bab ii kajian pustaka landasan teori...
TRANSCRIPT
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Novel
Prosa fiksi merupakan prosa yang bercerita, prosa bernarasi, atau cerita
yang memiliki plot. Fiksi merupakan prosa naratif yang bersifat imajinatif, tetapi
fiksi memliki kebenaran yang mendramtisasikan kehidupan social antar manusia.
Fiksi menugkapkan berbagai masalah hubungan manusia dalam berinteraksi
dengan lingkungannya, diri sendiri, serta berinteraksi dengan tuhan.
Novel adalah suatu karya fiksi yang umunya mempresentasikan dunia
yang memuat imajinasi pengarang dan diciptakan melalui kata dan kata-kata.
Unsur keindahan pada novel, tampak dari hunbungan kata, kats-kata dan bahasa
sehingga pembaca dapat menikmati dan memahami isi cerita yang diciptkan
(Nurgiyantoro, 2009:23).
Adapun maksud dan pengertian novel di atas adalah untuk
menggolongkan novel dalam beberapa golongan. Menurut Jakob Sumarjo dan
Saini K.M, (1986: 6), Golongan novel tersebut, terbagi menjadi tiga golongan,
yakni novel percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi.
1) Novel Percintaan
Novel ini memberi kesempatan pada peranan tokoh wanita dan pria secara
rata, bahkan tidak jarang peranan wanita memiliki porsi yang lebih banyak.
Novel ini dibuat hampr semua tema, dan banyak yang termasuk jenis novel
ini.
13
2) Novel Petualangan
Novel petualangan memiliki ciri yaitu peranan wanitanya yang jarang sekali
ada. Jika tokoh wanita terdapat dalam jenis novel ini, maka dalam cerita dia
hanya menjadi tokoh streotip dan kurang memiliki peran. Jenis novel ini
merupakan bacaan kaum pria, hal ini dikarenakan tokoh yang terdapat di
dalam novel mempunyai banyak masalah yang ada pada dunia laki-laki dan
tidak memiliki hubungan dengan wanita walaupun dalam novel ini juga
menceritakan kisah percintaan, namun hanya sebagai sampingan dalam cerita
intinya. Hal ini menjadi acuan bahwa novel itu tidak harus membicarakan
tentang cinta dan permasalah cinta
3) Novel Fantasi
Novel jenis ini banyak menceritakan hal-hal yang tidak masuk akal atau tidak
berdasarkan realita. Novel ini menggunakan karakter yang berdasar pada
imajinasi pengarang dan tidak berdasar pada realita, setting dan plot yang
juga memiliki keunikannya sendiri dan tidak realistis. Pada novel ini ide,
konsep dan gagasan pengarang merupakan hal yang terpenting untuk
menciptakan cerita yang fanatic, artinya cerita yang keluar dari jalur hokum
empiris dan kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Unsur-unsur Novel
Novel memiliki beberapa unsur-unsur yang kompleks dan saling
membantu untuk menciptakan novel yang menarik yaitu unsur intrinsik dan
ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2009: 23). Dalam penelitian ini karakterisasi
bersentuhan langsung dengan unsur intrinsik pada novel. Unsur Intrinsik terdiri
14
dari berbagai unsur yang dapat menciptkan karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur
factual merupakan salah satu dari unsur intrinsik yang dapat kita jumpai pada
setiap cerita atau novel yang ada. Unsur ini dapat kita jumpai dengan seksama
pada saat pembaca mulai memahami dan membaca karaya ssatra tersebut. Unsur
intrinsik terdiri dari:
1) Tema
Tema merupakan suatu pondasi atau dasar dari sebuah cerita . Hubungan
tema dengan berbagai masalah dalah hidup seperti masalah kisah kasih, perasaan
takut, kesepian dan perpisahan menjadi ciri untuk menemukan tema pada sebuah
karya fiksi.
2) Setting/ Latar
Latar atau setting merupakan landasan tumpu yang bertujuan pada
pemahanam lokasi, keterjalinan waktu, dan keadaan lingkungan yang
mempngaruhi peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
3) Penokohan
Pemahaman dan perbincangan tentang fiksi banyak mengandung istilah-
istilah tentang tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan. Penokohan itu
sendiri merupakan penggambaran seorang tokoh yang digambarkan secara jelas
dan dutampilkan dalam sebuah cerita.
4) Alur/ Plot
Plot merupakan cerita yang mengandung urutan suatu kejadian atau
peristiwa, tiap kejadian pada cerita dijalin menggunakan hubungan sebab akibat,
seperti kejadian yang satu ditimbulkan atau menimbulkan prstwa yang
selanjutnya. Dalam dunia fiksi, suatu cerita yang memiliki plot yang kompleks,
15
susah ditebak dan sulit untuk dicari kebenarannya meupakan cerita yang memiliki
plot yang menarik untuk dibaca oleh pembaca.
Menurut Kenny dalam Nurgiyantoro (2009:113), menyatakan plot ada
pada cerita karena adanya hubungan sebab akibat. Kejadian sebelumnya yang
terjadi pada suatu cerita akan menimbulkan kejadian atau peristiwa yang
menjanjikan dari sebelumnya. Pada dasarnya hubungan sebab akibat pada cerita
merupakan syarat yang saling berhubngan antar keduanya.
5) Sudut Pandang
Stanton dengan pernyataannya menggolongkan sudut padangan sebagai
sarana pada suatu cerita. Meskipun demikian, pernyataan tersebut tidak
mempengaruhi peranannya dalam karya fiksi. Bentuk, kehadiran, serta pimilihan
sudut pandang merupakan hal yang patut diperhitungkan dalam menyajikan
sebuah cerita. Bentuk dari suatu sudut pandan secara tidak langsung dapat
memberi pengaruh pada reaksi afektif kepada pembaca.
Pembagian beberapa sudut pandang digolongkan dengan bagaimana
pengarang menciptakan tokoh dipandang dari sudut mana dan seberapa rinci
penjelasanannya..Dalam.penggolongannya.sudut.pandang.dibagi.menjadi.tiga
macam.yaitu.sudut.pandang.orang.pertama “Aku”, sudut.pandang.orang.ketiga
“Dia” .dan.sudut.pandang.campuran.
(1) Sudut pandang orang pertama “Aku”
Sudut pandang ini dikenal juga sebagai sudut pandang pesona
pertama. Hal ini dikarekana penggunaan penggunaan kata “aku”
merupakan snaraotr yang menceritakan kejadian dan penokohan pada
cerita. Kejadian yang diceritakan tentu saja merupakan kejadian yang
16
dirasakan, dialami, dilihat, didengar, dan diketahui. Sebagai seorang
pembaca, yang kita peroleh dalam cerita merupakan kisah yang
disampaikan oleh si “aku” dan sudah sewajarnya kita hanya memahami
dan mencerna lebih baik dari tokoh yang diceritakan itu saja.
(2) Sudut pandanng orang ketiga “Dia”.
Sudut pandan orang ketiga merupakan sudut pandang pesona ketiga.
Penggunaan gaya “dia” merupakan ciri dari sudut pandang ini. Narator yang
berlaku pada sudut pandang menggambarkan tokoh dan namanya diluar pada
cerita.Dengan begitu, pembaca yang membaca cerita tersebut dapat dengan
mudah masuk kedalam cerita dan memahami tokoh yang dilukiskan atau
bagimana tindakan yang akan diambil oleh tokoh tersebut.
(3) Sudut pandang caampuran
Pada sudut pandang campuran, pengarang menggunakan sudut
pandang impersional yang membuat seorang pembaca menjadi lebih
mengetahui bagaimna keadaan dan peristiwa yang terjadi. Bahkan suatu
rahasia pun diceritakan dengan jelas pada cerita ini.
2.2 Keterkaitan Tokoh dalam Karya Fiksi
Dalam perkembangannya seorang tokoh dalam novel memiliki banyak tujuan
dan amanat yang ingin disampaikan secara langsung maupun tidak langsung oleh
pengarang. Hal ini merupakan sebuah ujian untuk seorang pengarang agar mampu
merangkai dan membentuk tokoh cerita yang mampu memberi dampak bagi
pembaca. Dorongan emosi dan konflik yang terjadi merupakan stimulus penting
untuk merespon pembaca agar masuk ke dalam cerita.
17
Menurut Sumardjo (1986: 145) menyatakan bahwa penokohan para tokoh
merupakan landasan pemicu suatu konflik atau kejadian yang akan terjadi
kedepannya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor emosi,minat, keinginan dan
moral yang menjadi kriteria bagi seorang pengarang untuk dapat merangkai
penokohan yang baik dan menarik.
Tokoh merupakan penggerak sekaligus pelaku dalam sebuah cerita atau
karya fiksi, sedangkan karakter merupakan kepribadian yang sudah ditanamkan
sejak awal atau yang memang ada pada diri tokoh tersebut. Menurut Aminuddin
(2011:79), tokoh merupakan pelaku yang mempunyai tujuan untuk membawakan
suatu cerita dan mampu menghubungkan suatu cerita, sedangkan cara seorang
pengarang menggmbarrkan tokohnya pada cerita disebuut sebagai pennokohan.
Cara penggarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan.
Keterlibatan antara tokoh dan penokohan menjadi suatu hal yang saling
mengisi antar satu sama lain. Sayuti (200:74) membedakan beberapa keterlibatan
tersebut menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Perbedaan kedua
golongan ini adalah tokoh sentral memmpunya bobot dan bagian terbesar dalam
mempengaruhi alur dan sudut pandang pada sebuah cerita, tidak jarang tokoh
sentral juga dijadikan sebagai ujung tombak sebagai pembawa pesan atau amanat
yang ingin disampaikan oleh seorang pengarang. Kemudian kondisi ini terbalik
dengan tokoh tamahan yang hanya mendjai pendukung dan pembantu tokoh
sentrla.
Menurut Welleck dan Waren (1989: 288), perbedaan tokoh dapat
digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah kepribadian yang terdapat dalam
satu tokoh yaitu tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang
18
tidak bisa untuk berubah secara seketika dan hanya memiliki satu kualitas pribadi
saja dalam ceritanya. Penggunaan tokoh ini tidak menimbulkan efek ekjutan
untuk para pembaca karena sifatnya yang tetap dan tidak berubah-ubah.
Sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh yang memiliki berbagai macam
perubahan dalam sifat dan kepribadiannya. Perubahan ini menyebabkan
pengarang rajin mengungkapkan dan menceritakan jati diri sebenarnya tokoh
tersebut. Tokoh dinamis dalam cerita juga mampu membuat para pembaca sulit
untuk menduga perubahan dari sifat dan kepribadiannya yang terpengaruh oleh
lingkungan dan lainnya.
Berdasarkan uraian dan pernyataan yang sudah dikemukakan diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa tokoh merupakan pelaku yang bersentuhan langsung
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu cerita dan dibentuk dari sifat
dasar kemanusiaan. Peristiwa tersebut merupakan langkah penulis dalam
membentuk penokohan. Tanpa adanya tokoh dan penokohan maka sebuah cerita
tidak dapat berjalan dengan semestinya karena tokoh merupakan penggerak
sekaligus motor dalam sebuah cerita.
2.3 Keterkaitan Karakter dalam Karya Sastra
Sastra merupakan karya yang indah, memiliki bahasa yang indah karena
ketrejalinan kata-kata yang dirangkai, dan cerita yang memiliki nilai-nilai baik
dalam setia[ perisitwa yang diceritakan. Terkait peran sastra dalam perkembangan
karakter, diungkapkan oleh Noor (2011: 13) anak-anak yang membaca karya
sastra secara tidak langsung memahami dan menangkap nilai-nilai yang terdapat
dalam karya sastra. Setelah mereka memahami dan menangkap nilai-nilai
19
tersebut, anak-anak mulai membangun sikap dan kepribadian mereka sesuai
dengan bagaiman mereka menganggapi dan menarik kesimpulan dari setiap
peristiwa yang terjadi di dalam cerita tersebut. Selain untuk membangun sikap dan
kepribadian mereka, karya sastra juga mampu merangsang mereka untuk memacu
kreativitas mereka dalam mncari solusi dan berpikir secara kritis untuk mencari
pembenaran.
Membaca karya sastra selain dapat memberikan pengetahuan dan
pengalaman kepada pembaca juga dapat membantu seorang pembaca untuk
menata kehidupannya menjadi manusia yang leih berbudaya dan baik
kedepannya. Manusia berbudaya menurut Soemardjo (1986: 9) merupakan
manusia yang tanggap akan adanya adat dan istiadat yang melingkupi lingkungan
dan kehiudpannya sehari-hari. Hal ini menjadikan manusia yang berbudaya adalah
manusia yang selalu kritis dalam mencari nilai-nilai kebennaran dalam hidup,
keindahan alam serta kebaikan untuk membantu sesama. Oleh karena itu pembaca
diharapkan mampu untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kesederhanaan,
kririts dan bebas serta penuh dengan kekuatan dan kelembutan yang saling
mengsisi.
Menurut Nurgiyantoro (2009: 166) penokohan dan karakter tokoh pada
karya sastra mampu memberikan dampak kepada pembaca karena pemaknaan dan
penafsiran watak tokoh dilakukan berdasarkkan kata-kata (verbbal) dan tingkah
laku (nonnverbal). Pernyataan ini semakin membenarkan bahwa pengaruh tokoh
dalam suatu cerita itu penting dan memiliki tujuan tersendiri dari pengarang atau
penulis.
20
Hal ini senada dengan posisi tokoh yang memiliki peran sebagai ujung tombak
seorang pengarang dalam menyampaikan pesann, ambanat, dan nilai-nilai moral yang
dapay merangsang pembaca untuk berfikir secara kritis. Tetapi pemahaman ini tidak
bisa dipraktekan begitu saja, karena tokoh yang dipaksa dan diperalat membawakan
pesan dan amanat akan hilang kesewajarannya dan dianggap kurang berkembang.
2.4 Karakterisasi
Karakterisasi dalam pengertiannya adalah pemerranan atau pelukisann
watak pada tokoh. Dalam penggunaannya, metode karakterisasi ini digunakan
untuk menggaambarkn watk para tokoh yeng terdpat di dalam suata karya sastra.
Selain itu, metode ini juga mampu untuk memperjelkas dan membedaskan
karakter tokoh.(Minderop, 2011:2)
2.4.1 Metode Langsung
Metode langsung merupakan metode yang menggambarkan tokohnya
secara langsung tanpa perantara selain seorang pengarang. Metode ini
mengandalkan penjelasan yang dilakukan pengarang untuk menceritakan kisah-
kisah rekaan zaman dahulu.Dalam metode langsung, pengarang menggunakan 3
metode untuk menjabarkan dan menggmabrkn tokohnya, yaitu melalui nama
tokoh, penampilan dan tuturan dari pengarang itu sendiri. Penggunaan nama tokoh
dalam menggambarakn tokoh secara langsung adalah untuk memperjelas serta
mempertajam tokoh dalam penyesuaian kualitas sidat dan kepribadian yang
terdapat dalam tokoh sehingga pemmbaca dapat dengan jelas membedakan tokoh
yang satu dengan tokoh yang lainnya.
21
1) Karakterisasi menggunakan Nama tokoh
Pemberian nama pada tokoh merupaka langkah dari pengarang untuk
mempertajam perwatakan seorang tokoh serta merangsang ide dalam
membedakan tokoh yang satu dengn yang lainnya.dengan pemberian nama, maka
dengan jelas seorang pembaca dapat membedakan tokoh yang satu dengan tokoh
yangn lainnya yang terpadat pada sebuah cerita. Dalam penerapannya, pemberian
nama menggunakan dua cara, yaitu dengan pemberian nama yang mengandung
kiasan (alluisiion) dan inversion. Kedua cara tersebut digolongkan pada
penggunaan makna pada nama yang diberikan. Makna kiasan ddiharapkan mampu
menggambarkan tokoh yang sesuai dengan arti dari nama tersebut. Sebaliknya
makna kebalikan adalah pemberian nama tokoh yang tidak sesuai dengan arti dari
nama itu sendiri atau kebalikannya. (Minderop, 2011:9).
2) Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh
Dalam sebuah cerita yang terdapat didalam karya fiksi, penampilan
merupakan suatu hal yang memegang peranan penting karena menjadi salah satu
landsan pengarang dalam mengakaraktersasi tokoh dalam sebuah cerita. Unsur
dalam penampilan yang biasanya ditonjolkan oleh pngearang untuk
mengakaraktersasi lewat penampilan adalah pakaian dan ekspresi yang ditunjukan
oleh tokoh. Penggunaan unsur-unsur tersebut tidak dapat terlepas dari kondisi
psikologis yang terdapat dalam tokoh cerita. (Minderop, 2011:10).
3) Karakterisasi melalui tuturan pengarang
Metode.perwatakan yang menggunakan.penampilan tokoh.memberikan
kebebasan kepada pengarang untuk.mengekspresikan.persepsi dann sudut
pandangnya. Secara subjektif.pengarang.bebas menampilkan.appearance para
22
tokoh. Namun demikian, terdapat.hal-hal yang sifatnya.universal, misalnya untuk
mennggambarkan.seorang tokoh dengan watak.positif (bijaksana, elegan, cerdas),
biasanya pengarang menampilkan tokoh.yang menampilkan tokoh yang
berpenampilan.rapi dengan sosok yang.proporsional (Minderop, 2011:15).
2.4.2 Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung merupakan salah satu metode yang mewajibkan
pembacanya untuk menafsirkan sendiri kedirian tokoh dalam suatu cerita. Hal
inilah salah satu kelebihan metode showing. Pembaca pun menjadi lebih aktif dan
terdorong untuk terlibat secara imajinnatif, aktif dan krewatif. (Nurgiyantoro
(2010:199).
Minderop (2011:22) mengatakan, metode tidak langsung (showing) adalah
teknik untuk menggambarkan tokoh yang tidak menampakan kehadiran
penggarang sehiingga para tokoh dallam karya sasttra dapat menampilkan diri
secrara langsung melalui tingkah laku mereka. Pada metode ini, karakterrisasi
dapat mencakup enam hal, yaitu (1) karakterisasi melalui dialog, (2) lokassi dan
situasi percakapan, (3) jatidiri tokoh yang dituju oleeh penutur, (4) kualitas mental
para tokoh, (5) nada suara, tekanan, dialek, dan kossa kata, dan (6) Karakterisasi
melalui tindakan para tokoth.
1) Karakterisasi melalui dialog
Pada dasarnya karya fiksi dikembangkan melalui dua bentuk penuturan.
Kedua bentuk tersebut adalah penggunaan tuturan melalui narasi dan dialog
tokoh. Hadirnya kedua bentuk ini digunakan secara bergantian sehingga karya
fiksi menjadi variatif dan menarik. Pengungkapan bahasa dan gaya narasi yang
23
dimaksudkan adalah semua penuturan bukan bentuk percakapan. Artinya
pengarang mengisahkan ceritanya secara langsung. Seiring dengan narasi tersebut
terbentuklah dialog, karena dialog ini tak mungkin hadir sendiri tanpa adanya
narasi.
Sebagaimana diyatakan oleh Pikering dan Hoepper (dalam Minderop,
2011:23) pada awalnya pembaca dengan seksama membaca dan memperhatikan
isi atau substansi yang terdapat pada suatu dialog. Apakah dialog itu berisikan
informasi yang penting untuk membuat alur yang terdapat pada cerita berkembang
atau sebaliknya.
Menurut Nurgiyantoro (2010:201) suatu dialog percakapan yang
dikomunikasikan oleh tokoh-tokoh didalam cerita merupakan penggambaran sifat
yang saling terkait satu sama lain.
2) Lokasi dan situasi percakapan
Menurut Minderop (2011:28) percakapan yang terjadi di malam hari pada
realitanya merupakan percakapan-percakapan yang serius dan lebih jelas daripada
komunikasi yang dilakukan pada siang hari dan ditempat umum. Lokasi dan
situasi percakapan memungkinkan untuk menggambarkan karakter tokoh dalam
karya fiksi. Oleh karena itu pembaca juga harus mencermati dengan seksama
mengapa penulis atau pengarang memilih dan menampilkan pembicaraan di
lokasi dalam situasi yang telas ditulis oleh pengarang.
3) Jatidiri penutur
Jati diri penutur yang dimaksudkan merupakan tuturan yang dituturkan
langsung oleh seorang tokoh mengenai tanggapannya tentang tokoh yang lainnya
pada cerita tersebut. Dialog yang dituturkan oleh seorang tokoh protagonist
24
merupakan hal penting daripada dialog atau ucapan yang dituturkan oleh seorang
tokoh minor. (Minderop, 2011:25)
Karya fiksi memiliki berbagai macam konflik, ketegangan. konflik yang
terjadi pada tokoh sentral biasanya terjadi karena adanya gesekan emosi yang
membuat ketegangan antara tokoh sentral dengan tokoh bawahan.
4) Kualitas mental para tokoh
Mengenali kualitas mental dari para tokoh merupakan hal yang dapat kita
ketahui melalui percakapan para tokoh .Perasaan dan pemikiran seorang topkh
menjadi factor dasar yang dapat dirasakan pembaca lalu mencerminkan hal
tersebut dalam sifat-sifat mereka.
Menurut Nurgiyantoro (2010:204) , tingkah laku yang telah diejawatahkan
tergambar menjadi dua bagian yaitu tingkah laku non verball dan erbal.
Perwujudan tingkah laku pikiran dan perasaan merupaka bagian dari perbuatan
dan kata-kata.
5) Nada Suara, tekanan, dialek dan kosa kata
Pada dasarnyaa untuk membantu pembaca dalam memahami karakter
seorang tokoh, pengarang memperjelas dengan menggunakan nada suara, tekanan,
dialek dan kosa kata. Penggambaran tokoh secara eksplisit atau implisit melalui
nada suara dapat menggambarkan kepada pembaca apakah tokoh tersebut adalah
seeseorang yang pemalu atau percaya diri. Demikian pula dengan percakapan
tokoh dengan tokoh yang lainnya.(Minderop, 2011:34)
Pengarang memberikan tekanan pada setiap penekanan suara agar dapat
memperlihatkan bagaimana keaslian dari watak tokoh yang mencerminkan
kepribadian dan status sosial tokoh tersebut.(Minderop, 2011:36).
25
6) Melalui tindakan para tokoh
Tingkah laku para tokoh menggambarkan tindakan tokoh yang bersifat
nonverbal, fisik.dua sisi pada uang logam merupakan analogi dari tokoh dan
tingkah laku itu sendiri. Memnurut Henry james, sebagaimana dikutip oleh
Pickering dan Hoeper (dalam Minderop, 2011:33) mengemukakan bahwa
perkembanagan psikologis dan kepribadian dapat dilihat dari perbuatan dan
tingkah lakunya yang berdasarkan sifat logis.
Pengarang biasanya membangun watak dan karakter pengarang melalui
tindakan.Hal ini jelas mennyulitkan pembaca karena mereka harus lebih teliti lagi
dalam memahami berbagai macam peristiwa yang terjadi didalam alur.
Pemahaman peristiwa diperlukan karena didalam peristiwa itu sendiri terdapat
konflik yang dapat menrefleksikan watak tokoh dan kondisi tokoh. Dibandingkan
dengan tingkah laku, ekspresi tokoh dan bahasa tubuh tidak terlalu digunakan
untuk penggambaran karakter.