bab ii kajian teori 2.1 kajian teori 2.1.1 pengertian...

18
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Lie (2002:27) menyatakan bahwa: Pembelajaran kooperatif adalah suatu tipe pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Sejalan dengan pengertian diatas Johnson dan Johnson (Lie, 2002:17) menyatakan bahwa: Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Ada lima unsur pokok yang termasuk dalam struktur ini yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab, individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama dan evaluasi proses kelompok. Kemudian Solihatin dan Raharjo (2005:4) menyatakan bahwa pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian: Suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yaitu terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan membangun siswa dalam belajar melalui kegiatan belajar dan bekerja sama dalam kelompok. Metode pembelajaran kooperatif dapat dibedakan atas dua kategori besar yaitu : (1) group study method atau belajar kelompok yaitu peserta didik bekerjasama saling membantu mempelajari informasi atau keterampilan yang relatif telah terdefinisikan dengan baik (2) pembelajaran atau pembelajaran berbasis proyek yaitu sesudah bekerja dalam kelompok untuk menyusun suatu laporan, eksperimen, atau proyek yang lain.

Upload: doandung

Post on 08-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

6

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie (2002:27) menyatakan bahwa: Pembelajaran kooperatif adalah suatu tipe pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

Sejalan dengan pengertian diatas Johnson dan Johnson (Lie, 2002:17) menyatakan bahwa: Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Ada lima unsur pokok yang termasuk dalam struktur ini yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab, individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama dan evaluasi proses kelompok.

Kemudian Solihatin dan Raharjo (2005:4) menyatakan bahwa pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian: Suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yaitu terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan membangun siswa dalam belajar melalui kegiatan belajar dan bekerja sama dalam kelompok.

Metode pembelajaran kooperatif dapat dibedakan atas dua kategori besar yaitu : (1) group study method atau belajar kelompok yaitu peserta didik bekerjasama saling membantu mempelajari informasi atau keterampilan yang relatif telah terdefinisikan dengan baik (2) pembelajaran atau pembelajaran berbasis proyek yaitu sesudah bekerja dalam kelompok untuk menyusun suatu laporan, eksperimen, atau proyek yang lain.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

7

Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah (a) Peserta didik harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama“, (b) Peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap tiap peserta didik lain disamping tanggung jawab diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi, (c) Peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama, (d) Peserta didik harus membagi tugas dan berbagi tanggungjawab sama besarnya di antara para anggota kelompok, (e). Peserta didik akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berperan terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok, (f) Peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar, (g) Peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif

Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

Fase Indikator Kegiatan guru

1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik

Guru menyampaikan tujuan pemelajaran yang ingin dicapai dan memberi motivasi peserta didik agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif

2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan cara mendemon-strasikan atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok-kelompok

Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

8

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok

6 Memberi penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik pembelajaran dengan model kooperatif lebih banyak meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Perbedaan yang mendasar tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling membe-rikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya peserta didik yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong".

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

9

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Konvensional

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

10

Ada lima hal dasar yang perlu diperhatikan agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik yaitu: a. Kemandirian yang positif

Kemandirian yang positif akan berhasil dengan baik apabila setiap anggota kelompok merasa sejajar dengan anggota yang lain. Artinya satu orang tidak akan berhasil kecuali anggota yang lain merasakan juga keberhasilannya. Apapun usaha yang dilakukan oleh setiap anggota tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk semua anggota kelompok. Kemandirian yang positif merupakan inti pembelajaran kooperatif. b. Peningkatan interaksi

Pada saat guru menekankan kemandirian yang positif, selayaknya guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling mengenal, tolong menolong, saling bantu, saling mendukung, memberi semangat dan saling memberi pujian atas usahanya dalam belajar. Aktivitas kognitif dan dinamika kelompok terjadi pada saat peserta didik diikutsertakan untuk belajar mengenal satu sama lain. Termasuk dalam hal ini menjelaskan bagaimana memecahkan masalah, mendiskusikan konsep yang akan dikerjakan, menjelaskan pada teman sekelas dan meng-hubungkan dengan pelajaran yang terakhir dipelajari.

c. Pertanggungjawaban individu

Tujuan kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah agar masing-masing anggota menjadi lebih kuat pengetahuannya. Peserta didik belajar bersama sehingga setelah itu mereka dapat melakukan yang lebih baik sebagai individu. Untuk memastikan bahwa setiap anggota lebih kuat, peserta didik harus membuat pertanggungjawaban secara individu terhadap tugas yang menjadi bagiannya dalam bekerja. Pertanggungjawaban individu akan terlaksana jika perbuatan masing-masing individu dinilai dan hasilnya diberitahukan pada individu dan kelompok. Pertanggungjawaban individu berguna bagi setiap anggota kelompok untuk mengetahui: siapa yang memerlukan lebih banyak bantuan, dukungan dan dorongan semangat dalam melengkapi tugas, bahwa mereka tidak hanya “membonceng” pada pekerjaan teman.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

11

d. Interpersonal dan kemampuan grup kecil

Dalam pembelajaran kooperatif, selain materi pelajaran (tugas kerja) peserta didik juga harus belajar tentang kerja kelompok. Nilai lebih pembelajaran kooperatif adalah peserta didik belajar tentang keterampilan sosial. Penempatan sosial bagi individu yang tidak terlatih, walaupun disertai penjelasan bagaimana mereka harus bekerjasama tidak menjamin bahwa mereka akan bekerja secara efektif. Agar tercapai kualitas kerjasama yang tinggi setiap anggota kelompok harus mempelajari keterampilan sosial. Kepemimpinan, membuat keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi dan keahlian menggelola konflik juga harus dipelajari seperti halnya tujuan mereka mempelajari materi pelajaran.

e. Pengelolaan kelompok Pengelolaan kelompok akan berhasil, jika setiap anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka mencapai tujuan dan bagaimana mempertahankan hubungan kerja secara efektif. Kelompok perlu menggambarkan tindakan-tindakan apa yang akan membantu atau tidak akan membantu, selanjutnya membuat keputusan mengenai tingkah laku yang harus dilanjutkan atau diganti. Pengelolaan kelompok ini akan berpengaruh terhadap hasil kerja kelompok.

2.1.2 Kajian Model Pembelajaran tipe Make a match

Model make a match adalah model pembelajaran yang mengajak peserta didik mencari jawaban terhadap suatu pasangan atau pertanyaan suatu konsep melalui permainan kartu pasangan.(Komalasari,2008:85).

Metode Pembelajaran make a match merupakan pembelajaran dimana setiap siswa memegang kartu soal dan kartu jawaban dan siswa dituntut untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam menemukan kartu jawaban maupun kartu soal yang dipegang pasangannya dengan batas waktu tertentu,sehingga membuat siswa berfikir dan menumbuhkan semangat kerjasama.

Menurut Rahayu, metode pembelajaran kooperatif make a match merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam kelas.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

12

Supandi menyatakan bahwa Make A Match adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dimana siswa dituntut untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan kartu permasalahan yang diperoleh melalui undian secara bebas. Kartu-kartu ini dipersiapkan oleh guru dan dibagikan kepada setiap siswa. Pada prinsipnya siswa dalam kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok yang memecahkan masalah dan kelompok yang membawa kartu soal. Tujuan dari model pembelajaran ini adalah untuk membina ketrampilan menemukan informasi dan kerjasama dengan orang lain serta membina tanggung jawab dan memecahkan masalah yang dihadapi

Pembelajaran Proses cooperative learning tipe make a match yang dapat meningkatkan minat belajar siswa sebagai berikut: (a) Siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok terdiri dari empat orang dan diberi LKS untuk didiskusikan, (b) Sebagai sesi review, setiap siswa memperoleh dua buah kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawab yang bukan pasangannya, setiap siswa mencari kartu jawaban dari kartu soal yang dipegang yang berada pada teman satu kelompok atau dua kelompok lain yang telah ditentukan sebelumnya, jika seluruh anggota kelompok telah menemukan pasangan kartu yang cocok, maka kelompok tersebut memberi tanda, jika ada siswa yang tidak dapat mencocokkan kartunya, akan mendapat hukuman yang telah disepakati bersama, siswa juga boleh bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

Adapun langkah-langkah Metode cooperative learning tipe make a match menurut Lorna Cuuran,(1994) sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3. Tiap siswa memikirkan satu jawaban soal setiap siswa yang dipegang

4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)

5. Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

13

6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya

7. Demikian seterusnya

8. Kesimpulan/penutup

Jadi, jika dilihat dari berbagai pendapat dan langkah-langkah pembelajaran dengan model Make a Macth dapat disimpulkan bahwa make a match merupakan sebuah model pembelajaran dengan metode belajar sambil bermain dimana siswa dituntut secara aktif bekerjasama dan berkomunikasi dengan teman yang lain untuk mencari jawaban atas kartu yang dipegangnya serta berlatih berfikir secara cepat, tepat dan teliti dalam mencari pasanngan yang tepat sesuai dengan kartu yang dipegangnya.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan model pembelajaran tipe Make a Match

2.1.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran "Make A Match" Beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode pembelajaran dengan cara "Make a Match". diantaranya :

1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu.

2. Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa. 3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar. 4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang

dibuat oleh guru.

2.1.3.2 Kekurangan Model Pembelajaran "Make A Match" Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga kekurangan yang dirasakan saat melakukan prosesnya. Inilah kekurangan-kekurangan tersebut :

1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi pelajaran.

2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

14

3. Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan aktifitas yang lebih.

2.1.4 Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas RI No. 22, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam.Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

15

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

( Depdiknas: 2011)

2.1.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang diitujukan bagi bagi siswa kelas V SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.3 SK dan KD mata pelajaran IPA Kelas V Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. 1. Mengidentifikasi fungsi

organ tubuh manusia dan hewan

1.1 Mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan

. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)

2.1.6 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

16

belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Purwanto (1989:3), menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan kepada siswa dalam waktu tertentu. Menurut Surahmad (1997:88) berpendapat hasil belajar adalah hasil dimana guru melihat bentuk akhir dari pengalaman interaktif edukatif yang diperlihatkan adalah menempatkan tingkah laku.

Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Chatarina, dkk, 2004:4). Perolehan aspek-aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana 1999:3). Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar.

Jadi secara keseluruhan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa, setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir-butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya dengan cara mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan cara/teknik skala sikap akan menggunakan instrumen butir-butir pernyataan.

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

17

Instrumen sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, artinya instrumen ini adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Menurut Arikunto, S. dalam Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 4.30) langkah-langkah yang harus dilalui dalam menyusun instrumen adalah:

1. Merumuskan tujuan. Contoh tujuan menyusun angket untuk mengumpulkan data tentang besarnya minat belajar dengan modul.

2. Membuat kisi-kisi. Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian SK/KD dan indikator dan jenis instrumen yang akan digunakan untuk mengukur setiap indikator yang bersangkutan.

3. Membuat butir-butir instrumen. Menyusun instrumen bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi penilai pemula, tugas menyusun instrumen merupakan pekerjaan yang membosankan dan menyebalkan. Sebelum memulai pekerjaannya, mereka menganggap bahwa menyusun instrumen itu mudah. Setelah tahu bahwa langkah awal adalah membuat kisi-kisi yang menuntut kejelian yang luar biasa. Tidak mengherankan kalau banyak di antara penilai yang merasa kesulitan.

4. Menyunting instrumen Langkah ini merupakan pekerjaan terakhir dari penyusunan instrumen. Hal-hal yang dilakukan dalam penyuntingan instrumen adalah:

a. Mengurutkan butir menurut sisi apa yang dikehendaki penilai atau pengawas untuk mempermudah pengolahan data.

b. Menuliskan petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya. c. Membuat pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada orang

lain. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks

pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini dimaksudkan sebagai pedoman merakit atau menulis soal menjadi

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

18

perangkat tes. Langkah-langkah untuk menyusun kisi-kisi soal menurut Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 3.5-3.6) adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan sampel atau contoh materi yang akan ditulis butir soalnya hendaknya dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.

2. Jenis asesmen yang akan digunakan. Pemilihan jenis asesmen berhubungan erat dengan jumlah sampel materi yang dapat diukur, tingkat kognitif yang akan diukur, jumlah peserta tes, serta jumlah butir soal yang akan dibuat, dan juga sangat terkait dengan tujuan pembelajaran yang akan di ukur.

3. Jenjang kemampuan berpikir atau perilaku yang ingin dicapai. Setiap kompetensi mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan proses berpikir peserta didik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kumpulan butir soal yang akan digunakan dalam tes, harus dapat mengukur proses berpikir yang relevan dengan proses berpikir yang dikembangkan selama proses pembelajaran. Dalam Standar Isi, kemampuan berpikir yang akan diukur dapat dilihat pada "perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar kompetensi".

4. Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Dalam hubungan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh Krathwoll (2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6).

5. Sebaran tingkat kesukaran butir soal. Dalam menentukan sebaran tingkat kesukaran butir soal dalam set soal, harus mempertimbangkan interpretasi hasil tes mana yang akan dipergunakan, interpretasi hasil tes lebih kepada ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran.

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

19

6. Waktu atau durasi yang disediakan untuk pelaksanaan tes. Lamanya waktu tes merupakan faktor pembatas yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes. Waktu pelaksanaan tes, disesuaikan dengan jenis tes yang ditentukan. Jika asesmen formatif yang akan diterapkan kepada peserta didik, maka asesmen dilaksanakan setelah guru selesai mengajarkan satu unit pembelajaran, atau diterapkan pada akhir setiap standar kompetensi ataupun kompetensi dasar pada setiap satuan pembelajaran (RPP), atau dilakukan di tengah-tengah perjalanan program pengajaran atau tengah semester.

7. Jumlah butir soal. Penentuan jumlah butir soal yang tepat dalam satu kali tes tergantung pada beberapa hal, antara lain tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ragam soal yang akan digunakan, proses berpikir yang ingin diukur, dan sebaran tingkat kesukaran dalam set tes tersebut.

2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

a) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar antara lain: faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.

b) Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi.

c) Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Menurut Slameto (1995:60) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.”

1) Keadaan keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

20

2) Keadaan Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat.

3) Lingkungan Masyarakat di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak.

Berdasarkan kajian tentang berbagai pendapat mengenai prestasi belajar yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat dikatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran tertentu setelah siswa mengalami proses belajar untuk mencapai tujjuan pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes dalam satu satuan waktu, berupa semester atau tahun pelajaran.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Ayu Febriana,(2011) “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A

Match untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang”. Hasil penelitian yang dilakukan Ayu Febriana ini menunjukkan rata-rata skor keterampilan guru pada siklus I 3,5 dengan kategori sangat baik, rata-rata skor keterampilan guru siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik dan siklus III rata-rata skor keterampilan guru 3,9 kategori sangat baik.. Hasil rata-rata aktivitas siswa pada siklus I 3,0 dengan kategori baik, hasil rata-rata aktivitas siswa siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik, dan pada siklus III aktivitas siswa memperoleh rata-rata 3,8 dengan kategori sangat baik. Ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan.Ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal hanya 2 dari 48 siswa yang mencapai KKM (65). Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match siklus I adalah 62,27 dan 26 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 54,16%. Pada siklus II rata-rata hasil belajar adalah 71,46 dan 36 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 75%. Pada siklus III rata-rata hasil belajar adalah

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

21

79,90 dan 41 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 85,41%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan keterampilan guru, siswa, dan hasil belajar sehingga berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas 5 SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang.

Eurika Adinda (2011), “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Ardimulyo 03 Singosari Malang”. Dari hasil penelitian Eurika Adinda ini menunjukkan bahwa penerapan model Make A Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 4. Ini terbukti pada siklus I skor rata-rata aktivitas siswa sebesar 63 dan pada siklus II skor rata-rata aktivitas siswa meningkat menjadi 91. Pada hasil belajar siklus I, skor rata-rata hasil belajar siswa 68% dengan 19 (46%) siswa yang mengalami tuntas belajar dan 14 (22%) siswa yang belajar. Siklus II mengalami peningkatan pada skor rata-rata siswa yaitu 87% dengan 33 (87%) siswa mengalami tuntas belajar secara klasikal.

Jamaluddin, S.Pd.,M.Si (2011), “ Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar IPA tentang Ciri-ciri Khusus Hewan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Menggunakan Bidak Catur Di Kelas VI SDN Pangongseyan 1 Torjun Kabupaten Sampang”. Dari hasil penelitian menunjukan peningkatan yang signifikan terhadap motivasi belajar siswa yaitu sebelum dilaksanakan perbaikan sebanyak 8 orang atau 21,1 % dari 38 siswa, pada siklus I sebanyak 21 orang atau sebanyak 55,26% dari 38 siswa, dan meningkat lagi pada siklus II sebanyak 30 orang atau 78,95% dari 38 siswa. Dari segi prestasi belajar , ada peningkatan yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa yang mencapai tingkat keberhasilan diatas KKM 58, yaitu sebelum perbaikan pembelajaran, ada 19 orang dengan presentase 50% dengan nilai rata-rata 56,97.Pada siklus I, ada 26 orang dengan persentase 68,42% dari 38 siswa, dengan nilai rata-rata hasil evaluasi siklus I adalah 63,16. Nilai hasil evaluasi pada siklus II mengalami peningkatan yang pesat yaitu sebanyak 34 orang dengan persentase 89,47% dari 38 siswa, dengan nilai rata-rata hasil evaluasi siklus II adalah 75,92.

Berdasarkan tiga penelitian diatas akhirnya peneliti memutuskan untuk mengembangkan model pembelajaran Make A Match, karena peneliti melihat penggunaan

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

22

model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil pembelajaran IPA jika diterapkan pada siswa kelas V SD Negeri Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang.

2.3 Kerangka Pikir

Pada tahap awal sebelum guru menggunakan Pembelajaran Model Cooperative

learning tipe make a match hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Wonomerto 03 masih rendah. Dengan rendahnya hasil belajar tersebut guru berupaya meningkatkan hasil beajar dengan melakukan inovasi pembelajaran yang dilakukan adalah mengemas pembelajarannya dengan Pembelajaran Model Cooperative learning tipe make a match .

KERANGKA PIKIR

KONDISI AWAL

GURU/PENELITI Belum menggunakan alat peraga apapun dan hanya

menggunakan metode ceramah saja

SISWA YANG DITELITI

Hasil belajar siswa rendah

SIKLUS I Dengan menggunakan alat peraga dan model pembelajaran make a

match

Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dan menggunakan model

pembelajaran make a match

Diduga dengan menggunakan PTK Prestasi siswa meningkat

dengan baik

KONDISI AKHIR

TINDAKAN

SIKLUS II Dengan menggunakan media/alat peraga dan model pembelajaran

yang sesuai dan model pembelajaran

make a match

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3731/3/T1_262012007_BAB II.pdfKeterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong

23

2.4 Hipotesa Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa penggunaan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi fungsi organ pencernaan manusia pada siswa kelas V SDN Wonomerto 03 pada semester 1 Tahun pelajaran 2013 / 2014.