bab ii kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan … · pola hidup partial masyarakat ubud...

37
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam bab ini dipaparkan referensi-referensi yang menjadi acuan dalam penelitian. Referensi-referensi tersebut dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama fokus pada Ubud dan kepariwisataanya, sedangkan pada bagian kedua fokus pada isu-isu kepariwisataan yang terjadi di Bali. Pada tiap-tiap poin pembahasan dipaparkan critical review penelitian sebelumnya selanjutnya disandingkan dengan penelitian dengan tiga alasan. Alasan pertama, agar state of the art penelitian terdahulu terlihat perbedaan dan persamaannya jika dibandingkan dengan penelitian ini. Alasan kedua, melihat adanya relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian ini lewat poin critical review. Alasan ketiga, membagi referensi-referensi dengan penggolongan khusus sekaligus bertujuan menunjukkan kebaruan penelitian dan menghindari adanya isu-isu plagiat terhadap penelitian ini. Pada bagian pertama, dibahas beberapa penelitian terdahulu yang fokus pada kepariwisataan di Ubud dan implikasinya. Adapun penelitian tersebut adalah penelitian Pemayun (2014), Sukawati (2006), Sudipa (2014), dan MacRae (1997). Referensi-referensi tersebut ditautkan dengan beberapa buku bacaan yang terkait dengan perkembangan kepariwisataan dan industri perhotelan di Ubud, seperti Bali Benteng Terbuka (Nordholt, 2010), Bali, Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata (Picard, 1992), Harmoni Budaya dan Kuasa (Sugianto, 2013), Ubud 12

Upload: dinhduong

Post on 13-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Dalam bab ini dipaparkan referensi-referensi yang menjadi acuan dalam

penelitian. Referensi-referensi tersebut dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama

fokus pada Ubud dan kepariwisataanya, sedangkan pada bagian kedua fokus pada

isu-isu kepariwisataan yang terjadi di Bali. Pada tiap-tiap poin pembahasan

dipaparkan critical review penelitian sebelumnya selanjutnya disandingkan dengan

penelitian dengan tiga alasan. Alasan pertama, agar state of the art penelitian

terdahulu terlihat perbedaan dan persamaannya jika dibandingkan dengan penelitian

ini. Alasan kedua, melihat adanya relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian

ini lewat poin critical review. Alasan ketiga, membagi referensi-referensi dengan

penggolongan khusus sekaligus bertujuan menunjukkan kebaruan penelitian dan

menghindari adanya isu-isu plagiat terhadap penelitian ini.

Pada bagian pertama, dibahas beberapa penelitian terdahulu yang fokus

pada kepariwisataan di Ubud dan implikasinya. Adapun penelitian tersebut adalah

penelitian Pemayun (2014), Sukawati (2006), Sudipa (2014), dan MacRae (1997).

Referensi-referensi tersebut ditautkan dengan beberapa buku bacaan yang terkait

dengan perkembangan kepariwisataan dan industri perhotelan di Ubud, seperti Bali

Benteng Terbuka (Nordholt, 2010), Bali, Pariwisata Budaya dan Budaya

Pariwisata (Picard, 1992), Harmoni Budaya dan Kuasa (Sugianto, 2013), Ubud

12

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

13

Bergerak (Sukawati, 2004), Kembang Rampai Desa Ubud (Sukawati, 2006), dan

Dinamika Ruang Pariwisata Bali (Sukawati, 2009).

Praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud sebagai fenomena juga

menggunakan referensi-referensi berupa buku cetak bernapaskan ilmu kajian

budaya. Buku-buku tersebut adalah Dunia yang Dilipat (Piliang, 2004), Teori dan

Praktik Cultural Studies (Barker, 2000), Menelanjangi Globalisasi (Petras, 2014),

Teori Sosial Post Modern (Ritzer, 2003). Buku-buku tersebut disortir dari

banyaknya literatur yang ada tentang ilmu kajian budaya untuk mengkaji topik

praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud.

Selain sumber bacaan di atas yang bertemakan ilmu kajian budaya, beberapa

jurnal ilmiah dan penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan pariwisata juga

diapresiasi dan dimasukan dalam penelitian. Jurnal-jurnal tersebut antara lain

Global Alliances in Tourism and Hospitality (Crotts dkk., 2000), Hotel Investment

Handbook (Rushmore, 2010). Selanjutnya, diulas penelitian terdahulu yang fokus

tentang Ubud, yakni penelitian Pemayun.

Pada penelitian Pemayun (2014) tampak suatu realitas pergeseran gaya

hidup yang terjadi karena praktik sewa tanah di Ubud. Pemayun menganalisis

bahwa kepariwisataan di kawasan tersebut menyebabkan tanah menjadi suatu aset

yang berharga dan telah dikomersialisasikan karena sangat erat terkait dengan

hukum permintaan dan pertumbuhan fasilitas kepariwisataan di Ubud. Alih fungsi

lahan terjadi akibat perluasan pariwisata yang menyebabkan masyarakat sekitar

menyewakan tanah untuk memperoleh modal finansial. Peningkatan finansial

sebagai tambahan modal menyebabkan meningkatnya taraf pendidikan keluarga

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

14

para pemilik tanah. Lewat modal tersebut mereka mampu menyekolahkan anak atau

keluarganya pada jenjang yang lebih tinggi. Pada sektor keagamaan, mereka pun

meningkat. Hal itu terjadi karena mereka mampu membiayai ritual keagamaan

keluarga dan yang terpenting, yaitu terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat

lokal di Ubud.

Penelitian Pemayun membuka jalan untuk penelitian ini hingga

menginspirasi adanya topik investor dalam industri perhotelan di Ubud. Adanya

peluang investor untuk masuk ke rentang proses pergeseran gaya hidup yang terjadi

secara parsial ini belum dikaji secara mendalam dan menarik untuk diangkat.

Indikasi bahwa para investor yang bergulat untuk memanfaatkan celah pergeseran

pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang

berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan para investor perhotelan. Hak itu

digali lebih dalam untuk melengkapi penelitian Pemayun sekaligus merupakan

keunggulan penelitian ini.

Penelitian Sukawati (2006) berjudul “Perubahan Spasial Desa Adat di

Ubud, Gianyar, Bali dalam Era Globalisasi: Sebuah Kajian Budaya”. Dalam

penelitian itu diwacanakan terjadinya perubahan spasial karena tuntutan

kepentingan kepariwisataan semakin kompleks di desa adat Ubud. Sukawati secara

kritis melihat adanya fenomena global modern, pariwisata menyejahterakan

masyarakat lokal sekaligus mengubah gaya pandang dan orientasi secara parsial

terhadap tata ruang, dan hakikat guna tanah palemahan, pawongan, dan

parahyangan menjadi lebih untuk kepentingan konsumen dengan kata lain telah

dikomodifikasi. Sukawati memaparkan bahwa pariwisata mengubah kelompok

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

15

banjar yang tidak lagi relevan pada era modernisasi pariwisata. Disamping itu, juga

dipaparkan bahwa kawasan Ubud terkenal memiliki kebudayaan yang tinggi,

memiliki lahan pertanian irigasi yang baik dan dipadu kekayaan seni menjadi modal

untuk menyejahterakan penduduk lokal. Masuknya pariwisata, dapat meningkatkan

pendapatan desa setempat yang selanjutnya menyeimbangkan konsep tri hita

karana lewat kerja sama dengan para stakeholders.

Poin penelitian Sukawati berbeda dengan penelitian ini, terutama pada sudut

pandang dan tinjauan kritis. Sukawati secara kritis membahas fakta perubahan tata

ruang yang terjadi di Ubud, tetapi tidak menyinggung bahwa ada pihak, baik yang

secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap perubahan

kepariwisataan tersebut, yakni investor. Sebaliknya dalam penelitian ini, investor

menjadi subjek yang diulas secara mendalam. Harapan adanya temuan tentang

praktik investor dalam industri perhotelan berupaya memperkaya penelitian

Sukawati sebagai suatu apresiasi terhadap penelitiannya.

Masih pada seputar kawasan Ubud dan fenomena kepariwisataan yang

terjadi, penelitian Sudipa semakin memperjelas fenomena kepariwisataan di

kawasan tersebut. Fenomena kemiskinan di tengah gemerlap pariwisata di Ubud,

rupanya menarik perhatian Sudipa (2014). Artinya fenomena itu diangkat ke dalam

penelitiannya. Sudipa melatarbelakangi penelitiannya pada realitas pariwisata yang

ternyata tidak mampu menyejahterakan semua lapisan masyarakat di Ubud. Sebagai

implikasinya, segelintir masyarakat tidak dapat menikmati kue pariwisata.

Ketimpangan sosial yang terjadi juga menyebabkan adanya jurang antara si kaya

dan si miskin. Secara kritis Sudipa menyoroti bahwa pariwisata memberikan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

16

perubahan sebagai dampak yang ditimbulkan di kawasan Ubud. Dampak yang

pertama adalah ekonomi yang secara langsung dapat dilihat sebagai suatu implikasi.

Selain itu, tingginya biaya hidup, sektor pendidikan, kepemilikan aset, biaya untuk

adat dan ritual sangat kuat mencekik leher, terutama pada kalangan masyarakat

miskin. Di sisi lain, adanya kampanye pariwisata yang memihak untuk semua

kalangan masyarakat hanya omong kosong belaka atau gimmick dari pemerintah.

Sudipa memberikan argumentasi tentang arah kepariwisataan Ubud yang menjadi

pariwisata inklusif, cenderung bersifat komersial, memihak kaum kapitalis, dan

mengesampingkan hak masyarakat Ubud. Ilustrasi yang dicoba diberikan oleh

Sudipa adalah pembangunan homestay yang semakin tersaingi dan digantikan oleh

vila atau bangunan sejenisnya.

Penelitian Sudipa (2014), sama halnya dengan penelitian Pemayun (2011)

dan Sukawati (2005) memberikan suatu update informasi tentang Ubud tetap

menjadi poin penting juga merupakan acuan yang relevan dalam penelitian ini.

Walaupun berada dalam ruang lingkup penelitian yang sama, yakni di kawasan

Ubud tetapi konteks penelitian ini berbeda. Sebagai contoh perbedaan sudut

pandang tiap-tiap penelitian, bukan hanya pihak-pihak yang yang dirundung

kemiskinan yang bergulat menghadapi kondisi riil di Ubud, melainkan juga investor

diasumsikan bergulat dalam mencapai eksistensi perusahaannya.

Sebagai referensi selanjutnya yang diadopsi dalam penelitian ini adalah

penelitian MacRae (1997). Secara garis besar penelitian MacRae dilatarbelakangi

oleh hubungan budaya, ritual, dan ekonomi yang dihubungkan dengan adanya arus

pariwisata yang masuk ke Ubud terhadap masyarakat sebagai suatu simbiosis.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

17

Dalam tulisannya, MacRae secara kritis berpendapat bahwa perubahan yang terjadi

di kawasan Ubud merupakan suatu proses evolusi. Pariwisata tidak serta merta

mengubah wajah kawasan Ubud seperti sekarang tetapi melalui suatu proses

perubahan sosial, ekonomi, politik, dan kebijakan pemerintah. Ilustrasi yang dicoba

diberikan oleh MacRae adalah adanya proses evolusi dari pembiayaan ritual oleh

para masyarakat lokal didapatkan dari pertanian dan berdagang. Tetapi, kini dengan

berkembangnya pariwisata otomatis sumber ritual didapatkan dari sektor tersebut.

Masuknya pariwisata di Ubud menstimulus pola kehidupan masyarakat

sekitar. Sendi ekonomi masyarakat Ubud kini bertambah dengan mengembangkan

segala sektor terkait dengan kebudayaan, kesenian, dan pelayanan jasa yang

diberikan secara maksimal kepada wisatawan. Kaitan antara pariwisata dan

peningkatan sektor ekonomi tersebut, menurut MacRae mampu mewujudkan ritual

excellent. MacRae dalam penelitiannya juga memberikan argumen yang menjadi

salah satu poin penting dalam disertasinya bahwa pengawasan masyarakat lokal dan

pihak puri sebagai manajemen dalam memberikan akses ke berbagai pihak dalam

mengelola tanah, pengetahuan budaya, modal investasi, dan kontak dengan

pemerintah. Adanya ketakutan beberapa pihak tentang Ubud ke depan terjadi over

development, harus disikapi dengan idiom “bahwa semuanya akan baik-baik saja

bila semuanya diawasi dengan baik”. Sebagai informasi, penelitian MacRae (1997)

adalah riset dengan rentang waktu paling lama di antara semua referensi yang

digunakan dalam penelitian ini.

Jika penelitian MacRae dibandingkan dengan penelitian ini, tentu saja

terdapat perbedaan. Tulisan MacRae hanya secara tersirat mengemukakan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

18

pariwisata sebagai salah satu dari sekian banyak faktor penyebab perubahan pola

kemasyarakatan yang terjadi di Ubud. Peran para investor dan praktiknya sama

sekali tidak dibahas karena adanya asumsi mereka juga merupakan salah satu faktor

yang ikut mengembangkan pembangunan kepariwisataan di Ubud. Pembaruan yang

dilakukan penelitian ini berupaya untuk menemukan bukti bahwa investor

merupakan salah satu komponen yang membawa ideologi perubahan yang tidak

dikupas secara mendalam oleh MacRae.

Dari paparan referensi-referensi tersebut, penelitian ini mempunyai poin-

poin yang berbeda dengan referensi-referensi yang dijadikan acuan. Walaupun

lokasi penelitian sama-sama berada di kawasan Ubud, beberapa argumentasi yang

sudah dipaparkan semakin menguatkan ketidaksamaan penelitian ini. Pada hasil

temuan penelitian, tentu saja akan terdapat perbedaan karena topik penelitian ini

fokus pada ranah perhotelan dan praktik investor. Sebagai penelitian baru yang

mendobrak paradigma lama bahwa kaum kapitalisme selalu menjadi dominator dan

mempunyai kekuatan hegemoni tinggi, penelitian ini menjadi penelitian kajian

budaya pertama yang mengangkat topik praktik investor dalam industri perhotelan

yang seakan tidak tersentuh instansi atau terbongkar oleh media sekaligus

menjawab isu-isu plagiat yang diarahkan kepada penelitian ini.

Pada bagian kedua, dipaparkan referensi-referensi yang disortir berdasarkan

fenomena-fenomena kepariwisataan dan terkait pada subsektor perhotelan di luar

kawasan Ubud. Penelitian Purnaya (2015) dan Mudana (2005) merupakan dua

penelitian yang dipilih karena relevan dan memiliki konteks pada subsektor

perhotelan di luar kawasan Ubud. Selain itu, referensi-referensi berupa buku dipilih

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

19

berdasarkan topik pariwisata dan industri perhotelan. Referensi-referensi buku

tersebut antara lain Menggugat Rezim Korporasi (Freeman dkk., 2008), Hukum

Bisnis Pariwisata (Sumadi. dkk, 2003), Corporate Culture and Performance

(Kotter, 1992), International Hospitality Management: Corporate Strategy and

Practice (Olsen and Teare, 1992). Intisari dari referensi buku-buku tersebut adalah

dinamisnya perkembangan pariwisata termasuk industri perhotelan. Disamping itu,

juga terjadi pro dan kontra dalam perkembangan pariwisata agar tercipta suatu

strategi dalam pengelolaan kepariwisataan yang lebih baik. Dalam buku-buku

tersebut juga terdapat ilustrasi, yakni beberapa masalah, konflik, dan resistensi yang

kemungkinan menyebabkan disorder dalam kepariwisataan terutama pada industri

perhotelan. Poin paling penting dari referensi tersebut adalah adanya regulasi dan

kebijakan terkait dengan investor menjadikan buku-buku tersebut dipilih dari sekian

banyak buku tentang investasi, kepariwisataan, perhotelan, dan manajemennya.

Referensi yang pertama diulas adalah penelitian Purnaya (2015) tentang Bali

Tourism Development Corporate (BTDC) di Nusa Dua yang tidak luput dari adanya

pengaruh relasi kuasa yang bermain di kawasan tersebut. Purnaya memberikan

adanya dua poin penting tentang praktik-praktik kekuasaan yang dilakukan dalam

pengembangan BTDC di Nusa Dua dalam kurun waktu tersebut. Poin pertama,

adanya permainan relasi kuasa sebagai hasil penelitian dan menjadi referensi

relevan untuk mengkaji apakah terjadi fenomena serupa pada praktik para investor,

terutama pada sektor perhotelan di Ubud. Poin kedua, Purnaya menganalisis era

Orde Baru. Rentang waktu tersebut menjadi acuan pembanding dengan fenomena

yang terjadi kawasan Ubud. Akan tetapi, kondisi kepariwisataan di Ubud tidak bisa

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

20

disamakan dengan kondisi kepariwisataan di Nusa Dua. Beberapa faktor yang

membedakannya adalah peran serta aktif komponen masyarakat yakni keberadaan

Puri Ubud yang memengaruhi perkembangan industri perhotelan di Ubud, awig-

awig dan perarem (peraturan) yang berlaku di kawasan itu, dan yang paling penting

adalah atmosfir pemerintahan Kabupaten Gianyar. Kritikal poin tersebut tidak

ditemukan dalam penelitian Purnaya yang sekaligus menyebabkan penelitian ini

berbeda dengan penelitian tersebut.

Referensi kedua yang menjadi acuan adalah penelitian Mudana (2005).

Penelitian Mudana berjudul “Pembangunan Bali Nirwana Resort (BNR) di

Kawasan Tanah Lot: Hegemoni dan Perlawanan di Desa Beraban, Tabanan, Bali”.

Latar belakang Mudana mengangkat topik ini karena terjadi kisruh pembangunan

hotel BNR kala itu dan secara kritis melihat adanya isu-isu hingga berujung konflik

antara hotel BNR dan masyarakat lokal setempat. Terjadinya konflik dari warga

lokal setempat, yaitu mempertanyakan tentang janji implementasi hotel BNR yang

berhubungan dengan konsep tri hita karana (poros keseimbangan antara

lingkungan, manusia, dan spiritual). Dalam penelitian itu Mudana juga memberikan

informasi yang penting, yakni seiring dengan runtuhnya Orde Baru, berangsur-

angsur terjadi hubungan yang lebih harmonis antara pihak manajemen hotel BNR

dan warga lokal setempat.

Penelitian Mudana mempunyai kesamaan dengan penelitian Purnaya.

Keduanya berdimensi waktu era zaman Orde Baru. Pada waktu itu pengaruh relasi

kuasa masih sangat kental dan penuh dengan praktik hegemoni (penekanan) pada

para kelompok subaltern dirasa sangat kuat. Penelitian Mudana memberikan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

21

inspirasi yang melatarbelakangi penelitian ini dengan poin kritis, yakni investor dan

perpanjangan tangannya, yakni manajemen dalam melakukan praktiknya dan ranah

industri perhotelan sebagai ranah praktik investor. Akan tetapi, poin pembeda

penelitian ini dengan penelitian Mudana adalah lebih jauh mengulas langkah-

langkah strategis yang dilakukan investor agar terlepas dari pergulatan yang

dialami.

Berdasarkan paparan referensi-referensi penelitian terdahulu tersebut dapat

ditarik simpulan bahwa pariwisata termasuk industri perhotelan terus mengalami

pergerakan atau bersifat dinamis. Pergerakan yang dimaksud adalah mengalami

perubahan sesuai dengan rentang waktu atau zaman pemerintahan yang

mengimplikasinya. Beberapa poin, seperti persamaan teori dan metodologi dalam

penelitian sebelumnya, selanjutnya diadopsi ke dalam penelitian ini agar didapatkan

temuan yang akurat. Disamping itu, juga memberikan ulasan lengkap tentang

praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud sebagai keunggulan penelitian.

2.2 Konsep Penelitian

Ada tiga konsep penelitian yang diulas pada subbab ini. Konsep tersebut

adalah (1) praktik investor. 2) praktik investor dalam industri perhotelan sebagai

fenomena, ideologi, dan makna, serta (3) Industri perhotelan. Ketiga konsep

tersebut selanjutnya dijelaskan satu per satu sebagai berikut.

2.2.1 Praktik Investor

Pada konsep pertama diulas tentang investor perhotelan dan paradigma

mereka dalam menjalankan praktiknya. Konsep ini dimasukkan karena terkait

sangat erat dengan permasalahan tentang praktik investor yang menjadi subjek

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

22

penelitian. Secara garis besar, investor selalu diidentikkan secara sempit mencari

keuntungan, tetapi melalui suatu proses (Sumadi dkk, 2003: 64). Konsep praktik

investor juga dikaitkan dari sudut pandang ilmu kajian budaya sebagai kelas

dominan dan memiliki modal yang besar (Bourdieu dalam Basis, 2003:12). Dalam

ranah pariwisata, konsep praktik investor tetap sebagai kelas dominan, tetapi

diasumsikan menggunakan strategi tertentu untuk mencari keuntungan.

Kata praktik investor sebelumnya sudah disinggung dalam latar belakang

tetapi dipaparkan secara mendalam dalam konsep ini. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) online, kata „praktik‟ dalam konsep „praktik investor‟ diartikan

pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori atau pelaksanaan pekerjaan

dari profesi yang dimiliki. Praktik dalam ilmu kajian budaya, diartikan suatu

strategi yang sudah secara struktur praktis direncanakan dan dilaksanakan dengan

melibatkan adanya habitus, ranah, dan modal (Bourdieu, 1984).

Kata „investor‟ dalam „praktik investor‟ adalah penanam uang atau modal;

orang atau sekelompok orang yang menanamkan uang untuk mendapatkan

keuntungan. Pendeknya, kegiatan investasi yang dilakukan oleh para investor

adalah kegiatan penanaman modal oleh sekelompok orang atau pribadi untuk

mendapatkan keuntungan atau pengembalian modal (Dyah dan Suratman, 2015:3).

Pada ranah pariwisata jika dikaitkan dengan peran investor perhotelan sebagai agen

pariwisata adalah kemampuan perorangan atau kelompok untuk memberikan

sesuatu yang diinginkan dan siap memberikan bantuan yang menguntungkan dalam

mengembangkan kepariwisataan (Petras, 2014:222). Dalam praktiknya jika ditinjau

dari ilmu kajian budaya, para investor tidak hanya memiliki modal finansial semata

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

23

tetapi juga menyiratkan adanya beberapa unsur-unsur simbolis (atribut) yang

melekat padanya yakni simbol kekuatan (power) dan pengetahuan (knowledge)

seperti yang dikemukakan oleh Foucault (2002).

Lebih jauh diulas sosok investor yang diacu dalam penelitian ini, yaitu

investor perhotelan yang menanamkan modal, baik secara perorangan maupun

kelompok. Mereka hadir dan berinvestasi berupa bangunan fisik atau infrastruktur

berupa hotel, baik berbintang maupun hotel melati, sebagai akomodasi bagi para

wisatawan. Investor perhotelan juga dapat menggandeng operator-operator

perhotelan dengan korporat internasional atau lokal, seperti Four Seasons Group,

Best Western, Conrad untuk berkerja sama dalam konteks saling menguntungkan di

sektor pariwisata. Jenis penanaman modal dalam subsektor pariwisata sesuai

dengan gagasan Dyah dan Suratman (2015) adalah kegiatan investasi langsung

(direct investment) seperti tertuang dalam kutipan berikut.

“Penanaman modal langsung ini dilakukan berupa mendirikan perusahaan

patungan (joint venture company) dengan mitra lokal, dengan melakukan

kerja sama operasi (join operation scheme)... “(Dyah dan Suratman,

2015:5).

Pada kutipan di atas terdapat beberapa hal yang dapat dianalisis dan menjadi

poin penting konsep investor perhotelan, yaitu kegiatan berinvestasi dengan

melakukan suatu praktik kemitraan dalam suatu kerja sama operasi dalam wadah

investasi berupa pendirian hotel. Informasi lain yang dapat dipaparkan pada konsep

investor perhotelan menurut Dyah dan Suratman (2015), kegiatan para investor

perhotelan dapat berupa penanaman modal oleh asing atau penanaman modal dalam

negeri merujuk pada perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Perundangan

yang mengatur tentang kebijakan berinvestasi adalah Undang-Undang Nomor 25,

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

24

Tahun 2007 yang mengatur jaminan hukum pelaksanaan investasi. Di pihak lain,

mekanisme atau tata cara penanaman modal diatur dalam Keputusan

Manifes/Kepala BKPM Nomor 38/SK/1999, 6 Oktober 1999.

Di Bali, investor identik dengan penanam modal lokal dari luar Bali atau

pemodal asing. Argumentasi tersebut didapatkan dengan bermunculannya brand-

brand hotel internasional, bahkan merambah ke Ubud seperti group hotel Four

Seasons, group hotel Ritz Carlton, dan masih banyak lagi group hotel lain

berdatangan untuk berinvestasi (Picard, 2006:82). Hotel-hotel korporat berkaliber

nasional pun kini mulai melakukan ekspansi ke Ubud, di antaranya adalah Semaya

group yang membuka jalan untuk korporat hotel lainnya di kemudian hari

berinvestasi ke kawasan itu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat MacRae yang

memaparkan bahwa pesona Bali, terutama Ubud menarik banyak investor, seperti

tampak pada kutipan wawancara berikut.

“....Investor dari Jakarta suatu saat akan masuk ke Ubud dan mendominasi

seperti apa yang mereka lakukan di Kuta, Seminyak dan Nusa Dua. Tentu

saja hal tersebut mengakibatkan persaingan dengan homestay atau hotel

melati yang menjadi ikon Ubud saat ini ” (wawancara dengan MacRae, 29

Juni 2016).

Konsep praktik para investor yang berinvestasi pada subsektor perhotelan

bukan semata untuk membangun hotel di kawasan Ubud. Selain memperoleh

keuntungan seperti paparan sebelumnya, praktik investor perhotelan juga bertujuan

memperluas sayap-sayap perusahaannya sekaligus demi supremasi dan pencitraan

korporat mereka. Konsep para investor perhotelan ini dipertegas oleh wawancara

dengan Rohayadi seorang pakar investasi perhotelan dan hotel manajemen seperti

berikut.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

25

“Dengan mempertahankan karakteristik yang menjadi atribut dari

perusahaan mereka adalah juga merupakan salah satu dari bentuk praktik

investor di Ubud. Karakteristik yang dimaksud adalah membawa ideologi

perusahaan yang termasuk di dalamnya adalah tekhnologi, standard

operating procedure (SOP), dan sistem manajemen yang berujung pada

pencitraan dan prestise perusahaan mereka...” (wawancara, 11 Oktober

2017).

Rohayadi juga menambahkan dalam upaya mempertahankan karakteristik

perusahaan sering kali ditemukan suatu pergulatan. Pergulatan yang dimaksud

Rohayadi tidak bergulat secara fisik, tetapi bergulat di bidang ideologi, kultural,dan

epistemologi (Santoso, 2003:326). Artinya, kondisi para investor berusaha

„melawan‟ arus mainstream dari karakteristik hingga pola pikir yang ada dan

terjadi. Pergulatan juga berarti penyesuaian terhadap suatu struktur yang berlaku

hingga penentangan skema-skema kekuatan yang ada (Petras, 2014:330).

Praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud merupakan suatu proses

penyesuaian (adaptasi) seperti gagasan Petras. Sedikitnya ada dua adaptasi yang

terjadi pada praktik investor di Ubud. Adaptasi pertama, dari struktur sosial

kemasyarakatan. Pada kondisi kepariwisataan di Bali umumnya dan Ubud

khususnya yang cenderung resisten seperti disinggung dalam latar belakang

menyebabkan para investor harus berpraktik tidak secara konvensional atau dalam

hal ini menerapkan unsur kepentingan modal semata. Adaptasi kedua, yaitu skema

peraturan pemerintah yang ada. Adaptasi ini lahir karena proses dari fase

prainvestasi, pembangunan infrastruktur, hingga pada fase pengelolaan investasi.

Upaya penentangan terhadap kebijakan-kebijakan atau skema peraturan yang

berlaku, baik dari pemerintah maupun pihak desa adat, justru berbuah petaka dan

bisa berbalik ke arah sentimen negatif. Kedua adaptasi investor tersebut sangat erat

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

26

terkait dalam penggunaan metode-metode dengan melibatkan investigasi, riset, dan

observasi dalam praktiknya (Foucault, 200:127). Terkait dengan adanya

penggunaan atribut kekuasaan menjadi suatu ideologi dalam praktik investor.

Foucault lebih lanjut mengemukakan bahwa prosedur seperti investigasi, riset, dan

observasi merupakan transformasi memberikan keuntungan ekonomi dengan

memanfaatkan kondisi-kondisi politik, pengetahuan, dan kekuasaan.

Kondisi riil dalam praktik investor perhotelan di Bali, terjadi suatu

fenomena "kebaikan sosial". Kebaikan sosial tersebut tidak hanya melalui corporate

social responsibilities (CSR) yang merupakan syarat wajib bagi perusahaan dalam

beroperasi tetapi juga penghargaan kepada budaya dan kearifan lokal setempat

sesuai dengan amanat Undang-Undang Kepariwisataan No. 10, Tahun 2009. Dalam

sudut pandang ilmu kajian budaya, para investor selalu identik berpraktik secara

kapitalis, yaitu mementingkan keuntungan. Tetapi, para investor harus

menghabiskan waktu yang sama untuk kebaikan sosial atau disebut compassionate

capitalism (Piliang, 2004:147).

2.2.2 Praktik Investor dalam Industri Perhotelan sebagai Fenomena, Ideologi,

dan Makna

Konsep ini memaparkan fenomena, ideologi, dan makna yang lahir dari

praktik investor dalam industri perhotelan. Sebagai penelitian kajian budaya,

praktik investor dalam industri perhotelan dipandang sebagai suatu fenomena,

ideologi, dan makna. Konsep ini sangat penting karena menjadi landasan berpikir

dan acuan untuk menganalisis bab-bab selanjutnya pada studi ini.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

27

Praktik investor dalam industri perhotelan tampak beragam dan memiliki

fenomena berbeda di setiap belahan dunia. Agar jelas, terlebih dahulu dipaparkan

arti kata fenomena dan apa keterkaitannya sehingga dimasukkan sebagai konsep

penelitian. Fenomena yang dimaksudkan dalam konsep ini bukan fenomena alam,

melainkan fenomena sosial sebagai suatu aksi dan reaksi dari praktik investor dalam

industri perhotelan di Ubud.

Fenomena berasal dari istilah Yunani, yakni “phainesthai” yang berarti

menampak dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang berarti

sinar atau cahaya. Secara harfiah, fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu

yang tampak atau refleksi dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena dapat dipandang

dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu “menunjuk ke luar” atau berhubungan

dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran karena

fenomenologi selalu berada dalam kesadaran yang dialami oleh individu. Oleh

sebab itu, memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat atau melakukan

suatu proses “penyaringan” sehingga mendapatkan kesadaran yang murni

(Moeryadi, 2009). Hasil penyaringan terhadap suatu fenomena merupakan

pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia guna memperoleh

ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan

langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan apriori/prasangka, dan

tidak dogmatis (Smith, 2009:11). Keterkaitan fenomena menjadi konsep dalam

penelitian ini tidak lepas dari paparan di atas. Jadi, praktik investor dalam industri

perhotelan di Ubud merupakan suatu fenomena yang tampak dan berasal dari hasil

penelitian.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

28

Praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud seperti pemaparan pada

konsep sebelumnya tentu memiliki fenomena tersendiri. Terdapat tiga fenomena

dalam praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud. Pertama, fenomena

praktik para investor perhotelan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat lokal

setempat yang resisten dan kuat/mengikatnya adat istiadat di kawasan itu. Dalam

kondisi ini para investor diasumsikan akan melakukan suatu tindakan strategi

tertentu sebagai fenomena yang menjadi temuan penelitian. Kedua, fenomena lain

tidak terbatas pada praktik investor saja, tetapi dapat berasal trend kepariwisataan

global. Tuntutan trend kepariwisataan global diasumsikan akan menyebabkan

timbulnya suatu fenomena dalam praktik investor dalam industri perhotelan di

Ubud. Ketiga, fenomena dari praktik investor yang lahir dalam kaitannya untuk

mencari keuntungan dalam industri perhotelan di Ubud. Di satu sisi, investor selalu

dikaitkan dengan kapitalis yang hanya mencari keuntungan. Di sisi lain, ranah yang

menjadi objek berinvestasi adalah di Ubud yang sangat kuat memegang adat

istiadat. Oleh karena itu, akan terjadi simulasi praktik investor yang berbeda dengan

kawasan lain seperti Kuta maupun Nusa Dua.

Praktik investor dalam industri perhotelan selain sebagai fenomena juga

merupakan ideologi. Ideologi yang dimaksud adalah suatu paham yang dijadikan

landasan berpraktik oleh para investor. Agar jelas, terlebih dahulu dijelaskan

pengertian ideologi. ”Berbicara” tentang ideologi dalam paparan teoretis, Barker

dalam Laksmi (2015:203) memberikan pandangan bahwa ideologi adalah

seperangkat nilai, gagasan, dan pemikiran. Dalam hubungan dengan ranah industri

pariwisata dan praktik investor perhotelan di Ubud, ideologi ini bukan hanya suatu

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

29

ide, nilai, dan sekedar gagasan pemikiran semata. Tetapi, mengarah sebagai praktik

terstruktur dan menjadi landasan strategi para investor. Praktik terstruktur yang

sudah menjadi habitus para investor perhotelan di Ubud berasal dari pengalaman

dan proses adaptasi yang dibakukan dalam suatu landasan ideologi dalam mencari

keuntungan dan eksis di kawasan itu.

Pengertian lainnya, menurut Macey dalam Purnaya (2015:141), bahwa

ideologi merupakan suatu konsep yang diangkat atau dipakai menutupi realitas

sosial untuk kelas tertentu dan mempertahankan legitimasi kekuatanya tetapi

tampak alamiah dan ahistory.

Secara umum praktik para investor dalam industri perhotelan di Ubud

menganut ideologi yang sama. Setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi para

investor disinyalir menganut ideologi yang sama dalam praktiknya. Pertama,

ideologi yang dianut oleh para investor dipengaruhi oleh kondisi masyarakat lokal

setempat sebagai akibat dari fenomena yang lahir di kawasan Ubud. Kedua,

ideologi yang dianut lahir sebagai akibat dari tuntutan trend kepariwisataan global

dan berbagai regulasi internasional dan nasional tentang aturan dalam berinvestasi

seperti peraturan daerah (Perda) yang mengatur kebijakan-kebijakan berinvestasi

dalam industri perhotelan di Ubud. Ketiga, ideologi yang dianut oleh para investor

adalah suatu adaptasi untuk mencari keuntungan dalam industri perhotelan, tetapi

tetap menghormati dan memegang adat istiadat di Ubud. Semua hal tersebut

menjadi ideologi yang melandasi praktik para investor dalam industri perhotelan di

Ubud terlebih jika ingin terus eksis pada sektor kepariwisataan di kawasan itu.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

30

Masih terkait dengan fenomena dan ideologi, pada praktik investor dalam

industri perhotelan jika dikaji dalam ilmu kajian budaya, merupakan suatu makna.

Pengertian kata makna (meaning) dirujuk dengan menggunakan penjelasan Barker.

Makna memiliki suatu pengertian, yaitu adanya sikap, kepercayaan, dan tujuan

pembenaran bagi setiap manusia. Artinya, penandaan yang diperlihatkan setiap

individu atau kelompok memiliki suatu kebermaknaan (Barker, 2005:519--520).

Pada penelitian ini makna dari praktik investor tidak hanya dikaji dari satu

sudut pandang investor, tetapi juga melibatkan semua pihak yang terkait dengan

praktik investor. Dalam hal ini Barker memandang kebudayaan sebagai peta-peta

yang tumpang tindih, membentuk zona-zona koherensi dalam ruang sosial yang

sama tetapi selalu diperebutkan sesuai dengan kepentingannya. Hal yang sama juga

terjadi pada fenomena praktik investor dalam industri perhotelan (Barker,

2005:522).

Makna yang lahir pada praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud,

sekaligus menjadi konsep penelitian tidak hanya dimaknai dari sudut pandang

investor. Apabila dikaitkan dengan gagasan Barker, makna kehadiran para investor

dalam industri perhotelan ditanggapi beragam, baik oleh masyarakan lokal

setempat, pemerintah, maupun para investor sendiri dalam memaknai praktiknya

pada industri perhotelan di kawasan Ubud.

2.2.3 Industri Perhotelan

Industri perhotelan adalah konsep ketiga yang dimasukkan dalam penelitian

ini. Konsep ini diulas karena merupakan tempat berpraktik para investor yang

menjadi subjek penelitian. Konsep industri pariwisata selain diacu dari peraturan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

31

menteri pariwisata juga dipaparkan dengan pendekatan dari sudut pandang ilmu

kajian budaya. Secara garis besar, industri perhotelan dalam konsep ini merupakan

konstruksi-konstruksi untuk mendatangkan keuntungan lewat produk-produk yang

dijual. Selain itu, konsep hotel juga selalu diidentikkan dengan sesuatu yang bersifat

private dan eksklusif hanya untuk tamu-tamu yang menginap sebagai suatu wacana

mendapatkan keuntungan.

Pada hakikatnya hotel adalah usaha yang dikelola secara komersial. Di Bali

usaha perhotelan dikemas dalam berbagai ragam bentuk. Pengelolaan hotel diatur

dalam Kepmen Parpostel Nomor KM.94/Hk.103/MPPT-87 (Muljadi, 2016:60).

Menurut Muljadi, klasifikasi hotel secara umum digolongkan dalam hotel

berbintang dan melati dengan segala fasilitas mewah dan modern. Fenomena yang

tampak di Bali sedikit berbeda, artinya hotel-hotel beradaptasi dengan kondisi lokal

dan adat istiadat setempat, tetapi tidak meninggalkan unsur/pakem internasional.

Contoh adaptasi itu, yaitu hotel berbintang juga berbentuk vila, resor, dan cottage

seperti yang dimiliki oleh Four Seasons Group dan Alila Group. Fenomena lain

yang terjadi di Bali adalah klasifikasi hotel tidak dapat diukur secara jelas.

Argumentasi tersebut didukung oleh beberapa fakta bahwa di Ubud hotel melati

dengan bentuk villa atau resor dari segi infrastruktur, tetapi pelayanan dan

keamanan bisa melampaui hotel berbintang satu atau berbintang dua yang ada di

kawasan Kuta. Hal ini menjadi suatu fenomena sekaligus peluang dalam mencari

keuntungan bagi para investor perhotelan yang menanamkan modalnya di Ubud.

Dalam hal mencari keuntungan hotel memiliki banyak produk yang bisa

dijual. Keuntungan perusahaan tidak hanya berasal dari penjualan produk yang

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

32

bersifat tangible (kebendaan) seperti akomodasi, makanan, dan minuman tetapi juga

menjual produk yang bersifat intangible (tidak berwujud tetapi dapat dirasakan).

Produk intangible yang dapat diperjualbelikan, yakni berupa jasa (service). Pada

perdagangan jasa (trade-in service) sistem yang secara profesional dikelola dan

dikemas sehingga mampu memberikan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan para

tamu yang menginap (Sumadi, 2003:1). Lebih lanjut Sumadi mengemukakan bahwa

perdagangan jasa di hotel memiliki simulasi layaknya proses jual-beli barang. Jika

barang secara kasat mata dapat disentuh dan dirasakan untuk selanjutnya

memberikan kepuasan, jasa adalah sesuatu yang bersifat intangible tetapi juga

mampu memberikan kepuasan seperti layaknya benda yang dapat disentuh

(Richardson dalam Prasiasa, 2013:22). Ulasan tersebut memberikan suatu

pemahaman bahwa industri perhotelan mampu mengemas jasa sebagai alat untuk

mendatangkan keuntungan sekaligus menjadikan lahan bisnis.

Konsep hotel dari sudut pandang kajian budaya memiliki makna yang

berbeda dengan uraian di depan. Konsep hotel dalam perkembangan modern jika

dikaitkan dengan Barker (2000:134), tidak lebih sebagai bentuk neofordisme

bercirikan pada adanya pekerja inti/posisi manajemen dan upah rendah pada

golongan tertentu/staf seperti tampak pada struktur organisasi di dunia perhotelan.

Contohnya adalah manajer sebagai posisi tertinggi pada tiap-tiap departemen di

hotel. Tetapi, walaupun jabatan dan upah berbeda prioritas tetap pada kepuasan

tamu yang menginap lewat bisnis keramahtamahan sebagai lipstik untuk

mendatangkan keuntungan perusahaan.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

33

Para investor perhotelan rupanya secara jeli melihat keramahtamahan

sebagai salah satu cara untuk mendatangkan keuntungan. Oleh karena itu, sektor ini

pun kini menjadi objek untuk mengembangkan bisnisnya. Argumen tersebut

dikuatkan oleh kutipan berikut.

“Tourism is an industry and its structures exist solely because profit can be

generated. It can objected that for many smaller enterprises being recorder

do not necessarily represent a high rate of return on capital, and that for the

many the main return is emotional one wherein entrepreneurs are able to

sustained a desired life style. From a cost benefit analysis perspective

however, that emotional return can also be ascribe a monetary value...”

(Ryan & Aicken, 2005:70).

Ryan dan Aicken berargumentasi bahwa dalam konteks industri pariwisata,

perusahaan dapat mencari keuntungan bukan hanya sekali, melainkan dalam jangka

waktu berkepanjangan lewat permainan gaya hidup yang diciptakan. Kepuasan juga

dapat memberikan keuntungan jika dikelola secara benar. Di dunia perhotelan

praktek pemuasan kebutuhan wisatawan didasarkan atas ekspektasi dan realitas.

Bila tamu puas terhadap pelayanan pihak hotel, maka tamu akan kembali sebagai

repeater guest. Repeater guest ini adalah value yang disebutkan Ryan dan Aicken

sebagai emotional is monetary value for generating a profit.

Perhatian investor dalam pengembangan bisnisnya di industri perhotelan

sangat erat terkait dengan konsep pengembangan produk pariwisata. Akan tetapi,

konsep tersebut kini diadopsi dalam sektor perhotelan. Empat konsep perhotelan

yakni attraction (daya tarik wisata), accessibilities (aksesibilitas), amenities

(fasilitas), dan ancillary services (pelayanan wisata) (Muljadi, 2012:89). Pada

industri perhotelan, keempat konsep tersebut diadopsi menjadi tiga poin. Poin

pertama, adalah aksesibilitas atau kemudahan-kemudahan bagi wisatawan. Cakupan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

34

kemudahan yang dimaksud tidak hanya berupa kebendaan (tangible) seperti jalan,

rambu-rambu, lampu penerangan dan sebagainya. Aksesibilitas sebagai konstruksi

investor pada industri perhotelan juga meliputi pelayanan informasi, kemudahan

akses, dan promosi terkait dengan pemesanan hotel dan penetapan harga khusus

bagi wisatawan yang menginap. Poin dari aksesibilitas ini adalah upaya

memberikan kemudahan yang dikemas dalam bentuk pelayanan yang diberikan

oleh pihak manajemen hotel sebagai bentuk adopsi konsep aksesibilitas.

Poin kedua adalah fasilitas atau sarana dan prasarana pada sektor perhotelan.

Fasilitas yang ada di hotel bersifat private atau lebih tepatnya hanya boleh

digunakan oleh tamu yang menginap atau yang sudah membayar fasilitas tersebut

sesuai dengan ketentuan manajemen hotel. Wacana private dan exclusive ini

dikonstruksi sedemikian rupa guna pemenuhan kepuasan para tamu sekaligus

memberikan prestise bagi para tamu yang menginap. Investor mengadopsi konsep

ini dengan tujuan para wisatawan betah tinggal lebih lama. Setidaknya hal itu

menimbulkan pengalaman berkesan bagi para tamu untuk datang kembali pada

liburan berikutnya.

Poin ketiga adalah atraksi bagi wisatawan. Lewat atraksi yang disuguhkan di

hotel, harapan investor tidak hanya menarik satu dua orang tamu saja melainkan

mampu mengundang tamu rombongan. Penyuguhan atraksi tersebut dikemas pihak

hotel sebagai suatu yang eksklusif bahkan ditambah dengan pelayanan jasa guna

mengangkat nilai jual atraksi tersebut. Contohnya, mengundang para seniman lokal

untuk melakukan pementasan di hotel sebagai atraksi dalam acara gala dinner.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

35

Selain ketiga poin tersebut, sektor perhotelan juga dikonstruksi menurut

kelasnya. Sebagai pendukung dari argumentasi tersebut terlihat dari adanya kategori

hotel. Kategori hotel yang dimaksud, yakni hotel dibagi menurut kelasnya. Jika

dikaitkan dengan ilmu kajian budaya, mirip dengan teori yang dianut kaum

Marxisme tentang adanya kelas. Adopsi paham ini terlihat nyata pada sektor

perhotelan. Hotel dibagi menjadi kategori berdasarkan fasilitas dan pelayanan yang

diberikan. Kelas-kelas dalam hotel dibentuk menjadi kategori hotel berbintang

hingga hotel melati. Tidak hanya sampai di situ, kamar sebagai produk utama yang

dijual oleh hotel juga dikategorikan menjadi kamar berkelas standard (biasa)

sampai kamar berkelas president suite (mewah) (Muljadi, 2012:148).

2.3 Landasan Teori

Dalam subbab ini dirumuskan teori-teori yang digunakan sebagai tool dalam

menganalisis praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud. Ada tiga teori

yang digunakan, yakni teori strukturasi Giddens, teori praktik Bourdieu, dan teori

kekuasaan dan pengetahuan Foucault. Ketiga teori tersebut menjadi dominan dan

diacu sebagai teori besar penelitian ini, karena terhubung dengan konsep penelitian

yang sudah diulas sebelumnya. Disamping itu, praktik investor di Ubud tidak lepas

dari ruang simulasi teori-teori tersebut. Investor disinyalir menerapkan strategi

berpraktik dengan menggunakan kekuasaan dan pengetahuan yang menjadi inti

teori Foucault dan diintegrasikan dengan teori praktik Bourdieu (habitus, ranah, dan

modal) dengan melibatkan bentukan expert sistem teori Giddens. Pendeknya, ketiga

teori tersebut menjadi suatu struktur praktik berpola dari para investor dalam

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

36

industri perhotelan di Ubud. Temuan pola struktur praktik diharapkan

menyumbangkan suatu temuan (novelty) dan sekaligus menjadi keunggulan

penelitian. Selain teori-teori tersebut, juga digunakan teori pendukung, seperti teori

postmodernisme dan compassionate capitalism untuk memperkuat berbagai

argumentasi terkait dengan praktik investor dalam industri perhotelan. Sebagai

catatan, teori pendukung dipaparkan langsung pada bab-bab di mana praktik

investor terindikasi mengadopsi teori tersebut sebagai praktik.

2.3.1 Teori Strukturasi (Giddens)

Teori Giddens merupakan teori pertama yang diulas pada subbab ini.

Pentingnya teori Giddens dalam penelitian ini kerena keterhubungannya dengan

konsep penelitian yang sudah dijelaskan di depan. Poin-poin inti teori Giddens

seperti token simbolik dan expert system menjadi suatu refleksitas dalam dunia

pariwisata modern yang tersimulasi dari praktik investor di Ubud dalam mencari

keuntungan. Selengkapnya pemaparan teori strukturasi Giddens adalah sebagai

berikut.

Teori strukturasi Giddens termasuk dalam klasifikasi teori postmodern.

Menurut Giddens (dalam Ritzer, 2003:239--249), esensi teori strukturasi adalah

sebagai berikut:

1) Strukturasi sebagai suatu pemisahan (distanciation). Pemisah yang dimaksud

oleh Giddens adalah waktu dan ruang. Pada era modern ruang dan waktu sengaja

dikonstruksi sehingga timbul adanya suatu kerenggangan. Giddens (dalam

Ritzer, 2003:242) melihat kerenggangan ruang dan waktu merupakan potensi

untuk tumbuhnya organisasi dan birokrasi yang dirasionalkan.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

37

2) Dinamisme modernitas pemisahan. Giddens memaparkan bahwa selama

mengalami proses tersebut terjadi “penarikan keluar” hubungan-hubungan sosial

dari konteks interaksi sosial dan restrukturisasi melewati ruang dan waktu yang

tidak pasti. Mekanisme pemisahan tersebut dilakukan dengan melakukan token

simbolis (symbolic token) dan sistem ahli (expert system). Giddens memberikan

contoh token simbolis, yaitu uang sebagai pemisahan ruang dan waktu karena

dapat bertransaksi di mana saja. Di lain sisi, sistem ahli adalah pencapaian teknis

atau pengaturan profesional untuk mengatur wilayah, material, dan sosial, seperti

pengacara, mobil, rumah, dan lain sebagainya sebagai hasil dari sistem ahli.

Dalam ranah ruang dan waktu, sistem ahli memberikan jaminan performa

melintasi ruang dan waktu. Efek yang ditimbulkan dari token simbolis dan

sistem ahli adalah kepercayaan.

3) Refleksivitas. Giddens berpendapat bahwa refleksivitas merupakan hal yang

paling fundamental dalam teori strukturasi. Fundamental yang dimaksud adalah

bagaimana refleksi dunia modern menyebabkan segala sesuatu menjadi sangat

terbuka, penuh ketidakpastian akan kepercayaan kepada sistem dan token

simbolis. Refleksi kepercayaan dan tidak mempercayai cenderung membentuk

tatanan sosial seperti yang dikonstruksi oleh sistem ahli. Giddens

menggambarkan modernitas sebagai sebuah lokomotif yang bergerak cepat dan

sistem ahli terus mengirimkan data kepadanya ke arah yang baru/data dinamis.

Data inilah menurut Giddens mampu membentuk suatu struktur. Dalam Ritzer

(2003:248) dinyatakan bahwa ada hubungan sosial yang dimasuki oleh

kepentingan dengan tujuan dan kepuasan yang cukup untuk tiap-tiap pihak yang

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

38

tinggal di dalamnya. Menurut Beck (dalam Ritzer 2003:250) hal itu disebut

sebagai kebebasan agen menciptakan, baik strukturasi diri sendiri maupun

masyarakat di mana para agen hidup.

Poin ulasan Giddens tentang strukturasi jika dikaitkan pada sektor

perhotelan, ternyata terjadi suatu kesamaan pola. Agen menciptakan suatu refleksi

tentang hotel yang merupakan suatu industri. Jika berbicara tentang industri pada

era modern, menurut Giddens (dalam Ritzer 2003:241), industri kerap dikaitkan

dengan adanya/keberadaan suatu mesin untuk membuat suatu barang/produk. Pada

sektor industri perhotelan, barang yang dimaksud adalah jasa/pelayanan, tetapi

dianalogikan sebagai barang tetapi tidak berbentuk/intangible atau sesuatu yang

tidak nyata tetapi dapat dirasakan. Narasi besar konstruksi di industri perhotelan

sesuai dengan paparan Beck bahwa oknum atau agen yang bermain dalam

membentuk suatu image atau pencitraan yang merefleksikan token simbolis seperti

gagasan Giddens. Menurut Giddens, token simbolis yang merefleksikan image

(pencitraan) merupakan sesuatu yang terus “bergerak”. Artinya, bekerja dengan

data informasi dari sistem ahli sehingga terjadi konstruksi (tatanan) yang berpola.

Pada industri perhotelan modern, teori Giddens menjadi sebuah cermin

untuk menganalisis fenomena praktik investor di Ubud. Investasi para investor

bertujuan untuk mencari keuntungan. Oleh karena itu, pihak investor harus secara

pro aktif memodifikasi segala sistem ahli untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak

hanya sebatas mencari keuntungan semata, strategi investor juga berharap agar

terlepas dari pergulatan dan mencari solusi agar segala tantangan dapat diatasi.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

39

2.3.2 Teori Praktik (Bourdieu)

Teori praktik dipilih sebagai teori kedua setelah teori strukturasi terkait

dengan topik yang diangkat dengan tiga alasan. Pertama, investor pada industri

perhotelan merupakan kekuatan simbolis dari kapitalis. Kedua, dalam praktiknya

dalam industri perhotelan di Ubud, para investor disinyalir menggunakan simulasi

seperti inti teori praktik Bourdieu agar dapat lepas dari arena pergulatan yang

dihadapinya. Ketiga, fenomena praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud

merupakan adaptasi dari teori praktik Bourdieu. Agar jelas, terlebih dahulu

dipaparkan inti sari dari teori praktik Bourdieu.

Praktik yang dimaksud adalah tindakan sosial yang berstruktur dari tiga

konseptual gagasan tentang ranah, habitus, dan modal. Rumus generatif yang

menerangkan praktik sosial dengan persamaan: (Habitus x Modal) x Ranah =

Praktik (Bourdieu, 1984:101 dalam Harker dkk.ed., 1990:xxi). Selanjutnya

pemahaman tentang teori praktik Bourdieu (ranah, habitus, modal) diulas satu per

satu.

1) Habitus sebagai sesuatu yang berevolusi dan berpindah ke mana-mana (mobile)

dengan attribute yang dapat diwariskan untuk pemenuhan tujuan para investor.

Habitus terbentuk (terkonstruksi) dari field si aktor sosial. Bourdieu

mengistilahkan dengan „structuring structure” atau struktur yang menata.

Habitus terlahir dari proses penanaman “second nature” sehingga menghasilkan

suatu adaptasi, harapan dan mampu untuk mengatur strategi selanjutnya.

2) Bourdieu mendeskripsikan field dengan berbagai makna. Field dapat berupa

arena pertaruhan, tempat aktor sosial (agen) berupaya dan bersaing mendapatkan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

40

sumber daya atau power simbolis. Field dapat berupa kerangka hubungan sosial

dalam hal ini posisi yang diduduki para agen. Tiap-tiap field berisi norma atau

aturan yang berbeda. Bourdieu menekankan jika aktor sosial ingin memenangkan

suatu “pertaruhan”, hendaknya si aktor harus ikut dalam “permainan” (feel for

the game).

3) Konsepsi yang ketiga dalam teori praktik Bourdieu adalah modal. Modal ini

dipertaruhkan untuk dapat mendapatkan modal yang lebih besar. Untuk

memberikan pengertian lebih jauh, Bourdieu mencontohkan modal dapat berupa

modal budaya, modal intelektual, dan modal kapital. Ketiga unsur tersebut

merupakan jantung dari teori praktik Bourdieu.

Teori praktik Bourdieu dapat teraplikasi dalam ruang dan dimensi berbeda

sesuai dengan habitus, ranah dan modal yang dimainkan sang aktor (Bourdieu

dalam Basis, 2003:9). Apabila investor perhotelan sebagai aktor, maka teori praktik

beradaptasi dengan habitus industri perhotelan. Secara otomatis modal intelektual,

sosial, dan budaya pun telah dimanipulasi mengikuti ranah yang berlaku di kawasan

tersebut. Salah satu contoh, yakni modal intelektual. Modal ini telah beradaptasi

menjadi tiga modal, yakni (1) skill, sebagai modal kemampuan yang lebih

menitikberatkan pada faktor kecakapan fisik, (2) knowledge, sebagai modal

pengetahuan, dan (3) attitude, sebagai modal dalam berhubungan sosial, mencari

simpati, publikasi, dan sebagainya. Ketiga modal tersebut selanjutnya disebut

dengan „structured-practical agent‟ oleh Bourdieu. Pengertian structured-practical

agent jika dikaitkan dalam ranah industri perhotelan adalah kompetensi.

Kompetensi inilah yang mengajarkan para investor atau agen investor untuk

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

41

beradaptasi dan menyebabkan laku (habitus) mengikuti skema dalam sebuah

konsensus tanpa kekerasan sosial yang diistilahkan Bourdieu sebagai pertarungan

simbolik.

Gagasan lain teori Bourdieu adalah merumuskan praktik sosial sebagai hasil

dinamika dialektis (Bourdieu dalam Basis, 2003:33). Wacana menjadi kunci praktik

sosial untuk mendapatkan sebuah kekuasaan. Mengacu pada konsep praktik

investor dan industri perhotelan di Ubud, data dianalisis dengan teori praktik untuk

mencari kebenaran bahwa investor memainkan mind games dan language games

sebagai suatu konsensus untuk keuntungan dan eksistensi perusahaan mereka.

Secara umum, implementasi teori praktik Bourdieu tersimulasi dalam

industri perhotelan, khususnya di Ubud. Di Ubud sebagai daerah pariwisata yang

secara genealogi berstruktur budaya, lambat laun mulai dimasuki oleh modernisasi

seperti di kawasan Kuta. Pencitraan destinasi yang ditimbulkan oleh pariwisata di

Ubud sangat kuat dan melibatkan modal budaya, modal intelektual, dan modal

kapital yang ditata sesuai dengan kawasan tersebut. Fenomena tersebut sejalan

dengan teori praktik Bourdieu karena sektor pariwisata melibatkan unsur ranah,

habitus dan modal yang beradaptasi dengan ruang dan waktu untuk mencari

keuntungan.

Iklim kepariwisataan di Ubud disinyalir, baik secara langsung maupun tidak

langsung berpengaruh terhadap kiprah para investor. Sebagai field, budaya dan adat

istiadat di Ubud secara autodidak mengajarkan para investor untuk mengikuti

norma yang berlangsung, memotivasi mereka untuk berimprovisasi, dan pada

akhirnya mampu mencari keuntungan dalam pengelolaan investasinya. Hal tersebut

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

42

terjadi karena adanya informasi tentang kultur di Ubud yang sangat menghargai

para pendatang terlebih bila mereka datang atau bertamu secara sopan, beretika

yang baik dan membawa keuntungan. Dengan kata lain, masyarakat lokal Ubud

setempat akan memandang individu atau sekelompok orang bukan sebagai

ancaman, melainkan sebagai suatu aset.

2.3.3 Teori Kekuasaan dan Pengetahuan (Foucault)

Teori ketiga yang digunakan adalah teori Foucault yakni kekuasaan dan

pengetahuan. Teori Foucault menjadi dominan dalam penelitian ini. Artinya, jika

dihubungkan dengan konsep penelitian, investor menginginkan adanya kekuasaan

pada ranah industri perhotelan di Ubud. Agar jelas, terlebih dahulu dipaparkan

tentang kekuasaan dan pengetahuan yang menjadi inti teori Foucault.

Kekuasaan adalah subjek di mana Foucault melakukan berbagai observasi

melalui serangkaian pengamatan dan pada akhirnya memberikan suatu paparan

bahwa kekuasaan memiliki pembenaran-pembenaran tersendiri. Dengan mendobrak

paradigma lama, seperti perspektif Marxian yang mempunyai suatu pandangan

negatif tentang kekuasaan. Salah satu perhatian Foucault juga pada bagaimana

kekuasaan tersebut berdasarkan retakan zaman (discontinuity) lewat apa yang

berkuasa (archeology) dan praktik kekuasaan beroperasi (genealogy of power)

(Mudhoffir, 2013:76). Foucault melakukan serangkaian investigasi terkait dengan

praktik-praktik kekuasaan yang terjadi, dimana kekuasaan dan pengetahuan

merupakan sesuatu yang berhubungan sangat erat. Foucault berusaha memberikan

paparan tentang topik ini tetapi selalu secara eksplisit.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

43

Buku Power/Knowledge (2012) merupakan tulisan dan wawancara yang

terkait sangat erat dengan penelitian ini. Menurut Foucault (2002:162), kekuasaan

tidak hanya menimbulkan suatu pengetahuan dengan menekankan pada adanya

intervensi pembenaran sebagai hasil reproduksi. Argumentasi tersebut didukung

oleh adanya formasi-formasi wacana/dialektika sebagai taktik yang dipermainkan si

aktor sehingga mampu memberikan suatu kebenaran dalam setiap tindakannya

dalam praktik sosial, termasuk yang diadopsi oleh para investor dan agennya dalam

industri perhotelan yang menjadi topik penelitian ini. Hubungan antara pengetahuan

dan kekuasaan adalah adanya wacana sebagai suatu rezim sebagai katalisnya

(Mudhoffir, 2013:82). Rezim wacana tersebut terus bergulir dalam organisasi dan

dalam praktik-praktik yang tanpa disadari mengendalikan tubuh-tubuh individu

yang menggunakan kekuasaan tanpa diketahui dan dirasakan. Pengetahuan tersebut

tumbuh menjadi suatu kekuasaan manakala beroperasi secara positif dan tidak

dirasakan, tetapi akan terus berevolusi sebagai suatu wacana kebenaran.

Buku Power/Knowledge juga mengilustrasikan makna-makna eksplisit

tentang kekuatan dan pengetahuan. Ada tiga poin penting tentang kekuasaan.

Pertama, kekuasaan bersifat intangible, yang dalam hal ini tidak berwujud, tetapi

dapat dirasakan dan terus bergerak di dalam permainan relasi-relasi. Kedua,

kekuasaan melahirkan suatu anti kekuasaan dan resistensi-resistensi akan timbul

seiring dengan penolakan terhadap rezim kekuasaan. Ketiga, kekuasaan non-

subjektif, dalam hal ini adalah adanya relasi-relasi dan wacana pada organisasi atau

struktur tertentu dapat merasakan kekuatan tersebut.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

44

Kekuatan dalam gagasan Foucault memiliki keterkaitan dengan

pengetahuan. Setidaknya ada tiga poin penting dari pengetahuan yang terkait

dengan kekuasaan menurut Foucault. Pertama, pengetahuan mempunyai kontrol

sosial. Hal ini disebabkan oleh adanya genealogy of power sebagai metode dan

beroperasi melalui kedisiplinan tubuh. Kedua, pengetahuan selalu bersifat berubah-

ubah sehingga tidak ada model atau herarki atau keterhubungan antara pengetahuan

dan kekuatan. Tetapi, hubungan pengetahuan dan kekuatan hanya dapat diamati

dari adanya karakteristik dari zaman ke zaman. Ketiga, pengetahuan identik dengan

adanya rezim-rezim yang menyertainya. Rezim-rezim yang dimaksud adalah

otoritas yang memiliki aspek pada organisasi, institusi atau lembaga-lembaga yang

mempunyai suatu wacana, ide ataupun gagasan-gagasan yang selanjutnya

“disuntikkan” kepada tubuh individu-individu sebagai suatu pengetahuan atau dalil

kebenaran.

Jika dihubungkan dengan konsep penelitian ini, aplikasi teori Foucault

tampak diadopsi oleh para investor perhotelan. Hotel yang berwujud sebagai

organisasi swasta yang bertujuan mendatangkan keuntungan terus berupaya

melakukan kontrol pada lingkungan sosial untuk dapat eksis. Caranya, dengan

melakukan permainan kekuasaan dan pengetahuan dalam praktik para investor

perhotelan dan agen.

Karya-karya Foucault banyak diadopsi filosuf lain untuk selanjutnya

dipublikasikan dalam buku atau tulisan. George Ritzer merupakan salah seorang

dari sekian banyak filosuf yang memasukkan teori Foucault ke dalam bukunya yaitu

Teori Sosial Post-Modern. Teori Foucault ditautkan pada rezim pemerintahan

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

45

Yunani-Roma sebagai pengujiannya dan pada akhirnya memberikan suatu makna

bahwa kekuasaan bukanlah sesuatu yang bersifat determinasi satu arah, tetapi

berupa strategi-strategi dalam pencapainnya (Ritzer, 2003:130). Filosuf lain yang

memakai teori-teori terkait dengan kekuasaan dan pengetahuan untuk diadopsi ke

dalam karyanya adalah Piliang. Poin acuan Piliang adalah menganalisis adanya

pergerakan (pelipatan) dunia akibat dari globalisasi yang tidak lepas dari adanya

unsur relasi kuasa dan pengetahuan (Piliang, 2004:498). Lewat genealogi

kekuasaan, Piliang berupaya melakukan “penelanjangan” melalui kritik ontologi

untuk mendapatkan perbaikan ke arah yang lebih baik.

Teori Foucault terkait dengan kekuasaan dan pengetahuan menjadi teori

yang penting dalam penelitian ini. Baik ataupun buruk konsensus yang menjadi

praktik para investor dianalisis lewat teori Foucault. Kondisi kepariwisataan di

Ubud dengan karakter masyarakat lokal setempat yang cenderung resisten

diasumsikan memaksa para investor untuk melakukan suatu praktik yang

melibatkan kekuasaan dan pengetahuan sebagai atribut (modal) para investor jika

dikaitkan dengan teori praktik Bourdieu.

2.4 Model Penelitian

Penelitian dituangkan dalam bentuk model untuk mempermudah sekaligus

memberikan gambaran tentang alur dalam penelitian ini. Selengkapnya dituangkan

dalam bentuk gambar berupa flowchart yang menjadi alur pikiran peneliti sekaligus

menjadi kerangka penelitian. Adapun model penelitian dilihat pada gambar 2.1.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

46

Gambar 2.1

Praktik Investor dalam Industri Perhotelan di Ubud, Bali

Penjelasan gambar 2.1 adalah sebagai berikut. Sama halnya dengan kawasan

lain, seperti Nusa Dua atau Kuta, pariwisata di Ubud dipengaruhi oleh kinerja

ketiga pilar pariwisata (Purnaya, 2015). Ketiga pilar kepariwisataan tersebut adalah

pemerintah dalam hal ini Pemkab Gianyar, masyakat Ubud, dan pihak investor.

Sebagai catatan, ketiganya saling memengaruhi satu sama lain. Pemerintah dalam

hal ini Pemkab Gianyar berupaya menegakkan pariwisata budaya dengan berbasis

Keterangan :

= memengaruhi

= saling mempengaruhi

Teori - Strukturasi (Gidden)

- Praktik(Bourdieu)

- Kekuasaan /Pengetahuan

(Foucault)

Pemerintah

Masyarakat

(Desa Adat

dan Puri Ubud)

Investor

Pengembangan Kepariwisataan Ubud

Konsep

- Praktik investor

-Industri Perhotelan

Praktik Investor

Fenomena Praktik

Investor

Ideologi dari Praktik

Investor

Temuan Penelitian

Teori - Strukturasi (Gidden)

- Praktik(Bourdieu)

- Kekuasaan /Pengetahuan

(Foucault)

Pemerintah

Masyarakat

(Desa Adat

dan Puri Ubud)

Investor

Pengembangan Kepariwisataan Ubud

Konsep

- Praktik investor

-Industri Perhotelan

Praktik Investor

Ideologi dari Praktik

Investor

Temuan Penelitian

Teori - Strukturasi (Giddens)

- Praktik (Bourdieu)

- Kekuasaan /Pengetahuan

(Foucault)

Investor

Masyarakat

(Desa Adat

dan Puri Ubud)

Pemerintah

Kepariwisataan Ubud

Konsep

- Praktik investor

-Industri Perhotelan

- Praktik Investor

dalam Industri

Perhotelan sebagai

Fenomena, Ideologi,

dan Makna

Praktik Investor

Pemaknaan

Praktik Investor

Ideologi Praktik

Investor

Temuan Penelitian

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

47

masyarakat. Artinya, di satu sisi agar budaya di Ubud tidak tergerus oleh arus

pariwisata modern, sedangkan di sisi lain agar masyarakat mendapat imbas dari

kehadiran pariwisata di Ubud.

Masyarakat Ubud sebagai subjek pariwisata berbasis masyarakat, dituntut

dengan jargon-jargon mempertahankan budaya demi terwujudnya misi pariwisata

budaya dari pemerintah. Tidak mengherankan jika saat ini di Ubud, masyarakat

lokal setempat masih memegang adat dan tradisi. Kuatnya masyarakat lokal

setempat memegang adat tradisi tidak jarang bersifat resisten. Resisten yang

dimaksud adalah terjadinya penolakan bila ada yang tidak sesuai dengan peraturan

lokal setempat atau dianggap merugikan pihak desa adat.

Peran investor juga tidak boleh diabaikan dalam kepariwisataan di Ubud.

Segala fasilitas hotel, restoran, dan spa yang mengangkat nama Ubud seperti tidak

lepas dari peran para investor. Secara umum para investor diterima oleh masyarakat

dan pemerintah karena menambah pemasukan bagi pemerintah berupa pajak dan

pendapatan bulanan berupa kontribusi bagi desa adat. Jika ditelusuri lebih lanjut,

terjadi kasus-kasus pertikaian antara investor dan pihak desa sesekali terliput dalam

media massa. Tetapi, kondisi ini tidak menyurutkan niat para investor untuk

berinvestasi di Ubud. Hal ini dapat dilihat dengan semakin bermunculannya hotel-

hotel, seperti Ritz Carlton Mandapa yang sudah beroperasi pada pertengahan tahun

2016. Selain itu, eksistensi hotel, seperti Amandari yang mampu berdampingan

dengan kondisi resisten masyarakat setempat mengisyaratkan terjadi suatu

fenomena praktik tertentu dari investor. Topik ini menarik diangkat karena

beberapa alasan yang sekaligus merupakan urgency penelitian ini. Pertama,

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN … · pola hidup partial masyarakat Ubud sebagai salah salah satu faktor yang berpengaruh pada proses investasi yang dilakukan

48

menganalisis lebih jauh praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud yang

selalu terselubung jargon rahasia perusahaan. Kedua, belum pernah diadakan

penelitian sejenis dengan topik ini. Ketiga, memperkaya khazanah keilmuan dalam

bidang kajian budaya, terutama pada studi tentang pariwisata.

Ada tiga pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Tiga

persoalan tersebut, yakni fenomena praktik investor, ideologi praktik investor dan

makna praktik investor dalam industri perhotelan di Ubud. Konsep-konsep yang

digunakan adalah praktik investor, praktik investor dalam industri perhotelan

sebagai fenomena, ideologi, dan makna industri perhotelan. Untuk menganalisis

permasalahan tersebut, digunakan tiga teori, yakni teori strukturasi Giddens, teori

praktik Bourdieu serta teori kekuasaan dan pengetahuan Foucault.

Temuan baru penelitian ini digunakan sebagai suatu landasan untuk

memberikan saran/rekomendasi, baik kepada pemerintah, masyarakat lokal,

maupun pengusaha pariwisata yang terkait dengan praktik para investor dalam

industri pariwisata di Ubud.