bab ii konsep dasar a. pengertian -...
TRANSCRIPT
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pengertian batu ginjal menurut beberapa ahli adalah :
1. Nefrolithiasis adalah batu yang terdapat di kaliks ginjal renalis yang terbentuk
dari kalsium, fosfat atau kombinasi asam urat yang biasanya larut di dalam
urine (Soeparman, 2001)
2. Batu ginjal merupakan batu yang terbentuk pada tubuli ginjal kemudian
berada di kaliks,pelvis ginjal bahkan mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal (Harison, 1999)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa: Batu
ginjal (nefrolithiasis) adalah batu yang terdapat dalam pelvis dan kaliks ginjal
yang terdiri atas kristal garam/asam yang sukar larut.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Sistem perkemihan melibatkan kerja beberapa organ yaitu : ginjal,
ureter, vesika urinaria, ureter. Dalam hal ini penulis akan membahas tentang
struktur makroskopik dan mikroskopik ginjal. Menurut Wilson (1995) dan
Syaifuddin (1992) struktur makroskopik dan mikroskopik ginjal adalah:
a. Struktur Makroskopik
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti karang, terletak di
ke-2 sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Katup
atasnya terletak setinggi kista ke-12. sedangkan katup atas ginjal kiri
terletak setinggi kista.
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang
peritoneum, didepan 2 koska terakhir dan 3 otot-otot besar-transverius
abdominis, kuadratus lumbirumdan psoas mayor. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal
terletak diatas katup masing-masing ginjal. Gambar struktur makroskopik
ginjal terlihat dalam gambar 1:
Gambar 1: Struktur makroskopik ginjal Sumber : Smeltzer (2001)
a. Struktur mikroskopik
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar
terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis) dan lapisan luar terdapat
lapisan korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian
medulla (substansial medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal
piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-
lubang kecil disebut papilla renalis. Tiap-tiap piramid dilapisi dengan yang
lain oleh kolumna renalis, jumlah renalis ± 15-16 buah
Garis-garis yang terlihat pada piramid disebut tubulus. Pada setiap
ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron. Nefron yang merupakan bagian
terkecil dari glomerulus, tubulus proksimal (tubulus kontorti saku), gelung
Henle, tubulus (tubulus kontorti dua) dan tubulus urinarius (papilla vateri).
Gambar struktur mikroskopik ginjal terlihat dalam gambar 2 :
Gambar 2: Struktur mikroskopik ginjal Sumber : Smeltzer (2001)
1. Fisiologi
Fisiologi ginjal meliputi fisiologi /fungsi organ ginjal dan fisiologi proses
berkemih
a. Fisiologi ginjal menurut Price (1995)yaitu :
1) Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285m-osmolaritas dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7.4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3.
4) Megekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
5) Menghasilkan renin penting untuk pengaturan tekanan darah.
6) Menghasilkan eritopoietin faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sum-sum tulang..
7) Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
8) Degradasi insulin.
9) Menghasilkan prostalglandin.
b. Fisiologi berkemih dimulai dari proses pembentukan urin (air kemih) yang
terdiri dari :
1) Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan
afferent lebih besar dari permukaan efferent maka terjadi penyerapan
darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang disaring ditampung oleh kapsula
bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, sulfat, bikarbonat, dan
diteruskan ke tubulus ginjal.
1) Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian dari glukosa,
sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada
tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi
kembali penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan
akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah. Penyerapannya
terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
2) Proses sekresi
Proses ini disebut proses penyerapan. Sisanya penyerapan
kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal
selanjutnya diteruskan keluar.
A. Etiologi/predisposisi
1. Etiologi
Etiologi dari nefrolithiasis menurut Smeltzer (2001) adalah :
a. Hiperkalsuria (kalium urin tinggi) dan hiperkalsemia ( kalsium serum
tinggi) yang dapat disebabkan oleh :
1) Hiperparatiroidisme
2) Asidosis tubulus renal
3) Penyakit granulomatosa (tuberculosis) yang menyebabkan
peningkatan produksi vitamin D oleh jaringan granulomatosa.
4) Masukan vitamin D yang berlebihan
5) Masukan susu dan alkali berlebihan
6) Penyakit mieloproliferatik (leukemia, polisetemia, mieloma multiple)
yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sum-
sum tulang.
a. Hiperoksaluria yang disebabkan oleh :
1) Hiperoksaluria enterik
2) Hiperoksaluria idiopatik (dengan masukan tinggi oksalat)
b. Hiperurikosuria akibat masukan diit berlebih
c. Penyebab lain termasuk asidosis tubular ginjal, infeksi oleh bakteri yang
menghasilkan urease (Proteus sp)
1. Predisposisi
Predisposisi dari nefrolithiosis menurut Ovedaff (1995) adalah :
a. Immobilisasi yang lama merupakan faktor predisposisi
b. Riwayat adanya batu dalam keluarga
c. Sering menunda buang air kecil (BAK)
d. Kurang minum, diet tinggi kalium dan tinggi purin
D. Patofisiologis
Pembahasan tentang patofisiologis menurut Tessy (1999) diawali dengan
pembentukan batu yaitu :
1. Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansial
organik sebagai inti. Substansial organik ini terutama terdiri dari mukopoli
sakarida dan mukoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi
substansi pembentuk batu.
2. Teori supernaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti
sistin,santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya
batu.
3. Teori presipitasi uriskalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi substansi dalam urin. Pada urin
yang bersifat asam akan mengendap sistin, asam dan garam urat. Sedangkan
pada urin yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid, fosfat, piroforfak,
polipospat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida. Akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kencing.
Pada akhirnya semua teori tersebut akan berakhir dengan timbulnya
batu dalam saluran kemih. Timbulnya batu dalam ginjal dan saluran kemih
akan menimbulkan berbagai masalah bagi klien.
Ketika batu menghambat aliran urin terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam
dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu,
jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal, sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar
biasa dan ketidaknyamanan.
Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita ke bawah mendekati kandung kemih. Sedangkan pada pria mendekati
testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area
kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami
episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks renointestinal dan proksimitas
anatomic ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius menurut Smeltzer
(2001) bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema, antara lain :
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi menyebabkan
peningkatan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
2. Infeksi (pielonetritis dan sistinis yang disertai menggigil, demam dan disuria)
3. Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus
menerus di area koskovertebral.
1. Nyeri bertahap, biasanya pada pinggang
2. Nyeri yang berpindah ke bawah (panggul, testis/vulva)
3. Hematuria
4. Mual, dan muntah sebagai akibat dari adanya gejala gastrointestinal.
F. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2001) penatalaksanaan nefrolithiasis (batu ginjal)
melalui beberapa cara yaitu :
1. Medika mentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan, terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi nyeri. Memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretik dan
minum yang banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.
Terapi lain untuk mengeluarkan batu dan membantu menurunkan
pembentukan batu disesuaikan dari jenis batu yaitu :
a. Batu kalsium : pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diit.
b. Batu fosfat : diit rendah fosfor.
c. Batu urat : pasien diharuskan diit rendah purine untuk mengurangi
ekskresi asa urat dalam urine.
d. Batu oksalat : untuk batu oksalat, urine dipertahankan dengan
pembakaran masuk oksalat.
e. Batu sturvik : pemberian metenamin-mandelak, pemberian NH4Cl, anti
mikroba.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotrispy)
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal/batu buli-buli
tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi
fragment, sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
3. Endourologi.
Tindakan endaurologi adalah tindakan infasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri dari alat pemecah batu dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung kedalam saluran kemih. Beberapa tindakan endourologi adalah :
a. PNL (Percutaneus nefro Litholapaxy)
Yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan
cara memasukan alat endoskopi ke sistem kallises melalui insisi pada
kulit. Batu kemudian dikeluarkan / dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
b. Lithotrispy
Yaitu memecah batu buli-buli / batu uretra dengan memasukan alat
pemecah batu (lithotripur) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evaltor.
c. Uretroskopi/uretra-renoskopi
Yaitu memasukkan alat uretroskopi peruretram guna melihat keadaan
ureter sistem pielo-kaliks ginjal dengan memakai energi tertentu. Batu
yang berada di ureter maupun sistem pelvikalikus dapat dipecah melalui
tuntunan uretriarenoskopi.
d. Ekstraksi dormia
Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang dormia.
5. Bedah laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak disukai untuk mengambil batu ureter.
6. Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi. Laparoskopi merupakan ESWL. Pengambilan
batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu
antara lain, prekokomi/nefrolitokomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal dan uteroliktomi untuk batu di ureter.
7. Penatalaksanaan diit dari semua jenis batu yaitu:rendah protein, rendah
oksalat, rendah garam, rendah purin.
G. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit nefrolithiasis menurut Rahardjo (1998) antara
lain :infeksi saluran kemih, hidronefrosis, hipertensi dan gagal ginjal.
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus klien dengan nefrolithiosis yang perlu diperhatikan
menurut Doengoes (1999) adalah :
1. Demografi
Fokus pengkajiannya meliputi:
a. Jenis kelamin : dapat terjadi pada pria dan wanita
b. Pekerjaan : pekerjaan yang monoton, pekerjaan dimana klien terpajan
c. Pada lingkungan bersuhu tinggi.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adanya riwayat penyakit infeksi saluran kemih
2) Adanya infeksi bakteri yang mempunyai enzim urease
3) Adanya riwayat batu sebelumnya.
b. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya batu dalam keluarga, kanker atau gangguan pada sum-
sum tulang
3. Perubahan pola fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan minum yang kurang, minuman bersoda yang berlebih, diit
tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat, dan minum air dengan cukup.
b. Pola eliminasi
Penurunan keluaran urine.
c. Pola nutrisi dan metabolik
Mual/muntah, nyeri tekan, abdomen, ketidakcukupan pemasukan
cairan, demam.
d. Pola aktivitas
Keterbatasan aktivitas / immobilitas karena adanya nyeri.
e. Persepsi sensori
Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi
batu, contoh pada panggul di region sudut kostovertebral; dapat menyebar
ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/ genetalia. Nyeri dangkal
konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
f. Persepsi diri dan konsep diri
Klien dapat melaporkan adanya keresahan gugup atau kecemasan
yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi,
diagnosa dan tindakan operasi.
4. Pemeriksaan fisik
a. Peningkatan TD/nadi, suhu meningkat
b. Kulit hangat dan kemerahan, pucat
c. Nyeri tekan pada area ginjal bila dipalpasi.
d. Klien tampak kesakitan
5. Pemeriksaan penunjang
Diagnostik penunjang nefrolithiasis menurut Doengoes (1999) adalah :
a. Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan sel darah merah,sel darah putih,kristal (sistin, asam, kalsium
oksalat), serpihan mineral, bakteri, PVS : pH mungkin asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkaline ( meningkatkan
magnesium, fosfat ammonium atau batu kalsium fosfat)
b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistn
mungkin meningkat.
c. Kultur urine mungkin menunjukkan infeksi saluran kemih (Stapilococus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas)
d. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein, elektrolit.
e. BUN (Blood Ureum Nitrogen)/ keratin, serum dan urine : abnormal
(tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruksi pada ginjal menyebabkan iskemia /nekrosis
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peninggian kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
g. Hitung darah lengkap : Sel darah putih mungkin meningkat menunjukkan
infeksi / septicemia.
Sel darah merah : biasanya normal
h. Hb/Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisistemia terjadi
(mendorong presitipasi pemadatan) atau anemia (perdarahan,
disfungsi/gagal ginjal)
i. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine)
j. Foto ronsen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan
anatomic pada area ginjal dan sepanjang ureter.
k. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomic (distensi ureter) dan garis bentuk alkuli.
l. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu dan atau efek obstruksi.
m. Scan CT : mengidentifikasi / menggambarkan kalkuli dan massa lain :
ginjal, ureter dan distensi kandung kemih.
n. Ultrasound ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
Hiperkalsuria, hiperkalsemia, hiperparatiroidisme, asidosis tubulus
renal masukan Vit D >>, masaukan susu dan alkali
Immobilisasi yang lama, riwayat adanya batu, sering menunda buang air
kecil (BAK), kurang minum, diet tinggi kalium dan tinggi purin
Teori terbentuknya baku
Teori inti matriks Teori supernaturasi Teori presipitasi uriskalisasi
Teori berkurangnya faktor penghambat
Nefrolithiosis
Pembentukan batu
Kalkulus di ginjal / nefron
Intoleransi aktivitas
Spasme Pelvis Renalis
Mempengarui status psikologi
Krisis situasi
Cemas
Kerusakan mukosa
Pertahanan fisik
Resiko infeksi
Kerusakan nefron
Fungsi nefron
Fungsi ginjal
Kemampuan ekskresi urine
Oliguria
gg. eliminasi urine
Spasme pelvis renalis
Rangsangan pada gastrointestinal
Mual muntah
Demam
Ureum
Resiko < cairan
Stimulus reseptor nyeri
Nyeri Gangguan rasa nyaman
nyeri
Sumber : Smeltzer (2001), Wilson (1995)
I. PATHWAY KEPERAWATAN
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan secara teori menurut Doengoes (1999) adalah :
1. Perubahan eliminasi urin : oliguri berhubungan dengan penurunan fungsi
ginjal untuk mensekresi cairan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan denagn adanya batu ginjal,
spasme pelvis renalis.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya pertahanan tubuh karena
trauma jaringan akibat obstruksi ginjal
4. Resiko kurang cairan berhubungan dengan mual muntah
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
6. Cemas berhubungan dengan tindakan pembedahan (insisi)
K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
Fokus intervensi untuk mengatasi masalah yang terjadi pada klien
nefrolithiasis menurut Doengoes (1999) adalah:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d adanya batu di ginjal, spasme pelvis renalis
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri terkontrol /
hilang dan rasa nyaman terpenuhi.
b. Kriteria hasil : 1) Klien tidak gelisah
2) Skala nyeri menurun
3) Klien dapat beristirahat dan tidur nyenyak.
c. Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri klien.
Rasional : mengetahui seberapa nyeri yang dirasakan klien
2) Kaji lokasi nyeri
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan
gerakan kalkulus
3) Ciptakan lingkungan yang kondusif
Rasional : meminimalkan rasa nyeri klien
4) Ajarkan tehnik relaksasi
Rasional : mengurangi nyeri
5) Kolaborasi pemberian obat analgetik
Rasional : menurunkan kolik uretral
2. Perubahan eliminasi urin : oliguria berhubungan dengan penurunan fungsi
ginjal untuk mensekresi carian.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pola
berkemih seperti biasanya.
b. Kriteria hasil : 1) Urine ± 250 cc/BAK 6-7 x/hari
2) Tak mengalami tanda inflamasi
3) Warna urine bening kekuningan
c. Intervensi :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran : karakteristik urine
Rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan
2) Tentukan pola berkemih klien
Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksikabilitas saraf yang
menyebabkan sensai kebutuhan berkemih segera.
3) Dorong meningkatkan masukan cairan
Rasional :peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan debris dan
dapat membantu lewatnya batu.
4) Awasi pemekrisaan laboratorium : elektrolit, BUN (Blood Ureum
Nitrogen), kreatinin.
Rasional : peninggian BUN (Blood Ureum Nitrogen) kreatinin dan
elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
3. Resti infeksi berhubungan dengan penurunan tubuh karena trauma jaringan
akibat obstruksi ginjal.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
infeksi tidak terjadi.
b. Kriteria hasil : Suhu normal dan warna urine tidak keruh (bening
kekuningan), urine tidak bau, leukosit menurun.
c. Intervensi :
1) Kaji intensitas dan warna urine
Rasional : seberapa klien terkena infeksi
2) Kaji tanda-tanda vital klien
Rasional : mengetahui penurunan / peningkatan suhu
3) Motivasi klien makan tinggi protein
Rasional : infeksi tidak bertambah
4) Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : mengurangi infeksi menyebar
5) Berikan cukup cairan minimal 2500 cc
Rasional : dapat melarutkan batu
4. Resiko Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan Mual Muntah
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan
volume cairan
b. Kriteria Hasil : 1) Keseimbangan cairan adekuat
2) Tanda-tanda vital stabil (Tekanan darah : 120/80-
140/90 mmHg, suhu : 36,5-37,5 0C )
3) Berat badan dalam batas normal
4) Nadi perifer normal
5) Membran mukosa lembab
6) Turgor kulit baik
c. Intervensi :
1) Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional : Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi
membantu dalam evaluasi adanya atau derajat stasis atau kerusakan
ginjal.
2) Catat insiden muntah, diare.
Rasional : Mual-mual atau muntah dan diare secara umum
berhubungan dengan kolik ginjal karena syaraf gangleon seliaka
pada kedua ginjal dan lambung.
3) Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 liter per hari dalam toleransi
jantung
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis
juga tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar
4) Awasi tanda vital
Rasional : Indikator hidrasi atau volume sirkulasi dan kebutuhan
intervensi.
5) Awasi HB atau HT, elektrolit
Rasional : Mengkaji Hidrasi dan kefektivan atau kebutuhan intervensi
6) Berikan cairan IV
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi ( bila pemasukan oral
tidak cukup ) meningkatkan fungsi ginjal.