bab ii kajian pustaka landasan teori...

14
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Novel Prosa fiksi merupakan prosa yang bercerita, prosa bernarasi, atau cerita yang memiliki plot. Fiksi merupakan prosa naratif yang bersifat imajinatif, tetapi fiksi memliki kebenaran yang mendramtisasikan kehidupan social antar manusia. Fiksi menugkapkan berbagai masalah hubungan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya, diri sendiri, serta berinteraksi dengan tuhan. Novel adalah suatu karya fiksi yang umunya mempresentasikan dunia yang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata. Unsur keindahan pada novel, tampak dari hunbungan kata, kats-kata dan bahasa sehingga pembaca dapat menikmati dan memahami isi cerita yang diciptkan (Nurgiyantoro, 2009:23). Adapun maksud dan pengertian novel di atas adalah untuk menggolongkan novel dalam beberapa golongan. Menurut Jakob Sumarjo dan Saini K.M, (1986: 6), Golongan novel tersebut, terbagi menjadi tiga golongan, yakni novel percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi. 1) Novel Percintaan Novel ini memberi kesempatan pada peranan tokoh wanita dan pria secara rata, bahkan tidak jarang peranan wanita memiliki porsi yang lebih banyak. Novel ini dibuat hampr semua tema, dan banyak yang termasuk jenis novel ini.

Upload: phungthu

Post on 12-Aug-2019

248 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Novel

Prosa fiksi merupakan prosa yang bercerita, prosa bernarasi, atau cerita

yang memiliki plot. Fiksi merupakan prosa naratif yang bersifat imajinatif, tetapi

fiksi memliki kebenaran yang mendramtisasikan kehidupan social antar manusia.

Fiksi menugkapkan berbagai masalah hubungan manusia dalam berinteraksi

dengan lingkungannya, diri sendiri, serta berinteraksi dengan tuhan.

Novel adalah suatu karya fiksi yang umunya mempresentasikan dunia

yang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata.

Unsur keindahan pada novel, tampak dari hunbungan kata, kats-kata dan bahasa

sehingga pembaca dapat menikmati dan memahami isi cerita yang diciptkan

(Nurgiyantoro, 2009:23).

Adapun maksud dan pengertian novel di atas adalah untuk

menggolongkan novel dalam beberapa golongan. Menurut Jakob Sumarjo dan

Saini K.M, (1986: 6), Golongan novel tersebut, terbagi menjadi tiga golongan,

yakni novel percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi.

1) Novel Percintaan

Novel ini memberi kesempatan pada peranan tokoh wanita dan pria secara

rata, bahkan tidak jarang peranan wanita memiliki porsi yang lebih banyak.

Novel ini dibuat hampr semua tema, dan banyak yang termasuk jenis novel

ini.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

13

2) Novel Petualangan

Novel petualangan memiliki ciri yaitu peranan wanitanya yang jarang sekali

ada. Jika tokoh wanita terdapat dalam jenis novel ini, maka dalam cerita dia

hanya menjadi tokoh streotip dan kurang memiliki peran. Jenis novel ini

merupakan bacaan kaum pria, hal ini dikarenakan tokoh yang terdapat di

dalam novel mempunyai banyak masalah yang ada pada dunia laki-laki dan

tidak memiliki hubungan dengan wanita walaupun dalam novel ini juga

menceritakan kisah percintaan, namun hanya sebagai sampingan dalam cerita

intinya. Hal ini menjadi acuan bahwa novel itu tidak harus membicarakan

tentang cinta dan permasalah cinta

3) Novel Fantasi

Novel jenis ini banyak menceritakan hal-hal yang tidak masuk akal atau tidak

berdasarkan realita. Novel ini menggunakan karakter yang berdasar pada

imajinasi pengarang dan tidak berdasar pada realita, setting dan plot yang

juga memiliki keunikannya sendiri dan tidak realistis. Pada novel ini ide,

konsep dan gagasan pengarang merupakan hal yang terpenting untuk

menciptakan cerita yang fanatic, artinya cerita yang keluar dari jalur hokum

empiris dan kehidupan sehari-hari.

2.1.2 Unsur-unsur Novel

Novel memiliki beberapa unsur-unsur yang kompleks dan saling

membantu untuk menciptakan novel yang menarik yaitu unsur intrinsik dan

ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2009: 23). Dalam penelitian ini karakterisasi

bersentuhan langsung dengan unsur intrinsik pada novel. Unsur Intrinsik terdiri

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

14

dari berbagai unsur yang dapat menciptkan karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur

factual merupakan salah satu dari unsur intrinsik yang dapat kita jumpai pada

setiap cerita atau novel yang ada. Unsur ini dapat kita jumpai dengan seksama

pada saat pembaca mulai memahami dan membaca karaya ssatra tersebut. Unsur

intrinsik terdiri dari:

1) Tema

Tema merupakan suatu pondasi atau dasar dari sebuah cerita . Hubungan

tema dengan berbagai masalah dalah hidup seperti masalah kisah kasih, perasaan

takut, kesepian dan perpisahan menjadi ciri untuk menemukan tema pada sebuah

karya fiksi.

2) Setting/ Latar

Latar atau setting merupakan landasan tumpu yang bertujuan pada

pemahanam lokasi, keterjalinan waktu, dan keadaan lingkungan yang

mempngaruhi peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

3) Penokohan

Pemahaman dan perbincangan tentang fiksi banyak mengandung istilah-

istilah tentang tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan. Penokohan itu

sendiri merupakan penggambaran seorang tokoh yang digambarkan secara jelas

dan dutampilkan dalam sebuah cerita.

4) Alur/ Plot

Plot merupakan cerita yang mengandung urutan suatu kejadian atau

peristiwa, tiap kejadian pada cerita dijalin menggunakan hubungan sebab akibat,

seperti kejadian yang satu ditimbulkan atau menimbulkan prstwa yang

selanjutnya. Dalam dunia fiksi, suatu cerita yang memiliki plot yang kompleks,

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

15

susah ditebak dan sulit untuk dicari kebenarannya meupakan cerita yang memiliki

plot yang menarik untuk dibaca oleh pembaca.

Menurut Kenny dalam Nurgiyantoro (2009:113), menyatakan plot ada

pada cerita karena adanya hubungan sebab akibat. Kejadian sebelumnya yang

terjadi pada suatu cerita akan menimbulkan kejadian atau peristiwa yang

menjanjikan dari sebelumnya. Pada dasarnya hubungan sebab akibat pada cerita

merupakan syarat yang saling berhubngan antar keduanya.

5) Sudut Pandang

Stanton dengan pernyataannya menggolongkan sudut padangan sebagai

sarana pada suatu cerita. Meskipun demikian, pernyataan tersebut tidak

mempengaruhi peranannya dalam karya fiksi. Bentuk, kehadiran, serta pimilihan

sudut pandang merupakan hal yang patut diperhitungkan dalam menyajikan

sebuah cerita. Bentuk dari suatu sudut pandan secara tidak langsung dapat

memberi pengaruh pada reaksi afektif kepada pembaca.

Pembagian beberapa sudut pandang digolongkan dengan bagaimana

pengarang menciptakan tokoh dipandang dari sudut mana dan seberapa rinci

penjelasanannya..Dalam.penggolongannya.sudut.pandang.dibagi.menjadi.tiga

macam.yaitu.sudut.pandang.orang.pertama “Aku”, sudut.pandang.orang.ketiga

“Dia” .dan.sudut.pandang.campuran.

(1) Sudut pandang orang pertama “Aku”

Sudut pandang ini dikenal juga sebagai sudut pandang pesona

pertama. Hal ini dikarekana penggunaan penggunaan kata “aku”

merupakan snaraotr yang menceritakan kejadian dan penokohan pada

cerita. Kejadian yang diceritakan tentu saja merupakan kejadian yang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

16

dirasakan, dialami, dilihat, didengar, dan diketahui. Sebagai seorang

pembaca, yang kita peroleh dalam cerita merupakan kisah yang

disampaikan oleh si “aku” dan sudah sewajarnya kita hanya memahami

dan mencerna lebih baik dari tokoh yang diceritakan itu saja.

(2) Sudut pandanng orang ketiga “Dia”.

Sudut pandan orang ketiga merupakan sudut pandang pesona ketiga.

Penggunaan gaya “dia” merupakan ciri dari sudut pandang ini. Narator yang

berlaku pada sudut pandang menggambarkan tokoh dan namanya diluar pada

cerita.Dengan begitu, pembaca yang membaca cerita tersebut dapat dengan

mudah masuk kedalam cerita dan memahami tokoh yang dilukiskan atau

bagimana tindakan yang akan diambil oleh tokoh tersebut.

(3) Sudut pandang caampuran

Pada sudut pandang campuran, pengarang menggunakan sudut

pandang impersional yang membuat seorang pembaca menjadi lebih

mengetahui bagaimna keadaan dan peristiwa yang terjadi. Bahkan suatu

rahasia pun diceritakan dengan jelas pada cerita ini.

2.2 Keterkaitan Tokoh dalam Karya Fiksi

Dalam perkembangannya seorang tokoh dalam novel memiliki banyak tujuan

dan amanat yang ingin disampaikan secara langsung maupun tidak langsung oleh

pengarang. Hal ini merupakan sebuah ujian untuk seorang pengarang agar mampu

merangkai dan membentuk tokoh cerita yang mampu memberi dampak bagi

pembaca. Dorongan emosi dan konflik yang terjadi merupakan stimulus penting

untuk merespon pembaca agar masuk ke dalam cerita.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

17

Menurut Sumardjo (1986: 145) menyatakan bahwa penokohan para tokoh

merupakan landasan pemicu suatu konflik atau kejadian yang akan terjadi

kedepannya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor emosi,minat, keinginan dan

moral yang menjadi kriteria bagi seorang pengarang untuk dapat merangkai

penokohan yang baik dan menarik.

Tokoh merupakan penggerak sekaligus pelaku dalam sebuah cerita atau

karya fiksi, sedangkan karakter merupakan kepribadian yang sudah ditanamkan

sejak awal atau yang memang ada pada diri tokoh tersebut. Menurut Aminuddin

(2011:79), tokoh merupakan pelaku yang mempunyai tujuan untuk membawakan

suatu cerita dan mampu menghubungkan suatu cerita, sedangkan cara seorang

pengarang menggmbarrkan tokohnya pada cerita disebuut sebagai pennokohan.

Cara penggarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan.

Keterlibatan antara tokoh dan penokohan menjadi suatu hal yang saling

mengisi antar satu sama lain. Sayuti (200:74) membedakan beberapa keterlibatan

tersebut menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Perbedaan kedua

golongan ini adalah tokoh sentral memmpunya bobot dan bagian terbesar dalam

mempengaruhi alur dan sudut pandang pada sebuah cerita, tidak jarang tokoh

sentral juga dijadikan sebagai ujung tombak sebagai pembawa pesan atau amanat

yang ingin disampaikan oleh seorang pengarang. Kemudian kondisi ini terbalik

dengan tokoh tamahan yang hanya mendjai pendukung dan pembantu tokoh

sentrla.

Menurut Welleck dan Waren (1989: 288), perbedaan tokoh dapat

digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah kepribadian yang terdapat dalam

satu tokoh yaitu tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

18

tidak bisa untuk berubah secara seketika dan hanya memiliki satu kualitas pribadi

saja dalam ceritanya. Penggunaan tokoh ini tidak menimbulkan efek ekjutan

untuk para pembaca karena sifatnya yang tetap dan tidak berubah-ubah.

Sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh yang memiliki berbagai macam

perubahan dalam sifat dan kepribadiannya. Perubahan ini menyebabkan

pengarang rajin mengungkapkan dan menceritakan jati diri sebenarnya tokoh

tersebut. Tokoh dinamis dalam cerita juga mampu membuat para pembaca sulit

untuk menduga perubahan dari sifat dan kepribadiannya yang terpengaruh oleh

lingkungan dan lainnya.

Berdasarkan uraian dan pernyataan yang sudah dikemukakan diatas, dapat

ditarik kesimpulan bahwa tokoh merupakan pelaku yang bersentuhan langsung

dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu cerita dan dibentuk dari sifat

dasar kemanusiaan. Peristiwa tersebut merupakan langkah penulis dalam

membentuk penokohan. Tanpa adanya tokoh dan penokohan maka sebuah cerita

tidak dapat berjalan dengan semestinya karena tokoh merupakan penggerak

sekaligus motor dalam sebuah cerita.

2.3 Keterkaitan Karakter dalam Karya Sastra

Sastra merupakan karya yang indah, memiliki bahasa yang indah karena

ketrejalinan kata-kata yang dirangkai, dan cerita yang memiliki nilai-nilai baik

dalam setia[ perisitwa yang diceritakan. Terkait peran sastra dalam perkembangan

karakter, diungkapkan oleh Noor (2011: 13) anak-anak yang membaca karya

sastra secara tidak langsung memahami dan menangkap nilai-nilai yang terdapat

dalam karya sastra. Setelah mereka memahami dan menangkap nilai-nilai

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

19

tersebut, anak-anak mulai membangun sikap dan kepribadian mereka sesuai

dengan bagaiman mereka menganggapi dan menarik kesimpulan dari setiap

peristiwa yang terjadi di dalam cerita tersebut. Selain untuk membangun sikap dan

kepribadian mereka, karya sastra juga mampu merangsang mereka untuk memacu

kreativitas mereka dalam mncari solusi dan berpikir secara kritis untuk mencari

pembenaran.

Membaca karya sastra selain dapat memberikan pengetahuan dan

pengalaman kepada pembaca juga dapat membantu seorang pembaca untuk

menata kehidupannya menjadi manusia yang leih berbudaya dan baik

kedepannya. Manusia berbudaya menurut Soemardjo (1986: 9) merupakan

manusia yang tanggap akan adanya adat dan istiadat yang melingkupi lingkungan

dan kehiudpannya sehari-hari. Hal ini menjadikan manusia yang berbudaya adalah

manusia yang selalu kritis dalam mencari nilai-nilai kebennaran dalam hidup,

keindahan alam serta kebaikan untuk membantu sesama. Oleh karena itu pembaca

diharapkan mampu untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kesederhanaan,

kririts dan bebas serta penuh dengan kekuatan dan kelembutan yang saling

mengsisi.

Menurut Nurgiyantoro (2009: 166) penokohan dan karakter tokoh pada

karya sastra mampu memberikan dampak kepada pembaca karena pemaknaan dan

penafsiran watak tokoh dilakukan berdasarkkan kata-kata (verbbal) dan tingkah

laku (nonnverbal). Pernyataan ini semakin membenarkan bahwa pengaruh tokoh

dalam suatu cerita itu penting dan memiliki tujuan tersendiri dari pengarang atau

penulis.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

20

Hal ini senada dengan posisi tokoh yang memiliki peran sebagai ujung tombak

seorang pengarang dalam menyampaikan pesann, ambanat, dan nilai-nilai moral yang

dapay merangsang pembaca untuk berfikir secara kritis. Tetapi pemahaman ini tidak

bisa dipraktekan begitu saja, karena tokoh yang dipaksa dan diperalat membawakan

pesan dan amanat akan hilang kesewajarannya dan dianggap kurang berkembang.

2.4 Karakterisasi

Karakterisasi dalam pengertiannya adalah pemerranan atau pelukisann

watak pada tokoh. Dalam penggunaannya, metode karakterisasi ini digunakan

untuk menggaambarkn watk para tokoh yeng terdpat di dalam suata karya sastra.

Selain itu, metode ini juga mampu untuk memperjelkas dan membedaskan

karakter tokoh.(Minderop, 2011:2)

2.4.1 Metode Langsung

Metode langsung merupakan metode yang menggambarkan tokohnya

secara langsung tanpa perantara selain seorang pengarang. Metode ini

mengandalkan penjelasan yang dilakukan pengarang untuk menceritakan kisah-

kisah rekaan zaman dahulu.Dalam metode langsung, pengarang menggunakan 3

metode untuk menjabarkan dan menggmabrkn tokohnya, yaitu melalui nama

tokoh, penampilan dan tuturan dari pengarang itu sendiri. Penggunaan nama tokoh

dalam menggambarakn tokoh secara langsung adalah untuk memperjelas serta

mempertajam tokoh dalam penyesuaian kualitas sidat dan kepribadian yang

terdapat dalam tokoh sehingga pemmbaca dapat dengan jelas membedakan tokoh

yang satu dengan tokoh yang lainnya.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

21

1) Karakterisasi menggunakan Nama tokoh

Pemberian nama pada tokoh merupaka langkah dari pengarang untuk

mempertajam perwatakan seorang tokoh serta merangsang ide dalam

membedakan tokoh yang satu dengn yang lainnya.dengan pemberian nama, maka

dengan jelas seorang pembaca dapat membedakan tokoh yang satu dengan tokoh

yangn lainnya yang terpadat pada sebuah cerita. Dalam penerapannya, pemberian

nama menggunakan dua cara, yaitu dengan pemberian nama yang mengandung

kiasan (alluisiion) dan inversion. Kedua cara tersebut digolongkan pada

penggunaan makna pada nama yang diberikan. Makna kiasan ddiharapkan mampu

menggambarkan tokoh yang sesuai dengan arti dari nama tersebut. Sebaliknya

makna kebalikan adalah pemberian nama tokoh yang tidak sesuai dengan arti dari

nama itu sendiri atau kebalikannya. (Minderop, 2011:9).

2) Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh

Dalam sebuah cerita yang terdapat didalam karya fiksi, penampilan

merupakan suatu hal yang memegang peranan penting karena menjadi salah satu

landsan pengarang dalam mengakaraktersasi tokoh dalam sebuah cerita. Unsur

dalam penampilan yang biasanya ditonjolkan oleh pngearang untuk

mengakaraktersasi lewat penampilan adalah pakaian dan ekspresi yang ditunjukan

oleh tokoh. Penggunaan unsur-unsur tersebut tidak dapat terlepas dari kondisi

psikologis yang terdapat dalam tokoh cerita. (Minderop, 2011:10).

3) Karakterisasi melalui tuturan pengarang

Metode.perwatakan yang menggunakan.penampilan tokoh.memberikan

kebebasan kepada pengarang untuk.mengekspresikan.persepsi dann sudut

pandangnya. Secara subjektif.pengarang.bebas menampilkan.appearance para

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

22

tokoh. Namun demikian, terdapat.hal-hal yang sifatnya.universal, misalnya untuk

mennggambarkan.seorang tokoh dengan watak.positif (bijaksana, elegan, cerdas),

biasanya pengarang menampilkan tokoh.yang menampilkan tokoh yang

berpenampilan.rapi dengan sosok yang.proporsional (Minderop, 2011:15).

2.4.2 Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung merupakan salah satu metode yang mewajibkan

pembacanya untuk menafsirkan sendiri kedirian tokoh dalam suatu cerita. Hal

inilah salah satu kelebihan metode showing. Pembaca pun menjadi lebih aktif dan

terdorong untuk terlibat secara imajinnatif, aktif dan krewatif. (Nurgiyantoro

(2010:199).

Minderop (2011:22) mengatakan, metode tidak langsung (showing) adalah

teknik untuk menggambarkan tokoh yang tidak menampakan kehadiran

penggarang sehiingga para tokoh dallam karya sasttra dapat menampilkan diri

secrara langsung melalui tingkah laku mereka. Pada metode ini, karakterrisasi

dapat mencakup enam hal, yaitu (1) karakterisasi melalui dialog, (2) lokassi dan

situasi percakapan, (3) jatidiri tokoh yang dituju oleeh penutur, (4) kualitas mental

para tokoh, (5) nada suara, tekanan, dialek, dan kossa kata, dan (6) Karakterisasi

melalui tindakan para tokoth.

1) Karakterisasi melalui dialog

Pada dasarnya karya fiksi dikembangkan melalui dua bentuk penuturan.

Kedua bentuk tersebut adalah penggunaan tuturan melalui narasi dan dialog

tokoh. Hadirnya kedua bentuk ini digunakan secara bergantian sehingga karya

fiksi menjadi variatif dan menarik. Pengungkapan bahasa dan gaya narasi yang

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

23

dimaksudkan adalah semua penuturan bukan bentuk percakapan. Artinya

pengarang mengisahkan ceritanya secara langsung. Seiring dengan narasi tersebut

terbentuklah dialog, karena dialog ini tak mungkin hadir sendiri tanpa adanya

narasi.

Sebagaimana diyatakan oleh Pikering dan Hoepper (dalam Minderop,

2011:23) pada awalnya pembaca dengan seksama membaca dan memperhatikan

isi atau substansi yang terdapat pada suatu dialog. Apakah dialog itu berisikan

informasi yang penting untuk membuat alur yang terdapat pada cerita berkembang

atau sebaliknya.

Menurut Nurgiyantoro (2010:201) suatu dialog percakapan yang

dikomunikasikan oleh tokoh-tokoh didalam cerita merupakan penggambaran sifat

yang saling terkait satu sama lain.

2) Lokasi dan situasi percakapan

Menurut Minderop (2011:28) percakapan yang terjadi di malam hari pada

realitanya merupakan percakapan-percakapan yang serius dan lebih jelas daripada

komunikasi yang dilakukan pada siang hari dan ditempat umum. Lokasi dan

situasi percakapan memungkinkan untuk menggambarkan karakter tokoh dalam

karya fiksi. Oleh karena itu pembaca juga harus mencermati dengan seksama

mengapa penulis atau pengarang memilih dan menampilkan pembicaraan di

lokasi dalam situasi yang telas ditulis oleh pengarang.

3) Jatidiri penutur

Jati diri penutur yang dimaksudkan merupakan tuturan yang dituturkan

langsung oleh seorang tokoh mengenai tanggapannya tentang tokoh yang lainnya

pada cerita tersebut. Dialog yang dituturkan oleh seorang tokoh protagonist

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

24

merupakan hal penting daripada dialog atau ucapan yang dituturkan oleh seorang

tokoh minor. (Minderop, 2011:25)

Karya fiksi memiliki berbagai macam konflik, ketegangan. konflik yang

terjadi pada tokoh sentral biasanya terjadi karena adanya gesekan emosi yang

membuat ketegangan antara tokoh sentral dengan tokoh bawahan.

4) Kualitas mental para tokoh

Mengenali kualitas mental dari para tokoh merupakan hal yang dapat kita

ketahui melalui percakapan para tokoh .Perasaan dan pemikiran seorang topkh

menjadi factor dasar yang dapat dirasakan pembaca lalu mencerminkan hal

tersebut dalam sifat-sifat mereka.

Menurut Nurgiyantoro (2010:204) , tingkah laku yang telah diejawatahkan

tergambar menjadi dua bagian yaitu tingkah laku non verball dan erbal.

Perwujudan tingkah laku pikiran dan perasaan merupaka bagian dari perbuatan

dan kata-kata.

5) Nada Suara, tekanan, dialek dan kosa kata

Pada dasarnyaa untuk membantu pembaca dalam memahami karakter

seorang tokoh, pengarang memperjelas dengan menggunakan nada suara, tekanan,

dialek dan kosa kata. Penggambaran tokoh secara eksplisit atau implisit melalui

nada suara dapat menggambarkan kepada pembaca apakah tokoh tersebut adalah

seeseorang yang pemalu atau percaya diri. Demikian pula dengan percakapan

tokoh dengan tokoh yang lainnya.(Minderop, 2011:34)

Pengarang memberikan tekanan pada setiap penekanan suara agar dapat

memperlihatkan bagaimana keaslian dari watak tokoh yang mencerminkan

kepribadian dan status sosial tokoh tersebut.(Minderop, 2011:36).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori Noveleprints.umm.ac.id/37526/3/jiptummpp-gdl-satriobudi-51786-3-babiif-t.pdfyang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata

25

6) Melalui tindakan para tokoh

Tingkah laku para tokoh menggambarkan tindakan tokoh yang bersifat

nonverbal, fisik.dua sisi pada uang logam merupakan analogi dari tokoh dan

tingkah laku itu sendiri. Memnurut Henry james, sebagaimana dikutip oleh

Pickering dan Hoeper (dalam Minderop, 2011:33) mengemukakan bahwa

perkembanagan psikologis dan kepribadian dapat dilihat dari perbuatan dan

tingkah lakunya yang berdasarkan sifat logis.

Pengarang biasanya membangun watak dan karakter pengarang melalui

tindakan.Hal ini jelas mennyulitkan pembaca karena mereka harus lebih teliti lagi

dalam memahami berbagai macam peristiwa yang terjadi didalam alur.

Pemahaman peristiwa diperlukan karena didalam peristiwa itu sendiri terdapat

konflik yang dapat menrefleksikan watak tokoh dan kondisi tokoh. Dibandingkan

dengan tingkah laku, ekspresi tokoh dan bahasa tubuh tidak terlalu digunakan

untuk penggambaran karakter.