bab ii konsep hak cipta atas lagu berdasarkan undang ... · melahirkan hak cipta, karena pada...
TRANSCRIPT
BAB II
KONSEP HAK CIPTA ATAS LAGU BERDASARKAN
UNDANG-raUNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG
HAK CIPTA
A. HAK CIPTA SEBAGAI BAGIAN DARI HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL
1. PENGERTIAN HAK CIPTA
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari hak atas kekayaan intelektual
(Intellectual Property Rights) yang diadopsi dari konsep hukum barat yang
meliputi hak, kekayaan, dan hasil akal budi manusia.1 Secara harfiah hak adalah
kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang)
atau kekuasaan yang benar atas sesuatu atau kekuasaan untuk menuntut sesuatu2,
konsep “kekayaan” dalam pengertian HKI merujuk pada kepemilikan atas suatu
benda (property) dan intelektual adalah segala sesuatu yang terkait akal budi.
Akal budi merupakan sesuatu yang tidak nyata, tidak kasat mata atau tidak
berwujud. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak atas suatu benda yang dimiliki
karena ia menggunakan akal budinya. Atau dengan kata lain, Hak Kekayaam
Intelektual adalah hak milik atas suatu benda tidak berwujud yang diperoleh
karena proses penggunaan akal budi. Hak Kekayaan Intelektual juga merupakan
hak kebendaan, yaitu suatu hak yang bersifat mutlak atas suatu benda dimana hak
tersebut memberikan kekuasaan penuh dan langsung atas suatu benda dan dapat
1 R. Diah Imaningrum Susanti, Hak Cipta Kajian Filosofis dan Historis, Malang: Setara Press, 2017,
hlm 1. 2 https://kbbi.web.id/hak diakses pada 29 Mei 2018 pukul 22.00 WIB.
dipertahankan terhadap siapapun.3 Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan
yang sempurna disebut hak milik. Hak milik merupakan hak untuk menikmati
suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara
bebas sepenuhnya.4 Pemilik HKI sebagai pemilik benda immaterial dapat
melaksakan sendiri haknya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakan hak miliknya tersebut. Hak Cipta sebagai bagian dari HKI,
sehingga segala norma didalam HKI melekat pada Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta pengertian hak cipta adalah “hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Hak cipta
bersifat eksklusif, Eksklusif berarti khusus dan unik.5 Khusus yang dimaksudkan
adalah hanya pencipta yang memiliki hak atas ciptaan dan penggunaan ciptaan
tersebut menjadi kewenangan pencipta seluruhnya. Serta unik, yaitu dilihat dari
sifat lahirnya perlindungan hak cipta, yaitu khas dan pribadi. Sifat khas dalam
perlindungan hak cipta merujuk kepada perwujudan karya yang spesifik, yaitu
suatu karya cipta harus perceivable.6 Tidak harus diwujudkan dalam physical
form atau tangible form. Sedangkan sifat pribadi yang dimaksud adalah benar-
benar ciptaan pencipta7, atau dengan kata lain terdapat keterkaitan antara pencipta
dan ciptaan. Keterkaitan yang dimaksud adalah adanya pelaksanakan kegiatan
3 Sri Soedewi, Hukum Perdata – Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 1981, hlm 24 sebagaimana
dikutip oleh Rahmi Jened, Op Cit., hlm 9 4 Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
5 R. Diah Imaningrum Susanti, Op Cit., hlm 59
6 Carl-Bernd Kaehlig, Indonesian Copyright Law (Including Licencing and Registration
Requirements), Jakarta: Tatanusa, 2011, hlm. 44 7 Indirani Wauran-Wicaksono, Op Cit., hlm 52.
sehingga menghasilkan karya cipta. Hak cipta lahir secara otomatis setelah ciptaan
diwujudkan secara nyata.8 Tidak semua orang dapat menjadi pencipta, hanya
seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi yang dapat berkreasi untuk
menghasilkan karya cipta. Hak cipta semula terkandung di alam pikiran, di alam
ide, dan untuk dapat dilindungi harus ada wujud yang nyata dari alam ide tersebut.
Wujud nyata dari hasil pemikiran manusia inilah yang disebut Ciptaan.
Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization). “copyright is
legal from describing right given to creator for their literary and artistic works.”
Artinya, hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang
diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan
sastra.9 Hak cipta merupakan hak kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang
berupa perwujudan dari suatu ide pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra.
Perlindungan hak cipta terbagi atas perlindungan terhadap hak cipta itu
sendiri dan perlindungan terhadap hak terkait hak cipta. Keduanya merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang melekat pada suatu ciptaan. Kesatuan
hak dalam suatu ciptaan ini disebut bundle of rights. Di dalam proses menciptakan
suatu karya seringkali pencipta melibatkan banyak pihak agar karyanya dapat
dinikmati oleh masyarakat serta menimbulkan manfaat ekonomi. Pencipta beserta
para pihak tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
memiliki hak eksklusif atas ciptaan. Pencipta dan pihak terkait hak cipta memiliki
hubungan hukum terhadap ciptaan. Pencipta dan pihak terkait sebagai subjek
8 Ibid., hlm 55.
9 Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta,
Paten, Merek, dan Seluk-beluknya), Jakarta: Erlangga Group, 2008, hlm 14.
perlindungan hak cipta dan ciptaan merupakan objek perlindungan hak cipta.
untuk penjelasan mengenai subjek dan objek hak cipta akan dijelaskan pada sub-
bab selanjutnya.
1. SUBJEK DAN OBJEK PERLINDUNGAN HAK CIPTA
a. Subjek Hak Cipta
Subjek dalam Hak cipta terdiri atas Pencipta dan Pemegang hak cipta.
Pencipta secara otomatis menjadi pemegang hak cipta, akan tetapi pemegang hak
cipta belum tentu sebagai pencipta.10
Pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan
lembaga penyiaran juga merupakan subjek yang berkaitan dengan hak terkait hak
cipta, Penjelasan mengenai subjek perlindungan hak cipta akan diuraikan sebagai
berikut:
i. Pencipta
Pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta menyatakan “pencipta adalah seseorang
atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama
menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.”
Selanjutnya di dalam Pasal 31 UU Hak Cipta menjelaskan, kecuali
terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu orang yang
namanya:
a) disebut dalam ciptaan;
b) dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan;
c) disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan/atau tercantum dalam
daftar umum ciptaan sebagai pencipta.
10
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan DImensi Hukumnya
di Indonesia), Bandung: PT. Alumni, 2003, hlm 114.
Klausula ‘kecuali terbukti sebaliknya’ dalam Pasal 31 tersebut berarti
apabila dikemudian hari ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa dia
adalah pencipta sebenarnya, maka anggapan hukum sebagai pencipta akan
gugur.11
Gugurnya anggapan hukum sebagai pencipta tersebut ditentukan
melalui litigasi (putusan pengadilan niaga) maupun non-litigasi (arbitrase,
alternatif penyelesaian sengketa yang lain) serta ditentukan pula siapa yang
sesungguhnya telah mencipta dan karenanya berhak disebut sebagai pencipta
yang memiliki hak cipta atas ciptaan.
Selain yang tersebut diatas, apabila seseorang berceramah tidak
menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa pencipta
ceramah tersebut, maka orang itu dianggap sebagai penciptanya kecuali
terbukti sebaliknya (Pasal 32 UU Hak Cipta)
Apabila ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan
oleh dua orang atau lebih, yang dianggap pencipta adalah orang yang
memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan. Namun apabila
orang tersebut tidak ada, yang menjadi pencipta adalah orang yang
menghimpun ciptaan dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas
bagian ciptaannya (Pasal 33 UU Hak Cipta). Hal ini memungkinkan adanya
kepemilikan bersama (joint ownership), yaitu ciptaan yang dihasilkan oleh
kerja sama dari dua orang atau lebih pencipta secara tidak terpisahkan.12
Dengan demikian mereka dianggap sebagai pencipta secara bersama-sama
11
Rahmi Jened, Op Cit., hlm 116. 12
Loc Cit.
(joint author).13
Sehingga bundle of right atas ciptaan dinikmati secara
bersama-sama.
Apabila suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan
dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan pengawasan orang yang
merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan. (Pasal 34 UU
Hak Cipta). Perancang adalah pencipta jika rancangan dikerjakan secara
detail menurut desain yang ditentukan, tidak sekadar gagasan atau ide saja.14
Maka dimungkinkan bahwa suatu ciptaan yang sudah dirancang diwujudkan
serta dikerjakan oleh orang lain. Dalam menghasilkan ciptaan, tidak harus
dihasilkan dengan tangannya sendiri, namun dapat melalui tangan orang lain
sepanjang orang lain tersebut bekerja dibawah pimpinan dan pengawasan
orang yang merancang.15
Tindakan demikian tetap dianggap sebagai
penuangan kreativitas yang bersifat khas dan pribadi dari perancang ciptaan,
dan pihak yang mengerjakan hanyalah sarana saja untuk mewujudkan
kreativitas si pencipta.16
Apabila ciptaan dibuat dalam hubungan kerja (hubungan kerja di
lembaga swasta, bukan instansi pemerintah) atau berdasarkan pesanan, yang
menjadi pencipta ialah pihak yang membuat ciptaan. (Pasal 36 UU Hak
Cipta)
UU Hak Cipta memberikan peluang kepada badan hukum untuk menjadi
Pencipta. Yaitu apabila ciptaan dibuat oleh pencipta dalam hubungan dinas,
yang menjadi pencipta ialah instansi pemerintah. Kecuali di perjanjikan lain
13
Loc Cit. 14
Ibid, hlm 117. 15
Indirani Wauran, Op Cit., hlm 67 16
Loc Cit.
antara kedua belah pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta untuk
mendapat royalty jika ciptaan tersebut digunakan secara komersial (Pasal 35
UU Hak Cipta). serta apabila badan hukum melakukan pengumuman,
pendistribusian, atau komunikasi ciptaan yang berasal dari badan hukum
tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai pencipta, maka yang
dianggap sebagai pencipta ialah badan hukum tersebut, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya (Pasal 37 UU Hak Cipta).
ii. Pemegang Hak Cipta
UU Hak Cipta Pasal 1 angka 4 menjelaskan, pemegang hak cipta
dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Pencipta sebagai pemilik hak cipta;
2. Pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta; atau
3. Pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima
hak tersebut secara sah.
Pemegang Hak Cipta menurut UU Hak Cipta adalah:
a. Pelaku Pertunjukkan
Pelaku pertunjukkan adalah seorang atau beberapa orang yang
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan dan
mempertunjukkan suatu Ciptaan.17
b. Produser Fonogram
Produser Fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama
kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
17
Pasal 1 angka 6 UU Hak Cipta.
perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman pertunjukan
maupun perekaman suara atau bunyi lain.18
c. Lembaga penyiaran
Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara Penyiaran, baik lembaga
Penyiaran publik, lembaga Penyiaran swasta, lembaga Penyiaran
komunitas maupun lembaga Penyiaran berlangganan yang dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.19
Sehingga dapat diketahui bahwa subjek perlindungan hak cipta tidak hanya
untuk orang per-seorangan saja, badan hukum pun dimungkinkan untuk menjadi
pencipta. Perlindungan hak cipta juga tidak terbatas hanya untuk pencipta saja,
namun juga untuk pihak lain yang oleh pencipta diberikan sebagian hak ciptanya
secara sah menurut hukum dan untuk pihak yang menerima lebih lanjut atas hak
dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Kesemua pihak tersebut
memiliki hak atas ciptaan.
b. Objek Hak Cipta
Objek hak cipta adalah ciptaan. Menurut Pasal 1 angka 3 UU Hak Cipta,
ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa lahirnya hak cipta adalah pada saat
ciptaan diekspresikan dalam bentuk nyata. Tidak perlu adanya pendaftaran untuk
melahirkan hak cipta, karena pada dasarnya pendaftaran hak cipta hanya bersifat
18
Pasal 1 angka 7 UU Hak Cipta 19
Pasal 1 angka 8 UU Hak Cipta
deklaratif saja, artinya hanya untuk mendeklarasikan atau mengumumkan bahwa
yang namanya tertulis dalam surat pencatatan hak cipta adalah benar pencipta dari
suatu karya tertentu.20
Bentuk pengekspresian dalam bentuk nyata suatu ciptaan
adalah ciptaan tersebut dapat dilihat, diproduksi kembali atau dikomunikasikan
dengan cara lain.
Terdapat 3 (tiga) kriteria agar ciptaan dilindungi oleh Hak cipta. Ketiga
kriteria tersebut disebut Standard Of Copyright Ability, yaitu originality (asli),
creativity (kreativitas), dan fixation (perwujudan).21
Konsep Originality
merupakan unsur essensial agar suatu karya dapat diberikan perlindungan hak
cipta. Persyaratan keaslian merupakan akibat langsung dari persyaratan asal
ciptaan (authorship). Ciptaan harus benar dari eksistensi pencipta. Yang
dilindungi oleh hak cipta adalah hak milik pribadi, bukan hak milik umum.
Konsep keaslian atau orisinalitas adalah perwujudan dari gagasan atau ide yang
benar-benar dari diri dan pikiran pencipta sendiri. Keaslian tidak mensyaratkan
bahwa suatu karya tersebut harus baru. Walaupun terdapat kemiripan dengan
karya cipta sebelumnya, kemiripan yang demiikian tetap dilindungi asalkan
berasal dari kreatif mandiri pencipta. Konsep Creativity berarti ciptaan tersebut
merupakan produk kreativitas intelektual pribadi pencipta. Ciptaan dibentuk
dengan cipta, karsa, dan rasa sebagai bentuk intelektualitas pencipta. Dan konsep
fixation, yaitu karya cipta diwujukan dalam media ekspresi yang berwujud.
konsep fixation merupakan material form yang merujuk pada suatu ciptaan
sebagai tujuan perlindungan hak cipta. Hak cipta melindungi ekspresi dalam
20
Indirani Wauran, Op Cit., hlm 55 21
Earl W. Kinter dan Jack Lahr, An Intellectual Property Law Primer, New York: Clark Boardman,
1983, hlm 346-349, sebagaimana dikutip oleh Rahmi Jened, Perlindungan Hak Cipta Pasca
Persetujuan TRIPs, Yurisdika Press Fakultas Hukum Unair, 2001, hlm 27
bentuk material, bukan ide atau informasinya.22
Didalam Civil Law System,
fixation tidak wajib dalam perlindungan Hak Cipta.
Article 2 Konvensi Berne menyebutkan ciptaan yang dilindungi meliputi:
“1.Literary and artistic work; 2.Possible requirement of fixation; 3.Derivative works;
4.Official text; 5.Collection; 6.Obligation to protect; 7.Works of applied art and
industrial design; 8.News23”. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Berne melalui
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan
Berne Convention for the Protection of Literay and Artistic Work sehingga
pengaturan perihal hak cipta dalam Konvensi Bern di berlakukan pula di Indonesia.
Pasal 40 UU Hak Cipta, menyebutkan jenis-jenis ciptaan yang dilindungi yaitu:24
1) Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang terdiri atas:
a) Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan semua
hasil karya tulis lainnya;
b) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.
c) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d) Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks.
e) Drama. Drama musikal, tari, koreografi, perwayangan, dan
pantomim;
f) Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g) Karya seni terapan;
h) Karya arsitektur;
i) Peta;
j) Karya seni batik atau seni seni motif lain;
k) Karya fotografi;
l) Potret;
m) Karya sinematografi;
n) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi
(dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli);
o) Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional;
22
Ibid., hlm 84. 23
Bernee Convention for the Protection of Literary and Artistic Works,
http://www.wipo.int/treaties/en/text.jsp?file_id=283698, diakses pada 2 Agustus 2018 pukul 19.44 24
Pasal 40 Undang-Undang Hak Cipta
p) Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan program komputer maupun media lainnya;
q) Kompilasi, ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
r) Permainan video; dan
s) Program Komputer.
2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas
ciptaan asli.
3) Perlindungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
termasuk perlindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan
pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang
memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut.
Namun demikian, tidak semua hasil karya merupakan objek hak cipta.
Terdapat hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta, meliputi:25
1) Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
2) Setiap ide, prosedur, system, metode, konsep, prinsip, temuan atau data
walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau
digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
3) Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan
masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditunjukan untuk kebutuhan
fungsional.
Objek perlindungan hak cipta adalah ciptaan dibidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra yang telah diekspresikan dalam bentuk nyata. Frasa “diekspresikan”
memiliki arti dapat dikomunikasikan dengan cara lain, yaitu dapat dilihat atau di
dengar. Ide yang belum dituangkan dalam bentuk nyata tidak mendapatkan
perindungan hak cipta.
2. LAGU DAN/ATAU MUSIK SEBAGAI KARYA CIPTA
YANG DILINDUNGI
Didalam kehidupan bermasyarakat, lagu dan/atau musik merupakan sarana
komunikasi, pengungkapan gagasan, maupun pengungkapan atas suatu perasaan
25
Pasal 41 UU Hak Cipta
tertentu.26
Lagu dan/atau musik juga dapat menjadi suatu identitas atas
perseorangan atau kelompok. Lagu dan/atau musik pun juga dapat menjadi suatu
karya budaya yang merupakan hasil karya, cipta, dan rasa kehidupan bersama,
yang kemudian dianut oleh masyarakat.27
Serta lagu juga dapat memiliki nilai
ekonomi yang dapat bermanfaat bagi yang bersangkutan. Sehingga lagu dan/atau
musik patut dilindungi oleh hak cipta
Lagu dan/atau musik merupakan kesenian yang berkaitan dengan kombinasi
suara yang dihubungkan dengan keindahan serta ekspresi pikiran dan perasaan.28
Secara etimologi, lagu dan musik memiliki perbedaan arti. Lagu merupakan syair
yang dilafalkan sesuai nada, ritme, irama, dan melodi tertentu hingga membentuk
harmoni.29
Pengertian ini pun sejalan dengan Cambridge Dictionary, “song is a
short poem or other set of words set to music or meant to be sung.”30
Sedangkan
musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung
harmoni terutama dari suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat
menghasilkan irama.31
Walaupun secara etimologi lagu dan musik berbeda,
namun didalam kepustakaan hak cipta tidak membedakan antara lagu dan musik.
Hak cipta mengenal lagu dan/atau musik dalam satu definisi, yaitu karya musik.
Didalam perlindungan HKI secara internasional, lagu dan musik disebut musical
work. Musical work atau karya musik terdiri atas 4 macam unsur ciptaan, yaitu:32
26
Yunial Laili Mutiari, ‘Perlindungan Hukum Hak Cipta salam Bidang Musik Rekaman Suara di
Indonesia’, Thesis, Universitas Indonesia, 1996, hlm 78 27
Ibid., hlm 81 28
Ibid., hlm 79 29
Loc Cit. 30
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/song diakses pada 15 September 2018 pukul
19.28. 31
Loc Cit. 32
Yunial Laili Mutiari, Op Cit., hlm 81
1) Melodi, yaitu suatu deretan nada yang karena kekhususan dalam
penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak
tersendiri dan menjadi satu kesatuan yang organik.
2) Lirik, yaitu syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi.
3) Aransemen, yaitu penataan terhadap melodi.
4) Notasi, yaitu penulisan melodi dalam bentuk not balok atau not angka.
Keempat unsur ciptaan itu dapat merupakan ciptaan satu orang saja, selain
itu juga masing-masing unsur dapat merupakan ciptaan sendiri-sendiri. Jadi, bisa
saja satu karya cipta dimiliki oleh beberapa orang pemegang hak cipta.
Konvensi Bern menyebutkan, salah satu karya yang dilindungi (protected
work) adalah komposisi musik (music compositions) dengan atau tanpa kata-kata
(with or without words).33
Didalam Pasal 40 huruf d UU Hak Cipta menyatakan
bahwa “ciptaan lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks dilindungi secara
utuh”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan terdapat 2 (dua) jenis karya
musik, yaitu karya musik dengan kata-kata dan karya musik tanpa kata-kata.
Karya musik dengan kata-kata terdiri atas unsur melodi, lirik, aransemen, dan
notasi34
yang secara etimologi disebut lagu. Sedangkan karya musik tanpa kata-
kata hanya terdiri atas unsur melodi, aransemen, dan notasi35
yang secara
etimologi disebut musik. Dilindugi secara utuh yang dimaksudkan dalam rumusan
tersebut adalah unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi dilindungi sebagai satu
kesatuan karya cipta. walaupun dimungkinkan tiap unsur tersebut hak ciptanya
dimiliki oleh pihak-pihak yang berbeda.
Berkaitan dengan perlindungaan hak cipta terhadap karya musik bisa dengan
teks atau tanpa teks, teks yang dimaksudkan disini adalah lirik. Michael F Flint
berbendapat “lyrics do not fall within the definition of a musical work, they fall
33
Otto Hasibuan, Op Cit., hlm 140. 34
Loc Cit 35
Loc Cit.
within the literally works definition.”36
Lirik tidak termasuk kedalam pengertian
karya musik, tetapi masuk kedalam pengertian sastra karena lirik tanpa musik
hanya merupakan susunan kata-kata saja. Hal ini pun juga dijustifikasi oleh
George Wei, ia berpendapat:37
“So far as songs are concerned, it should be borne in mind that there are two
distinct copyrights. First, the tune and musical score can attract copyright as an
original musical work. Second, the lyrics can acquire copyright as a type of
original literate work. It is important to bear in mind that a song is really a
composite of two separate works. The copyrights can belong to two different
individuals”
Suatu karya musik yang terdiri dari lirik, melodi, notasi, dan aransemen
dilindungi secara terpisah. Suatu lirik lagu mendapatkan hak cipta dalam karya
kesusastraan, sedangkan melodi, notasi dan aransemen masuk ke bidang karya
musik dan lagu.38
Walaupun demikian, apabila unsur lirik disatukan dengan
melodi, notasi dan aransemen secara utuh, maka keempat unsur tersebut masuk ke
bidang karya musik dan lagu.
Menurut hemat penulis, lagu dan/atau musik dengan teks yang dimaksudkan
Pasal 40 huruf d UU Hak Cipta adalah lagu. Dan yang dimaksud dengan musik
adalah kombinasi dari melodi, aransemen, dan notasi. lagu dan atau musik tanpa
teks yang dimaksudkan dalam Pasal 40 huruf d UU Hak Cipta adalah musik.
Lagu dan musik dalam hak cipta dikenal sebagai karya musik. Perlindungan karya
musik bersifat utuh, walaupun unsur melodi, lirik, aransemen dan notasi memiliki
hak ciptanya masing-masing.
36
Michael F Flint, Op Cit., hlm 13. 37
http://business-law.binus.ac.id/2016/01/31/memahami-sekilas-pengertian-karya-cipta-musik-
dan-perlindungannya/ diakses pada 21 Oktober 2018 pukul 15.34. 38
Ibid.
Lagu atau musik dilindungi apabila sudah ekspresikan dalam bentuk yang
nyata. David Bainbridge mengatakan:39
“Copyright does not protect ideas, only the expression of an idea (that is, its
tangible form), and it is free to others to create similar, or even identical,
works as long as they do so independently by their own efforts”
Menurut David Bainbridge, perlindungan hak cipta atas lagu dan/atau musik
muncul apabila sudah diekspresikan melalui media yang berwujud, paling tidak
harus sudah dibuat dalam bentuk yang kasat mata (tangible form), seperti transkip
lagu atau rekaman. Akan tetapi didalam Civil Law System perwujudan melalui
media yang berwujud tidak secara mutlak berlaku. Hal ini dijustifikasi oleh Rahmi
Jened yang menyatakan bahwa didalam Civil Law System tidak terlalu tegas
mensyaratkan adanya fixation, jika karya tersebut dapat dikomunikasikan kembali
dalam bentuk apapun (baik dilihat maupun didengar) sudah muncul perlindungan
hak cipta.40
”
Prinsip dasar perlindungan hak cipta adalah bahwa seseorang pencipta
memiliki hak untuk mengeksploitasi karyanya dan pihak lain dilarang meniru
hasil kreatif yang diciptakan olehnya.41
Scot W Pink berpendapat, “suatu karya
dapat dilindungi hak cipta harus memiliki kriteria asli (original), selesai (fixed),
dam merupakan suatu benruk ekspresi (form of expression).42
Asli artinya benar-
benar karya musik tersebut merupakan ciptaan pencipta. Ada keterkaitan antara
ciptaan dan pencipta. Selesai artinya karya musik tersebut benar-benar rampung
39
David Bainbridge, Intellectual Property (Fourth Edition), England: Pitman Publishing, 1999, hlm
6 40
Rahmi Jened, Op Cit., hlm 84. 41
Riviantha Putra, ‘Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Lagu dan Musik’, Skripsi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014, hlm 49. 42
Scot W Pink, The Internet & E-commerce Legal Handbook, California: Prime Venture, 2001, hlm
153.
dan siap untuk dinikmati masyarakat luas.43
Dan bentuk ekspresi artinya ada
bentuk yang nyata dari sebuah ide, imajinasi, dan pikiran pencipta yang
diekspresikan dalam karya musik.
Namun, penulis tidak setuju dengan pendapat Scot W pink diatas. Penulis
setuju terhadap pendapat Rahmi Janed44
, 3 kriteria agar karya cipta dapat
dilindungi hak cipta adalah asli (original), kreativitas (creativity), dan
perwujudan (fixation). Kriteria selesai menurut penulis bukan merupakan kriteria
agar suatu karya cipta dapat dilindungi hak cipta. Walaupun karya cipta tersebut
belum selesai, asalkan karya musik sudah diekspresikan dalam bentuk nyata yaitu
dapat diperdengarkan atau dikomunikasikan kembali, karya musik tersebut benar-
benar ciptaan pencipta dan karya musik tersebut merupakan produk kreatifitas
intelektual pencipta, hak cipta atas karya musik otomatis muncul. Kriteria fixation
dalam civil law system tidak wajib ada.
Perlindungan hak cipta muncul secara otomatis saat karya diekspresikan
dalam bentuk nyata, bentuk pengekspresian karya musik menurut penulis tidak
harus dalam bentuk physical form. Apabila karya musik sudah dapat dibaca,
didengar, dilihat dan dinikmati oleh orang lain, maka karya musik tersebut sudah
dilindungi oleh hak cipta secara otomatis tanpa didasarkan oleh pendaftaran
ciptaan. Pendaftaran ciptaan pada Dirjen HKI hanya bersifat deklaratif saja.45
Pasal 40 ayat (2) yang pada intinya menyatakan bahwa “...Adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi dilindungi sebagai
43
Rivianto Putra, Loc Cit. 44
Lihat halaman 21 sampai 22. 45
Indirani Wauran Wicaksono, Op Cit., hlm 55.
ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli”, berarti hak
cipta juga melindungi secondary musical work. Apabila seseorang melakukan
aransemen, mengembangkan dan memindahkan suatu karya ke dalam media yang
berbeda atau merubah musik dari suatu lagu populer untuk membuat
aransemennya tersendiri yang termasuk kedalam deskripsi mengenai karya musik
orisinil maka aransemen ini mendapatkan hak ciptanya sendiri dengan tanpa
mengurangi hak cipta pencipta asli.46
Tanpa mengurangi hak cipta pencipta asli
yang dimaksudkan adalah tidak mengganggu kepentingan pencipta yang wajar
yaitu tidak melanggar hak moral dan hak ekonomi pencipta. Atau dengan kata lain
hak moral dan hak ekonomi pencipta tidak hilang. Hal ini dijustifikasi oleh Mirah
Satria Dewi yang menyatakan bahwa “dalam melakukan cover versions,
kepentingan yang wajar pencipta terhadap karyanya tidak boleh diganggu, yaitu
hak moral dan hak ekonomi harus tetap melekat dan tidak boleh hilang.”47
Konsep dari adaptasi, aransemen, modifikasi, dan transformasi ini adalah
konsep yang membentuk dasar dari konsep cover version.48
Yang dilakukan di
dalam cover version atau cover lagu adalah menambah kontribusi kreatif tertentu,
seperti menambah harmoni dan irama baru, mengatur ulang notasi musik,
termasuk menuliskan dan menerjemahkan kembali suatu musik ke dalam gaya
musik lain yang berbeda. Karya hasil kontribusi kreatif pencipta tersebut
dilindungi oleh hak cipta asalkan tidak mengganggu hak moral dan hak ekonomi
pencipta. Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menjadi batasan
46
Vibhaw & Venkataraman, Op Cit., 483. 47
Anak Agung Mirah Satria Dewi, ‘Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap Cover Version Lagu
di Youtube’, (2017) 6 Udayana Master Law Journal 508, hlm 518. 48
Vibhaw & Venkataraman, Op Cit., hlm 480.
atas tindakan cover lagu dikatakan mengganggu hak pencipta atau tidak.
Mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut pada Bab III.
Didalam proses menciptakan karya musik hingga dapat dinikmati dan
didengar oleh masyarakat, pencipta dapat melaksanakan sendiri maupun
melibatkan pihak lain. Dalam hal pencipta melaksanakan produksi lagu/musik
secara mandiri, seluruh hak moral dan hak ekonomi atas lagu/musik tersebut
adalah penuh milik pencipta. Sedangkan apabila pencipta melibatkan pihak lain,
berarti pencipta telah mengalihkan sebagian haknya. Pihak lain yang terlibat
tersebut antara lain:
1. Performer (pelaku pertunjukan), merupakan seseorang yang memberi
kehidupan terhadap karya cipta musik.49
Misalnya penyanyi, pemusik,
atau mereka yang menampilkan, mempertunjukkan, menyanyikan atau
memainkan suatu karya musik.
2. Producer of phonogram (produser rekaman suara), merupakan orang atau
badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab
untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik
perekaman dari suatu pertunjukkan maupun perekaman suara atau
perekaman bunyi lainnya.50
3. Broadcasting organization (lembaga penyiaran), merupakan organisasi
penyelenggaraan siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan
49
Rahmi Jened, Op Cit., hlm 204. 50
Ibid., hlm 205.
penyiaran atas suatu karya cipta dengan menggunakan tranmisi dengan
atau tanpa kabel atau melalui system elektromagnetik.51
Didalam industri musik, tidak menutup kemungkinan bahwa pencipta lagu
merupakan pemilik perusahaan rekaman (produser rekaman). Jika pencipta lagu
bukan merupakan pemilik perusahaan rekaman, pencipta biasanya mendatangi
produser rekaman dan menawarkan lagunya untuk direkam. Namun terkadang
juga produser rekaman tersebut yang meminta atau memesan lagu kepada
pencipta. Kemudian apabila produser rekaman tertarik dengan lagu yang
ditawarkan oleh pencipta, maka produser rekaman akan mengadakan perjanjian
dengan pencipta lagu. Bentuk perjanjian antara produser rekaman dan pencipta
lagu berdasarkan cara pembayaran royalti dibedakan menjadi: 52
a) Flat pay sempurna atau jual putus, pencipta menerima royalti sekali
saja kemudian produser rekaman yang berhak atas pengeksploitasian
lagu.
b) Flat pay terbatas atau bersyarat, pencipta hanya menerima royalti
sekali saja, tetapi hak produser untuk eksploitasi lagu dibatasi,
misalnya hanya untuk satu atau dua kali pemakaian saya. Setelah itu,
hak eksploitasi tersebut kembali kepada pencipta.
c) Royalty, pembayaran honorarium pencipta lagu didasarkan atas
jumlah phonogram yang terjual dengan ditentukan terlebih dahulu
berapa jumlah uang atau berapa persen dari penjualan yang menjadi
hak pencipta.
d) Semi royalty, bentuk ini merupakan gabungan antara cara flat pay dan
royalty. Pencipta lagu menerima uang muka dan royalty. Mengenai
pembayaran royalty, ada yang dihitung sejak phonogram yang
pertama beredar ada pula yang pembayaran royaltinya dihitung
setelah phonogram terjual dalam jumlah tertentu. Tergantung isi
perjanjian yang telah disepakati.
Setelah terjadi kesepakatan antara pencipta lagu dengan produser rekaman,
dalam hal ini produser rekaman memiliki mechanical rights (hak untuk
51
Loc Cit. 52
Otto Hasibuan, Op Cit., hlm 157
memperbanyak ciptaan). Selanjutnya produser akan mencari performer
(penyanyi, penata musik, atau arranger). Sama seperti pencipta lagu, performer
juga membuat kesepakatan dengan produser lagu. Dan setelah tercapai
kesepakatan antara ketiga pihak (pencipta, produser rekaman dan performer),
dilaksanakanlah perekaman lagu atau musik tersebut hingga menghasilkan master
suara (sound recording) atau master lagu dan pada master rekaman tersebut
melekat hak produser rekaman yang disebut hak rekaman suara (sound recording
right)53
dan hak performer yang disebut hak pertunjukan.
Kemudian, master lagu tersebut digandakan dalam bentuk kaset, CD, VCD,
atau DVD yang terkadang dilakukan sendiri oleh produser rekaman suara
(sekaligus sebagai distributor). Akan tetapi ada pula produser rekaman tidak
sekaligus menjadi distributor, ia harus melibatkan pihak lain sebagai distributor.
Dalam hal ini terdapat berbagai macam perjanjian antara produser rekaman suara
dengan distributor rekaman lagu, antara lain:54
a) Jual-beli putus, yaitu produser yang menggandakan rekaman lagu
dalam bentuk kaset atau CD, kemudian kaset atau CD tersebut dijual
(putus) kepada distributor dan selanjutnya distributor memasarkannya
di wilayah yang menjadi wewenangnya.
b) Konsinyasi, disebut juga titip jual. Yaitu produk rekaman suara yang
diperbanyak produser diberikan kepada distributor untuk dijual atau
dipasarkan. Dari setiap rekaman yang terjual, distributor mendapat
komisi.
c) Jual-beli label, yaitu produser mencetak sebuah label untuk produk
rekaman suara dan menjual label tersebut kepada distributor dan
sekaligus meminjamkan master rekaman suara (master lagu) kepada
distributor untuk diperbanyak sesuai dengan jumlah label yang dibeli
oleh distributor dari produser.
d) Sistem bagi hasil, yaitu produser dan distributor bekerja sama dalam
menggandakan produk rekaman suara, sementara distributor
53
Ibid., hlm 159 54
Ibid., hlm 160
bertanggungjawab untuk memasarkannya. Keuntungan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Setelah produk rekaman suara diperbanyak dan berada ditangan distributor,
produk rekaman suara tersebut didistribusikan ke para agen penjualan, kemudian
diteruskan ke pengecer atau toko-toko penjualan hingga sampailah kepada
masyarakat atau konsumen. Agen distributor ini memiliki hak distribusi atas
ciptaan lagu tersebut. Terkadang, karya seni musik atau lagu tersebut juga
dipublikasikan melalui lembaga penyiaran baik dengan atau tanpa kabel. Seperti
di televisi, radio, dan internet. Lembaga penyiaran ini memiliki hak publikasi atau
hak pengumuman atas ciptaan. Tak jarang, Publikasi karya seni musik melalui
internet biasanya memanfaatkan media sosial seperti youtube, facebook,
instagram, twitter, dan lain sebagainya.
Dari sudut pandang yuridis, keseluruhan proses dan hubungan hukum diatas
sepenuhnya merupakan rangkaian lahirnya perlindungan hak cipta dan konsep-
konsep pengalihan hak ekonomi pencipta lagu dan pemegang hak terkait
khususnya produser rekaman (producer of phonogram), performer, distributor,
dan lembaga penyiaran.
Berdasarkan pemasaparan diatas dapat dimengerti bahwa pada satu karya
musik terdapat hak yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Dimulai dari proses
menciptakan karya musik menjadi suatu karya yang utuh hingga oleh pihak-pihak
selain pencipta. Keseluruhan hak yang dimiliki oleh masing-masing pihak disebut
sebagai bundle of rights.
2. HAK CIPTA MERUPAKAN BUNDLE OF RIGHTS
Hak cipta melindungi beberapa hak yang melekat pada suatu karya. Dengan
kata lain hak cipta merupakan sekumpulan hak atau bundle of rights atau multiple
rights in one work. Sekumpulan hak tersebut memberikan ekslusifitas bagi
pencipta atau pemegang hak cipta bahwa tidak ada orang lain yang boleh
melakukan hak itu, kecuali atas izinnya.55
Hak cipta pun juga memberikan hak
eksklusif pencipta untuk berbuat apa saja terhadap ciptaannya, kecuali yang
ditentukan dalam pembatasan (limitation).56
Didalam Pasal 4 UU Hak Cipta menyatakan, “hak cipta merupakan hak
eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi”. Perlindungan hak cipta
memberikan eksklusifitas kepada para pihak yang terlibat dalam pembuatan karya
seni musik berupa hak moral dan hak ekonomi, yang kemudian kedua hak
tersebut masih terbagi lagi menjadi berbagai macam hak. Hak moral ada guna
melindungi personalitas pencipta, yang menujukkan tidak terpisahkannya karya
dan penciptanya, sehingga sampai kapanpun pencipta itu hidup maupun mati,
karyanya retap melekat pada dirinya.57
Hak moral ada terlebih dahulu dibanding
hak ekonomi. Hak ekonomi hanya sebagai akibat lanjut dari hak moral.58
Menurur
Becket, hak ekonomi ada karena usaha dalam menciptakan sesuatu adalah sesuatu
yang berhak untuk diakui dan dihargai.59
Didalam lagu dan/atau musik melekat hak moral yang terdiri atas hak
maternitas dan hak integritas serta hak ekonomi yang terdiri atas hak rekam, hak
penggandaan, hak menerjemahkan, hak adaptasi, aransemen, dan transformasi,
55
Rahmi janed, Op Cit., hlm 123. 56
Loc Cit. 57
R. Diah Imaningrum Susanti., Op Cit., hlm 39 58
Ibid., hlm 40 59
G Becker, Deserving to Own Intellectual Property, Chicago: Kent Law Review, 1993, hlm 609
sebagaimana dikutip oleh R. Diah Imaningrum., Ibid., hlm 54.
hak distribusi, hak publikasi, dan hak mengkomunikasikan lagu dan/atau musik.
Keseluruhan hak tersebut melekat pada pencipta dan tidak boleh dilanggar. Pihak
lain dilarang untuk mengabaikan hak moral dan dilarang melaksanakan hak
ekonomi pencipta dan/atau pemegang hak cipta tanpa seijin pencipta dan/atau
pemegang hak cipta.
Dan seperti yang telah disebutkan diatas bahwa subjek dalam hak cipta adalah
pencipta dan pemegang hak cipta. Seluruh subjek hak cipta memiliki hak moral
dan hak ekonominya masing-masing terhadap satu karya cipta. Untuk selebihnya,
penjelasan mengenai hak moral dan hak ekonomi pencipta dan pemegang hak
cipta adalah sebagai berikut:
1. HAK MORAL (MORAL RIGHTS)
Istilah hak moral pada mulanya berasal dari bahasa Perancis, “droit morale”
yang artinya merujuk pada personalitas pencipta, yang menunjukan tidak
terpisahkannya karya dan penciptanya.60
Hak moral merupakan hak yang melekat
pada diri pencipta (termasuk pelaku) yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapuskan tanpa alasan apapun.61
Secara yuridis, terdapat keterikatan antara
pencipta dan ciptaannya yang harus dilestarikan tanpa memperhatikan
pertimbangan ekonomi. Hak moral terdiri atas hak maternitas dan hak integritas,
yang kemudian akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Hak Maternitas (Maternity Rights)
Hak maternitas adalah hak pencipta untuk diidentifikasi sebagai pencipta
(right to be identified as the author). Identifikasi antara pencipta dan
karyanya dalam Konvensi Bern menunjukkan adannya “keterkaitan”
60
Ibid., hlm 29 61
Otto Hasibuan, Op Cit., hlm 69.
antara pencipta dan karyanya karena adanya “identifikasi” berupa
pencantuman nama pencipta pada ciptaannya.62
b. Hak Integritas
Hak integritas adalah hak pencipta atas keutuhan karyanya, hak ini
tercantum dalam Konvensi Bern dalam pasal 6 Konvensi bern, yang
menyatakan bahwa “pencipta memiliki hak untuk keberatan atas
modifikasi tertentu dan tindakan-tindakan lain yang merendahkan
ciptaan.63
Hak integritas atau hak atas keutuhan karya berperan sebagai
pelindung reputasi pencipta.
Hak moral merupakan pengakuan bahwa suatu ciptaan merupakan
pengembangan kepribadian dari pencipta dan keterkaitan antara pencipta dan
ciptaannya harus dihargai. Article 9 (2) TRIPs menyatakan pada intinya bahwa
negara anggota tidak diwajibkan untuk mengatur dan melaksanakan hak moral,
tetapi bila bermaksud mengatur dan melaksanakan hak moral diperbolehkan.64
Indonesia sebagai negara anggota, memiliki pengaturan mengenai hak moral
didalam Pasal 5 ayat (1) UU Hak Cipta sebagai berikut:
“Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta
untuk:
1) Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan
sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
2) Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
3) Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
4) Mengubah judul dan anak judul Ciptaan;
5) Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi
Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan
kehormatan diri atau reputasinya.”
62
Diah Imaningrum Susanti, Op Cit., hlm 41 63
Ibid., hlm 46 64
Loc Cit.
Hak moral melekat secara abadi pada diri pencipta, artinya hak moral tidak
dapat dialihkan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut
dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain karena Undang-Undang setelah
pencipta meninggal dunia (dalam hal ini pewarisan).65
Selain hak moral pencipta, UU Hak Cipta juga mengatur mengenai hak moral
pelaku pertunjukkan selaku pemegang hak terkait hak cipta. adapaun hak moral
pelaku pertunjukkan tertuang didalam Pasal 21 jo Pasal 22 UU Hak Cipta. adapun
hak moral pelaku pertujunjukan adalah:
1) Pelaku pertunjukkan memiliki hak untuk namanya dicantumkan
sebagai pelaku pertunjukkan, kecuali disetujui sebaliknya; dan
2) Pelaku pertunjukkan memiliki hak untuk tidak dilakukannya distorsi
ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan
kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya.
Hak moral pelaku pertunjukkan melekat pada diri pelaku pertunjukkan dan
tidak dapat dihilangkan walauun hak ekonominnya telah dialikkan.
2. HAK EKONOMI (ECONOMICS RIGHTS)
Secara filosofis seperti yang telah disebutkan diatas, menurut Becker, hak
ekonomi ada karena akibat lanjut dari hak moral. Hak ekonomi muncul karena
usaha dalam menciptakan suatu karya adalah berhak untuk diakui dan dihargai.
Juga ditegaskan bahwa karena pencipta menciptakan sesuatu yang bermanfaat
bagimasyarakat, maka ia berhak untuk menerima manfaat balik dari masyarakat,
yakni hak ekonomi.66
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas karya ciptanya. Didalam Pasal 9 ayat (1) UU
Hak Cipta, hak ekonomi meliputi hak untuk melakukan:
1. Penerbitan ciptaan;
65
Pasal 5 ayat (2) 66
G. Becker, Loc Cit.
2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; yang dimaksud
penggandaan adalah proses perbuatan atau cara penggandaan satu salinan
ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk
apapun, secara permanen atau sementara. Fonogram adalah fiksasi suatu
pertunjukkan atau suara lainnya, atau representasi suara, yaitu tidak
termasuk bentuk fiksasi yang tergabung dalam sinematografi atau ciptaan
audiovisual lainnya. Sedangkan fiksasi adalah perekaman suara yang dapat
didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar
digandakan atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.67
3. Penerjemahan ciptaan; penerjemahan ciptaan adalah mengubah bahasa
yang digunakan dalam ciptaan tersebut menjadi bahasa lain. Sebagai
contoh: lagu “Karna Su Sayang” yang dinyanyikan oleh Dian Sorowea ft
Near menggunakan bahasa Papua diterjemahkan kedalam bahasa Jawa.
4. Pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian ciptaan;
adaptasi, aransemen, atau transformasi adalah hak untuk mengubah suatu
karya. Menerjemahkan ciptaan sebenarnya dapat masuk kedalam
pengertian adaptasi.68
5. Pendistribusian ciptaan atau salinannya; hak distribusi adalah hak yang
dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil
ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan,
penyewaan, atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal
oleh masyarakat. Dari hak distribusi itu dapat dimungkinkan timbul hak
67
Indirani Wauran-Wicaksono, Op Cit., hlm 59 68
Otto Hasibuan, Op Cit., hlm 73.
baru berupa foreign right, yaitu suatu hak yang dilindungi di luar
negaranya.69
6. Pertunjukan ciptaan; setiap orang atau badan hukum yang menampilkan
atau mempertunjukkan suatu karya cita kepada publik, harus memiliki izin
dari si pemilik hak performing tersebut.
7. Pengumuman ciptaan; yang dimaksud pengumuman adalah pembacaan,
penyiaran, pameran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik
elektronik atau non elektrinik atau melakukan dengan cara apapun sehngga
suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. Sedangkan
penyiaran adalan pentransmisian suatu ciptaan atau produk hak terkait
tanpa kabel sehingga dapat diterima oleh semua orang dilokasi yang jauh
dari tempat transmisi berasal.70
8. Komunikasi ciptaan; komunikasi kepada publik yang selanjutnya disebut
komunikasi adalah pentransmisian suatu ciptaan, pertunjukkan atau
fonogram melalui kabel atai media lainnya selain penyiaran sehingga
dapat diterima oleh publik, termasuk penyediaan suatu ciptaan atau
fonogram agar dapat diakses publik dari tempat dan waktu yang
dipilihnya.71
9. Penyewaan ciptaan: merupakan bagian dari hak distribusi.
Didalam melaksanakan hak tersebut, pencipta dapat melaksanakan hak
ekonomi nya sendiri ataupun mengalihkannya kepada orang lain. Siapapun dapat
melaksanakan hak ekonomi pencipta akan tetapi harus mendapatkan izin dari
69
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsyuddin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm 51. 70
Loc Cit. 71
Loc Cit
pencipta, yang biasa dikenal dengan royalti. Pihak selain pencipta yang
melaksanakan hak ekonomi atas ciptaan disebut pemegang hak cipta. Hak
Ekonomi dapat dialihkan baik sebagian maupun seluruhnya dengan cara:72
a. Pewarisan
b. Hibah
c. Wakaf
d. Wasiat
e. Perjanjian tertulis atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud, oleh karena itu, dalam
hak cipta melekat hak-hak kebendaan, termasuk didalamnya dapat dijadikan objek
jaminan fiducia.
Masa berlaku hak ekonomi atas karya musik berlangsung selama pencipta
hidup dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta
meninggal dunia, tehitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
Hak ekonomi atas suatu ciptaan tetap berada ditangan pencipta atau
pemegang hak cipta selama pencipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonominya
dari pencipta atau pemegang hak cipta kepada penerima pengalihan hak atas
ciptaan.73
Namun, hak ekonomi yang dialihkan pencipta atau pemegang hak cipta
yang dialihkan oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk seluruh atau
sebagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh pencipta atau pemegang
hak cipta yang sama.74
Ciptaan lagu dan atau musik dengan atau tanpa teks yang
dialihkan dalam perjanjian putus dan atau pengalihan tanpa batas waktu, hak
72
Pasal 16 UU Hak Cipta. 73
Indirani Wauran-Wicaksono., Op Cit., hlm 61 74
Loc Cit.
ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian jual beli putus itu
mencapai 25 (dua puluh lima) tahun.
Hak ekonomi tidak hanya dimiliki oleh pencipta saja, pemegang hak cipta
yang lain pun juga memiliki hak ekonomi yang disebut hak ekonomi terkait hak
cipta. pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan lembaga penyiaran memiliki
hak ekonominya masing-masing. Hak ekonomi pelaku pertunjukan diatur didalam
Pasal 23 UU Hak Cipta. Hak ekonomi pelaku pertunjukan yaitu:
“Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan meliputi hak melaksanakan sendiri,
memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: a) Penyiaran
atau Komunikasi atas pertunjukan Pelaku Pertunjukan; b) Fiksasi dari
pertunjukannya yang belum difiksasi; c) Penggandaan atas Fiksasi
pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun; d) Pendistribusian atas
Fiksasi pertunjukan atau salinannya; e) penyewaan atas Fiksasi pertunjukan
atau salinannya kepada publik; dan f) penyediaan atas Fiksasi pertunjukan
yang dapat diakses publik.”
Produser fonogram pun juga memiliki hak ekonomi yang diatur didalam
Pasal 24 UU Hak cipta sebagai berikut:
“Hak ekonomi Produser Fonogram meliputi hak melaksanakan sendiri,
memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: a)
Penggandaan atas Fonogram dengan cara atau bentuk apapun; b)
Pendistribusian atas Fonogram asli atau salinannya; c) penyewaan kepada
publik atas salinan Fonogram; dan d) penyediaan atas Fonogram dengan
atau tanpa kabel yang dapat diakses publik.”
Dan yang terakhir, lembaga penyiaran juga memiliki hak ekonomi yang
diatur didalam pasal 25 UU Hak Cipta sebagai berikut:
“Hak ekonomi Lembaga Penyiaran meliputi hak melaksanakan sendiri,
memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: a) Penyiaran
ulang siaran; b) Komunikasi siaran; c) Fiksasi siaran; dan/atau d)
Penggandaan Fiksasi siaran. Setiap Orang dilarang melakukan penyebaran
tanpa izin dengan tujuan komersial atas konten karya siaran Lembaga
Penyiaran.”
Hak moral dan hak ekonomi pencipta dan/atau pemegang hak cipta melekat
menjadi satu kesatuan pada karya cipta yang disebut bundle of rights. Didalam
satu karya musik sebenarnya terdapat berbagai hak milik beberapa pihak. Namun
kemudian terdapat pihak lain yang ingin meng-cover karya musik tersebut. jika
pihak ini tidak meneganggakkan etikanya, potensi pelanggaran hak cipta mungkin
saja terjadi.
3. POTENSI PELANGGARAN HAK CIPTA DARI KEGIATAN COVER
LAGU DI MEDIA SOSIAL
Dalam hal penikmatan karya musik, tidak cukup hanya sekadar
mendengarkannya saja, terkadang kita memiliki naluri didalam alam bawah sadar
kita untuk ikut menyanyikan karya musik tersebut. Dari hanya sekadar untuk
tujuan menghibur diri, bernyanyi dengan ditampilkan didepan umum, hingga
bernyanyi dan direkam serta diumumkan di media sosial sosial. Hal yang
demikian dapat dimanfaatkan sebagai ajang untuk mendulang popularitas orang
tersebut. Menyanyikan ulang karya seni musik milik orang lain tersebut biasa
dikenal dengan cover lagu.
Cover lagu adalah suatu kegiatan membawakan ulang karya musik milik
orang lain yang terkadang disertai dengan perubahan pada karya musik tersebut,
seperti mengaransemen, mengubah lirik, dan mempublikasikannya ke media
sosial. Perubahan ini biasanya disesuaikan dengan karakter dari pelaku cover.
Cover lagu sering juga disebut cover version. Vibhaw & Venkataraman
berpendapat “A version recording is a sound recording made of an already
published song by using another voice or voices and with different musicians and
arranger”. Cover lagu sebenarnya merupakan bentuk adaptasi, aransemen,
transformasi atau modifikasi karya musik (dalam hal ini lagu) yang sudah ada
menjadi suatu karya yang baru yang menurut Pasal 40 ayat (1) huruf n merupakan
karya cipta baru yang dilindungi apabila tidak mengurangi hak pencipta dan/atau
hak pemegang hak cipta. Pelaku cover seringkali memanfaatkan media sosial
untuk mempublikasikan karya musik baru hasil kegiatan cover lagu tersebut
dengan tujuan agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas hingga mendapatkan
manfaat ekonomi dari kegiatan covernya tersebut. Padahal, cover lagu sebenarnya
berpotensi melanggar hak cipta apabila tidak memperhatikan normanya. Berikut
merupakan contoh kasus potensi pelanggaran hak cipta terkait cover lagu di
media sosial.
Pertama, kasus antara Fullscreen vs National Music Publishers Association
(selanjutnya disebut NMPA) mewakili 16 (enam belas) perusahaan penerbit
musik di Amerika Serikat mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta ke
Pengadilan Distrik New York bagian selatan pada 6 Agustus 2013. Fullscreen
merupakan salah satu pemasok video terbesar ke Youtube. Fullscreen mengklaim
dirinya sebagai perusahaan media generasi baru yang membangun sebuah jaringan
global melalui channel-channel di YouTube bekerja sama dengan ribuan kreator
konten. Menurut Fullscreen, 15.000 channel yang mereka wakili total memiliki
200 juta pelanggan dan ditonton lebih dari 2,5 miliar orang perbulannya. Di antara
video-video Fullscreen yang diputar YouTube adalah versi cover dari lagu-lagu
hits beberapa artis penggugat, biasanya dibawakan oleh para amatir atau semi
profesional, yang ditampilkan tanpa izin publisher dari pencipta lagu serta tanpa
membayar royalti.75
Tindakan Fullscreen yang tanpa izin pemegang haknya jelas
merupakan sebuah pelanggaran atas hak eksklusif yang dipegang oleh pemegang
hak cipta. Ditambah lagi Fullscreen tidak memiliki lisensi sebagai bentuk
perijinan penggunaan karya cipta untuk mendapat manfaat ekonomi.
Kasus ini pun diakhiri melalui penyelesaian sengketa diluar pengadilan
dengan tercapainya kesepakatan bahwa Fullscreen diharuskan untuk memiliki
lisensi atas video musik mereka atau secara keseluruhan menghapus seluruh video
cover yang hak ciptanya dipegang oleh pencipta maupun penerbit musik yang
berada dibawah naungan National Music Publisher Association.76
Kaidah hukum yang dapat dimengerti dari kasus ini adalah bahwasannya
cover lagu di media sosial (dalam hal ini youtube) bukan pelanggaran hak cipta
apabila kita mengindahkan normanya, yaitu tidak menciderai hak moral dan tidak
melaksanakan hak ekonomi pencipta tanpa seizin pencipta. Dalam kegiatan
mempublikasikan video cover lagu yang dilakukan Fullscreen tidak melanggar
hak cipta apabila ia tidak mengganggu hak pencipta atau pemegang hak cipta.
Akan tetapi Fullscreen mengganggu hak National Music Publishers Associaion
(NMPA) selaku pemegang hak cipta atas lagu-lagu yang di-cover dan
dipublikasikannya, yaitu tidak meminta izin dan tidak membayar royalti kepada
NMPA. Hal ini sejalan dengan konsep pengecualian atau pembatasan hak cipta
(fair use), yaitu penggunaan karya cipta yang tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari pencipta. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Fullscreen tetap
75
Lucky Setiawati, 2014, Hak Cipta Dalam Industri Musik (online),
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt506ec90e47d25/apakah-menyanyikan-ulang-lagu-
orang-lainmelanggar-hak-cipta diakses pada 9 Agustus 2018 pukul 01.30. 76
Ibid.
diperbolehkan asalkan mengganggu kepentingan yang wajar dari pencipta atau
pemegang hak cipta. Konsep fair use akan dibahas lebih lanjut pada bab III.
Kedua, kasus antara Gramophone Co. Of India Ltd vs Mars Recording Pvt.
Ltd. Gramophone Co. Of India Ltd adalah pemegang hak cipta dari tiga lagu yang
menjadi original soundtrack film Kannada. Ketiga lagu tersebut berjudul Kallusak
karc Kolliro, Maduve Maduve Maduve, dan Chinnada Hadugalu. Mars Recording
Pvt Ltd berniat merekam cover version ketiga lagu tersebut. Mars Recording
kemudian menyampaikan niatnya kepada Gramophone Co. of India Ltd untuk
membuat cover version atas ketiga lagu tersebut dan membayar sejumlah royalti
yang jumlahnya ditentukan oleh Copyright Bord India.
Gramophone Co. of India Ltd menolak memberikan izin pembuatan cover
version oleh Mars Recording Pvt. Ltd. Terlepas dari penolakan ini, Mars
Recording Pvt Ltd tetap membuat cover version atas ketiga lagu tersebut dan
memasarkannya ke seluruh wilayah Karnataka, India. Gramophone Co. of India
Ltd pun akhirnya mengklaim bahwa Mars Recording Pvt Ltd melakukan
pelanggaran hak cipta.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Karnataka India memutus bahwa
Mars Recording tidak melakukan pelanggaran hak cipta dengan pertimbangan
bahwa berdasarkan section 52 sub-section (1) clausul (j) sub-clausul (ii)
Copyright Act of India 1957, pemberitahuan mengenai keinginan (izin) untuk
membuat version recording harus diberikan kepada pemegang hak cipta atas lagu
tersebut paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum membuat rekaman suara. Hal
ini dikarenakan agar pemegang hak dapat menyampaikan kesediaannya atau
penolakan lagunya direkam ulang. Namun, apabila selama 15 (lima belas) hari
tersebut pemegang hak tidak memberikan tanggapan atau respon, dianggap telah
memberi izin kepada pihak tersebut untuk melakukan version recording atas lagu
atau musik yang dihakinya tersebut. Hal ini didasarkan pada konsep lex silencio
positivo atau tacit authorization atau otoritas diam-diam.77
Di dalam kasus ini Mars Recording Pvt. Ltd telah memberikan
pemberitahuan tentang keinginannya untuk membuat rekaman atas ketiga lagu
yang menjadi sengketa kepada Gramophone Co. Of India Ltd pada 16 Mei 1998.
Pada tanggal 8 Juni 1998 pihak Gramophone Co. Of India Ltd memberikan surat
pemberitahuan kepada Mars Recodring Pvt. Ltd yang menyatakan bahwa
pihaknya tidak mengizinkan pembuatan version recording atas ketiga lagu
tersebut. Pernyataan penolakan pembuatan rekaman suara disampaikan
Gramophone Co. of India Ltd kepada Mars Recording Pvt. Ltd telah melewati
jangka waktu 15 (lima belas hari). Sehingga proses rekaman suara dan pemasaran
lagu yang dilaksanakan oleh Mars Recording Pvt. Ltd bukan pelanggaran Hak
Cipta.
Kaidah hukum yang dapat dipahami dalam kasus tersebut adalah berkaitan
dengan lisensi atau izin penggunaan karya cipta kepada pencipta atau pemegang
hak cipta mengenal konsep lex silencio positivo atau tacit authorization atau
otoritas diam-diam. Konsep ini sebenarnya ada di dalam hukum administrasi
77
Lex Silencio Positivo adalah sebuah aturan hukum yang mensyaratkan otoritas administrasi untuk
menanggapi atau mengeluarkan permohonan keputusan/tindakan yang diajukan kepadanya dalam
limit waktu sebagaimana yang ditentukan peraturan dasarnya dan apabila prasyarat ini tidak
terpenuhi, otoritas administrasi dengan sendirinya dianggap telah mengabulkan permohonan
penerbitan keputusan/tindakan itu. Dikutip dari Enrico Simanjuntak, ‘Perkara Fiktif Positif dan
Permasalahan Hukumnya’ (2016), 6 Jurnal Hukum dan Peradilan, 379, hlm 381
dalam hal perizinan. Otoritas yang berwenang wajib memberikan jawaban atas
izin yang diajukan kepadanya sebagai bentuk kewajiban pemerintah dalam
menyederhanakan proses perizinan.78
Konsep tacit authorization atau lex silencio
positivo atau biasa disebut prinsip positif ini memberikan keuntungan bagi pihak
yang meminta izin. Menurut penulis konsep tacit authorization ini dapat diadopsi
kedalam hak cipta, terkhusus di dalam hal cover lagu atau cover version. Pelaku
cover yang mengajukan izin untuk meng-cover lagu pencipta apabila tidak
mendapat jawaban dari pencipta, maka dapat dianggap pencipta memperbolehkan
karya musik tersebut. Hal ini dijustifikasi dalam section 52 sub-section (1) clausul
(j) sub clausul (ii) Copyright Act of India 1957 menyatakan bahwa izin untuk
membuat cover verson paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum membuat
rekaman suara. Apabila pencipta atau pemegang hak cipta atas karya musik asli
tidak memberikan tanggapan atau respon dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari
tersebut, dianggap mengizinkan pembuatan cover version. Konsep tacit
authorization atau lex silencio positivo menurut penulis akan menguntungkan
pelaku cover dan juga pencipta, yaitu pelaku cover akan tetap dapat melaksanakan
cover lagu dengan menegakkan etikanya, yaitu tidak melanggar hak moral dan
hak ekonomi pencipta. Serta pencipta akan mendapatkan manfaat baik moral
maupun ekonomi dari kegiatan cover lagu yang selanjutnya akan dibahas dalam
Bab III.
Kegiatan cover lagu sebenarnya juga berpotensi melanggar hak cipta karena
dalam cover lagu terdapat beberapa hak pencipta dan/atau hak pemegang hak
cipta yang dilanggar oleh pelaku cover. Jika terdapat pelanggaran hak cipta,
78
Ibid., hlm 380.
berarti pula terdapat pelanggaran hak moral dan hak ekonomi atas ciptaan
tersebut. Menurut penulis, hak moral dan hak ekonomi yang telah dilaksanakan
pelaku cover sehingga dapat berpotensi melanggar hak cipta antara lain: 79
1. Modifikasi lagu/musik, yaitu pengubahan pada ciptaan. Pelaku cover
dalam melakukan kegiatan cover lagu biasanya merubah karya musik
tersebut sedemikian rupa disesuaikan dengan karakter pelaku cover.
2. Mutilasi ciptaan, yaitu proses atau tindakan menghilangkan sebagian
ciptaan.
3. Merekam lagu dengan versi yang sama atau versi yang berbeda yang
dilaksanakan oleh pihak selain produser rekaman yang diberi hak oleh
pencipta. Kesgiatan ini berpotensi melanggar hak penggandaan ciptaan.
4. Menerjemahkan lagu dan/atau musik kedalam bahasa yang berbeda dari
aslinya.
5. Mengadaptasi, mengaransemen dan mentransformasi karya musik, yaitu
proses mengubah ciptaan dengan mengubah genre musik, mengubah,
menambah atau menghilangkan unsur-unsur irama, nada, melodi, lirik
atas lagu dan/atau musik.
6. Mempertunjukkan karya musik, yaitu menampilkan atau
mempertunjukkan karya musik kepada publik (performing rights)
7. Mengkomunikasikan karya musik, yaitu pentransmisian suatu ciptaan,
pertunjukkan kaya musik melalui media sosial sehingga dapat diterima
oleh publik.
79
Berdasarkan tafsiran penulis terhadap Pasal 5 dan Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta yang elijible
terhadap cover lagu di media sosial.
Segala perbuatan yang dilakukan pelaku cover diatas berpotensi melanggar
hak cipta. Didalam melakukan cover lagu, pelaku cover telah menciderai hak
moral pencipta (modifikasi dan mutilasi ciptaan) dan melaksanakan hak ekonomi
pencipta (mengaransemen, merekam, mempublikasikan, dan mengkomunikasikan
ciptaan) yang seharusnya telah mengantongi izin pencipta. Penjelasan mengenai
bagaimana kegiatan yang telah disebutkan diatas dapat berpotensi melanggar hak
cipta akan dipaparkan sebagau berikut.
Pertama, modifikasi ciptaan. Menurut Pasal 5 ayat (1) huruf e UU Hak
Cipta pada pokoknya menyatakan bahwa hak moral melekat secara abadi dalam
diri pencipta untuk mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan,
mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan
diri atau reputasinya. Hak yang demikian merupakan hak integritas, yaitu hak
pencipta untuk tidak dirubah karyanya. hak ini bersifat abadi terhadap diri
pencipta yang hanya dapat disimpangi atas kehendak pencipta saja. Menurut
penulis, pelaku cover di media sosial tak jarang melakukan modifikasi atau
mengubah karya musik baik genre, nada, irama, melodi, bahkan lirik. Pencipta
dalam hal ini berhak mempertahankan haknya apabila terjadi modifikasi terhadap
karya musiknya yang merugikan kehormatan dan reputasinya dengan cara
menggugat ke Pengadilan dengan disertai bukti bahwa kehormatan dan
reputasinya telah dirugikan oleh pelaku cover.80
Kedua, mutilasi ciptaan. Sama halnya dengan modifikasi ciptaan, mutilasi
ciptaan merupakan bagian dari hak moral pencipta. Pencipta berhak untuk
mempertahankan haknya dari kegiatan yang dianggap merugikan kehormatan diri
80
R. Diah Imaningrum Susanti, Op Cit., hlm 47.
dan reputasinya. Apabila mutilasi ciptaan dalam cover lagu di media sosial
merugikan kehormatan diri dan reputasi pencipta, maka pencipta dapat menggugat
pelaku cover dengan disertai bukti bahwa kehormatan diri dan reputasinya telah
dirugikan dengan adanya kegiatan mutilasi atas ciptaannya tersebut.
Ketiga, pihak yang merekam lagu dan atau musik dalam kegiatan cover lagu
di media sosial sebenarnya telah melaksanakan hak ekonomi pencipta atau
pemegang hak cipta. terdapat 2 (dua) versi lagu cover, yaitu versi yang sama
dengan lagu asli dan versi yang berbeda dari lagu asli. Merekam versi yang sama
dengan lagu asli ini, pelaku cover tidak merubah unsur apapun dari lagu asli, akan
tetapi dinyanyikan oleh pihak lain yang tidak diberi performing right oleh
pencipta. Sedangkan merekam versi yang berbeda dari aslinya yaitu pelaku cover
merubah unsur dari lagu dan/atau musik seperti melodi, nada, irama, dan lirik dari
lagu asli. Versi yang berbeda dari lagu asli ini kemudian dinyanyikan oleh pihak
selain pencipta atau pihak yang diberi performing right. Hal yang demikian
merupakan pelanggaran hak ekonomi pencipta terkhusus hak penggandaan
apabila tidak disertai izin oleh pencipta atau pemegang hak cipta.
Keempat, didalam kegiatan cover lagu, tak jarang pelaku cover juga
menerjemahkan lirik dalam lagu tersebut. Seperti yang telah dipaparkan diatas,
musik dan lirik dilindungi sebagai satu kesatuan. Apabila terdapat pihak yang
‘menciderai’ hak terhadap lirik atas suatu karya musik, ia pun juga secara
langsung menciderai hak cipta atas karya musik tersebut. Kegiatan
menerjemahkan suatu karya musik merupakan hak ekonomi pencipta berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf c. Yang diharapkan dari kegiatan menerjemahkan kerya
musik ini, pencipta mendapatkan manfaat ekonomi dalam hal ini royalti.
Sehingga setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi pencipta atau pemegang
hak cipta wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta.
Kelima, mengadaptasi, mengaransemen dan mentransformasi karya musik.
Menurut Vibhaw dan Venkataraman, “adaptation means any arrangement or
transciption of the word and this is done by adding accompaniments, new
harmonies, and new rhythm including tracribing it for diferrent musical forces.”
Didalam melakukan adaptasi, pelaku cover membutuhkan kecerdasan intelektual
sehingga didalam Pasal 40 ayat (1) huruf n jo Pasal 40 ayat (2) UU Hak Cipta
melindungi kegiatan adaptasi, aransemen, modifikasi dan hasil transformasi
menjadi karya cipta baru sepanjang tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
Tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli menurut penulis adalah tidak
mengganggu kepentingan pencipta yang wajar, dalam hal ini tidak melanggar hak
moral dan hak ekonomi pencipta. Atau dengan kata lain hak moral dan hak
ekonomi pencipta tidak hilang. Yang dimaksudkan Kepentingan pencipta yang
wajar adalah kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati
manfaat ekonomi atas suatu ciptaan. Penjelasan mengenai keseimbangan
menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan akan dijelaskan pada bab III.
Keenam dan ketujuh, yaitu mempertunjukkan karya musik oleh pihak lain
selain pihak yang diberi hak performing oleh pencipta dan
mengkomunikasikannya melalui media sosial seperti youtube, twitter, instagram
dan lain sebagainya. Apabila hal ini tidak disertai oleh izin dari pencipta, maka
kegiatan ini melanggar hak ekonomi pencipta.
Berdasarkan paparan diatas, cover lagu sebenarnya berpotensi melanggar
hak cipta karena telah menciderai hak moral dan melaksanakan hak ekonomi
pencipta atau pemegang hak cipta. Namun disisi lain, didalam hak cipta dikenal
Doktrin Fair Use yang menyebabkan hak cipta tidak secara mutlak dimiliki penuh
oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Cover lagu di media sosial tidak
melanggar hak cipta asalkan tidak mangganggu kepentingan yang wajar dari
pencipta atau pemegang hak cipta. Penjelasan mengenai doktrin fair use akan
dijelaskan dalam bab selanjutnya.