
dahulu untuk dapat memublikasikan semua bentuk Isi Buatan
Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
c) Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna
memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang
dipublikasikan:
1. Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
2. Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan
kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan
kekerasan.
3. Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis
kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat
orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
d) Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk megedit atau
menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan
butir (c).
e) Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi
Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir
(c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang
dengan mudah dapat diakses pengguna.
f) Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan
tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan
dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara
proporsional selambat-lambatnya 2x24 jam setelah pengaduan
diterima.
g) Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b),
(c), dan (f) tidak dibebani tanggungjawab atas masalah yang
ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada
butir (c).
h) Media siber bertanggungjawab atas Isi Buatan Pengguna yang
dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas
waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).
4) Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a) Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang
Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang
ditetapkan Dewan Pers.
b) Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita
yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c) Disetiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan
waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d) Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media
siber lain, maka:
1. Tanggungjawab media siber pembuat berita terbatas pada
berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau
media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2. Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga
harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita
dari media siber yang dikoreksi itu;
3. Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber
dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang
dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita
tersebut, bertanggungjawab penuh atas semua akibat hukum
dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e) Sesuai dengan Undang-Undang Pers , media siber yang tidak
melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda
paling banyak Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah).
5) Pencabutan Berita
a) Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena
alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait
masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman
traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain
yang ditetapkan Dewan Pers.
b) Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari
media asal uang telah dicabut.
c) Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan
diumumkan kepada publik .
6) Iklan
a) Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk
berita dan iklan.
b) Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi
berbayar wajib mencantumkan keterangan
“advertorial”,”iklan”,”ads”,”sponsored”, atau kata lain yang
menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.
7) Hak Cipta
Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8) Pencantuman Pedoman
Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media
Siber ini di medianya secara terang dan jelas.12
C. Media Online Sebagai Salah Satu Penyampai Informasi
Politik
Berbagai literatur jurnalistik online menunjukkan, jenis
jurnalisme baru ini tidak lepas dari ditemukannya teknologi komputer
yang diikuti kemunculan teknologi internet yang dikembangkan pada
12Ibid, hlm.51-55.
tahun 1990-an. Penemuan dan pengembangan teknologi nirkabel
(wireless) pada notebook memudahkan proses jurnalistik atau kerja
wartawan.
Tanggal 17 Januari 1998 disebut-sebut sebagai tonggak sejarah
kelahiran jurnalistik online, yaitu ketika Mark Druge, berbekal sebuah
laptop dan modem, mempublikasikan kisah perselingkuhan Presiden
Amerika Serikat, Bill Clinton, dengan Monica Lewinsky (Monicagate)
di webset Drudge Report, setelah majalah newsweek dikabarkan
menolak memuat kisah sekandal sek hasil investigasi Michael Isikoff
itu. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui rincian
cerita “monicagate” yang juga dikenal dengan sebutan “Monica
Skandal” dan “Sexgate” ITU. Dua tahun kemudian atau awal tahun
2000-an munculah situs-situs pribadi yang menampilkan laporan
jurnalistik pemiliknya yang kini dikenal dengan webset blog, web blog,
atau blog saja.
Kemunculan dan perkembangan jurnalistik online di Indonesia
juga dimulai dengan berita menggegerkan, yaitu berakhirnya era
pemerintahan Orde Baru saat Soeharto mengundurkan diri pada tangga
21 Mei 1998.Berita pengunduran diri Soeharto tersebar luas melalui
milist (mailing list) yang sudah mulai dikenal luas dikalangan aktivis
demokrasi dan mahasiswa.
Setelah itu, seiring “euforia reformasi”, beragam media online
pun hadir, seperti detik.com, bidiok.com, mandiri-online.com dan
berpolitik.com yang disebut-sebut sebagai “pioner jurnalistik online di
Indonesia”, diikuti kehadiran tiga situs besar, Astaga.com, Satunet.com
dan KafeGaul.com.Saat ini sejarah jurnalistik online didominasi oleh
situs-situs berita yang merupakan “edisi online” surat kabar, meski
belakangan kontennya menjadi tersendiri atau berbeda.13
1. Pengertian Media Online
Menurut definisi, media online (online media) disebut juga
cybermedia (media siber), internet media (media internet) dan new
media (media baru) dapat diartikan sebagai media yang tersaji secara
online disitus web (website) internet. Media online bisa dikatakan
sebagai media “generasi ketiga” setelah media cetak (printed media)
koran, tabloid, majalah, buku dan media elektronik (electronic media)
radio, televisi dan film/video. Media online merupakan produk
jurnalistik online atau cyber journalism yang didefinisikan sebagai
13Ibid, hlm.23-24.
“pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan
melalui internet”.14
Media online merupakan media komunikasi yang
pemanfaatannya menggunakan perangkat internet.Karena itu, media
online tergolong media bersifat khas.Kekhasan media ini terletak pada
keharusan untuk memiliki jaringan teknologi informasi dengan
menggunakan perangkat komputer, disamping pengetahuan tentang
program komputer untuk mengakses informasi atau berita.
Dibandingkan media massa lainnya seperti media cetak (koran,
tabloid, majalah, buku) dan media elektronik (film, radio. Televisi),
media online mempunyai keunggulan dalam hal kecepatan
penyampaian informasi kepada khalayak, termasuk menyampaikan
informasi politik.Keunggulan tersebut karena media online didukung
oleh teknologi yang canggih atau yang disebut dengan internet
(interconnection-networking).
Secara harfiah internet diartikan sebagai jaringan
antarkoneksi.Internet dipahami sebagai sistem jaringan komputer yang
saling terhubung. Berkat jaringan itulah, apa yang ada di sebuah
komputer dapat diakses orang lain melalui komputer lainnya. Internet
14Ibid, hlm 34.
menghasilkan sebuah media yang dikenal dengan media online
utamanya website.Website adalah halaman yang mengandung konten
(media), termasuk teks, video, audio, dan gambar.Web site diakses
melalui internet dan memiliki alamat internet yang dikenal dengan
URL (Uniform Resource Locator) yang berawalan www atau http://
(Hypertext Transfer Protokol).
Dalam pandangan kritis, media mempunyai kepentingan
ekonomi, politik, dan ideologi dalam mengkonstruksi realitas dan isu,
termasuk politik. Artinya, ketika menjalankan fungsinya, media massa
tidak begitu saja memberitakan realitas atau isu-isu, termasuk realitas
dan isu politik. Hall mengemukakan bahwa realitas tidak secara
sederhana dapat dilihat sebagai satu kumpulan fakta, tetapi merupakan
hasil ideologi atau pandangan tertentu.15
Pemberitaan media massa sarat dengan kepentingan potitik.
Biasanya nuansa politis tersebut menampilkan dua kelompok tertentu
yang dominan. Konflik ini akan tampil di media massa berdasarkan
cara pandang mereka terhadap realitas, latar belakang, dan ideologi
media yang bersangkutan, serta wartawan dalam meliput berita
tersebut. Media bisa saja memiliki kecenderungan memihak salah satu
15 Heri Budianto, Kontestasi Politik Dalam Ruang MediaPerspektif Critical
Discourse Analysis, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm.1-2.
dari kubu yang bertentangan tersebut atau bersikap netral.Namun,
selalu ada kelompok-kelompok yang dominan dalam pemberitaan, baik
dari segi wawancara, pendapat, kutipan, hingga pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan. Mereka menyebarkan ideologi-ideologi tertentu
melalui media dengan menggusur gagasan kelompok lain.16
Salah satu media online di Sumatera Selatan yang membahas
masalah politik adalah Palpres.com dalam Rubrik Parlemen dan Politik.
Palpres.com adalah media online dari Harian Umum Palembang
Ekspres (Palpres) dan memiliki 11 rubrik, diantaranya: Rubrik Sumsel,
Metropolis, Parlemen dan Politik, Kriminal, Ekonomi, Pendidikan,
Olahraga, Warta Kodam, TMMD, Adhyaksa Sriwijaya, dan Galeri
Foto.17
2. Jenis-jenis Media Online
a. Media online berupa situs berita bisa kita klasifikasikan menjadi
lima kategori:18
1) Situs berita berupa “edisi online” dari media cetak surat kabar
atau majalah, seperti republika online, kompas cybermedia,
16Ibid.
17http://palpres.com, diakses pada tanggal 28 September 2019, Pukul 16.34
WIB. 18Op Cit, hlm.36.
media-indonesia.com seputar-indonesia.com, pikiran-
rakyat.com, dan tribunjabar.co.id.
2) Situs berita berupa “edisi online” media penyiaran radio,
seperti Radio Australia (radioaustralia.net.au) dan Radio
Nederland (rnw.nl).
3) Situs berita berupa “edisi online” media penyiaran televisi,
seperti CNN.com, metrotvnews.com dan liputan6.com.
4) Situs berita online “murni” yang tidak terkaiat dengan meedia
cetak atau elektronik, seperti antaranews.com, detik.com dan
VIVA News.
5) Situs “indeks berita” yang hanya memuat link-link berita dari
situs berita lain, seperti yahoo News, Plasa.msn.com
NewsNow, dan Google New layanan kompilasi berita yang
secara otomatis menampilkan berita dari berbagai media
online.
b. Jenis-jenis website dapat digolongkan menjadi enam jenis:
1) News Organization Website: situs lembaga pers atau
penyiaran, misalnya edisi onlinesurat kabar, televisi, agen
berita, dan radio.
2) Commercial Organization Website: situs lembaga bisnis atau
perusahaan, seperti manufaktur, retailer, dan jasa keuangan,
termasuk toko-toko online (online story) dan bisnis online.
3) Website Pemerintah: di Indonesia ditandai dengan domain
[dot] go.id seperti indonesia.go.id (Portal Nasional Indonesia),
setneg.go.id, dan dpr.go.id.
4) Website Kelompok Kepentingan (Interest Group), termasuk
website ormas, parpol, dan LSM.
5) Website Organisasi Non-Profit: seperti lembaga amal atau
grup komunitas.
6) Personal Website (Blog).
c. Karakteristik Media Online
1) Karakteristik sekaligus keunggulan media online dibandingkan
“media konvensional” (cetak/elektronik) identik dengan
karakteristik jurnalistik online, antara lain:
a) Multimedia: dapat memutar atau menyajikan
berita/informasi dalam bentuk teks, audio, vidio, grafis dan
gambar secra bersamaan.
b) Multimedia: dapat memutar atau menyajikan
berita/informasi dalam bentuk teks, audio, vidio, grafis dan
gambar secra bersamaan.
c) Aktualitas: berisi info aktual karena kemudahan dan
kecepatan penyajian.
d) Cepat: begitu diposting atau diupload, langsung bisa
diakses semua orang.
e) Update: pembaruan (updating) informasi dapat dilakukan
dengan cepat baik dari sisi konten maupun redaksional,
misalnya kesalahan ketik/ejaan. Kita belum menemukan
istilah “ralat” di media online sebagaimana sering muncul
di media cetak. Informasi pun disampaikan secara terus-
menerus.
f) Kapasitas Luas: halaman web bisa menampung naskah
sangat panjang.
g) Fleksibilitas Luas: pemuatan dan editing naskah bisa kapan
saja dan dimana saja, juga jadwal terbit (update) bisa kapan
saja dan setiap saat.
h) Luas: menjangkau seluruh dunia yang memiliki mengakses
internet.
i) Interaktif: dengan adanya fsilitas kolom komentar dan chat
room.
j) Terdokumentasi: informasi tersimpan di “bank data” (arsip)
dan dapaty ditemukan melalui “link”, “artikel terkait” dan
fasilitas “cari” (search).
k) Hyperlinked: terbuka dengan sumber lain (links) yang
berkaitan dengan informasi tersaji.
2) Karakteristik kelemahan atau kekurangan media online:
a) Ketergantungan terhadap perangkat komputer dan koneksi
internet. Jika tidak ada aliran listrik, batere habis, dan tidak
ada koneksi internet, juga tidak ada brouser, maka media
online tidak bisa diakses.
b) Bisa dimiliki dan bisa dioperasikan oleh “sembarang orang”
mereka yang tidak memiliki keterampilan menulis
sekalipun dapat menjadi pemilik media online dengan isi
berupa “copy-paste” dari informasi situs lain.
c) Adanya kecendrungan mata “mudah lelah” saat membaca
informasi media online, khususnya naskah yang panjang.
d) Akurasi sering terabaikan. Karena mengutamakan
kecepatan, berita yang dimuat di media online biasanya
tidak seakurat media cetak, utamanya dalam hal penulisan
kata (salah tulis).
D. Teori Agenda Setting
Hubungan yang kuat antara berita yang disampaikan media
dengan isu-isu yang dinilai penting oleh publik merupakan salah satu
jenis efek media yang paling populer yang dinamakan dengan agenda
setting.19Berangkat dari teori Uses and Gratification, Maxwell E.
McComb dan Donald L.Shaw, dua peneliti dari Universitas North
Carolina pada tahun 1974 mencetuskan model Agenda Setting.
Menurut dari teori ini, media massa memang tidak dapat
mempengaruhi sikap khalayak, tetapi media massa cukup berpengaruh
terhadap apa yang dipikirkan orang. Hal ini berarti media massa
memengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.
Misalnya, surat kabar ‘x’ memberitakan besar-besaran tentang
peristiwa klitih di Jogja, maka khalayak mempersepsikan klitih sebagai
hal yang identik dengan kota pelajar ini. Jika media ‘x’ mengiklankan
tokoh partainya secara massif di televisi maka dia akan dianggap
sebagai sosok sentral pada masyarakat. Pendeknya media massa
memilih informasi yang dikehendaki dan berdasarkan informasi yang
19 Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta:
Prenadamedia group, 2018), cet.ke-4, hlm.494.
diterima, khalayak membentuk persepsinya tentang peristiwa tersebut.
Teori Agenda Setting sampai zaman sekarang masih dikembangkan dan
akhirnya media massa menjadi perkasa seperti pada teori jarum
hipodermik.20
1. Kredibilitas Media Massa dan Agenda Setting
Dengan berasumsikan pada Teori Agenda Setting kita mungkin
agak bersikap skeptis kepada media, karena didalam proses
penyampaian pesan kepada khalayak media massa menyaring berita,
artikel atau tulisan yang akan disampaikan. Jalaludin Rakhmat
menjelaskan dalam buku psikologi komunikasi bahwa secara selektif
gatekeeper seperti penyunting, redaksi, dan bahkan wartawan sendiri
menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang tidak atau
disembunyikan. Setiap kejadian atau isu diberikan bobot tertentu
dengan panjang penyajian (ruang dalam surat kabar, waktu pada
televisi dan radio) dan cara penonjolan (ukuran judul, letak pada surat
kabar, frekuensi pemuatan, dan posisi dalam surat kabar). Sebagai
contoh surat kabar ‘x’ di Jogja memuat berita tentang klitih yang terjadi
di wilayah Jogja, padahal pada saaa itu ada berita tentang kasus E-KTP
20 https://mazhabcolombo.wordpress.com/2017/04/08/kredibilitas-
mediamassaditinjau - dari-teori-komunikasi-massa, dikutip pada tanggal 5 Oktober
2019, Pukul 15.00 WIB.
yang menjerat beberapa tokoh politik di Indonesia. Jika berita klitih
ditampilkan dengan judul yang besar hampir memenuhi setengah
halaman depan, sedangkan berita korupsi besar yang mengambil
triliunan rupiah uang rakyat ditampilkan di halaman belakang dengan
judul dan ukuran huruf yang kecil. Begitulah bagaimana media
menyajikan peristiwa, itulah yang disebut agenda media.Dengan
kemasan media ini jelas sekali bahwa media memiliki efek yang besar
terhadap masyarakat. Media massa dapat dengan mudah membelokkan
peristiwa dan agenda yang ada pada khalayak, yang menurut para ahli
politik disebut ‘pengalihan isu’ atas apa yang telah terjadi.21
2. Berita dalam Pandangan Konstruksionis
Penelitian ini mengacu pada paradigma
konstruktivis.Konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang
teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran
konstruktivis.Konstruktivisme memegang asumsi tertentu tentang sifat
realitas dan pengetahuan.
Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik
terhadap paradigma positivis.Menurut paradigma konstruktivisme
21 https://mazhabcolombo.wordpress.com/2017/04/08/kredibilitas-
mediamassaditinjau - dari-teori-komunikasi-massa, dikutip pada tanggal 5 Oktober
2019, Pukul 15.00 WIB.
realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat
digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh
kaum positivis.Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh
sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas
Luckman.Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa
disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial.22
Bentuk media sering menyajikan aspek-aspek sosial, politik dan
ekonomi dan menetapkannya sebagai seperangkat aturan dan cara
bagaimana seharusnya diberitakan. Bentuk bentuk media yang dominan
sepeti iklan, media berita, film, musik begitu besar peranannya dalam
mengkonstruksi politik. Media massa membentuk dan menetapkan
serangkaian standar sosial, ekonomi dan politik. Hal ini membentuk
cara bagaimana masyarakat memandang dan mengidentifikasi
karakteristik media massa mengkonstruksi berita politik.
Berperan sebagai pelapor, pers adalah mata dan telinga publik
dimana pers melaporkan berbagai peristiwa yang tidak diketahui
masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka.Peran pers lainnya
adalah sebagai penafsir, dimana pers mampu memberikan penafsiran
22Eriyanto.analisis wacana, pengantar analisis teks media, (Yogyakarta:
LkiS, 2004), hlm 34
atau arti terhadap suatu peristiwa (Luwi Ishwara). Dalam
melakssanakan peran tersebut , pers akan dipengaruhi oleh beragam
faktor yang dapat mempengaruhi hasil produk jurnalistiknya. Berita
sebagai salah satu produk jurnalistik merupakan suatu konstruksi sosial
yang dilakukan oleh pers.
Littlejhon menambahkan bahwa dalam pandangannya terhadap
kenyataan, kaum konstruksionis memiliki empat asumsi dasar, yakni,
pertama, dunia ini tidaklah tampak nyata secara objektif pada
pengamat, tetapi diketahui melalui pengalaman yang umumnya
dipengaruhi oleh bahasa.Kedua, kategori linguistik yang dipergunakan
untuk memahami realitas bersifat situasional karena kategori itu
muncul dari interaksi sosial dalam kelompok orang pada waktu dan
tempat tertentu.Ketiga, bagaimana realitas tertentu dipahami pada
waktu tertentudan ditentukan dari konvensi komunikasi yang berlaku
pada waktu itu.Karena itu stabilias dan instabilitas pengetahuan banyak
tergantung pada perubahan sosial ketimbang realitas objektifdiluar
pengalaman.Keempat, pemahaman realitas yang terbentuk secara sosial
membentuk banyak aspek kehidupan lain yang penting.23
23Eriyanto.analisis wacana, pengantar analisis teks media, (Yogyakarta: LkiS, 2004),
hlm 16-18
Tabel 2.Perbedaan Positivis dan Konstruksionis
Positivis Konstruksionis
Fakta/Peristiwa Ada fakta “riil” yang
diatur oleh kaidah-
kaidah tertentu yang
berlaku universal
Fakta merupakan
konstruksi atas
realitas. Kebenaran
suatu fakta bersifat
relative, berlaku
sesuai konteks
tertentu
Media Media sebagai
saluran pesan
Media sebagai agen
konstruksi pesan
Berita dan
Realitas
Media adalah cermin
dan refleksi dari
kenyataan. Karena
itu, berita haruslah
sama dan sebanding
dengan fakta yang
hendak diliput
Berita tidak mungkin
merupakan cermin
dan refleksi dari
realitas. Karena berita
yang terbentuk
merupakan konstruksi
atas realitas
Sifat Berita Berita bersifat
objektif.
Menyingkirkan opini
dan pandangan
subjektif dari
pembuat berita
Berita bersifat
subjektif. Opini tidak
dapat dihilangkan
karena ketika meliput,
wartawan melihat
dengan perspektif dan
pertimbangan
subjektif
Wartawan Wartawan sebagai
pelapor
Wartawan sebagai
partisipan yang
menjembatani
keragaman
subjektifitas pelaku
sosial
Peliputan
Berita dan
Nilai,etika, opini dan
pilihan moral berada
Nilai, etika, atau
keberpihakkan
Wartawan di luar peliputan
berita
wartawan tidak dapat
dipisahkan dari proses
peliputan dan
pelaporan suatu
peristiwa
Khalayak Berita diterima sama
dengan apa yang
dimaksudkan oleh
pembuat berita
Khalayak mempunyai
penafsiran sendiri
yang bisa jadi berbeda
dari pembuat berita
Bagi kaum konstruksionis, realitas adalah sesuatu yang
subjektif.Fakta dan realitas bukanlah sesuatu yang sudah ada, tersedia
dan tinggal diambil untuk menjadi bahan sebuah berita.Reaitas yang
tertuang dalam berita adalah sesuatu yang dikonstruksi dan dibentuk
oeh pandangan tertentu.Fakta atau realitas pada dasarnya dikonstruksi.
Sebuah fakta berupa kenyataan bukanlah sesuatu yang sudah ada
seperti itu, melainkan apa yang ada dibenak dan pikiran kita. Kita
sendirilah yang memberikan definisi dan makna atas fakta tersebut
sebagai sebuah kenyataan.Fakta yang ada dalam sebuah berita bukanah
sebuah peristiwa yang begitu adanya, wartawanlah yang secara aktif
memproduksi dan mendefinisikan berita tersebut.
Fakta yang dikumpulkan dan disusun selanjutnya akan
disebarkan. Media sebagai sarana penyalur pesan tidak hanya berfungsi
sebagai saluran pesan dari komunikator kepada penerima.Media tidak
bertindak sebagai suatu institusi yang netral dalam menyampaikan
pesan. Media bukanlah sauran yang bebas, ia (media) subjek yang
mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan
pemihakannya.24Sebagai contoh media juga menentukan dari sekian
banyak peristiwa yang terjadi, peristiwa mana yang harus diliput oleh
wartawannya, kemudian dari sisi mana si wartawan harus melihat
peristiwa tersebut.
Pemilihan realitas oleh media dikarenakan media memiliki
kepentingan antara lain ekonomi, politik ataupun ideologi. Media
tentunya akan membentuk realitas yang dapat mendukung kepentingan-
kepentingannya. Oleh karena itu media turut berperan dalam
mengkonstruksi realitas. Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari
cara wartawan memandang realitas tetapi kehidupan politik tempat
media itu berada. System politik yang diterapkan sebuah negara ikut
menentukan mekanisme kerja media negara itu mempengaruhi cara
media tersebut mengkonstruksi realitas.25
Media bias memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau
sebaliknya, mengaburkan dan meng-eliminirnya. Media bias
24Eriyanto, hlm 26 25Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Jakarta:
Granit.,2009) hlm 170
mengkonstruksi realitas, namun juga bias menghadirkan hiperreaitas.
Hiperrealitas menggiring orang mempercayai sebuah citra sebagai
kebenaran, meski kenyataan hanya dramatisasi realitas dan pemalsuan
kebenaran, “melampaui realitas”.26
Fakta atau realitas yang diliput kemudian ditampilkan dalam
media lewat pemberitaan.Pada dasarnya berita adalah laporan dari
suatu peristiwa atau realitas.Namun gambaran realitas atas peristiwa
dalam media bukanlah realitas yang sebagaimana adanya, yang diambil
oleh wartawan dan dituangkan.Berita adalah hasil dari konstruksi yang
selalu melibatkan pandangan ataupun nilai-nilai dari wartawan dan
media yang bersangkutan. Bagaimana ia dimaknai dan dipahami oleh
wartawan.
Proses pemahaman selalu melibatkan nilai-nilai tertentu
sehingga mustahil berita merupakan pencerminan dari realitas.27.
Proses pemaknaan realitas oleh wartawan sebagai aktor atau agen
pembentuk realitas. Wartawan bukanlah “pemulung” yang mengambil
fakta begitu saja.Dia tidak hanya melaporkan sebuah peristiwa namun
mendefinisikan dan secara aktif membentuk peristiwa dalam
pemahaman mereka.
26Alex Sobur opcit hlm 170 27Eriyanto, hlm 28
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman
makna-makna, penonjolan, dan tema-tema dari pesan untuk memahami
proses bagaimana pesan-pesan direpresentasikan dalam isi berita
khususnya pada rubrik parlemen dan politik di media palpres.com
edisiAgustus 2020.