bab ii kajian pustaka dan pembahasan a. kajian...

106
21 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN PUSTAKA A.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan. Hukum Ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Molenaar memberikan batasan pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha. 1 Menurut Mr. MG Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu. 2 Iman Soepomo memberikan batasan pengertian hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seserorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pengertian hukum perburuhan menurut Molenaar, Mr. MG Levebach, dan Iman Soepomo, kesemuanya mengartikan hukum yang mengatur hubungan antara buruh dengan majikan. Adapun pengertian hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Dengan demikian dapat diartikan bahwa hukum ketenagakerjaan berarti mencakup bidang hukum kepegawaian (hukum yang mengatur tentang hubungan antara 1 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985, h. 1-3. 2 Ibid.

Upload: doanthu

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. KAJIAN PUSTAKA

A.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan.

Hukum Ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang

merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Molenaar memberikan batasan

pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang

pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara

buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha.1 Menurut Mr. MG

Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang

berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah

pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut

dengan hubungan kerja itu.2 Iman Soepomo memberikan batasan pengertian

hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun

tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seserorang bekerja pada

orang lain dengan menerima upah.

Pengertian hukum perburuhan menurut Molenaar, Mr. MG Levebach,

dan Iman Soepomo, kesemuanya mengartikan hukum yang mengatur

hubungan antara buruh dengan majikan. Adapun pengertian hukum

ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Dengan

demikian dapat diartikan bahwa hukum ketenagakerjaan berarti mencakup

bidang hukum kepegawaian (hukum yang mengatur tentang hubungan antara

1 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985, h. 1-3.

2 Ibid.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

22

negara dengan pegawai/ pegawai negeri) dan bidang hukum perburuhan

(mengatur hubungan antara buruh dengan majikan).3 Dan penulis berpendapat

istilah hukum ketenagakerjaan lebih tepat dibanding dengan istilah hukum

perburuhan, dikarenakan hukum ketenagakerjaan cakupan pengartian lebih

sejalan dengan Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 dibandingkan hukum

perburuhan. Hukum ketenagakerjaan tidak hanya mengatur hubungan kerja,

tetapi juga pengaturan di luar hubungan kerja, perlindungan bagi pekerja atau

buruh dan termasuk proses–proses atau keputusan–keputusan yang

dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat,

pemerintah orde baru mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan

di bidang ketenagakerjaan guna mengganti ketentuan lama yang sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan zaman untuk memperbaiki kondisi

ketenagakerjaan di tanah air dalam rangka memberikan pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan kepada warga negara.

Pada tahun 1969 pemerintah orde baru mengeluarkan Undang-Undang

No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

Ketenagakerjaan. Pada Tahun 1997 undang–undang ini di ganti dengan

Undang–Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan

UU No. 25 Tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes karena dianggap

banyak merugikan pekerja. Hal ini dikaitkan dengan masalah menara

jamsostek yang dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana

jamsostek. Seiring dengan undang–undang ini pemerintah mengeluarkan

3 Ibid.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

23

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1997 tentang Asuransi Tenaga Kerja

(Astek). Peraturan Pemerintah ini mewajibkan perusahaan untuk

mengikutsertakan seluruh pekerjanya pada program asuransi sosial. Sesuai

dengan perkembangan lebih lanjut program asuransi tenaga kerja (Astek)

diperbaiki dengan suatu program jaminan sosial yang lebih baik dan diatur

dalam suatu undang–undang yaitu Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1992

tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Dan keberadaan UU No.

25 Tahun 1997 dinyatakan berlaku efektif hanya 1 (satu) tahun sejak

diundangkan tetapi dalam prakteknya undang–undang ini tidak pernah

berlaku di Indonesia. Akhirnya dengan peraturan pemerintah pengganti

undang–undang yang dikuatkan dengan Undang–Undang Nomor 11 Tahun

1998 j.o. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2000, Undang–Undang Nomor

25 Tahun 1997 ditunda masa berlakunya hingga akhirnya dicabut dan diganti

dengan Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

merupakan Undang–Undang ketenagakerjaan yang bersifat komprehensif dan

menyeluruh berbagai hal di bidang ketenagakerjaan yang sebelumnya tidak

pernah diatur dalam satu undang–undang.4

Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila, Undang–

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dilaksanakan

untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil,

makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual. Dalam pembangunan

ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi

4 Maimun, Op.Cit., h. 7-10.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

24

fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 4

Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembangunan

ketenagakerjaan bertujuan untuk :

a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal

dan manusiawi;

b. Mewujudkan pemeratan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga

kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan

daerah;

c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan;

d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga.

Dengan demikian, tujuan pembangunan ketengakerjaan adalah

menjadikan tenaga kerja Indonesia sebagai subjek pembangunan, bukan

sebaliknya menjadi objek pembangunan.5

A.1.1. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam sistem Hukum

Indonesia.

Kedudukan hukum ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan

aspek hukum perdata, aspek hukum tata usaha negara, dan aspek hukum

pidana. Kedudukan tersebut membawa konsekuensi yuridis bahwa ketentuan

peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan haruslah mendasarkan pada teori

hukum yang menelah bidang tersebut. Contoh:

5 Abdul Khakim Op.Cit., h. 8-9.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

25

a. Jika terkait dengan perjanjian kerja termasuk di dalamnya hak-hak

dan kewajiban yang telah disepakati bersama dan hanya melibatkan

para pihak saja, maka hal tersebut menyangkut aspek hukum perdata;

b. Jika terkait dengan perizinan bidang ketenagakerjaan, penetapan upah

minimum, pengesahan peraturan perusahaan, pendaftaran perjanjian

kerja bersama, pendaftaran serikat pekerja atau serikat buruh, dan

sebagainya, maka hal tersebut menyangkut aspek hukum tata usaha

negara; dan

c. Jika terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan,

maka hal tersebut menyangkut aspek hukum pidana.

Dalam beberapa literatur asing, hukum ketenagakerjaan termasuk

dalam sistem hukum bisnis, di dalamnya termasuk hukum kontrak, hukum

perusahaan, jaminan sosial, pajak, asuransi, hukum lingkungan, hukum

internasional, dan lain-lain.6

A.1.2. Sumber-Sumber Hukum Ketenagakerjaan.

Sumber hukum adalah tempat dimana kita dapat menemukan aturan

hukum. Pendapat Halim terhadap pengertian sumber hukum adalah segala

sesuatu yang menimbulkan atau melahirkan hukum. Sumber hukum terbentuk

menjadi dua macam, yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum materiil.

Sumber hukum ketenagakerjaan mendasarkan pada sumber hukum Indonesia

di bidang Ketenagakerjaan.

6 Ibid., h. 6-7.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

26

Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal bentuknya

(tempat dimana dapat ditemukan dan dikenal hukum). Adapun macam dari

sumber hukum formil adalah :7

a. Peraturan perundang-undangan;

b. Hukum Kebiasaan;

c. Yurisprudensi;

d. Traktat atau Perjanjian;

e. Doktrin.

Sedangkan sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang

menentukan isi hukum (perasaan atau keyakinan individu dan pendapat umum

yang membentuk dan menentukan isi hukum). Macam sumber hukum materiil

tergantung dari tinjauan atau sudut pandang para ahlinya, misalnya sebagai

berikut :8

a. Tinjauan ahli ekonomi, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

kebutuhan ekonomi dalam masyarakat dan kemungkinan

perkembangan ekonomi.

b. Tinjauan ahli sosiologi, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

peristiwa yang terjadi dalam masyarakat atau kebutuhan untuk

mempertahankan hidup.

c. Tinjauan ahli agama, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

kitab suci agama masing-masing.

7 Halim, A. Ridwan, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,

1990, h. 21. 8 Asri Wijayanti, Op.Cit., h. 25-26.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

27

d. Tinjauan ahli sejarah, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

sejarah yang pernah terjadi.

e. Tinjauan ahli filsafat, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

upaya untuk mencari keadilan, misalnya melalui falsafah bangsa.

f. Tinjauan ahli hukum, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

aturan yang mengatur.

Berbagai pendapat lain mengenai sumber-sumber hukum

ketenagakerjaan menurut beberapa ahli hukum. Menurut Budiono sumber-

sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas :9

1. Perundang-undangan

2. Kebiasaan

3. Keputusan

4. Traktat; dan

5. Perjanjian.

Sedangkan Menurut Shamad berpendapat bahwa sumber hukum

ketenagakerjaan terdiri atas :10

1. Peraturan perundang-undangan (undang-undang dalam arti materiil

dan formil);

2. Adat dan kebiasaan;

3. Keputusan pejabat atau badan pemerintah;

4. Traktat;

9 Budiono, Abdul Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Penerbit PT Gramedia, Jakarta,

1995, h. 12. 10

Shamad, Yunus, Hubungan Industrial di Indonesia, Penerbit PT Bina Sumber Daya Manusia, Jakarta, 1995, h. 29.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

28

5. Peraturan kerja (yang dimaksud adalah peraturan perusahaan); dan

6. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja

bersama (KKB).

Di samping kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa doktrin

atau pendapat para ahli hukum juga merupakan sumber hukum

ketenagakerjaan. Mengingat pendapat para ahli dapat dipergunakan sebagai

landasan untuk memecahkan masalah-masalah perburuhan, baik langsung

maupun tidak langsung.

A.1.3 Pengawasan Ketenagakerjaan.

Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan

menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan (Pasal 1 angka 1 Permenakertrans No. PER.02/MEN/1/2011

tentang Pembinaan dan Koordinasi Pengawasan Ketenagakerjaan).

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan

peraturan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan).

Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja

tersendiri pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit

kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan

ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

29

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam

perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum

ketenagakerjaan secara menyeluruh. Pengawasan ketenagakerjaan

dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu preventif edukatif dan represif

yustisia.11

Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah

meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang

Ketenagakerjaan sehingga proses hubungan industrial dan hubungan kerja

dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Di samping sebagai upaya

perlindungan tenaga kerja pengawasan ketenagakerjaan juga memiliki tujuan

sosial, seperti peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja,

mendorong kinerja dunia usaha serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat

pada umumnya.

A.2. Perlindungan Tenaga Kerja.

Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin

berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya

tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha

wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja tersebut sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa dasar hukum

perlindungan tenaga kerja diantaranya :12

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

11

Abdul Khakim, Op.Cit., h. 197-198. 12

Ibid., h. 99-103.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

30

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor

Ketenagakerjaan di Perusahaan.

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:

Per.14/MEN/IV/2016 tentang Tata Cara Pelaporan Ketenagakerjaan

di Perusahaan.

5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional.

6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial.

Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum

ketenagakerjaan. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan yang mendukung adanya perlindungan tenaga

kerja diantaranya sebagai berikut :13

1. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan

perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan

(Pasal 4 huruf C).

2. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (pasal 5).

3. Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa

diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6).

4. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/ atau

meningkatkan dan/ atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai

13

Ibid.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

31

dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja

(Pasal 11).

5. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti

pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya [Pasal 12 ayat (3)].

6. Setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan

dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai

dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama [Pasal 86

ayat (1)].

7. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan [Pasal 88 ayat (1)].

8. Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan

sosial tenaga kerja [Pasal 99 ayat (1)].

9. Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat

pekerja [Pasal 104 ayat (1)].

Perihal mengenai objek pada perlindungan tenaga kerja menurut

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :14

a. Perlindungan atas hak-hak dalam hubungan kerja;

b. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja untuk berunding dengan

pengusaha dan mogok kerja;

c. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

d. Perlindungan khusus bagi pekerja perempuan, anak, dan penyandang

cacat;

14

Ibid.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

32

e. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga

kerja; dan

f. Perlindungan atas hak pemutusan hubungan tenaga kerja.

A.2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan untuk

kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

Untuk itu ditempuh dengan kebijakan penyelenggaraan upaya keselamatan

dan kesehatan kerja di setiap perusahaan.

Menurut Adrian Sutedi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja maupun perusahaan sebagai

upaya pencegahan (preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit

akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal

yang berpontesi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan

kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.15

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bentuk

perlindungan tenaga kerja dan menjadi hak dasar pekerja sesuai dengan

ketentuan Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Tujuan dari upaya keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk

melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang

optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

15

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2011, h. 170.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

33

pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan

rehabilitasi.

Dengan demikian, eksistensi peraturan perundang-undangan

keselamatan dan kesehatan kerja adalah :

a. Melindungi pekerja dari risiko kecelakaan kerja;

b. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja;

c. Agar pekerja dan orang-orang di sekitarnya terjamin keselamatannya;

d. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara

aman dan berdaya guna.

Ruang lingkup dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah di segala

tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,

maupun di udara dalam wilayah negara Republik Indonesia. Keselamatan dan

kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja.

Unsur tempat kerja ada tiga, ialah :

a. Adanya suatu usaha, baik bersifat ekonomis maupun sosial.

b. Adanya sumber bahaya.

c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik terus-menerus

maupun sewaktu-waktu.

Penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja

ialah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

34

keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dilakukan secara bersama

oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh pekerja.16

Beberapa prinsip keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan

ketentuan hukum diantaranya:17

a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(Pasal 86 dan Pasal 87).

1. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

- Keselamatan dan kesehatan kerja;

- Moral dan kesusilaan; dan

- Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan

dan kesehatan kerja.

3. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan.

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

1. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau

terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang

sering dimasukan tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan

16

Abdul Khakim, Op. Cit., h. 111. 17

Ibid., 109-110.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

35

dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya lainnya [Pasal 1

ayat (1)].

2. Syarat ditetapkannya keselamatan kerja untuk mencegah dan

mengurangi kecelakaan, memberi kesempatan atau jalan

menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang

berbahaya, memberikan pertolongan pada kecelakaan, memberikan

alat-alat perlindungan diri pada pekerja, dan sebagainya (Pasal 3).

3. Pengusaha atau pemberi kerja diwajibkan melaporkan tiap

kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada

pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja [Pasal 11 ayat (1)].

Para pihak yang terkait dalam keselamatan dan kesehatan kerja yaitu

pengusaha dan pekerja. Beberapa bentuk kewajiban dan hak yang harus

dilaksanakan oleh para pihak dalam program keselamatan dan kesehatan kerja

diantaranya:18

a. Kewajiban pengusaha.

1. Terhadap pekerja yang baru masuk, pengusaha wajib menunjukkan

dan menjelaskan hal-hal:

- Tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di lingkungan

kerja.

- Semua alat pengaman dan perlindung yang digunakan.

- Memeriksakan kesehatan, baik fisik maupun mental pekerja yang

bersangkutan.

2. Terhadap pekerja yang telah atau sedang dipekerjakan:

18

Ibid., h. 112-115.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

36

- Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan kerja,

penanggulangan kebakaran, pemberian P2K3 dan peningkatan

usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada umumnya.

- Memeriksakan kesehatan pekerja secara berkala.

3. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang

diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh

pekerja.

4. Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan kerja termasuk peledakan,

kebakaran, dan penyakit akibat kerja yang terjadi di tempat kerja

kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja.

b. Kewajiban dan hak pekerja.

1. Kewajiban pekerja:

- Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai

pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.

- Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.

- Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan

kerja yang berlaku di tempat kerja yang bersangkutan.

2. Hak dari pekerja:

- Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan agar

dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang

diwajibkan di perusahaan yang bersangkutan.

- Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat

keselamatan dan kesehatan kerja serta alat pelindung diri yang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

37

diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang

ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.

Dengan mengimplementasikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3), setidak-tidaknya pengusaha dapat mengantisipasi kemungkinan

penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. Dan inti dari terlaksananya K3

dalam Perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan,

sanksi, dan benefit dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan

perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang

dijadikan acuan atau pedoman bagi pekerja dan pengusaha.

Beberapa landasan hukum keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

adalah sebagai berikut:19

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja.

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

A.2.2. Jaminan Sosial.

Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan

secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas jaminan sosial ini meliputi

berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat atau pemerintah.

Pemahaman dalam arti sempit menurut Iman Soepomo merumuskan

bahwa jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak pekerja dalam

19

Ibid.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

38

hal pekerja diluar kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin

kepastian pendapat (income security) dalam hal pekerja kehilangan upahnya

karena alasan diluar kehendaknya.20

Sedangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial

Pancasila (HIP) merumuskan pengertian jaminan sosial secara luas sebagai

berikut: “Jaminan sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatan

pekerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena

resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau risiko sosial lainnya.

Tujuan dari penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk mempertahankan

daya beli masyarakat dalam mengahadapi terjadinya ketidakamanan

ekonomi.21

Pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia bersumber pada landasan

idiil. Pembukaan UUD 1945 sebagaimana tercantum pada alinea keempat

yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah

memajukan kesejahteraan umum sehingga dapat tercapai masyarakat yang

adil dan makmur. Apabila terjadi Pelanggaran terhadap pelaksanaan jaminan

sosial berarti pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Undang-Undang tentang tenaga kerja yang sudah lengkap lahir pada

tahun 1969. Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-

Pokok Tenaga Kerja diatur tentang penyelenggaraan asuransi sosial bagi

tenaga kerja beserta keluarganya. Pada tahun 1977 Pemerintah menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program

20

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1983, h. 136. 21

Zaeni Asyhadie, Op.Cit., h. 121.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

39

Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Program-program yang ditangani oleh

Astek adalah asuransi kecelakaan kerja (AKK), asuransi kematian (AK), dan

tabungan hari tua (THT). Bersamaan dengan itu diterbitkan pula Peraturan

Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Perusahaan Umum (Perum) Astek

Sebagai Badan Penyelenggara Program Astek.

Status Astek sebagai Perum kemudian diubah menjadi Perseroan

Terbatas (PT) melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1990. Pada tahun

1992 pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki karyawan

minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya minimal

Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) perbulan. Jamsostek menyelenggarakan empat

program diantaranya adalah jaminan hari tua (JHT), jaminan kecelakaan kerja

(JKK), jaminan kematian (JK), dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).

Undang-Undang ini juga menungaskan PT. Jamsostek sebagai pelaksana

program Jamsostek di Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun

1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial

Tenaga Kerja sebagai penyelenggara program Jamsostek.22

1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 pengertian jaminan

sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja

dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari

22

Adrian Sutendi, Op.Cit., h. 183-184.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

40

penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat

peristiwa atau keadaan yang dialami oleh pekerja berupa kecelakaan kerja,

sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Semua bentuk manfaat

yang diberikan melalui program jamsostek kepada pekerja hanya terbatas

pada pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat dasar dan minimal untuk

menjaga harkat dan martabatnya.

Menurut Mondy dan Noe23

jaminan sosial tenaga kerja merupakan

bentuk kompensasi atau imbalan dalam bentuk uang yang tidak diterima

oleh pekerja. Keduanya mengungkapkan bahwa kompensasi merujuk

pada every type of reward that individualis receive in return for their

labour (setiap bentuk imbalan yang diterima oleh seseorang sebagai

pengganti tenaga yang telah ia keluarkan). Berikut beberapa teori tentang

kompensasi yang dikemukakan oleh Rejda adalah:24

1. Teori Risiko Kerja

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu perusahaan harus

menyediakan biaya ketidakmampuan pekerjanya untuk bekerja (akibat

sakit atau cacat) ke dalam biaya produksinya atau mengganti hilangnya

waktu kerja tersebut dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi. Teori

ini memiliki beberapa kelemahan yaitu:

a. Mengharuskan pekerja untuk tidak menuntut perusahaan karena

kecelakaan dalam industri.

23

Ibid., h.186-187. 24

Ibid.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

41

b. Adanya asumsi bahwa biaya kecelakaan dapat diganti lebih dahulu

dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi.

c. Perbandingan antara pembayaran tuntutan pekerja dengan jumlah

kerugian yang dialaminya tidak sebanding, misalnya pelayanan

rehabilitasi yang diperoleh tidak memadai.

2. Teori Biaya Sosial Rendah

Teori ini berlandaskan pada konsep bahwa dibuatnya undang-undang

kompensasi bagi pekerja bertujuan untuk meminimalkan

ketidakmampuan mereka secara ekonomi akibat kecelakaan kerja. Di lain

pihak dengan adanya peraturan juga berupaya untuk mengurangi

munculnya tuntutan pekerja karena kecelakaan kerja.

3. Teori Kompromi Sosial

Teori ini menyatakan bahwa adanya kompensasi bagi pekerja

memperlihatkan suatu keseimbangan antara pengorbanan yang dilakukan

pekerja dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha. Oleh karena itu,

pekerja yang mengalami sakit atau cacat akibat kerja, berhak untuk

menerima jaminan kesehatan atau jaminan kecacatan. Begitu pula dengan

perusahaan harus bersedia membayar tuntutan pekerja agar terhindar dari

proses pengadilan yang lebih mahal apabila pekerja yang sakit tersebut

mengadukan permasalahannya ke pengadilan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengartian jaminan sosial tenaga kerja

adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

42

untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya

menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik jamsostek

memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi

pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992,

berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta

adalah tertib administrasi dan membayar iuran.

Dalam pemenuhan kebutuhan pekerja menjadi tanggung jawab pemberi

kerja karena pekerja relatif memiliki kedudukan yang lebih lemah

dibandingkan pemberi kerja. Perlindungan kebutuhan tersebut diharapkan

mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja yang pada akhirnya dapat

meningkatkan hasil produksi perusahaan. Begitu pula sebaliknya, pekerja juga

harus berperan aktif dan ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan program

jamsostek sehingga upaya untuk mewujudkan perlindungan bagi pekerja dan

anggota keluarganya dapat terselenggarakan dengan baik.

Tujuan dari penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja adalah untuk

memberikan perlindungan kepada pekerja dan keluarganya dari berbagai

resiko pasar tenaga kerja, seperti resiko kehilangan pekerjaan, penurunan

upah, kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain-

lain. Ruang lingkup perlindungan tenaga kerja pada program Jamsostek yang

merupakan hak dari tenaga kerja adalah:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

Kecelakaan kerja (employment accident) merupakan kecelakaan yang

terjadi dalam hubungan kerja termasuk sakit yang diakibatkan karena kerja

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

43

(occupational disease).25

Dari pengertian tersebut dapat dijabarkan bahwa

ruang lingkup Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) meliputi kecelakaan kerja

dan sakit akibat kerja. Berikut penjabaran ruang lingkup jaminan kecelakaan

kerja (JKK) yaitu:26

a. Kecelakaan yang Teriadi Saat Hubungan Kerja

Kecelakaan kerja yang terjadi saat hubungan kerja meliputi

kecelakaan di tempat kerja dan kecelakaan di jalan pada waktu pekerja

berangkat ke tempat kerja dan pulang dari tempat kerja. Ruang lingkup

kecelakaan kerja terdiri atas:

1. Pada waktu kerja

a. Yang termasuk dalam kecelakaan pada waktu kerja ialah

kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke

tempat kerja atau pulang dari tempat kerja ke rumah melalui jalan

yang biasa ditempuh dan wajar.

b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan sesuai

dengan tugas, kewajiban dan tanggungjawab sehari-hari yang

diberikan oleh perusahaan di tempat kerja maupun di luar tempat

kerja selama waktu kerja.

c. Kecelakaan yang terjadi di luar jam kerja tetapi masih dalam

waktu kerja seperti jam istirahat sebagaimana diatur dalam

undang-undang.

25

Ibid., h.188. 26

Asri Wijayanti, Op. Cit., h. 128-130.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

44

d. Kecelakaan yang terjadi dalam tugas di luar kota/negeri, yaitu

selama perjalanan dari rumah atau tempat kerja menuju ke tempat

dan perjalanan pulang kembali sesuai dengan surat tugas yang

diberikan dan selama menjalankan tugas atau pekerjaan di tempat

tujuan. Semua kecelakaan kerja yang terjadi di tempat penugasan

atau pendidikan merupakan kecelakaan kerja, di luar itu yang

termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas selama yang

bersangkutan berangkat dari tempat penginapan atau pemondokan

menuju ke tempat kerja sampai pulang kembali, kecuali dapat

dibuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi di luar pengertian

tersebut ada hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab yang

bersangkutan.

e. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang

harus dibuktikan dengan surat perintah lembur.

f. Perkelahian di tempat kerja dapat dianggap kecelakaan kerja.

2. Di luar waktu kerja

a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan

olahraga yang harus dibuktikan dengan surat tugas dari

perusahaan.

b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang

merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan

surat tugas.

c. Kecelakaan yang terjadi di sebuah perkemahan yang berada

dilokasi kerja (base camp/jurnal) di luar jam kerja dan di luar

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

45

waktu kerja (tidur, istirahat) serta yang bersangkutan bebas dari

setiap urusan pekerjaan.

d. Jika kecelakaan terjadi di luar radius HPH/ areal/ lokasi harus ada

surat tugas.

3. Meninggal mendadak

Suatu kasus meninggal mendadak dapat dikategorikan akibat

kecelakaan dalam hubungan kerja akibat pekerja karena suatu alasan,

baik di lokasi kerja maupun dalam perjalanan menuju atau dari lokasi

kerja, tanpa sempat mengalami rawat inap atau mengalami rawat inap,

tetapi tidak melebihi 24 jam terhitung sejak pada jam ditangani dokter/

para medis, langsung meninggal dunia.

b. Penyakit akibat hubungan kerja

Penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja dianggap

sebagai kecelakaan kerja dan bisa terjadi secara tiba-tiba maupun

melalui proses dalam jangka waktu tertentu. Penyakit yang timbul akibat

hubungan kerja merupakan kecelakaan kerja Pasal 1 Keppres Nomor 22

Tahun 1993 menyebutkan: "Penyakit yang timbul karena hubungan kerja

adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.”

Penyakit yang ditimbulkan akibat kerja yang terjadi pada tenaga kerja

menjadi tanggung jawab majikan. Untuk mengetahui penyakit yang

timbul akibat hubungan kerja dapat dilihat pada Pasal 4 Keppres Nomor

22 Tahun 1993.27

27

Ibid.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

46

Tujuan dari jaminan kecelakaan kerja adalah untuk melindungi

pekerja dan keluarganya dari kecelakaan yang berhubungan dengan

pekerjaan.

Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung

jawab pengusaha, sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk

membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24%-

1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Seluruhnya terdapat lima tingkat

premi yang didasarkan pada pengelompokan jenis usahanya yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Untuk

pengelompokan ini didasarkan pada persepsi mengenai besarnya resiko

kecelakaan kerja untuk setiap jenis usaha.28

Adapun bentuk jaminan

kecelakaan kerja adalah:29

a. Biaya pengangkutan:

- Untuk penggunaan jasa angkutan darat/ sungai maksimum

sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).

- Untuk penggunaan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp.

300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).

- Dan penggunaan jasa angkutan udara maksimal Rp.

400.000,00 (empat ratus ribu rupiah).

b. Biaya perawatan, pemeriksaan, dan pengobatan. Seluruh biaya

yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan tersebut

maksimum sebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan ratus ribu rupiah).

28

Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 189. 29

Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Bagi Pekerja Untuk Mempertahankan Hak-Haknya), Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 155-156.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

47

c. Biaya rehabilitasi: Prothese (anggota badan tiruan) dan orthose

(alat bantu), seperti tongkat dan kursi roda, dengan penggantian

biaya sesuai harga R.S dr. Suharso (Surakarta) ditambah 40% dari

harga tersebut. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja

dianggap sebagai kecelakaan kerja (ditetapkan sebanyak 31 jenis)

seperti yang tercantum dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun

1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja.

d. Santunan berupa uang, meliputi:

- Santunan Sementara tidak mampu bekerja (STMB) 4 (empat)

bulan pertama 100% × upah sebulan. Selanjutnya 4 (empat)

bulan kedua 75% × upah sebulan dan bulan berikutnya 50% ×

upah sebulan.

- Santunan cacat tetap sebagian ialah: persentase jenis cacat

dikalikan 70 (tujuh puluh) bulan upah.

- Santunan cacat tetap total:

1. Pembayaran sekaligus: 70% × 70 (tujuh puluh) bulan

upah.

2. Pembayaran berkala: Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu

rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan.

3. Kurang fungsi: % kurang fungsi × % tabel × 70 bulan

upah.

- Santunan kematian:

1. Pembayaran sekaligus: 70% × 70 (tujuh puluh) bulan

upah.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

48

2. Pembayaran berkala: Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu

rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan.

3. Biaya pemakaman: Rp. 600.000,00. (enam ratus ribu

rupiah)

2. Jaminan Hari Tua (JHT).

Hari tua adalah umur pada saat dimana produktivitas pekerja telah

dianggap menurun, sehingga perlu diganti dengan pekerja yang lebih muda

termasuk cacat tetap dan total (total and permanent disability) yang dapat

dianggap sebagai hari tua yang dini (cepat).

Jaminan hari tua atau disebut (JHT) merupakan program perlindungan

yang bersifat dasar bagi pekerja yang bertujuan untuk menjamin adanya

keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi. Jaminan ini

merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja

dan keluarganya akibat dari terjadinya resiko-resiko sosial dengan

pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.30

Jaminan hari tua (JHT) berfungsi sebagai program perlindungan bagi

pekerja dan keluarganya yang telah mencapai usia tua dan telah berhenti

bekerja, juga untuk pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK). Pada dasarnya JHT merupakan komponen pensiun dasar. Dasar

perhitungan jaminan ini adalah besarnya total iuran atau premi yang telah

dibayarkan pemberi kerja dan tenaga kerja. Dengan demikian apabila

pekerja tersebut membayar premi jaminan hari tuanya sedikit, otomatis

30

Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 190-191.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

49

pekerja akan mendapat jaminan hari tua yang sedikit pula, begitu juga

sebaliknya.

Besar kecilnya iuran atau premi per-bulan ditentukan oleh besar

kecilnya upah. Pembiayaan program ini sepenuhnya dibebankan kepada

pemberi kerja dan pekerja dengan komposisi iuran lebih besar dibebankan

kepada pemberi kerja. Iuran atau premi jaminan hari tua ditentukan sebesar

5,7% dari upah, di mana 2% dipotong dari gaji pekerja dan 3.7% merupakan

kontribusi pemberi kerja.31

Umumnya jaminan hari tua diberikan pada saat pekerja mencapai

umur 55 (lima puluh lima) tahun, tetapi apabila pekerja mengalami cacat

sehingga tidak bisa bekerja lagi maka jaminan ini dapat diberikan. Dan

apabila pekerja meningal dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun

atau setelah 55 (lima puluh lima) tahun tetapi belum menerima jaminan hari

tua (JHT) maka jaminan ini diterima oleh janda atau duda atau anak yang

ditinggalkannya secara sekaligus (lumpsum). Untuk pekerja yang telah

mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi masih tetap bekerja dapat

memilih untuk menerima jaminan hari tua pada saat berusia 55 tahun atau

pada saat setelah berhenti bekerja.

Bagi pekerja yang berhenti dari perusahaan sebelum berusia 55 (lima

puluh lima) tahun dapat menerima Jaminan Hari Tua (JHT) dengan

persyaratan sebagai berikut:

1. Mempunyai masa kepesertaan JHT sekurang-kurangnya 5 tahun.

31

Ibid.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

50

2. Telah melewati masa tunggu selama 6 bulan terhitung sejak pekerja

bersangkutan berhenti bekerja.

Dalam sistem pembayaran secara berkala atau sekaligus dilakukan

atas pilihan pekerja bersangkutan. Apabila pekerja bersangkutan

meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya maka jaminan hari tua

dibayarkan secara sekaligus.32

Dan hak untuk mendapatkan jaminan hari tua

(JHT) dapat menjadi hilang apabila melalui 2 (dua) peristiwa ini sebagai

berikut: 33

1. Berakhir karena suatu peristiwa.

2. Dibatalkan karena suatu keadaan.

Berakhir karena suatu peristiwa apabila duda atau janda penerima

jaminan tersebut menikah lagi, atau duda/ janda tersebut meninggal dunia

sedangkan tidak terdapat lagi anak yang berhak menerima jaminan sebagai

penerima jaminan hari tua. Hak jaminan ini baru akan berakhir pada bulan

berikutnya setelah pernikahan itu dilangsungkan. Hak untuk mendapatkan

jaminan hari tua (JHT) dapat dibatalkan karena:34

a. Apabila pada waktu mengajukan permintaan jaminan tersebut

ternyata terdapat suatu pemalsuan, baik pemalsuan surat-surat

maupun pemalsuan orangnya.

b. Apabila penerima jaminan tersebut dengan tidak seiizin Pemerintah

menjadi anggota tentara/ pekerja suatu negara asing.

32

Maimun, Op.Cit., h. 112. 33

Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Penerbit PT Asdi Mahasatya, Jakarta, h. 134-135. 34

Ibid.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

51

c. Apabila penerima jaminan pekerja tersebut, janda atau duda

berdasarkan Keputusan Pejabat Pemerintah atau Badan yang

berwenang dinyatakan bersalah melakukan tindakan atau terlibat

dalam suatu gerakan yang menentang Pemerintah.

3. Jaminan Kematian (JKM).

Kematian yang mendapat santunan melalui program ini adalah

meninggal dunia pada waktu pekerja menjadi peserta jaminan sosial atau

sebelum melewati enam bulan sejak pekerja berhenti bekerja. Jaminan

Kematian atau disebut (JKM) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja

yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan

kerja.

Iuran untuk Jaminan Kematian ini ditanggung sepenuhnya oleh

pengusaha. Besarnya iuran adalah 0,30% dari upah sebulan pekerja yang

secara rutin harus dibayar langsung oleh pengusaha kepada Badan

Penyelenggara.35

Jaminan kematian yang diterima berdasarkan program ini

adalah:36

a. Biaya pemakaman ditetapkan sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta

rupiah) untuk kasus meninggal dunia biasa dan kasus kematian

karena kecelakaan/ penyakit karena hubungan kerja/ hubungan

industrial.

b. Santunan berupa uang ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta

rupiah).

35

Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 193-194. 36

Zaeni Asyhadie, Op.Cit., h. 128-130.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

52

Ahli waris atau keluarga pekerja berhak menerima santunan

kematian dan biaya pemakaman pada program jaminan kematian (JKM)

sesuai dengan persyaratan yang berlaku yaitu :

a. Suami atau istri yang sah menjadi tanggungan pekerja dan terdaftar

pada Badan Penyelenggara Jamsostek.

b. Anak kandung, anak angkat dan anak tiri yang belum berusia 21 (dua

puluh satu) tahun, belum menikah, tidak mempunyai pekerjaan, yang

menjadi tanggungan pekerja, terdaftar pada Badan Penyelenggara

Jamsostek dan maksimum tiga orang anak yang akan ditangggung

oleh Jamsostek.

Dengan demikian apabila belum atau tidak ada ahli waris yang

terdaftar pada Badan Penyelenggara Jamsostek maka pembayaran santunan

kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada janda atau duda, anak,

orang tua, cucu, kakek dan nenek, Saudara kandung, dan Mertua. Para ahli

waris atau pihak yang berhak menerima santunan dan biaya pemakaman

dapat mengajukan permohonan kepada Badan Penyelenggara Jamsostek

dengan melampirkan bukti-bukti sebagai berikut:

a. kartu peserta;

b. surat keterangan kematian.

Dalam hal pekerja yang tidak mempunyai keturunan sebagaimana

tersebut di atas maka pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman

diberikan secara sekaligus kepada mereka yang ditunjuk pekerja dalam

wasiatnya. Demikian juga apabila tidak ada wasiat, pembayaran santunan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

53

kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada pengusaha atau pihak lain

guna pengurusan pemakaman.37

Untuk hal magang atau murid, dan mereka

yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal dunia bukan

karena kecelakaan kerja yang berhubungan dengan hubungan kerja maka

keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian.

Jaminan Kematian (JKM) dibedakan antara biaya pemakaman dan

santunan berupa uang. Apabila seorang pekerja meninggal dunia dan tidak

mempunyai ahli waris maka biaya pemakaman saja yang diberikan kepada

mereka yang mengurus pemakaman pekerja tersebut. Jaminan kematian ini

diberikan kepada ahli waris tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum

mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun karena setelah mencapai usia

tersebut tenaga kerja yang bersangkutan akan mendapat jaminan hari tua.

Apabila tenaga kerja tersebut meninggal dunia setelah pensiun (setelah

mencapai usia 55 tahun), PT Jamsostek tidak lagi terikat pada kewajiban

untuk membayar jaminan kematian terhadap ahli waris pekerja tersebut.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

Setiap pekerja yang menderita sakit selama bekerja, berhak

memperoleh biaya pengobatan, biaya rehabilitasi, biaya pengangkutan dari

tempat kerja ke rumah sakit dan dari rumah sakit atau tempat kerja ke

rumahnya, serta santunan bila pekerja yang bersangkutan sementara tidak

mampu bekerja. Pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan diberikan

kepada pekerja dan anggota keluarganya. Maksimum tiga orang anak dari

37

Ibid.

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

54

peserta/ pekerja yang akan ditanggung oleh Jamsostek. Hak yang akan

diperoleh dari program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) meliputi:38

1. Rawat jalan tingkat pertama;

2. Rawat jalan tingkat lanjutan;

3. Rawat inap;

4. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;

5. Penunjang diagnostik, dan

6. Pelayanan gawat darurat.

Adapun standar paket pelayanan program jaminan pemeliharaan

kesehatan meliputi pelayanan khusus dan pelayanan gawat darurat. Berbeda

dengan program lain program jaminan pemeliharaan kesehatan ini tidak

memberikan santunan atau bantuan dalam bentuk uang tunai (cash benefits),

namun berbentuk pelayanan kesehatan.

Tujuan dari pemeliharaan kesehatan adalah untuk meningkatkan

produktivitas pekerja sehingga dapat melaksanakan sebaik-baiknya dan

merupakan upaya kesehatan dibidang pengembangan (kreatif). Untuk itu

pengusaha berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja,

yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),

penyembuhan (curatif), dan pemulihan (rehabilitasi). Dan setiap pekerja

yang telah mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan akan

38

Darwan Prinst, Op.Cit, h.162.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

55

diberikan kartu pemeliharaan kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan.39

Jenis pelayanan yang diberikan dalam program ini mulai dari dokter

umum dan dokter gigi, obat-obatan, dan penunjang diagnostik, obat-obatan

diberikan sesuai kebutuhan medis, pelayanan kesejahteraan ibu dan anak,

pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, dan Polio), pelayanan KB (IUD,

vasektomi, tubektomi, suntik), dan pelayanan dokter spesialis. Untuk

memahami program Jamsostek lebih lanjut, perlu diketahui pula fungsi dari

program tersebut, yaitu:

a. Perlindungan.

Perlindungan yang bersifat sukarela seperti melalui asuransi

komersial tidak mampu menjamin setiap orang bersedia dan mampu

menyisihkan dana untuk ikut dalam program asuransi. Untuk itu

diperlukan jaminan sosial yang diselenggarakan secara kolektif dan

bersifat wajib guna memungkinkan pekerja memiliki kepastian

memperoleh resiko sosial dan ekonomi.

b. Produksi.

Perlindungan melalui jaminan sosial bagi pekerja dan anggota

keluarganya memungkinkan pekerja untuk lebih memfokuskan perhatian

pada pekerjaannya. Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi dan

konsentrasi penuh pada pekerjaannya akan menguntungkan pemberi

kerja karena hasil produksi juga ikut meningkat.

39

Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 194-196.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

56

c. Redistribusi Pendapatan.

Pada program jaminan sosial yang dilaksanakan melalui sistem

asuransi sosial, pekerja memberikan kontribusi sesuai dengan

penghasilannya dan memperoleh jaminan sesuai dengan kebutuhannya.

Penyelenggaraan jaminan sosial secara tepat dapat memungkinkan

pekerja yang berpenghasilan tinggi membantu pekerja yang

berpenghasilan rendah.

d. Kemasyarakatan.

Tujuan jaminan sosial untuk memberikan perlindungan kepada

pekerja sehingga menimbulkan ketenangan dalam bekerja, serta akan

membantu terciptanya ketentraman industri. Di samping itu, juga dapat

mengurangi perselisihan antara pekerja dengan pemberi kerja yang pada

akhirnya dapat mencegah timbulnya keresahan sosial.40

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Di tahun 2004, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 40 Tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pemberlakuan

Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional merupakan pelaksanaan dari Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang

Dasar 1945. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara

40

Ibid.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

57

penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan

penyelenggaraan jaminan sosial.

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan

asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dibentuk sesuai dengan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,

kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana

amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya

untuk pengembangan program serta untuk sebesar-besar kepentingan

peserta.

Selanjutnya ditahun 2015, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan

yang bernomor 007/ PUU-III/ 2005 kepada publik. Mahkamah konstitusi

menyatakan bahwa pada Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN)

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan putusan perkara diatas menjelaskan

bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, menutup peluang Pemerintah

Daerah untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional

sesuai dengan kewenangan yang ditulis pada Pasal 18 ayat (2) dan (5)

Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi

untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), (3)

dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

58

belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tersurat pada

pelaksanaan Undang-Undang SJSN.

Dengan demikian setelah ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4)

Undang-Undang SJSN dicabut dan hanya berpedoman Pasal 52 ayat (2)

maka status dari PT Persero atau Jamsostek dinyatakan bubar tanpa

likuidasi dan dialihkan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional

(BPJS) sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN) yang menyatakan

bahwa; “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan

Undang-Undang”.

Pemberlakuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS dimulai

pada tanggal 25 November tahun 2011. Pemerintah mengundangkan

Undang-Undang BPJS sebagai pelaksana dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan

52 ayat (2) Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) serta

dengan putusan perkara Nomor 007/ PUU-III/ 2005.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau (BPJS) adalah badan hukum

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS

dibentuk bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan

terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau

anggota keluarganya. Dan sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan (6)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

59

Jaminan Sosial (BPJS) menegaskan bahwa BPJS dikelompokan menjadi 2

(dua) bagian diantaranya adalah :41

1. BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau disebut

(BPJS Kesehatan) adalah badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Jaminan Kesehatan

merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap

orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan terdiri dengan

kepesertaan, iuran kepesertaan, penyelenggara pelayanan kesehatan,

kendali mutu dan kendali biaya, dan pelaporan dan utilization review.

Berikut kelompok kepesertaan pada BPJS Kesehatan sebagai berikut:42

a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan;

Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah fakir miskin dan

orang yang tidak mampu yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur

melalui peraturan pemerintah. Selain fakir miskin, yang berhak menjadi

41

Pasal 5 Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. 42

Pasal (4) – (5) Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No.1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

60

peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah orang yang mengalami

cacat total tetap dan orang yang tidak mampu.

Gambar 1

Mekanisme Pendaftaran Peserta PBI Pada Jaminan Kesehatan

Kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat dilakukan

perubahan data dengan ketentuan sebagai berikut43

:

- Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang

tercantum sebagai PBI Jaminan Kesehatan dapat dilakukan

perubahan data apabila tidak memenuhi kriteria pada kepesertaan

PBI Jaminan Kesehatan. Dengan demikian apabila peserta PBI

Jaminan Kesehatan sudah tidak memenuhi kriteria pada

kepesertaan tersebut dan sudah mampu maka wajib menjadi

peserta jaminan kesehatan dengan membayar iuran.

43

Pasal (11)-(13) Undang-Undang No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

Pendaftaran peserta PBI dilakukan oleh Menteri.

Pendaftaran dilakukan dengan dua cara yaitu;

1. Dengan cara migrasi data.

2. Dengan cara manual.

Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas kelengkapan data identitas peserta.

Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahukan kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapi dokumen tersebut dengan ketentuan paling lambat 10 hari kerja.

Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

61

- Penambahan data fakir miskin dan orang tidak mampu untuk

dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena telah

memenuhi kiteria pada kepesertaan PBI Jaminan Kesehatan.

Pelaksanaan program jaminan kesehatan untuk Penerima Bantuan

Iuran (PBI) pada Jaminan Kesehatan bersumber dari anggaran

pendapatan dan belanja negara. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

akan menyampaikan usulan anggaran jaminan kesehatan bagi PBI

jaminan kesehatan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang kesehatan. Pada pelaksanaan program jaminan

kesehatan maka peserta memiliki peran penting dalam pelaksanaan

peraturan PBI dengan cara memberikan data yang benar dan akurat

tentang PBI Jaminan Kesehatan, baik diminta maupun tidak minta.

b. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan tergolong menjadi 3

(tiga) bagian sebagai berikut44

;

1. Pekerja Penerima Upah Pada Jaminan Kesehatan.

44

Pasal (6)-(10) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

62

Gambar 2

Mekanisme Pendaftaran Peserta Penerima Upah Pada Jaminan Kesehatan

Peserta pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk

warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

bulan dan anggota keluarganya tergolong sebagai atas Pegawai Negeri

Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pegawai Pemerintah Non

Pegawai Negeri, dan Pengawai Swasta.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

termasuk warga negara asing atau (WNA) yang bekerja di

Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota

keluarganya tergolong sebagai pekerja di luar hubungan kerja/

pekerja mandiri, dan atau pekerja yang tidak termasuk pada

Pendaftaran Peserta bukan PBI dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Dengan cara migrasi data.

2. Dengan cara manual.

1. Cara migrasi data sesuai dengan format yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan dan paling sedikit untuk 1000 calon Peserta.

2. Cara manual yang dilakukan dengan datang langsung ke Kantor BPJS Kesehatan melalu pihak ketiga yang telah ditentukan oleh BPJS. Dan mengisi formulir dan menyerahkan kelengkapan data calon peserta.

Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas identitas peserta dan kelengkapan data yang lainnya.

Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahukan kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapinya.

Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

63

pekerja diluar hubungan kerja/ pekerja mandiri yang bukan

penerima upah.

3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya tergolong sebagai

investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis

kemerdekaan, dan janda atau duda/ anak yatim piatu dari

veteran/ perintis kemerdekaan.

Gambar 3

Mekanisme Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah Dan Bukan Pekerja

Pada Jaminan Kesehatan

Dengan demikian berdasarkan golongan kepesertaan diatas, dapat

dilakukan perubahan data atau status kepesertaan dengan cara

melaporkan kepada BPJS Kesehatan. Dan untuk perubahan status

kepesertaan dari peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi bukan peserta

Pendaftaran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dan anggota keluarganya.

Pendaftaran peserta dilakukan secara koletif dengan cara :

1. Dengan cara manual.

2. Dengan cara migrasi data.

3. Dengan cara dilakukan secara sendiri-sendiri dan langsung ke Kantor BPJS Ketenagakerjaan.

Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas identitas peserta dan kelengkapan data yang lainnya.

Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahu kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapinya dengan ketentuan paling lambat 10 hari kerja.

Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

64

PBI Jaminan Kesehatan dapat dilakukan pada saat peserta membayar

iuran pertama kali.

Pelayanan Kesehatan mencakup pada pelayanan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif dan dilakukan oleh penyelenggara

pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Pelayanan Kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah

pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, pelayanan

kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, pelayanan gawat

darurat, pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medik habis pakai,

pelayanan ambulance, dan pelayanan skrining. Terkait dengan pelayanan

kesehatan yang disediakan, maka BPJS Kesehatan menjamin fasilitas

kesehatan penunjang yang diantaranya adalah laboratorium, instalasi

farmasi Rumah Sakit, apotek, unit transfusi darah atau PMI, optik,

pemberi pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD),

dan praktek Bidan atau Perawat yang setara.

2. BPJS Ketenagakerjaan.

BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan

perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi

tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi

sosial. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan terdiri dari peserta penerima

upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, dan

peserta bukan penerima upah.

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

65

Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong peserta

penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara

negara ini terbentuk menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1. Pekerja pada Perusahaan;

2. Pekerja pada orang perseorangan; dan

3. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling lambat 6

(enam) bulan.

Gambar 4

Mekanisme Pendaftaran Peserta Penerima Upah Yang Bekerja Pada

Pemberi Kerja

Prosedur Pendaftaran pada BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong:

1. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.

Pemberi kerja dan seluruh pekerja diwajibkan mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan dan segera menyerahkan formulir pendaftaran yang di isi secara lengkap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.

Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib menerbitkan nomor kepesertaan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima.

Dan pihak BPJS Ketenagakerjaan akan menerbitkan sertifikat kepesertaan perusahaan dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi kerja diwajibkan menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada seluruh pekerjanya paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

66

Sedangkan untuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang

tergolong peserta bukan penerima upah terbentuk menjadi 3 (tiga) jenis

sebagai berikut:

1. Pemberi kerja;

2. Pekerja diluar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

3. Pekerja yang tidak tergolong pada pekerja diluar hubungan

kerja/ pekerja mandiri.

Gambar 5

Mekanisme Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah.

Prosedur Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong:

2. Peserta bukan penerima upah.

Peserta bukan penerima upah wajib mendaftarkan dirinya ke BPJS Ketenagakerjaan. Pada formulir pendaftaran peserta harus dicantumkan kegiatan usaha atau pekerjaan dalam formulir.

Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan paling lama 1 (satu) hari sejak formulir pendaftaran dikeluarkan dan iuran pertama dibayar.

Dan kepesertaan mulai berlaku saat nomor kepesertaan dikeluarkan.

Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib menerbitkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Dan pihak BPJS wajib menyerahkan Kartu Peserta BPJS kepada peserta secara langsung, paling lambat 3 (tiga) hari).

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

67

BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 (empat) program

sebagai berikut:45

a. Jaminan Kecelakaan Kerja.

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah manfaat berupa uang

tunai dan atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat pekerja

mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh

lingkungan kerja. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau

penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK. Manfaat jaminan

kecelakaan kerja yang akan diperoleh pekerja atau peserta berupa

pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis dan santunan berupa

uang.

Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis diantaranya

adalah pemeriksaan dasar dan penunjang, perawatan tingkat pertama

dan lanjutan, rawat inap kelas 1 rumah sakit pemerintah, rumah sakit

pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta, perawatan intensif,

penunjang diagnostik, pengobatan, pelayanan khusus, alat kesehatan

dan implan, jasa dokter/medis, operasi, transfusi darah, dan rehabilitas

medik. Sedangkan untuk santunan berupa uang adalah penggantian

biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau

penyakit akibat kerja ke rumah sakit, dan atau ke rumahnya, santunan

sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian atau

sebagian fungsi, dan cacat total tetap. Santunan kematian dan biaya

45

Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

68

pemakaman, biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu atau alat

pengganti dan beasiswa pendidikan anak46

. Berikut mekanisme pada

penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja bagi peserta BPJS

Ketenagakerjaan sebagai berikut47

:

1. Pemberi kerja wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja atau

penyakit akibat kerja yang menimpa pekerjanya kepada BPJS

Ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak

kejadian berlangsung.

2. Pemberi kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau

penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan setempat

tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan sembuh,

cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan tahap II,

berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan

keadaan sementara tidak mampu bekerja (STMB) telah

berakhir, cacat total tetap, cacat sebagian, dan sebagainya.

Dalam hal ini, hak atas program jaminan kecelakaan kerja tidak

dapat dipindahtangankan atau digadaikan atau disita sebagai pelaksana

putusan pengadilan. Hak untuk menuntun manfaat JKK akan menjadi

gugur apabila telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak Kecelakaan Kerja

terjadi.

46

Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelengaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. 47

Pasal 7 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan JHT bagi Peserta Penerima Upah.

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

69

b. Jaminan Hari Tua.

Jaminan Hari Tua (JHT) adalah manfaat uang tunai yang

dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun,

meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Manfaat

jaminan hari tua dapat diberikan kepada peserta apabila peserta

mencapai usia pensiun, peserta mengalami cacat total tetap, peserta

meninggal dunia, atau peserta meninggalkan Indonesia untuk

selama-lamanya. Penetapan pada program jaminan hari tua paling

lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pekerja mencapai usia pensiun

dan wajib memberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan.48

BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan manfaat layanan

tambahan kepada peserta yang memenuhi persyaratan berupa

fasilitas pembiayaan perumahan dan atau manfaat lainnya. Dan

untuk jenis manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan

perumahan, ialah Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP),

Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan Pinjaman Renovasi

Perumahan (PRP). Terkait hal ini dapat diperoleh melalui Bank

Penyalur dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

- Telah terdaftar sebagai peserta minimal 1 (satu) tahun

- Perusahaan tempat bekerja tertib administrasi kepesertaan

dan pembayaran iuran

48

Pasal (22)-(30) Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

70

- Belum memiliki rumah sendiri bagi berkepentingan untuk

PUMP dan KPR, dan untuk PRP dikhusukan bagi peserta

yang memiliki rumah yang akan direnovasi.

- Peserta aktif membayar iuran

- Telah mendapat persetujuan dari BPJS Ketenagakerjaan

terkait persyaratan kepesertaan

- Dan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku pada

Bank Penyalur dan OJK.

Dengan demikian untuk perolehan manfaat tambahan pada

program jaminan hari tua dapat dilakukan dengan mengajukan

persyaratan yang sudah ditentukan dan dikhususkan bagi

suami/istri yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat

mengajukan manfaat tambahan pada program JHT hanya salah satu

diantaranya, suami atau istri dan peserta yang mengajukan manfaat

tambahan pada program JHT hanya diberlakukan 1 (satu) kali

selama menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan49

.

c. Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan

untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi pekerja

dan atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah

pekerja memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau

49

Pasal (4) – (6) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, Dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan Hari Tua.

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

71

meninggal dunia. Manfaat jaminan pensiun dapat diberikan kepada

pekerja apabila pekerja telah mencapai pensiun hari tua, pensiun

cacat, pensiun janda atau duda, pensiun anak, dan pensiun orang

tua. Untuk masa perolehan Pensiun pertama kali ditetapkan 56

tahun dan di tahun 2019 akan menjadi 57 tahun. Ketetapan Usia

pensiun akan bertambah satu tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya

sampai mencapai usia pensiun 65 tahun.50

d. Jaminan Kematian.

Jaminan Kematian yang selanjutnya disingkat JKM adalah

manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika pekerja

meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaat program

jaminan kematian yang akan diperoleh pekerja atau ahli waris

adalah berupa santunan dan beasiswa pendidikan anak dari peserta.

Manfaat program jaminan kematian dibayarkan kepada ahli

waris atau pekerja apabila pekerja meninggal dunia dalam masa

aktif sebagai berikut:

- Santunan sekaligus

- Santunan berkala

- Biaya pemakaman

- Beasiswa pendidikan anak.

50

Pasal 15-16 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

72

Terkait manfaat program jaminan kematian merupakan

tanggungjawab pemberi kerja. Pemberi kerja dapat melakukan

pelaporan dan pengajuan apabila peserta mengalami kematian yang

bukan disebabkan dari kecelakaan kerja ataupun akibat kerja. Berikut

prosedur pelaporan dan pengajuan manfaat jaminan kematian sebagai

berikut51

:

1. Tata cara pelaporan kematian peserta

- Fotocopy KTP

- Surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang

- Fotocopy kartu keluarga

- Surat keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang

- Dokumen pedukung lainnya apabila diperlukan

2. Pengajuan manfaat beasiswa pendidikan anak pada program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

- Pekerja yang meninggal dunia atau cacat total tetap bukan

akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak

mendapatkan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan

persyaratan sebagai berikut; pekerja memiliki anak usia

sekolah, umur anak pekerja maksimal 23 tahun, berlaku

hanya untuk 1 (satu) orang anak, fotocopy kartu keluarga,

surat keterangan dari sekolah atau perguruan tinggi, dan

belum menikah.

51

Pasal (18)-(21) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, Dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan Hari Tua.

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

73

- Pengajuan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan

persyaratan tersebut diberikan kepada BPJS

Ketenagakerjaan.

B. PEMBAHASAN

B.1. Gambaran UMUM PT. Apac Inti Corpora

B.1.1. Sejarah Berdirinya PT. Apac Inti Corpora

PT. Apac Inti Corpora berdiri pada tanggal 1 Juli 1995 setelah

sebuah konsorsium mengambil alih dari perusahaan tekstil yang sebelumnya

bernama Kanindotex. PT. Kanindotex dalam menjalankan usahanya telah

banyak berganti kepemimpinan dan manajemen perusahaan. Sejak awal

berdirinya perusahaan hingga bulan September tahun 1994, perusahaan

dikelola oleh pemilik yang sekaligus pendirinya. Kemudian oleh beberapa

sebab, pada bulan September 1994 hingga bulan Mei 1995 manajemen PT.

Kanindotex dipegang oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia).

Beberapa bulan kemudian, PT. Kanindotex kembali berganti kepemimpinan

oleh suatu Badan Konsorsium Bisnis Eksekutif Nasional. Pada bulan

Oktober tahun 1995, PT. Kanindotex Group yang semula terdiri dari PT.

Kanindo Sucses Tekstil, PT. Kanindo Prima Perkasa, dan PT. Kanindo

Mulya Utama diakusisi menjadi PT. Apac Inti Corpora.52

Pada saat diambil

alih, perusahaan ini hanya memiliki tiga divisi yakni Spining, Greige, dan

Denim dengan jumlah karyawan lebih dari 10.000 orang. Masing-masing

divisi mempunyai nama sendiri-sendiri, yakni Kanindo Succes Tekstil untuk

52

Dokumen perusahaan mengenai Sejarah PT. Apac Inti Corpora, Departement Legal & PR (Pubic Relation) PT. Apac Inti Corpora.

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

74

Divisi Spining, Kanindo Prima Perkasa untuk Divisi Greige, dan Kanindo

Mulia Utama untuk Divisi Denim.

Sejak berubah menjadi PT. Apac Inti Corpora, dalam

perkembangannya, ketiga divisi tersebut dilebur menjadi satu. Sejak itu

kinerja perusahaan terus meningkat terutama ketika terjadi kenaikan nilai

dollar pada tahun 1998. Pertumbuhan perusahaan tersebut kemudian diikuti

dengan penambahan kapasitas produksi, khususnya untuk produk Denim.

Namun sejak tahun 2000, ketika mulai terjadi perdagangan bebas dunia,

kinerja perusahaan mulai menurun. Puncaknya adalah pada tahun 2008,

yakni ketika terjadi krisis keuangan di Amerika dan kemudian meluas ke

Eropa. Krisis tersebut menyebabkan permintaan pasar menurun, sehingga

kinerja perusahaan pun menurun.

Dengan kondisi seperti itu, berbagai upaya peningkatan kualitas,

efisiensi dan motivasi terus dilakukan, hasilnya kinerja PT. Apac Inti

Corpora untuk tahun 2013 memulai titik perbaikan. Guna mendorong

pertumbuhan dan peningkatan kinerja tersebut PT. Apac Inti Corpora pun

menerapkan berbagai program dan sistem manajemen. Salah satunya adalah

implementasi sistem manajemen energi, EnMS ISO 50001:2011. Saat ini,

lini produk PT. Apac Inti Corpora ada lima jenis yakni Yarn, Greige,

Denim, Jasa Laundry, dan Garment.

PT. Apac Inti Corpora mengekspor sekitar 75% (tujuh puluh lima

persen) dari produksinya secara langsung kepada pelanggan di seluruh

dunia. Dengan adanya dukungan profesionalisme para direksi, staf dan

karyawan yang handal menjadikan PT. Apac Inti Corpora partner/mitra

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

75

yang handal di dunia pertekstilan. Sebagai produsen benang dan bahan dasar

tekstil (grey dan denim) yang terpadu berskala besar, dengan tuntutan

kualitas prima, serta layanan tepat waktu, menjadikan PT. Apac Inti Corpora

melengkapi dirinya dengan fasilitas peralatan modern dan selalu

memperhatikan penerapan kemajuan teknologi.

Kehadiran PT. Apac Inti Corpora sebagai perusahaan tekstil

terkemuka di Indonesia dan dunia diharapkan dapat membantu masalah

pengangguran di lingkup Jawa Tengah dan Indonesia, serta dapat

membangun bersama kemajuan perindustrian tekstil nasional.53

B.1.2. Visi dan Misi PT. Apac Inti Corpora

Visi:

Mempertahankan dan mengembangkan reputasi perusahaan sebagai

pelaku utama industri tekstil nasional dan internasional. Karena PT. Apac

Inti Corpora memiliki visi untuk menghadapi masa depan yang lebih baik

dan berkeinginan untuk terus berkembang menjadi perusahaan yang

memegang peranan penting dalam kancah industri tekstil di lingkup

nasional maupun internasional.

Misi:

Untuk mampu menghadapi tuntutan dan kondisi lingkungan bisnis

yang ada pada saat ini dan yang akan datang, adalah merupakan suatu

keharusan bagi perusahaan untuk memiliki misi yang jelas, terpadu, serta

berkesinambungan. Misi perusahaan merupakan suatu pernyataan yang

menguraikan konsep perusahaan, bisnis yang digeluti, latar belakang

53

Ibid.

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

76

pendirian perusahaan, pelanggan yang dilayani, serta yang mendasari

prinsip dan nilai-nilai yang akan diimplementasikan.

PT. Apac Inti Corpora memiliki Motto misi berpikir dan bekerja

lebih baik dengan membangun dan membudayakan nilai-nilai yang

merupakan refleksi total dari pola perilaku, karakteristik, keyakinan dan

semua hal yang berkaitan dengan aktivitas setiap insan di PT. Apac Inti

Corpora dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan

melaksanakan misi tersebut, perusahaan akan tumbuh sebagai suatu

organisasi bisnis yang sehat, efisiensi dan profesional serta mampu

menjamin kepentingan pemilik saham dan peningkatan kesejahteraan

karyawan serta aktif berpartisipasi dalam pembangunan nasional.54

B.1.3. Ruang Lingkup Pekerja di PT. Apac Inti Corpora

Ruang Lingkup pekerjaan di PT. Apac Inti Corpora, kekuasaan

tertinggi dipegang oleh EVP (Excecutive Vice President) yang dibantu oleh

AVP (Assistant Vice President) yang mempunyai bawahan/sub ordinate

langsung, yang disebut Group Head. Group Head mempunyai beberapa

departemen yang berfungsi masing-masing, yang tentunya saling berkaitan

satu sama lainnya. Divisi yang sekaligus menjadi program bagi departemen

tersebut adalah:55

a. Divisi Spinning (Pemintalan)

Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang

memproduksi benang dari bahan dasar kapas.

54

Buku saku Visi dan Misi Perusahaan PT. Apac Inti Corpora, hal: 10. 55

http://www.apacinti.co.id

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

77

b. Divisi Weaving – Grey

Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang

memproduksi kain mentah (grey) dari bahan dasar benang diolah menjadi

kain.

c. Divisi Weaving – Denim

Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang

memproduksi kain dari bahan dasar benang diolah menjadi kain denim

(bahan jeans).

d. Divisi Engineering

Divisi ini merupakan departemen support atau membantu

kelancaran proses pabtik dan semua kegiatan yang berhubungan dengan

Elektrical Mechanical, Fire dan Safety, Venicle dan Forklift serta Civil.

e. Divisi HRD- Personalia, Internal Affair

Divisi ini berfungsi untuk menangani masalah SDM, legal dan

rumah tanga perusahaan.

f. Divisi Corporate Affair

Divisi ini meliputi departemen Legal & PR (Public Relations),

Sport, Security, Fire and Safety.

g. Divisi Quality Control (QC)

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

78

Divisi ini berfungsi melakukan control terhadap kualitas hasil

produksi.

h. Finance and Accounting

Divisi ini bertugas menangani masalah keuangan dan perhitungan

budget serta bertugas sebagai internal audit.

i. Logistik

Divisi ini merupakan departemen support atau membantu

kelancaran proses pabrik dan semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengadaan material, pergudangan dan pengiriman.

j. Laundry

Divisi ini merupakan departemen yang melakukan washing

(pencucian) kain jadi. Departemen ini direncanakan untuk menangani

pencucian hasil produk sendiri dan juga perusahaan lain.

B.1.4. Struktur Organisasi PT. Apac Inti Corpora56

Struktur Organisasi PT. Apac Inti Corpora

(Operation Rendence Director)

56

Sumber : Departemen HRD PT. Apac Inti Corpora, 29 Mei 2017.

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

79

Struktur Organisasi PT Apac Inti Corpora

(Techinical & Business Dev. Director)

Operation Rendence Director

. 1. Legal dan HRD

- Corp.Legal

- Corp. HRD

- Personalia

2. Logistic

- L. Purchese

- Export Import

- Wh. RM

- Est

3. Finance & Acc

- Budget & Cost

- Treesury

- Tax & M.S

- Accounting

- Mis

- Anti Dump

4. CA & GA

- Gra. aE

- Security

- Pet. Clinic

Techical & Business Dev. Director

Spining:

1. Spining 1 s/d 6

2. Spining Mein

3. PPC

4. CWR & CCR

Weaving:

1. Weaving (a) & (b)

2. Weaving 2

3. Weaving 3

4. Weaving 9

5. PPC

Denim:

1. Weaving 4 s/d 5

2. PPC & Dje

3. Finish

Deputy G.M

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

80

B.1.5. Lokasi dan Lingkungan PT. Apac Inti Corpora

Data lokasi keberadaan PT. Apac Inti Corpora sebagai berikut:

Di atas permukaan laut : 547 m

Rata-rata RH : 67% (56% - 89%)

Rata-rata temperature : 25ºC (17ºC - 24ºC)

Rata-rata curah hujan : 156 hari/tahun

Rata-rata curah hujan : 252 cm/tahun

Jarak ke pelabuhan laut : 37 km

PT. Apac Inti Corpora menempati areal seluas 1.043.400 m² yang

terdiri dari:

Spinning I s/d VII luas : 148.822 m²

Weaving I s/d VII luas : 43.782 m²

Gudang : 29.426 m²

Pengelolaan limbah cair : 15.530 m²

Bengkel : 1.236 m²

Kantor depan : 1.600 m²

Mess staff : 1.528 m²

Lain-lain : 12.155 m²

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

81

Kondisi lingkungan sosial masyarakat sekitar PT. Apac Inti Corpora,

sebagian besar terdiri dari petani, dimana kondisi sosial ekonominya

dikatakan lemah, apalagi di musim kemarau, tidak ada irigasi teknis

sehingga lahan garapan adalah tadah hujan tidak dapat memberikan hasil

bumi. Selain itu, dalam rangka menjalin hubungan yang harmonis dengan

masyarakat sekitar, pihak perusahaan selalu aktif membantu kegiatan sosial

masyarakat seperti bantuan dana. Dana tersebut biasanya digunakan untuk

kegiatan-kegiatan perayaan hari besar nasional atau hari besar keagamaan

serta membantu pembangunan masjid, membantu pengadaan air bersih dan

lain sebagainya. Bisa dikatakan hubungan perusahaan dengan warga desa

sekitar, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama dan aparat pemerintah

berjalan dengan baik.57

B.1.6. Pekerja dan Serikat Pekerja di PT. Apac Inti Corpora

Tabel 2

Statistik Pekerja PT. Apac Inti Corpora berdasarkan usia

Usia

Jenis Kelamin

Total

Laki-laki Perempuan

>20 0 71 71

21 – 25 115 824 939

26 – 30 1171 2499 3670

31 – 35 1339 2111 3450

57

Dokumen perusahaan mengenai Sejarah PT. Apac Inti Corpora, Departement Legal & PR (Pubic Relation) PT. Apac Inti Corpora.

Page 62: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

82

36 – 40 1145 1242 2387

41 – 45 495 406 901

>46 144 97 241

Sumber: Departemen HRD PT. Apac Inti Corpora, 29 Mei 2017.

Tabel 3

Statistik Pekerja PT. Apac Inti Corpora berdasarkan tingkat

pendidikan

Tingkat

Pendidikan

Jenis Kelamin

Total

Laki-laki Perempuan

S 2 5 1 6

S 1 134 57 191

D III 170 57 227

SLTA 2434 3404 5838

SLTP 1014 2234 3248

SD 622 1466 2088

Lain-lain 29 31 60

Sumber: Departemen HRD PT. Apac Inti Corpora, 29 Mei 2017.

PT. Apac Inti Corpora mempunyai 1 (satu) Serikat Pekerja yang sah.

Berdiri dan disahkannya Serikat Pekerja ini, mempunyai dampak yang lebih

baik bagi pekerja. Karena dengan adanya Serikat Pekerja ini, banyak

memberi manfaat kepada pekerja. Salah satunya adalah pembuatan PKB

bersama dengan pihak perusahaan, serikat pekerja sebagai perwakilan dari

Page 63: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

83

seluruh pekerja. Juga sebagai wadah pekerja dalam menampung keluhan-

keluhan pekerja, yang selanjutnya diteruskan ke pihak perusahaan untuk

mengatasi keluhan-keluhan tersebut.58

B.1.7. Fasilitas Kesejahteraan Pekerja di PT. Apac Inti Corpora

Fasilitas yang disediakan oleh PT. Apac Inti Corpora untuk

kesejahteraan karyawan, meliputi :59

1. Program BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, yang meliputi :

Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kematian akibat kecelakaan kerja

Jaminan hari tua

Jaminan Pensiun

Jaminan Kesehatan

2. Transportasi

Masalah transportasi, pihak perusahaan memberikan kepada

pekerja berupa uang transportasi.

3. Makan

Makan yang diberikan kepada pekerja, dimana dikelola oleh

koperasi pekerja (pada saat istirahat).

4. Poliklinik

Perusahaan menyediakan balai pengobatan pekerja selama 24 (dua

puluh empat) jam dengan dokter.

Melayani pengobatan, imunisasi dan KB (Keluarga Berencana).

58

Op.Cit., Departemen HRD PT. Apac Inti Corpora, 29 Mei 2017. 59

http://www.apacinti.co.id

Page 64: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

84

Dilengkapi dengan mobil ambulance.

5. Mess

Perusahaan menyediakan mess, tetapi sementara ini hanya untuk

pejabat-pejabat tertentu. Perusahaan saat ini sedang merencanakan

pembangunan mess, serta sedang merintis perumahan bagi pekerja.

6. Koperasi

Koperasi pekerja PT. Apac Inti Corpora berdiri pada bulan

Agustus 1994 dengan nama “Apac Inti Pelita Sejahtera”.

B.2. Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

1. Hasil Penelitian di PT. Apac Inti Corpora

Berdasarkan hasil penelitian penulis di PT. Apac Inti Corpora dapat

diperoleh data mengenai pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Dalam hal ini data diperoleh berdasarkan wawancara dengan Bapak

Irhkam selaku Kepala Personalia dan Ibu Umi selaku Staff Personalia.

Berikut data hasil wawancara mengenai pelaksanaan Jamsostek

berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional sebagai berikut:

a. Pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Page 65: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

85

Tabel 4

Tentang Perbandingan Peraturan Jaminan Sosial

No. Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1992

tentang Jamsostek

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

Badan Penyelengara Jaminan Sosial.

Jamsostek (Persero) BPJS Ketenagakerjaan BPJS Kesehatan

1 Jaminan Kecelekaan

Kerja.

Jaminan Kecelakaan Kerja -

2 Jaminan Hari Tua Jaminan Hari Tua -

3 Jaminan Kematian Jaminan Kematian -

4 Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan

- Jaminan Kesehatan

Nasional

5 - Jamian Pensiun -

Sumber: Olahan data dari situs BPJS Ketenagakerjaan.

b. Pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU

SJSN).

Page 66: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

86

Tabel 5

Masa Peralihan Jaminan Sosial di PT. Apac Inti Corpora60

Masa Peralihan Jaminan Sosial

Jamsostek Asuransi Swasta BPJS Ketenagakerjaan

Program Jamsostek yang

diterapkan di PT. Apac Inti

Corpora sebagai berikut:

1. Jaminan Kecelakaan

Kerja.

2. Jaminan Kematian.

3. Jaminan Hari tua.

Dan untuk program Jaminan

Pemilharaan Kesehatan

dikelola oleh Perusahaan Apac

sendiri.

Dan Perusahaan sudah

mendirikan program Jaminan

Pensiun bagi pekerjanya.

Asuransi Swasta yang

melakukan kerja

dengan Perusahaan

Apac Inti Corpora

adalah mandiri inhealth.

Inhealth merupakan

asuransi swasta yang

digunakan oleh

Perusahaan pada masa

sebelum terbentuknya

BPJS Ketenagakerjaan.

Program Jaminan Sosial

yang diterapkan di PT.

Apac Inti Corpora

sebagai berikut:

1. Jaminan

Kecelakaan

Kerja.

2. Jaminan Hari

Tua.

3. Jaminan

Kematian.

4. Jaminan Pensiun.

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak. Irkham selaku

Kepala Personalia di PT. Apa0c Inti Corpora, Bawen, 29 September 2017.

Pelaksanaan peraturan jaminan sosial sebagaimana yang diatur pada

Pasal 52 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

60

Wawancara dengan Kepala Personalia PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 29 September 2017.

Page 67: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

87

Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menyatakan bahwa Perusahaaan

Persero (Jamsostek) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36

Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan

Sosial Tenaga Kerja yang disesuaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor

3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Pada tahun

1992 pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK,

sebagaimana sesuai dengan peraturan Jamsostek yang menegaskan bahwa: “

Setiap Perusahaan yang memiliki tenaga kerja minimal 10 orang atau

mengeluarkan biaya untuk gaji tenaga kerjanya minimal Rp 1.000.000,-

(satu juta rupiah) perbulan diwajibkan mengikutsertkan seluruh tenaga

kerjanya dan perusahaan menjadi peserta Jamsostek.

Pada pelaksanaan peraturan Jamsostek di PT. Apac Inti Corpora

menyelengarakan 4 (empat) program diantaranya adalah Jaminan Kecelakaan

Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Sedangkan pada pelaksanaan

peraturan Jamsostek di PT. Apac Inti Corpora mengenai program Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan di kelola oleh Perusahaan Apac Inti Corpora. Pada

kebijakan peraturan Jamsostek memperbolehkan perusahaan untuk mengikuti

program jaminan pemeliharaan kesehatan yang diadakan di sektor swasta atau

mandiri apabila program JPK tersebut memberikan manfaat yang lebih besar

daripada manfaat proram jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) pada

peraturan Jamsostek. Berdasarkan perolehan data yang dilakukan dengan cara

wawancara bersama Bapak/Ibu Kepala dan Staff Personalia maka berikut

Page 68: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

88

adalah penyelenggaraan peraturan Jamsostek pada program jaminan sosial

yang dilaksanakan di PT. Apac Inti Corpora sebagai berikut:

1. Jaminan Pensiun

Tabel 6

Transisi Jaminan Pensiun61

Masa transisi Jaminan Pensiun

No. Aspek Jamsostek BPJS Ketenagakerjaan

1. Terbentuk program

Jaminan Pensiun.

Mulai di bentuk tahun

2000 oleh Perusahaan

Apac Inti Corpora.

Mulai dibentuk tahun 2015 dan

diwajibkan mengikuti program

Jaminan Pensiun.

2. Badan Hukum Yayasan (dikelola

oleh Perusahaan)

Badan Hukum Publik.

3. Kepesertaan Seluruh pekerja di

Perusahaan Apac Inti

Corpora.

1. Pekerja yang bekerja pada

pemberi kerja penyelenggara

negara.

2. Pekerja yang bekerja pada

pemberi kerja selain

penyelenggara negara.

4 Ketetapan usia

Pensiun

Usia Pensiun yang

ditetapkan oleh

kebijakan Perusahaan

1. Usia Pensiun ditetapkan 56

(lima puluh enam) tahun.

2. Ditahun 2019 akan berubah

61

Ibid.

Page 69: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

89

adalah 56 (lima puluh

enam) tahun.

menjadi 57 (lima puluh

tujuh) tahun.

3. Selanjutnya akan

bertambah 1 (satu) tahun

untuk setiap 3 (tiga) tahun.

Dan berakhir sampai

pencapaian usia pensiun 65

(enam puluh lima) tahun

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak. Irkham selaku

Kepala Personalia di PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 29 September 2017.

Pada tahun 2000, Perusahaan Apac Inti Corpora telah mendirikan satu

program jaminan kepada pekerjanya ialah, program dana pensiun. Dana

pensiun dikelola oleh Perusahaan Apac Inti Corpora dan dilaksanakan hingga

sekarang. Terbentuknya jaminan pensiun disebabkan dari kesepakatan antara

pekerja dan Perusahaan dan memiliki ketentuan yang serupa dengan peraturan

BPJS Ketenagakerjaan.

Badan Hukum pada program Dana pensiun yang didirikan oleh

Perusahaan Apac Inti Corpora adalah Yayasan. Seluruh tenaga kerja yang

bekerja pada PT. Apac Inti Corpora menjadi peserta dalam program dana

Pensiun dan pencapaian usia pensiun yang ditetapkan oleh Perusahaan adalah

56 (lima puluh enam) tahun.

Pada peraturan Jamsostek tidak menyediakan program pensiun bagi

pekerja atau pesertanya. Terkait dengan program pensiun yang didirikan pada

Page 70: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

90

tahun 2000 oleh PT. Apac Inti Corpora merupakan bentuk kesejahteraan

pekerja dikarenakan sudah menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja atau

ahli waris dengan bentuk memberikan penghasilan setelah peserta memasuki

usia pensiun.

Sedangkan pada peraturan BPJS Ketenagakerjaan program Jaminan

Pensiun merupakan program baru. Program Jaminan Pensiun dibentuk untuk

mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan atau ahli

warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia

pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia sesuai dengan

Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

Sebagaimana telah diuraikan diatas program pensiun telah didirikan

oleh Perusahaan Apac Inti Corpora dan masih diberlakukan sistem dana

pensiun hingga pada era peraturan BPJS Ketenagakerjaan. Mengenai hal ini

dapat merugikan pekerja karena pada pembayaran iuran pada program

jaminan pensiun dan dana pensiun terdapat pembebanan yang mengakibatkan

penghasilan berkurang untuk kedua program tersebut. Terkait hal tersebut

maka pada pelaksanaan program pensiun di Perusahaan Apac Inti Corpora

bertentangan dengan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh

penghasilan yang memenuhi penghidupan yang kayak bagi kemanusiaan.

Dengan demikian pada pelaksanaan program pensiun yang diterapkan

pada Perusahaan Apac Inti Corpora membebankan pekerja dikarenakan

Page 71: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

91

penghasilan yang pekerja dapatkan akan digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan yang layak. Walaupun bentuk perlindungan untuk pekerja yang

didapatkan akan double pada saat memasuki usia ketentuan pensiun yang

ditetapkan pada Perusahaan maupun pada pengaturan BPJS Ketenagakerjaan.

2. Jaminan Kecelakan Kerja.

Tabel 7

Transisi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)62

Masa transisi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

No. Aspek Jamsostek BPJS Ketenagakerjaan

1 Iuran Besaran Iuran JKK

terdiri dari tingkat

resiko lingkungan kerja

yaitu; 0,24%-1,74%.

Besaran Iuran JKK terdiri dari tingkat resiko

lingkungan kerja yaitu; 0,24%-1,74%.

Perusahaan Apac Inti Corpora menggunakan

besaran iuran sebesar: 0,24%

2 Program - Return to work

3 Manfaat 1. Pelayanan

kesehatan sesuai

kebutuhan medis.

2. Santunan berupa

uang.

1. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan

medis.

2. Santunan berupa uang.

3. Program tambahan pada manfaat

santunan berupa uang yaitu; Beasiswa

pendidikan anak

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak. Irkham selaku

Kepala Personalia di PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 29 September 2017.

62

Ibid.

Page 72: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

92

Program jaminan kecelakaan kerja (JKK) mulai dibentuk pada

peraturan Jamsostek. Jamsostek membentuk program JKK dengan tujuan

untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang

diakibatkan oleh adanya resiko-resiko sosial seperti kematian atau cacat

karena kecelakaan kerja, baik disik maupun mental maka diperlukan adanya

jaminan kecelakaan kerja.

RTW atau Return to Work merupakan program pertambahan manfaat

dari program JKK yang di wujudkan dalam bentuk pendampingan bagi

peserta yang mengalami musibah kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat

atau berpotensi cacat, dari mulai terjadinya kecelakaan akan di dampingi

hingga peserta mampu kembali bekerja sesuai dengan Pasal 49 Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Sebelumnya program Return to Work pada peraturan Jamsostek belum

diterapkan, akan tetapi pada pelaksanaan Perusahaan Apac Inti Corpora sudah

menerapkan kebijakan yang serupa dengan Return to Work di masa

pengaturan Jamsostek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

Perusahaan Apac Corpora telah melakukan bentuk perlindungan bagi tenaga

kerja melalui program yang menyerupai Return to Work sesuai dengan Pasal

67 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa:

“Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib

memberikan perlindungan sesuai jenis dan derajat kecacatannya”. Kebijakan

pada program JKK pada peraturan Jamsostek masih diterapkan ke dalam

peraturan BPJS Ketenagakerjaan dan ditambah dari Perusahaan Apac Inti

Page 73: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

93

Corpora juga menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam

Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Pada pelaksanaan K3 di Perusahaan Apac Inti Corpora para pekerja

diharuskan menggunakan alat pelindung keselamatan kerja pada saat

memasuki ruang kerja dan pada saat melakukan pekerjaan. Perusahaan Apac

Inti Corpora terus melakukan imbauan terhadap pekerja saat sebelum

memasuki ruang kerja atau pabrik setiap harinya. Sedangkan untuk perawatan

dan pengobatan pada K3 di Perusahaan Apac Inti Corpora digabungkan pada

BPJS Kesehatan melalui Faskses pertama yang terdapat di area Perusahaan

Apac Inti Corpora ialah, Poliklinik Perusahaan.

Dalam hal ini pemenuhan hak pekerja pada K3 sudah terpenuhi sesuai

dengan Pasal 86 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang

menyatakan bahwa Setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja atau K3, moral dan kesusilaan, dan

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama. Pada pelaksanaan program K3 di Perusahaan Apac Inti Corpora

dibentuk sesuai kebijakan pasal 86 ayat (2) yang menjelaskan bahwa Untuk

melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang

optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan Kerja.

Selanjutnya, tahapan pelaksanaan pelaporan program jaminan

kecelakaan kerja yang dilakukan di Perusahaan Apac Inti Corpora sebagai

berikut:

Page 74: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

94

Gambar 6

Tata Cara Pelaporan Kecelakaan Kerja Atau Penyakit Akibat Kerja63

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu. Umi selaku Staff Personalia

di PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 11 November 2017.

Pada pelaksanaan pengaturan jaminan kecelakaan kerja yang

dilaksanakan di PT. Apac Inti Corpora tidak terdapat kendala ataupun

hambatan, selama pelaksanaan peraturan jamsostek sebagaimana diatur oleh

UU SJSN terkait pada pelaksanaan pelaporan kecelakaan kerja atau penyakit

akibat kerja di Perusahaan.

3. Jaminan Kematian

63

Wawancara dengan Staff Personalia (Ibu. Umi) PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 11 November 2017.

Faskes tingkat pertama yaitu; Poliklinik PT Apac Inti Corpora.

Faskes Rujuk tingkat selanjutnya.

Laporan Pertama: memberikan keterangan data atau bukti terkait kecelakaan kerja yang terjadi pada peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Berikut data atau bukti yang harus diberikan sebagai berikut :

Kartu Identitas Peserta BPJS TK, KTP Peserta, Surat Keterangan Dokter, Hasil Lab, dsb.

Laporan Kedua: Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas berkas dokumen atau bukti tersebut.

-Apabila lengkap, maka Pihak BPJS harus membayar klaim kepada Perusahaan atau Peserta BPJS Ketenagakerjaan sesuai jumlah yang digunakan.

-Apabila berkas belum lengkap, maka Pihak BPJS akan wajib memberitahukan kepada ahli waris atau Perusahaan untuk segera melengkapi berkas tersebut.

Page 75: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

95

Tabel 8

Tentang Transisi Jaminan Kematian (JKM)64

Masa transisi Jaminan Kematian (JKM)

No. Aspek Jamsostek BPJS Ketenagakerjaan

1 Iuran Besaran iuran JKM sebesar

0,3%.

Besaran iuaran JKM

sebesar 0,3%.

2 Manfaat 1. Santunan berupa uang. 1. Santunan berupa uang.

2. Beasiswa pendidikan

anak sebanyak Rp.

12.000.000 (dua belas

juta rupiah).

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Personalia PT.

Apac Inti Corpora, Bawen, 29 September 2017.

Program Jaminan Kematian atau JKM awal dibentuk pada peraturan

Jamsostek. Jamsostek membentuk program ini diperuntukkan sebagai upaya

meringankan beban keluarga, baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun

berupa uang. Pada saat peraturan BPJS Ketenagakerjaan program jaminan

kematian dan jaminan kecelakaan kerja terdapat penambahan manfaat pada

kedua program JKK dan JKM, yaitu: Beasiswa pada pendidikan anak.

64

Loc. Cit., 29 November 2017.

Page 76: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

96

Gambar 7

Tata Cara Perolehan dan Persyaratan Manfaat Beasiswa Pendidikan Anak

Dalam Program JKK Dan JKM65

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu.Umi Selaku Staff Personalia

di PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 11 November 2017.

Terkait pada program Beasiswa pendidikan anak dalam pelaksanaan tata

cara penyelenggaraan program Beasiswa Pendidikan Anak menjadi hambatan

atau kendala yang dapat merugikan pekerja dalam sistem pelayanan BPJS

Ketenagakerjaan.

65

Loc.Cit., 11 November 2017.

Peserta BPJS Ketenagakerjaan (Pekerja) meninggal dunia.

Pihak Perusahaan wajib melaporankan masa kepesertaan tersebut (Status Peserta) kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam pengajuan beasiswa pendidikan anak, pihak ahli waris wajib melengkapi dokumen sebagai berikut:

1. Fotocopy Ahli waris,

2. Fotocopy KK,

3. Kartu Pelajar,

4. Akte Kematian,

5. Surat kematian dari Rumah sakit atau saksi,

6.Surat keterangan dari sekolah.

Syarat-syarat dalam memperoleh beasiswa pendidikan anak di ajukan langsung kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pihak BPJS akan melakukan verifikasi terhadap:

1. Kelengkapan data,

2. Membayar manfaat beasiswa pendidikan anak ke ahli waris atau Perusahaan.

Page 77: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

97

Berdasarkan Pasal (18)-(21) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor

26 Tahun 2015 tentang Tata cara Penyelenggaraan Program Jaminan

Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan

Pensiun bagi Peserta Penerima Upah menyatakan bahwa “Pengajuan manfaat

beasiswa pendidikan anak pada program Jaminan Kecelakaan Kerja dan

Jaminan Kematian disebabkan apabila pekerja meninggal dunia atau cacat

total tetap bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja dan

berhak mendapatkan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan ketentuan

sebagai berikut: Pekerja memiliki anak usia sekolah, umur anak pekerja

maksimal 23 tahun, berlaku hanya untuk 1 (satu) orang anak, fotocopy kartu

keluarga, surat keterangan dari sekolah atau perguruan tinggi, dan belum

menikah. Selanjutnya, pengajuan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan

persyaratan tersebut diberikan kepada BPJS Ketenagakerjaan”.

Terkait dengan tata cara perolehan dan persyaratan manfaat program

beasiswa pendidikan anak sebagaimana telah diuraikan pada Gambar 7

terlihat banyak hal persyaratan yang tidak dimuat pada Pasal (18)-(21)

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata cara

Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua,

Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiun bagi Peserta Penerima Upah.

Sehingga pada pelaksanaan perolehan beasiswa pendidikan anak dapat

menguras waktu yang cukup lama, serta ditambah dengan proses pelaporan

masa aktif kepesertaaan mengenai status peserta dibutuhkan waktu tunggu

yang cukup lama selama 1 (satu) bulan setelah peristiwa tersebut.

Page 78: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

98

4. Jaminan Hari Tua

Tabel 9

Transisi Jaminan Hari Tua66

Masa transisi Jaminan Hari Tua.

No. Aspek Jamsostek BPJS Ketenagakerjaan

1 Kepesertaan Pekerja sektor formal yang

ketentuan sebagai berikut:

1. Peserta berusia 55 tahun

(lima puluh lima) tahun.

2. Peserta meninggal

dunia.

3. Peserta mengalami

cacat total tetap.

4. Peserta mengalami

PHK pada saat menjadi

anggota peserta JHT

sekurang-kurang 5

(lima) tahun, dan

5. Peserta pergi keluar

negeri dan tidak

kembali lagi ke

Indonesia.

1. Peserta penerima upah yang

bekerja pada pemberi kerja

selain penyelenggara negara.

2. Peserta bukan penerima Upah.

Pencapaian manfaat pada program

Jaminan Hari Tua adalah

1. Peserta berusia 56 (lima puluh

enam) tahun.

2. Meninggal dunia.

3. Mengalami cacat total tetap.

66

Loc.Cit., 29 September 2017

Page 79: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

99

2 Manfaat Berupa uang tunai. Berupa uang tunai dan manfaat

tambahan lainnya seperti:

Fasilitas pembiayaan perumahaan

pekerja dan atau manfaat lainnya

yang diatur dalam Peraturan

Menteri.

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak. Irkham selaku

Kepala Personalia di PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 29 September 2017

Program Jaminan Hari Tua (JHT) awal dibentuknya pada peraturan

Jamsostek. Jamsostek membentuk program ini dengan tujuan untuk menjamin

adanya keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi,

tabungan hari tua, dan untuk sarana penjamin arus penerimaan penghasilan

bagi pekerja dan keluarga akibat dari terjadi resiko-resiko sosial ekonomi.

Program JHT merupakan program yang dialihkan dari peraturan

Jamsostek menjadi program peraturan BPJS Ketenagakerjaan. Kebijakan JHT

yang ada pada peraturan Jamsostek masih berlaku sama dengan kebijakan

peraturan BPJS Ketenagakerjaan. Namun pada peraturan BPJS

Ketenagakerjaan terdapat manfaat layanan tambahan dan perubahan

penetapan usia pensiun pada program jaminan hari tua (JHT).

Sebagaimana telah diuraikan pada tabel diatas, perihal manfaat

layanan tambahan pada program JHT. Untuk jenis manfaat layanan tambahan

berupa fasilitas pembiayaan perumahan sebagai berikut: Pinjaman Uang

Muka Perumahan (PUMP), Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan Pinjaman

Page 80: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

100

Renovasi Perumahan (PRP). Dengan hal ini dapat disesuaikan dengan Pasal

4-7 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2016 tentang tata

cara pemberian, persyaratan, dan jenis manfaat layanan tambahan dalam

program jaminan hari tua yang menyatakan bahwa: Peserta telah terdaftar

sebagai peserta minimal 1 (satu) tahun, Perusahaan tempat bekerja tertib

administrasi kepesertaan dan pembayaran iuran, belum memiliki rumah

sendiri bagi berkepentingan untuk PUMP dan KPR, dan untuk PRP

dikhusukan bagi peserta yang memiliki rumah yang akan direnovasi, Peserta

aktif membayar iuran, telah mendapat persetujuan dari BPJS Ketenagakerjaan

terkait persyaratan kepesertaan, dan memenuhi syarat dan ketentuan yang

berlaku pada Bank Penyalur dan OJK. Dengan demikian pada pelaksanaan

Jamsostek sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial, selama BPJS Ketenagakerjaaan dibentuk

hingga tahun sekarang (2017) di Perusahaan Apac Inti Corpora belum ada

yang mengikutkan diri pada program manfaat layanan tambahan Jaminan Hari

Tua.

5. Jaminan Pemeliharan Kesehatan

Tabel 10

Masa Transisi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan67

Transisi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

No. Aspek Jamsostek BPJS Kesehatan

67

Loc.Cit, 11 November 2017

Page 81: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

101

1 Kepesertaan 1. Pekerja sektor formal a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan.

b. Peserta bukan PBI Jaminan

Kesehatan

2 Manfaat Pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh BPJS

Kesehatan sebagai berikut:

1. Pelayanan rawat jalan

tingkat pertama.

2. Rawat jalan tingkat

lanjutan.

3. Rawat inap.

4. Pemeriksaan kehamilan

dan pertolongan

persalinan.

5. Penunjang diagnostik.

6. Pelayanan gawat

darurat.

Pelayanan kesehatan pada program

jaminan kesehatan terdiri atas:

1. Pelayanan kesehatan pada

fasilitas kesehatan tingkat

pertama dan tingkat lanjutan,

2. Pelayanan gawat darurat,

pelayanan obat, alat kesehatan,

dan sebagainya yang diatur

oleh Peraturan BPJS

Kesehatan Nomor 1 Tahun

2014 tentang Penyelenggaraan

Jaminan Kesehatan.

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak. Irkham selaku

Kepala Personalia di PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 11 November 2017.

Tujuan dari pemeliharaan kesehatan adalah untuk meningkatkan

produktivitas pekerja sehingga dapat melaksanakan sebaik-baiknya dan

merupakan upaya kesehatan dibidang pengembangan (kreatif). Untuk itu

pengusaha berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja,

yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),

Page 82: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

102

penyembuhan (curatif), dan pemulihan (rehabilitasi). Dan setiap pekerja

yang telah mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan akan

diberikan kartu pemeliharaan kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan.68

Pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan diberikan kepada

pekerja dan anggota keluarganya. Maksimum tiga orang anak dari peserta/

pekerja yang akan ditanggung oleh Jamsostek. Adapun standar paket

pelayanan program jaminan pemeliharaan kesehatan meliputi pelayanan

khusus dan pelayanan gawat darurat. Berbeda dengan program lain program

jaminan pemeliharaan kesehatan ini tidak memberikan santunan atau

bantuan dalam bentuk uang tunai (cash benefits), namun berbentuk

pelayanan kesehatan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional Jamsostek dibubarkan tanpa likuidasi dan BPJS

sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menggantikan peraturan dari

sebelumnya. BPJS melanjutkan penyelenggaraan program yang terdapat

pada Jamsostek diantaranya Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan kerja,

Jaminan Hari tua dan Jaminan Kesehatan. Untuk program Jaminan

Kesehatan merupakan pengalihan dari program jaminan pemeliharaan

kesehatan yang diatur pada peraturan Jamsostek dan kemudian dialihkan

pada peraturan BPJS Kesehatan.

68

Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 194-196.

Page 83: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

103

Terdapat banyak perubahan yang menguntungkan peserta BPJS.

Terkhusus pada program jaminan kesehatan nasional yang pada pengaturan

BPJS Kesehatan menyediakan jenis tambahan pelayanan kesehatan. Namun

untuk kebijakan pada peraturan BPJS Kesehatan tidak menyediakan berupa

santunan dikarenakan pada pengaturan BPJS Kesehatan membayar sejumlah

uang yang dibutuhkan pada saat melakukan pelayanan atau perawatan

kesehatan.

Gambar 8

Alur Pelayanan Kesehatan

Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu. Umi selaku Staff Personalia

di PT. Apac Inti Corpora, Bawen, 11 November 2017.

Kedudukan faskes tingkat pertama pada Perusahaan Apac Inti Corpora

adalah Poliklinik Perusahaan. Namun diluar kebijakan tersebut pekerja dapat

menggunakan Puskesmas sebagai Faskes Tingkat Pertama (Faskes 1). Dan

apabila terjadi emergeny atau gawat darurat pekerja dapat langsung menuju ke

Faskes Rujuk Tingkat Selanjutnya yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah

Sakit Swasta. Dan untuk Faskes Rujuk Tingkat Selanjutnya di Perusahaan

Identitas Pekerja/buruh.

•Kartu Peserta Jaminan Sosial (Jamsostek) atau (BPJS)

Faskes Tingkat Pertama

•RJTP

•RSTP

Faskes Rujuk Tingkat Selanjutnya.

•Rumah Sakit Umum

•Rumah Sakit Swasta

Page 84: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

104

Apac Inti Corpora bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Ambarawa dan Rumah Sakit Swasta (RS Ken Saras).

2. Analisa dari hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian penulis di PT. Apac Inti Corpora dapat

dianalisa secara keseluruhan mengenai pelaksanaan Jamsostek sebagaimana

yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional yang dilaksanakan di Perusahaan Apac Inti Corpora.

Perusahaan Apac Inti Corpora telah menjamin seluruh pekerja dan pengusaha

pada program jaminan sosial. Dari mulai dibentuknya peraturan Jamsostek,

Perusahaan telah mengikutsertkan seluruh pekerja dan pengusaha menjadi

peserta Jamsostek. Disertai dengan peraturan Jamsostek yang mewajibkan

seluruh Perusahaan ikut ditambah dengan program Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) yang sudah terlebih dahulu diterapkan oleh Perusahaan,

dengan tujuan agar terjamin seluruh pekerja pada saat memasuki ruangan

pekerjaannya dan setelah selesai melakukan pekerjaan.

Selanjutnya, ditahun 2010 Perusahaan Apac Inti Corpora bekerja sama

dengan Asuransi Swasta yaitu Inhealth. Perusahaan Inhealth merupakan

perusahaan terafiliasi dari Askes. Sebelum melakukan kerjasama dengan

Perusahaan Inhealth, PT. Apac Inti Corpora sudah terlebih dahulu bekerja

sama dengan PT. Askses di tahun 2005. Hingga pada masa perpindahan dari

PT. Akses menjadi Inhealth tidak ditemukan adanya hambatan atau kendala

karena ketentuan-ketentuan yang digunakan sama dengan sebelumnya.

Page 85: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

105

Namun pada saat pelaksanaan Inhealth di Perusahaan Apac Inti Corpora

diperuntukkan untuk kalangan golongan Kelas 2 (dua) keatas.

Terkait pengkelompokan kepesertaan di Perusahaan Apac Inti Corpora

pada program jaminan pemeliharaan kesehatan PT. ASKES atau PT. Inhealth

merupakan tindakan diskriminasi bagi kalangan pekerja yang berada di

golongan II (dua) ke bawah sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang

menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa

setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi

dari pengusaha.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perusahaan Apac Inti

Corpora telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap pekerja yang

bertentangan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Dan sesuai Pasal 116 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa perjanjian kerja

bersama dibuat oleh serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang telah

tercatat pada instasi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan

dengan pengusaha atau beberapa pengusaha. Dalam hal ini pihak yang

berkaitan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) salah satunya merupakan

serikat pekerja.

Serikat pekerja berfungsi sebagai wadah penting bagi para pekerja

sebagai wahana untuk menciptakan kesejahteraan pekerja secara terbuka,

Page 86: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

106

demokratis, dan berkeadilan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja menjelaskan bahwa

Serikat Pekerja, federasi dan konfederasi serikat pekerja bertujuan

memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta

meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. Namun

pada pelaksanaan peralihan pengaturan Jamsostek transisi dari BPJS

Ketenagakerjaan, serikat pekerja tidak menjalankan fungsinya dengan benar

dan tetap sesuai dengan Pasal 104 ayat (2) dan Pasal 102 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

Asuransi Kesehatan Tambahan adalah asuransi komersial yang dibeli

secara sukarela diluar asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib sesuai

dengan Pasal (1) ayat 8 Peraturan Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program

Jaminan Kesehatan Nasional. Dan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya

Perusahaan Apac Inti Corpora sudah melakukan kerjasama dengan asuransi

kesehatan komersial sejak tahun 2005. Hingga terbentuknya pengaturan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Perusahaan Apac Inti Corpora

tetap melanjutkan perjanjian kerjasamanya dengan asuransi kesehatan

komersial ialah, Inhealth. Dan di tahun 2016 Pemerintah mengeluarkan skema

baru pada asuransi komersial yaitu Coordination of Benefit (CoB). Tujuan

diselenggarakan Coordination of Benefit (CoB) adalah untuk memastikan

peserta memperoleh haknya sebagai peserta asuransi sosial yang bersifat

Page 87: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

107

wajib atau BPJS Kesehatan dan sebagai peserta asuransi komersial sesuai

mekanisme yang baru pada BPJS Kesehatan.

Pada skema Coordination of Benefit (CoB) lebih menguntungkan

peserta BPJS Kesehatan maupun peserta dari asuransi komersial karena

jumlah premi yang akan ditanggung oleh peserta akan menjadi ringan dan

tetap mendapatkan tambahan manfaat pada pelaksanaan Coordination of

Benefit (CoB).

Terhadap ketetapan jumlah premi pada penggunaan skema

Coordination of Benefit (CoB) dilakukan dengan cara Negosiasi antara

Perusahaan Apac Inti Corpora dengan Inhealth sesuai dengan ketentuan Pasal

7 ayat (3) Peraturan Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis

Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan

Nasional yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan dan Asuransi Kesehatan

Tambahan dapat melakukan sosialisasi kepada peserta, fasilitas kesehatan,

dan pihak-pihak lain yang terkait. Dalam artian bahwa negosiasi pada jumlah

premi dapat dilakukan secara sosialisasi dengan ketentuan yang tidak

bertentangan dengan aturan yang ditetapkan pada Pasal 9 Peraturan Kesehatan

Nomor 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi

Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Berkaitan dengan teori tentang kompensasi yang dikemukan oleh

Rejda akan disesuaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 88: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

108

a. Teori Resiko Kerja

Teori Resiko Kerja merupakan teori yang didasarkan pada asumsi

bahwa suatu perusahaan harus menyediakan biaya ketidakmampuan

karyawannya untuk bekerja (akibat sakit atau cacat) ke dalam biaya

produksinya atau mengganti hilangnya waktu kerja tersebut dalam

bentuk harga produk yang lebih tinggi.

Menurut penulis kebijakan pada teori ini didasari dengan tujuan

untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan

pekerja yang diakibatkan oleh adanya resiko sosial seperti kematian atau

cacat karena kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental. Terkait hal

tersebut maka diperlukan adanya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Hal

ini didasari oleh amanah dari Undang-Undang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS), dan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015

tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan

Jaminan Kematian.

Namun pada kebijakan teori ini memiliki beberapa kelemahan

yang tidak sesuai dengan kebijakan pengaturan BPJS. Beberapa

kelemahan pada kebijakan teori resiko kerja ialah, adanya asumsi bahwa

biaya kecelakaan dapat diganti lebih dahulu dalam bentuk harga produk

yang lebih tinggi, dan atau perbandingan antara prmbayaran tuntutan

pekerja dengan jumlah kerugian yang dialaminya tidak sebanding.

Terkait kelemahan pada teori resiko kerja ini pada pelaksanaan

pengaturan Jamsostek transisi dari BPJS Ketenagakerjaan sudah diatur

Page 89: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

109

mengenai manfaat yang akan diperoleh pekerja apabila terjadi resiko

kerja sesuai dengan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun

2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan

Jaminan Kematian yang menegaskan bahwa Peserta yang mengalami

kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK.

Manfaat JKK berupa pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis dan

santunan berupa uang. Dalam hal ini semua kebijakan yang akan

diperoleh peserta apabila terjadi sesuai dengan kebijakan teori resiko

kerj, maka sudah dimuat melalui peraturan UU BPJS. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa teori resiko kerja pada pelaksanaan pengaturan

Jamsostek transisi dari BPJS Ketenagakerjaan tidak mencapai pada

pengaturan BPJS.

b. Teori Biaya Rendah

Teori Biaya Rendah merupakan landasan teori yang bertujuan

untuk meminimalkan ketidakmampuan mereka secara ekonomi akibat

kecelakaan kerja.

Menurut penulis teori ini dapat digunakan sebagai pencapaian

dalam pelaksanaan pengaturan Jamsostek transisi dari BPJS

Ketenagakerjaan. Hal ini di dasari dengan amanat dari Pasal 4 Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian BPJS Ketenagakerjaan

yang menjelaskan bahwa setiap pemberi kerja selain penyelenggara

negara wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai Peserta dalam

Page 90: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

110

program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan. Terkait kebijakan

pengaturan BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan tujuan dari landasan

teori biaya sosial rendah. Dan sesuai dengan Pasal 27 Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian menjelaskan bahwa

apabila Pemberi kerja nyata lalai belum mengikutsertakan pekerjanya

dalam program JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan, maka apabila terjadi

resiko terhadap pekerjanya, pemberi kerja wajib membayar hak pekerja

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

c. Teori Kompromi Sosial

Teori Kompromi Sosial merupakan teori yang menyatakan bahwa

adanya kompensasi bagi pekerja yang memperlihatkan suatu

keseimbangan antara pengorbanan yang dilakukan pekerja dengan

keuntungan yang diperoleh Pengusaha.

Menurut penulis teori ini dapat digunakan sebagai pencapaian

pelaksanaan pengaturan Jamsostek transisi dari BPJS ketenagakerjaan.

Mengenai hal keseimbangan yang dimaksud pada kebijakan teori

kompromi sosial pemaknaannya kurang tepat bagi pekerja. Dikarenakan

bentuk kompensasi yang terdapat pada kebijakan teori kompromi sosial

hanya keseimbangan untuk jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan

kerja, melainkan pada Pasal (3) dan (5) Undang-Undang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjelaskan bahwa Pemerintah

membentuk BPJS untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian

Page 91: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

111

jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap

Peserta dan/atau anggota keluarganya, dan pembentukan dari BPJS

menyediakan program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan

kematian (JKM), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP), dan

Jaminan Kesehatan.

Perusahaan wajib mengikutsertakan seluruh pekerjanya untuk

menjadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan agar dapat tercapai penuh

kompensasi yang lebih dari ketentuan teori kompromi sosial. Dan

keuntungan yang diperoleh Perusahaan pada kebijakan teori kompromi

sosial disesuaikan dengan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa Setiap pekerja

dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga.

Keuntungan yang akan diperoleh Perusahaan adalah untuk mengatasi dan

meminimalkan resiko pada saat hubungan kerja maupun diluar hubungan

kerja.

Berdasarkan teori-teori diatas dapat ditarik suatu pemahaman

bahwa teori biaya sosial rendah dan teori kompromi sosial dapat

digunakan sebagai bentuk pencapaian pada pelaksanaan pengaturan

Jamsostek transisi dari BPJS Ketenagakerjaan.

Pada pelaksanaan pengaturan Jamsostek transisi dari BPJS

Ketenagakerjaan di Perusahaan Apac Inti Corpora sudah menjamin

pekerja dengan bentuk perlindungan jaminan sosial. Dari pengaturan

Jamsostek yang menyediakan program jaminan kecelakaan kerja,

Page 92: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

112

jaminan kematian, jaminan hari tua, dan bahkan jaminan pemeliharaan

kesehatan yang dikelola oleh Perusahaan Apac Inti Corpora. Upaya yang

dilakukan Perusahaan Apac Inti Corpora mengenai jaminan pemeliharan

kesehatan yang dikelola Perusahaan merupakan upaya untuk mengurangi

beban pekerja dan untuk memberikan manfaat yang lebih besar dari

pengaturan Jamsostek. Hingga pada pengaturan BPJS Ketenagakerjaan,

Perusahaan Apac Inti Corpora mengalihkan seluruh bentuk perlindungan

jaminan sosial yang ada pada pengaturan Jamsostek ke dalam pengaturan

BJPS Ketenagakerjaan.

Pada pengaturan BPJS Ketenagakerjaan terdapat perubahan yang

lebih menguntungkan bagi penikmatnya, contohnya pada pengaturan

program Jaminan Kecelakaan Kerja memperoleh manfaat berupa

pelayanan kesehatan medis sesuai kebutuhan dan santunan berupa uang.

Mengenai santunan berupa uang yang diperoleh akan pekerja apabila

terjadi kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja

meningkatnya jumlah santunan yang diberikan oleh BPJS

Ketenagakerjaan. Dengan hal ini, maka dapat disimpulkan bahwa

Perusahaan Apac Inti Corpora telah menjamin seluruh pekerjanya

melalui program BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010

tentang Pengawasan Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengawasan

ketenagakerjaan dilakukan oleh Pengawas ketenagakerjaan yang

mempunyai kompetensi dan independen. Dan objek pengawasan

ketenagakerjaan adalah Perusahaan yang berbadan hukum atau tidak

Page 93: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

113

yang memperkerjakan tenaga kerja baik milik swasta atau milik negara

termasuk keadaan tenaga kerja, kondisi kerja dan objek-objek teknis atau

peralatan produksi lainnya.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau disingkat

Depnakertrans berfungsi sebagai pengawas ketenagakerjaan. Mengenai

pengawas ketenagakerjaan di Perusahaan Apac Inti Corpora setiap

bulannya dilaksanakan pengawasan ketenagakerjaan, akan tetapi fokus

besar Depnakertrans hanya tertuju pada bagian Tenaga Kerja Asing

(TKA). Dan untuk objek pengawasan ketenagakerjaan masih belum

terlaksana oleh pengawas ketenagakerjaan di Perusahaan Apac Inti

Corpora. Namun pada Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pengawasan

ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan peraturan

Ketengakerjaan.

Dengan demikian fungsi atau tugas dari Pengawasan

ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam perlindungan tenaga

kerja sekaligus sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara

menyeluruh. Dapat dikatakan unsur penting sebab peran dari pengawasan

ketenagakerjaan sangat dibutuhkan untuk memudahkan proses

pencapaian pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan.

Negara membentuk perlindungan hukum bagi seluruh pekerja di

Indonesia. Dengan tujuan agar dapat terjamin berlangsungnya sistem

hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak

Page 94: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

114

yang kuat kepada pihak yang lemah. Berikut beberapa bentuk

perlindungan hukum oleh Negara diantaranya:

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan kerja yang terjadi

dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk

oleh Menteri Tenaga Kerja [Pasal 11 ayat (1)].

Kewajiban dan hak pekerja adalah memberikan keterangan yang

benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan

kerja, memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan,

memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan

kesehatan yang diwajibkan, meminta pada pengurus agar

dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang

diwajibkan, menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana

syarat K3 serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan

olehnya (Pasal 12).

Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan

menaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat

perlindungan diri yang diwajibkan (Pasal 13).

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk memberdayakan dan

mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi,

mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga

kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan

daerah, memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam

Page 95: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

115

mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga

kerja dan keluarganya (Pasal 4).

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5).

Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa

diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6).

Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan pengembangan

kompetensi pekerja melalui pelatihan kerja dan setiap pekerja

memiliki kesemapatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja

sesuai dengan bidang tugasnya [Pasal 12 ayat (1) dan (3)].

Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatannya [Pasal 67 ayat (1)].

Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakukan

yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama [Pasal 86 ayat (1)].

Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan

sosial tenaga kerja [Pasal 99 ayat (1)].

Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya,

pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. Dan

penyediaan fasilitas kesejahteraan dilaksanakan sesuai dengan

kemampuan perusahaan [Pasal 100 ayat (1) dan (2)].

Page 96: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

116

Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat

pekerja [Pasal 104 ayat (1)].

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan. Dan tidak

berlaku bagi apabila perusahaan telah membentuk perjanjian kerja

bersama (Pasal 108).

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas

ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna

menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan (Pasal 176).

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.

Tujuan pembentukan pembangunan Kesehatan adalah untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kesehatan,

mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat,

memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menerima

penyelenggaraan upaya kesehatan, dan memberikan kepastian hukum

kepada masyarakat dan Tenaga kerja (Pasal 3).

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhi kebutuhan

Tenaga Kesehatan, baik dalam jumlah, jenis, maupun dalam

kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan

pembangunan kesehatan (Pasal 13).

7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN).

Page 97: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

117

Salah satu tujuan pembentukan SJSN adalah untuk memberikan

jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap

peserta dan anggota keluarganya (Pasal 3).

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan

pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutsertkan

[Pasal 3 ayat (1)].

Pemerintah secara bertahap mendaftarkan Penerima Bantuan Iuran

(PBI) sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

PBI adalah fakir miskin dan orang tidak mampu [Pasal 14 ayat (1)

dan (2)].

Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang

pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti (Pasal 16).

8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS)

Pemerintah membentuk BPJS dengan tujuan untuk mewujudkan

terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar

hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau anggota keluarganya

(Pasal 3).

BPJS dibentuk menjadi dua kelompok yaitu BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan [Pasal 5 ayat (2)].

BPJS bertugas untuk melakukan dan atau menerima pendaftaran

peserta, menerima bantuan iuran dari pemerintah, mengelola dan

jaminan sosial untuk kepentingan peserta, mengumpulkan dan

Page 98: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

118

mengelola data peserta program jaminan sosial, membayarkan

manfaat dan atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan

ketentuan program jaminan sosial, dan memberikan informasi

mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta

dan masyarakat (Pasal 10).

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan

pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutsertkan

(Pasal 14).

B.3. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaaan Jamsostek Berdasarkan UU

Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Dalam melaksanakan BPJS yang pada Perusahaan Apac Inti Corpora

merupakan tansisi dari pelaksanaan Jamsostek, maka ditemukan kendala-

kendala. Berdasarkan hasil penelitian penulis di PT. Apac Inti Corpora dapat

diperoleh data mengenai kendala-kendala yang dihadapi pada saat

pelaksanaan transformasi pengaturan Jamsostek ke BPJS ketenagakerjaan.

Dalam hal ini memperoleh data ini, penulis melakukan wawancara dengan

Bapak Irhkam selaku Kepala Personalia PT. Apac Inti Corpora69

. Berikut

hasil data wawancara yang diperoleh penulis sebagai berikut :70

1. Pekerja yang masih dalam status PBI.

69

Ibid. 70

Ibid.

Page 99: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

119

Berdasarkan pengaturan BPJS seluruh pekerja wajib diikutsertakan

sebagai Peserta BPJS, tetapi di Perusahaan Apac Inti Corpora masih

terdapat beberapa persen yang tergolong Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Pengertian PBI Jaminan Kesehatan adalah Fakir Miskin dan Orang

Tidak Mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. Dengan

demikian Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan untuk golongan PBI

bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dan apabila

Peserta PBI sudah menjadi pekerja di Perusahaan secara otomatis menjadi

tanggungan Perusahaan atas perlindungan jaminan sosial tenaga kerjanya.

2. Kesepakatan jumlah premi pada Asuransi Kesehatan Tambahan pada

masa Coordination of Benefit (CoB).

Pada pelaksanaannya di Perusahaan Apac Inti Corpora menggunakan

Asuransi Kesehatan Tambahan yaitu Inhealth. Bahkan sampai pada masa

BPJS pun Perusahaan tetap melakukan kerjasama dengan Inhealth. Posisi

Inhealth pada Perusahaaan Apac Inti Corpora adalah sebagai bentuk

pelayanan tambahan pada posisi manfaat.

Dan untuk ketetapan premi pada BPJS Kesehatan tidak akan berubah

pada masa Coordination of Benefit (CoB). Sedangkan untuk ketetapan

premi pada Asuransi Kesehatan Tambahan atau Inhealth dilakukan dengan

cara Negosiasi.

Negosiasi dilakukan sebulan sebelum masa aktif peserta berakhir.

Pada pelaksanaan negosiasi ini dibutuhkan kesepatan yang sesuai dari para

pihak. Dan proses negosiasi ini membutuhkan waktu yang cukup lama

Page 100: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

120

sehingga terkadang melewati batas masa pengakhiran kepesertaaan. Terkait

pada pelaksanaan masa negosiasi ini pekerja yang sebagai peserta inhealth

tidak mendapatkan pelayanan yang stabil. Dikarenakan belum ditemukan

kesepakatan dari negosiasi tersebut dan masa perpanjangan kepesertaaan

sudah mulai masuk awal masa aktif. Pihak Perusahaan akan tetap

melakukan perpanjangan kepesertaan dengan ketentuan jumlah premi yang

sama ditahun sebelumnya. Untuk sementara pihak Inhealth akan melakukan

sistem Lock hingga masa negosiasi berakhir.

3. Dengan demikian hal ini merugikan pekerja dengan sistem

pelayanannya.

a. Server pada BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan bermasalah.

Pihak Perusahaan sudah melakukan data pekerja dengan benar,

tetapi pada Pihak BPJS telah lalai melakukan penginputan data,

contohnya dalam data NIK pekerja tidak sesuai atau penginputan data

dalam NIK salah. Sedangkan pada NIK pekerja tersebut dalam server

BPJS sudah terdaftar.

b. Pada pelaksanaan BPJS di Perusahaan Apac Inti Corpora terjadi

kendala, ialah terjadi tumpah tindih dalam manual data.

c. Pada pelaksanaan BPJS di Perusahaan Apac Inti Corpora terjadi

kendala, ialah Server pada data BPJS tidak dapat menampung data.

Dari hasil wawancara penulis dengan pihak Perusahaan Apac Inti

Corpora masih ada beberapa kendala yang dihadapi Perusahaan. Berikut

Page 101: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

121

penulis akan menganalisa upaya-upaya yang akan dilakukan mengenai

kendala pada pelaksanaan peralihan pengaturan Jamsostek ke BPJS

Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku.

1. Status Kepesertaan PBI dalam pekerja di Perusahaan Apac Inti

Corpora.

Penerima bantuan iuran jaminan kesehatan disebut PBI Jaminan

Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta

program jaminan kesehatan. Kategori orang tidak mampu merupakan

orang yang mempunyai sumber mata pencarian, gaji atau upah, yang

hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak

mampu membayar iuran bagi dirinya dan keluarganya.

Namun pada pelaksanaan pengaturan Jamsostek transisi dari

BPJS Ketenagakerjaan di Perusahaan Apac Inti Corpora masih terdapat

beberapa pekerja yang menggunakan status kepesertaan PBI. Terkait hal

ini pekerja yang bekerja pada Perusahaan Apac Inti Corpora harus

mengubah status kepesertaannya menjadi peserta BPJS Kesehatan sesuai

dengan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang menegaskan bahwa

penduduk yang sudah tidak menjadi kategori fakir miskin dan sudah

mampu wajib menjadi peserta jaminan kesehatan dengan membayar

iuran.

Dengan demikian pekerja diharuskan segera melakukan

perubahan data PBI dengan menjadi peserta bukan penerima upah pada

Page 102: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

122

BPJS Kesehatan. Perubahan data PBI dapat dilakukan dengan cara

penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang tercantum

sebagai PBI karena tidak lagi tergolong pada kriteria tersebut sesuai

dengan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang

Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

Perubahan kepesertaan dapat dilakukan pada seluruh status

kepesertaan termasuk pekerja yang masih dalam status PBI di Perusahaan

Apac Inti Corpora. Perubahan data kepesertaan dapat dilakukan secara

berkelompok atau sendiri-sendiri. Perubahan data kepesertaan PBI

menjadi peserta pekerja penerima upah dilakukan dengan cara

memperhatikan jumlah anggota keluarga dari peserta dan apabila jumlah

anggota keluarga melebihi hak peserta, maka anggota keluarga yang

belum ditanggung sesuai hak peserta akan diahlikan menjadi anggota

keluarga tambahan atau tetap terdaftar sebagai peserta bukan penerima

upah atau peserta bukan pekerja sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 6 Tahun 2016 tentang

Perubahaan Status Kepesertaan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah

Dan Peserta Bukan Pekerja Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan

Kesehatan Nasional.

Perubahan status kepesertaan PBI menjadi peserta penerima upah

dilakukan dengan cara persyaratan pendaftaran peserta pekerja penerima

upah yang diatur oleh BPJS Kesehatan. Dalam hal ini peserta yang telah

sukses melakukan perubahan data kepesertaan dapat langsung mengikuti

program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dan mulai melakukan

Page 103: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

123

pembayaran pada iuran peserta yang pertama dengan status kepesertaan

baru.

2. Sistem Pelayanan Coordination of Benefit (CoB) pada saat Negosiasi.

Dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Nomor 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan

Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional Pasal

11 ayat (8) menegaskan bahwa penyelenggara asuransi kesehatan

tambahadalam memberikan manfaat pelayanan kesehatan kepada peserta

wajib melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat

pelaksanaan koordinasi sosialisasi mengenai penetapan jumlah premi

yang dilakukan antara Perusahaan Apac Inti Corpora dan Inhealth

terdapat kendala sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka pihak

Perusahaan Apac Inti Corpora dapat melakukan mediasi dengan tim

kendali dan kendali biaya serta Dewan Pertimbangan Medik yang telah

dibentuk di masing-masing wilayah sesuai dengan Pasal 17 Peraturan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016

tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam

Program Jaminan Kesehatan Nasional untuk mengupayakan

permasalahan atas sistem pelayanan yang belum memadai dalam

pelaksanaan Coordination of Benefit (CoB).

Page 104: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

124

3. Sistem Pelayanan BPJS.

Dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Pasal

80 ayat (1) menyatakan bahwa kendali mutu dan kendali biaya pelayanan

kesehatan dilakukan untuk menjamin agar pelayanan kesehatan kepada

peserta sesuai dengan mutu yang ditetapkan dan diselenggarakan secara

efisien.

Namun pada pelaksanaan pengaturan Jamsostek transisi dari

BPJS Ketenagakerjaan masih banyak dijumpai beberapa kendala

diantaranya server pada BPJS bermasalah, terjadi tumpah tindih dalam

manual data, dan server BPJS tidak dapat menampung data. Sebelumnya

permasalahan seperti yang diuraikan diatas sudah terjadi di pengaturan

Jamsostek, tetapi peristiwa kendala tersebut tidak terjadi di Perusahaan

Apac Inti Corpora. Berdasarkan sumber buku ILO, Social Security and

Coverage for All: Restructing the Social Security Scheme in Indonesia-

Issues and Options (2003:207) dalam buku Adrian Sutedi menjelaskan

bahwa pada era Jamsostek masih banyak dijumpai beberapa masalah

yang di antara lain ialah, pelaksanaan law enforcement tidak dijalankan

sesuai dengan ketentuan, sosialisasi belum dilaksanakan secara optimal

sehingga masih cukup banyak pekerja belum memahami program JPK

Jamsostek, dan pelayanan masih dilakukan pada pihak ketiga dengan

mutu pelayanan yang masih rendah.

Page 105: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

125

Dengan demikian bahwa kendala yang sering terjadi pada

pengaturan Jamsostek transisi dari BPJS Ketenagakerjaan adalah mutu

pelayanan. Dan kebijakan mengenai kendali mutu dan kendali biaya telah

diatur pada Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Pasal

80 ayat (2) menjelaskan bahwa kendali mutu dan kendali biaya

pelayanan kesehatan meliputi penilaian atas teknologi kesehatan terhadap

pengembangan pengggunaan pelayanan kesehatan dengan teknologi,

kajian dan evaluasi atas manfaat jaminan kesehatan bagi peserta dan

monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan

oleh fasilitas kesehatan, dan pada penyelenggaraan kendali mutu dan

kendali biaya pelayanan kesehatan dilakukan melalui pemenuhan standar

mutu yang meliputi standar input pada fasilitas kesehatan, standar proses

pelayanan kesehatan, dan standar iuran kualitas kesehatan peserta. Dalam

hal dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang telah dibuat berfungsi agar

pengembangan terhadap penggunaan pelayanan dapat ditingkatkan, akan

tetapi pada pelaksanaan masa transisi pengaturan Jamsostek ke BPJS

Ketenagakerjaan masih ada kendala mengenai sistem pelayanan pada

BPJS. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pada masa peralihan

pelaksanaan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan

belum terlaksana dan tujuan dari visi dan misi BPJS belum tercapai.

Namun upaya yang dilakukan oleh BPJS sudah sesuai dengan keadaan

pada pelaksanaannya sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Badan

Page 106: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16333/2/T1_312014151_BAB II... · No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

126

Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2015

tentang Unit Pengendali Mutu Pelayanan dan Penanganan Pengaduan

Peserta yang menjelaskan bahwa Peserta dapat melakukan pengaduan

atas ketidakpuasan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan.