bab ii kerangka teori dan hipotesis a. kerangka...
TRANSCRIPT
13
BAB II
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teori
1. Defenisi Autism
Autism berasal dari bahasa yunani ‘autos’ yang berarti sendiri.
Istilah ini menggambarkan keadaan yang cenderung dikuasai oleh
pikiran atau perilaku yang terpusat pada diri sendiri. (Maulani, 2005)
Dalam kamus kedokteran autism didefinisikan sebagai keadaan
introversi mental dengan perhatian yang hanya tertuju pada ego sendiri.
Anak yang mengalami gangguan ini akan terlihat emosional, serta di
tandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. (Fadhli, 2010) Dalam
kata lain bahwa autism adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak
lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya
anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia
repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron, 1993)
.
2. Karakteristik Autism
Karakteristik anak dengan autism adalah adanya 6 gangguan
dalam bidang: interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilaku-
emosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik, perkembangan
14
terlambat atau tidak normal, Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat
masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. .
Secara universal referensi yang digunakan dalam mendiagnosa
gangguan perkembangan pada anak autism adalah dengan ICD
(International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan
DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994. Secara
ringkas dapat dijelaskan dalam gambar 2.1, bahwa kriteria harus ada
sedikitnya 6 gejala dari gangguan (1), (2), dan (3), dengan minimal 2
gejala dari gangguan (1) dan masing-masing 1 gejala dari gangguan (2)
dan (3).
Gambar 2.1
DSM-IV Diagnostic And Statistical Manual 1994 Sumber: http://www.majalah-farmacia.com,
diakses 20 November 2012
Autism dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder R-IV berada dibawah payung PDD (Pervasive Development
Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan
15
ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv
(PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa
kelompok gangguan perkembangan, yaitu:
Autistic Disorder. Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan
adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan
bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan
aktivitas.
Asperger’s Syndrome Adanya hambatan perkembangan interaksi
sosial serta adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak
menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat
intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified
(PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS
berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada
diagnosa tertentu (Autism Infantil, Asperger atau Rett Syndrome).
Rett’s Syndrome. Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan
jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan
yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang
dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan
dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia
1 – 4 tahun.
Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan
perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan
16
kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah
dicapai sebelumnya.
3. Penyebab Autism
Penyebab belum diketahui secara pasti, hanya diperkirakan
mungkin adanya kelainan dari system saraf (neurologi). Pendapat
yang sudah menjadi konsensus bersama para ahli belakangan ini
mengakui bahwa autism diakibatkan terjadinya kelainan fungsi luhur
di daerah otak. (yatim, 2007). Adanya gangguan perkembangan dan
fungsi susunan saraf pusat yang menyebabkan gangguan fungsi otak,
terutama pada fungsi mengendalikan pikiran, pemahaman, dan
komunikasi dengan orang lain. beberapa penyebab autism adalah
sebagai berikut: (Dibattisto, 2011)
a. Genetik.
Kemungkinan besar ini melibatkan proses non-
mendelian yang mungkin melibatkan gen regulator satu atau
lebih yang aktif selama perkembangan otak.
b. Structural Abnormalities.
Penelitian neuroanatomical yang melibatkan sampel
otak berasal dari otopsi pasien dengan gangguan autis
mengungkapkan bahwa adanya perubahan struktural
termasuk hilangnya sel purkinje di hippocampus, amygdala,
dan otak kecil.
17
c. Cortical and Intracerebral Abnormalities.
Berbagai temuan abnormal cortikal telah dilaporkan
pada individu dengan autism: malformasi gyral kortikal
menunjukkan kesalahan perkembangan dalam migrasi
neuronal.
d. Electrophysiology Abnormalities.
Dalam sebuah penelitian di Jepang, 37% anak – anak
penderita epilepsi terdiagnosa autism.
e. Neurotransmitters.
Dalam berbagai tinjauan penelitian berbasis
imunoneuropatobiologis menunjukkan bahwa
Neurotransmiter berperanan sangat penting dalam gangguan
autism dan gangguan perilaku lainnya. Neurotransmiter yang
berpengaruh pada terjadinya gangguan perilaku tersebut
adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat
dan asetilkolin.(Judarwanto,2012)
Disfungsi serotonin memiliki bukti empiris yang
paling mendasar. Peningkatan kadar serotonin dalam darah
secara konsisten telah ditemukan di 25% sampai 40% dari
pasien autism.
f. Hormones.
Kadar testosterone pada janin dikaitkan dengan autism.
18
g. Immunology.
Hubungan antara sistem kekebalan tubuh dan autism
telah dipelajari setidaknya sejak tahun 1970-an. Namun,
beberapa penelitian terkontrol belum mendukung hipotesa
ini. Baru-baru ini, peningkatan signifikan kadar plasma dari
jumlah sitokin, cenderung ditemukan berkembang pada
gangguan spectrum autism.
h. Prenatal and Perinatal Factors.
Sebuah database terkait studi dari bayi yang lahir antara
tahun 1990 dan 2002 dilakukan di Kanada di antara 129.733
anak, 924 memiliki diagnosis autism. Penelitian tersebut
menemukan bahwa ibu dengan berat badan sebelum hamil
dari 90 kg atau lebih dan naik lagi 18 kg (obesitas) selama
kehamilan merupakan faktor risiko independen untuk autism.
Wanita yang melahirkan kurang dari 18 bulan setelah
melahirkan sebelumnya juga memiliki risiko anak dengan
autism. Teratogenik diketahui meningkatkan risiko autism
termasuk infeksi rubella pada ibu dan
infeksi cytomegalovirus. (Dibattisto, 2011)
4. Struktur dan Fungsi Otak pada Anak Dengan Autism
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan
19
binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Gangguan yang terjadi pada anak autism dengan
area ini adalah karena volume otak lebih berat dan berlebihan Para
ilmuwan dalam riset terbaru menemukan, anak-anak autism pada
umumnya memiliki otak yang lebih berat dan sel-sel otak yang
berlebihan. Sebagaimana telah dilakukan pada 13 otak anak laki-laki
usia 2-16 tahun yaitu sebanyak tujuh (7) anak menderita autism dan
enam (6) anak yang tidak, para peneliti menemukan bahwa otak anak
autime memiliki neuron di area cortex prefrontal 67% lebih banyak .
Fungsi yang terganggu pada anak autism di area tersebut berkaitan
dengan fungsi sosial, emosional dan proses komunikasi.
Otak anak autism juga memiliki berat 17,5 persen lebih berat
dibanding anak yang bukan autis. Di otak bagian dorsolateral corteks
prefrontal anak-anak autis memiliki sel saraf 79% lebih banyak. Di
otak bagian medial korteks prefrontal anak-anak autism memiliki sel
saraf 29% lebih banyak. Di otak bagian dorsolateral corteks prefrontal
rata-rata terdapat 1,57 miliar sel saraf pada anak autism dibandingkan
dengan pada anak lain yang hanya 0.88 miliar. Di otak bagian medial
korteks prefrontal rata-rata terdapat 0.36 miliar sel saraf pada anak
autism dibandingkan dengan pada anak lain yang hanya 0,28 miliar.
Corteks prefrontal merupakan bagian lapisan terluar kortikal
otak yang terdiri dari satu-sepertiga dari semua materi abu-abu
kortikal, lapisan ini merupakan bagian otak yang terlibat dalam sosial,
20
bahasa, komunikasi, fungsi afektif dan kognitif, merupakan fungsi
yang paling mendapat gangguan pada autism. Penelitian pencitraan
otak pada anak-anak penderita autism telah menunjukkan pertumbuhan
yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area-area
otak lainnya. Sebuah studi dari para peneliti di University of
California, Autism Center of Excellence San Diego, menunjukkan
bahwa pertumbuhan otak pada anak penderita autism melibatkan
jumlah neuron yang berlebihan di area otak yang berhubungan dengan
sosial, komunikasi dan perkembangan kognitif. Otak anak-anak autis
juga lebih berat dibandingkan anak-anak yang bertumbuh secara
normal pada usia yang sama.
Perbedaan berat otak sebesar 17,6% di antara anak-anak
dengan autism dibandingkan dengan di antara mereka yang bukan
autism sebesar 0,2%. Perkembangan neuron di area prefrontal cortex
terjadi saat kehamilan. Saat janin berkembang di kandungan terjadi
pertumbuhan berlebihan sel otak, terutama di usia 10-20 minggu
kehamilan. Proliferasi (perkembangan) neuron tersebut bersifat
eksponensial antara kehamilan 10 minggu dan 20 minggu dan biasanya
menghasilkan luapan neuron dalam perkembangan janin ini. Namun,
selama trimester ketiga kehamilan dan kehidupan awal bayi, sekitar
setengah dari neuron biasanya dikeluarkan dalam proses yang disebut
apoptosis (kematian sel). Kegagalan dari proses perkembangan awal
yang penting ini akan menciptakan kelebihan patologis neuron kortikal
yang besar. Para ilmuwan mengatakan siklus tersebut membuat otak
21
mengatur dirinya dan sel-sel otak saling tersambung satu sama lain.
Namun jika terjadi pertumbuhan berlebihan, koneksi antar sel otak ini
akan terganggu.
System Lymbik pun telah di teliti pada anak dengan autism.
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak
ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik.
Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur
produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori
jangka panjang. Gangguan pada sistem ini adalah volume hipokampus
dan sistem limbik tidak normal. Penelitian telah dilakukan terhadap
volumetri global dan regional bagian Greymatter (otak abu-abu) dan
putih pada 10 anak autism berfungsi sebagai kontrol kecerdasan
nonverbal. Ternyata hasilnya menunjukkan volume hipokampus
meningkat pada individu autism dengan struktur limbik yang
lebih..(Judarwanto, 2012)
Gambar 2.2 Lobus Otak
Sumber : http://www.aktivasiotak.com/fungsi_otak.htm
22
5. Pola Perkembangan Anak Dengan Autism
Sejak usia dini anak yang diduga autis memiliki pola
perkembangan yang khas yang tidak dimiliki anak-anak normal,
sebagai contoh, biasanya bayi berusia 6 bulan sudah bisa tersenyum
ketika diajak bercanda, maka ketika itu tidak terjadi, gejala tersebut di
tengarai anak memiliki kecenderungan autis. Berikut adalah
karakteristik pola perkembangan anak yang umumnya di gunakan oleh
banyak praktisi dalam mendeteksi secara dini anak yang diduga autis.
(Harnowo, Agus, Putro, 2012)
a. Usia 3 Bulan.
Anak tidak tersenyum ketika diajak tersenyum atau berbicara
b. Usia 8 Bulan.
Anak tidak ikut menatap mata ketika dipandang
Usia 10 sampai 12 bulan: Bayi tidak melihat arah yang ditunjuk
kemudian bereaksi menatap balik orang di hadapannya.
c. Usia 2 - 3 Bulan.
Anak tidak sering melakukan kontak mata
Usia 3 bulan, bayi tidak tersenyum ketika diajak bercanda atau
mendengar suara pengasuhnya.
d. Usia 6 Bulan.
Anak tidak tertawa atau membuat ekspresi gembira lainnya.
e. Usia 8 Bulan.
Anak tidak mengikuti pandangan mata ketika orang yang
menatapnya memalingkan muka ke benda lain.
23
f. Usia 9 Bulan.
Anak belum mulai mengoceh.
g. Usia 1 Tahun.
Anak tidak konsisten menoleh ketika namanya dipanggil, bayi
nampak tidak peduli terhadap vokalisasi, yaitu kurang
merespon saat namanya dipanggil. Namun memiliki kepekaan
yang tajam terhadap suara lingkungan di sekitarnya, bayi tidak
terlibat dalam vokalisasi namanya bersama pengasuh, bayi
belum dapat melambaikan tangan seolah-olah mengucapkan
selamat tinggal, bayi tidak dapat mengikuti atau melihat ke
arah yang ditunjuk.
h. Usia 16 Bulan.
Anak tidak berkata-kata.
i. Usia 18 Bulan.
Anak tidak nampak memiliki hal-hal yang menarik minatnya.
j. Usia 24 Bulan.
Anak tidak bisa mengucapkan dua kata yang memiliki arti
Setiap saat, bayi nampak kehilangan salah satu keterampilan
yang sebelumnya pernah dikuasai.
6. Perkembangan Motorik Anak Dengan Autism
Keterampilan motorik bayi usia 7 bulan antara lain mampu
menahan kepala, berguling, menggenggam dan memainkan benda-
benda kecil. Jika seusia tersebut keterampilan motoriknya rendah, bisa
24
berisiko tinggi mengalami gangguan Autistic Spectrum Disorder
(ASD). Analisis statistik menunjukkan bahwa kelompok yang berisiko
ASD kurang memiliki keterampilan motorik yang baik dan terdeteksi
sejak usia 7 bulan. Keterampilan motorik dapat berupa kemampuan
motorik kasar seperti kemampuan untuk menahan kepala, berguling,
belajar berjalan, serta keterampilan motorik halus seperti
menggenggam dan memainkan benda-benda kecil, rendahnya
perkembangan motorik bisa memiliki dampak negatif pada
perkembangan keterampilan sosial dan kognitif dari waktu ke waktu.
(Harnowo, Agus, Putro, 2012)
Ganguan tersebut menyebabkan otot tidak adequate berespons
terhadap rangsangan, menyebabkan inaktif dan cenderung passive
sehingga menyebabkan rendahnya fleksibilitas sendi dan kurang
stabilnya postural dalam bertahan di segala posisi serta absennya
inisiasi gerak yang berfungsi memicu gerak selanjutnya, kegagalan
perkembangan motorik pun mengakibatkan tidak berkembangnya
fungsi motor unit dalam mengaktivasi banyak otot untuk berespons
terhadap stimulasi yang diberikan.
Sedangkan dalam perkembangan normal sejalan dengan
perkembangan fisik dan usia anak, syaraf-syaraf yang berfungsi
mengontrol gerakan motorik mengalami proses neurogical
maturation. Pada anak usia 5 tahun syaraf-syaraf yang berfungsi
mengontrol gerakan motorik sudah mencapai kematangannya dan
menstimulasi berbagai kegiatan motorik yang dilakukan anak secara
25
luas. Otot besar yang mengontrol gerakan motorik kasar seperti
berjalan, berlari, melompat dan berlutut, berkembang lebih cepat
apabila dibandingkan dengan otot halus yang mengontrol kegiatan
motorik halus, diantaranya menggunakan jari-jari tangan untuk
menyusun puzzle, memegang gunting atau memegang pensil. Pada
waktu bersamaan persepsi visual motorik anak ikut berkembang
dengan pesat, seperti mengisi gelas dengan air, menggambar,
mewarnai dengan tidak keluar garis. Di usia 5 tahun anak telah
memiliki kemampuan motorik yang bersifat komplek yaitu
kemampuan untuk mengkombinasikan gerakan motorik dengan
seimbang, seperti berlari sambil melompat dan mengendarai sepeda.
Ketika anak mampu melakukan suatu gerakan motorik, maka
akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi.
Aktivitas fisiologis meningkat dengan tajam. Anak seakan-akan tidak
mau berhenti melakukan aktivitas fisik, baik yang melibatkan motorik
kasar maupun motorik halus. Pada saat mencapai kematangan untuk
terlibat secara aktif dalam aktivitas fisik yang ditandai dengan
kesiapan dan motivasi yang tinggi. Orangtua dan guru perlu
memberikan berbagai kesempatan dan pengalaman yang dapat
meningkatkan keterampilan motorik anak secara optimal, peluang-
peluang ini tidak saja berbentuk membiarkan anak melakukan
kegiatan fisik akan tetapi perlu di dukung dengan berbagai fasilitas
yang berguna bagi pengembangan keterampilan motorik kasar dan
motorik halus. (Ibudanbalita.net ,2012)
26
7. Postural Kontrol
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Postur juga memiliki
pengertian pengaturan relatif dari bagian-bagian tubuh. Postur yang
baik adalah keseimbangan dari otot dan rangka yang melindungi
struktur-struktur penunjang tubuh dalam melawan cidera atau
deformitas progresif terlepas dari struktur ini dalam keadaan kerja
maupun istirahat. Postur adalah posisi atau sikap tubuh saat mulai
bergerak dan saat berhenti. Bila memiliki alignment postur yang baik
maka akan memudahkan tubuh dapat bergerak walaupun ada gangguan
pada sendi maupun otot. Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat
kesimetrisannya dengan melihat kaki selebar sendi pinggul, lengan di
sisi tubuh dan mata menatap kedepan. Walaupun posisi ini dapat
dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat
bertahan lama karena seseorang akan segera berganti posisi untuk
mencegah kelelahan. Postur yang benar adalah ketika axis pada rotasi
sendi ada pada bidang frontal sebagai pusat gravitasi dan pada
keseimbangan berdiri kontraksi otot tidaklah diperlukan tapi dapat
dijaga dengan tekanan dari sendi dan juga kekuatan dari ligament.
Tidak maksimalnya kontrol postural pada anak dengan autism
merupakan akibat dari adanya gangguan neurobehavioral, gangguan
pemrosesan sensori, keterlambatan dan kemunduran perkembangan
sejak usia dini. Keterlambatan dan kemunduran perkembangan sejak
usia dini menyebabkan gangguan gerak fungsional, clumsy dan tonus
otot postural yang rendah serta gangguan neoromuscular
27
menyebabkan adanya inaktivitas dan hiperaktivitas, gangguan sistem
informasi persepsi, kognisi, tidak adequatnya system balance,
penurunan elastisitas jaringan , pemendekan otot, serta kekauatan otot
yang tidak maksimal.
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu dilakukan aktivasi otot-
otot postural dengan cara memberikan bentuk latihan keseimbangan
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja
otot-otot postural dan stimulasi proprioseptif untuk membangkitkan
qualitas body awareness dan body orientasi terhadap terhadap tempat
dan ruang (lingkungan). Outcome yang di harapkankan dalam latihan
ini adalah stabilitas postural yang adequate. Postural stability yang
adequat meliputi:
a. Kemampuan mempertahankan pusat massa tubuh.
b. Kemampuan tubuh mempertahankan posisi tanpa perubahan
BOS.
c. Kemampuan tubuh mempertahankan COG tanpa jatuh.
Tujuan meningkatkan postural control meningkatkan
kemampuan mempertahankan alignment tubuh secara tepat dan
sesuai.
Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan
tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri
tegak tekanan tubuh dipengaruhi beberapa faktor seperti posisi kaki
dan luasnya BOS. Pada saat berdiri fungsi sistem saraf pusat menjaga
pusat massa tubuh untuk berinteraksi dengan COG dan BOS dalam
28
membentuk postural stability. Ketepatan dalam posisi tertentu di
pengaruhi oleh system saraf sensoris yang komplek yaitu system
vestibular, visual dan system somatosensoris.
Kontrol postural tejadi dari tingkat spinal, medulla oblongata,
otak tengah dan korteks yang merupakan masukan dari segmen spinal
yang sama. masukan yang terjadi pada neuron motorik mengatur tiga
fungsi yang berbeda antara lain menimbulkan aktivitas volunteer,
menyesuaikan postur tubuh untuk menghasilkan landasan yang kuat
bagi gerakan dan mengkoordinasikan kerja berbagai otot agar gerakan
gerakan yang di hasilkan teratur dan tepat. Pola aktivitas volunteer ini
direncanakan di otak lalu perintahnya dikirim ke otot terutama melalui
corticospinal dan corticobulbaris.
Postur tubuh secara terus menerus disesuaikan selama bergerak
dimana gerakan halus yang timbul dikoordinasikan oleh bagian medial
cerebellum dan intermedial sedangkan bagian lateral cerebellum dan
basal ganglia berfungsi dalam perencanaan dan pengaturan gerakan
volunteer.
Postur yang baik saat berdiri adalah ketika Ankle pada garis
gravitasi yang terletak 2-5 cm dari axis sendi talocruris, jika tubuh
bergerak ke depan maka akan terjadi gerakan dorsifleksi. Sedangkan
pada Foot Tarsal dan Otot-Otot Intrinsik membentuk keseimbangan
saat seseorang berdiri satu kaki maka titik keseimbangan bertambah
pada bagian kaki tersebut, otot-otot intrinsik kaki diperkuat oleh
29
ligament plantaris dan apponeurosis plantaris. Saat berdiri pada kedua
kaki otot-otot intrinsik tidak aktif.
Pada knee. garis gravitasi berada di depan, saat berdiri, patella
dengan mudah dapat berpindah atau bergerak dari satu sisi ke sisi yang
lain. Pada Hip pusat gravitasinya terletak pada bagian anterior dari
thorakal 11, sedangkan garis gravitasinya terletak pada bagian
belakang axis transversal hip sehingga saat tubuh bergerak ke
belakang akan berlawanan dengan ligament illiofemoral yang berada
pada bagian depan hip. Ketika tubuh bergerak kedepan maka otot
bicep femoris mejadi aktif sedangkan otot gluteus maximus tidak aktif
saat berdiri tegak.
Pada columna Vertebralis, postur di pengaruhi oleh otot
erector spine ketika ekstensi trunk dan ketika fleksi trunk dipengaruhi
oleh otot rectus femoris. Pada tungkai bawah, otot-otot upper limb
rileks maka otot yang lain pun rileks kecuali pada otot supraspinatus
dan otot deltoid.
Tarikan horizontal dari otot supraspinatus akan
mempertahankan caput humerus dan cavitas glenoidalis. Pada kepala,
garis gravitasinya melewati sendi atlanto-occipitalis sehingga otot-otot
sekitar kepala rileks. Otot tonik pada kepala hanya temporalis yang
berfungsi melawan gravitasi sehingga mulut dapat menutup.
30
8. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi,
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang
tumpu terutama ketika saat posisi tegak, kemampuan untuk
mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun dalam
keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang
minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan
relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau
pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of
support). (Irfan,2010)
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen
tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang
tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan
bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas
secara efektif dan efisien.
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan
statis: kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi
tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan
keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk
mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak.
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari
integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan
somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot,
31
sendi, dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol
motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai
respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi
juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan,
kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.
Beberapa komponen pengontrol keseimbangan adalah:
a. Sistem Informasi Sensoris.
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan
somatosensoris.
1) Visual.
Visual memegang peran penting dalam sistem
sensoris. Mata akan membantu agar tetap fokus pada
titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan
sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik
atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber
utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita
berada, penglihatan memegang peran penting untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai
lingkungan tempat kita berada.
Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar
yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan
informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau
bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan
32
aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
2) Sistem Vestibular.
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris
yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol
kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris
vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada
sistem vestibular meliputi canalis semisircularis,
utrikulus, serta sakulus.
Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan
sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi
perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan
sudut.
Melalui refleks vestibulo-occular, mereka
mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat
obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan
melalui saraf cranialis VIII ke nukleus vestibular
yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus
tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke cerebellum,
formatio retikularis, thalamus dan corteks cerebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input)
dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan
serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular
menuju ke motor neuron melalui medula spinalis,
33
terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot
proximal.
Kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung
(otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat
cepat sehingga membantu mempertahankan
keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot
postural.
3) Somatosensoris.
Sistem somatosensoris terdiri dari tactil dan
proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi
propriosepsi disalurkan ke otak melalui columna
dorsalis medula spinalis.
Sebagian besar masukan (input) proprioseptif
menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke
corteks cerebri melalui lemniscus medialis dan
thalamus. Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh
dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang
datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat
indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang
beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls
dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan
lain , serta otot di proses di corteks menjadi kesadaran
akan posisi tubuh dalam ruang.
34
b. Respon Otot-Otot Postural yang Sinergis (Postural Muscles
Response Synergies).
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada
waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur.
Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun
bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak
serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan.
Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya
akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja
secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu,
gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot yang sinergi
berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan
kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam
melakukan fungsi gerak tertentu.
c. Kekuatan Otot (Muscle Strength).
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan
aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan
hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon
motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan
otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal
force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot
sangat berhubungan dengan sistem neuromusculer yaitu
35
seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot
untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut
otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang
dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya
gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung
dengan kemampuan otot untuk melawan gaya garvitasi serta
beban eksternal lainnya yang secara terus menerus
mempengaruhi posisi tubuh.
d. Adaptive Systems.
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris
dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat
sesuai dengan karakteristik lingkungan.
e. Lingkup Gerak Sendi (Joint Range Of Motion).
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan
mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan
keseimbangan yang tinggi.
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan
kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari
faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam
pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan
keseimbangan adalah : menyanggah tubuh melawan gravitasi dan
36
faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar
seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh
ketika bagian tubuh lain bergerak. Berikut ini beberapa Faktor penting
yang mempengaruhi keseimbangan.
a. Pusat Gravitasi (Center Of Gravity-COG).
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda,
pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat
gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan
mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu
ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang.
Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah
atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri
tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan
belakang vertebra sakrum ke dua.
Gambar 2.3 Centre Of Gravity
Sumber : http://www.answers.com/topic/center-of-gravity, diakses 20 november 2012
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang
37
tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan
bidang tumpu, serta berat badan.
b. Garis Gravitasi (Line Of Gravity-LOG).
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada
vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan
antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu
adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.
c. Bidang Tumpu (Base Of Support-BOS).
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang
berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis
gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan
seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area
bidang tumpu.
Gambar 2.4 Base Of Support
Sumber: http://dhaenkpedro.wordpress.com, diakses tanggal 20 November 2012
38
Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas.
Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding
berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan
pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.
d. Keseimbangan Berdiri.
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat
berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body
mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak
berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain
(misalnya : melangkah).
Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari
tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual,
vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor.
Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity
(membedakan pola dan bayangan) dan membedakan jarak.
Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol
keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi
datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai
pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf
pusat untuk respon sikap dan memberi keputusan tentang
perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya.
Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot
dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting untuk
mengatur keseimbangan saat berdiri statik maupun dinamik.
39
Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi
titik gravitasi, menata respon sikap, serta mengorganisasikan
respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi
sebagai perangkat biomekanik untuk merealisasikan respon
yang telah terprogram di pusat, yang terdiri dari unsur lingkup
gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina.
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat
membentuk banyak postur yang memungkinkan tubuh dalam
posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak,
hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang
biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan
diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan
yang menekan di bawah telapak kaki, yang di sebut pusat
tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika
berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari
bidang tumpu.
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya
dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan
mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan
sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan
lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk
mencegah kelelahan. (Irfan,Muh,2009)
40
9. Bentuk Latihan
Latihan akan diberikan terhadap anak dengan penekanan pada
tiga unsur pendekatan yaitu bentuk latihan yang mengandung unsur
respons vestibular, fokus visual dan stimulus proprioseptif. Latihan
akan diberikan selama 45 menit dari keseluruhan latihan yang
mewakili jenis latihan yang telah disiapkan, beberapa metode latihan
akan diberikan mewakili ketiga unsur dan jenisnya akan disesuaikan
dengan kebutuhan pasien, masing-masing metode atau jenis latihan
membutuhkan waktu yang tidak sama namun secara keseluruhan
mencapai 45 menit, dalam hal jika anak menolak dengan acuan latihan
yang telah di sediakan bisa dilakukan modifikasi latihan tanpa
menghilangkan ketiga unsur yang diinginkan. Metode atau jenis
laihan yang di sediakan adalah sebagai berikut:
a. Rebounder
Adalah metode latihan dengan cara melompat-lompat pada
trampoline, dalam latihan ini anak di minta melompat-lompat
dalam bidang yang memantul. Efek dari latihan ini adalah
memberikan stimulasi proprioseptif, gaya lompatan
menyebabkan kontraksi dan tarikan tendon achiles serta
benturan sendi synovial pada tungkai, memberikan masukan
informasi sensoris proprioseptif memberikan efek pada
kelekatan tubuh terhadap posisi dimana terjadi kontraksi sesuai
antara kerja otot leher, otot trunk dan tungkai mempertahankan
posisi massa tubuh terhadap base of support, system lain yang
41
terlibat adalah system vestibular dan visual, keduanya
mengontrol keseimbangan tubuh terhadap ruang sehingga anak
mampu mempertahankan aktifitas tersebut tanpa terjatuh. Fungsi
otot yang teraktivasi adalah otot pada bagian leher berguna
mempertahankan kepala dalam posisi tegak, otot-otot pada trunk
dan abdominal keduanya membentuk keseimbangan otot
postural serta aktivasi otot tungkai terutama pada tendon achiles
dan tibialis anterior saat tubuh memantul.
Gambar 2.5 Rebounder
Sumber : Dokumen Pribadi, 2012
b. Swing
Adalah metode latihan dengan cara berayun, metode ini
memberikan efek keseimbangan dinamis dan stimulasi
proprioseptif dimana saat anak di posisikan berdiri diatas
ayunan terapis perlahan menggerakkan ayunan tersebut secara
perlahan dan ketika anak mampu berespons dengan baik
42
intensitas ayunan di tingkatkan sampai batas yang wajar. Efek
Ayunan yang sedemikian rupa mempengaruhi system
vestibular dalam menjaga alignment tubuh agar tidak terjatuh
serta posisi perpindahan massa tubuh (weight bearing)
memberikan dampak stimulasi proprioseptif , informasi
sensoris pada tungkai, trunk dan leher untuk menjaga tubuh
agar tidak terjatuh, meraih dan melempar bola dapat menambah
efek visual dalam meningkatkan fokus visual pada objek yang
dituju seperti anak diminta amerai dan melempar bola pada
tong dengan jarak 1 meter atau lebih.
Gambar 2.6 Swing
Sumber : Dokumen Pribadi, 2012
c. Jump.
Adalah jenis latihan melompat, yaitu anak mengikuti
aktivitas melompati balok kayu yang di pasang seperti aral
43
lintang, kemudian di akhir lompatan anak berdiri pada balok
dengan ketinggian 20 cm kemudian melempar dan
memasukkan bola pada tong dengan jarak 1 atau 2 meter, setalh
itu turun dengan melompat.
Metode ini mengandung unsur vestibular, visual dan
proprioseptif di mana ketiganya mempengaruhi tubuh untuk
menjaga keseimbangan serta rangsangan proprioseptif
mengaktivasi otot leher, trunk dan tungkai dalam menjaga
postur saat bergerak dinamis dan statis.
Gambar 2.7 Jump
(Sumber : Dokumen Pribadi, 2012)
d. Naik Tangga.
adalah jenis latihan dengan menaiki anak tangga, unsur
yang terlibat dalam metode ini adalah stimulasi proprioseptif
dengan perpindahan berat tubuh secara bergantian pada tungkai
kanan dan kiri, informasi proprioseptif juga memberikan
44
dampak teraktivasinya otot-otot trunk dan abdomen serta otot
leher guna menjaga dan memepertahankan postur dalam posisi
tegak. Unsur vestibular dan visual yang membantu tubuh dalam
keseimbangan dinamis dan fokus visual.
Gambar 2.8 Naik Tangga
Sumber : Dokumen Pribadi, 2012
e. Meraih dan Melempar Bola.
Adalah jenis latihan yang mengandung unsur
keseimbangan, focus visual dan stimulasi proprioseptif
tujuannya adalah untuk koordinasi lengan dan penglihatan
terhadap gerakan meraih yaitu meraih bola kemudian
melemparnya kedalam tong dalam jarak 1 atau 2 meter. Metode
ini dapat memberikan respon trunk control, dalam posisi ini
system vestibular dan informasi proprioseptif mengaktivasi otot
trunk, leher dan tungkai dalam menjaga tubuh untuk berdiri
tegak, saat ada gaya yang diakibatkan lengan meraih bola tubuh
membentuk posisi dimana terjadi weight bearing pada sisi
tungkai secara bergantian sesuai arah bola yang terapis berikan,
45
hal ini dapat memberikan nilai tambah pada ketiga kelompok
otot tersebut untuk berespons menjaga tubuh agar tidak
terjatuh.
Gambar 2.9 Meraih dan Melempar Bola
Sumber : Dokumen Pribadi, 2012
f. Physioball.
Adalah jenis latihan dengan mendudukkan pasien diatas
bola, terapis memagang sisi lateral dari pelvis untuk
memberikan gaya bagi tubuh untuk meresposn arah yang
terapis berikan, arah gaya di terjemahkan oleh tubuh pasien
dengan menjaga alignment tubuh untuk tetap segaris dengan
gravitasi secara vertikal. Efek yang di timbulkan adalah
aktivasi otot trunk dan abdominal serta otot-otot leher untuk
berespon terhadap perubahan gaya, kontraksi otot sebagai hasil
dari berubahan gaya tersebut untuk menjaga tubuh agar tetap
dalam posisi vertikal.
46
Gambar 2.10 PhysioBall
Sumber : Dokumen Pribadi, 2012
g. Rolling Board.
Adalah metode latihan dengan cara berdiri diatas board
silinder, metode ini memberikan efek keseimbangan dinamis
dan stimulasi proprioseptif dimana saat anak di posisikan
berdiri, terapis perlahan menggerakkan board kedepan dan
kebelakang secara perlahan. Efek yang sedemikian rupa
mempengaruhi system vestibular dalam menjaga alignment
tubuh tetap tegak serta posisi perpindahan massa tubuh (weight
bearing) memberikan dampak stimulasi proprioseptif ,
informasi sensoris pada tungkai, trunk dan leher untuk menjaga
tubuh agar berkontraksi sesuai arah gerakan yang diberikan.
47
Gambar 2.11 Rolling Board
Sumber : Dokumen Pribadi, 2012
h. Walking Board.
Adalah metode latihan dengan cara berjalan pada titian,
bentuk titian berupa trek lurus maupun horizontal. Latihan ini
memiliki unsur keseimbangan, visual dan stimulasi
proprioseptif.
Keseimbangan didapat dengan anak diminta berjalan
menelurusi trek yang telah di berikan, sedangkan perpindahan
masssa tubuh (weight bearing) memberikan efek stimulasi
proprioseptif, kontrol terhadap trek di dapat dari informasi
visual. Perencanaan gerak memberikan pengalaman bagi anak
dalam inisiasi gerak sesuai pola, otot otot yang terkativasi
adalah oot-otot pembentuk postural yaitu leher, trunk dan
48
tungkai, bersamaan dengan informasi sensoris yang didapat otot
beresposn sesuai guna mempertahankan tubuh agar tidak
terjatuh.
Gambar 2.12 Walking Board
Sumber : Dokumen pribadi, 2012
10. Test dan Pengukuran.
Pengukuran menggunakan Fungtional Reach Test. Adalah
model pengukuran yang di kembangkan oleh Duncan (1990) suatu
metode yang masih popular dan simple untuk mengukur fungsi
keseimbangan dan stabilitas postur. Metode ini telah di modifikasi
sebagai pediatric reach test yang dapat digunakan pada anak-anak.
a. Tujuan.
Untuk Mengatahui Stabilitas postural pasien dalam
mempertahankan keseimbangan berdiri saat pasien
mencondongkan ke arah depan secara maksimal tanpa adanya
perubahan BOS.
49
b. Alat yang diperlukan :
Adalah penanda dan penggaris
c. Prosedur Test :
Posisi pasien berdiri tegak rileks lengan diluruskan
kedepan dengan sisi menempel alat ukur. Fisioterapi menandai
titik awal kemudian pasien di intruksikan untuk meraih benda
sejauh yang ia mampu, dilakukan sebanyak tiga kali, nilai yang
digunakan adalah nilai yang terjauh, jarak di ukur dari ujung
jari awal ke jarak capaian maksimal (finger to finger).
Gambar 2.13 Functional Reach Test Measuring
Sumber : Kage, 2009
B. Kerangka Berpikir
Autism dianggap sebagai impairment in developmental processes atau
neuro behavioral disorders, tidak hanya mengalami gangguan perkembangan
kognisi dan perilaku tetapi juga adanya gangguan pemprosesan sensori atau
50
disebut sebagai sensory disorders serta keterlambatan dalam perkembangan
sensomotorik.
gangguan pada senso-motor berdampak pada gangguan musculoskletal
dalam hal ini gangguan yang timbul adalah, adanya kelemahan otot dan
gangguan fleksibilitas, keduanya menyebabkan fungsi otot dan mobilitas sendi
menurun, sehingga gerakan selektif terganggu. Ketiadaan gerakan selektif
menyebabkan anak cenderung inaktif dan passive. Sedangkan bagi yang
hiperakti, gerakan yang terbentuk tanpa konsep dan arah, anak cenderung
tidak bisa diam dan sulit diarahkan.
Gangguan neuromuscular menyebabkan terganggunya kontrol
motorik, ketiadaan control motorik menyebabkan anak cenderung inaktiv
akibatnya tonus postural menurun menyebabkan stabilitas sendi menurun,
gangguan koordinasi menyebabkan gerakan volunteer terganggu, abnormalitas
pola gerak menyebabkan lingkup gerakan yang terbatas, inisisasi gerak
terganggu menyebabkan gerakan selektif terganggu.
Gangguan pemrosesan sensori terdapat dua gangguan yang
menyebabkan gangguan postural control yaitu Sensori discrimination
disorder dan sensory base motor disorder.
Sensori discrimination disorder mengakibatkan gangguan informasi
proprioseptif, visual dan vestibular dari gangguan ini menyebabkan
terganggunya joint positioning dan body awareness, serta adanya gangguan
fokus visual terhadap objek.
51
Sensory base motor disorder yang menyebabkan dyspraksia dan
gangguan postural, adanya dyspraxia menyebabkan inisiasi gerak terganggu
sedangkan gangguan postural menyebabkan instability postural.
Latihan yang diberikan dalam gangguan postural control ini adalah
dengan pemberian latihan keseimbangan dan stimulasi proprioseptif. Jenis
latihan yang disiapkan memiliki unsur keseimbangan dan stimulasi
proprioseptif.
Latihan keseimbangan berguna dalam meningkatkan kemampuan otot-
otot stabilisator, meningkatkan aktifitas volunteer motorik dan bersama-sama
melatih fokus visual terhadap objek.
Stimulasi proprioseptif berdampak pada join positioning, stimulasi
respon motorik, dan berkontribusi pada bangkitnya postural reflex, joint
stabilization, dan kontrol motorik.
Dengan demikian dari pemberian latihan tersebut diharapkan anak
dapat meningkatkan kemampuan kontrol motorik, mampu menjaga
keseimbangan dan stabilitas posturnya.
53
C. Kerangka Konsep
1. Variable Dependent : Latihan Keseimbangan Dan Stimulasi
Proprioseptif
2. Variable Independent : Peningkatan Postural Control
3. Konsep Penelitian
Skema 2.2 Konsep Penelitian
Keterangan :
N = Populasi
R = Randomisasi
n = Sampel
Q1 = Pretest ( Sebelum intervensi)
Q2 = Posttest ( Setelah intervensi)
P. = Perlakuan
D. Hipotesis
Dalam gambaran diatas, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini :
“Pemberian latihan keseimbangan dan stimulasi proprioseptif
meningkatkan postural control pada anak dengan autism”
R N n Q1
P Q2