bab ii landasan teori 2.1 konsep struktur tahan gempaeprints.umm.ac.id/54039/2/bab ii.pdfpenentuan...
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa
Perkembangan dunia pendidikan tinggi di indonesia semakin hari semakin
menunjukkan geliat akademis yang bagus. Hal ini merupakan di dukungnya dari
faktor lingkungan yang mempengaruhi di kampus UINSA Surabaya yang setiap
tahunnya mengalami peningkatan calon mahasiswa. Sehingga fasilitas gedung
perkuliahan sangatalah di butuhkan dan perlu di tambah untuk memfasilitasi
mahasiswa sebagai sarana dan prasarana berbagai aktivitas perkuliahan.
Pembangunan gedung perkuliahan baru FEBI UINSA Surabaya
menggunakan desain bangunan 7 lantai sebagai ruang kelas untuk aktivitas
mahasiswa beserta kantor dosen dan bentukan bangunan yang di gunakan yaitu
menggunakan bentuk L. Arsitektural pada bangunan terkadang kurang
memperhatikan faktor keamanan bangunan itu sendiri yang hanya dilihat dari sisi
keindahan saja. Desain denah bangunan yang arsimetris sangatlah rentan terjadi
keruntuhan akibat beban (gaya vertikal dan horisontal, seperti terjadinya gempa).
Agar bisa menimalisir keruntuhan bangunan dari beban akibat gempa tersebut di
perlukan konsep struktur bangunan yang tahan gempa serta dilakukan dilatasi pada
bangunan yang arsimetris , jika pada saat berlangsungnya beban gempa, reaksi yang
berlaku hanya pada balok. Oleh karena itu kolom harus di rancang sesuai memenuhi
konsep dasar dari perencanaan struktur tahan gempa pada bangunan agar tidak
mengalami kelelehan yang mengakibatkan keruntuhan ketika terjadi beban gempa.
Mengingat Indonesia sendiri merupakan negara yang fenomena gempa
sering terjadi, maka dalam perencanaan bangunan ini mengunakan acuhan SPRMK
(Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus) atau bisa di sebut dengan kolom kuat dan
balok lemah (Strong Coloumn And Weak Beam). Tujuan struktur memberi kekuatan
pada suatu bangunan karena struktur bangunan yang kuat dipengaruhi oleh faktor
beban mati (live load) dan beban hidup (dead load). Beban mati sendiri berupa
beban sendiri dan beban hidup diantaranya beban akibat beban ruang dan beban
khusus seperti beban gempa.
6
Suatu beban yang bertambah dan berkurang menurut waktu secara berkala
memalui beban vertikal dan horizontal di sebut beban bergoyang beban ini sangat
berbahaya apabila periode penggoyangan tidak sesuai estimasi yang di rencanakan
dapat menimbulkan lendutan yang melampaui batas yang dapat merusak struktur
bangunan.
2.2 Beton Bertulang
Beton adalah komponen utama pada suatu gedung yang terdiri dari suatu
campuran pasir , kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang di campur
menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat daru semen dan air membentuk suatu
massa mirip batuan,terkadang satu atau lebih bahan adiktif di tambahkan untuk
menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu seperti kemudahan pengerjaan
(workability), durabilitas dan waktu pengerasan (McCormac, 2010)
Menurut (Dipohusodo, 1994, hal. 10) nilai kuat tekan dan tarik beton tidak
berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya di sertai
peningkatan kecil nilai kuat tariknya.
sumber : (Dipohusodo, 1994, hal. 7)
Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha
perbaikan kekuatan tekan hanya di sertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya.
Suatu perkiraan kasar dapat di pakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal
hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Istimawan Dipohusodo,
(1996:10).
Gambar 2.1 Tegangan tekan benda uji beton
7
sumber : (Dipohusodo, 1994, hal. 26)
2.3 Pembebanan Struktur
Perencanaan pembebanan struktur gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam UINSA Surabaya ini di gunakan beberapa acuan standar sebagai berikut :
1) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI
2847:2013);
2) Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung
(SNI 1726:2012);
3) Standar Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (SNI 1727:2013)
2.3.1 Beban Mati (D)
Menurut SNI 2847:2013, berat mati yang di tumpu oleh komponen
struktur, sebagaimana di definisikan oleh tata cara bangunan gedung umum
dimana standar ini merupakan bagiannya (tanpa faktor beban).
Beban mati di perhitungan dalam struktur gedung bertingkat ini
merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi
struktural menahan beban. Beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut
diantaranta sebagai berikut :
Beton Bertulang = 2400 kg/m3
Tegel (24 kg/m2) + spesi (21 kg/m2) = 45 kg/m3
Gambar 2.2 Contoh distribusi tegangan dan
regangan beton bertulang
8
Plumbing = 10 kg/m3
Plafond + Penggantung = 18 kg/m3
2.3.2 Beban Hidup (L)
Sesuai SNI 2847:2013, beban hidup merupakan beban yang di
akibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain
yang tidak termasuk beban knstruksi dan beban lingkungan, seperti beban
angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir, atau beban mati. Beban
hidup selama kontruksi tidak di perhitungkan karena di perkirakan beban
hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi.
Beban hidup yang di rencanakan adalah sebagai berikut :
a) Beban Hidup Pada Lantai Gedung
Beban hidup yang di gunkan mengacu pada standar pedoman pembebanan
yang ada, yaitu sebesar 479 kg/m2. (SNI 1727:2013)
b) Baban Hidup pada atap Gedung
Beban hidup yang di gunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan
yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m2. (SNI 1727:2013)
2.3.3 Beban Gempa (E)
Beban gempa merupakan semua beban statik ekuivalen yang bekerja
pada gedung aau abgian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan
anah akibat gempa itu. Pengaruh dari gaya – gaya inersia pada arah vertikal
biasanya diabaikan, karena struktur sudah di rancang untuk menerima
pembebanan vertikal statik akibat pembebanan graviasi, yang merupakan
kombinasi antara beban hidup dan beban mati.( SNI 1726:2012)
2.3.4 Beban Kombinasi
Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi
harus di rancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi
pengaruh bahan bahan terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai
berikut:
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (L atau S atau R)
3. 1,2D + 1,6L (L atau S atau R) + (L atau 0,5W)
9
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (L atau S atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L + 0,5S
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
(SNI 1726-2012: 15)
2.4 Perencanaan Struktur
2.4.1 Perencanaan Plat
Pelat merupakan komponen struktur bangunan yang berfungsi untuk
menahan beban hidup secara langsung. Untuk pelat dimana perbandingan
sisi menahan beban hidup secara langsung. Untuk pelat dimana
perbandingan sisi panjang (ly) dan sisi pendeknya (lx) lebih dari 2 dapat di
pakai penulangan satu arah, sedangkan bila perbandingan sisi panjang (ly)
dan sisi pendek (lx) kurang dari 2 maka dapat di pakai sistem penulangan
dua arah.
2.4.1.1 Struktur Plat Lantai
Struktur bangunan yang berfungsi untuk menerima beban hidup
secara langsung yaitu pelat. pelat lantai di dukung oleh balok balok
yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan pelat lantai terbagi
menjadi dua yaitu pelat lantai satu arah dan dua arah.
2.4.1.2 Struktur Plat Satu Arah
Menurut (Dipohusodo, 1994, hal. 10), struktur plat satu arah
dapat di definisikan sebagai plat yang di dukung pada dua tepi yang
berhadapan, sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu
pada arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi.
Gambar 2.3 pelat satu arah Ly/Lx ≥ 2
10
Penentuan tebal pelat satu arah tergantung beban atau momen
lentur yang bekerja, defleksi yang terjadi dan kebutuhan kuat geser
yang di tuntut.
Menurut SNI 2847-2013:69 , tebal minimum dalam tabel 2.1
berlaku untuk konstruksi satu arah yang tidak menumpu atau tidak d
satukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak
akibat lendukan yang besar, kecuali bila perhitungan lendutan
menunjukan bahwa ketebalan yang lebih kecil dapat digunakan tanpa
menimbulkan pengaruh yang merugikan.
Tabel 2.1 Tebal minimum balok prategang atau pelat satu
arah bila lendutan tidak di hitung
( Sumber : SNI-2847-2013 butir 9.5.2.2)
2.4.1.3 Struktur Plat Dua Arah
Menurut (Dipohusodo, 1994, hal. 10), apabila plat didukung
sepanjang keempat sisinya, di batasi oleh balok anak pada kedua sisi
panjang dan oleh balok induk pada kedua sisi pendek, dimana lentur
akan timbul pada dua arah yang saling tegak lurus, dinamakan sebagai
pelat dua arah.
a. Persyaratan Tebal Pelat
Untuk tebal pelat dengan balok yang membentang di antara
tumuan pada semua sisinya, tebal minimumnya ( h ) harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a) 0,2 < αfm < 2,0, menggunakan rumus di bawah ini :
11
h min =In(0,8+
fy
1400)
36+5β(m −0,2) ......................................(2-1)
b) αfm > 2,0, menggunakan rumus di bawah ini :
h min =In(0,8+
fy
1400)
36+9.β .......................................(2-2)
b. Pembebanan Pelat
Wu = 1,2 Wdl + 1,6 Wll
Wdl = Jumlah beban mati pelat (kN/m2 )
Wll = Jumalag beban hidup pelat (kN/m2 )
c. Mencari Tulangan Momen yang cocok (Dipohusodo, 1994,
hal. 214)
Tentukan Nilai Rn =Mu
b.d2 untuk mendapatkan nilai ( rasio
tulangan).
m =𝑓𝑦
(0,85×𝑓𝑐′) .......................................(2-3)
ρ =1
m[1 − √1 −
2m.Rn
fy] .....................................(2-4)
ρ min =1,4
fy .......................................(2-5)
ρb =0,85(fc′)
fy0,85(
600
600+240) .................................(2-6)
ρ mak = 0,75. ρb .......................................(2-7)
Mencari Luas tulangan pokok
As = pakai x b x d .......................................(2-8)
Setelah mendapat nilai As, diameter tulangan dapat diambil
dari tabel A-5, Istimawan Dipohusodo
12
d. Setelah perhitungan tulangan maka harus dilakukan cek
momen nominal kapasitas penampang dengan rumus di
bawah ini :
a = (As x fy
0,85 x fc′x b) .......................................(2-9)
Mn = (As x fy)(d − a2⁄ ) ......................................(2-10)
MR = ϕMn (ϕ = 0,8) ......................................(2-11)
MR > Mu ( Momen rencana harus lebih besar dari
momen ultimate)
Gambar 2.4 Diagram Tegangan Regangan Pada Pelat
sumber : (Dipohusodo, 1994, hal. 32)
Menurut SNI 2847-2013 untuk menghitung momen
pada pelat dua arah di pakai rumus :
𝐌𝐨 =𝐪𝐮 𝐱 𝐋𝟐 𝐱 𝐋𝐧𝟐
𝟖 ......................................(2-12)
Tabel 2.2 Distribusi momen pada pelat dua arah
13
Gambar 2.5 Distribusi Momen Statik Total
menjadi Momen Positif dan Negatif
2.4.2 Perencanaan Balok
Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban dari
lantai ke kolom penyangga yag vertikal. Balok merupakan bagian struktur
yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat kolom lantai atas.
Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan akan beban-
beban.
14
Gambar 2.6 Balok Beton Bertulang
Perhitungan yang di perlukan untuk perencanaan Momen Ultimit
(Mu), perhitungan tulangan lentur dan juga penulangan geser.
2.4.2.1 Tulangan Lentur
Berdasarkan pasal 21.5.2.2 SNI 2847:2013 kekuatan momen
positif pada muka join harus kurang dari setengah kekuatan momen
negatif ( pada daerah desak tumpuan tidak Mu = 0,5 Mu baru).
𝝆𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖 =𝟎,𝟖𝟓𝒇′𝒄
𝒇𝒚(𝟏 − √𝟏 −
𝟐𝑹𝒏
𝟎,𝟖𝟓𝒇′𝒄).................................(2-13)
𝝆𝒎𝒊𝒏 =𝟏,𝟒
𝒇𝒚 atau 𝝆𝒎𝒊𝒏 =
𝟎,𝟐𝟓√𝒇′𝒄
𝒇𝒚....................................(2-14)
Untuk balok ≤ 0,025 . paling sedikit dua batang tulangan harus
di sediakan menerus pada kedua sisi atas dan bawah
Luas tulangan yang di perlukan As perlu = = 𝝆𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖𝒃𝒘𝒅
Jumlah tulangan =𝑨𝒔𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖
𝒍𝒖𝒂𝒔 𝟏 𝒕𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 (pembulatan keatas)
Menentukan a dan c; a =𝐴𝑠𝑓𝑦
0,85.𝑓′𝑐.𝑏𝑤 ; 𝑐 =
𝑎
𝛽1...........(2-15)
Menentukan 𝜀𝑡 = 0,003 (𝑑𝑡−𝑐
𝑐) ......................(2-16)
15
Memeriksa syarat ø Ma (Momen desain) ≥ Mu baru (Momen
Terfaktor)
(a) (b) (c)
Gambar 2.7 Diagram Tegangan dan Regangan Balok ;
(a). Potongan Balok ; (b). Diagram Regangan; (c).
Diagram tegangan.
2.4.2.2 Tulangan Geser
Nilai Kuat Lentur Maksimum Tulangan:
𝑀𝑝𝑟 = 𝐴𝑠1,25 𝑓𝑦 (𝑑 − 0,59 𝐴𝑠1,25 𝑓𝑦
𝑓′𝑐𝑏𝑤)........(2-17)
Dengan Mpr = kuat lentur maksimum tulangan
Gaya geser akibat gempa di hitung dengan persamaan :
𝑉𝑒 =𝑀𝑝𝑟 1+𝑀𝑝𝑟 2
𝐼𝑛 ±
𝑊𝑢 𝐼𝑛
2 .......... .............(2-18)
Jika kontribusi geser dari beton Vc ≠ 0, pasal 11.2.1.1 SNI
2847:2013 menetapkan kuat geser beton untuk komponen struktur
yang di kenai geser dan lentur sebagai berikut :
Vc = 0,17λ√f′Cbwd ....................(2-19)
Dengan λ= 1 untuk beton normal
Kuat geser nominal yang harus di tahan oleh tulangan geser
di hitung dengan persamaan :
Vs =Vu
∅− Vc ....................(2-20)
16
Dengan nilai Vs maks = 2
3√𝑓′
𝑐. 𝑏𝑤 . 𝑑
Spaci tulangan geser tegak lurus terhadap sumbu komponen
struktur sesuai pasal 11.4.7.2 SNI 2847:2013 di hitung dengan
persamaan:
S =Av.fy.d
vs ....................(2-21)
Gambar 2.8 Gambar Tulangan Geser pada
Balok
2.4.3 Perencanaan Kolom
Menurut SNI 2847-2013 Pasal 8.10 menjelaskan bahwa kolom
harus di rancang untuk menahan gaya aksial dari beban berfaktor pada
semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada
semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu
bentang lantai atau atap bersebelahan yang di tinjau. Kondisi pembebanan
yang memberikan rasio momen maksimum terhadap beban aksial harus juga
ditinjau.
Dalam menghitung momen beban grativasi pada kolom, diizinkan
untuk mengasumsikan ujung jauh kolom yang dibangun menyatu dengan
struktur sebagai penjepit.
Data yang di perlukan untuk perencanaan penulangan kolom sebagai
berikut:
Momen Ultimit ( Mu )
17
Dari perhitungan statika momen
Beban Aksial Berfaktor, Normal Terhadap Penampang ( Pu )
Dari Perhitungan statija gaya lintang
Penulangan yang lazim digunakan antara 1% - 5% dari luas
penampang
Gambar 2.9 Macam-macam kolom
(Sumber: Istimawan,1996:288)
Secara garis besar ada 3 jenis kolom bertulang, yaitu :
a. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral
Kolom ini merupakan kolom beton yang di tulangi dengan
batang tulangan pokok memnajang yang dengan jarak spasi
tertentu diikat dengan sengkang pengikat kearah lateral.
b. Kolom menggunakan pengikat spiral
Kolom dengan pengikat spiral merupakan kolom beton yang di
tulangi dengan batang tulangan pokok memanjang yang
ditulangi dengan tulangan spiral yang dililitkan keliling
membentuk helik menerus di sepanjang kolom.
c. Struktur kolom komposit
Kolom komposit merupakan komonen struktur tekan yang
diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau
18
pipa dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok
memanjang.
2.4.3.1 Kelangsingan Kolom
Berdasarkan Pasal 10.10.1 SNI 2847-2013 untuk komponen
struktur tekan yang bergoyang, pengaruh kelangsingan boleh
diabaikan jika :
a. Untuk komponen struktur tekan yang tidak dibresising
terhadap goyangan menyamping :
𝐾.𝑙𝑢
𝑟≤ 22 ....................(2-22)
b. Untuk komponen struktur tekan yang dibreising terhadap
goyangan menyamping :
𝐾.𝑙𝑢
𝑟≤ 34 − 12 [𝑀1 𝑀2⁄ ] ≤ 40.................(2-23)
Dimana:
K = Faktor panjang efektif kolom
Lu = Panjang kolom yang di topang
r = jari-jari potongan lintang kolom = √𝐼 𝐴⁄
Dimana M1/M2 adalah positif jika kolom dibengkokan
dalam kurvatur tunggal, dan negatif jika komponen struktur
dibengkokan dalam jurvatur ganda.
Menurut SNI 2847:2013, faktor panjang efektif tahanan
ujung k, dalam berbagai kondisi dapat dilihat dalam tabel 2.3 di
bawah ini:
Kondisi k
Kedua ujung sendi, tidak bergerak lateral 1,0
kedua ujung jepit 0,5
satu ujung jepit, ujung lain bebas 2,0
kedua jung jepit, ada gerak lateral 1,0
Tabel 2.3 Faktor Panjang Efektif Kolom
sumber : (Dipohusodo, 1994, hal. 331)
19
2.4.3.2 Kuat Beban Aksial Maksimum
Ketentuan rumus kuat beban aksial maksimum SNI 2847-
2013 pasal 10.3.6 adalah sebagai berikut :
1. Kolom dengan penulangan spiral
Pn (maks) = 0.85 (0.85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast)
................................................................................(2-24)
2. Kolom dengan penulangan sengkang :
Pn (maks) = 0.85 (0.85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast)
Pu ≤ Pn.................................................................(2-25)
Dimana :
Ag = Luas kotor penampang lintang kolom (mm2)
Ast = Luas total tulangan memanjang (mm)
Pn = Kuat beban aksial nominal atau teoritis dengan
eksentrisitas tertentu
Pu = Beban aksial terfaktor dengan eksentrisitas
a.
` b.
c.
d.
Gambar 2.10
Diagram regangan, tegangan dan gaya dalam penampang kolom;
(a). Penampang kolom;(b). Diagram Regangan;(c). Diagram
Teangan;(d). Digram keseimbangan Gaya.
20
2.5 Sistem Rangka Pemikul Momen
Menurut SNI 1726-2012 (3.53) sistem rangka pemikul momen adalah
sistem struktur yang pada dasarnya meimiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi
secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh
rangka pemikul momen melalui mekanisme lentur.
Sistem rangka pemikul momen dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Sistem Ragka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Sistem rangka pemikul momen adalah sistem struktur yang pada dasarnya
memiliki rangka ruang pemikul beban grativasi secara lengkap. Dalam bentuknya
di lapangan, sistem rangka pemikul ini terdiri dari balok dan kolom yang
membentuk portal dan desain Strong Coloumn Weak Beam. Dimana beban lateral
dipikul rangka pemikul momen terutama beban lateral di pikul rangka pemikul
momen terutama melalui mekanisme lentur sehingga peranan balok kolom
sangatlah penting dalam merencanakan sebuah bangunan.
Pada perencanaan bangunan ini di gunakan sistem rangka pemikul momen
khusus. Dalam sistem ini menggunakan konsep strong coloumn and weak beam (
kolom kuat dan balok lemah ). Agar sebuah desain struktur di daerah gempa
menjadi ekonomis, sifat daktail yang dimiliki struktur dapat dimanfaatkan untuk
menerima energi gempa pasca kondisi elastisnya. Dengan adanya daktilitas ini,
respons spektrum gempa rencana elastis dapat direduksi menjadi gempa nominal
denga konsekuensi persyaratan desain yang cukup kuat.
Menurut SNI 1726:2012, persyaratan rangka pemikul momen adalah
kehilangan tahanan momomen disambungan balok ke kolom di kedua ujung balok
tunggal tidak akan mengakibatkan lebih dari reduksi tingkat sebesar 33%, atau
sistem yang di hasilkan tidak mempunyai ketifaklenturan torsi yang berlebihan.
2.5.1 Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)
Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa merupakan sistem yang
memiliki deformasi inelatik dan tingkat daktilitas yang paling kecil tapi
memiliki kekuatan yang besar, oleh karena itu desain SRPMB dapat
21
mengabaikan persyaratan “Strong Column Weak Beam” yang di pakai untuk
merancang struktur yang mempunyai daktilitas yang tinggi. Sistem ini
masih jarang dan kurang cocok digunakan untuk wilayah gempa di
Indonesia karena intensitas gempa di Indonesia sangat tinggi .
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang
masuk pada zona 1 dan 2 yaitu wilayah dengan tingkat kegempaan rendah.
Faktor reduksi gempa (R) = 3,5 dan sistem rangka pemikul momen biasa ini
tidak cocok untuk di terapkan pada gedung Gedung Fakultas Ekonomi dan
Bisinis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
2.5.2 Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah adalah suatu metode
perencanaan struktur rangka pemikul momen menitik beratkan
kewaspadaanya terhadap kegagalan struktur akibat keruntuhan geser.
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedug yang masuk pada
zona 3 dan 4 yaitu wilayah dengan tingkat kegempaan sedang.
2.5.3 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Merupakan struktur rangka beton bertulang direncanakan
berperilaku daktail penuh artinya semua kapasitas daktilitas strukturnya
dikerahkan secara maksimal. Desain tersebut dilakukan dengan membagi
gaya gempa elastis dengan sebuah faktor yang besar sehingga struktur di
rencanakan dengan nilai beban gempa yang kecil sekali tapi dengan
pendetailan tulangan sesuai di harapkan saat gempa tidak terjadi kerusakan-
kerusakan yang berat karena strukturnya mampu memgembangkan
daktilitasnya secara penuh, karena daktilitas yang dikerahkan sudah
maksimal maka detail tulangan yang disyaratkan juga cukup ketat, terutama
dalam pendetailan elemen vertikal.
Menurut SNI 2847:2013 :186, komponen struktur lentur rangka
momen khusus berlaku untuk membentuk bagian sistem penahan gaya
gempa dan diproposikan terutama untuk menahan lentur.
1. Gaya tekan aksial terfaktor pada komponen struktur, Pu, tidak
boleh melebihi 0,1.Ag.f’c;
22
2. Bentang bersih untuk komponen struktur ℓn, tidak boleh kurang
dari empat kali tinggi efektifnya.
3. Lebar komponen bw, tidak noleh kurang dari yang lebih kecil dari
0,3h dan 250 mm.
4. Lebar komponen struktur , bw, tidak boleh melenihi lebar
komponen struktur penumpu, c2, di tambah suatu jarak pada
masing-masing sisi komponen struktur penumpu yang sama
dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b):
a. Lebar komponen struktur penumpu, c2, dan
b. 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen strutur penumpu c1.
Persyaratan kekuatan geser
Gaya geser desain, Ve, harus di tentukan dari peninjauan
gaya statis pada bagian komponen struktur antara muka-muka
joint.
Kekuatan geser
...................................(2-26)
Gaya tekan aksial terfaktor, Pu, termasuk pengaruh gempa
kurang dari Agf’c/20.
2.5.4 Perencanaan Sengkang pada Balok SRPMK
Syarat-syarat perencanaan sengkang pada balok SRPMK sebagai
berikut :
a. Gaya aksial tekan <Ag×fc
20
b. 𝑑
4
c. 6 kali diameter utama
2.5.5 Probable Momen Capacities (Mpr)
Menurut SNI 03- 2847-2013 pasal 21.6.2.2 untuk
menghitung Probable Momen Capacities (Mpr) bahwa geser
rencana akibat gempa pada balok dihitung dengan mengasumsikan
23
sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dengan tengangan
tulangan lentur balok mencapai 1,25 fy dan faktor reduksi kuat
lentur Ø = 1
Gambar 2.11 : Probable Momen Capacities (Mpr)
2.5.6 Gaya Geser Balok SRPMK
Gambar 2.12 : Gaya Geser Balok
Menurut SNI 2847:2013 Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan rumus:
𝐕𝐞 =𝐌𝐩𝐫𝟏+𝐌𝐩𝐫𝟐
𝐋𝐧±
𝐖𝐮 ×𝐋
𝟐 ...................................(2-27)
2.5.7 Pemutusan Tulangan Balok SRPMK
Pemutusan tulangan balok dalam sistem rangka pemikul
momen khusus menurut Ir. Rachmat Purwono mnggunakan
rumus:
𝐋𝐝
𝐝𝐛=
𝟗×𝐟𝐲
𝟏𝟎√𝐟𝐜′
𝛂×𝛃×𝛄×𝛌
(𝐜+𝐊𝐭𝐫
𝐝𝐛)
...................................(2-28)
𝐟𝐲𝐱 𝐝𝐛
𝟓,𝟒 √𝐟𝐜′ ...................................(2-29)
Dimana :
C = spasi atau dimensi selimut beton, (mm)
Ktr = indeks tulangan transversal, dipakai Ktr = 0
24
2.5.8 Kekuatan Lentur Minimum Kolom pada Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus Menurut SNI 2847:2013 :
2.6 Pengekangan ( Confinement )
Pengekangan (confinement) beton adalah salah satu cara untuk
meningkatkan daktilitas dan kuat tekan beton. Hal ini bisa di capai karena
pengekangan mencegah ekspansi lateral yang terjadi akibat efek poison selama
pembebanan berlangsung. Pengaruh pengekangan tidak akan timbul sampai dengan
tercapainya tegangan lateral yang di akibatkan efek poison. Pengekangan tidak
meningkatkan kekuata dan daktiitas di saat awal pembebanan. Pengekangan baru
efektif setelah tegangan aksial mencapai 60% dari kuat tekan maksimum (Jerry dan
Hadi,2008). Jadi kekangan akan menambah besar tegangan dan regangan tekan
maksimum beton.
25
2.6.1 Tulangan Tranversal
Berdasarkan SNI 03-2847-2013, untuk menjamin perilaku kolom
beton bertulang yang memadai dan di pasang dengan diberi kait gempa di
ujungnya. Tulangan tranversal perlu dipasang agar bisa menahan gaya
melintang dan menghindarkan tekukan dari tulangan memanjang, Menurut
SNI 2847:2013, bahwasanya sengkang harus dipasang pada daerah
komponen struktur rangka diantaranya :
a. Pada daerah hingga dua kali tinggi balok diukur dari muka
tumpuan ke arah tengah bentang, di kedua ujung komponen
struktur lentur.
b. Disepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari
suatu penampang dimana leleh lentur diharapkan dapat terjadi
sehubungan dengan terjadinya deformasi inelastik struktur
rangka.
Gambar 2.13
Contoh-contoh sengkang tertutup saling tumpuk dan
ilustrasi batasa pada spasi horizontal maximum batang
tulagan longitudinal yang di tumpu
(sumber SNI 2847-2013 :188)
26
2.6.2 Spasi Tulangan Tranversal
Menurut SNI 2847-2013 pasal 21.6.4.3 spasi tulangan tranversal
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. ¼ dimensi kolom
b. 6 x Ø tulangan lentur
Tulangan transversal harus di pasang sepanjang panjang lo dari
setiap muka joint dan pada kedua sisi sebrang penampang. Panjang lo tidak
boleh kurang dari yang terbesar dari :
a. lo lebih besar atau sama dengan Hn
b. ¼ dari bentang bersih (1/6 Ln)
c. Tinggi komponen struktur pada muka joint
2.6.3 Persyaratan Kuat Geser
Perencanaan geser untuk komponen komponen struktur terlentur di
dasarkan pada anggapan bahwa beton menahan sebagian dari gaya geser,
sedangkan kelebihannya atau kekuatan geser di atas kemampuan beton
untuk menahannya dilimpahkan kepada tulangan baja geser.
Menurut SNI 2847-2013:180 Kolom Vn yang menahan pengaruh
gempa E, tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari sebagai berikut :
a. Jumlah geser terkait dengan pengembangan Mn balok pada
setiap ujung bentang bersih yang terkekang akibat lentur
kurvatur balik dan geser yang dihitung untuk beban gravitasi
terfaktor .
b. Geser maksimumyang diperoleh dari kombinasi beban desain
yang melbatkan E, dengan E diasumsikan sebesar dua kali yang
di tetapkan oleh tata cara bangunan umum yang diadopsi secara
legal untuk desain tahan gempa.
27
Gambar 2.14 Geser desain untuk balok dan kolom
(Sumber : SNI 2847-2013:190)
2.6.4 Luas Penampang Pengekangan
Menurut SNI 2847-2013 pasal 21.6.4.4, bahwa luas Penampang
total tulangan sengkang Ash, tidak diperbolehkan kurang dari yang
disyaratkan dengan menggunakan rumus :
Ash = 0,3 x (s x hc x fc’ / fyh) (Ag / Ach – 1 ) dan
Ash = 0,09 (s x x hc x fc’ / fyh) ...................................(2-30)
2.7 Hubungan Balok Kolom dan SRPMK
1. Gaya-gaya pada tulangan longitudional balok dimuka hubungan balok
kolom harus di tentukan dengan menggangap bahwa tegangan pada
tulangan tarik lentur adalah 1,25 fy
2. Kuat hubungan balok kolom harus direncanakan menggunakan faktor
reduksi kekuatan,
3. Tulangan longitudional balok yang berhenti pada suatu kolom harus
diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan di
angkur.
28
Gambar 2.15 Persimpangan Kolom dan Balok
sumber: (Dietzel, 2015, hal. 9)
2.8 Kategori Risiko Gempa
Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa
menurut SNI 1726-2012 : 14
Tabel 2.4 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk
beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk, anatara lan:
Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan
perikanan
Fasilitas sementara
Gedung penyimpanan
Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I
29
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori risiko I.III.IV.termasuk, tapi tidak di batasi untuk:
Perumahan
Rumah toko dan rumah kantor
Pasar
Gedung perkantoran
Gedung apatemen/ rumah susun
Pusat perbelanjaan/ mall
Bangunan industri
Fasilitas manufaktur
Pabrik
II
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk :
Bioskop
Gedung pertemuan
Stadion
Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah
dan unit gawat darurat
Fasilitas penitipan anak
Penjara
Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi
yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk :
Pusat Pembangkit listrik biasa
Fasilitas penanganan air
Fasilitas penanganan limbah
III
30
Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori
risiko IV, (termasuk,tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau
tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk,tetapi tidak dibatasi untuk:
Bangunan-bangunan monumental
Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang
meiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat
Fasilitas pemadam ebakaran, ambulans, dan kantor
polisi, serta garasi kendaraan darurat
Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin
badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya
Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat
operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik
lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat
Struktur tambahan (termasuk menar
telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar,
menara pendingin,struktur stasiun listrik, tangki air
pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air pemadam atau material atau
IV
31
peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan
untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhka untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori risiko
IV.
2.8.1 Faktor Keutamaan Gempa
Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa
(sumber SNI 1726-2012:33)
Kategori risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
2.9 Klasifikasi Situs
Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan
tanah atau penentuan amplikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar
ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklarifikasikan
terlebih dahulu. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan
dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain
geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga
parameter tanah yang tercantum di tabel 2.6. (SNI 1726:2012:17)
Tabel 2.6 Klasifikasi situs
(sumber SNI 1726:2012:17)
Kelas situs 𝑽𝒔 (m/detik) ��𝐚𝐭𝐚𝐮 𝑵𝒄𝒉
𝑺𝒖 (kPa)
SA (batuan keras) 1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras,
sangat padat dan
batuan lunak)
350 sampai 750
50
100
32
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 dampai 100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Catatan SE : Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m
tanah dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas PI >20,
2. Kadar air, w 40 %
3. Kuat geser niralir 𝑆𝑢 < 25 kPa
SF ( tanah khusus,
yang
memutuhkan
investigasi
geoteknik spesifik
dan analisis
respons spesifik-
situs yang
mengikuti
Setiap profil lapisan tanah yang meiliki salah satu atau
lebih dari karakteristik berikut:
Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
gempa seperti mudah likuifaksi, lemoung sangat
sensitif, tanah tersementasi lemah
Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan
H > 3 m)
Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >
7,5 m dengan indeks plastisitas PI >75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H
> 35 m dengan 𝑆𝑢 < 50 kPa
CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai
Gambar 2.16 Ss, Peta respons spektra 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (Sb)
untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
(Sumber SNI 1726:2012:134)
33
2.10 Koefisien Situs (Fa)
Tabel 2.7 Koefisien Situs, Fa
(sumber: SNI 1726:2012:22)
Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)
terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2, detik, Ss
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0
SA 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,5 1,4
SD 1,6 1,4 1,8 1,6
SE 2,5 1,7 2,8 2,4
SF SSb
CATATAN:
a. Untuk niai-nilai anatara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
b. SS= situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan anlisis
respons situs-spesifik
2.11 Kecepatan Rata – rata gelombang geser, 𝑽𝒔
Menurut SNI 1726 : 2012 :19, nilai 𝑉�� harus di tentukan sesuai dengan
rumus sebagai berikut :
𝑉�� =∑ 𝑑𝑖
𝑛𝑖=1
∑𝑑𝑖
𝑉𝑠𝑖
𝑛𝑖=1
...................................(2-31)
Keterangan:
di = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 meter;
Vsi = kecepatan gelombang geser lapisan i dinyatakan dalam meter per
detik (m/detik)
∑ 𝑑𝑖𝑛𝑖=1 = 30 meter
2.12 Nilai-nilai R,Cd, dan Ω0 untuk kominasi vertikal
Menurut SNI 1726 : 2012 :38 , jika sistem struktur mempunyai kombinasi
vertikal dalam arah yang sama, maka persyaratan dibawah ini harus di ikuti :
34
1. jika struktur bagian bawah memiliki koefisien modifikasi respons R yang
lebih kecil maka koefisien desain (R,Cd, dan Ω0) untuk struktur bagian atas
iijinkan untuk digunakan menghitung gaya dan simpangan antar lantai.
Untuk desain struktur bagian bawah koefisien (R,Cd, dan Ω0) yang sesuai
harus digunakan. Gaya yang di tranfer dari struktur atas harus diperbesar
dengan mengalikannya dengan perbandingan nilai faktor modifikasi
respons terbesar terhadap faktor modifikasi respons terkecil;
2. jika struktur atas memiliki nilai faktor modifikasi respons yang lebih kecil,
maka koefisien desain (R,Cd, dan Ω0) struktur atas harus digunakan untuk
kedua struktur atas maupun struktur bawah.
Pengecualian :
1. Struktur atau dengan ketinggian tidak melebihi dua tingkat dan 10 persen
berat struktur total;
2. Sistem struktur penumpu lainnya dengan berat sama atau kurang dari 10
persen berat struktur;
3. Hunian mandiri satu dan dua keluarga dari konstruksi rangka ringan.
2.13 Nilai-nilai R,Cd, dan Ω0 untuk kombinasi Horisontal
Menurut SNI 1726:2012;39 jika kombinasi sistem struktur berbeda
dimanfaatkan untuk menahan gaya lateral dalam arah yang sama, nilai R yang
digunakan untuk desain dalam arah itu tidak boleh lebih besar daripada nilai R
terkecil dari semua sistem yang dimanfaatkan dalam arah itu.
Fakor amplifikasi defleksi Cd , dan faktor kuat-lebih sistem Ω0 , dalam arah
yang di tinjau di semua tingkat tidak boleh kurang dari nilai terbesar faktor ini untuk
koefisien R yang digunakan dalam arah yang sama dengan yang di tinjau.
Perencanaan ulang gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Sunan
Ampel Surabaya menggunakan sistem rangka beton bertulang pemikul momen
khusus, sehingga kombinasi sistem perangkai dalam arah yang berbeda sebagai
berikut :
35
Tabel 2.8 Faktor R,Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gaya gempa
(sumber : SNI 1726:2012;37)
2.14 Pengaruh Beban Gempa
Pengaruh beban gempa, E, berdasarkan pada SNI 1726:2012;48 beban
gempa harus ditentukan sesuai dengan persamaan sebagai berikut :
1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5, E harus di tentukan sesuai
dengan persamaan sebagai berikut :
E = Eh + Ev ...................................(2-32)
2. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 7, E harus di tenukan sesuai
dengan persamaan sebagai berikut :
E = Eh + Ev ...................................(2-33)
Keterangan :
E = pengaruh beban gempa;
Eh = pengaruh beban gempa horizonal
Ev = pengaruh beban gempa vertikal
36
2.14.1 Pengaruh Beban Gempa Horisontal
Pengaruh beban gempa horisontal, Eh, berdasarkan SNI
1726:2012;48 sebagai berikut :
...................................(2-34)
Keterangan :
= pengaruh gaya gempa horisontal dari V atau Fp.
= faktor redundasi
2.14.2 Pengaruh Beban Gempa Vertikal
Pengaruh beban vertikal, Ev, harus di tentukan sesuai dengan
persamaan sebagai berikut :
Ev = 0,2𝑆𝐷𝑆𝐷 ...................................(2-35)
Dan
𝑆𝐷𝑆 = 2
3 𝑆𝑀𝑆 ...................................(2-36)
𝑆𝑀𝑆 = Fa,Ss ...................................(2-37)
Keterangan :
𝑆𝐷𝑆 = parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda
pendek
𝐷 = pengaruh beban mati
𝐹𝑎 = faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode
pendek
𝑆𝑀𝑆 = parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek
𝑆𝑠 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan
untuk periode pendek
37
Gambar 2.17 Spektrum respons desain
(sumber SNI 1726:2012;23)
2.15 Geser Dasar Seismik
Gaya geser dasar seismik, V , menurut SNI 1726:2012;54, dalam arah yang
di tetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :
V = CsW ...............................(2-38)
Keterangan :
Cs = koefisien respons seismik yang di tentukan
W = berat seismik efektif
.
2.16 Koefisien Respons Seismik
Berdasarkan SNI 1726:2012;54. Perhitungan koefisien seismik harus di
tentukan dengan persamaan sebagai berikut :
𝑪𝒔 =𝑺𝑫𝒔
(𝑹
𝑰𝒆) ...............................(2-39)
Keterangan :
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda
pendek
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan gempa
2.17 Periode Fundamental Pendekatan
Berdasarkan pada SNI 1726:2012;55, periode fundamental pendekatan
(Ta), dalam detik, harus di tentukan persamaan sebagai berikut :
38
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡ℎ𝑛𝑥 ...............................(2-40)
Keterangan :
Hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), diatas dasar sampai tingkat
tertinggi struktur, dan koefisien Ct dan x
Tabel 2.9 Nilai Parameter perioda pendekatan Ct dan x
(sumber SNI 1726:2012;56)
Tipe struktur Ct X
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka
memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan
dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah
rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:
Rangka baja pemikul momen 0,0724α 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466α 0,9
Ragka baja dengan bresing eksentris 0,0731α 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap
tekuk
0,0731α
0,75
Seua sistem struktur lainnya 0,0488α 0,75
2.18 Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Berdasarkan pada SNI 1726 :2012;57, gaya gempa lateral (Fx), (kN) yang
timbul di semua tingkat harus di tentukan dari persamaan berikut :
Fx = Cvx V ...................................(2-41)
Dan
𝑪𝒗𝒙 =𝑾𝒙𝒉𝒙
𝒌
∑ 𝑾𝒊𝒉𝒊𝒌𝒏
𝒊=𝟏 ...................................(2-42)
Keterangan :
𝐶𝑣𝑥 = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, (kN)
Cvx wi dan wx = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang di
tempatkan atau di kenakan pada tingakat i atau x
39
hi dan hx = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai
berikut :
k = 1, untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detk atau kurang
k = 2, untuk struktur yang mempunyai periode 2,5 detik atau lebih
k = 2, atau harus diinterpolasiliniar antara 1 dan 2, untuk struktur
yang mempunyai periode 0,5 dan 2,5 detik
2.19 Distribusi Horisontal Gaya Gempa
Berdasarkan pada SNI 1726:2012;57, geser tingkat desain di semua tingkat
(Vx) (kN) harus di tentukan dari persamaan berikut :
𝑽𝒙 = ∑ 𝑭𝒊𝒏𝒊=𝟏 ...................................(2-43)
Keterangan :
Fi adalah bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat i,
dinyatakan daam kilo nweton (kN).
Geser tingkat desain gempa (Vx) (kN) harus didistribusikan pada berbagai
elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau berdasarkan
pada kekakuan lateral relatif elemen penahan ertikal dan diafragma.
2.20 Sistem Dilatasi Bangunan
Dilatasi bangunan sebuah sambungan pemisahan pada bangunan karena
sesuatu hal meiliki struktur yang berbeda. Yang gunanya untuk menghindari
kerusakan atau retak-retak pada bangunan yang ditimbulkan oleh gaya vertikal dan
horizonatal, seperti pergeseran tanah, gempa bumi, dan lain-lain.
2.20.1 Penerapan Sistem Dilatasi
Dilatasi bangunan biasanya diterakan pada :
bangunan yang mempunyai tinggi berbeda-beda.
Pemisah bangunan induk dengan bangunan sayap
Bangunan yang memiliki kelemahan geometris.
Bangunan yang memiliki panjang>30m
Bangunan yang berdiri di atas tanah yang kurang rata.
40
Bangunan yang ada didaerah gempa.
Bangunan yang memunyai bentuk denah bangunan L, T, Z, O, H
dan U.
Gambar 2.18 Macam-macam bentuk denah bangunan
2.20.2 Macam – macam Dilatasi
1. Dilatasi dengan 2 kolom
Dilatasi dengan 2 kolom biasanya digunakan untuk bangunan yang
bentuknya memanjang(linier). Dengan adanya dilatasi maka jarak
kolom menjadi pendek.
Gambar 2.19 Dilatasi dengan 2 kolom
2. Dilatasi dengan balok kantilever
Dilatasi juga bisa dilakukan dengan struktur balok kantilever
Bentang balok kantilever maksimal 1/3 dari bentang balok
induk.
Pada lokasi dilatasi bentang kolom dirubah (diperkecil)
menjadi 2/3 bentang kolom yang lain.
41
Gambar 2.20 dilatasi dengan sistem kantilever
3. Dilatasi dengan balok gerder
Sistem ini dipergunakan apabila diinginkan jarak kolom
tetap sama
Sistem ini meiiki kelemahan pabila ada beban horizontal
yang cukup besar (akibat gempa bumi) akan berakibat fatal
(lepas dan atuh).
Gambar 2.21 dilatasi dengan balok gerber
42
4. Diltasi dengan konsol
sistem ini jarak kolom antar kolom dapat dipertahankan sama,
umumnya dipergunakan pada bangunan yang menggunakan
material prefabrikasi.
Gambar 2.22 dilatasi dengan konsol