bab ii konservasi tanah dan air -...

19
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN BAB II KONSERVASI TANAH DAN AIR DR RINA MARINA MASRI, MP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

Upload: ngothuan

Post on 11-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN

TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

BAB II KONSERVASI TANAH DAN AIR

DR RINA MARINA MASRI, MP

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

2017

1

BAB II

KONSERVASI TANAH DAN AIR

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh

dan berkembangnya perakaran sebagai penopang tumbuh tegaknya tanaman dan

menyediakan kebutuhan air dan hara ke akar tanaman. Fungsi tanah secara kimiawi adalah

sebagai gudang dan penyedia hara atau nutrisi (berupa senyawa organic maupun anorganik

sederhana serta unsur-unsur esensial, seperti : N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl. Fungsi

tanah secara biologis adalah habitat organisme tanah yang ikut berperan serta aktif dalam

penyediaan hara dan zat-zat aditif tanaman. Fungsi fisik, kimiawi dan biologi tanah secara

terpadu mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomassa dan produksi,

baik tanaman pangan, sayur-sayuran, tanaman hortikultura, tanaman obat-obatan, tanaman

perkebunan dan tanaman kehutanan.

Pengertian tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang teratas. Pengertian tanah

dalam istilah teknik adalah butiran kerikil kasar, pasir, tanah lempung, tanah liat dan semua

bahan lepas lain termasuk lapisan tanah paling atas sampai dengan lapisan tanah keras.

Istilah horizon O, A, E, B, C, R dikenal sebagai istilah dalam ilmu pertanian.

Tanah merupakan media tumbuh tanaman dan modal dasar pembangunan pertanian yang

memiliki sifat dan ciri tertentu, potensi kesesuaian tanaman, kendala dan kebutuhan input

dan teknologi pengelolaan tanah pertanian. Tidak ada tanaman, tidak ada produksi pertanian

dan tidak ada kehidupan tanpa tanah. Klasifikasi tanah merupakan alat komunikasi antara

para pakar dan pengguna tanah. Pengetahuan tentang klasifikasi tanah memudahkan para

pakar mempelajari dan memahami sifat dan ciri setiap jenis tanah (sifat morfologi, fisika,

kimia dan mineralogi tanah), potensi dan kendala penggunaannya sehingga para pengguna

dapat cepat menetapkan potensi dan jenis-jenis komoditas yang sesuai untuk dikembangkan

serta input produksi dan teknologi pengelolaan tanah yang dibutuhkan.

2

Kajian tanah dan seluk beluknya dari sifat fisik dan kimia sangat penting untuk dipelajari.

Pengetahuan tentang keadaan tanah di lapangan akan memudahkan para pengguna dalam

mengolah tanah sebagai lahan pertanian sehingga dapat melakukan tindakan yang benar

terhadap tanah sehingga bermanfaat maksimum untuk kehidupan seluruh mahluk hidup.

A. Tanah Entisol

Tanah entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk

pertumbuhan tanaman, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan produktivitasnya

dengan jalan pemupukan. Sistem pertanian konvensional menggunakan pupuk kimia

dan pestisida yang semakin tinggi takarannya. Peningkatan takaran pupuk kimia dan

pestisida menyebabkan terakumulasinya hara yang berasal dari pupuk/pestisida di

wilayah perairan maupun air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.

Tanah juga mengalami kejenuhan dan kerusakan akibat masukan teknologi. Sistem

pertanian organic dikembangkan karena pencemaran lingkungan dan telah

dikembangkan oleh nenek moyang kita. Beberapa system pertanian di Sleman dan

Magelang telah melakukan pertanian organic karena telah mengetahui manfaat

terhadap perbaikan sifat tanah.

Butiran dan sifat tanah dapat mencerminkan bahan induk pembentuk tanah. Tanah-

tanah yang berada di lereng curam, dataran banjir dan bukit pasir dapat diketahui

bahan induk pembentuknya. Tanah entisol terbentuk dari batuan yang sangat resisten

dan terkumpul dalam pasir. Tanah entisol terbentuk di banyak lingkungan dan

memiliki fitur tidak okrik dan diagnostic. Urutan profil khas entisol adalah A, C atau A,

B, C (Bw tidak kambik karena terlalu berpasir) (Anonymb, 2010).

Entisol adalah tanah yang cenderung baru terbentuk. Tanah entisol ditandai dengan

kemudaannya dan tidak adanya horizon genesis alami atau hanya mempunyai awal

horizon. Konsep entisol adalah tanah di dalam regolith yang dalam atau bumi tanpa

horizon, sedalam satu lapisan bajak. Entisol memiliki horizon plagen, agrik atau albik

(A2) dan mengandung batu keras yang dekat dengan permukaan (Foth, 1994).

3

Entisol adalah tanah muda (belum berkembang) dan dangkal, dicirikan oleh profil A/C

atau A/R. Tanah ini masih belum sempurna dan memiliki profil yang horizon B nya

belum berkembang. Tanah entisol tidak memiliki banyak horizon dan hanya berupa

lapisan-lapisan tanah, karena beberapa hal seperti waktu, pembentukan tanah

enstisol masih baru, berada pada lereng atau slope yang terkena erosi, menerima

endapan banjir dan lain sebagainya. Contohnya tanah-tanah endapan sepanjang

sungai, tanah berpasir lepas di lereng dan di bawah daerah vulkanik, atau tanah pasir

pantai laut yang lepas dan membentuk struktur tanah (Musa, et al., 2006).

Nilai reaksi tanah sangat beragam, mulai dari pH 2,5 sampai dengan 8,5. Kadar bahan

organik tergolong rendah dan biasanya < 1 %. Kejenuhan basa sedang sampai tinggi

dengan KTK (kapasitas tukar kation) sangat beragam karena sangat bergantung pada

jenis mineral liat yang mendominasinya, kadar hara bergantung pada bahan induk,

permeabilitas lambat dan peka emosi (Munir, 1996).

B. Tanah Inseptisol

Inseptisol adalah tanah yang dapat memiliki epipedorn okhrik dan horizon albik

seperti yang dimiliki tanah entisol dan mempunyai beberapa sifat penciri lain

(misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi belum syarat bagi ordo tanah

yang lain. Inseptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang

perkembangan profil kurang kuat dibandingkan dengan tanah matang dan masih

banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993).

Karakteristik tanah inseptisol adalah memiliki solum tanah agak tebal, yaitu 1 – 2

meter, warnanya hitam atau kelabu sampai dengan coklat tua. Tekstur pasir, debu

dan lempung. Struktur tanah remah berkonsistensi gembur, memiliki pH 5,0 sampai

dengan 7,0. Tanah inseptisol memiliki bahan organic cukup tinggi, yaitu antara 10 %

sampai dengan 31 % serta memiliki kandungan unsur hara yang sedang sampai

dengan tinggi. Produktivitas tanah inseptisol sedang sampai dengan tinggi (Nuryani,

et.al., 2003).

4

Inseptisol memiliki karakteristik kombinasi sifat-sifat tersedianya air untuk tanaman

lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut-turut dalam musim

kemarau. Inseptisol memiliki satu atau lebih horizon pedogonik dengan sedikit

akumulasi bahan, selain karbonat atau silikat amorf. Inseptisol memiliki tekstur lebih

halus dari pasir geluhan dengan beberapa mineral hasil pelapukan serta kemampuan

menahan kation dan fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat diukur. Kisaran kadar

C organik dan KPK dalam tanah inseptisol dan kejenuhan basa sangat lebar. Inseptisol

dapat terbentuk di hampir semua tempat kecuali daerah kering, mulai dari kutub

sampai dengan kawasan tropis (Kemas, 2005).

Inseptisol dapat berkembang dari bahan induk beku, sedimen, metamorf. Inseptisol

merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya mempunyai tekstur yang beragam

dari kasar hingga halus serta bergantung pada tingkat pelapukan bahan induknya.

Bentuk wilayah beragam, dari berombak hingga bergununng. Kesuburan tanah

inseptisol rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Inseptisol di

dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah lereng curam

kondisi solumnya tipis. Inseptisol pada tanah berlereng cocok untuk tanaman tahunan

atau untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

Tanah inseptisol dapat dibedakan berdasarkan great group nya. Salah satu great

group dari Inseptisol adalah Tropaquepts. Tropaquepts adalah great group dari ordo

tanah Inseptisol dengan sub-ordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik

atau lebih panas. Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio kemampuan

tukar natrium (ESP) senilai 15 % atau lebih (rasio adsorpsi natrium). SAR senilai 13 %

atau lebih pada setengah atau lebih volume tanah di dalam 50 cm dari permukaan

tanah mineral. Penurunan nilai ESP (SAR) mengikuti peningkatan kedalaman yang

berada di bawah 50 cm dan air tanah dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral

selama sebagian waktu dalam setahun (Soil survey staff, 1998)

5

C. Tanah Alfisol

Tanah alfisol memiliki pH yang berubah dengan meningkatnya kedalaman yang

cenderung lebih tinggi pada bagian bawah profil serta pada sejumlah bahan-bahan

glacial sampai ke suatu zona karbonat dengan bebas dengan pH 8,0 atau lebih tinggi.

Fenomena tersebut menyebabkan perubahan mobilitas elektroporetik koloid-koloid

hasil pelapukan. Koloid akan bergerak lambat pada pH yang lebih tinggi dibandingkan

di bagian atas horizon B, yang secara umum memiliki pH sangat rendah (Lopulisa,

2004).

Tanah Alfisol memiliki kandungan P dan K serta bergantung pada umur dan jenis tuff.

Tanah-tanah yang berkembang dari batuan kapur tidak memperlihatkan bercak-

bercak besi dan mangan, tekstur dengan bercak-bercak gloy, pH dan kejenuhan basa

yang tinggi serta kandungan P dan K yang rendah. Tanah Alfisol biasanya terdapat

konkresi di bawah bajak dan mempunyai liat pada pod surfaces. Bentuk dan sifat

pergerakan serta redistribusi fosfor telah menjadi bahan penelitian Alfisol dan tanah-

tanah lainnya. Fenomena tersebut terutama diakibatkan oleh peranan fosfor dalam

hara tanaman. Translokasi fosfor dalam Albaqualis dan menemukan adanya

penimbunan P dari tanah-tanah sekitarnya yang tergolong Aquoll. Perkembangan

profil kalsium maka P berkurang dalam profil terlapuk dan Fe-P meningkat. Horizon-

horizon dengan liat maksimum umumnya mengandung total P yang minimum, yang

menunjukkan bahwa liat tidak efektif dalam mengikat P (Askari, 2010).

Stabilitas agregat tanah (SA03B) untuk Altisol tergolong mantap. Vertisol tergolong

sangat mantap dan Inceptisol tergolong mantap. Metode De Boodt ISA hanya cocok

untuk penilaian erosi tanah. Amezketa et. Al. (1996) juga menemukan hal yang sama

bahwa stabilitas agregat mantap air (SA03B) tidak menunjukkan adanya korelasi yang

nyata terhadap komponen erosi tanah (seperti erosi percik, laju aliran permukaan,

laju infiltrasi dan erosi total). Selisih nilai yang besar antara stabilitas agregat > 2 mm

(SA20B) terhadap stabilitas agregat > 0,3 mm (SA03B) mendekati 50 %, menunjukkan

agregat yang terbentuk didominasi oleh agregat-agregat yang berukuran < 2 mm dan

6

agregat ini jika terlepas maka mudah terangkut oleh aliran air permukaan (Handayani,

2002).

Alfisol merupakan tanah yang berkembang dengan karakteristik profil tanah

membentuk sekuen horizon A/E/Bt/C yang terbentuk melalui proses kombinasi

antara podsolisasi dan laterisasi pada daerah iklim basah dan biasanya terbentuk di

bawah tegakan hutan berkayu keras (Tan, 2000). Alfisol adalah tanah-tanah di daerah

yang mempunyai curah hujan cukup tinggi untuk menggerakkan lempung turun ke

bawah dan membentuk horizon argilik. Horizon argilik merupakan horizon atau

lapisan tanah yang terbentuk akibat terjadi akumulasi liat. Alfisol mempunyai

kejenuhan basa tinggi (50 %) dan umumnya merupakan tanah subur. Tanah tersebut

umumnya terbentuk di bawah berbagai hutan atau tertutup semak (Miller dan

Donahue, 1990).

Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup tebal, yaitu antara 90 –

200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah adalah coklat

sampai dengan merah. Tekstur agak bervariasi dari lempung sampai liat, dengan

struktur gumpal bersusut. Kandungan unsur hara tanaman seperti N, P, K dan Ca

umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarief, 1979).

D. Tekstur Tanah

Tekstur merupakan sifat kasar-halusnya tanah dalam percobaan yang ditentukan oleh

perbandingan banyaknya zarah-zarah tunggal tanah dari berbagai kelompok ukuran,

terutama perbandingan antara fraksi-fraksi lempung, debu dan pasir berukuran < 2

mm (Notohadipranoto, 1978).

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan kasar-halusnya suatu tanah, yaitu

perbandingan pasir, liat, debu serta partikel-partikel yang ukurannya kurang dari pada

kerikil. Partikel-partikel tersebut dapat berupa bahan-bahan induk yang belum terurai

sempurna (Tan, 1991).

Partikel-partikel tanah (tekstur tanah) yang dikelompokkan berdasarkan atas ukuran

tertentu disebut fraksi (partikel) tanah, yang fraksi ini dapat menjadi kasar ataupun

7

halus. Sistem MOHR, fraksi tanah pasir memiliki ukuran 2,00 – 0,05 mm, debu 0,05-

0,005 mm dan liat < 0,005 mm (Kartasapoetra, 1987).

Tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Tekstur tanah

merupakan perbandingan relatif pasir, debu dan liat atau kelompok partikel dengan

ukuran kurang dari pada kerikil. Kerikil dan bebatuan induk pada beberapa tanah dari

lapisan tanah yang ada mempengaruhi tekstur dan penggunaan tanah (Andani, 1988).

Tanah bertekstur pasir sangat mudah diolah, tanah tersebut memiliki aerasi

(ketersediaan rongga udara) dan drainase yang baik, namun memiliki luas permukaan

kumulatif yang relatif kecil, sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah atau

tanahnya lebih cepat kering (Hendra, 2008).

E. Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan susunan ikatan partikel tanah satu sama lain. Ikatan tanah

terbentuk sebagai agregat tanah. Jika syarat agregat tanah terpenuhi maka dengan

sendirinya tanpa sebab dari luar terbentuk ped. Ikatan yang merupakan gumpalan

tanah yang sudah terbentuk akibat penggarapan tanah disebut clod. Untuk

memperoleh struktur tanah yang baik dan valid maka harus dilakukan kegiatan

lapangan. Kegiatan di laboratorium relatif sulit mempertahankan keaslian bentuk

agregat. Pengamatan kegiatan di lapangan umumnya didasarkan atas jenis struktur,

kelas struktur dan derajat struktur. Ada macam-macam tipe dan kelas tanah. 7 tipe

tanah, yaitu : tipe lempeng (platy), tipe tiang, tipe gumpal (blocky), tipe remah

(crumb), tipe granulair, tipe butir tunggal dan tipe pejal (massif). Pembagian kelas

terdiri dari fase sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar. Semua tipe tanah

memiliki ukuran kelas berbeda-beda. Tegas dan tidak tegasnya agregat tanah

dibedakan atas : tanah tidak beragregat dengan struktur pejal atau berbutir tunggal,

tanah lemah (weak), yaitu tanah yang jika tersentuh akan mudah hancur menjadi

pecahan-pecahan yang masih dapat terbagi lagi menjadi menjadi tanah sangat lemah

dan agak lemah. Tanah berstruktur sedang atau cukup, yaitu tanah berbentuk agregat

yang jelas dan masih dapat dipecahkan. Tanah kuat (strong), yaitu tanah yang telah

8

membentuk agregat dan tahan lama, jika dipecah terasa ada tahanan dan dapat

dibedakan lagi menjadi sangat kuat dan cukup (Baver, 1961).

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur

tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh

suatu perekat seperti bahan organic, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-

gumpalan kecil (struktur tanah) memiliki bentuk, ukuran dan kemantapan

(ketahanan) yang berbeda-beda (Madjid, 2009).

Kedalaman atau solum, tekstur dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air

limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Tanah bersolum dalam (> 90

cm) , struktur gembur, penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke

dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan

(longsor). Tanah bersolum dangkal memiliki struktur padat dengan penutupan lahan

kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar

menjadi aliran permukaan (longsor) (Nugroho, 2008).

Struktur tanah sangat berpengaruh dalam bidang pertanian. Tanah sebagai media

tumbuh bagi tanaman menjadi penentu jumlah hasil panen yang akan diperoleh.

Tanaman membutuhkan ketersediaan air dan unsur hara yang optimal untuk proses

fotosintesis. Ketersediaan air dan unsur hara yang dibutuhkan diambil dari dalam

tanah melalui akar. Pengambilan air dan unsur hara sangat bergantung pada tipe

struktur tanah yang menjadi tempat tumbuh tanaman. Jika struktur tanah terlalu

mantap maka akar akan sulit menembusnya sedangkan jika kemantapan struktur

terlalu lemah maka ketersediaan air dan unsur hara akan sedikit karena tanah tidak

dapat mengikat air dan unsur hara dengan kuat. Struktur tanah seimbang dibutuhkan

untuk mengoptimumkan pertumbuhan tanaman sehingga hasil panen dapat

melimpah (Kurnia, et al., 2006).

Struktur tanah mempengaruhi sifat fisik tanah yaitu kerapatan partikel. Semakin

mantap struktur tanah maka partikel penyusunannya juga akan semakin rapat.

Konsistensi tanah juga ditentukan oleh kemantapan struktur tanah yang ada,

misalnya pada jenis struktur remah maka akan sulit mempertahankan bentuk tanah

9

karena sangat halus. Struktur lempeng akan sangat kuat mempertahankan bentuknya

karena sangat padat. Warna tanah berhubungan dengan struktur pembentuk tanah,

misalnya pada tipe struktur tanah granuler dan remah, warnanya lebih gelap karena

mengandung banyak bahan organik (Handayanto, 2009).

F. Lengas Tanah

Keberadaan lengas tanah dipengaruhi oleh energi pengikat spesifik yang

berhubungan dengan tekanan air. Status energi bebas (tekanan) lengas tanah

dipengaruhi oleh perilaku dan keberadaan dalam tanaman. Lengas tanah dipengaruhi

keberadaan gravitasi dan tekanan osmosis jika tanah diberi pemupukan dengan

konsentrasi tinggi (Bridges, 1979).

Air berada di dalam ruang pori di antara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaan

jenuh air maka semua ruang pori tanah terisi air. Jumlah tanah yang disimpan di

dalam tanah merupakan jumlah air maksimum, yang disebut kapasitas penyimpanan

air maksimum. Jika tanah dibiarkan mengalami pengeringan, sebagian ruang pori

akan terisi udara dan sebagian lainnya terisi air. Tanah dalam keadaan ini dikatakan

tidak jenuh (Hillel, 1983).

Air di dalam tanah dapat tetap bertahan di dalam ruang pori karena adanya berbagai

gaya yang bekerja pada air tersebut. Untuk dapat mengambil air dari rongga pori

tanah diperlukan gaya atau energi untuk melawan energi yang menahan air. Gaya-

gaya yang menahan air sehingga air bertahan dalam rongga pori berasal dari absorbsi

molekul air oleh padatan tanah, gaya tarik menarik antara molekul air, adanya larutan

garam dan gaya kapiler (Yong et al., 1975).

Jumlah air tanah yang bermanfaat untuk tanaman mempunyai batas-batas tertentu.

Kekurangan dan kelebihan air merupakan salah satu masalah. Air yang berlebih tidak

beracun tetapi kekurangan udara pada tanah dapat menyebabkan tanah tergenang

dan menimbulkan kerusakan. Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada larutan air

tetapi harus didukung dengan erasi (Mukhid, 2010).

10

G. Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah adalah daya tahan atau ketahanan tanah terhadap pengaruh dari

luar yang akan mengubah keadaan tanah. Ada dua gaya yang berperan dalam

konsistensi, yaitu gaya kohesi atau gaya tarik menarik antara molekul sejenis dan gaya

tegangan permukaan atau adhesi. Beberapa faktor yang bekerja pada kedua gaya

tersebut yaitu : kandungan bahan organik, oksida dan hidroksida Fe, Al dan kalsium

karbonat (Sarief, 1985).

Banyaknya kandungan air tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air

(moisture tension) dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah untuk menahan air,

antara lain dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah yang bertekstur kasar

mempunyai daya menahan air yang kurang dari pada tanah yang bertekstur halus.

Pasir umumnya lebih mudah kering dari pada tanah-tanah bertekstur lempung atau

liat (Hardjowigeno, 1992).

Konsistensi adalah resistensi tanah terhadap kepecahan yang ditentukan oleh sifat-

sifat kohesif dan adhesive seluruh massa tanah. Jika struktur berkaitan dengan

bentuk, ukuran dan kebedaan agregat tanah alami. Konsistensi berkaitan dengan

kekuatan dan gaya antar partikel. Konsistensi penting untuk proses pembajakan

(Soenartono, 1978).

H. pH Tanah

Keasaman atau pH (potential of hydrogen) adalah nilai pada skala 0 s.d 14 yang

menggambarkan jumlah relatif ion H+ terhadap ion OH- di dalam larutan tanah.

Larutan tanah disebut bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran 0 s.d 4 artinya

larutan tanah mengandung ion H+ > ion OH- sebaliknya jika jumlah ion H+ < ion OH-

larutan tanah disebut bereaksi basa (alkali) atau memiliki pH 8 s.d 14. Tanah bersifat

asam karena berkurangnya kation Calsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-

unsur tersebut terbawa oleh aliran air ke lapisan tanah yang lebih bawah atau hilang

diserap oleh tanaman (Hendra, 2008).

11

Pengujian pH tanah dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan menggunakan kertas

lakmus, indikator universal dan dengan alat pH di laboratorium menggunakan pH

meter Beckman H5 (Kuswandi, 1993).

pH tanah digunakan untuk mengetahui aktivitas organisme, ketersediaan hara,

keracunan dan jenis tanaman yang dapat tumbuh pada kondisi tanah tersebut.

Penentuan pH tanah dapat dilakukan secara elektronik dan kalorimetrik, baik di

laboratorium maupun di lapangan. Elektrometrik reaksi tanah ditentukan antara lain

dengan pH meter, sedangkan kalorimetrik dapat dikerjakan dengan kertas pH.

Praktikum pH tanah menggunakan pH stick. pH aktual dianalisis dengan cara

mencampurkan tanah dengan air (H2O), sedangkan pH potensial diukur dengan cara

mencampurkan tanah dengan KCl (Tan, 1991).

Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap. Ion H+ yang terjerap

menentukan kemasaman aktif atau actual kemasaman potential dan actual secara

bersama, yang menentukan kemasaman total pH dan diukur pada suspense tanah

dalam larutan garam netral (missal KCl). Indikator kemasaman total adalah karena K+

dapat melepaskan H+ yang terjerap dengan mekanisme pertukaran (Notohadiprawiro,

1998).

Penentuan pH tanah dapat ditentukan secara kalorimetrik dan elektrometrik baik di

laboratorium ataupun di lapangan. Elektrik reaksi tanah ditentukan antara lain

dengan pH meter Backman, sedangkan kalorimetrik dapat ditentukan dengan suatu

alat atau menggunakan kertas pH, pasta pH dan larutan universal. Penentuan cara

universal umumnya relatif murah tetapi lebih peka terhadap pengaruh dari luar.

Penentuan pH pada prinsipnya dikerjakan dengan membandingkan warna larutan

tanah dengan warna larutan standar dari kertas, pasta dan larutan indikator universal

(Darmawijaya, 1990).

I. Kapasitas Pertukaran Kation

Kapasitas tukar kation adalah kapasitas lempung untuk menyerap dan menukar

kation. Ion bermuatan positif dinetralisir oleh ion bermuatan negative disebut dengan

12

electric double layer. Kation yang tertukar disebut exchangeable cations. Proses

pertukaran disebut cation exchange. Partikel tanah yang bertanggung jawab terhadap

penyerapan dan pertukaran kation disebut exchange complex (Anonymc, 2009).

Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis, memilih beberapa kesamaan sifat :

mereka hampir-hampir tak dapat larut dalam air dan pelarut organic dan

mengandung ion-ion katif dan ion-ion lawan yang akan bertukar secara reversible

dengan ion-ion lain dalam larutan yang mengelilinginya tanpa terjadi perubahan-

perubahan fisika yang berarti dalam bahan tersebut. Penukaran ion bersifat kompleks

dan sesungguhnya adalah polimerik. Polimer ini membawa suatu muatan listrik yang

tepat dinetralkan oleh muatan-muatan pada ion-ion lawannya (ion aktif). Ion-ion aktif

ini berupa kation-kation dalam penukar kation dan berupa anion-anion dalam

penukar anion (Bassett, 1994).

Kemampuan koloid tanah dalam menjerap unsur hara dapat ditentukan dengan

mudah. Unsur hara yang terjerap ditukar oleh Barium dan Amonium. Jumlah Barium

atau Amonium terukur akan sebanding dengan jumlah kation yang dijerap oleh koloid

tanah. Umumnya penetapan tersebut dilakukan pada pH 7 atau lebih. Nilai KTK

dengan demikian didapat dari akar yang mewakili sebagian besar muatan bergantung

pH, yang juga merupakan muatan permanen (Buckman and Brady, 1969).

Kapasitas Tukar Kation sangat dipengaruhi oleh mineral liat dan kandungan bahan

organik. Nilai KTK tanah sangat bergantung pada kandungan BO pada tanah dengan

dengan jenis mineral liat sama. Keeratan hubungan antara KTK tanah dengan sifat

lainnya menunjukkan korelasi negative dengan fraksi pasir, akan tetapi berkorelasi

positif sangat nyata dengan fraksi debu dan liat (Suharta, et al., 1969).

Prinsip-prinsip dasar dari pertukaran ion telah banyak menjadi acuan penelitian-

penelitian dalam system air serta menghasilkan pedoman-pedoman yang berguna.

Lingkup dan pertukaran ion telah dikembangkan selama dekade terakhir dengan

menggunakan system pelarut organik dan campuran air-organik. Pelarut-pelarut

organik yang umum digunakan adalah senyawa-senyawa akso dari tipe alcohol, keton

dan karboksilat yang umumnya memiliki konstanta di-elektrik < 40 (Svehla, 1985).

13

J. Bahan Organik

Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organic yang terdapat di dalam

tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme,

bahan organic terlarut di dalam air dan bahan organik yang stabil atau humus

(Stevenson, 1994).

Bahan organic adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan

dinamis yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam

tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh

faktor biologi, fisika dan kimia (Kononova, 1961).

Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan

organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu

sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis dan sifat kimia tanah. Bahan organik

merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam

pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap

agregat tanah yang tiada taranya. Penambahan bahan organik menyebabkan tanah

yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan

air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih

cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Aerasi tanah juga menjadi lebih

baik karena ruang pada pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya

agregat (Anonymd, 2010).

Penambahan bahan organik secara kontinyu pada tanah merupakan cara pengelolaan

yang murah dan mudah. Pemberian bahan organik pada lahan pertanian telah banyak

dilakukan tetapi umumnya produksi tanaman masih kurang optimal, karena

rendahnya unsur hara yang disediakan dalam waktu pendek, serta rendahnya tingkat

sinkronisasi antara waktu pelepasan unsur hara dari bahan organic dengan kebutuhan

tanaman akan unsur hara. Kualitas bahan organik sangat menentukan kecepatan

proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik (Atmojo, 2003).

14

Jumlah bahan organik di dalam tanah dapat berkurang hingga 35 % untuk tanah yang

ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau

belum dijamah. Untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak

menurun, diperlukan minimum 8 s.d 9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya

(Suryani, 2007).

K. Nitrogen, Phospor dan Kalium pada Tanah dan Tanaman

Jika terjadi kekurangan (defisiensi) Nitrogen maka tanaman tumbuh pendek dan

kerdil. Daun berwarna hijau muda dan daun-daun yang lebih tua menguning dan

akhirnya kering. Nitrogen dalam tubuh tanaman bersifat dinamis (mobil) sehingga jika

terjadi kekurangan Nitrogen di bagian pucuk, Nitrogen yang tersimpan pada daun tua

akan dipindahkan ke organ yang lebih muda. Daun-daun yang mengalami gejala

kekurangan Nitrogen dengan demikian akan terlihat lebih awal (Novizan, 2002).

Phospor merupakan unsur yang mobil di dalam tanaman dan jika terjadi kekurangan

unsur Phospor pada suatu tanaman maka Phospor pada jaringan-jaringan tua akan

ditranslokasikan ke jaringan yang masih aktif. Jika terjadi kekurangan unsur Phospor

maka pertumbuhan tanaman akan terhambat. Gejala kahat Phospor sulit dikenali

dibandingkan gejala-gejala pada tanaman yang kekurangan unsur N dan K (Nyakpa, et

al., 1988).

Tanaman yang tumbuh pada tanah yang kekurangan unsur Kalium akan

memperlihatkan gejala-gejala, seperti daun mengerut atau keriting, terutama pada

daun tua, walaupun tidak merata, kemudian daun akan timbul bercak-bercak merah

coklat. Daun selanjutnya akan mongering lalu mati. Buah tumbuh tidak sempurna,

kecil, mutunya jelek, hasilnya rendah dan tidak tahan dalam penyimpanan (Lingga dan

Marsono, 2000).

Salah satu jenis pupuk Kalium yang dikenal adalah KCl. Pupuk KCl yang dikenal

sebagian besar merupakan hasil tambang. Kandungan utama dari endapan tersebut

adalah KCl dan sedikit K2SO4. Pupuk KCl umumnya tercampur dengan bahan lain

15

(kotoran) sehingga pupuk harus dimurnikan terlebih dahulu. Hasil pemurnian

mengandung K2O sampai dengan 60 % (Marsono dan Sigit, 2001).

Jika Phospor kurang dalam tanah maka pembelahan sel di dalam jaringan tanaman

terganggu dan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil (stunt). Warna hijau gelap yang

berasosiasi dengan warna ungu (purple) pada daun tanaman muda merupakan gejala

kekurangan yang khas (Lubis, et al., 1986).

L. Ommision Test

Nitrogen bermanfaat untuk memacu pertumbuhan tanaman secara umum, terutama

pada fase vegetatif, yaitu berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak,

enzim dan persenyawaan lain. Jika tumbuhan kekurangan unsur nitrogen maka akan

menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lambat. Daun mula-mula menguning

dan mengering lalu rontok. Daun yang menguning diawali dari daun bagian bawah

lalu disusul daun bagian atas. Phospor berfungsi untuk membantu pertumbuhan

protein dan mineral yang sangat tinggi bagi tanaman, mengedarkan energi ke seluruh

bagian tanaman, merangsang dan pertumbuhan dan perkembangan akar,

mempercepat membungakan dan pembuahan tanaman serta mempercepat

pemasakan biji dan buah. Gejala tumbuhan yang mengalami kekurangan unsur

Nitrogen yaitu daun bawah berubah warna menjadi tua atau tampak mengkilap

merah keunguan, menjadi kuning keabuan dan rontok. Tepi daun, cabang dan batang

berwarna merah keunguan. Batang kerdil dan tidak menghasilkan bunga dan buah.

Jika sudah terlanjur berbuah maka ukurannya kecil, jelek dan cepat matang

(Hindersah, at al., 2004).

Ommision test atau metode element missing test merupakan usaha percobaan untuk

mengetahui gejala kekahatan suatu tanaman terhadap suatu unsur hara. Metode

tersebut akan memperlakukan pemberian unsur hara terhadap tanaman dengan

mengurangi salah satu unsur hara sehingga tanaman tersebut kekurangan dan

menunjukkan gejala kekahatan akibat unsur hara tersebut tidak terpenuhi bagi

16

pertumbuhan tanaman. Unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman adalah unsur

hara yang dalam bentuk anorganik, sedangkan unsur hara organik harus diubah

dahulu menjadi anorganik. Ketersediaan unsur hara tidak saja dalam jumlah dan

bentuknya, tetapi keberadaan unsur hara lain dapat mempengaruhi ketersediaan

suatu unsur bagi tanaman (Minardi, et al., 2010).

Ommission trial atau minus one test artinya suatu set percobaan dengan memberikan

semua hara yang diperlukan tanaman (basal elements) kecuali unsur yang diamati.

Prinsip dasar yang digunakan dalam metode omission trial adalah hukum Liebig.

Informasi yang diperoleh dengan cara tersebut adalah untuk mengetahui unsur yang

kahat dan mengetahui urutan keparahan kekahatan hara tersebut. Ommission trial

merupakan langkah pertama yang biasanya dikerjakan setelah kegiatan survey

kesesuaian lahan dilakukan (Foth, 1991).

Tanaman kahat P kerdil dengan jumlah anakan sangat berkurang. Daun sempit,

pendek, sangat tegak dan hijau tua kotor. Tanaman dalam kahat P ringan batangnya

ramping, pipih dan pertumbuhan tanaman terhambat. Jumlah daun, malai dan bulir

malai juga berkurang. Daun muda tampak sehat tetapi daun tua menjadi coklat lalu

mati. Pemasakan buah tertunda (sering hingga 1 minggu atau lebih). Jika tanaman

kahat P berat maka tanaman tidak akan berbunga sama sekali. Warna ungu dan

merah dapat muncul pada kahat daun bila varietasnya cenderunng memproduksi

antosianin. Daun tampak hijau pucat bila kahat P dan N terjadi bersamaan. Kahat P

tingkat sedang sulit dikenali di lapangan. Kahat P sering berhubungan dengan masalah

hara-hara lain, seperti keracunan Fe pada pH rendah, kahat Zn, kahat Fe dan salinitas

di tanah alkalin (Nugroho, 2006).

Tanah yang kekurangan unsur hara akan menampakkan gejala secara visual. Tiap hara

umumnya menunjukkan gejala tertentu yang bersifat spesifik. Gejala yang tampak

pada tanaman dapat menunjukkan adanya kekurangan hara tertentu dalam tanah.

Misalnya, tanaman yang kerdil maka daunnya berwarna kekuning-kuningan,

lembaran daun sempit, cabang dan daun ranting pendek-pendek, berarti tanah

tempat tumbuh tanam-tanaman tersebut kekurangan Nitrogen (Sudaryanto, 2003).

17

M. Legin

Rhizobium (yang terkenal adalah Rhizobium legiminosarum) adalah basil gram

negative yang merupakan penghuni biasa di dalam tanah. Bakteri ini masuk melalui

bulu-bulu akar tanaman berbuah polongan dan menyebabkan jaringan agar tumbuh

berlebihan sehingga menjadi kutil-kutil. Bakteri ini hidup dalam sel-sel akar dan

memperoleh makanannya dari sel-sel tersebut. Beberapa spesies Actinomycetes

terdapat bersama-sama dengan Rhizobium sp dalam satu sel (Sutedjo, 2008).

Legin adalah Inokulum Rhizobium yang mengandung bakteri Rhizobium untuk

inokulasi (menular) tanaman legume. Legin singkatan dari Legume Inoculant (Legume

Inoculum). Bakteri Rhizobium adalah bakteri yang dapat bersimbiosis dengan

tanaman legume, membentuk bintil akar, dan menambat nitrogen dari udara

sehingga mampu mencukupi kebutuhan nitrogen tanaman sekurang-kurangnya

sebesar 75 % (Madjid, 2009).

Pupuk dalam arti yang luas adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat

fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan

tanaman. Pengertian pupuk yang lain adalah pemberian bahan kapur dengan maksud

untuk meningkatkan pH tanah yang masam. Pemberian legin bersama benih tanaman

kacang-kacangan serta pemberian pembenah tanah (soil conditioner) untuk

memperbaiki sifat fisik tanah. Pemberian urea dalam tanah yang miskin akan

meningkatkan kadar N dalam tanah tersebut. Semua usaha tersebut dinamakan

pemupukan. Bahan kapur, legin, pembenah tanah dan urea disebut pupuk

(Indradewa, 2005).

Inokulasi Rhizobium yang berasal dari Rhizoplus dan Legin yang dikombinasikan

dengan pupuk N dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Perlakuan

Inokulasi Rhizobium dan Rhizoplus yang dikombinasikan dengan pupuk N (45 kgN/ha)

memberikan hasil biji kedelai tertinggi, yaitu 2.696 kg biji kering/ha. Pemberian

Rhizobium dari Rhizoplus dan Legin dapat mengefisienkan pupuk N sampai 22,5

18

kgN/ha. Pemanfaatan Rhizobium agar meluas pada tanaman kedelai maka perlu

dilakukan analisis sosial ekonomi pemanfaatan teknologi tersebut (Ghulam, 2009).

Tanah sangat kaya akan mikroorganisme, seperti : bakteri, actinomycetes, fungi,

protozoa, algae dan virus. Tanah yang subur mengandung > 100 juta mikroorganisme

per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah bergantung pada aktivitas

mikroorganisme tersebut. Sebagian besar mikroorganisme tanah memiliki peranan

yang menguntungkan, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, siklus

hara tanaman, fiksasi nitrogen, pelarut phospat, merangsang pertumbuhan,

biokontrol pathogen dan membantu penyerapan unsur hara (Daniel, 2009).

N. Mikoriza

Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar

tanaman. Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis mutualistik.

Mikoriza umumnya dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu : endomikoriza (pada jenis

tanaman pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan) dan

ektendomikoriza (Harley and Smith, 1983).

Mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap

lahan kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya logam-logam berat.

Fenomena mikoriza di lapangan memunculkan gagasan potensi mikoriza yang

menjanjikan pada bidang agribisnis (Setiadi, 2003).

Aplikasi pemanfaatan mikoriza dalam bidang kehutanan masih belum mendapat

perhatian utama, kecuali terbatas pada kegiatan-kegiatan penelitian. Penggunaan

mikoriza masih memiliki banyak kendala, yaitu : jumlah penggunaan mikoriza relatif

banyak dalam jumlah besar dan membutuhkan waktu untuk memproduksinya.

Penelitian-penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memaksimumkan potensi

mikoriza (Twin, 2003).