bab ii landasan teori 2.1 prinsip perencanaan bangunan

40
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan Tahan Gempa Bangunan tingkat tinggi pada suatu struktur bangunan harus memiliki struktur yang kuat terhadap gaya gempa. Struktur yang kuat yaitu struktur yang tidak akan rusak dan tidak terjadi keruntuhan terhadap gaya-gaya yang bekerja seperti gaya gempa, dengan perencanaan sesuai dengan daerah dan kondisi tanah pada wilayah yang akan di bangun bangunan tersebut. Dalam perencanaan struktur tahan gempa harus juga di perhitungkan beban gempa, dalam perhitungan akan mendapat peluang keruntuhan yang seragam terhadap gempa yang terencana. Untuk mendapat peluang keruntuhan struktur yang seragam terhadap gempa rencana digunakanlah parameter MCE R yaitu percpatanrespon gerak tanah gempa maksimum yang terjadi di suatu wilayah dengan mempertimbangkan resiko gempa yang tertarget. Jika spectrum gempa maksimum MCE R dibutuhkan, maka spectrum respon desain harus dikalikan angka 1,5. Resiko gempa MCE R diambil sebagai gempa dengan periode ulang berkisar 2500 tahun dengan gempa yang mungkin terlewati besarnya selama rentan waktu umur struktur bangunan tersebut 50 tahun sebesar 2%. Pengambilan qperencanaan perancangan dan pelaksanaan. Struktur bangunan yang tahan terhadap gempa harus mengklasifikasikan daerah yang akan di bangun bangunan tersebut. Dalam perencanaan perlu memperhatikan desain penulangan dan sambungan dari keseluruhan struktur. dari segi material yang akan di pergunakan juga harus mampu menunjang kekuatan struktur bangunan itu sendiri dan tahan terhadap aktivitas lingkungan sekitar. Dalam pelaksanaannya perlu juga

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan Tahan Gempa

Bangunan tingkat tinggi pada suatu struktur bangunan harus memiliki

struktur yang kuat terhadap gaya gempa. Struktur yang kuat yaitu struktur yang

tidak akan rusak dan tidak terjadi keruntuhan terhadap gaya-gaya yang bekerja

seperti gaya gempa, dengan perencanaan sesuai dengan daerah dan kondisi tanah

pada wilayah yang akan di bangun bangunan tersebut.

Dalam perencanaan struktur tahan gempa harus juga di perhitungkan beban

gempa, dalam perhitungan akan mendapat peluang keruntuhan yang seragam

terhadap gempa yang terencana. Untuk mendapat peluang keruntuhan struktur

yang seragam terhadap gempa rencana digunakanlah parameter MCER yaitu

percpatanrespon gerak tanah gempa maksimum yang terjadi di suatu wilayah

dengan mempertimbangkan resiko gempa yang tertarget. Jika spectrum gempa

maksimum MCER dibutuhkan, maka spectrum respon desain harus dikalikan

angka 1,5. Resiko gempa MCER diambil sebagai gempa dengan periode ulang

berkisar 2500 tahun dengan gempa yang mungkin terlewati besarnya selama

rentan waktu umur struktur bangunan tersebut 50 tahun sebesar 2%. Pengambilan

qperencanaan perancangan dan pelaksanaan. Struktur bangunan yang tahan

terhadap gempa harus mengklasifikasikan daerah yang akan di bangun bangunan

tersebut. Dalam perencanaan perlu memperhatikan desain penulangan dan

sambungan dari keseluruhan struktur. dari segi material yang akan di pergunakan

juga harus mampu menunjang kekuatan struktur bangunan itu sendiri dan tahan

terhadap aktivitas lingkungan sekitar. Dalam pelaksanaannya perlu juga

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

5

memperhatikan system quality control dalam tahapannya harus

dilaksanakan dengan benar dan sesuai desain perencanaan yang telah di

rencanakan.

2.2 Definisi Dingding Geser

Menurut Tangoro (2006) Dinding geser merupakan komponen struktur yang

berfungsi meningkatkan kekakuan struktur dan menahan gaya lateral. Dinding

geser (shear wall) berupa beton atau baja, dirancang dapat menahan gaya lateral

yang ditimbulkan beban hidup dari angin atau gempa pada suatu sistem struktur

bangunan bertingkat tinggi.

Dalam perencanaan struktur bangunan tinggi, pada daerah atau lokasi

yangterkena pengaruh gempa bumi sering digunakan struktur gabungan antara

portalpenahan momen dengan dinding geser. Penggabungan struktur ini popular

digunakan pada bangunan bertingkat tinggi dengan struktur beton, karena struktur

bangunan akan memperoleh kekenyalan atau daktilitas (ductility) dan kekakuan

sistem struktur dengan hasil baik. Disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Perilaku Sistem Gabungan Penahan Gaya Lateral

(Sumber : Juwana, 2005)

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

6

2.2.1 Klasifikasi Dinding Geser Berdasarkan Letak

Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat diklasifikasikan

dalam 3 jenis yaitu :

1. Bearing walls adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar

beban gravitasi. Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi

antarapartemen yang berdekatan.

2. Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana

beban gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini

dibangun diantara baris kolom.

3. Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat

dalam gedung, yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang

terletak di kawasan inti pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi

pilihan ekonomis.

Gambar 2.2 Shearwall Berdasarkan Letak dan Fungsinya

(Sumber : Nugroho, F., 2017)

2.2.2 Elemen Struktur Dinding Geser

1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio

hw/lw ≥ 2, dimana desain dikontrol oleh perilaku lentur.

2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio

hw/lw ≤ 2, dimana desain dikontrol oleh perilaku geser.

3. Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling yang

terjadi akibat beban gempa ditahan oleh sepasang dinding, yang

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

7

dihubungkan oleh balok-balok perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan

tekan yang bekerja pada masing-masing dasar pasangan dinding tersebut.

2.2.3 Susunan Pada Shear Wall

1. Tertutup adalah susunan dinding-dinding melingkupi ruang simetris

seperti persegi panjang, bujur sangkar, segitiga, bulat, membentuk inti

(core).

2. Terbuka adalah susunan dinding-dinding terdiri dari unsur linear tunggal

atau gabungan unsur yang tidak lengkap melingkupi ruang geometrik.

2.3 Prinsip Shearbulding

Pada struktur bertingkat tinggi apabila mengalami goyang kea rah

horizontal, pada umumnya memiliki 3 macam pola goyang yang terjadi.

Kombinasi antara kelangsingan struktur. Jenis struktur utama penahan beban dan

jenis material bahan yang akan dipakai akan sangat berpengaruh terhadap pola

goyang yang telah dimaksudkan.

Umumnya pada analisis dinamika struktur pola goyangan pertamalah yang

diadopsi, artinya struktur dianggap cukup fleksibel dengan lantai-lantai tingkat

yang relatif kaku. Untuk sampai pada anggapan hanya terdapat satu derajat

kebebasan pada setiap tingkat, maka terdapat beberapa penyederhanaan/

anggapan-anggapan. Anggapan-anggapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Massa struktur akibat beban berguna, beban sendiri, beban hidup dan berat

kolom pada setengah tingkat di bawah dan di atas tingkat yang

bersangkutan harus dianggap terkonsentrasi pada tiap lantai tingkat di satu

titik (lumped mass) elevasi tingkat yang bersangkutan. Bertujuan agar

struktur yang terdiri atas tak terhingga derajat kebebasan berkurang

menjadi satu derajat kebebasan saja.

2. Dibandingkan dengan kolom-kolom pada struktur bangunan, lantai-lantai

pada tiap tingkatnya dianggap sangat kaku karena balok-baloknya

disatukan secara monolit oleh plat lantai. Berarti sebelum dan sesudah

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

8

goyangan, lantai tingkat tetap horisontal karean dianggap beam column

joint tidak berotasi. Sehingga simpangan massa yang terjadi hanya ke arah

horisontal saja tanpa terjadi punter, yang berkemungkinan mempunyai tak

terhingga derajat kebebasan.

3. Beban aksial kolom atau deformasi aksial kolom diabaikan, simpangan

massa dan pengaruh P-delta dianggap tidak terpengaruh terhadap momen

kolom tersebut. Oleh karena itu dengan anggapan ini dan anggapan-

anggapan sebelumnya lantai tingkat tetap pada elevasinya dan tetap

horisontal baik sebelum maupun setelah terjadi penggoyangan.

Dari anggapan-anggapan diatas maka struktur portal dianggap bergoyang

akibat gaya lintang saja yang berarti lentur balok dianggap tidak ada, atau pola

goyangan pada struktur bangunan ini didominasi oleh geser (shear mode). Dengan

perilaku atau anggapan tersebut, maka struktur bangunan tersebut disebut dengan

shear building. Dengan perilaku pola goyangan ini, maka hanya akan mempunyai

satu derajat kebebasan saja pada tiap tingkatnya, dan pada struktur portal

bangunan akan mempunyai N-derajat kebebasan pada tiap N-tingkatnya.

2.4 Perilaku Goyangan Pada Struktur Utama Bangunan

Pada kekuatan struktur atas bangunan gedung bertingkat banyak ini akan

terletak pada jenis, penempatan, ukuran dan bahan dari struktur utama. Maka dari

itu harus benar-benar perlu diketahui sifat-sifat perilaku struktur utamanya. Dan

perilaku tersebut adalah perilaku goyangan horisontal yang terjadi akibat beban

gempa.

2.4.1 Perilaku Goyangan Portal Terbuka

Portal merupakan gabungan antara balok dan kolom yang dihubungkan secara

kaku dan membentuk bangun kisi-kisi (“grid”). Portal termasuk struktur utama

bangunan yang bersifat fleksibel, yaitu mampu berubah cukup besar, karena balok

dan kolom bertampang ramping. Pada kenyataannya kekuatan portal akan

bergantung pada:

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

9

1. Kekakuan dasar balok dan kolom EI (flexural rigidity). Konstanta EI akan

bergantung pada jenis, mutu bahan dan dimensi potongan.

2. Jenis joint yaitu jenis hubungan antara balok dan kolom. Apabila joint

bersifat kaku, maka sifat kaku tersebut akan mampu mengekang/menahan

terjadinya rotasi ujung batang. Sifat pengekangan pada joint inilah yang

memberikan andil kekuatan dan portal.

Gambar 2.3 Pola Simpangan pada Portal

(Sumber : Pawirodikromo, 2012)

2.4.2 Pola Goyangan Struktur Dinding (Sructural Walls)

Pada dinding beton yang pendek, apabila dibebani secara horisontal, maka

proses deformasi akan didominasi oleh gaya geser, oleh karena itu konstruksinya

disebut dinding geser. Tetapi pada bangunan tinggi, dinding beton menjadi

ramping, lentur, sehingga dinding beton akan lebih tepat disebut “Cantilever

Wall”.

Pawirodikromo (2012) menyatakan bahwa, tujuan utama memperkaku walls

adalah untuk mengendalikan simpangan antara tingkat yang cukup besar yang

umumnya terjadi pada tingkat-tingkat bawah struktur portal terbuka. Oleh karena

itu kadang-kadang portal terbuka lebih ditujukan untuk menahan beban vertikal

saja. Menurut Wolfgang Schueller (1977) dalam Pawirodikromo (2012)

menyatakan, walaupun struktur utama jenis ini sangat popular tetapi berdasarkan

pengalaman, jenis “moment resisting frame” ini hanya efektif untuk 20-tingkat ke

bawah pada konstruksi beton dan 30-tingkat ke bawah untuk konstruksi baja.

Karena struktur dinding merupakan struktur yang kaku, maka perilaku goyangan

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

10

lebih dipengaruhi oleh lentur/flexure, kecuali untuk struktur dinding yang pendek.

Pola goyangan struktur dinding yang didominasi oleh “flexural mode” tersebut

adalah seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.4 Letak dan Pola Goyangan Struktur Dinding (Structural Walls)

(Sumber : Pawirodikromo, 2012)

2.5 Konsep Dalam Perencanaan Dinding Geser

Dilakukan asumsi terhadap dinding geser untuk menghindari tekuk

adalah dengan memperlakukannya sebagai kolom, dimana dimensi dinding geser

dengan komponen batas (boundary element) perlu dibatasi sesuai Gambar 2.11

Gambar 2.5 Dimensi Minimum Dinding Geser (Sumber : Paulay and Priestley, 1992)

yang mana nilai bc didapat dari hubungan antara ketebalan kritis dinding

geser (bc) dan daktilitas displacement (μΔ) sesuai dengan Gambar 2.12

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

11

Gambar 2.6 Hubungan Antara bc dan μΔ

(Sumber : Paulay and Priestley, 1992)

lw adalah panjang dinding geser dan μΔ merupakan faktor daktilitas desain yang

diambil ≤ 5. Untuk memenuhi kriteria stabilitas semua persyaratan yang terdapat

pada Gambar 3.7 harus terpenuhi dan luasan boundary element (Awb) harus

memenuhi syarat sesuai Persamaan 2.1.

bc2≤ Awb ≥ lw⁄ 10 [2.1]

2.6 Pembebanan Struktur

Pembangunan dari perancangan bangunan struktur bangunan adalah sebagai

ruang agar dapat digunakan untuk berbagai macam prasarana umum maupun

pribadi conroh seperti apartemen ini yang berfungsi sebagai tempat hunian.

Struktur sendiri terbuat dari material yang memiliki massa, massa struktur akan di

pengaruhi juga oleh berat sendiri dari struktur bangunan tersebut. Berat sendiri

pada struktur bangunan dan elemen-elemen sendiri dari struktur bangunan dan

elemen-elemen sendiri dari struktur bangunan disebut sebagai beban mati (dead

load), sedangkan beban hidup (live load) merupakan beban akibat dari

penghunian dan penggunaan suatu struktur tersebut, selain itu juga di pengaruhi

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

12

oleh pengaruh dari luar seperti kondisi alam berupa angin, salju dan gempa dan

lingkungan.

Jadi pembebanan sendiri merupakan sebuah beban yang akan di

perhitungkan dalam perancangan struktur bangunan dengan memperhitungkan

beban sendiri bangunan dan berdasarkan gaya dari luar. Beban mati beban hidup

sendiri dapat dihitung berdasarkan SNI-2874-2013 Tata Cara Perhitungan

Struktur Beton. Sedangkan beban-beban pada struktur bangunan dengan arah

kerjanya di bagi menjadi dua yaitu :

a. Beban Vertikal (Gravitasi).

1) Beban Mati (Dead Load)

2) Beban Hidup (Live Load).

3) Beban Hujan (Run Load)

b. Beban Horizontal (Lateral).

1) Beban Gempa (Earthquake).

2) Beban Angin (Wind Load).

3) Beban Tanah(Soil Load).

Sedangkan pada perhitungan analisa dinding geser ini akan

memperhitungkan beban horizontal yaitu beban gempa dan mengabaikan beban

angin, tekanan tanah. Sedangkan beban vertikal memperhitungkan beban mati dan

beban hidup.

2.6.1 Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup adalah beban yang besar dan posisinya berubah-rubah, beban

hidup bergerak dengan tenaganya sendiri, dan di sebut beban gerak, seperti

manusia, perabotan pada hunian dan alat-alat elektronik. Beban hidup sendiri di

tinjau dari sisi arah dapat bekerja secara vertikal maupun horizontal besarnya

beban hidup sendiri dapat di tinjau dari sisi arah mampubekerja secara vertikal

maupun horizontal, besarnya beban hidup sendiri dapat di tentukan berdasarkan

standar yang berlaku, standar tersebut diatur pada SNI-2487-2013 Persyaratan

Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

13

2.6.2 Beban Mati (Dead Load)

Dalam perencanaan bangunan besarnya beban mati harus di hitung terlebih

dahulu, beban mati adalah beban yang bekerja secara vertikal ke bawah dari

struktur bagunan dengan besarnya yang konstan dan berada pada posisi yang tetap

dan tidak berubah-ubah yang terdiri dari berat sendiri pada struktur. Dalam

perencanaan berat beban mati dapat diperhitungkan, yang selanjutnya akan

digunakan sebagai analisa. Dapat di tinjau dari dimensi dan berat elemen struktur

yang sangat berpengaruh dalam perhitungan beban mati, berat elemen struktur

pada beban mati di pengaruhi oleh volume dan material yang akan digunakan

pada elemen struktur.

2.6.3 Beban Gempa(Earthquake)

Beban gempa termasuk dalam beban horizontal(lateral) yang bekerja pada

struktur bangunan yang di akibatkan dari pergerakan pada tanah kerena adanya

kondisi alam gempa bumi baik vulkanik maupun tektonik. Gempa bumi sangat

berpengaruh pada kekuan dan kekuatan struktur banguan tingkat tinggi, dan

apabila perencanaan yang kurang tepat maka dapat menyebabkan keruntuhan

struktur pada bangunan yang diakibatkan oleh gempa, dalam analisa perhitungan

perlu adanya pemetaan wilayah yang akan memiliki koefisien yang berbeda-beda

pada setiap wilayah, yang akan digunakan sebagai analisa untuk struktur

bangunan tersebut.

2.6.4 Kombinasi Beban Ultimit

Pada struktur bawah yaitu struktur pondasi harus di desain dan dirancang

sedemikian rupa agar kuat dan mampu menahan tumpuan dari struktur diatasnya,

dan mampu menahan beban ultimit yang bekerja, berikut beban-beban terfaktor

dengan kombinasi-kombinasi sesuai dengan SNI-2487-2013 sebagai berikut :

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R)

3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W)

4. 1,2D + 1,0w + L + 0,5 (Lr atau S atau R)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

14

5. 1,2D + 1,0 E + L + 0,25

6. 0,9D + 1,0w

7. 0,9D+ 1,0E

2.7 Katagori Resiko Gempa dan Faktor keutamaan Gempa

Menurut SNI-1726-2012:13 Berbagai kategori risiko struktru bangunan

gedung dan non gedung sesuai Tabel 2.2 pengaruh gempa rencana terhadapnya

harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2.1. Khusus

untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk

untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur

bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko

IV.

Tabel 2.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk

beban gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tepi tidak di batasi untuk

antara lain :

- Fasilitas petanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan

- Fasiltas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur lainnya

I

Semua Gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam

katagori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ rumah susun

- Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industri

- Fasilitas manufaktur

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

15

- Pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa

manusiapada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Bioskop

- Gedung pertemuan

- Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat

darurat

- Fasilita penitipan anak

- Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung,tidak termasuk kedalaman kategori risiko

IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar

dan gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi

kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

- Pusat pembangkit listrik biasa

- Fasilitas penganganan limbah

Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko

IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,

penanganan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,

bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)

yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana di mana jumlah

kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi

berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi

kebocoran

III

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang

penting, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk:

- Bangunan-bangunan monumental

- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas

bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta

garasi kendaraan dadrurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan

tempat perlindungan darurat lainnya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi, dan fasilitas

lainnya untuk tanggap darurat

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki

penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasion

listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau

struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadaman

kebakaran) yang diisyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan

darurat.

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan

fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV

IV

Sumber: SNI 1726 (2012:14)

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

16

Tabel 2.2 Faktor keutamaan gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan

gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,5

Sumber : SNI 1726 (2012:15)

2.8 Analisis Dinamik

Analisis dinamik adalah analisis struktur dimana pembagian gaya geser gempa

di seluruh tingkat diperoleh dengan memperhitungkan pengaruh dinamis gerakan

tanah terhadap struktur .

2.8.1 Analisis Ragam Respons Spektrum

Menurut Widodo (2012), respons spektrum adalah suatu spektrum yang

disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode getar struktur T, lawan respons-

respons maksimumnya untuk suatu rasio redaman dan beban gempa tertentu

respons maksimum dapat berupa simpangan maksimum (Spectral Displacement,

SD), kecepatan maksimum (Spectral Velocity,SV), atau percepatan maksimum

(Spectral Acceleration, SA) suatu massa struktur dengan derajat kebebasan

tunggal (Singel Degree of Freedom, SDOF). Suatu spektrum maksimum suatu

gempa tertentu kadang-kadang dinyatakan dalam fungsi :

SD (ξ, T, μ, S)

SV (ξ, T, μ, S)

SA (ξ, T, μ, S)

dengan ξ adalah rasio redaman, T adalah periode getar dan μ adalah daktalitas

struktur dan S adalah jenis tanah.

Dapat diketahui bahwa respons spektrum suatu struktur SDOF akan

bergantung pada beban gempa, rasio redaman, periode getar, daktalitas struktur

dan jenis tanah setempat. Umumnya beban gempa, rasio redaman, daktalitas dan

jenis tanah sudah dijadikan suatu variable kontrol sehingga grafik yang ada

tinggalah plot antara periode getar T lawan nilai simpangan, kecepatan atau

percepatan maksimum.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

17

Parameter SS (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1

(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing

respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik

dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen

dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan

gravitasi. Bila S1 < 0,04g dan Ss < 0,15g, maka struktur bangunan boleh

dimasukkan ke dalam kategori desain seismik A, dan cukup memenuhi

persyaratan dalam kategori desain seismik A. Nilai parameter SS dan S1 dapat

dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 berikut.

Gambar 2.7 SS, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget

(MCRER), Kelas Situs SB

(Sumber : SNI 1726-2012)

Gambar 2.8 S1, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget

(MCER), Kelas Situs SB

(Sumber : SNI 1726-2012)

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

18

Koefisien risiko terpetakan masing-masing CRS dan CR1, dengan CRS

adalah koefisien risiko terpetakan untuk spektrum respon periode pendek dan CR1

adalah koefisien risiko terpetakan untuk spektrum respon periode 1 detik. Nilai

CRS dan CR1 dapat dilihat pada Gambar 2.15 dan Gambar 2.16

Gambar 2.9 CRS, Koefisien Risiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral

0,2 detik

(Sumber : SNI 1726-2012)

Gambar 2.10 CR1, Koefisien Risiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 1

detik (Sumber : SNI 1726-2012)

Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah,

diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1

detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

19

pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang

mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan

pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan

pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

SMS = Fa . SS [2.2]

SM1 = Fv . S1 [2.3]

Keterangan:

SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

perioda pedek

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk

perioda 1,0 detik

Koefisiensi situs nilai Fa dan Fv dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5

Tabel 2.3 Klasifikasi Situs

Kelas Situs Vs (m/dt) N atau

Nch

U (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai

1500

N/A N/A

SC (tanah keras, sangat

padat dan batuan lunak)

350 sampai

750 >50 ≥ 100

SD (tanah sedang) 175 sampai

350

15

sampai 50

50 sampai

100

SE (tanah lunak)

< 175 < 15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3

m tanah dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Indeks plastisitas, PI > 20

2. Kadar air, w ≥ 40%

3. Kuat geser niralisir Su < 25 kPA

SF (tanah khusus, yang

membutuhkan investigasi

geoteknik spesifikasi dan

analisis respon spesifik-

situs)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu

atau lebih dari karakteristik berikut:

Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban

gempa seperti mudah likuifasi, lempung sangat

sensitive, tanah tersementasi lemah

Lempung sangat organik dan atau gambut (ketebalan H

> 3m)

Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H>7,5

m dengan Indeks Plastisitas PI>75)

Lapisan lempung lunak setengah teguh dengan

ketebalan H>35m dengan Su < 50 kPA

Sumber : SNI 1726 (2012:17)

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

20

Tabel 2.4 Koefisien Situs, Fa

KELAS

SITUS

PARAMETER RESPONS SPEKTRAL PERCEPATAN GEMPA

MCER TERPETAKAN PADA PERIODA PENDEK, T=0,2 DETIK,SS

SS≤0,25 SS=0,5 SS =0,75 SS =1,0 SS ≥ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1.1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Sumber : SNI 1726 (2012:22)

Tabel 2.5 Koefisien Situs, Fv

KELAS

SITUS

Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan untuk perioda

1,0 detik, S1

S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

Catatan:

(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier

(b) S1 = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis

respons situs-spesifik

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek (SDS) dan pada

periode 1 detik (SD1), harus ditentukan melalui rumus:

SDS =

. SMS [2.4]

SD1 =

. SM1 [2.5]

Desain respons spektrum diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak

tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

21

harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 2.17 dan mengikuti ketentuan di

bawah ini:

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain,

Sa, harus diambil dari persamaan :

Sa = SDS (0,4 + 0,6 .

) [2.6]

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau

sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS.

3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa,

diambil berdasarkan persamaan :

Sa =

[2.7]

Keterangan:

SDS = Parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek,

SD1 = Parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik,

T = Perioda getar fundamental struktur

T0 = 0,2 .

[2.8]

TS =

[2.9]

S

Gambar 2.11 Spektrum Respons Desain

(Sumber : SNI 1726-2012)

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

22

Masing-masing bangunan dan struktur harus ditetapkan ke dalam kategori desain

seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spectral

percepatan desainnya, SDS dan SD1 sesuai Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.

Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons

Percepatan pada Perioda Pendek

Nilai SDS Kategori risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

0,167 ≤ SDS < 0,33 B C

0,33 ≤ SDS < 0,50 C D

0,50 ≤ SDS D D

Tabel 2.7 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons

Percepatan pada Perioda Pendek 1 Detik

Nilai SD1 Kategori risiko

I atau II atau III IV

SD1 < 0,167 A A

0,067 ≤ SD1 <

0,133

B C

0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D

0,20 ≤ SD1 D D

2.9 Pemodelan struktur

Model matematikaa harus dibuat untuk tujuan penentuan gaya elemen

struktur perpindahan struktur yang dihasilkan dahasilkan dari beban yang di

terapkan dari semua perpindahan yang dikenakan atau terpengaruh oleh p-delta.

Model harus menyertakan kekakuan dan kekuatan elemen yang signifikan

terhadap distribusi gaya dan deformasi dalam struktur dan mempresentasikan

distribusi massa dan kekakuaan secara spesial pada seluruh struktur.Model

tersebut sesuai dengan hal berikut ini :

a. Properti kekakuan elemen beton dan batu bata harus di perhitungkan

pengaruh penampang retak

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

23

b. Untuk sistem rangka baja memikul momen, konstribusi deformasi daerah

panel pada simpangan antar lantai tingkat keseluruhan harus di sertakan

2.9.1 Geser Dasar Seismik

Menurut SNI-1726-2012:54 geser dasar seismik, V, dalam arah yang

ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :

[2.10]

Keterangan :

Cs = Koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai dengan perhitungan

koefisien respons seismik

W = Berat seismik efektif

2.9.2 Perhitungan Koefisien Respons Seismik

Menurut SNI-1726-2012:54 koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan

sesuai dengan persamaan berikut :

(

) [2.11]

Keterangan :

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda

pendek

R = Faktor modifikasi respons

Ie = Faktor keutamaan gempa

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan diatas tidak perlu melebihi

berikut ini :

(

) [2.13]

Cs harus tidak kurang dari

Cs = 0,044SDSIe ≥ 0,01

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

24

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di ndaerah dimana S1 sama

dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari :

(

)

[2.14]

Keterangan :

SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0

detik

T = Perioda fundamental struktur (detik)

S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan

2.9.3 Perioda Fundamental Pendekatan

Menurut SNI 1726 (2012:55) periode fundamental pendekatan (Ta), dalam

detik, harus dittentukan dari persamaan berikut :

[2.15]

Keterangan :

hn = Ketinggian struktur, dalam (m), di atas samapi tingkat tertinggi s

truktur, Ct , x ,Ditentukan dari Tabel 2.5

Tabel 2.8 Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung

Parameter percepatan

respons spektral desain pada 1

detik, SD1

Koefisien Cu

≥ 0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

≤ 0,1 1,7

Sumber : SNI 1726 (2012:56)

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

25

Tabel 2.9 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x

Tipe struktur Ct X

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100

persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau

dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan

mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

Sumber : SNI 1726 (2012:56)

2.10 Geser Dasar Minimum Untuk Menghitung Simpangan Antar Lantai

Distribusi gaya lateral gempa (Fx), yang dihasilkan oleh semua lantai yang

diambil dari persamaan berikut. SNI 1726 (2012:57)

Fx = CVX . V [2.16]

Dan

Cvx =

[2.17]

Keterangan :

Cvx = Faktor distribusi Vertikall

V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (Kn)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

26

Wi dan Wx = Bagian total berat seismic efektif total struktur (W) yang

di tempatkan atau di kenalkan pada tingkat I atau x

hi dan hx = Tinggi dari dasar sampai tingkat I atau x

k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai

berikut:

untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau

kurang, k = 1

untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik

atau lebih, k =2

untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 dan 2,5

detik k harus sebesar 2 atau harus di tentukakan melalui

interpolasi linier antara 1 dan 2

2.11 Penentuan Simpangan Antar Lantai

Defleksi pusat massa di tingkat x,( 𝛿x) mm harus ditentukan sesuai dengan

persamaan berikut :

𝛿x

[2.18]

Keterangan :

Cd = Faktor amflikasi

𝛿𝑥𝑒 = Defleksi pada lokais yang diisyaratkan

𝑒 = Faktor keutamaan gempa

2.12 Geser Dasar Minimum Untuk Menghitung Simpangan Antar Lantai

Analisa elastik sistem penahan gaya gempaaa untuk perhitungan simpangan

antar lantai harus dilakukan dengan menggunakan gaya desain.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

27

2.13 Nilai Perioda untuk Menghitung Simpangan Antar Lantai

Untuk menentukan kesesuain dengan batasan simpangan antara lantai tingkat

dalan di injinkan untuk menentukn simpangan antar lantaiu elastis ,( 𝛿xe),

menggunakan gaya desain seismik berdasarkan pada periode fundamental struktur

yang dihitung tanpa batasan atas ( Cu Ta) yang di tetapkan

2.14 Torsi Tak Terduga

Torsi bawaan merupakan untuk difragma yang tidak fleksibel, pada distribusi

gaya lateral pada masing-masing lantai harus memperhitungankan besarnya

pengaruh momen torsi bawaan, yang di peroleh dari hasil eksentrisitas antara

lokasi pusat massa dan pusat kekakuan yang diasumsikan dengan lima persen

demensi struktur tegak lurus terhadp gaya arah yang di terapkan.

Apabila gaya gempa di terapkan ke semua arah orthogonal maka perpidahan

pusat massa sebesar lima persen yang telah di syaratkan tidak perlu di pergunkan

dalam kedua arah orthogonal pada saat persamaan, tetapi harus di terapkan dalam

arah yang menghasilkan pengaruh yang lebih besar.

2.15 Perbesarn Momen Torsi Terduga

Unturk struktur yang dirancang pada kategori C,D,E dan F dimana tipe 1a

dan 1b ketidakberaturan torsi memiliki perhitungan dengan mengalikan Mta yang

tiap tingkat dengan pembesaran torsi (Ax) ditentukan dengan persamaan berikut :

Ax =

[2.19]

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

28

Gambar 2.12 Faktor pembesaran Torsi Ax

Sumber : SNI-1726:2012

2.16 Pengaruh P-Delta

P-delta akan mempengaruhi geser,momen tingkat,dan momen elemen struktur,

tidak harus memperhitungkan koefisien stabilitas (θ) pada simpangan antar lantai

bila nilainya kurang dari 0,1, persamaannya adalah sebagai berikut :

θ =

[2.20]

Pada saat θ > 0,10 maka harus menggunakan persamaan untuk mengecek

θmax =

≤ 0,25 [2.21]

Bila θ > θmax berarti struktur tidak stabil dan desain ulang menjadi pilihan terakhir.

2.17 Kekakuan

Bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat prinsipnya baik

sebelum maupun sesudah penggoyangan dianggap horisontal. Plat lantai yang

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

29

menyatu secara kakun dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok

sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip desain bangunan

tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibanding dengan balok, namun

rasio tersebut tidak selalu linier dengan kekakuannya. Maka pada prinsip shear

building dimungkinkan pemakaian lumped mass model, yaitu kekakuan setiap

kolom dapat dihitung berdasarkan rumus standar. Widodo (2001) menyatakan

pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin besar kemampuannya dalam

mengekang rotasi ujung kolom, sehingga akan menambah kekakuan kolom.

2.17.1 Kekakuan Kolom Jepit-jepit

Untuk menyederhanakan proses analisis dinamik, maka beberapa

asumsi perlu diambil. Salah satunya adalah bahwa titik pertemuan antara kolom

dengan balok dianggap tidak berotasi agar balok tetap horisontal sebelum dan

sesudah penggoyangan. Namun karena kenyataannya join-join struktur bangunan

dapat berotasi secara bebas, maka untuk menghitung kekakuan kolom ini diambil

model kolom jepit-jepit yang join atasnya mengalami perubahan tempat secara

horisontal seperti pada Gambar 2.18.

a) Kolom Jepit-jepit b) Jepit-sendi

Gambar 2.13 Kekakuan Kolom Jepit-jepit dan Jepit-sendi

(Sumber : Widodo, 2001)

Menurut prinsip mekanika, suatu kolom jepit-jepit panjang h

dengankekakuan lentur (flexural rigidity) EI yang salah satu ujungnya mengalami

perpindahan tempat sebesar y, maka ujung-ujung elemen tersebut akan timbul

momen sebesar,

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

30

M1 =

y dan, M2 =

y [2.22]

Karena elemen tersebut mempunyai potongan yang prismatik maka M1

akan sama dengan M2. Adanya momen akan menimbulkan gaya geser yang

bekerja pada masing-masing join sebesar,

H1=

+

= {

} =

[2.23]

Pada hakekatnya gaya horisontal yang bekerja pada join atas P = H1 = H2,

maka kekakuan kolom dapat dihitung dengan,

K =

=

=

[2.24]

Persamaan 3.18 adalah kekakuan kolom prismatik jepit-jepit dengan

mengabaikan efek P-delta. Untuk kolom jepit-sendi maka kekakuannya dapat

dicari dengan cara yang sana dan dapat dihitung dengan

K =

[2.25]

Gambar 2.14 Pegas Paralel dan Pegas Seri

(Sumber : Widodo,2001)

Struktur bangunan umumnya didukung oleh beberapa kolom, kolom tersebut

memiliki fungsi utama menahan beban baik beban vertikal maupun horisontal.

Kolom-kolom tersebut akan memperkuat satu sama lain dalam menahan beban.

Pemodelan kekakuan kolom dimodelkan sebagai serangkaian pegas parallel yang

bekerja secara bersamaan. Ciri-ciri rangkaian pegas parallel adalah apabila kolom-

kolom/pegas-pegas tersebut berhubungan dengan massa secara bersamaan. Pegas

yang tersusun secara parallel menganut prinsip persamaan regangan artinya

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

31

seluruh pegas memiliki regangan yang sama, sehingga kekakuan total yang

merupakan kekakuan ekivalen dihitung dengan rumus,

Keq = ∑ [2.26]

dimana i = 1, 2, 3,...n adalah jumlah kolom, Ki adalah kekakuan kolom i menurut

persamaan 3.19.

Pada rangkaian pegas seri, sebelum bertemu dengan massa maka pegas

yang satu saling bertemu/berhubungan dengan pegas lain. Oleh karena itu pegas-

pegas tersebut tidak saling memperkuat sebagaimana rangkaian parallel tetapi

justru saling memperlemah. Pembebanan vertikal pada lapisan-lapisan tanah yang

mana tiap-tiap lapis mempunyai kekakuan masing-masing adalah salah satu

contoh dari pemodelan kekakuan tanah dengan pegas seri. Pendekatan pegas

merupakan jumlah dari pendekatan masin-masing pegas dan menganut prinsip

persamaan tegangan/beban sepanjang pegas sehingga,

y1 =

, y2 =

, y3 =

, [2.27]

dimana y adalah pendekatan yang dialami oleh masing-masing pegas.

Total pendekatan yang dialami pegas seri adalah jumlah dari pendekatan

yang dialami oleh masing-masing pegas sehingga,

y = y1 + y2 + y3 =

+

+

= P{

} = P {

} [2.28]

Dengan demikian kekakuan ekivalen rangkaian pegas seri dapat dihitung

dengan rumus,

∑ (

)

[2.29]

2.17.2 Kekakuan Menurut Cara Muto (1975)

Muto (1975) dalam Widodo (2001) memberikan alternatif tata cara

menghitung kekakuan kolom dengan memperhitungkan kekakuan balok. Hal ini

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

32

berarti bahwa join-join dimungkinkan untuk berotasi. Kekakuan relatif balok dan

kolom dinyatakan dalam,

Kkc =

, Kkb=

[2.30]

yang mana K adalah koefisien kc dan kb masing-masing adalah

kekakuan relatif kolom dan balok, hc dan Ib berturut-turut adalah tinggi kolom

dan panjang balok. Kekakuan Muto dapat ditulis seperti pada persamaan berikut,

Km = Cm . Kf [2.31]

Dengan

Cm=

dan Kf =

[2.32]

yang mana Km adalah kekakuan Muto, Kf adalah kolom jepit-jepit dan Cm

adalah koefisien, sedangkan nilai k’ adalah bentuk persamaan umum.

Ada terdapat perbedaan kekakuan relatif antar balok seperti pada Gambar

2.20 berikut.

a) Kolom Tepi b) Kolom Tengah c) Kolom Bawah

Gambar 2.15 Beberapa Kondisi Pengekangan Kolom oleh Balok-balok (Sumber : Widodo, 2001)

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

33

Nilai k’ yang diapatkan berdasarkan letak/kondisi masing-masing kolom

seperti ditunjukan pada Gambar 2.20 diatas, yaitu:

a) Kolom tepi yaitu kolom yang dipegang oleh dua balok, maka koefisien k’

adalah

[2.33]

b) Kolom tengah yaitu kolom yang dipegang oleh 4 balok, maka koefisien k’

adalah,

[2.34]

c) Kolom bawah (dasar).

[2.35]

yang mana kolom dasar dapat berotasi yang dikontrol oleh adanya balok-balok

sloof

yang mana titik balik kolom terletak pada 1/3h dari join atas dengan h tinggi

kolom. Apabila kekakuan tingkat dasar diambil rata-rata dari kekakuan kolom

jepit-jepit dan kekakuan normal.

2.17.3 Kekakuan dengan Cara Matrik

Matrik hubungan antara kekakuan K, simpangan d, dan gaya F dapat

ditulis sebagai berikut:

[2.36]

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

34

Gambar 2.16 Model Struktur Bangunan Gedung 3 Lantai (Gedung

Bertingkat3) (Sumber : Sarwidi, 2013)

Mengacu dari Gambar 2.21 matrik kekakuan struktur K dan matrik gaya

gempa F disusun sebagai berikut.

[2.37]

[2.38]

[2.39]

Kemudian nilai-nilai F dan d dimasukan dalam persamaan 2.33, 2.34, 2.35

maka akan didapatkan nilai kekakuan tingkatnya.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

35

2.17.4 Kekakuan Struktur Dinding (Structural Wall)

Struktur dinding (structural wall) sangat sering dipakai sebagai struktur

utama penahan beban horisontal. Sebagaimana diketahui bahwa pada portal

bangunan bertingkat sangat banyak, karena deflected shape portal mengikuti pola

shear mode maka simpangan antar tingkat pada tingkat-tingkat bawah umumnya

menjadi sangat besar. Simpangan antar tingkat yang besar dapat mengakibatkan

terjadinya sendi-sendi plastik pada balok. Sesuatu yang perlu diperhatikan adalah

bahwa terbentuknya sendi-sendi plastik jangan sampai terjadi terlalu dini karena

begitu tingginya bangunan. Oleh karena itu diperlukan elemen struktur yang lain

yaitu struktur dinding beton bertulang yang dapat mengendalikan simpangan antar

lantai tingkat yang berlebihan pada tingkat-tingkat bawah.

Antara struktur dinding dan portal mempunyai pola simpangan yang saling

berlawanan (conflict of deformation modes). Struktur portal akan mengalami pola

simpanganyang didominasi shear, sedangkan struktur dinding mempunyai pola

simpangan yang didominasi oleh lentur (flexure). Tingkat-tingkat bawah struktur

portal umumnya dibantuoleh struktur dinding. Namun sebaliknya pada tingkat-

tingkat atas struktur dinding mempunyai pengaruh yang kurang baik.

Untuk keperluan analisis perlu ditetapkan besarnya kekakuan elemen struktur

dinding. Walaupun perilaku struktur dinding dan kolom pada portal sangat

berbeda, namun rumus kekakuan kolom dapat diaplikasikan pada struktur

dinding. Pada struktur dinding, selain kekakuan akibat lentur, maka kekakuan

akibat pengaruh geser perlu diikutsertakan.oleh karena itu kekakuan struktur

dinding adalah jumlah dari pengaruh lentur dan geser.

Blume dkk (1961) dalam Widodo (2001) mengatakan bahwa untuk struktur

dinding dengan dukungan jepit-jepit (join tidak mengalami rotasi), kekakuan

dapat dihitung menurut rumus,

[2.40]

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

36

yang mana G adalah modulus geser bahan, A adalah luas tampang struktur

dinding, Iw adalah panjang struktur dinding danK adalah suatu koefisien yang

bergantungan pada potongan.

Sedangkan menurut Muto (1975) dalam Widodo (2001) menyatakan nilai K =

1, K= 1-1,5 dan K = 1,5 untuk struktur dinding dengan potongan berturut-turut

seperti Gambar 2.24

a)Jepit-jepit b)Jepit-bebas Potongan

Gambar 2.17 Struktur Dinding dengan Potongan

(Sumber : Widodo, 2001)

2.18 Pengertian Core wall

Core Wall merupakan sistem dinding pendukung linear yang cukup sesuai

untuk bangunan tinggi yang kebutuhan fungsi dan utilitasnya tetap yang juga

berfungsi untuk memenuhi kekakuan linear yang diperlukan oleh struktur

bangunan. Dan dalam aplikasi konstruksi dilapangan kita dapat mengenal struktur

corewall ini sebagai struktur ruang lift. Sihalf atau service duct. Struktur core wall

ini juga biasanya ditempatkan memanjang searah tinggi bangunan.

Sebagai gambarannya, core wall dapat dibayangkan sebagai penahan lateral

yang miring dengan balok besar yang terkantilever dari tanah. Oleh sebab itu

tegangan geser dan lentur yang bekerja pada dinding inti menyerupai balok

berpenampang persegi. Dengan anggapan bahwa struktur itu akan sanggup

menahan gaya-gaya yang bekerja padanya dan tidak akan runtuh. Karena inti ini

juga memikul beban gravitasi. Keutungannya adalah timbul pratekan oleh gaya-

gaya induksi sehingga inti tersebut tidak perlu dirancang untuk menahan tegangan

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

37

tarik oleh lentur yang diakibatkan oleh beban lateral (hal ini nyata sangat berlaku

pada struktur inti beton yang besar).

Dalam aplikasi desain konstruksi penggunaan core wall dipertimbangkan

sebagai suatu bagian dari sistem konstruksi bangunan tinggi yang bisa memikul

gaya puntir (torsi), yang dapat terjadi akibat adanya eksentrisitas beban atau

eksentrisitas struktur. Selain itu, struktur ini juga dapat dibuat secara asimetris dan

disematkan didalam ataupun diluar bangunan.

2.19 Teori Core wall

Dalam perancangan strukturnya sangat perlu diperhatikan mengenai

bagian-bagian core wall yang terdiri dari struktur horisontal dan vertikal yang

saling terkait terhubung. Sistem core wall untuk aplikasi bangunan tinggi terdiri

dari :

1. Sistem kolom yang terdiri dari core wall dan kolom

2. Struktur bebas pada lantai yang terhubung pada struktur core wall

3. Core wall dengan kolom-kolom di atas satu struktur grid sebagai

alasnya, dimana di atas struktur pondasi hanya berupa struktur vertikal

4. Core wall digabungkan dengan plat lantai yang digantung pada struktur

grid

5. Core wall yang terhubung dengan kolom di atas grid dengan tujuan

membuat sistem struktur statis

Uraian di atas menjelaskan sistem core wall, masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sehingga pada penelitian ini

dapat fokus terhadap permasalahan analisa core wall terhadap gaya gempa yang

terjadi.

Pada dasarnya core wall adalah sistem struktur yang dirancang menahan

gaya lateral akibat beban angin dan gempa yang merupakan beban dinamis.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

38

2.19.1 Metode Core wall

a. Metode Semi-Inverse St.Venant

Metode yang digunakan untuk bentuk core wall tidak bundar, metode ini

menggambarkan perpindahan u, v dan w sebagai perandaian pertama, berikut

terdapat dua asumsi yang digunakan untuk menjelaskan komponen yang

berpindah :

1. Bentuk potongan penampang tidak boleh berubah setelah mengalami puntir

2. Warping (lekukan) dari potongan harus sama

b. Metode Dinding Tipis, Thin Tube Bredt Teori

Persamaan yang lebih ringkas diturunkan Bredt bertujuan untuk persamaan

torsi pada beton bertulang, dengan variabel yang ketebalan yang ditunjukkan

dalam gambar 2.13. Tube mempunyai sumbu z longitudinal yang dibebani

momen torsi T. Suatu elemen ABCD menerima tegangan dasar seperti yang

ditampilkan sepanjang dz, tegangan geser pada muka AD adalah τ1 dan pada

muka BC adalah τ2. Tebal dari muka AD dan BC adalah t1 dan t2

[2.41]

Bila t1 = t2 = t, maka shear flow q = τ t dimana gaya geser per unit Panjang, maka

q harus sama pada titik A dan B. Pada gambar 2.8 gaya geser sepanjang ds

adalah qds, maka dapat ditulis momen torsi.

[2.42]

r adalah jarak pusat torsi dari sumbu punter ke gaya geser qds.

rds sama dengan dua kali luasan segitiga yang dibentuk oleh r dan ds, maka

luasan sekeliling dapat dimisalkan :

[2.43]

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

39

Dimana A adalah luas total yang dibatasi oleh dia garis sumbu dinding, maka

di dapatkan persamaan :

[2.44]

[2.45]

Sedangkan pada permukaan yang sempit adalah :

[2.46]

[2.47]

[2.48]

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

40

Gambar 2.18 Torsi Pada Tampang Shaft

Gambar 2.19 Geometri Penampang Shaft

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

41

Gambar 2.20 Tegangan Geser Pada Thin Tube

2.20 Perencanaan core wall

2.20.1 Persyaratan Tulangan Core Wall

Tulangan geser harus disediakan dalam dua arah tegak lurus pada bidang

dinding. Rasio tulangan minimum untuk arah vertikal dan horizontal ditentukan

sebagai berikut :

Apabila gaya geser desain, 𝑢 > 0,083𝜆𝐴𝑐𝑣√𝑓𝑐 ′ , rasio penulangan 𝜌

dan 𝜌𝑡 tidak boleh kurang dari 0,0025

[2.49]

𝜌 = rasio luasan tulangan yang tersebar pada bidang yang tegak lurus bidang

𝐴𝑐𝑣, terhadap luasan gross beton 𝐴𝑐cv.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

42

𝜌𝑡 = rasio luasan tulangan yang tersebar pada bidang yang parallel bidang 𝐴𝑐𝑣,

terhadap luasan gross beton yang tegak lurus terhadap tulangan tersebut.

pabila gaya geser desain, 𝑢 < 0,083𝜆 𝐴𝑐𝑣√𝑓𝑐 ′ , maka dapat digunakan

raasio tulangan minimum seperti pada dinding struktural biasa sesuai pasal

14.3 SNI 2847-2013.

Jarak tulangan untuk masing-masing arah pada dinding struktural tidak

boleh melebihi 450 mm.

Paling sedikit harus dipasang tulangan dalam dua lapis apabila 𝑢 >

0,17𝐴𝑐𝑣𝜆√𝑓𝑐 ′

2.20.2 Kuat Geser Core Wall

Kuat geser suatu dinding geser dikatakan mencukupi apabila dipenuhi kondisi

berikut:

𝑢 ≤ ∅ n [2.50]

Keterangan :

𝑢 = Gaya geser terfaktor

𝑛 = Kuat geser nominal dinding geser

∅ = Faktor reduksi kekuatan

Kuat geser nominal dinding struktural ditentukan dalam SNI 2847,2013 pasal

21.9.4.1, yang menyatakan :

[2.51]

Keterangan :

𝛼𝑐 = 0,25 untuk 𝑤 𝑙𝑤 ≤ 1,5

= 0,17 untuk 𝑤 𝑙𝑤 ≥ 2,0

= bervariasi secara linier antara 0,25 dan 0,17 untuk 𝑤/ 𝑙w antara 1,5 dan

2,0

𝑤 = tinggi dinding

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan

43

𝑙𝑤 = panjang dinding

2.20.3 Desain Torsi

Kekuatan momen torsi menurut pasal 11.5.3.1 (b) SNI 2847 2013 :

( 𝑢 𝑏𝑤.𝑑 ) + ( .𝑃 1,7.𝐴2𝑜 ) ≤ Ø.( ( 𝑐 𝑏𝑤.𝑑 + 0,66.√𝑓′𝑐 ) [2.52]

Keterangan :

𝑢 = Gaya geser terfaktor

𝑢 = Gaya torsi terfaktor

𝑏𝑤 = Tebal dinding geser

𝐴𝑜 = Luas yang dilingkupi oleh garis pusat tulangan torsi

d = Jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan

f’c = Kuat tekan beton

𝑃 = Keliling garis pusat tulangan torsi

∅ = Faktor reduksi kekuatan

menurut pasal 11.5.3.5 SNI 2847 – 2013 bila Tu melebihi torsi terkecil yang

terdeteksi, maka desain penampang harus berdasarkan pada

∅ 𝑛 ≥ 𝑢 [2.53]

menurut pasal 11.5.3.7 SNI 2847 – 2013 luas tulangan longitudinal untuk

menahan torsi , A, tidak boleh dari :

[2.54]

Dimana :

𝑛 = Gaya torsi nominal

fyt = Kekuatan leleh tulangan

𝐴𝑜 = Luas bruto

s = Spasi tulangan

Ɵ = Sudut antara sumbu strat