bab ii kajian teoritis -...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Teori adalah generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai
fenomena secara sistematik (Sugiyono 2005: 41). Karena itu dalam bab ini penulis akan
menjelaskan secara sistematis fenomena yang menjadi persoalan penelitian dengan
merujuk kepada teori yang pernah dikemukakan oleh berbagai sarjana. Berdasarkan
penjelasan itu maka pada bagian akhir akan dipaparkan kerangka pikir dari penelitian ini
serta pengertian dari konsep-konsep yang digunakan.
2.1 Pengertian Komunikasi
Penelitian menggunakan semiotika merupakan bagian dari ilmu
komunikasi secara luas. Komunikasi sendiri adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan, baik secara langsung atau melalui perantara (media).
Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan untuk menyusun makna dan
kemudian menyampaikan keadaan dunia mereka. Simbol merupakan media yang
membawa makna dan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan (Sobur , 2002 :
6).
Perbuatan manusia yang dianggap sebaga proses komunikasi itu adalah kreatif.
Karena melalui pergaulan sosial, orang melakukan proses komunikasi makna yang
membuat mereka mampu menciptakan berbagai makna melalui proses komunikasi sesuai
subjektifitas mereka.
Dean Barnlund memperhatikan hal ini ketika ia mengatakan bahwa:
“komunikasi melukiskan evolusi maka. Makna adalah sesuatu
yang diciptakan, ditentukan, diberikan dan bukan sesuatu yang diterima.
Jadi komunikasi bukanlah suatu reaksi terhadap sesuatu, juga bukan
interaksi dengan sesuatu, melainkan suatu transaksi yang didalamnya
orang menciptakan dan memberikan makna untuk menyadari tujuan –
tujuan orang itu”
(Sobur, 2002:6). Definisi komunikasi secara umum adalah proses pembentukan,
pengolahan pesan yang terjadi didalam diri seseorang dengan tujuan tertentu. Definisi
12
tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses
mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan.
Setiap pelaku komunikasi dengan demikian akan melakukan empat tindakan
yaitu: membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan. Keempat tindakan
tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. Membentuk pesan artinya menciptakan
sesuatu ide atau gagasan. Hal ini terjadi dalam benak seseorang melalui proses kerja
sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian disampaikan kepada orang lain,
baik secara langsung atau secara tidak langsung. Seseorang akan menerima pesan yang
disampaikan oleh orang lain, pesan yang diterimanya ini kemudian akan diolah melalui
sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan, pesan tersebut dapat
menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut. Apabila ini terjadi, maka orang
tersebut kembali akan membentuk dan menyampaikan pesan baru. Demikianlah keempat
tindakan ini akan terus-menerus terjadi secara berulang-ulang.
Pesan adalah produk utama komunikasi. Pesan berupa lambang-lambang yang
menjalankan ide atau gagasan, sikap, perasaan , praktik, atau tindakan. Bisa berbentuk
kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda, gerak-gerik, atau tingkah
laku dan berbagai bentuk tanda-tanda lainnya. Komunikasi dapat terjadi dalam diri
seseorang, antara dua orang, diantara beberapa orang atau banyak orang. Komunikasi
mempunyai tujuan tertentu, artinya komunikasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan
dan kepentingan para pelakunya (Sobur , 2002 : 7).
2.2 Konsep Makna
Ada tiga hal yang berhubungan dengan makna, yaitu: (a) menjelaskan makna
secara alamiah; (b) mendeskripsikan kalimat secara alamiah; dan (c) menjelaskan makna
dalam proses komunikasi (Sobur, 2006:23). Pemaknaan sangat penting dalam proses
komunikasi. Brodbeck (1993) menjelaskan makna dalam tiga konsep, pertama adalah
makna suatu istilah adalah obyek, pikiran, ide atau konsep yang ditujukan oleh istilah
tersebut. Kemudian konsep kedua adalah arti istilah itu sendiri yang memiliki hubungan
dengan istilah yang lain. Konsep yang ketiga adalah makna merupakan suatu istilah atau
lambang bergantung pada apa yang dimaksud pemakai dengan arti lambang itu. Dalam
pengertian ini lebih mencakup pada makna dimaksudkan.
13
Secara umum konsep makna itu dibedakan menjadi dua, yaitu konsep makna
denotatif dan makna konotatif (Sobur, 2006 :26). Makna denotatif adalah makna suatu
makna yang tidak mengandung makna lain atau tidak punya makna tambahan. Sedangkan
makna konotatif adalah makna yang mempunyai makna tambahan, perasaan tertrntu, atau
nilai rasa tertentu selain makna dasar. Dalam proses pemakanaan tanda terdapat pula
proses penyampaian dan penerimaan pesan anatara komunikator dan komunikan. Seorang
komunikan melakukan proses penerimaan pesan terhadap pesan yang disampaikan oleh
komunikator, oleh karena itu komunikan melakukan proses pemakanaan suatu pesan.
Makna yang diterima oleh komunikan terjadi dalam ruang yang berbeda dan pada
individual yang berbeda sesuai dengan kognitif dan afektif mereka dalam hal ini adalah
komunikan (Sobur, 2006 :28). Mengutip pernyataan Burhan Bungin (2001:199-200)
bahwa:
“Makna yang diterima oleh seseorang tergantung pada bagaimana
individu melakukan pemaknaan terhadap pesan. Karena setiap individu
memiliki kebebasan menentukan metode interpretasi apa yang harus
digunakan, termasuki kepentingan – kepentinganya dalam melakukan
pemaknaan.
Hal ini juga akan berlaku dalam melakukan pemaknaan terhadap tanda.
Pemakanaan ini sifatnya subyektif, sehingga proses pemaknaan akan dipengaruhi juga
oleh budaya individual tersebut, karena pemaknaan juga pembetuk utama dalam
kebudayaan.
2.3 Musik
Musik, merupakan salah satu dari hasil budaya cipta dan karsa manusia. Musik
sendiri merupakan salah satu dari hasil budaya yang mempunyai peranan dalam berbagai
bidang dalam aspek kehidupan manusia. Dari segi ekonomi, jelas musik merupakan
sebuah produk yang diperjualkan dan menjadi komoditi budaya saat ini. dari segi
psikologi, musik menjadi sebuah kebutuhan dalam memenuhi hasrat manusia untuk
berseni dan bereskpresi. Musik juga menjadi gambaran kondisi sosial yang terjadi dalam
suatu masyarakat saat musik tersebut tercipta, jika kita melihat dari sisi sosial. (Meriam,
1964:32-33).
14
REPRESENTASI MAKNA PESAN NILAI-NILAI MOTIVASI DALAM
ALBUM “FOR ALL”. (20111:22). UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“Veteran”. Arsidipta.1. Musik merupakan salah satu media dalam mengkomunikasikan
ekspresi dalam berseni, namun musik juga media yang bisa mengkomunikasikan
kebudayaan masyarakat pendukungnya. Didalam musik terdapat nilai dan norma yang
dibaur dan terbentuk sehingga terjadi proses enkulturasi dan akulturasi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara
diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara)
yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian
rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan terutama yang dapat
menghasilkan bunyi-bunyi itu.
Musisi atau seniman musik dalam mengkomunikasikan pesanya kepada
masyarakat adalah dengan musik sebagai media yang merekai pakai. Mereka mempunyai
pesan yang bervariasi dalam menggunakan musik untuk berbicara kepada komunikator.
Dengan adanya unsur-unsur musik seperti bunyi, irama, nada, musik menjadi sebuah
media yang tidak hanya membawa sebuah pesan dari musisi kepada komunikator, namun
musik menjadi sebuah media yang juga bisa menjadi media yang menghibur dan
menjelaskan pengalaman kepada pendengar.
2.3.1 Musik Hiphop
2Hiphop merupakan sebuah aliran musik, Hiphop awalnya merupakan sebuah
gerakan kebudayaan yang berasal dan dikembangkan oleh kaum afro-amerika dan latin-
amerika sekitar tahun 1970’an. The Bronx, New York merupakan awal dari musik hiphop
berkembang. Hal ini berdasarkan tari, puisi, seni visual, warisan sosial dan politik dari
Afrika, Amerika Afrika, Karibia dan komunitas imigran Latino di Amerika Serikat. Hip-
hop mulai sebagai bentuk independen, non-komersial musik dan budaya ekspresi.
Rap" adalah istilah yang sering digunakan bergantian dengan "hip-hop." Namun,
istilah "rap" memiliki nada yang lebih komersial dan lebih sering digunakan untuk
menggambarkan musik hip-hop dirilis dan dipromosikan oleh label rekaman besar dan
1 Arsidipta,2011:22. REPRESENTASI MAKNA PESAN NILAI-NILAI MOTIVASI
DALAM ALBUM ”FOR ALL”. 16 September 2013.
2 (www.Herihopers.com), 13 juli 2013
15
ditayangkan di komersial stasiun radio dan situs internet. Hiphop digunakan untuk
menggambarkan genre musiknya, sedangkan rap digunakan dalam teknik bernyanyi yaitu
berkata-kata sajak atau teks lagu dengan cepat dan ketukan musik.
“Grandmaster Flash” dan “The Furious Flash” merupakan kelompok yang
pertama kali mengenalkan musik hiphop. Pada kala itu musik hiphop merupakan media
mereka untuk menyuarakan tentang kekerasan dan peperangan antar geng yang terjadi.
namun ditangan seorang Afrika bernama Bambaataa musik hiphop digunakan untuk
perdamaian dunia yang mengurangi kekerasan antar geng di New York. Sampai hari ini
energi dari Bambaataa merupakan energi dari hiphop yang positif sampai hari ini.
Musik hiphop sendiri merupakan perpaduan dari MCing3, (lebih dikenal rapping),
DJing4, Breakdance, dan Grafiti. Belakangan ini elemen Hiphop juga diwarnai oleh
Beatboxing, Fashion, bahasa salng, dan gaya hidup lainnya. Untuk mengisi vokal dalam
musik hiphop digunakan teknik rap, yaitu berkata – kata cepat. Rap adalah merupakan
unsur dari musik hiphop sendiri.
Pada musik Hiphop dapat ditemukan unsur-unsur dimensi yang membangun
sebuah karya utuh. Dimensi dan unsur-unsur tersebut adalah:
1. Permainan kata secara Verbal (flow).
Permainan kata secara verbal dapat berupa pengulangan ritme dan intonasi
panduan irama dan memiliki jeda yang tetap (sung flow), pengulangan
juga dapat terjadi pada kata dan suku kata dari kalimat paad lirik lagu
(speech saturared flow).
2. Pola musikal (musical pattern).
Dalam musik hiphop pola musikal terbangun atas instrumen suara yang
menjadi pondasi dari aransemen, instrumen tersebut bisa dibedakan
berdasarkan atas penggunaan instrumenya. Instrumen tersebut dapat
menjadi suara utama (rhtmic) dapat digunakan sebagai suara latar
(memory). Dapat juga dimunculkan dalam jeda waktu tertentu pada lagu
(interlocutor). Musik Hiphop bisa menggunakan satu pola ritmik dominan
3 Mcing atau lebih dikenal rapping adalah teknik bekata-kata cepat.
4 Djing adalah elemen pertama dalam hiphop. Orang yang memainkan music rekaman untuk penonton.
16
(unitary rhthm syle) maupun menggunakan beberapa pola ritmik secara
beraturan (multiple rhtym syle). (Pramudya, 2011:21-22)
2.4 Semiotika
Semiotika atau semiotik berasal dari kata Yunani, semeion yang berati “tanda”.
Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian
tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan
proses yang berlaku bagi tanda (Van Zoest,1996:1). Semiotik merupakan ilmu yang
mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan
sebagai tanda.
Para ahli semiotik modern mengatakan bahwa analisis semiotik modern telah
diwarnai dengan dua nama yaitu seorang linguis dari Eropa Ferdinand de Saussure
(1857-1913) dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Sanders Pierce (1839-
1914). Dalam perkembangan terakhir kajian mengenai tanda dalam masyarakat
didominasi karya filsuf dari Amerika, Charles Sanders Pierce. Kajian Pierce jauh lebih
terperinci daripada tulisan Saussure yang lebih programatis. Pierce menyebut model
sistem analisisnya dengan semiotik dan istilah tersebut telah menjadi istilah yang
dominan digunakan untuk ilmu tentang tanda.
Dalam teorinya Pierce mengungkapkan segitiga makna atau triangle meaning.
Elemen dari segitiga makna tersebut adalah tanda, obyek, dan interpretant. Tanda itu
sendiri berbentuk fisik dan dapat ditangkap panca indra, serta merujuk dan
merepresentasikan hal lain diluar tanda itu sendiri. Menurut Pierce tanda sendiri masih
diklasifikasikan kedalam tiga bagian yaitu, Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan),
Ikon (merupakan perwakilan fisik dari obyek), Indeks (tanda yang muncul karna adanya
sebab-akibat). Obyek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sedangkan interpretant
adalah orang yang membaca dan memahami tanda (Sobur, 2003:156-158).
Berbeda dengan Pierce, Saussure mengungkapkan teorinya dalam semiotika
dibagi menjadi dua yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah
berbentuk atau mempunyai wujud fisik dan dapat ditangkap panca indra. Sedangkan
petanda adalah makna atau konsep yang terdapat pada penanda tadi. Namun eksistensi
17
dari semiotika Saussure ini adalah konvensi dari penanda dan petanda yang ada, atau
yang biasa disebut Signifikasi.
Semiotika secara epistimologis menurut Roland Barthes adalah : Istilah semiotik
berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda disini didefinisikan sebagai
sesuatu atas dasar konvensial sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap
mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologis dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda. Dimana aliran konotasi pada waktu menelaah sistem tanda
tidak berpegang pada makna primer, tetapi melalui makna konotasi (Van Zoest, 1996:5).
Lagu merupakan salah satu bidang terapan semiotika, dimana didalam sebuah
lagu mempunyai unsur-unsur yang dari sebuah film, dan terdapat banyak tanda-tanda
yang tersusun. Tanda-tanda yang tersusun tadi akan berkerjasama untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. adanya unsure yang sama dengan film membuat konstruksi sebuah
lagu dan isinya, terdiri atas aspek-aspek “realitas” seperti individu, objek, peristiwa,
identitas kultural dan konsep abstrak lainnya.
Representasi ini bisa diliat dalam isi lirik dalam lagu dari tanda-tanda yang
divisualisasikan, oleh gambar atau adegan-adegan yang ada dalam sebuah video klip itu
sendiri. Hal yang penting dalam sebuah video klip adalah gambar dan lagu atau audio,
(lirik, dan suara dari lagu yang mengiringi gambar-gambar). (Zoest, 1996).
Musik menjadi hal utama dalam sebuah lagu dan saling berkaitan dengan lirik.
Musik atau lagu dan lirik dari lagu tersebut merupakan tanda-tanda yang memperkuat
dari isi sebuah lagu sendiri. Kesatuan ini yang membangun tanda yang mempunyai
makna yang didalamnya terkandung sebuah pesan. Suara atau musik secara semiotika
berfungsi tidak terlalu berbeda dengan isi dari lagu dan dapat disebutkan,
dikategorisasikan dan dianalisis dengan cara yang juga sebanding” (Zoest, 1996, :110).
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori Roland Barthes untuk
menganalisa lagu “Jogja Istimewa” ini. Roland Barthes meneruskan pemikiran Saussure
dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural
penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan
diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of
signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi
18
(makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik
perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah
signifier-signified yang diusung Saussure. Barthes mengembangkan pola pemikiran
Saussure ini dengan mengungkapkan adanya tahap konotasi yang dari tahapan ini
munculah mitos.
2.4.1 Semiotika Roland Barthes
(Philip Tody, 1999:190). Roland Barthes adalah salah satu filsuf yang
berasal dari Prancis. Ia lahir di kota Cherbourg pada 1915 dan dibesarkan di kota
Bayonne serta Paris. Barthes menempuh pendidikan di French Literature Classics
Universitas Paris. Dia pernah mengajar sastra di Rumania dan Mesir, selanjutnya
ia begabung dengan The centre nation de recherche scientifique. Barthes
memusatkan penelitianya pada sosiologi dan leksikologi
Roland barthes ini dikenal sebagai penerus pemikiran Saussure, namun
Barthes tidak berhenti pada tahap bahasa dan makna yang terkandung saja.
Pemikiran Barthes melampaui Saussure terutama ketika ia menggambarkan
makna Ideologis yang disebutnya sebagai mitos. Namun pemikran Barthes juga
dipengaruhi oleh filsuf-filsuf lainya seperti Karl Max dan Sigmund Freud.
Karl Max menjadi salah satu filsuf yang juga mempengaruhi pemikiran
Barthes tentang masyarkat Proletar dan Borjuis (yang tertindas dan menindas).
Hal ini yang dilihat Barthes dengan memimjam pemikiran Karl Max dalam
menganalisa masalah Borjuis dan Proletar. Jika Max melihat masalah sosial yang
terjadi, Barthes mencoba melihat ideologi yang ada dalam kehidupan sehari-hari
yang ada di Prancis pada masa itu. Ideologi Borjuis sangat dominan pada saat itu,
Max berpusat pada ekomi sosial yang terjadi saat itu, sedangkan Barthes
mengungkapkan ideologi yang dijumpai dalam kesharian masyarakat.
Dalam buku Sigmund Freud yang berjudul The Interpretation of Dream
merupakan salah satu juga yang mempengaruhi pemikiran Barthes. Bagi Freud,
jiwa manusia merupakan suatu bukti atau perwakilan dari makna perilaku (Sign)
dan mimpi (Signifier). Freud membedakan kedua hal tersebut. Baginya ada yang
lebih nyata yaitu kesatuan fungsional dari kedua hal tersebut. Kesatuan dari kedua
hal inilah yang diesbut Freud adalah sisitem yang kedua, dimana sistem yang
19
kedua ini mempunyai makna yang tersembunyi (kandungan) dari mimpi.
Disinilah makna yang sebenarnya muncul, yang mempunyai situasi yang lengkap
dan lebih dalam. Hal inilah yang terlihat dari semiologi Barthes tentang ”Mitos”,
dimana satu petanda memiliki berbagai penanda. Penulis akan memaparkan teori
Roland Barthes yang mempunyai tiga bagian yaitu Denotasi, Konotasi, dan Mitos.
2.4.1.1 Denotasi
”MITOS GERWANI”. 2009. FIB UI. Raras Cristian Martha.5.
Tahap denotasi ini adalah tahapan yang dipaparkan oleh Saussure, dimana
tahapan ini mengenal dua bagian dikotonomi. Penanda dan petanda merupakan
bagian dari dikotonomi ini, dimana penanda dilihat sebagai bentuk fisik, atau apa
yang tertangkap oleh indera. Sedangkan petanda adalah makna yang terungkkap
melalui konsep. Dalam tahapan ini penanda dan petanda merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan dan nilai dari tahapan ini adalah adanya konvensi
makna dari lingkungan sosial.
Sebagai pengikut Saussure, Barthes mencoba untuk mengembangkan teori
Semiotika Saussure. Tetapi, dia tidak berhenti pada tanda dan petanda saja, karena
Barthes berpendapat bahwa dalam masyarakat tanda diproduksi dan dipahami
serta berkembang dalam dua sistem. Pertama sistem primer (sistem semiologi
tingkat pertama) yang merupakan konvensi masyarakat. Signifikasi pada tahap
pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal dan didalamnya ada konvensi sosial. Ia menyebutnya
sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dalam tanda (makna sebenarnya).
Denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu obyek.
Denotasi adalah makna yang dikenal umum dan dominan. Denotasi adalah
makna apa yang bukan pasti benar, namun sifat yang diharapkan dari denotasi
adalah sfat yang diharapkan kebenaranya. Karena sifatnya ini denotasi
mempunyai hubungan kesepakatan yang tinggi antara penanda dan petandanya.
Menurut Barthes, pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan konvensi atau
5 MITOS GERWANI. 2009. FIB UI. Raras Cristian Martha. (17 September 2013.)
20
kode-kode sosial yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya
segera naik kepermukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya (Budiman,
Yogyakarta, 2011:6).
2.4.1.2 Konotasi
Roland Barthes meneruskan pemikiran Saussure tersebut dengan
menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan cultural
penggunanya, interaksi anatara konvensi dalam teks dengan konvensi yang
dialami dan diharapkan oleh penggunaya. Gagasan barthes ini dikenal dengan
“order of signification”, disinilah tahapan konotasi mulai bekerja (Sobur, 2006).
Konotasi adalah istilah yang digunakan oleh Barthes untuk menjelaskan
signifikasi tahap kedua atau tahapan sekunder. Penanda dan petanda pada tahap
pertama tadi sekaligus juga menjadi penanda dan petanda pada tahap kedua,
dimana pada tahap kedua ini akan menimbulkan makna ganda atau makna
konotasi sekaligus mengandung kedua tanda denotatif tadi pada signifikasi kedua
ini.
Hal ini menggambarkan proses bertemunya tanda dengan emosi si
pembaca tanda serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi melibatkan simbol-
simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosi. Dalam tahap
konotasi inilah penulis akan menemukan makana ganda yang lahir yang tidak bisa
didapat pada medan atau area denotasi, karna tanda-tanda yang terlibat tadi akan
membentuk penanda-penanda konotasi atau konotator pada signifikasi kedua ini
yang akan memunculkan mitos (Kusumarini, 2006).
Didalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi
merupakan signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat
kedua. Dalam hal ini denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna.
Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini,
Roland Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada
hanyalah konotasi. Roland Barthes lebih lanjut mengatakan bahwa makna
”harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (McQuaill, 2000).
21
Bagan 2.1. Order of signification Roland Barthes
(Sumber: McQuaill,2000)
Dari sistem signifikasi kedua inilah terbentuk mitos mitos yakni suatu
sistem komunikasi yang merupakan sebuah pesan. Mitos tidak dapat menjadi
sebuah obyek, sebuah konsep, dan sebuah ide karena mitos adalah sebuah metode
penandaan yakni adalah sebuah bentuk. Ketika suatu analisis semiotik sudah
sampai tahapan mitos maka makna dari pesan yang terungkap dari obyek sudah
memasuki tahapan tertinggi dalam kajian yang dilakukan (Sobur, 2003:69).
2.4.1.3 Mitos
(Barthes, 2004). Pemikiran Barthes tentang mitos melampaui apa yang
telah dipikirkan Saussure, dimana Barthes mengungkapkan Mitos terbentuk pada
tahap sekunder atau tahap konotasi, dimana Pemikiran Saussure bahwa makna
adalah apa yang didenotasikan oleh tanda. Sedangkan pemikiran Barthes
melahirkan tahapan sekunder atau mengungkapkan signifikasi kedua, pada
tahapan konotasi ini akan mendenotasikan sesuatu hal yang ia sebut sebagai
mitos. Mitos inilah yang akan membawa kita kedalam sebuah Ideologi yang
tersembunyi atau sebuah pesan yang tertutup oleh tanda-tanda yang ada.
Ideologi bersembunyi di balik mitos, hal ini dikarenakan karena
ketidaksadaran kita terhadap ideologi tersebut yang tertutupi oleh tanda-tanda
yang ada. Ketidaksadaran adalah sebentuk kerja ideologis yang memainkan peran
dalam tiap representasi. Barthes menegaskan bahwa cara kerja pokok mitos
adalah naturalisasi sejarah, karna sebuah mitos akan menggambarkan keadaan
dunia yang seolah-olah terberi begitu saja secara alami.
konotasi
denotasi
signifier
signified
mitos
22
(Fiske, 2010:123). Barthes juga memberikan penekanan bahwa mitos
dipahami sebagai sesuatu yang bisa berubah dan beberapa diantaranya dapat
berubah dengan cepat guna memenuhi kebutuhan perubahan dan nilai-nilai
kultural dimana mitos itu sendiri menjadi bagian dari kebudayaan tersebut. Satu
mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena
digantikan oleh berbagai mitos lainnya. Tidak ada mitos yang universal pada
suatu kebudayaan saja. Yang ada adalah mitos yang dominan namun di situ ada
juga kontramitos (counter-myths), dimana ada individu-individu yang
menenentang atau mempunyai pemukiran lain dari mitos yang ada.
Dalam bukunya yang berjudul “MITOLOGI”, Barthes menyatakan bahwa
mitos merupakan sebuah tipe wicara (a type of speech), segala sesuatu bisa
menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos bukanlah
sembarangan tipe, bahasa membutuhkan syarat khusus agar bisa menjadi mitos.
Yang perlu dipahami di sini adalah bahwa mitos merupakan sebuah sistem
komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Hal ini akan memungkinkan
munculnya pandangan bahwa mitos tidak bisa menjadi sebuah objek, konsep atau
ide, karena mitos adalah konsep penandaan (signification) sebuah bentuk.
2.4.1.4 Peta Roland Barthes
Untuk memudahkan tentang bagaimana proses pemaknaan dua tahap
tersebut berlaku, Barthes menciptakan peta bagaimana tanda-tanda itu bekerja
Bagan 2.2 Peta tanda Roland Barthes
Sumber: (Sobur, 2006:70)
1. signifier 2. signified
3. denotative sign
4. connotative signifier 5.connotativesignified
6. connotative sign
23
Dari peta tanda Barthes di atas, terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri
dari atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat yang bersamaan,
tanda denotatif adalah juga konotatif (4). Jadi dalam konsep Barthes tanda
konotatif tidak hanya sekedar memiliki makna tambahan tetapi juga mengandung
kedua tanda denotatif yang melandasi keduanya. Dalam hal ini, denotasi justru
lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Konotasi menurut Barthes identik
dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai mitos dan befungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang
berlaku dalam suatu periode tertentu dalam tahapan analisis data (Sobur,
2006:70).
Dengan menggunakan teori Barthes ini penulis akan meneliti lagu ”Jogja
Istimewa”. Hal ini dikarenakan penulis mencari makna Denotasi, yang dimana
tahap pada tanda pertama ini menjelaskan tentang hubungan antara penanda dan
petanda pada relaitas, yang menghasilkan makna langsung, pasti, atau makna
sebenarnya (Fiske, 1990:88). Ini adalah tahap pertama atau tahap primer dari
analisa Barthes, dengan tahapan ini penulis akan menjelaskan tanda-tanda yang
ada dalam lagu ”Jogja Istimewa” ini secara denotatif.
Tanda dari tahapan pertama ini juga sekaligus menjadi pijakan penulis
untuk masuk ketahapan kedua, atau tahapan sekunder. Dimana tanda yang ada
ditahap pertama tadi menjadi penanda pada tanda kedua ini, tahapan inilah yang
disebut tahap konotasi, adalah makna ganda yang lahir dalam tanda kedua ini
(Kusumarini, 2006). Darsinilah
penulis akan mencari makna ganda yang ada pada tanda-tanda dalam lagu ”Jogja
Istimewa”, yang kemudian penulis akan mencari pesan dari video klip ini. Karena
pada tahapan kedua ini ”mitos” mulai bekerja pada tahapan ini.
Mitos adalah sebuah alat yang digunakan oleh pembuat teks untuk
menyampaikan pesan yang dibawa. Dari tahapan konotatif ini penulis mencoba
untuk melihat tanda-tanda secara intratekstual dan kemudian intertekstual
(Barthes, 2004). Hal ini dikarenakan penulis mencari tahu mitos-mitos yang
dibawa oleh lagu ”Jogja Istimewa” secara natural, yang kemudian penulis
mencoba membaca dari mitos-mitos yan ada untuk mencari tahu lapisan yang
24
paling mendalam dari teori roland Bathes ini yaitu pesan atau ideologi yang
tersembunyi yang ada dalam lagu”Jogja Istimewa” ini.
2.5 Teknik pengambilan Gambar
Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan
kamera dengan obyek yang diambil, serta teknik-teknik kamera yang dipakai dalam
mengambil gambar (Pratista,2008:2). Pengambilan gambar terhadap obyek bisa
dilakukan dengan teknik-teknik kamera yang akan penulsi paparkan dibawah ini, terknik
pengambilan gambar akan memperlihatkan sudut pandang yang berbeda yang dapat
menimbulkan suatu kesan yang bisa memperkuat gambar tersebut dalam menyampaikan
suatu komunikasi.
Tabel 2.1 Pengambilan gambar pada objeknya
LOW ANGLE Teknik pengambilan dari bawah obyek
sehingga obyek terlihat jadi besar dan
mempunyai kesan agung , berwibawa,
kuat, dan dominan.
EYE LEVEL Sudut pengambilan gambar sejajar dengan
obyek, sehingga hasilnya member
tangkapan mata dari seseorang. Kesan
yang timbul dari teknik ini adalah kesan
wajar.
FROG EYE Sudut pengambilan gambar dengan
ketinggian kamera sejajar dengan alas atau
dasar, juga lebih rendah dari obyek.
Hasilnya tampak seolah-olah mata
penonoton mewakili mata katak.
BIRD EYE VIEW Teknik pengambilan gambar dengan
ketinggian kamera berada dari atas obyek.
Hasilnya akan terlihat bahwa lingkungan
yang luas dan member kesan bahwa
benda-benda akan terlihat kecil dan
tampak berserakan.
25
HIGH ANGLE Sudut pengambilan gambar dari atas
obyek, sehingga akan menimbulkan kesan
bahwa obyek terlihat kerdil.
2.5.1 Bahasa Visual
Ukuran gambar biasanya dikaitkan dengan tujuan pengambilan gambar,
tingkat emosi, situasi dan kodisi objek. Terdapat bermacam-macam istilah antara
lain:
Extreme Close Up (ECU/XCU): Pengambilan gambar yang terlihat sangat
detail dari bagian sebuah obyek atau bagian tubuh manusia seperti hidung,
mata, dan sebagainya.
Big Close Up (BCU): Pengambilan gambar dari bagian atas kepala hingga
dagu.
Close Up (CU): Gambar diambil dari jarak dekat, sehingga yang terlihat
hanya sebagian dari obyek seperti kepalanya saja atau bagian yang lainya.
Medium Shot (MS): Pengambilan gambar dari jarak sedang, jika
obyeknya orang maka yang terlihat separuh badanya saja.
Full Shot (FS) : Pengambilan gambar objek secara penuh dari kepala
sampai kaki.
Shot (LS) : Pengambilan secara keseluruhan. Gambar diambil dari jarak
jauh, seluruh objek terkena hingga latar belakang objek.
Medium Long Shot (MLS) : Gambar diambil dari jarak yang wajar,
sehingga jika misalnya terdapat 3 objek maka seluruhnya akan terlihat.
Bila objeknya satu orang maka tampak dari kepala sampai lutut.
2.5.2 Gerakan Kamera
Gerakan kamera akan menghasilkan gambar yang berbeda, beberapa
diantaranya adalah:
Zoom In/ Zoom Out : Kamera bergerak menjauh dan mendekati objek
dengan menggunakan tombol zooming yang ada di kamera.
26
Framing : Objek berada dalam framing Shot. Frame In jika memasuki
bingkai dan frame out jika keluar bingkai.
Panning : Gerakan kamera menoleh ke kiri dan ke kanan dari atas tripod.
Tilting : Gerakan kamera ke atas dan ke bawah. Tilt Up jika kamera
mendongak dan tilt down jika kamera mengangguk.
27
2.6 Kerangka Pikir.
Rotra
Budaya Jawa
Jogja HipHop Foundation
KI Jarot (Jahanam, kill the DJ, Rotra)
HipHop Jawa
Mengeluarkan video klip “Jogja Istimewa”
(Analisis Semiotika
Roland Barthes)
1.Denotosi makna
2.Konotasi makna
3. Mitos
Musik Hiphop
Makna Pessan
“Keistimewaan
Jogjakarta”