bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Tematik Terpadu
2.1.1.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang
menggunakan tema pada proses pembelajaran. Kemendikbud (2013:7)
pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran dengan memadukan
beberapa mata pelajaran melalui penggunaan tema, dimana peserta didik tidak
mempelajari materi mata pelajaran secara terpisah, semua mata pelajaran yang
ada di sekolah dasar sudah melebur menjadi satu kegiatan pembelajaran yang
diikat dengan tema.
Prastowo (2013: 223) pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata
pelajaran ke dalam berbagai tema. Mulyasa (2013: 170) pembelajaran tematik
terpadu adalah pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar
yang menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian
dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang menggabungkan
beberapa mata pelajaran yang terpisah menjadi satu kesatuan yang lebih padu
yang dinamakan tema.
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran tematik terpadu diterapkan pada kurikulum 2013. Tematik
terpadu memiliki beberapa tujuan, menurut Kemendikbud (2013: 193) tujuan
tematik terpadu sebagai berikut:
1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu.
2) Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata
pelajaran dalam tema yang sama.
3) Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan.
10
4) Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan
berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik.
5) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam
situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari
pelajaran yang lain.
6) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan
dalam konteks tema yang jelas.
7) Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan
secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau
3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan.
8) Budi pekerti dan moral siswa dapat ditumbuh kembangkan dengan
mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
tematik terpadu merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan
siswa dalam kegiatan belajar mengajar dimana proses belajar mengajar tersebut
menjadi lebih bermakna bagi peserta didik.
2.1.1.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu
Karakteristik dari pembelajaran tematik di Sekolah Dasar menurut
Tim Puskur (2007:7) adalah:
1. Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student
centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak
menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan
kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung, Pembelajaran tematik dapat memberikan
pengalaman langsung kepada peserta didik (direct experiences). Dengan
pengalaman langsung ini, peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang nyata
(konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas. Dalam pembelajaran tematik
pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus
11
pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat
berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran. Pembelajaran tematik
menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses
pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik mampu memahami konsep-
konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu peserta didik
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-
hari.
5. Bersifat fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana
guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta
didik dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik. Peserta
didik diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
2.1.1.4 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti dan kompetensi dasar (KD) yang digunakan dalam
penelitian ini akan disajikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tema 6 Sub Tema 2 Pembelajaran 1
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menerima dan menjalankan ajaran
agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin,
tanggung jawab, santun, peduli, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan
keluarga, teman, guru dan tetangga.
3. Memahami pengetahuan faktual
Bahasa Indonesia
3.6 Menggali isi dan amanat puisi
yang disajikan secara lisan dan tulis
dengan tujuan untuk kesenangan.
4.6 Melisankan puisi hasil karya
pribadi dengan lafal, intonasi, dan
ekspresi yang tepat sebagai bentuk
12
dengan cara mengamati (mendengar,
melihat, membaca) dan menanya
berdasarkan rasa ingin tahu tentang
dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah dan di sekolah.
4. Menyajikan pengetahuan faktual
dalam bahasa yang jelas, sistematis dan
logis, dalam karya yang estetis, dalam
gerakan yang mencerminkan anak
sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman
dan berakhlak mulia.
ungkapan diri.
IPA
3.2 Membandingkan siklus hidup
beberapa jenis makhluk hidup serta
mengaitkan dengan upaya
pelestariannya.
4.2 Membuat skema siklus hidup
beberapa jenis makhluk hidup yang ada
di lingkungan sekitarnya, dan slogan
upaya pelestariannya.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Suharsimi Arikunto dalam Eko Putro Widoyoko (2014: 5) guru
maupun pendidik lainnya perlu mengadakan penilaian terhadap hasil belajar
peserta didik karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan
penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi peserta didik,
guru maupun sekolah.
Menurut Agus Suprijono (2011: 7), “hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja”.
Sedangkan menurut Sudjana (2011: 21), “hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.
Menurut Purwanto (2008:54),“hasil belajar adalah perubahan perilaku
yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan
pendidikan”. Sementara itu Gagne dalam Agus Suprijono (2011: 5), “hasil belajar
adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan.
13
Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku
setelah seseorang mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dalam sejumlah
kemampuan guna mencapai tujuan pendidikan.
2.1.2.2 Faktor-Faktor Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi dalam
Rusman (2012: 124) meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu:
a. Faktor Internal
1) Faktor Fisiologis
Secara umum kondidi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima,
tidak dalam keadaan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan
sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam
menerima materi pelajaran.
2) Faktor Psikologis
Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi
psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil
belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ),
perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan
ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam
misalnya suhu, kelembapan, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di
ruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya akan berbeda
suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih
segar dan di ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.
2) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
14
tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor
instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.
2.1.3 Model Pembelajaran Cooperatif Learning
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning
Sanjaya dalam Rusman (2014: 203) menjelaskan bahwa cooperative
learning adalah kegiatan belajar peserta didik yang dilakukan dengan cara
berkelompok. Model pembelajaran berkelompok adalah rangkaian kegiatan
belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Hamdani (2011: 31) menyatakan bahwa dalam cooperative learning,
peserta didik belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling
membantu sama lain. Peserta didik disusun dalam kelompok yang terdiri atas
empat atau enam orang peserta didik, dengan kemampuan heterogen. Rusman
(2014: 202) menyatakan bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran
dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok bersifat heterogen.
Menurut Isjoni (2007: 16) cooperative learning adalah satu model
pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan
mengajar yang berpusat pada peserta didik (student oriented), terutama untuk
mengatasi permasalahan yang ditemukan oleh guru dalam mengaktifkan
peserta didik, yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, peserta didik
yang agresif dan tidak peduli pada orang lain.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
model cooperative learning adalah kegiatan belajar yang dilaksanakan dikelas
secara berkelompok 4 sampai 6 siswa dan semua peserta didik belajar secara aktif,
kreatif agar terjalin kerjasama antar satu peserta didik dengan peserta didik yang
lainnya.
15
2.1.3.2 Tujuan Model Pembelajaran Cooperative Learning
Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang akan dicapai, sama
halnya dengan cooperative learning. Menurut pendapat Isjoni (2007: 6)
bahwa “tujuan utama dalam penerapan model cooperative learning adalah
agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-
temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan
menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.”
Sama halnya dengan pendapat di atas, menurut Trianto (2011:
60) bahwa “cooperative learning memberikan peluang kepada peserta didik
yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung
satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan
struktur penghargaan cooperative, belajar untuk menghargai satu sama
lain.” Sementara itu, Johnson & Johnson dalam Trianto (2011: 56)
menyatakan bahwa “tujuan pokok belajar cooperative adalah
memaksimalkan belajar peserta didik untuk peningkatan prestasi akademik
dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.”
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
tujuan cooperative learning adalah terjalinnya kerjasama antar peserta didik
dan semua peserta didik dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran
termasuk menyampaikan pendapat-pendapat yang mereka miliki serta mampu
menghargai pendapat orang lain.
2.1.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperatif
Learning
Model cooperative learning mempunyai kelebihan dan kelemahan
diantaranya:
a. Kelebihan Model Cooperative Learning
Menurut Wina Sanjaya (2004:249-250), Model pembelajaran cooperative
learning atau strategi pembelajaran kooperatif (SPK) memiliki beberapa
keunggulan di antaranya :
16
a. Peserta didik tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat
menambah kepercayaan diri untuk berpikir sendiri dalam mencari informasi
dari berbagai sumber
b. Dapat mengembangkan kemampuan untuk mengungkapkan pendapat atau
ide kepada orang lain.
c. Dapat membantu anak untuk tanggap pada orang lain dan menyadari
kekuranganya dan tenggang rasa.
d. Dapat membantu peserta didik untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar.
e. Dapat meningkatkan prestasi akademik, kemampuan sosial dan
mengembangkan ketrampilan mengatur waktu.
f. Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menguji
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik dan berlatih memecahkan
masalah.
g. Dapat meningkatkan motivasi untuk belajar.
b. Kekurangan Model Cooperative Learning
Disamping mempunyai kelebihan, model pembelajaran cooperative
learning juga mempunyai kelemahan. Menurut Anita Liem (2006:88-89)
kekurangan metode cooperative learning yaitu:
a. Membutuhkan waktu pembelajaran yang lebih lama.
b. Bagi peserta didik yang merasa pandai, mereka dapat merasa terhambat
oleh peserta didik yang kurang pandai.
c. Guru perlu memberikan perhatian dan pengawasan yang lebih efektif
agar proses belajar dalam kelompok dapat berjalan.
d. Keberhasilan dalam usaha mengembangkan kesadaran dan
keterampilan bekerjasama dalam kelompok memerlukan waktu yang
cukup lama.
2.1.3.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Cooperative Learning
Langkah pembelajaran yang harus dilaksanakan secara nyata di kelas
menurut Agus Suprijono (2010:65) sebagai berikut:
17
Tabel 2.2
Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning
Langkah Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan
dicapai serta memotivasi peserta didik.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada peserta didik
Fase 3
Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menginformasikan pengelompokan peserta
didik
Fase 4
Membimbing kelompok
belajar
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja peserta
didik dalam kelompokkelompok belajar
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
pembelajaran yang telah dilaksanakan
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru memberi penghargaan hasil belajar
individual dan kelompok.
Penjelasan lebih lanjut mengenai keenam fase dalam model pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Fase pertama
Guru mengklarifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting
untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan
aturan dalam pembelajaran.
2. Fase kedua
18
Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi
akademik.
3. Fase ketiga
Kekacauan bisa terjadi pada fase ini, oleh sebab itu transisi pembelajaran
dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus diorkestrasi dengan cermat.
Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya.
Guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerja sama di dalam
kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap
anggota kelompok memiliki akuntabilitas individual untuk mendukung
tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ketiga ini terpenting jangan sampai ada
free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok kepada
individu lainnya.
4. Fase keempat
Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas
yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan
yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa
peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya.
5. Fase kelima
Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang
konsisten dengan tujuan pembelajaran.
6. Fase keenam
Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada peserta
didik. Variasi struktur reward bersifat individualistis, kompetitif, dan kooperatif.
Struktur reward individualistis terjadi apabila sebuah reward dapat dicapai tanpa
tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah
jika peserta didik diakui usaha individualnya berdasarkan perbandingan dengan
orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota
tim-timnya saling bersaing (Suprijono, 2011: 65 - 66).
19
2.1.4 Cooperative Learning tipe Make a Match dan Picture and Picture
Saat ini sudah banyak model yang berkembang dan memiliki banyak
tipenya, salah satunya adalah model pembelajaran cooperative learning.
Rusman (2013: 213-225) tipe model pembelajaran cooperative learning
meliputi: (a) model STAD (students team achievement division), (b) model
jigsaw, (c) model investigasi kelompok (group investigation), (d) model mencari
pasangan (make a match), (e)model TGT (teams games tounaments), (f) model
struktural. Suprijono (2013: 89-103) membagi model cooperative learning
menjadi dua belas tipe yaitu: (a) jigsaw, (b) think pair share, (c) numbered heads
together,(d) group investigation, (d) two stay two stray, (e) make a match,
(f)listening team, (g) inside-outside circle, (h) bamboo dancing, (i) picture and
picture (j) listening team.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan make a
match dan picture and picture adalah salah tipe dari model pembelajaran
cooperative learning, peneliti memilih model cooperative learning tipe make a
match dan picture and picture untuk membantu guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran, yaitu dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik,
khususnya dalam pembelajaran tematik terpadu.
2.1.4.1 Pengertian Cooperative Learning tipe make a match
Proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat
dilaksanakan secara dua arah, artinya pembelajaran yang mampu menciptakan
komunikasi antara guru dengan peserta didik. Salah satu alternatif untuk
pengajaran tersebut adalah menggunakan model pembelajaran cooperative
learning tipe make a match (mencari pasangan). Aqib (2013: 23) model
cooperative learning tipe make a match adalah model yang diperkenalkan
oleh Lena Curran, pada tahun 1994, pada model ini peserta didik diminta
mencari pasangan dari kartu.
Komalasari (2011: 85) model cooperative learning tipe make a match
adalah model pembelajaran yang mengajak peserta didik mencari jawaban
20
terhadap suatu pernyataan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu
permainan kartu pasangan.
Rusman (2013: 223) model cooperative learning tipe make a match
merupakan model pembelajaran peserta didik mencari pasangan kartu yang
merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, peserta didik yang dapat
mencocokkan kartunya diberi poin.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan model
cooperative learning tipe make a match adalah model pembelajaran mencari
pasangan yang dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu dimana kartu-kartu
tersebut berisi soal dan jawaban. Setiap peserta didik harus menemukan
pasangannya sesuai dengan waktu yang ditentukan. Peserta didik yang mampu
menemukan pasangannya sebelum waktu selesai akan diberi poin.
2.1.4.2 Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a
Match
Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah dalam
pelaksanaannya, agar mudah diterapkan dalam pembelajaran. Menurut
Komalasari (2010: 83-84) langkah-langkah penerapan model cooperative
learning tipe make a match adalah sebagai berikut:
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban.
2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu.
3) Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang
cocok dengan kartunya (soal jawaban).
5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi poin.
6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7) Demikian seterusnya.
21
8) Kesimpulan/penutup.
Sedangkan langkah-langkah model cooperative learning tipe make a
match menurut Huda (2014: 251) antara lain:
1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada peserta didik untuk
mempelajari materi dirumah.
2) Peserta didik dibagi kedalam dua kelompok, misalnya kelompok A dan
kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadaphadapan.
3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kolompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B.
4) Guru menyampaikan kepada peserta didik bahwa mereka harus
mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok
lainnya. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia
berikan kepada mereka.
5) Guru meminta semua kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok
B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru
meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka
pada kertas yang sudah dipersiapkan.
6) Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah habis.
Peserta didik yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul
tersendiri.
7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan peserta
didik yang tidak mendapatkan pasangan memperhatikan dan memberikan
tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.
8) Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
9) Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh
pasangan melakukan presentasi.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model
cooperative learning tipe make a match adalah model pembelajaran yang
mengajak peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai materi tertentu
melalui permainan kartu pasangan dalam suasana belajar yang
22
menyenangkan. Adapun langkah-langkah model cooperative learning tipe
make a match harus dilaksanakan secara sistematis, Model cooperative
learning tipe make a match pelaksanaannya diawali dengan tahap:
1. Guru menyampaikan materi kepada peserta didik
2. Guru membagi peserta didik menjadi 2 kelompok besar. Satu kelompok untuk
kelompok soal dan satu kelompok lainnya untuk kelompok jawaban.
3. Guru membagi kartu soal secara acak kepada kelompok soal dan membagi
kartu jawaban secara acak kepada kelompok jawaban
4. Guru memberikan batasan waktu untuk mencari pasangan
5. Peserta didik mencari pasangan
6. Peserta didik yang mampu menemukan pasangannya akan diberi poin dan
peserta didik yang tidak dapat menemukan pasangannya akan diberi hukuman
7. Guru memanggil salah satu pasangan untuk presentasi
8. Guru memanggil pasangan berikutnya untuk presentasi
9. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
10. Guru memanggil peserta didik yang tidak dapat menemukan pasangannya
untuk mendapat hukuman. Bisa menyanyi, menari atau yang lainnya sesuai
kesepakatan dari peserta didik.
Tabel dibawah ini adalah sintaks pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Make a Match
Tabel 2.3
Sintaks Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Make a Match
Tahap Aspek yang diamati
Fase 1
Present goal
and set
Guru menyampaiakan tujuan pembelajaran dengan cara
belajar dengan permaian kartu (make a match)
Fase 2
Present
information
1. Guru menyampaikan informasi cara belajar dengan
menggunakan kartu.
2. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
23
2.1.4.3 Kelebihan dan Kelemahan Cooperatif Learning tipe Make a Match
a. Kelebihan Cooperatif Learning tipe Make a Match
Kelebihan model cooperative learning tipe make a match menurut
Kurniasih dan Sani (2015: 56) antara lain:
1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.
2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian peserta
didik.
3. Mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik mencapai taraf
ketuntasan belajar secara klasikal.
4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
5. Kerjasama antar sesama peserta didik terwujud dengan dinamis.
6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh peserta didik.
Sedangkan kelebihan cooperative learning tipe make a match menurut
Huda (2014: 253-254) antara lain:
pertanyaan tentang materi puisi, satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban.
Fase 3
Organize student
into learning
team
1. Guru membagi peserta didik menjadi 2 kelompok, 1
kelompok untuk bagian pertanyaan dan 1 kelompok lagi
untuk bagian jawaban
2. Guru membagi kartu secara acak kepada peserta didik,
masing-masing peserta didik mencari pasangan yang
kartunya cocok/sama
Fase 4
Assit team work
and study
Guru membantu peserta didik dalam kegiatan berdiskusi
materi dari kartu yang mereka dapatkan
Fase 5
Test on materials
1. Guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan
jawaban hasil berdiskusi mereka
2. Guru dan kelompok lain mengevaluasi jawaban dari
kelompok yang berpresentasi
Fase 6
Provide
recognition
Guru memberikan pengakuan dan penghargaan kepada
kelompok yang menjawab benar
Guru memberikan umpan balik dan penguatan
24
1. Dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, baik secara kognitif
maupun fisik.
2. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.
3. Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari
dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil
presentasi.
5. Efektif melatih kedisiplinan peserta didik menghargai waktu untuk belajar.
b. Kekurangan Cooperative Learning tipe Make a Match
Kelemahan model cooperative learning tipe make a match menurut
Kurniasih dan Sani (2015: 56) antara lain:
1. Sangat memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.
2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi karena besar kemungkinan peserta
didik bisa banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
4. Pada kelas dengan murid yang banyak (>30 peserta didik/kelas) jika
kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan
keramaian yang tidak terkendali.
5. Bisa mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya.
Sedangkan kelemahan cooperative learning tipe make a match menurut
Huda (2014: 253-254) antara lain:
1. Jika metode ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang
terbuang.
2. Pada awal-awal penerapan metode, banyak peserta didik yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya.
3. Jika guru tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, akan banyak
peserta didik yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
4. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberikan hukuman pada
peserta didik yang tidak mendapatkan pasangan, karena mereka bisa malu.
5. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
25
Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa model
cooperative learning tipe make a match tidak hanya memiliki kelebihan tetapi
juga memiliki kelemahan. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang
mendalam mengenai model pembelajaran ini, agar penerapannya dapat
terlaksanakan dengan baik.
2.1.4.4 Pengertian Cooperative Learning tipe Picture and Picture
Model Pembelajaran Picture and Picture adalah suatu model
pembelajaran dengan menggunaan media gambar. Dalam oprasionalnya
gambar-gambar dipasangkan satu sama lain atau bisa jadi di urutkan menjadi
urutan yang logis. Prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture
and picture adalah sebagai berikut:
1) Setiap anggota kelompok (peserta didik) bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2) Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus mengetahui bahwa semua
anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3) Setiap anggota kelompok (peserta didik) harus membagi tugas dan
tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
4) Setiap anggota kelompok (peserta didik) akan dikenai evaluasi.
5) Setiap anggota kelompok (peserta didik) berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya.
6) Setiap anggota kelompok (peserta didik) akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
2.1.4.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Picture
and Picture
Menurut Istarani (2011:7) langkah-langkah pembelajaran cooperative
learning tipe picture and picture adalah sebagai berikut:
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin
dicapai. Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah
26
yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan.
Dengan demikian maka peserta didik dapat mengukur sampai sejauh mana
yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan
indikator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM
yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2) Memberikan materi pengantar sebelum kegiatan. Penyajian materi sebagai
pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan
momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses
pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan
motivasi yang menarik perhatian peserta didik yang selama ini belum
siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi
akan menarik minat peserta didik untuk belajar lebih jauh tentang materi
yang dipelajari.
3) Guru membagi peserta didik kedalam beberapa kelompok
4) Guru menyajikan gambar tentang materi yang dipelajari pada hari itu
didepan kelas
5) Guru meminta salah satu perwakilan kelompok yang ditunjuk untuk
mengurutkan gambar agar menjadi gambar yang urut. Teman anggota
kelompoknya boleh membantu
6) Guru menanyakan alasan peserta didik tentang gambar yang telah dia
urutkan
7) Berdasarkan urutan gambar dan alasan tersebut, guru menanamkan konsep
dan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
Tabel dibawah ini adalah sintaks pembelajaran dari cooperative learning
tipe picture and picture.
Tabel 2.4
Sintaks Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Picture and Picture
Tahap Aspek yang diamati
Fase 1
Present goal
Guru menyampaiakan tujuan pembelajaran dengan cara
belajar dengan mengurutkan gambar (picture and picture
27
2.1.3.6 Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Learning tipe Picture
and Picture
a. Kelebihan Cooperative Learning tipe Picture And Picture
Menurut Huda (2013: 239) kelebihan model cooperative learning tipe
picture and picture yaitu,
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing peserta didik
2. Peserta didik dilatih berpikir logis dan sistematis
3. Peserta didik dibantu belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu
subjek bahasan dengan memberikan kebebasan peserta didik dalam
praktik berpikir,
4. Motivasi peserta didik untuk belajar semakin dikembangkan
5. Peserta didik dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
and set
Fase 2
Present
information
1. Guru menyampaikan informasi cara belajar dengan
menggunakan gambar-gambar
2. Guru menyiapkan beberapa gambar acak untuk
ditempelkan didepan kelas.
Fase 3
Organize student
into learning
team
1. Guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok
2. Guru menempel gambar-gambar acak didepan kelas
untuk diurutkan oleh kelompok
Fase 4
Assit team work
and study
Guru membantu peserta didik dalam kegiatan berdiskusi
materi dari kartu yang mereka dapatkan
Fase 5
Test on materials
1. Guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan
jawaban hasil berdiskusi mereka
2. Guru dan kelompok lain mengevaluasi jawaban dari
kelompok yang berpresentasi
Fase 6
Provide
recognition
Guru memberikan pengakuan dan penghargaan kepada
kelompok yang menjawab benar
Guru memberikan umpan balik dan penguatan
28
6. Peserta didik lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan
gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari
7. Dapat meningkat daya nalar atau daya pikir peserta didik karena peserta
didik guru untuk menganalisa gambar yang ada.
8. Dapat meningkatkan tanggung jawab peserta didik, sebab guru
menanyakan alasan peserta didik mengurutkan gambar
9. Pembelajaran lebih berkesan, sebab peserta didik dapat mengamati
langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.
b. Kelemahan Cooperative Learning tipe Picture And Picture
Menurut Istarani (2011) kelemahan metode Cooperative learning tipe
picture and picture adalah:
1. Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkulita serta sesuai
dengan materi pelajaran
2. Sulit menemukan gambargambar yang sesuai dengan daya nalar atau
kompetensi siswa yang dimiliki
3. Guru ataupun peserta didik kurang terbiasa dalam menggunakan gambar
sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi pelajaran.
4. Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan
gambar-gambar yang diinginkan.
2.1.5 Perbandingan Karakteristik Make a Match dan Picture and Picture
Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa variasi atau tipe
pembelajaran. Setiap tipe dari model pembelajaran pasti memiliki karakteristik
masing-masing, demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
TGT. STAD dan TGT memiliki karakteristik yang hampir sama, yang
membedakan adalah tugas utama. Sajian tentang perbandingan dari beberapa tipe
pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (Tri, 2013: 21-22) dapat dilihat pada
tabel 2.9 di bawah ini:
29
Tabel 2.5
Perbandingan Karakteristik Make a Match dan Picture and Picture
Karakteristik Make a Match Picture and Picture
Tujuan kognitif Informasi akademik
sederhana
Informasi akademik
tinggi dan keterampilan
ikuiri
Tujuan social Kerja kelompok dan kerja
sama
Kerja sama dalam
kelompok kompleks
Struktur tim
Kelompok belajar
heterogen dengan 2-3
orang anggota
Kelompok belajar
heterogen dengan 4 – 6
orang anggota
Pemilihan topik
pelajaran Biasanya guru Biasanya guru
Tugas utama
Menemukan pasangan dari
kartu yang peserta didik
bawa
Mengurutkan gambar
acak yng disajikan oleh
guru
Penilaian Tes lisan Tes Lisan
Pengakuan Lembar pengetahuan dan
publikasi lain Publikasi lain
Berdasarkan uraian mengenai model kooperatif tipe Make a Match dan
Picture and Picture di atas, maka dapat dilihat perbedaan pelaksanaan atau
tahapan pelaksanaan Make a Match dan Picture and Picture sebagai berikut:
Tabel 2.6
Perbedaan Tahapan Pelaksanaan Make a Match dan Picture and
Picture
Tahapan
Pelaksanaan Make a Match Picture and Picture
Persiapan 1. Guru menyiapkan materi,
lembar kegiatan, kartu
permainan dan kunci
jawaban.
1. Guru menyiapkan materi,
soal kelompok dan kunci
jawaban,daftar gambar
2. Guru mengelompokkan
30
2. Guru membagi peserta didik
dalam 2 kelompok besar, q
untuk kelompok soal dan 1
untuk kelompok jawaban.
3. Peserta didik yang
berhasilm menemukan
pasangannya akan diberi
poin.
4. Guru dan peserta didik
membuat kesepakatan
hukuman untuk peserta
didik yang tidak dapat
menemukan pasangannya
5. Guru membimbing dalam
membangun tim.
siswa dalam 5 kelompok.
Kegiatan
awal
1. Guru menyampaikan semua
tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
1. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran secara umum
yang ingin dicapai dan
memotivasi siswa belajar.
Kegiatan inti 1. Guru menyajikan informasi
kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.
2. Guru membagi katu soal
kepada kelompok soal
secara acak, dan membagi
kartu jawaban kepada
kelopok jawaban secara
acak.
3. Guru memberi batasan
waktu kepada peserta didik
untuk mencari pasangannya
4. Guru memberi aba-aba dan
peserta didik mencari
pasangannya
5. Peserta didik yang
menemukan pasangannya
diberi poin dan
dipersilahkan duduk
1. Guru menyajikan materi
pelajaran secara umum
kepada siswa dengan cara
demonstrasi lewat bahan
bacaan/LKS.
2. Guru membagi siswa
menjadi kelompok secara
heterogen, masing-masing
terdiri dari 4 – 6 orang.
3. Guru menempel gambar-
gambar acak didepan kelas.
4. Guru menunjuk 1 kelompok
untuk mengerjakan soal
tersebut. 1 anak maju
kedepan dan teman 1
kelompoknya boleh
membantu
5. Setelah peserta didik selesai
mengurutkan , guru bertanya
alasan mengapa peserta
31
6. Peserta didik yang tidak
dapat menemukan
paangannya berdiri didpan
kelas untuk diberi hukuman
sesuai kesepakatan awal
7. Peserta didik yang berhasil
menemukan pasangannya
maju kedepan untuk
presentasi.
8. Begitu seterusnya sampai
beberapa babak.
didik menjawab
soal/mengurutkan gambar
seperti itu
6. Guru memberikan umpan
balik
Kegiatan
akhir
1. Guru memberi umpan balik
dan penghargaan kepada
peserta didik yang memiliki
poin tinggi
1. Guru memberikan
penghargaan kepada setiap
kelompok yang memiliki
poin tertinggi.
2.1.6 Kajian Penelitian Yang Relevan
a. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Meri Adesta (2014) berjudul MODEL
PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN
HASIL BELAJAR SISWA dapat disimpulkan sebagai berikut, Penerapan model
cooperative learning tipe picture and picture pada pembelajaran tematik
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan
adanya peningkatan nilai rata-rata motivasi siswa pada setiap siklusnya. Pada
siklus I sebesar 59,07, siklus II sebesar 70,83, dan siklus III sebesar
77,53. Penerapan model cooperative learning tipe picture and picture
pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini
dibuktikan dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa yang meningkat pada
setiap siklusnya. Pada siklus I sebesar 61,96, pada siklus II sebesar 71,03
meningkat 9,07 dan siklus III sebesar 75,92 meningkat 4,89 sedangkan
persentase hasil belajar siswa yang mencapai nilai ≥66 pada siklus I
sebanyak 16 orang (59,25%), siklus II menjadi 21 orang (77,78%), dan
siklus III menjadi 24 orang (88,89%)..
b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fetty Riantika (2016) dengan judul
PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH
32
TERHADAP HASIL BELAJAR TEMATIK SISWA KELAS IV SDN 2 METRO
SELATAN dapat disimpulkan sebagai berikut, Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan menggunakan model cooperative learning tipe make a
match terhadap hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran tematik.
Pengaruhnya dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hasil rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar
54,75 meningkat pada posttest menjadi 74,25, peningkatannya sebesar 19,50,
sedangkan hasil rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 57,50 meningkat pada
posttest menjadi 71,14, peningkatannya sebesar 13,64. Hasil nilai rata-rata
N-Gain siswa kelas eksperiman sebesar 0,43, sedangkan nilai rerata N-Gain
pada kelas kontrol yaitu 0,32. Hasil analisis uji hipotesis diperoleh bahwa
0,037 < 0,050 maka artinya H0 ditolak H1 diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model cooperative learning tipe make a match berpengaruh
lebih baik terhadap hasil belajar siswa.
c. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2010) berjudul
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PICTURE
AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM dapat disimpulkan
sebagai berikut, Pada pelaksanaan siklus II mengalami peningkatan, antara
lain: peningkatan kualitas pelaksanaan pembelajaran yaitu pada siklus I
mendapat nilai 73 dengan kategori baik meningkat menjadi 80,5 dengan
kategori sangat baik pada siklus II. Nilai rata-rata observasi perubahan
aktifitas siswa (kerjasama, perhatian, disiplin, dan komunikasi) pada siklus I
yaitu 64 dengan kategori baik meningkat menjadi 85 dengan kategori
sangat baik. Kemudian nilai rata-rata hasil belajar siklus I yaitu 61, 92
menjadi 90, 76. Dari presentase ketuntasan hasil belajar siswa 58%
meningkat menjadi 96% dan telah tuntas mencapai indikator penelitian
secara klasikal 75%. Oleh karena itu, model kooperatif tipe picture and
picture dapat dikategorikan sebagai salah satu model kooperatif yang
cocok digunakan dalam pembelajaran IPA, karena dapat membantu
33
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA).
d. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sih Santo (2012) yang berjudul
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE
MAKE A MATCH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS
IV SD N 2 BANJARNEGARA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil
analisis varian tregresi diperoleh nilai Freg sebesar 25,697. Kemudian nilai
tersebut dikonsultasikan dengan Ftabel, pada taraf signifikan 5% diperoleh
nilai sebesar 4,20 dan taraf signifikan 1% sebesar 7,64. Karena harga Freg > Ft
, maka persamaan garis regresi tersebut menunjukkan signifikan. Hal ini berarti
hipotesis nihil (H0) dengan bunyi “tidak ada pengaruh positif model
pembelajaran cooperative learning terhadap hasil belajar IPA” ditolak.
Sedangkan hipotesis kerja (Ha) yang menyatakan “ada pengaruh positif pada
model pembelajaran cooperative learning terhadap hasil belajar IPA di SD N 2
Banjarnegara” adalah dapat diterima. Untuk memperjelas persamaan dan
perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian-penelitianyang telah
dilakukan sebelumnya, akan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.7
Persamaan dan Perbedaan Penelitian
N
o.
Nama
Peneliti
Tahun Variabel Penelitian Hasil Penelitian
X y
Model
Cooperatif
Learning
Make a
Match
Picture
and
Picture
Hasil
Belajar
Tematik
1. Meri Adesta 2014 √ - √ √ Adanya peningkatan
hasil belajar
dengan nilai rata-
rata hasil belajar
siswa yang
meningkat pada
setiap siklusnya.
2. Fetty
Riantika
2016 √ √ - √ Hasil analisis uji
hipotesis diperoleh
bahwa 0,037 <
0,050 maka artinya
H0 ditolak H1
diterima. Sehingga
dapat disimpulkan
34
bahwa model
cooperative
learning tipe make
a match
berpengaruh lebih
baik terhadap hasil
belajar siswa.
3. Kurniawati 2010 √ - √ - Dari presentase
ketuntasan hasil
belajar siswa 58%
meningkat menjadi
96% dan telah
tuntas mencapai
indikator penelitian
secara klasikal
75%.
4 Sih Santo 2012 - Scrambl
e
√ √ hipotesis nihil (H0)
dengan bunyi “tidak
ada pengaruh positif
model pembelajaran
cooperativelearningt
erhadap hasil
belajar Biologi
pokok bahasan
virus” ditolak.
Sedangkan hipotesis
kerja (Ha) yang
menyatakan “ada
pengaruh positif
pada model
pembelajaran
cooperative learning
terhadap hasil
belajar IPA di SD N
2 Banjarnegara”
adalah dapat
diterima
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari masing-
masing penelitian. Dari penelitian terdahulu membuktikan bahwa Model
pembelajan cooperative learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik..
Mengacu pada penelitian yang terdahulu akan dilakukan penelitian lagi, namun
terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini akan
menggabungkan model cooperative learning tipe make a match dengan model
picture and picture.
35
2.1.7 Kerangka Berfikir Penelitian
Penelitian menggunakan model cooperative learning tipe make a match
yang akan dilaksanakan pada pelajaran Tematik Tema 6 Sub Tema 2
Pembelajaran 1 siswa kelas 4 SD Negeri Tukang 02 dan cooperative learning tipe
picture and picture akan dilaksanakan di SD Negeri Kadirejo 03. Penelitian ini
akan menggunakan penelitian kuasi eksperimen sehingga membutuhkan dua
kelas. Kelas pertama akan menjadi kelompok kontrol dan kelas kedua akan
menjadi kelompok eksperimen. Kelas yang menjadi kelompok eksperimen adalah
SD Negeri Tukang 02 sedangkan kelompok kontrol adalah SD Negeri Kadirejo 03
Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan diberikan pretest untuk
mengetahui tingkat homogenitas dari kedua kelas. Langkah selanjutnya kelas
eksperimen akan diberikan pengajaran menggunakan model cooperative learning
tipe make a match sedangkan kelas kontrol akan diberikan pengajaran
menggunakan cooperative learning tipe picture and picture. Selanjutnya peserta
didik akan diberikan posttest untuk memperoleh hasil belajar setelah diberikan
pengajaran yang berbeda. Langkah terakhir yaitu menganalisis hasil posttest yang
sudah dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan hasil belajar tematik tema 6
sub tema 2 pembelajaran1 menggunakan model cooperative learning tipe make a
match pada siswa kela IV SD di Gugus Kartini Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang. Secara ringkas alur penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1
Kerangka Berfikir
Kondisi
awal siswa
Perlakuan
dengan metode
cooperative
learning tipe
make a match
(eksperimen)
Perlakuan
dengan metode
cooperative
learning tipe
picture and
picture
(kontrol)
Pretest
Hasil
Belajar
Pretest Posttest
Posttest
36
2.1.8. Hipotesis Penelitian
Bertitik tolak dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara yaitu“Terdapat
perbedaan hasil belajar tematik yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dengan penggunaan
model pembelajaran Picture and Picture pada materi Tematik Tema 6 Subtema 2
Pembelajaran ke 1 siswa kelas IV SD Gugus Kartini Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2016/2017”.