bab ii kajian pustaka, kerangka berpikir, dan...

28
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Kelas V SD Usia siswa sekolah dasar berkisar antara 6-12 tahun. Setiap siswa memiliki bermacam-macam karakteristik yang membuat siswa sekolah dasar menjadi pribadi yang unik. Karakter setiap siswa sudah melekat pada diri siswa semenjak mereka lahir. Oleh karena itu tidak dapat disamaratakan antara siswa yang satu dengan yang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Tim Dosen IKIP Malang (Listiarini, 2014: 7) “Dengan adanya karakteristik yang khas ini, maka anak didik itu memiliki variasi kelebihan, dan kekurangan, serta memiliki kebutuhan, cita-cita, kehendak, perasaan, kecenderungan, motivasi yang berbeda-beda. Sudah menjadi kewajiban setiap guru harus memahami karakter setiap siswa. Perbedaan karakter setiap siswa juga dipengaruhi karena tingkat usianya. Usia siswa kelas rendah berkisar antara 6-9 tahun sedangkan usia siswa kelas tinggi berkisar antara 10-12 tahun. Teori kognitif Piaget (Desmita, 2012: 156) menyatakan pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret. Operasi adalah hubungan-hubungan logis diantara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan operasional konkret adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkret dapat diukur. Pada tahap ini siswa mulai menggunakan logika untuk dasar berpikir. Jika dihadapkan suatu masalah, dalam pikiran siswa akan muncul beberapa pertanyaan. Sebagai seorang guru hendaknya selalu menerima pertanyaan siswa, agar siswa merasa terlayani dengan baik. Umumnya usia siswa kelas V SD berada di usia 10-11 tahun. Berdasarkan fase perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget bahwa usia 10-11 tahun termasuk fase operasional konkret. Siswa berpikir

Upload: hoangkhuong

Post on 22-Jul-2018

338 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V SD

a. Karakteristik Kelas V SD

Usia siswa sekolah dasar berkisar antara 6-12 tahun. Setiap siswa

memiliki bermacam-macam karakteristik yang membuat siswa sekolah

dasar menjadi pribadi yang unik. Karakter setiap siswa sudah melekat pada

diri siswa semenjak mereka lahir. Oleh karena itu tidak dapat disamaratakan

antara siswa yang satu dengan yang lain. Seperti yang diungkapkan oleh

Tim Dosen IKIP Malang (Listiarini, 2014: 7) “Dengan adanya karakteristik

yang khas ini, maka anak didik itu memiliki variasi kelebihan, dan

kekurangan, serta memiliki kebutuhan, cita-cita, kehendak, perasaan,

kecenderungan, motivasi yang berbeda-beda”. Sudah menjadi kewajiban

setiap guru harus memahami karakter setiap siswa. Perbedaan karakter

setiap siswa juga dipengaruhi karena tingkat usianya. Usia siswa kelas

rendah berkisar antara 6-9 tahun sedangkan usia siswa kelas tinggi berkisar

antara 10-12 tahun.

Teori kognitif Piaget (Desmita, 2012: 156) menyatakan pemikiran

anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret.

Operasi adalah hubungan-hubungan logis diantara konsep-konsep atau

skema-skema. Sedangkan operasional konkret adalah aktivitas mental yang

difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkret

dapat diukur. Pada tahap ini siswa mulai menggunakan logika untuk dasar

berpikir. Jika dihadapkan suatu masalah, dalam pikiran siswa akan muncul

beberapa pertanyaan. Sebagai seorang guru hendaknya selalu menerima

pertanyaan siswa, agar siswa merasa terlayani dengan baik.

Umumnya usia siswa kelas V SD berada di usia 10-11 tahun.

Berdasarkan fase perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget

bahwa usia 10-11 tahun termasuk fase operasional konkret. Siswa berpikir

7

logis mengenai benda-benda kongkrit, sedangkan dalam fase perkembangan

kebahasaan termasuk fase semantik. Siswa dapat membedakan kata sebagai

simbol dan konsep yang terkandung dalam kata. Karakteristik

perkembangan siswa kelas 5 SD menurut Diani dewi (2013) adalah (1)

mulai banyak menkonsentrasikan diri berdasarkan minat individu dan

dimulai dari minat individu; (2) hal yang diminati pada masa ini berkaitan

dengan kegiatan yang berhubungan dengan jenis kelamin; (3)

mengembangkan minat di luar rumah dan sekolah, masyarakat dan dunia

yang lebih luas; (4) mulai tumbuh sikap kritis dan mandiri; (5) mulai adanya

emosi yang kritis dan perubahan fisik; (6) tumbuh kegemaran

mengumpulkan karya seni; (7) mulai adanya fase hero dan semangat heroik;

(8) pengembangan kepekaan pada nilai, kepekaan akan nilai baik dan buruk;

(9) bertambahnya minat dan lamanya dalam bekerja.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

siswa kelas V SD yaitu: (1) memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik

akan dunia sekitar mereka; (2) senang bermain dan lebih suka bergembira;

(3) suka menangani berbagai hal, mengeksplorasi situasi dan mencoba

usaha-usaha baru; dan (4) belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, dan

berinisiatif.

Berdasarkan karakter siswa kelas V SD yang aktif bergerak, senang

bermain, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, peneliti memilih

pendekatan komunikatif agar siswa dapat menyalurkan rasa ingin tahunya di

setiap kegiatan belajar mengajar. Siswa dilatih tidak takut mengemukakan

kebingungannya pada setiap permasalahan dalam pembelajaran.

Selanjutnya, dalam penelitian ini menerapkan metode simulasi yang

didasarkan pada karakteristik siswa kelas V SD yang aktif bergerak dan

melakukan kerja dalam kelompok. Metode simulasi diterapkan dalam

bentuk kelompok, kelompok menyimak dan disimak.

8

b. Bahasa Indonesia Kelas V SD

1) Ruang Lingkup Bahasa Indonesia

Pembelajaran Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting

dalam kehidupan siswa. Mempelajari bahasa merupakan aspek penting

dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Apabila aspek

tersebut dapat terpenuhi maka tidak sulit bagi siswa untuk berinteraksi

dengan orang lain. Namun untuk mampu berkomunikasi dengan baik,

siswa harus memililiki keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa

(language arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah menurut

Tarigan (2008: 2) mencakup empat segi, yaitu: (1) keterampilan

menyimak (listening skills); (2) keterampilan berbicara (speaking skills);

(3) keterampilan membaca (reading skills); (4) keterampilan membaca

(writing skills). Hubungan antarketerampilan berbahasa tersebut dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

Reseptif Produktif

Menyimak

dengan

Berbicara

tatap muka

Membaca

tanpa

Menulis

tatap muka

Gambar 2.1 Keterampilan Berbahasa (Sumber: Mulyati, 2006: 3.7)

Berdasarkan gambar 2.1 bahwa penyimak dengan pembicara

adalah dua orang yang sedang berinteraksi. Pembicara menyampaikan

pesan lisan (produktif), sedangkan penyimak menerima pesan lisan

(reseptif). Seorang penyimak membutuhkan pembicara untuk disimak

dan seorang pembicara membutuhkan penyimak untuk menyimak pesan

yang disampaikan. Seorang pembicara tidak selamanya menjadi

pembicara, begitu juga penyimak. Peran dapat berganti sesuai dengan

9

situasi dan kondisi di lapangan. Hubungan pembaca dengan penulis juga

dikatakan sebagai hubungan interaksi. Seorang penulis menyampaikan

pesannya secara tertulis, sedangkan pembaca akan menerima pesan

penulis secara tertulis. Hubungan antara pembaca dan penulis juga dapat

berganti peran, karena keduanya saling membutuhkan.

Keterampilan dalam berbahasa tidak hanya dilakukan satu atau

dua kali dalam pembelajaran, melainkan harus berulang kali praktik

untuk mengasah keterampilan siswa dalam bahasa. Penggunaan bahasa

dalam interaksi dibedakan menjadi dua, yaitu lisan dan tulisan.

Keterampilan berbahasa lisan meliputi keterampilan berbicara dan

menyimak, sedangkan keterampilan bahasa tulisan meliputi keterampilan

membaca dan menulis (Susanto, 2013: 242-243). Kenyataannya empat

keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan satu sama lain, apabila

siswa belajar menyimak, maka secara tidak langsung siswa juga belajar

berbicara.

Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran pada

dasarnya adalah sebuah program pembelajaran yang dilaksanakan untuk

mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif

terhadap bahasa dan sastra Indonesia di kalangan siswa. Menurut standar

isi SD kurikulum 2006, mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar

siswa (1) memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien

sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis;(2)

menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa Negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan

menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;(4)

menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual,serta kematangan emosional dan social;(5) menikmati dan

memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperhalusbudi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan berbahasa;(6) menghargai dan membanggakan sastra

Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

10

Adapun tujuan khusus pengajaran Bahasa Indonesia, antara lain agar

siswa memiliki kegemaran membaca, meningkatkan karya sastra untuk

meningkatkan kepribadian, mempertajam kepekaan, perasaan, dan

memperluas wawasan kehidupannya. Pengajaran bahasa Indonesia juga

dimaksudkan untuk melatih keterampilan berbahasa (Susanto, 2013:

245).

Fungsi mata pelajaran bahasa indonesiamenurut Hartati

(Sunandar, 2012) sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan kesatuan

bangsa; (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam

rangka pelestarian dan pengembangan budaya;(3) sarana peningkatan

pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu,

pengetahuan, teknologi, dan seni;(4) sarana penyebarluasan pemakaian

bahasa dan sastra Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan;(5)

sarana pengembangan penalaran; dan (6) sarana pemahaman

keberagaman budaya Indonesia melalui khasanah kesastraan. Tujuan dan

fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut akan menjadi pedoman

dan arah dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran bahasa Indonesia

lebih tertuju pada praktik berbahasa daripada teori pengetahuan bahasa.

Hal itu dilakukan agar tujuan terampil berbahasa Indonesia di kalangan

siswa dapat terwujud.

2) Materi Cerita Rakyat di Kelas V SD

Terdapat banyak materi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

di SD. Peneliti mengambil materi pada semester II tentang cerita rakyat.

Pembelajaran lebih difokuskan pada kegiatan menyimak dengan alur

kegiatan mendengarkan-mencatat-bertanya-menanggapi.

Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang disetiap daerah dan

menceritakan asal-usul atau legenda yang terjadi disuatu daerah, cerita

yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita

rakyat merupakan bagian dari dongeng. Ciri-ciri cerita rakyat, yaitu: (1)

cerita rakyat disampaikan secara lisan; (2) disampaikan secara turun-

11

temurun; (3) tidak diketahui siapa pertama kali yang membuatnya; (4)

kaya akan nilai-nilai luhur; (5) bersifat tradisional; (6) memiliki banyak

versi dan variasi; (7) mempunyai bentuk-bentuk klise dalam susunan atau

cara pengungkapannya.

Setiap karya sastra memiliki unsur-unsur pembangun unsur

sastra, begitu pula dengan cerita rakyat. Unsur sastra dalam cerita rakyat

adalah unsur intrinsik yang merupakan unsur yang membangun cerita

dari dalam, unsur-unsur instrinsik cerita rakyat menurut Kusmayadi,

Pamungkas, dan Supena (2009: 68), yaitu: (1) tema merupakan ide pokok

sebuah cerita. Tema biasanya cukup diungkapkan dalam satu atau dua

kata, seperti tema kemanusiaan, persahabatan, dan keagamaan.; (2)tokoh

adalah pelaku dalam cerita tersebut. Setiap tokoh memiliki karakter atau

sifat yang berbeda; (3)latar menjadi pendukung cerita. Ada latar tempat,

latar waktu, dan latar suasana.; (4) amanat merupakan pesan tersirat dari

cerita tersebut. Amanat dapat diketahui jika mengerti cerita itu

sepenuhnya.

Menceritakan kembali isi cerita rakyat dengan ragam bahasa

tertentu yaitu menceritakan secara garis besar isi cerita rakyat tersebut

tetapi tidak mengubah alur cerita.

Langkah-langkah menceritakan kembali cerita rakyat yaitu:

a) Membaca secara keseluruhan isi cerita

Membaca secara keseluruhan isi cerita bertujuan agar dapat

memahami isi cerita berkaitan dengan pencarian makna yang

terkandung dalam cerita tersebut. Nilai-nilai atau amanat-amanat

itulah yang harus kita temukan pada saat memahami isi cerita.

b) Mencatat tokoh dan penokohan dalam cerita

Tokoh merupakan motor penggerak alur. Tanpa tokoh, alur tidak

akan pernah sampai pada bagian akhir cerita. Ada tiga tokoh bila

dilihat dari sisi keterlibatannya dalam menggerakkan alur, yaitu:

tokoh sentral, tokoh bawahan, dan tokoh latar.

12

(1) Tokoh sentral

Tokoh sentral merupakan tokoh yang amat potensial

menggerakkan alur. Tokoh sentral merupakan pusat

cerita, penyebab munculnya konflik.

(2) Tokoh bawahan

Tokoh bawahan merupakan tokoh yang tidak begitu besar

pengaruhnya terhadap perkembangan alur.

(3) Tokoh latar

Tokoh yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap

pengembangan alur, kehadirannya hanyalah sebagai

pelengkap latar, berfungsi menghidupkan latar.

(4) Mencatat latar atau setting cerita

(5) Mencatat alur cerita

Pemahaman terhadap alur cerita diperlukan agar dapat

menceritakan dari awal sampai akhir cerita secara

berurutan, yaitu mulai dari pemaparan (pemberian

penjelasan tentang cerita serta pengenalan tokoh dan

setting cerita); pengenalan masalah (pada saat tokoh

memasuki konflik); klimaks (pada saat cerita mencapai

puncaknya); danpenyelesaian (akhir sebuah cerita).

(6) Mencatat gagasan pokok cerita

Menemukan gagasan pokok cerita atau ide pokok cerita

merupakan suatu kewajiban bagi pembaca ketika

mencoba menambah wawasan pengetahuannya melalui

bacaan. Keterampilan menemukan gagasan pokok atau

ide pokok bisa dilatih dan dikembangkan secara teratur

dan berkesinambungan sehingga menangkap inti bacaan

atau informasi yang diterimanya menjadi tepat, akurat,

dan cermat. Gagasan pokok adalah gagasan yang ingin

disampaikan oleh penulis kepada pembaca.

13

Terdapat banyak SK dan KD pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia kelas V SD semester II, SK dan KD yang digunakan dalam

penelitian yaitu pada Standar Kompetensi 5 memahami cerita

tentangsuatu peristiwa dan cerita rakyat anak yang disampaikan secara

lisan, dan Kompetensi Dasar 5.2 mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema,

latar, amanat.Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

tersebut termuat indikator sebagai berikut:

a.) 5.2.1 menyebutkan unsur intrinsik cerita rakyat

b.) 5.2.2 menceritakan kembali isi cerita singkat dengan menggunakan

ragam bahasa tertentu.

Materi pokok menyimak pada penelitian ini berasal dari cerita

rakyat. Cerita Rakyat yang disampaikan setiap pertemuan berbeda-beda.

Guru menyampaikan cerita rakyat secara lisan, setelah itu siswa

menyimulasikan adegan dalam cerita rakyat secara berkelompok.

Sebelum menyimulasikan adegan, siswa menyimak cerita rakyat melalui

video sebagai panduan melaksanakan simulasi. Peneliti menggunakan

cerita rakyat tentang Malin Kundang, Timun Mas, Batu Menangis, Asal-

usul Nama Cianjur, Asal-usul Danau Toba dan Roro Jonggrang. Berikut

salah satu contoh cerita rakyat yang akan digunakan.

a) Teks Cerita “Malin Kundang”

MALIN KUNDANG

Di sebuah desa di wilayah Sumatra Barat, hiduplah anak

bernama Malin yang suka sekali memburu ayam, setelah berhasil

ditangkap kemudian ayam tersebut disiksa oleh Malin. Suatu hari

Ayah Malin berpamitan untuk bekerja di Negeri Seberang. Konon

katanya Negeri Seberang sangat kaya dan sangat mudah

mendapatkan uang di sana. Setelah kepergian Ayahnya, Ibu Malin

berjualan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hari demi hari

tidak ada kabar dari Ayah Malin.Hari demi hari berganti, tahun pun

berganti. Malin Kundang minta izin ibunya hendak pergi ke kota

untuk mencari pekerjaan. Ibunya sangat terpaksa mengizinkan

14

kepergian Malin untuk bekerjaMalin menyelinap di sebuah peti

pada kapal. Namun ketika di tengah laut kapal dicegat oleh Bajak

Laut. Semua awak kapal dibunuh oleh Bajak Laut. Mereka

merampas semua harta yang berada di kapal dan membiarkan kapal

terkatung-katung di lautan.Malin Kundang selamat karena dia

sembunyi di peti. Setelah sampai di desa yang subur Malin

Kundang bekerja keras siang dan malam sampai Dia menjadi kaya

dan mempunyai kapal yang banyak.

Pada suatu hari, istri Malin Kundang mengajaknya turun

ke sebuah pantai. Sesampainya di pantai, Malin Kundang dan

istrinya, serta pengawalnya turun dari kapal dan berteduh. Tiba-tiba

ada salah seorang Ibu tua setempat yang mengetahui bahwa

saudagar kaya itu adalah Malin Kundang. Ia berlari-lari menuju

tempat Malin Kundang dan Istrinya beristirahat. Perempuan tua

dengan berpakaian compang-camping itu semakin yakin telah

melihat Malin Kundang. Ia menyapa Malin Kundang, namun Malin

Kundang menjawab dengan marah dan berkata bahwa Ibunya

sudah lama tiada.

Malin Kundang menyuruh pengawalnya untuk mengusir

Ibu tua itu. Lalu Ibu Malin Kundang mengutuk Malin menjadi batu.

Tiba-tiba petir menggelegar dan sedikit demi sedikit tubuh Malin

Kundang berubah menjadi batu. (Modifikasi dari Samidi dan

Puspitasari, 2009: 101-102)

b) Unsur-unsur Cerita Rakyat “Malin Kundang”

(1) Tema : Keagamaan

(2) Tokoh : Malin Kundang, Ibu Malin Kundang, Ayah

Malin Kundang, dan Istri Malin Kundang

(3) Latar Tempat : Sumatera Barat

(4) Amanat : Kita tidak boleh durhaka pada Ibu

15

c) Menceritakan kembali cerita rakyat “Malin Kundang”

Setelah menyebutkan unsur-unsur intrinsik cerita rakyat,

siswa menceritakan kembali cerita “Malin Kundang menggunakan

ragam bahasa yang dimiliki siswa. Contoh menceritakan kembali

cerita rakyat “Malin Kundang” yang sesuai sebagai berikut.

Malin Kundang

Di sebuah desa di Sumatera Barat hiduplah seorang anak

yang bernama Malin Kundang. Malin Kundang hidup bersama

Ayah dan Ibunya. Suatu hari Ayah Malin pergi dan tidak kembali.

Ketika Malin sudah besar, ia ingin sekali merantau untuk

menghasilkan uang yang banyak, dengan berat hati Ibunya

mengijinkan. Hari demi hari berlalu Malin tidak member kabar

kepada Ibunya, ternyata di perantauan Malin Kundang sudah

menjadi kaya dan menikah dengan anak saudagar. Ketika Malin

kembali ke desanya, Ia tidak mengakui Ibunya yang sudah tua.

Setelah itu Ibu Malin mengutuk Malin menjadi batu.

c. Peningkatan Keterampilan Menyimak

1) Pengertian Peningkatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peningkatan berasal

dari kata dasar “tingkat” yang kemudian ditambah dengan imbuhan pe-an

sehingga menjadi kata peningkatan. Tingkat didefinisikan sebagai

tinggirendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dan

sebagainya). Sedangkan peningkatan yaitu proses, cara, perbuatan

meningkatkan (usaha, kegiatan).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian

peningkatan ialah suatu proses meningkat, yang berarti proses perubahan

dari suatu keadaan awal atau keadaan tertentu menuju arah keadaan yang

lebih tinggi tarafnya atau ke arah yang positif.

16

2) Pengertian Keterampilan Menyimak

a) Hakikat Menyimak

Keterampilan menyimak merupakan faktor penting

bagikeberhasilan seseorang dalam belajar membaca secara efektif.

Menyimakjuga merupakan bentuk penerimaan informasi yang

berasal dari kegiatanberbicara. Menurut Anderson (Tarigan,

2008:30) bahwa“Menyimak bermakna mendengarkan dengan

penuh pemahaman danperhatian secara apresiasi”. Sedangkan

Tarigan (2008: 31) menyatakan, “Menyimak adalah suatu proses

kegiatan mendengarkan lambang-lambanglisan dengan penuh

perhatian, pemahaman, apresiasi, sertainterpretasi untuk

memperoleh informasi, menangkap isi, atau pesanserta memahami

makna komunikasi yang telah disampaikan sangpembicara melalui

ujaran atau bahasa lisan”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Menyimak

adalah mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang

diucapkan atau dibaca orang”.

Dari pengertian tentang menyimak di atas dapat

disimpulkan bahwamenyimak adalah kegiatan mendengarkan

menggunakan pemahaman agar mengetahui makna dari apa yang

didengarkan, tidak hanya mendengar tetapi tahu maksud yang

didengar. Agar proses menyimak berhasil baik, maka dalam

penyajian materi menyimak perlu diperhatikan faktor-faktor yang

turut mempengaruhi proses menyimak. Ada delapan faktor yang

dapat mempengaruhi menyimak. Faktor-faktor tersebut adalah

faktor fisik, faktor psikologi, faktor pengalaman, faktor sikap,

faktor motivasi, faktor jenis kelamin, faktor lingkungan, dan faktor

peranan dalam masyarakat. Setiap orang berusaha sebaik mungkin

untuk menjadi penyimak yang baik, tetapi pasti ada kendala yang

harus dihadapi, entah itu dari faktor internal atau dari faktor

eksternal. Beberapa kendala menyimak yang efektif adalah (1)

17

keegosentrisan; (2) keengganan ikut terlibat; (3) ketakutan akan

perubahan; (4) keinginan menghindari pertanyaan; (5) puas

terhadap penampilan eksternal; (6) pertimbangan yang prematur;

(7) kebingungan semantik (Tarigan, 2008: 88-89).

Menyimak yang benar melalui tahapan mendengar-

memahami-mengintepretasi-mengevaluasi-menanggapi. Tahap

mendengarmerupa-kan tahap baru mendengar segala sesuatu yang

dikemukakan oleh pembicara, setelah mendengar pasti ada

keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi

pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara. Penyimak yang

baik, yang cermat dan teliti, belum puas kalau hanya mendengar

dan memahami isi ujaran sang pembicara, pasti ingin lebih

menafsirkan atau menginterpretasikan isi, setelah memahami serta

menafsir pembicaraan, penyimak pun mulai menilai atau

mengevaluasi pendapat serta gagasan pembicara mengenai

keunggulan dan kelemahan serta kebaikan dan kekurangan

pembicara. Tahap akhir dalam kegiatan menyimak yaitu penyimak

menyambut, mencamkan, dan menyerap serta menerima gagasan

atau ide yang dikemukakan oleh pembicara (Tarigan (2008:63).

Jadi,dalam proses menyimak harus melaksanakan tahap-tahap

menyimak yaitu dari tahap mendengar sampai pada tahap

menanggapi. Apabila si pendengar dapat menanggapi pembicaraan,

maka si pendengar tersebut telah melaksankan tahap-tahap

menyimak. Proses yang terjadi dalam menyimak itu bersifat

mental, sebab dalam kenyataannya secara fisik memang penyimak

itu diam dengan tenang memperhatikan sesuatu yang didengarnya,

padahal dari segi mental, penyimak aktif sekali. Karena itu,

menyimak bersifat aktif-reseptif, yang berarti aktif menerima

informasi dari sumber lisan.

Berdasarkan pendapat di atas, peningkatan keterampilan

menyimak adalah proses meningkatnya kegiatan mendengarkan

18

serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan

pembicara dengan penuh pemahaman dan perhatian secara

apresiasi melalui tahapan mendengar, memahami,

menginterpretasi, mengevaluasi, dan menanggapi. Proses

meningkatnya berarti ada perubahan keaarah lebih baik dari

kegiatan menyimak, sehingga menyimak tidak hanya

mendengarkan saja, tetapi mampu menanggapi.

b) Penilaian Menyimak

Mengingat pentingnya siswa menguasai keterampilan

menyimak, dibutuhkan cara pengajaran dan penilaian menyimak

yang tepat. Dalam penilaian menyimak terdapat suatu cara untuk

menilai keberhasilan menyimak antara lain menyingkat. Tarigan

dan Tarigan (1990: 67) menyatakan bahwa menyingkat berarti

merangkum bahan yang panjang menjadi sesedikit mungkin.

Namun yang sedikit dapat mewakili atau menjelaskan yang

panjang. Penilaian menyingkat/merangkum pada penelitian berupa

kesesuaian ringkasan cerita, sistematika penulisan, dan penggunaan

bahasa. Selain menyingkat, terdapat cara lain untuk mengetahui

keberhasilan anak dalam menyimak yaitu dengan cara menjawab

pertanyaan. Tarigan dan Tarigan (1990: 73) menyatakan cara lain

untuk mengajarkan cara menyimak yang efektif ialah melalui

latihan menjawab pertanyaan apa, siapa, mengapa, di mana, mana,

dan bilamana yang diajukan berdasar bahan simakan. Penilaian

dengan cara menjawab pertanyaan pada penelitian berupa

kesesuaian jawaban dengan cerita dan kesungguhan menjawab

pertanyaan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dijelaskan mulai dari karakteristik

kelas V SD, pembelajaran bahasa Indonesia dan keterampilan menyimak, maka

peningkatan keterampilan menyimak siswa kelas V pada mata pelajaran bahasa

Indonesia adalah proses meningkatnya kegiatan mendengarkan serta

memahami makna komunikasi yang telah disampaikan guru dengan penuh

19

pemahaman dan perhatian secara apresiasi melalui tahapan mendengar,

memahami, menginterpretasi, mengevaluasi, dan menanggapi pada mata

pelajaran bahasa Indonesia tentang cerita rakyat dengan mengidentifikasi unsur

cerita seperti tema, tokoh, latar, dan amanat.

2. Pendekatan Komunikatif dengan Metode Simulasi

a. Pendekatan Komunikatif

1) Pengertian Pendekatan Komunikatif

a) Pengertian Pendekatan

Pendekatan merupakan sikap atau pandangan tentang sesuatu,

yang biasanya berupa asumsi atau seperangkat asumsi yang saling

berkaitan (Iskandarwassid dan Sunendar, 2009:40). Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2008: 306) pendekatan adalah proses, cara,

perbuatan mendekati dikatakan pula pendekatan merupakan sikap

atau pandangan tentang sesuatu, yang biasanya berupa asumsi atau

seperangkat asumsi yang saling berkaitan. Sedangan menurut

Iskandarwasid dan Sunendar (2009) pendekatan bersifat aksiomatis,

tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya. Di dalam pengajaran atau

pembelajaran bahasa, pendekatan merupakan pandangan, filsafat,

atau kepercayaan tentang hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran

atau pengajaran bahasa yang diyakini dan tidak perlu dibuktikan lagi

kebenarannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan adalah dasar

berpikir untuk menentukan langkah selanjutnya dalam mencapai

target tertentu.

b) Macam-macam Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa

Beberapa ahli pembelajaran bahasa menemukan beberapa

pendekatan yang dianggap penting dalam sejarah perkembangan

pengajaran bahasa, di bawah ini dikemukakan beberapa pemikiran

dari Semi (Iskandarwasid & Sunendar, 2009) sebagai berikut:

20

(1) Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan pendekatan klasik dan

tradisional dalam pembelajaran bahasa. Pendekatan ini

menganggap pembelajaran bahasa sebagai suatu kegiatan rutin

yang konvensional dengan mengikuti cara-cara yang biasa

dilakukan berdasarkan pengalaman.

(2) Pendekatan Fungsional

Pendekatan fungsional merupakan pendekatan yang

menyarankan apabila mempelajari bahasa sebaiknya melakukan

kontak langsung dengan masyarakat atau orang yang

menggunakan bahasa itu.

(3) Pendekatan Integral

Pendekatan integral merupakan pendekatan yang

multidimensional. oleh sebab itu, pengajaran harus bersifat

fleksibel dan dengan metodologi yang terbuka.

(4) Pendekatan Sosiolinguistik

Pendekatan sosiolinguistik merupakan pendekatan yang

memanfaatkan hasil studi sosiolinguistik.

(5) Pendekatan Psikologi

Pendekatan psikologi merupakan pendekatan yang

berkaitan dengan ilmu yang menelaah bagaimana peserta didik

belajar.

(6) Pendekatan Psikolinguistik

Pendekatan psikolinguistik merupakan pendekatan yang

bertumpu pada pemikiran tentang bagaimana proses yang terjadi

dalam benak anak ketika mulai belajar bahasa.

(7) Pendekatan Behavioristik

Pendekatan behavioristik merupakan pendekatan yang

dikendalikan dari luar yaitu dengan stimulus respon. Lingkungan

memberikan rangsangan atau stimulus, sedangkan pembelajar

memberikan respon.

21

(8) Pendekatan Pengelolaan Kelas

Pendekatan pengelolaan kelas merupakan pendekatan

yang menerapkan pendidikan otoriter dalam proses

pembelajaran.

(9) Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang

cukup popular dalam pengajaran bahasa. Pendekatan ini

mengutamakan kemampuan proses berkomunikasi daripada

hanya penguasaan kaidah tata bahasa.

c) Pendekatan Komunikatif

Komunikatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah keadaan saling berhubungan dan mudah dipahami.

Komunikatif tidak lepas dari kata komunikasi, kata komunikasi

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengiriman dan

penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga

pesan yang dimaksud dapat dipahami.Pendekatan komunikatif

adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk membuat kompetensi

komunikatif sebagai tujuan pembelajaran bahasa, juga

mengembangkan prosedur-prosedur bagi pembelajaran empat

keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis),

mengakui dan menghargai saling ketergantungan bahasa. Pendekatan

ini lahir akibat ketidakpuasan para praktisi atau pengajar bahasa atas

hasil yang dicapai oleh metode tatabahasa terjemahan, yang hanya

mengutamakan penguasaan kaidah tatabahasa, mengesampingkan

kemampuan berkomunikasi sebagai bentuk akhir yang diharapkan

dari belajar bahasa (Iskandarwassid & Sunendar, 2009: 55).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

pendekatan komunikatif ingin menekankan pada proses interaksi

antarmanusia bukan hanya sebatas teori untuk dipelajari tetapi dalam

praktiknya siswa dapat berkomunikasi dengan baik.

22

Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran

bahasa menurut Tarigan(Santosa, 2007: 2.33)bermula dari adanya

perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di Inggris

pada tahun 1960-an, yang saat itu menggunakan pendekatan

situasional. Menurut Howatt di dalam pembelajaran bahasa secara

situasional, bahasa diajarkan dengan cara mempraktikan struktur-

struktur dasar di berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang

bermakna. Namun, perkembangan selanjutnya, seperti halnya teori

linguistik yang mendasari audiolingualisme, ditolak di Amerika

Serikat pada pertengahan 1960-an dan para pakar linguistik terapan

Inggris pun mulai mempermasalahkan asumsi-asumsi yang

mendasari pengajaran bahasa situasional. Menurut mereka, tidak ada

harapan/masa depan untuk meneruskan mengajar gagasan yang tidak

masuk akal terhadap peramalan bahasa berdasarkan peritiwa-

peristiwa situasional. Apa yang dibutuhkan adalah suatu studi yang

lebih cermat mengenai bahasa itu sendiri dan kembali kepada konsep

tradisional bahwa ucapan-ucapan mengandung makna dirinya dan

mengekspresikan makna serta maksud-maksud pembicara dan

penulis yang menciptakannya (Santosa, 2007: 2.33).

Pendekatan komunikatif menuntut makna dalam

percakapan, dan percakapan harus berpusat di sekitar fungsi

komunikatif dan tidak dihafalkan secara normal. Belajar bahasa

berarti belajar berkomunikasi, belajar berkomunikasi tidak hanya

satu atau dua kali praktik, tetapi melalui latihan drill yang tidak

memberatkan. Menurut Brumfit dan Finocchiaro, guru mendorong

siswa untuk dapat bekerja sama dengan selalu menggunakan bahasa

komunikatif. Bahasa diciptakan oleh siswa melalui mencoba dan

mencoba, selain mencoba menggunakan bahasa komunikatif,

kegiatan membaca dan menulis dapat dimulai sejak awal karena

siswa diharapkan berinteraksi dengan orang lain melalui kelompok

atau pasangan, lisan dan tulis (Azami, 2011).

23

d) Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Komunikatif

Penggunaan suatu pendekatan pastinya didasari oleh

kelebihan dan kekurangan dari pendekatan yang digunakan.

Kelebihan yang sangat tampak yaitu siswa menjadi lebih aktif dalam

kegiatan belajar mengajar, serta tertarik untuk menyimak

pembelajaran. Pendekatan komunikatif diyakini sebagai pendekatan

yang unggul dalam pengajaran bahasa. Keunggulan ini antara lain

karena berdasarkan pada pandangan ilmu bahasa dan teori belajar

bahasa yang mengutamakan pemakaian bahasa sesuai dengan

fungsinya. Di samping itu, tujuan pengajaran bahasa dengan

pendekatan komunikatif adalah membangun interaksi antaraguru

dengan siswa maupun siswa dengan siswa.

Kelebihan pendekatan komunikatif menurut Effendy

(Shopia, 2014) yaitu: (1) siswa termotivasi dalam belajar karena ada

kaitannya dengan penggunaan bahasa sehari-hari; (2) siswa lancar

berkomunikasi, dalam arti menguasai kompetensi gramatikal,

sosiolinguistik, wacana dan strategis; (3) suasana kelas hidup dengan

aktivitas komunikasi antarpelajar dengan berbagai model interaksi

dan tingkat kebebasan yang cukup tinggi, sehingga tidak

membosankan. Mengenai kelebihan pendekatan komunikatif,

penelitian Wang (2010) mendapati fakta bahwa pendekatan

komunikatif efektif digunakan ketika guru menghadapi siswa dengan

latar belakang, gaya belajar, kebutuhan, dan harapan yang berbeda.

Adapun kelemahan pendekatan ini yaitu: (1) memerlukan

guru yang menguasai keterampilan komunikasi secara memadai

dalam bahasa Indonesia, serta wawasan yang cukup tentang

kebudayaan penutur asli bahasa Indonesia; (2) keterampilan

membaca dalam keterampilan tingkat ambang tidak mendapat

perhatian yang cukup; (3) loncatan langsung pada keterampilan

komunikasi dapat menyulitkan siswa pada tingkat permulaan.

24

Dari beberapa kelemahan diatas, dapat diatasi dengan cara

guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan

metode yang tepat sesuai dengan pokok bahasan.

e) Langkah- Langkah Pendekatan Komunikatif

Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas

bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif menurut

Finochiaro dan Brumfit (Santosa, 2007: 2.39) menawarkan garis

besar kegiatan pembelajaran yaitu: (1) penyajian dialog singkat; (2)

pelatihan lisan dialog yang disajikan; (3) tanya jawab; (4)

pengkajian; (5) penarikan simpulan.

Sedangkan prosedur pendekatan komunikatif menurut

penelitian Aprilia dan Sitinjak (2011) adalah sebagai berikut: (1)

penyajian dialog singkat; (2) pelatihan oral setiap ujaran yang

diambil dari dialog untuk hari itu; (3) tanya jawab yang didasarkan

pada topic dan situasi dialog; (4) tanya jawab yang dihubungkan

dengan pengalaman-pengalaman siswa tetapi berkisar pada tema

dialog; (5) mengkaji satu ungkapan komunikatif dalam dialog atau

salah satu struktur yang merupakan contoh fungsi; (6) penemuan

generalisasi yang mendasari ungkapan fungsional atau struktur oleh

pembelajar; (7) pengenalan lisan; (8) aktivitas produksi lisan; (9)

evaluasi pembelajaran lisan.

Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa

mempersiapkan pembelajar untuk melakukan interaksi dengan baik.

Untuk melakukan interaksi tersebut, menurut Azies dan Alwasih

ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahapan tersebut, yaitu: (1)

motivating strategi; (2) presentation; (3) skill practice; (4) review;

(5) assesmen (Aprilia & Sitinjak, 2011).

Berdasarkan beberapa langkah di atas, maka dapat

disimpulkan langkah-langkah penerapan pendekatan komunikatif

yaitu: (1) penyajian dialog singkat; (2) tanya jawab; (3) pengkajian

dialog; (4) evaluasi.

25

b. Metode Simulasi

1) Pengertian Metode Simulasi

Metode dalam pembelajaran sudah menjadi hal penting bagi

guru untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran. Metode menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 910) adalah cara teratur yang

digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai

dengan yang dikehendaki. Hal yang paling penting dalam metode ialah,

bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (Sagala, 2014: 201). Dikatakan

berhubungan berarti ini menjadi tugas guru agar metode yang diterapkan

sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Salah satu metode

pembelajaran yaitu metode simulasi. Simulasi berasal dari kata simulate

yang artinya pura-pura atau berbuatseolah-olah. Kata simulation artinya

tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia simulasi adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu

dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya.

Simulasi menurut Dawson yang dikutip oleh Muthoharoh (2009)

merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan

mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku.

Sedangkan menurut Ali (Muthoharoh, 2009) mengemukakan bahwa

metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses

tingkah laku secara tiruan.

Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok seperti

yang dikemukakan oleh Ali (Muthoharoh, 2009) berikut ini : (1)

sosiodrama adalah semacam drama sosial berguna untuk menanamkan

kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu; (2) psikodrama adalah

hampir mirip dengan sosiodrama . Perbedaan terletak pada penekannya.

Sosiadrama menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan

psikodrama menekankan pada pengaruh psikologisnya dan; (3) Role-

Playing bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau.

26

Sedangkan Moedjiono & Dimyati (Muthoharoh, 2009) juga

membagi metode pengajaran simulasi menjadi 3 kelompok seperti

berikut ini :(1) permainan simulasi (simulation games) adalah suatu

permainan di mana para pemainnya berperan sebagai tempat pembuat

keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu

situasi yang sebenarnya atau berkompetisi untuk mencapai tujuan

tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka; (2) bermain

peran (role playing) adalah memainkan peranan dari peran-peran yang

sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk

menciptakan kembali situasi peristiwa masa lalu, menciptakan

kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang,

menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal

situasi pada suatu tempat atau waktu tertentu; 3) sosiodrama

(sociodrama) adalah pembuatan pemecahan masalah kelompok yang

dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi

kemanusiaan. Sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menentukan alternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi

perhatian kelompok.

Tujuan metode simulasi adalah (1) melatih siswa untuk

menghadapi situasi yang sebenarnya; (2) melatih praktik berbahasa lisan

secara intensif; dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan keterampilan berkomunikasi. Dalam bermain peran,

siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa seperti orang yang

diperankannya. Dari segi bahasa berarti siswa harus mengenal dan dapat

menggunakan ragam-ragam bahasa yang sesuai. (Mulyati, dkk., 2006:

1.27). Sedangkan tujuan pembelajaran menggunakan metode simulasi

menurut Joyce dan Weil (Sutikno, 2014: 74) adalah mendorong peserta

didik untuk memiliki rasa ingin tahu mengenai nilai-nilai perseorangan

dan nilai-nilai sosial dengan tingkah laku dan nilai-nilai mereka sendiri

sebagai sumber rasa ingin tahu mereka, pengalaman belajar yang didapat

yaitu kerjasama, komunikatif dan dapat menginterpretasikan.

27

Berdasarkan kutipan tersebut, metode simulasi adalah metode

pembelajaran yang di dalamnya memperlihatkan adanya tingkah laku

pura-pura dari siswa. Dengan demikian metode simulasi adalah cara

untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang

bersifat pura-pura atau melalui proses tingkah laku imitasi, atau bermain

peranan mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam

keadaan yang sebenarnya.

Diterapkannya metode pembelajaran simulasi menjadi pilihan

seorang guru dalam praktik pembelajaran ketika tidak dapat

menghadirkan situasi sebenarnya dalam pembelajaran. Selain itu dalam

pembelajaran bahasa Indonesia terdapat konsep-konsep yang harus

dirasakan langsung oleh peserta didik, misalnya dalam hal

berkomunikasi. Siswa tidak bisa hanya diam untuk belajar

berkomunikasi. Untuk mengasah kosa kata yang dimiliki siswa perlu

dilakukan praktik secara berulang (Sumantri & Permana, 2001: 139-140).

2) Kelebihan dan Kekurangan Metode Simulasi

Metode simulasi adalah metode yang mengaktifkan siswa

melalui kegiatan seolah-olah seperti keadaan sebenarnya. Setiap metode

pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan yang paling

menonjol dari metode simulasi adalah dapat mengembangkan kreativitas

siswa serta meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Shoimin

(2014: 173) mengemukakan kelebihan metode simulasi sebagai berikut:

(1) simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi

situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga,

masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja; (2) mengembangkan

kreativitas siswa karena melalui simulasi siswa diberikan kesempatan

untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan; (3)

memupuk keberanian dan percaya diri siswa; (4) memperkaya

pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi

berbagai situasi sosial yang problematik; (5) meningkatkan gairah siswa

dalam proses pembelajaran; (6) siswa lebih paham materi pembelajaran.

28

Berkaitan dengan kelebihan simulasi di atas, hasil penelitian Muthohar

(2012) menunjukkan bahwa dengan menggunakan simulasi, siswa akan

mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk berlatih praktik bahasa,

karena membuat siswa dalam dunia nyata.

Berdasarkan beberapa kelebihan-kelebihan di atas tidak terlepas

dari kekurangan-kekurangan metode simulasi. Kekurangan metode

simulasi menurut Shoimin (2014: 174) sebagai berikut: (1) pengalaman

yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan

kenyataan di lapangan; (2) Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi

dijadikan sebagai alat hiburan sehingga tujuan pembelajaran menjadi

terabaikan; (3) faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering

mempengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.

Dari beberapa kekurangan di atas dapat diatasi dengan cara

memotivasi siswa untuk lebih percaya diri serta memberikan aturan yang

jelas kepada siswa bahwa metode simulasi bukan permainan.

3) Langkah-Langkah Penerapan Metode Simulasi dalam Pembelajaran

Metode simulasi dalam pembelajaran tidak hanya bermain,

melakukan peran, dan pembelajaran selesai, tetapi terdapat langkah-

langkah yang dapat membuat metode simulasi bermakna bagi Siswa.

Menurut Anita langkah – langkah yang harus ditempuh dalam penerapan

metode simulasi adalah (1) menetapkan topik simulasi yang diarahkan

oleh guru; (2) menetapkan kelompok dan topik-topik yang akan dibahas,

(3) simulasi diawali dengan petunjuk dari guru tentang prosedur, teknik,

dan peran yang dimainkan; (4) Pelaksanaan simulasi; (5) mengadakan

kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan simulasi (“Lentera

Kecil,”2012). Sedangkan langkah-langkah pelaksanaan simulasi menurut

Hasibuan dan Moedjiono (Taniredja, dkk., 2011: 41) yaitu (1) penentuan

topik dan tujuan simulasi; (2) Guru memberikan gambaran secara garis

besar situasi yang akan disimulasikan; (3) Guru memimpin

pengorganisasian kelompok, peranan-peranan yang akan dimainkan,

pengaturan ruangan, pengaturan alat, dan sebagainya; (4) pemilihan

29

pemegang peranan; (5) Guru memberikan keterangan tentang peranan

yang akan dilakukan; (6) Guru memberi kesempatan untuk

mempersiapkan diri kepada kelompok dan pemegang peranan; (7)

menetapkan lokasi dan waktu pelaksanaan simulasi; (8) pelaksanaan

simulasi; (9) evaluasi dan pemberi balikan; (10) latihan ulang.

Berdasarkan langkah-langkah penerapan metode simulasi di

atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah penerapan metode

simulasi yaitu (1) penentuan materi yang akan disimulasikan; (2)

penetapan kelompok; (3) penetapan peran; (4) pelaksanaan simulasi; (5)

pelaksanaan evaluasi.

c. Pendekatan Komunikatif dengan Metode Simulasi

Penerapan pendekatan komunikatif dengan metode simulasi

adalah pembelajaran yang mengutamakan komunikasi dan interaksi dalam

bentuk bermain peran atau seolah-olah berada dalam keadaan sebenarnya

yang meliputi langkah penyajian materi melalui pendekatan komunikatif,

pembagian kelompok, pelaksanaan metode simulasi, pengkajian tata

bahasa, dan pelaksanaan evaluasi.

Adapun lebih jelasnya mengenai langkah-langkah penerapan

pendekatan komunikatif dengan metode simulasi yaitu: (1) penyajian

materi melalui pendekatan komunikatif yang meliputi kegiatan

penyampaian cerita rakyat, tanya jawab tentang cerita rakyat, penjelasan

tentang unsur-unsur intrinsik cerita rakyat,dan tanya jawab tentang unsur-

unsur intrinsic cerita rakyat; (2) pembagian kelompok; (3) pelaksanaan

simulasi yang meliputi kegiatan penayangan video cerita rakyat,

pengerjaan LKS, dan pelaksanaan simulasi; (4) pengkajian tata bahasa; (5)

pelaksanaan simulasi.

3. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh

Wang (2010) berjudul Using Communicative Language Games in Teaching

and Learning English in Taiwanese Primary Schools (Penggunaan Permainan

Bahasa Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

30

Taiwan). Tujuan penelitian ini adalah agar komunikasi benar-benar bermakna.

Penelitian yang dilakukan oleh Yen-Hui Wangmemiliki persamaan dengan

penelitian yang dilakukan peneliti pada variabel x yaitu sama-sama

menerapkan pendekatan komunikatif. Perbedaannya adalah variabel y pada

penelitian Yen-Hui Wang untuk meningkatkan pengetahuan bahasa dan

menggunakan keterampilan bahasa untuk berkomunikasi dengan baik dalam

berbagai pengaturan, sedangkan dalam penelitian ini adalah untuk

meningkatkan keterampilan menyimak siswa kelas V SD.

Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian mengenai metode

simulasi yang dilakukan oleh Muthohar (2012). Penelitian tersebut berjudul

Using Simulation in Teaching English for Elementary School Students

(Penggunakan Simulasi dalam Pengajaran Bahasa Inggris untuk Siswa Sekolah

Dasar). Penelitian yang dilakukan oleh Muthohar memiliki persamaan dengan

yang dilakukan oleh peneliti, yaitu pada variabel x sama-sama menerapkan

metode simulasi. Perbedaannya adalah pada variabel y penelitian Muthohar

adalah untuk meningkatkan penguasaan kosakata siswa dalam Bahasa Inggris

siswa SD, sedangkan dalam penelitian ini untuk meningkatkan keterampilan

menyimak siswa kelas V SD.

Penelitian relevan yang ke tiga adalah penelitian tentang pendekatan

komunikatif yang dilakukanAprilia dan Sitinjak (2011) yang berjudul

Pendekatan Komunikatif dalam Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan

dan Berbicara Anak Tunagrahita Ringan. Hasil dari penelitian tersebut adalah

bahwa Pendekatan Komunikatif dapat meningkatkan keterampilan

mendengarkan sebesar 64,75% dan berbicara sebesar 30,7% pada anak

tunagrahita ringan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Imas Diana

Aprilia dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu pada variabel x

sama-sama menerapkan pendekatan komunikatif. Adapun perbedaannya,

terletak pada subjek penelitian, penelitian Aprilia dan Sitinjak menggunakan

subjek penelitian anak tunagrahita ringan, sedangkan peneliti menggunakan

subjek penelitian siswa kelas V SD N 2 Panjer. Selanjutnya, variabel y pada

penelitian yang dilakukan oleh Imas Diana Aprilia untuk meningkatkan

31

keterampilan mendengarkan dan berbicara, pada penelitian ini untuk

meningkatkan keterampilan menyimak.

Penelitian relevan yang ke empat adalah penelitian yang dilakukan

Masruro (2014) yang berjudul Pendekatan Komunikatif terhadap Keterampilan

Menyimak Siswa Kelas V SDLB-B. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

meningkatkan keterampilan menyimak siswa tunarungu dengan menerapkan

suatu pendekatan komunikatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pendekatan komunikatif mempunyai pengaruh yang signifikan dalam

meningkatkan keterampilan menyimak siswa tunarungu di SDLB-B.

Penelitian relevan yang ke lima dilakukan oleh Heryana (2010) yang

berjudul “Penggunaan Metode Simulasi untuk Meningkatkan Kemampuan

Menyimak Cerita Rakyat di Kelas V SDN Padamulya Kecamatan

Tanjungmedar Kabupaten Sumedang”. Penelitian ini menunjukkan bahwa

adanya peningkatan kemampuan menyimak cerita rakyat di kelas V SDN

Padamulya.

B. Kerangka Berpikir

Kenyataan yang ditemukan di kelas VSD Negeri 2 Panjer tahun ajaran

2015/2016, pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih kurang komunikatif

dan kurang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Guru tidak melakukan tanya

jawab dan memberikan kesempatan untuk siswa bertanya. Guru hanya

menerangkan dan siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Guru kurang

memberikan motivasi pada siswa untuk bertanya tentang materi yang dipelajari.

Keterampilan menyimak siswa kelas V SD Negeri 2 Panjer masih rendah

karena kurang fokusnya perhatian siswa dalam menyimak pelajaran yang

disampaikan guru. Banyak dari mereka melihat guru di depan kelas hanya dengan

tatapan kosong. Mereka mendengarkan, tetapi tidak mengerti dan paham yang

mereka dengarkan. Menghadapi fakta tersebut, seorang guru harus mampu

menjadi fasilitator dan motivator sehingga tercipta pembelajaran yang bersifat dua

arah, antara guru dan siswa memiliki hubungan timbal balik.

Pemilihan pendekatan dan metode yang tepat dalam pembelajaran sangat

penting. Ketepatan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran

32

akan mempengaruhi tingkat keberhasilan guru dalam pembelajaran yang tentu

sangat berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar siswa. Begitu juga dalam

pembelajaran dibutuhkan suatu pendekatan dan metode yang tepat dalam

pembelajaran agar dapat meningkatkan keterampilan menyimak siswa.

Pendekatan dan metode yang tepat adalah pendekatan komunikatif dan metode

simulasi.

Pendekatan komunikatif dengan metode simulasi adalah pendekatan yang

mengutamakan komunikasi sebagai pembelajaran, komunikasi dengan menirukan

peran atau tingkah laku.Adapun langkah-langkah penerapan pendekatan

komunikatif dengan metode simulasi antara lain(1) penyajian materi melalui

pendekatan komunikatif; (2) pembagian kelompok; (3) pelaksanaan metode

simulasi; (4) pengkajian tata bahasa; dan (5) pelaksanaan evaluasi.

. Penerapan pendekaan komunikatif dengan metode simulasi merupakan

komunikasi dua arah yang membuat siswa diberikan kesempatan untuk berbicara,

dengan kesempatan berbicara, siswa akan lebih memperhatikan penjelasan guru.

Siswa bebas bertanya kepada guru tentang materi yang tidak dipahami sehingga

kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Metode simulasi dalam

pembelajaran sangat berpengaruh pada keikutsertaan siswa dalam bentuk praktik

atau memperagakan sesuatu, agar siswa tidak hanya berkhayal atau

mengimajinasikan pembelajaran sehingga kegiatan menyimak lebih menarik jika

yang disimak bukan hanya ucapan lisan.

Dengan demikian, pendekatan komunikatif dengan metode

simulasimerupakan kolaborasi yang tepat jika digunakan untuk meningkatkan

keterampilan menyimak siswa kelas V SD Negeri 2 Panjer.

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Siklus pertama menggunakan

cerita rakyat “Malin Kundang dan “Timun Mas”, siklus kedua menggunakan

materi cerita rakyat “Batu Menangis” dan “Asal-usul Nama Cianjur” sedangkan

siklus ketiga menggunakan cerita rakyat “Asal-usul Danau Toba” dan “Roro

Jonggrang”. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pada penilaian

menyebutkan unsur intrinsik cerita rakyat dan menceritakan kembali isi cerita

singkat dengan menggunakan ragam bahasa tertentu.

33

Setelah menggunakan pendekatan komunikatif dengan metode

simulasidiharapkan guru lebih komunikatif dalam pembelajaran sehingga siswa

antusias dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas serta keterampilan

menyimak siswa juga lebih meningkat. Agar lebih jelas, dapat dilihat dalam

gambar 2.2 berikut ini:

C. Hipotesis Tindakan

Dari landasan teori, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas

maka dapat ditarik hipotesis, jika penerapan pendekatan komunikatif dengan

metode simulasi dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat

meningkatkan keterampilan menyimak tentang cerita rakyat kelas V SD N 2

Panjer tahun ajaran 2015/2016.

Gambar 2.2 Skema kerangka berpikir dalam melakukan penelitian

Tindakan

Pendekatan komunikatif

dengan metode simulasi

Langkah – langkahnya:

Langkah 1

Penyajian materi melalui

pendekatan komunikatif

Langkah 2

Pembagian kelompok

Langkah 3

Pelaksanaan metode

simulasi

Langkah 4

Pengkajian tata bahasa

Langkah 5

Pelaksanaan evaluasi

Kondisi

Akhir

Keterampilan

menyimak siswa

meningkat.

SIKLUS I

Materi Pertemuan I:

Cerita Rakyat Malin Kundang

Materi Pertemuan II:

Cerita Rakyat Timun Mas

SIKLUS II

Materi Pertemuan I:

Cerita Rakyat Batu Menangis

Materi Pertemuan II:

Cerita Rakyat Asal-usul Nama

Cianjur

SIKLUS III

Materi Pertemuan I:

Cerita Rakyat Asal-usul

Danau Toba

Materi Pertemuan II:

Cerita Rakyat Roro Jonggrang

Siswa menjadi lebih aktif, Siswa tertarik

mendengarkan penjelasan guru, Siswa bebas

bertanya, dan pembelajaran menjadi

menyenangkan.

Kondisi

Awal

Pembelajaran yang

dilaksanakan guru kurang

komunikatif, menarik dan

kurang mengaktifkan siswa

Siswa kurang termotivasi

serta tidak fokus dalam

mengikuti pembelajaran.

Keterampilan menyimak

siswa rendah