bab ii kajian pustaka a. orientasi...

30
13 Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu BAB II KAJIAN PUSTAKA A. ORIENTASI PEKERJAAN Setiap manusia memerlukan alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan pekerjaan. Pekerjaan digunakan sebagai alat atau media untuk mencukupi kebutuhan hidup seorang individu. Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan individu untuk memenuhi tugas-tugasnya dan mendapatkan imbalan atas apa yang sudah dilakukan. Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 803), orientasi adalah 1) peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang tepat dan benar; 2) pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan.” Sementara itu Cascio (dalam Sedarmayanti, 2010, hlm. 114) mengemukakan bahwa orientasi adalah pengakraban dan penyesuaian dengan situasi atau lingkungan.Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 554), pekerjaan adalah 1) barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dsb); tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan: 2) pencaharian; yang dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yang dilakukan untuk mendapat nafkah: 3) hal bekerjanya sesuatu. Orientasi pekerjaan dapat diartikan sebagai sikap, pandangan dan kecenderungan seseorang terhadap suatu pekerjaan. Orientasi pekerjaan dipengaruhi oleh realitas kondisi fisik dan sosial yang terjadi di lingkunganya. Kondisi ini berupa keadaan alam, pengetahuan yang dimiliki manusia, dan kemajuan teknologi yang dimiliki penduduk pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Pekerjaan tidak terlepas dari pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai sumber pendapatan. Jumlah lahan yang terbatas sementara laju pertumbuhan penduduk berjalan dengan pesat menyebabkan kepemilikan

Upload: buinhi

Post on 26-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

13

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. ORIENTASI PEKERJAAN

Setiap manusia memerlukan alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan

pekerjaan. Pekerjaan digunakan sebagai alat atau media untuk mencukupi

kebutuhan hidup seorang individu. Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan

individu untuk memenuhi tugas-tugasnya dan mendapatkan imbalan atas apa yang

sudah dilakukan.

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 803),

“orientasi adalah 1) peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang

tepat dan benar; 2) pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau

kecenderungan.” Sementara itu Cascio (dalam Sedarmayanti, 2010, hlm. 114)

mengemukakan bahwa “orientasi adalah pengakraban dan penyesuaian dengan

situasi atau lingkungan.”

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 554),

pekerjaan adalah 1) barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan,

dsb); tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan: 2) pencaharian; yang

dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yang dilakukan untuk mendapat

nafkah: 3) hal bekerjanya sesuatu.

Orientasi pekerjaan dapat diartikan sebagai sikap, pandangan dan

kecenderungan seseorang terhadap suatu pekerjaan. Orientasi pekerjaan

dipengaruhi oleh realitas kondisi fisik dan sosial yang terjadi di lingkunganya.

Kondisi ini berupa keadaan alam, pengetahuan yang dimiliki manusia, dan

kemajuan teknologi yang dimiliki penduduk pada suatu wilayah dalam kurun

waktu tertentu.

Pekerjaan tidak terlepas dari pendapatan dan tingkat kesejahteraan

masyarakat sebagai sumber pendapatan. Jumlah lahan yang terbatas sementara

laju pertumbuhan penduduk berjalan dengan pesat menyebabkan kepemilikan

14

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

lahan semakin sempit. Sempitnya lahan mengurangi sarana produksi petani

sebagai sumber pendapatan, hasil pertanian menjadi rendah yang menyebabkan

pendapatan petani juga semakin rendah. Dengan penghasilan yang rendah

sedangkan kebutuhan semakin naik, masyarakat melakukan perubahan orientasi

pekerjaan sebagai upaya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dan

dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

B. PERUBAHAN ORIENTASI PEKERJAAN

Orientasi pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya

adalah lingkungan. Pekerjaan masyarakat di wilayah pedesaan pada umumnya

masih berorientasi pada sektor pertanian, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alam di

pedesaan yang umumnya memiliki lahan yang subur dan dipengaruhi oleh

lingkungan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani secara turun

temurun. Namun pada saat ini daerah pedesaan cenderung mengarah pada

perubahan orientasi pekerjaan dari sektor pertanian ke non pertanian. Pekerjaan di

luar sektor pertanian saat ini sudah mulai menjadi pekerjaan utama dan tumpuan

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini terjadi karena pesatnya

pembangunan dan alih fungsi lahan yang menyebabkan perubahan kondisi alam di

pedesaan.

Perubahan lingkungan yang terjadi di pedesaan akibat adanya

pembangunan dan alih fungsi lahan dapat menyebabkan perubahan sosial dan

perubahan kebudayaan sesuai dengan pendapat Adimiharji (dalam Mulyawan,

2006, hlm. 23) yang mengemukakan mengenai:

Dua teori tentang perubahan kebudayaan yaitu: environtmental

determinism dan environtmental posibilism. Determinis lingkungan

berpandangan bahwa lingkunganlah yang menentukan perubahan terhadap

pola kehidupan manusia. Lingkungan alam tempat manusia hidup

memberikan daya dukung terhadap berbagai bentuk kemungkinan yang

dapat dipilih manusia dalam memilih jalan hidupnya. Berpikir tentang

determinis ini berdasarkan pada pengaruh faktor geografi seperti topografi,

lokasi, iklim dan sumber daya alam yang memengaruhi kondisi-kondisi

dalam suatu lingkungan tempat tinggalnya.

15

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Jadi kondisi lingkungan sangat berperan penting dalam menentukan pola

kehidupan manusia, termasuk pekerjaan sebagai sarana untuk memenuhi

kebutuhan hidup. Setiap kondisi fisik dan perubahan yang terjadi pada lingkungan

akan berpengaruh terhadap pekerjaan di suatu wilayah karena manusia melakukan

penyesuaian dalam menentukan pekerjaan dengan memperhatikan sumber daya

dan kondisi geografi wilayah tersebut. Demikian pula yang dilakukan masyarakat

pedesaan yang mengalami alih fungsi lahan. Mereka melakukan perubahan

orientasi pekerjaan sebagai upaya adaptasi dan memperoleh penghasilan untuk

dapat tetap memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dapat disimpulkan bahwa perubahan orientasi pekerjaan adalah

berubahnya sikap, pandangan dan kecenderungan seseorang terhadap suatu

pekerjaan. Perubahan orientasi pekerjaan dapat terjadi secara sukarela maupun

terpaksa karena adanya dorongan dari berbagai faktor.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERUBAHAN

ORIENTASI PEKERJAAN

Perubahan orientasi pekerjaan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor

yang beragam. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan orientasi pekerjaan

adalah sebagai berikut:

1. Usia/Umur

Usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi orientasi pekerjaan

seseorang, menurut Murniatmo (dalam Rolina 2013, hlm. 12) mengemukakan

bahwa “generasi muda merupakan kelompok yang paling dinamis, mudah

berubah dan mudah menerima pembaharuan, baik yang positif maupun negatif”.

Orang yang berusia muda cenderung memiliki orientasi pekerjaan yang beragam.

Kondisi fisik yang masih kuat, semangat yang tinggi dan terbuka terhadap

pembaharuan menyebabkan generasi muda memiliki harapan dan keinginan untuk

memiliki pekerjaan yang sesuai dengan minat dan memiliki penghasilan yang

16

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

tinggi. Generasi muda tidak terpaku dengan pekerjaan turun-temurun, mereka

bahkan memiliki keinginan untuk merubah nasib dan memiliki pekerjaan yang

lebih baik dari generasi tua. Sedangkan generasi tua cenderung tidak memiliki

pilihan pekerjaan yang beragam karena keterbatasan tenaga dan sikap yang

biasanya tertutup dengan perubahan. Sehingga biasanya generasi tua terpaku pada

pekerjaan turun-temurun yang telah diwariskan dari pendahulu mereka.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Secara kodrati

terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini menyangkut

kemampuan secara fisik dan mental yang dimiliki oleh laki-laki maupun

perempuan. Rolina (2013, hlm. 13) mengemukakan bahwa:

Laki-laki cenderung memiliki orientasi perubahan mata pencaharian yang

lebih beragam dibanding wanita. Karena melihat tenaga yang mereka

punya. Laki-laki dan wanita cenderung memiliki pemilihan mata

pencaharian yang berbeda. Biasanya wanita lebih memilih jenis mata

pencaharian yang lebih mengutamakan ketelitian.

Laki-laki dianggap memiliki kekuatan fisik yang lebih unggul dan

kemampuan yang lebih tinggi dalam bekerja karena memiliki tenaga yang lebih

besar. Sedangkan perempuan dianggap memiliki kemampuan fisik yang lebih

lemah dibandingkan dengan laki-laki, sehingga pekerjaan perempuan terbatas

pada pekerjaan yang menggunakan sedikit tenaga. Karena perbedaan ini laki-laki

dan perempuan memiliki orientasi pekerjaan yang berbeda, laki-laki biasanya

memilih pekerjaan yang membutuhkan tenaga, sedangkan perempuan mencari

pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang tidak terlalu besar dan lebih

mengutamakan ketelitian.

3. Pendidikan

Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah :

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

17

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf

Pendidikan berpengaruh terhadap orientasi pekerjaan seseorang karena

semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar peluang orang tersebut untuk

mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan dan kesejahteraan yang lebih tinggi

dan semakin besar kesempatan mereka untuk meninggalkan pekerjaan pada sektor

pertanian dan memiliki pekerjaan lain yang dianggap lebih menguntungkan.

4. Keterampilan

Rolina (2013, hlm. 13) mengemukakan bahwa “keterampilan merupakan

salah satu faktor yang memengaruhi orientasi perubahan mata pencaharian.”.

Keterampilan dapat menjadi modal seseorang sebagai keahlian untuk

mengerjakan suatu pekerjaan. Dengan keterampilan yang dimiliki orang dapat

berupaya untuk menemukan pekerjaan yang lebih baik atau menghasilkan lebih

banyak penghasilan bagi dirinya. Demikian halnya dengan para petani yang

terkena dampak alih fungsi lahan, karena sarana produksi yang berkurang dan

menyebabkan penghasilan berkurang. Jenis pekerjaan yang mereka pilih biasanya

sesuai dengan keterampilan yang mereka punya. Para petani yang memiliki

keterampilan di luar pertanian mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan

keterampilannya, sedangkan mereka yang tidak mempunyai keahlian bertahan

sebagai petani atau bahkan menjadi pengangguran.

5. Tingkat Pendapatan

Pendapatan erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan seseorang.

Abdullah (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 24) mengemukakan bahwa:

Pendapatan perorangan dibedakan atas pendapatan asli dan pendapatan

turunan. Pendapatan asli adalah pendapatan yang diterima oleh setiap

orang yang langsung turut serta dalam proses produksi barang. Pendapatan

turunan adalah pendapatan dari golongan penduduk lainnya yang tidak

langsung turut serta dalam proses produksi.

18

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Manusia yang memiliki pendapatan yang dianggap cukup untuk memenuhi

seluruh kebutuhan hidupnya akan bertahan menjalani pekerjaan tersebut.

Sedangkan orang yang memiliki pendapatan yang dianggap kecil dan tidak

mencukupi kebutuhan hidupnya, akan berupaya untuk merubah orientasi

pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain yang menawarkan tingkat kesejahteraan

yang lebih baik.

6. Luas kepemilikan lahan

Menurut Sayogyo (dalam Rolina, 2013, hlm. 15) luas lahan pertanian

dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu “golongan petani kecil dengan luas lahan

< 0,5 ha, golongan petani menengah dengan luas lahan 0,5 - 1 ha, dan golongan

petani besar dengan luas > 1 ha.”

Selanjutnya menurut Tika (dalam Rolina 2013, hlm. 15-16) bahwa status

kepemilikan lahan dapat dikelompokkan menjadi lima golongan petani yaitu,

“petani pemilik, petani pemilik-penggarap, petani penggarap, penyewa dan buruh

tani.”

Adiwilaga (dalam Rolina 2013, hlm. 16) mengemukakan bahwa:

Pada umumnya keluarga petani sebagai unit ekonomi terus berusaha di

bidang pertanian untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian

keluarga tanahnya sempit atau tidak mempunyai tanah sama sekali untuk

minimal memenuhi kebutuhan keluarga bekerja sebagai buruh tani atau

petani penggarap di desanya atau di luar desanya... Jumlah tenaga kerja

dalam keluarga petani terus bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, sebagian anggota keluarga berusaha apa saja yang bisa

memberikan penghasilan. Dari mereka yang tetap berat dan merasa jenuh

hingga sedikit merubah mata pencaharian mereka masuk kedalam

kelompok pengrajin, pedagang kecil, buruh tani, serta usahawan kecil yang

mengolah makanan dan sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa luas kepemilikan lahan memengaruhi

orientasi pekerjaan seseorang karena banyaknya pekerja pertanian tidak sebanding

dengan ketersediaan lahan sehingga menimbulkan persaingan dalam memperoleh

lahan. Ketika lahan garapan yang sempit dianggap sudah tidak dapat memenuhi

kebutuhan para petani, maka para petani merubah orientasi pekerjaan mereka

19

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

menjadi pengrajin, pedagang kecil dan pekerjaan pada sektor non pertanian

lainnya.

7. Perubahan lingkungan fisik

Lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan masyarakat.

Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir biasanya memiliki pekerjaan sebagai

nelayan, masyarakat yang tinggal di daerah yang tanahnya subur biasanya

memiliki pekerjaan sebagai petani. Hal ini sejalan dengan pendapat Krumboltz

(dalam Rielalaring, 2014):

Faktor lingkungan yang berpengaruh dalam pengambilan kerja, berupa

kesempatan kerja, kesempatan pendidikan dan pelatihan, kebijaksanaan

dan prosedur seleksi, imbalan, undang-undang, dan peraturan perburuhan,

peristiwa alam, sumber alam, kemajuan teknologi, perubahan dalam

organisasi sosial, sumber keluarga, sistem pendidikan, lingkungan tetangga

dan masyarakat sekitar, pengalaman belajar. Hal ini menjelaskan bahwa

pemilihan pekerjaan dipengaruhi oleh kesempatan kerja, pengetahuan yang

dimiliki manusia, kondisi alam, pendapatan dan kemampuan teknologi

yang dimiliki penduduk yang mendiami suatu wilayah.

http://rielalaring.wordpress.com/2014/01/16/matriks-perbandingan-teori-

pemilihan-karier/

Ketika terjadi perubahan pada lingkungan fisik, maka akan terjadi

perubahan orientasi pekerjaan masyarakat di lingkungan tersebut. Hal ini

disebabkan karena lingkungan fisik di sekitar masyarakat dianggap sudah tidak

mendukung atau tidak cocok lagi untuk dimanfaatkan sebagai lahan produksi

untuk suatu pekerjaan. Sehingga masyarakat merubah orientasi pekerjaan mereka

sebagai upaya mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

8. Teknologi

Yuniarto dan Woro (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 22) mengemukakan

bahwa:

Ilmu dan teknologi bertanggung jawab atas terjadinya perubahan pada

relasi manusia dengan lingkunganya. Manusia primitif dengan kemampuan

dan alat yang serba terbatas hidupnya banyak bergantung dari kemurahan

alam. Sebaliknya, manusia modern berusaha sekuat-kuatnya untuk

menaklukan alam dan mengatur lebih lanjut alam tersebut demi

20

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kemewahan hidupnya. Ilmu dan teknologi dapat dipandang sebagai kunci

untuk membuka pintu kemajuan, kemakmuan dan kesejahteraan.

Kemajuan teknologi memengaruhi manusia dan lingkunganya termasuk

orientasi pekerjaan seseorang. Masyarakat yang tidak terpengaruh kemajuan

teknologi umumnya menggantungkan hidupnya pada alam. Mereka terbatas pada

pekerjaan turun-temurun yang sudah menjadi kebiasaan dari leluhur mereka.

Sebaliknya, manusia modern berusaha untuk menaklukan alam demi memenuhi

kebutuhan hidupnya. Mereka terbuka pada pekerjaan-pekerjaan lain yang

dianggap lebih mudah, dan dapat mensejahterakan mereka.

9. Pertumbuhan penduduk

Tania (2011, hlm. 15) mengemukakan bahwa:

Pertumbuhan penduduk di pedesaan menyebabkan menurunnya rasio

lahan terhadap penduduk. Karena sebagian besar penduduk masih

menggantungkan hidupnya pada pertanian. Penurunan rasio ini akan

menyebabkan menurunnya rata-rata luas lahan pertanian per petani.

Selanjutnya menurut Soemarwoto (dalam Tania, 2011, hlm. 16):

Tekanan penduduk disebabkan karena lahan pertanian di suatu daerah

tidak cukup untuk mendukung kehidupan penduduk pada tingkat yang

dianggap layak. Karena itu penduduk berusaha mendapatkan pendapatan

tambahan dengan membuka lahan baru atau pergi ke kota.

Hubungan antara pertumbuhan penduduk dan jumlah lahan adalah karena

semakin banyak penduduk, maka semakin banyak pula kebutuhan mereka

terhadap lahan sementara jumlah lahan relatif tetap. Kebutuhan manusia terhadap

lahan meliputi seluruh aspek dalam hidupnya, baik untuk pemukiman, fasilitas

sarana pekerjaan dan sebagainya. Tingginya kebutuhan terhadap lahan

menyebabkan berubahnya fungsi lahan, salah satunya berubahnya fungsi lahan

pertanian menjadi lahan pemukiman. Sementara itu, mayoritas pekerjaan

masyarakat di pedesaan adalah sebagai petani, berkurangnya lahan artinya

berkurang juga sarana produksi, menyempitnya pekerjaan dan berkurang juga

pendapatan masyarakat.

21

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap perubahan orientasi pekerjaan

masyarakat, karena secara langsung maupun tidak langsung faktor-faktor ini

berpengaruh terhadap cara pandang dan sikap individu terhadap suatu pekerjaan,

serta dipengaruhi oleh kondisi fisik di lingkungan dimana individu melakukan

pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

D. LAHAN

1. Pengertian Lahan

Lahan merupakan sumber daya yang penting bagi manusia, manusia

memanfaatkan lahan sebagai tempat hidup, tempat untuk mencari nafkah, dan

tempat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan mengolah dan

melakukan pembangunan. Hampir semua pembangunan fisik membutuhkan lahan

seperti sektor industri, sektor pertanian, perumahan, transportasi, kehutanan dan

pertambangan.

Mubyarto (1991, hlm. 89) mengatakan bahwa :

Dalam pertanian, terutama negara kita, faktor produksi tanah mempunyai

kedudukan paling penting. Masyarakat pertanian yang hidupnya

bergantung pada tanah sebagai sarana produksi merupakan korban utama

dari adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, karena

tidak dipungkiri dengan adanya alih fungsi lahan pertanian ke lahan

pemukiman maka para petani dan buruh tani telah kehilangan sarana

produksinya.

Bagi petani, lahan merupakan sumber daya yang vital, petani

menggantungkan tanah sebagai sarana produksi untuk memenuhi kebutuhannya.

Jumlah lahan pertanian sangat berpengaruh bagi petani, ketika jumlah lahan

pertanian mengalami penyusutan karena pembangunan dan sebagainya, petani

merupakan korban utama karena petani kehilangan sarana produksi untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, hlm. 624)

“lahan adalah tanah terbuka; tanah garapan.” Selanjutnya menurut Jamulya dan

Sunarto (dalam Fajarwanto, 2012, hlm. 14) lahan diartikan sebagai “suatu

22

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kesatuan dari sejumlah sumber daya alam yang tetap dan terbatas yang dapat

mengalami kerusakan atau penurunan produktifitas sumber daya alam tersebut.”

FAO (dalam Arsyad, 2012, hlm. 304), lahan (land) diartikan sebagai

“lingkungan fisik yang terdiri atas, iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta

benda yang ada di atasnya sepanjang berpengaruh terhadap potensi penggunaan

lahan.”

Selanjutnya Bintarto (1983, hlm. 14) mengemukakan bahwa :

lahan dapat diartikan sebagai land settlemen yaitu suatu tempat atau

daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka

dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan,

melangsungkan dan mengembangkan hidupnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lahan adalah suatu

daerah di permukaan bumi sebagai lingkungan fisik dan kesatuan sumber daya

alam yang tetap, terbatas dan dapat mengalami kerusakan atau penurunan yang

digunakan sebagai tempat atau daerah untuk hidup, dimana penduduk

memanfaatkan lahan untuk mempertahankan, melangsungkan dan

mengembangkan hidupnya. Makna lahan dan tanah adalah sama, yaitu sebagai

permukaan bumi yang digunakan manusia untuk segala macam kegiatan.

Pengertian lahan dan tanah adalah setara dan tidak perlu dipertentangkan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Arsyad (2012, hlm. 304), “lahan

mengandung pengertian ruang atau tempat, yang sama dengan makna tanah, yaitu

tanah diperlakukan sebagai ruangan di permukaan bumi yang digunakan oleh

manusia untuk segala macam kegiatan.”

Selanjutnya menurut Arsyad (2012, hlm. 304-305) :

kata lahan dapat digunakan dalam artian tanah dan sebaliknya, atau dengan

kata lain tanah dan lahan mengandung pengertian yang sama. Kedua

istilah atau pengertian tersebut tidak perlu dipertentangkan. Kata tanah

atau lahan digunakan dalam makna yang setara dengan land.

Lahan atau dapat juga disebut dengan tanah sebagai sumber daya terbatas

yang terus menerus diolah dan diupayakan untuk memenuhi kebutuhan manusia

23

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dapat mengalami kerusakan atau penurunan kualitas. Lahan atau tanah dapat

mengalami kerusakan yang dapat diakibatkan oleh berbagai hal, Riquir (dalam

Arsyad, 2012, hlm. 2), mengemukakan bahwa:

Kerusakan tanah dapat terjadi oleh, 1) kehilangan unsur hara dan bahan

organik dari daerah perakaran; 2) terakumulasinya garam di daerah

perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau

senyawa yang merupakan racun bagi tumbuhan; 3) penjenuhan tanah oleh

air (waterlogging); 4) erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses

tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung

pertumbuhan tumbuhan atau menghasilkan barang atau jasa.

Lahan sebagai sumberdaya yang terbatas dan tidak tetap, dapat mengalami

penurunan kualitas maupun jumlah yang diakibatkan oleh banyak faktor.

Pemanfaatan lahan dapat menyebabkan kualitas lahan menurun yang

menyebabkan berkurangnya jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Jumlah

lahan juga dapat berkurang karena adanya abrasi atau pengikisan daratan oleh air

laut.

2. Penggunaan Lahan

Manusia senantiasa menggunakan lahan untuk memenuhi kebutuhannya.

Pemanfaatan lahan oleh manusia berupa upaya-upaya yang dilakukan manusia

pada lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Arsyad (2012, hlm. 305) mengemukakan bahwa:

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan

dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan

lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan

pertanian dibedakan berdasarkan penyediaan air dan komoditas yang

diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang

terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam

penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian

pada lahan tidak beririgasi), sawah kebun kopi, kebun karet, padang

rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya.

Selanjutnya Dit. Land Use (dalam Arsyad, 2012, hlm. 305)

mengemukakan bahwa “penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke

24

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dalam lahan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan

sebagainya.”

Pengelompokkan penggunaan lahan pada uraian di atas tidak

mempertimbangkan aspek lain dalam penggunaan lahan, seperti skala usaha atau

luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja,

orientasi pasar, dan sebagainya. Jika faktor-faktor seperti skala usaha atau luas

tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja,

orientasi pasar, dan sebagainya dimasukkan, tipe pengunaan lahan menurut

Arsyad (2012, hlm. 305-306) adalah sebagai berikut:

a. Ladang;

b. Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, tidak intensif;

c. Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, intensif;

d. Sawah gogo rancah (sawah yang pada saat penanaman berupa lahan

kering, kemudian tergenangi air setelah cukup hujan);

e. Sawah tadah hujan (tidak beririgasi, air untuk menggenangi tanah

berasal dari curah hujan);

f. Sawah beririgasi, satu kali setahun, tidak intensif;

g. Sawah beririgasi, dua kali setahun, intensif;

h. Perkebunan rakyat (karet, kopi, atau coklat, jeruk), tidak intensif;

i. Perkebunan rakyat, intensif;

j. Perkebunan besar, tidak intensif;

k. Perkebunan besar, intensif;

l. Hutan produksi, alami;

m. Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya;

n. Padang pengembalaan, tidak intensif;

o. Padang pengembalaan, intensif;

p. Hutan Lindung;

q. Cagar Alam.

Jadi penggunaan lahan merupakan upaya intervensi manusia untuk

memanfaatkan lahan demi memenuhi kebutuhanya. Penggunaan lahan dapat

dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian

dan penggunaan lahan bukan pertanian.

3. Sifat-sifat Lahan

Arsyad (2012, hlm. 306) mengemukakan bahwa sifat-sifat lahan (Land

Characteristics) adalah “atribut atau keadaan unsur lahan yang dapat diukur atau

25

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

diperkirakan seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah

hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya.”

Selanjutnya menurut Karlen et al (dalam Arsyad, 2012, hlm. 306), “sifat

atau perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan tanaman/tumbuhan tersebut

disebut kualitas tanah (land quality).”

Dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat lahan adalah keadaan unsur lahan

yang dapat diukur atau diperkirakan yang menentukan pertumbuhan

tanaman/tumbuhan.

E. ALIH FUNGSI LAHAN

Alih fungsi lahan pertanian bukanlah masalah baru. Sejalan dengan

meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun dan meningkatnya

pembangunan, semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan. Sedangkan jumlah

lahan terbatas sehingga mendorong adanya perubahan fungsi lahan.

Harsono (1995, hlm. 13) mengemukakan bahwa:

alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari

suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainya. Pertambahan penduduk dan

peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah

struktur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Selain

untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga

terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan dalam jumlah

jauh lebih besar.

Selanjutnya Sumaryanto (tt, hlm. 4) mengemukakan bahwa:

Sebagian lahan sawah yang terkonversi itu beralih fungsi menjadi lahan

pertanian lahan kering dan sebagian lainnya beralih fungsi ke penggunaan

non pertanian untuk memenuhi kebutuhan pemukiman, pengembangan

industri, jasa dan sebagainya.

Sihaloho, Dharmawan dan Rusli (2007, hlm. 262-264) dari hasil

penelitiannya yang dilakukan di Kelurahan Mulyaharja, mengemukakan faktor-

faktor yang menyebabkan konversi lahan berdasarkan faktor pokok konversi,

pelaku, pemanfaat dan prosesnya, konversi dapat dibedakan menjadi tujuh

tipologi yaitu:

26

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

1. Konversi Gradual-Berpola Sporadis

Pola konversi ini diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu

lahan yang tidak/kurang produktif (bermanfaat secara ekonomi) dan

keterdesakan ekonomi pelaku konversi;

2. Konversi Sistematik Berpola „enclave’

Konversi sistematik berpola „enclave’ yang dimaksud adalah

sehamparan tanah yang terkonversi secara serentak;

3. Konversi Lahan sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk

(Population growth driven land conversion)

Pertumbuhan penduduk baik secara alami (natural) maupun karena

migrasi masuk lebih besar dari keluar. Kebutuhan tempat tinggal

akibat pertambahan penduduk mengakibatkan lahan-lahan terkonversi.

Konversi yang diakibatkan oleh faktor penggerak utama pertumbuhan

penduduk disebut dengan konversi adaptasi demografi;

4. Konversi yang disebabkan oleh Masalah Sosial (Social problem

driven land conversion)

Keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan adalah dua faktor

utama penggerak melakukan konversi lahan;

5. Konversi “Tanpa Beban”

Satu faktor penggerak utama dari pola konversi tanpa beban adalah

keinginan untuk mengubah nasib hidup yang lebih baik dari keadaan

saat ini dan ingin ke luar dari kampung atau kelurahan. Pola konversi

tanpa beban ini lebih pada warga yang menjual tanahnya sekaligus ke

luar dari sektor pertanian ke non-pertanian;

6. Konversi Adaptasi Agraris

Pola konversi adaptasi agraris terjadi karena keterdesakan ekonomi

dan keinginan untuk berubah dari warga. Dikatakan berpola adaptasi

agraris jika warga yang memiliki tanah yang relatif kurang produktif

(kelas 2-5) ingin meningkatkan hasil pertaniannya dengan cara

menjual tanah yang kurang produktif dan membeli tanah yang relatif

lebih bagus (kelas 1-2), paling tidak ada perubahan kualitas;

7. Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Pola

Konversi multi bentuk ini merupakan konversi yang diakibatkan

berbagai faktor. Namun, secara khusus faktor yang dimaksud adalah

faktor peruntukkan untuk perkantoran, sekolah, koperasi,

perdagangan. Termasuk sistem waris yang tidak spesifik dijelaskan

dalam konversi adaptasi demografi.

Faktor penggerak utama dari ketujuh tipologi tersebut di atas dapat dilihat dalam

tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Pola Konversi Lahan

Pola Konversi Lahan Faktor Penggerak Utama

(driving force)

27

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Konversi Gradual-Berpola

Sporadis

Lahan tidak produktif lagi

(bermanfaat) dan keterdesakan

ekonomi

Konversi Sistematik Berpola

„enclave’

Tawaran pihak pemodal dan

keinginan alih fungsi lahan

Konversi Lahan sebagai

Respon Atas Pertumbuhan

Penduduk (Population growth

driven land conversion)

Kebutuhan tempat tinggal dan

pertambahan penduduk baik karena

pertambahan penduduk alami

maupun karena migrasi masuk lebih

besar dari keluar

Konversi yang disebabkan oleh

Masalah Sosial (Social problem

driven land conversion)

Keterdesakan ekonomi dan

perubahan kesejahteraan

Konversi “Tanpa Beban” Keinginan untuk berubah dan ingin

ke luar dari kampung dan atau

kelurahan

Konversi Adaptasi Agraris Keterdesakan ekonomi dan

keinginan untuk berubah

Konversi Multi Bentuk atau

Tanpa Pola

Semua faktor termasuk kebutuhan

pihak tertentu

Jadi alih fungsi lahan dapat dilakukan berdasarkan dorongan atau motif

yang berbeda dengan tujuan utama yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia. Setiap kegiatan alih fungi lahan memiliki peruntukkan yang berbeda

sesuai dengan tujuan dari adanya alih fungsi lahan seperti untuk pemukiman,

pertanian, fasilitas umum dan sebagainya.

Perubahan alih fungsi lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tata

guna lahan dari beberapa tahun. Berdasarkan informasi yang didapat dari peta tata

guna lahan tersebut dapat diketahui pertambahan jumlah desa, pertambahan luas

daerah pemukiman dan berkurangnya daerah pertanian dan hutan sebagai akibat

meningkatnya kebutuhan penduduk terhadap lahan.

Manuwoto (dalam Sudiana, 2012, hlm. 20) mengemukakan pendapatnya

bahwa “perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor, diantaranya

faktor sosial, atau kependudukan, pembangunan, ekonomi, penggunaan jenis

teknologi, dan kebijakan pembangunan makro.”

28

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya alih

fungsi lahan. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (2010), pada tahun

2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa dengan laju

pertumbuhan 1,49%. Peningkatan jumlah penduduk dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, menurut Lembaga Demografi FEUI (2007, hlm. 113) “migrasi

merupakan salah satu dari ketiga faktor dasar yang memengaruhi pertumbuhan

penduduk, sedangkan faktor lain adalah kelahiran dan kematian.”

Selanjutnya Koentjaraningrat (2004, hlm. 377) mengemukakan bahwa :

Memang negara Indonesia, merupakan salah satu di antara sejumlah

negara di dunia yang jumlah penduduknya itu paling besar. ... Laju

kenaikan penduduk di Indonesia adalah salah satu di antara yang paling

cepat di dunia.

Jumlah penduduk yang meningkat secara pesat berbanding lurus dengan

kebutuhannya terhadap lahan baik untuk kebutuhan infrastruktur seperti

perumahan, jalan, industri, perkantoran dan bangunan lain menyebabkan

kebutuhan akan lahan meningkat. Sementara itu lahan merupakan sumber daya

yang terbatas dimana jumlah lahan adalah tetap bahkan cenderung berkurang

karena abrasi sehingga menyebabkan persaingan dalam pemanfaatan lahan.

F. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI LAHAN

Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari

suatu kegiatan menjadi kegiatan lainnya. Hal ini terjadi karena terbatasnya luas

lahan untuk memenuhi suatu kebutuhan sehingga menyebabkan berkurangnya

luas lahan yang lain. Penggunaan lahan oleh masyarakat berubah dari waktu ke

waktu sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap lahan

tersebut.

Soemarwoto (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 20-21) mengemukakan

bahwa:

Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial budaya masyarakat akan

menimbulkan tekanan penduduk terhadap kebutuhan akan lahan. Tekanan

29

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

penduduk yang besar akan lahan ini diperbesar oleh bertambah luasnya

lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya

pemukiman, jalan dan pabrik.

Menurut Sihaloho (dalam Agustin, 2014, hlm. 3) faktor-faktor yang

memengaruhi konversi lahan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

1. Faktor pada aras makro: meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan

pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervesi pemerintahan dan

marginalisasi ekonomi;

2. Faktor pada aras mikro: meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur

ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai

ekonomi rumah tangga), strategi bertahan hidup rumah tangga

(tindakan ekonomi rumah tangga).

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa meningkatnya

pertumbuhan penduduk dan kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup

merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya konversi atau alih fungsi lahan.

Selanjutnya Yuniarto dan Woro (dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 21-22)

mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan

yaitu:

1. Faktor Alamiah

Penggunaan di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor alamiah di

wilayah tersebut. Manusia mengolah lahan dengan komposisi

penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan untuk kelangsungan hidup,

baik yang menyangkut kondisi iklim, tanah, topografi, maupun

morfologi suatu wilayah. Dari beberapa faktor alamiah di atas akan

dibahas di bawah ini:

a. Faktor Iklim

Pola dan persebaran tanaman akan dipengaruhi oleh beberapa unsur

iklim seperti suhu, curah hujan dan kelembaban udara. Manusia dalam

membudidayakan tanaman produksinya, cenderung memilih daerah

yang cocok untuk tanaman agar tumbuh optimal.

b. Faktor Geologi dan Tanah

Kondisi batuan suatu daerah akan memengaruhi keadaaan tanah di

daerah tersebut. Faktor tanah erat kaitannya dengan aktivitas pertanian.

Kondisi tanah yang subur cenderung banyak dimanfaatkan untuk

produksi pertanian.

c. Faktor Topografi

30

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Topografi berpengaruh pada corak yang beragam pada penggunaan

lahan. Topografi yang relatif landai atau datar cenderung berkembang

pemukiman dan pertanian serta jaringan transportasi, karena morfologi

yang landai memudahkan untuk beraktivitas.

2. Faktor Sosial

Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia tidak dapat melepaskan

diri dari pemanfaatan sumber daya alam tergantung tingkat pendidikan,

keterampilan atau keahlian, mata pencaharian dan penggunaan

teknologi serta adat-istiadat yang berlaku di daerah yang bersangkutan.

Di bawah ini akan dibahas faktor-faktor tersebut:

a. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

Tingkat pendidikan dan keterampilan akan menentukan jenis pekerjaan,

sedangkan pertumbuhan dan kepadatan penduduk menjadi pendorong

terjadinya perubahan penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan.

b. Mata Pencaharian

Adanya perubahan jenis mata pencaharian ini dimungkinkan karena

terjadinya perubahan ruang yang terjadi berupa lahan pertanian berubah

menjadi lahan non pertanian. Sehingga diperlukan upaya penyesuaian

terhadap kondisi yang ada saat ini.

c. Teknologi

Ilmu dan teknologi bertanggung jawab atas terjadinya perubahan pada

relasi manusia dengan lingkunganya. Manusia primitif dengan

kemampuan dan alat yang serba terbatas hidupnya banyak bergantung

dari kemurahan alam. Sebaliknya, manusia modern berusaha sekuat-

kuatnya untuk menaklukan alam dan mengatur lebih lanjut alam

tersebut demi kemewahan hidupnya. Ilmu dan teknologi dapat

dipandang sebagai kunci untuk membuka pintu kemajuan, kemakmuan

dan kesejahteraan.

Jadi alih fungsi lahan dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya

dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan

dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu alih fungsi lahan juga

dapat disebabkan oleh faktor iklim, geologi tanah, topografi, tingkat pendidikan

dan keterampilan, mata penaharian dan teknologi.

G. DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN

Alih fungsi lahan pada umumnya memiliki dampak positif dan juga

memiliki dampak negatif. Dampak positif alih fungsi lahan adalah majunya

pembangunan dan tercukupinya fasilitas-fasilitas baik pendidikan, kesehatan,

31

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

hiburan, olah raga, transportasi dan sebagainya. Bahkan alih fungsi lahan dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dibangunnya perusahaan-

perusahaan atau pabrik-pabrik yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi

masyarakat.

Namun, alih fungsi lahan secara besar-besaran dapat mengakibatkan

dampak negatif. Alih fungsi lahan dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada

lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Sumaatmadja (dalam Sudiana, 2012, hlm.

20) mengemukakan bahwa:

Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis

yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dalam jangka

panjang akan membawa dampak negatif terhadap lahan dan lingkungan

bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri.

Selanjutnya Fajarwanto (2011, hlm. 22-23) mengemukakan bahwa:

Perubahan lingkungan yang terjadi sebagai akibat alih fungsi lahan

pertanian menjadi lahan pemukiman berupa berkurangnya lahan hijau

yang menyebabkan permukaan yang kedap air bertambah, sehingga makin

sedikit air yang meresap ke dalam tanah. Rendahnya penambahan air tanah

melalui infiltrasi pada musim hujan akan menyebabkan menurunnya

pasokan air pada musim kemarau, sementara kebutuhan air irigasi pada

musim kemarau meningkat. Dampaknya selain menurunnya luas daerah

layanan irigasi, menurunnya intensitas tanaman bahkan dapat

menyebabkan kekeringan. Kondisi demikian dapat berdampak terhadap

penurunan produksi pangan secara nasional.

Dalam penelitian Marlina (2009) di Desa Padalarang dalam kurun waktu

1998-2007 perubahan penggunaan lahan terjadi sangat cepat. Sebagian besar

penggunaan lahan pertanian berubah menjadi pemukiman, sehingga berakibat

pada debit air limpasan permukaan di daerah penelitian. Air limpasan (Run Off)

dapat diartikan sebagai air yang dalam perjalanannya menuju saluran berada di

atas permukaan tanah. Lahan pertanian yang berubah menjadi pemukiman

diantaranya tegalan, sawah irigasi dan kebun. Debit limpasan bertambah dalam

kurun waktu 10 tahun. Tahun 1998 debit air limpasan penggunaan lahan dan

pemukiman sebesar 1.265.873.607 m3/tahun. Kemudian bertambah hampir dua

kali lipat menjadi 2.351.747.214 pada 2007. Dalam waktu 10 tahun debit

32

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

limpasan penggunaan lahan pertanian dan pemukiman bertambah 1.085.873.607

m3. Apabila dihitung setiap tahunnya debit limpasan permukaan bertambah

sebesar 108.587.360,7 m3/tahun. Meningkatnya debit air limpasan permukaan

dapat merugikan manusia sendiri, karena akan memengaruhi cadangan air dan

erosi akan sering terjadi.

Sihaloho (dalam Agustin, 2014, hlm. 4) menjelaskan bahwa konversi

lahan berimplikasi pada perubahan struktur agraria. Adapun perubahan yang

terjadi, yaitu:

1. Perubahan pola penguasaan lahan. Perubahan yang terjadi akibat

konversi yaitu terjadinya perubahan penguasaan tanah. Petani pemilik

berubah menjadi penggarap dan penggarap berubah menjadi buruh

tani. Implikasi dari perubahan ini adalah buruh tani sulit untuk

mendapatkan lahan dan terjadi proses marginalisasi;

2. Perubahan pola penggunaan lahan. Konversi lahan menyebabkan

pergeseran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria. Konversi

lahan pertanian menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah

dengan intensitas pertanian yang makin tinggi;

3. Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang semakin terbatas

menyebabkan berubahnya sistem pembagian hasil, demikian juga

munculnya sistem tanah baru, yaitu sistem sewa dan jual gadai;

4. Perubahan pola nafkah agraria. Keterbatasan lahan pertanian dan

keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran mata

pencaharian dari pertanian menjadi non pertanian;

5. Perubahan sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan

kemunduran kemampuan ekonomi (pendapatan yang semakin

menurun).

Alih fungsi lahan tidak hanya berdampak terhadap perubahan lingkungan

fisik karena perubahan penggunaan lahan, tetapi juga perubahan kondisi sosial

bahkan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat karena berubahnya kondisi

alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi.

Soekanto (2007, hlm. 374) mengemukakan dampak pada sistem sosial

budaya diartikan sebagai “pelanggaran terhadap sistem sosial budaya, tubrukan

terhadapnya ataupun benturan. Hal itu berarti bahwa dalam keadaan–keadaan

tertentu terjadi masalah-masalah berfungsinya sistem sosial budaya tersebut.”

33

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Dampak sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh

faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Alih fungsi lahan berarti

menyusutnya sarana produksi petani yang menyebabkan berkurang pula

pendapatan petani, sehingga petani mengalami kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhannya kemudian petani

melakukan perubahan orientasi pekerjaan.

Masyarakat yang pada mulanya bekerja sebagai petani akan mengandalkan

pekerjaan pada sektor lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian

masyarakat yang memiliki keahlian akan bekerja pada pekerjaan lain di luar

sektor pertanian, seperti sektor industri atau jasa, sementara mereka yang tidak

memiliki keahlian lain akan menjadi pengangguran. Kemiskinan dan

pengangguran jika dibiarkan dapat memicu masalah sosial lain seperti kejahatan,

peperangan dan pelanggaran terhadap norma masyarakat.

Hal lain yang dapat menjadi masalah adalah tingginya tingkat urbanisasi.

Menurut Dirdjosisworo (dalam Naszir, 2008, hlm. 51) “urbanisasi berasal dari

kata urban (kota) yang berarti mengalirnya penduduk dari desa ke kota dalam

wilayah suatu Negara tertentu, sehingga terjadilah pemusatan penduduk di kota-

kota besar.”

Meningkatnya alih fungsi lahan menyebabkan banyak penduduk desa yang

pergi ke kota karena di kota banyak didirikan pusat-pusat industri yang dapat

menyerap tenaga kerja. Hal inilah yang mendorong terjadinya urbanisasi yang

menyebabkan ledakan jumlah penduduk di kota. Hal ini seperti pendapat Dwyer,

Sing dan Suharso (dalam Naszir, 2008, hlm. 69) berpendapat sama yaitu “sebab

dari perpindahan penduduk desa ke kota adalah karena kekurangan tanah dan

rendahnya pendidikan atau motivasi ekonomi.”

Selain itu Hauser, dkk (dalam Naszir, 2008, hlm. 70) mengemukakan

faktor-faktor yang memengaruhi urbanisasi yaitu :

1. Perubahan teknologi yang lebih cepat di bidang pertanian dari pada di

bidang bukan pertanian, yang mempercepat arus penduduk dari

pedesaan;

34

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2. Kegiatan produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota.

3. Pertambahan alami yang tinggi di pedesaan;

4. Susunan kelembagaan yang membatasi daya serap pedesaan, seperti:

sistem pemilikan tanah, kebijakan harga dan pajak yang bersifat

menganak-emaskan penduduk perkotaan;

5. Layanan pemerintah yang lebih berat pada perkotaan;

6. Kelembagaan (inertia) faktor negatif yang menahan penduduk tetap

tinggal di pedesaan;

7. Kebijakan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan tujuan

mengurangi arus penduduk dari pedesaan ke perkotaan.

Dampak urbanisasi terhadap masalah perkotaan menurut Naszir (2008,

hlm. 91-94) :

1. Melonjaknya jumlah penduduk

Perpindahan penduduk ke perkotaan menyebabkan meningkatnya

jumlah penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk yang besar di kota

menambah masalah baru terutama kepadatan penduduk akan

berpengaruh pada sanitasi lingkungan, pemukiman kumuh,

kriminalitas dan lain sebagainya.

2. Menjamurnya sektor informal

Sektor informal timbul sebagai produk perekonomian kota dan adanya

urbanisasi. Kegiatan sektor informal ini dapat disebutkan seperti,

pedagang kaki lima, penjual surat kabar, pedagang rokok di

perempatan jalan yang strategis, dan sebagainya. Mereka yang terjun

ke dalam kegiatan sektor informal ini sebagian besar tidak dibekali

keterampilan dan bekal yang cukup, oleh karena itu untuk mencukupi

kebutuhan hidup dan mempertahankan kehadirannya mereka terjun ke

dalam kegiatan sektor informal. Sektor informal didefinisikan sebagai

kegiatan ekonomi yang bersifat marginal (kecil-kecilan) yang

mempunyai beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak

tersentuh peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak

tetap, berdiri sendiri, berlaku di kalangan masyarakat berpenghasilan

rendah, tidak memerlukan keahlian dan keterampilan khusus,

lingkungan kecil/keluarga, dan tidak mengenal sistem perbankan,

pembukuan maupun perkreditan.

3. Kemerosotan lingkungan kota

Kemerosotan lingkungan kota dapat dilihat dari semakin banyaknya

penduduk pendatang mendiami lokasi-lokasi di luar kemampuan

dukungan lingkungan tempat mereka tinggal, akibatnya daerah itu

semakin padat, bangunan semakin berhimpitan, penyempitan sungai

karena pinggirannya didirikan bangunan liar yang dapat menyebabkan

banjir di musim hujan. Selain itu polusi udara akibat tingginya

pertambahan kendaraan bermotor dan permasalahan sampah juga

35

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

menjadi indikator kemerosotan lingkungan akibat tingginya jumlah

penduduk di perkotaan akibat urbanisasi.

4. Timbulnya pengangguran, gelandangan dan kriminalitas

Urbanisasi yang mengakibatkan kepadatan dan konsentrasi penduduk

yang berlebihan di perkotaan dapat menimbulkan berbagai masalah

kebutuhan pokok seperti makanan, lapangan kerja, perumahan,

pendidikan dan lain sebagainya. Dahulu di desa-desa tidak dikenal

adanya masalah pengangguran dan gelandangan atau sifatnya sangat

kecil sekali dan merupakan pengecualian, tetapi sekarang jumlahnya

sudah mulai meningkat dan memacu mereka untuk pergi ke kota.

Gejala pengangguran, gelandangan, dan kriminalitas di daerah

perkotaan sering disebutkan karena produk urbanisasi yang sangat

diperhitungkan sebagai indikator masalah dalam pembangunan kota.

Alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran di desa oleh

karena itu mereka bermigrasi ke kota, umumnya mereka yang

merupakan pekerja kasar atau petani dengan latar belakang pendidikan

yang rendah tidak mudah dalam mencari pekerjaan yang layak sesuai

harapan hidup yang layak. Akibatnya mereka asal bekerja untuk

mempertahankan hidup di kota, hal ini mendorong timbulnya

gelandangan dan kejahatan-kejahatan di kota-kota.

5. Masalah pengadaan perumahan

Tingginya arus urbanisasi akibat alih fungsi lahan pertanian

menyebabkan masalah perumahan di perkotaan. Berbeda dengan

situasi di desa-desa lahan untuk perumahan masih tersedia dengan

harga dan pembangunan perumahan relatif murah; rata-rata keluarga

dapat mendirikan rumah mereka yang secara kuantitatif perumahan di

pedesaan tidak menjadi masalah, hanya dari segi kualitatif mungkin

masih membutuhkan pendidikan teknik konstruksi maupun bangunan,

yang sudah tentu berbeda dan bertolak belakang masalahnya dengan

kondisi di kota-kota. Jumlah penduduk kota yang bertambah akibat

arus urbanisasi menyebabkan kebutuhan terhadap perumahan juga

meningkat. Sementara jumlah lahan di perkotaan terbatas dan harga

lahan serta pembangunanya relatif mahal, sehingga banyak para

pendatang di perkotaan mendirikan bangunan-bangunan liar untuk

tempat tinggal. Bangunan liar yang didirikan di lahan yang bukan

untuk perumahan dan konstruksi seadanya menyebabkan timbulnya

perkampungan-perkampungan kumuh di perkotaan.

Alih fungsi lahan tidak hanya berdampak terhadap perubahan lingkungan

fisik karena perubahan penggunaan lahan, tetapi juga perubahan kondisi sosial

bahkan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat karena berubahnya kondisi

36

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi. Dampak

sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh faktor ekonomi

seperti kemiskinan dan pengangguran. Meningkatnya kemiskinan dan

pengangguran di desa dapat menyebabkan meningkatnya arus urbanisasi karena

masyarakat pindah dan mencari pekerjaan di kota. Tingginya arus urbanisasi

dapat menyebabkan berbagai permasalahan di kota diantaranya dapat

menyebabkan melonjaknya pertumbuhan penduduk, menjamurnya sektor

informal, kemerosotan lingkungan kota, timbul pengangguran, gelandangan dan

kriminalitas serta masalah pengadaan perumahan sehingga menimbulkan

lingkungan kumuh di perkotaan.

H. DAERAH PINGGIRAN KOTA

Daerah pinggiran kota sebagai suatu wilayah perluasan kegiatan

perkembangan kota dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang diakibatkan

oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang dapat menyebabkan

perubahan secara fisik seperti perubahan tata guna lahan, demografi,

keseimbangan lingkungan, serta kondisi sosial ekonomi. Meningkatnya

pemukiman di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya

kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan.

Giyarsih (dalam Rolina, 2013, hlm. 7) mengemukakan bahwa “daerah

pinggiran kota didefinisikan sebagai daerah yang berada dalam proses transisi dari

daerah pedesaan menjadi perkotaan.” Selanjutnya Kurtz dan Eicher (dalam

Daldjoeni, 1987, hlm. 48) mengemukakan enam definisi rural-urban fringe:

1. Kawasan dimana tata guna lahan rural dan urban saling bertemu dan

mendesak di periferi kota;

2. Rural-urban fringe meliputi semua kebutuhan semua sub-urban, kota

satelit dan terotorium lain yang terlokasi langsung di luar kota dimana

tenaga kerja terlibat di bidang non agraris;

3. Suatu kawasan yang letaknya di luar perbatasan kota yang resmi,

tetapi masih ada di dalam jarak melajo (commuting distance);

4. Kawasan di luar kota yang penduduknya berkiblat ke kota (urban

oriented residents);

37

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

5. Suatu kawasan pedesaan yang terbuka, yang dihuni oleh orang-orang

yang bekerja di kota;

6. Suatu daerah dimana bertemu mereka yang berpangku jiwa di kota

dan di desa.

Daerah pinggiran kota sebagai daerah transisi, daerah ini berada dalam

tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat yang berdampak pada

perubahan lingkungan secara fisik termasuk alih fungsi lahan pertanian ke lahan

non pertanian dengan berbagai dampaknya.

I. PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL

1. Pendidikan Untuk Perubahan

Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah :

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf

Pendidikan disini harus mampu berperan untuk melakukan analisis

kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi untuk dapat mempersiapkan

masyarakat agar tercipta Sumber Daya Manusia yang unggul.

Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggungjawab.

www.academia.edu/4784240/SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL

Dalam Undang-Undang di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi

pendidikan nasional adalah sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya

perubahan berupa pengembangan kemampuan peserta didik, pembentukan watak

38

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dan peradaban, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggungjawab.

Peserta didik merupakan bagian dari masyarakat. Menurut Setiadi dan

Kolip (2011, hlm. 609), “tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan,

sebab kehidupan sosial adalah dinamis.” Pendidikan harus mampu membekali

peserta didiknya sebagai bagian dari masyarakat untuk menjadi generasi yang siap

menghadapi segala bentuk perubahan dan pendidikan harus mampu menjadi agen

perubahan, maksudnya pendidikan harus mampu menjadi perantara terhadap

adanya perubahan.

Pendidikan sebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala

pengetahuan tentunya menjadi agen penting yang ikut menentukan perubahan

sosial masyarakat ke depan. Karena perubahan sosial mengacu pada kualitas

masyarakat, sementara kualitas masyarakat tergantung pada kualitas pribadi-

pribadi anggotanya maka tentunya lembaga pendidikan memainkan peranan yang

cukup signifikan menentukan sebuah perubahan sosial yang mengarah kepada

kemajuan.

Proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan peserta didik yang

memiliki kemampuan dan potensi secara intelektual dan memiliki watak dan

akhlak yang terpuji sebagai bagian dari masyarakat. Pendidikan diharapkan

mampu untuk menghasilkan generasi muda seperti yang digambarkan dalam

Undang-Undang tersebut sehingga dapat membawa perubahan sosial yang positif

bagi suatu bangsa di masa depan.

2. Pendidikan Sosiologi Dalam Mengkaji Perubahan Sosial

Pendidikan sosiologi adalah aplikasi prinsip-prinsip sosiologi pada

lembaga pendidikan sebagai unit sosial. Adapun ruang lingkup pendidikan

sosiologi menurut Halim (2013) meliputi:

a. Analisis terhadap pendidikan selaku alat kemajuan social

39

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

b. Educational Sociology sebagai pemberi tujuan bagi pendidikan

c. Aplikasi sosiologi terhadap problema-problema pendidikan

d. Proses pendidikan merupakan proses sosialisasi

e. Pengajaran sosiologi untuk tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian

pendidikan

f. Peranan pendidikan di masyarakat

g. Pola interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat

h. Ikhtisar berbagai pendekatan terhadap educational sociology

www.academia.edu/4929242/RESUME_MATERI_SOSIOLOGI_PENDIDIKAN

Pendidikan Sosiologi berperan untuk menciptakan pendidikan yang mampu

untuk menjawab tantangan dari adanya perubahan sosial yang terjadi pada

masyarakat. Pada dasarnya setiap masyarakat pasti mengalami perubahan.

Perubahan masyarakat dapat berupa perubahan lambat dan cepat atau secara

evolusi dan revolusi. Perubahan yang menyangkut kehidupan manusia disebut

perubahan sosial dapat meliputi nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola

perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam

masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.

Perubahan sosial menurut Moore (dalam Ranjabar, 2008, hlm. 15)

mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari struktur sosial,

dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi

sosial.” Hans Garth dan C.Wright Mills (dalam Setiadi dan Kolip, 2011, hlm. 610)

mendefinisikan perubahan sosial adalah “apapun yang terjadi (kemunculan,

perkembangan, dan kemunduran), dalam kurun waktu tertentu terhadap peran,

lembaga, atau tatanan yang meliputi struktur sosial.”

Selanjutnya Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2007, hlm. 263)

mengemukakan definisi perubahan sosial dengan lebih rinci yaitu:

Perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup

yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,

kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena

adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Berdasarkan definisi-definisi ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

perubahan sosial yaitu perubahan cara hidup pada suatu masyarakat yang

40

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dipengaruhi oleh kondisi geografis atau alam, kebudayaan material, jumlah

penduduk dan penemuan baru dalam masyarakat.

Eisenstadt (dalam Halim, 2013) mengemukakan bahwa:

Perubahan sosial berlangsung melalui proses perubahan institusionalisasi

dalam bentuk, potensi dan tempo yang berbeda-beda. Meskipun demikian,

tidak semua proses perubahan sosial melahirkan perubahan pada semua

sistem institusi yang ada di masyarakat.

www.academia.edu/4929242/RESUME_MATERI_SOSIOLOGI_PENDI

DIKAN

Berdasarkan pendapat Eisenstadt perubahan sosial berlangsung melalui

proses perubahan institusionalisasi dalam bentuk, potensi dan tempo yang

berbeda-beda. Salah satu institusi yang ada di masyarakat adalah pendidikan.

Dalam salah satu perannya pendidikan berusaha memelihara warisan budaya suatu

masyarakat, tetapi di samping itu pendidikan harus mampu untuk menghilangkan

kepincangan kebudayaan (cultural lag) yang ada di masyarakat. Sehingga

disinilah pendidikan khususnya pendidikan sosiologi harus dapat berperan untuk

dapat menyesuaikan budaya lama dengan budaya baru.

J. PENELITIAN TERDAHULU

Rustandi (2009) dalam penelitiannya di Kecamatan Cileunyi, dalam kurun

waktu lima belas tahun antara tahun 1994 sampai tahun 2008 terjadi konversi

lahan seluas 407,1 Ha atau sekitar 13,91% dari luas keseluruhan Kecamatan

Cileunyi yaitu 2.926,5 Ha. Konversi lahan yang terjadi pada lahan pertanian

disebabkan oleh alih fungsi lahan dari penggunaan lahan pertanian menjadi

pemukiman atau perumahan sebagai dampak dari laju pertumbuhan penduduk di

Kecamatan Cileunyi yang semakin meningkat. Oleh karena itu di wilayah

Kecamatan Cileunyi banyak terjadi konversi lahan pertanian menjadi non

pertanian (pemukiman atau perumahan), sehingga konversi lahan ini banyak

berpengaruh baik kepada fisik lahan itu sendiri maupun penduduk yang berada di

wilayah Kecamatan Cileunyi. Konversi lahan berpengaruh terhadap mata

41

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

pencaharian penduduk, sebelum terjadi konversi lahan atau khususnya pada tahun

1994 mata pencaharian pokok responden yang paling banyak adalah wiraswasta

51,39%, PNS 18,05%, petani penggarap dan pemilik 11.11%, petani buruh

14,17%, petani penyewa dan penggarap 14,17%, pedagang 7,8% dan belum

bekerja 8,33%. Setelah terjadi konversi lahan pada tahun 2008 mata pencaharian

pokok penduduk mengalami perubahan yaitu, wiraswasta 47,22%, PNS 22,22%,

petani buruh 12,5%, penggarap pemilik 9,72%, pedagang 6,95% dan jasa 1,39%.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa mata pencaharian pokok

sebagai petani (penggarap dan pemilik), petani (penyewa dan penggarap) dan

buruh tani mengalami penurunan. Selain itu konversi lahan juga berpengaruh

terhadap kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah Kecamatan Cileunyi.

Konversi lahan berpengaruh terhadap luas kepemilikan lahan, harga tanah

penduduk, pendapatan penduduk, kepemilikan penduduk, pendidikan penduduk,

serta ketersediaan fasilitas kesehatan yang mana semua kondisi sosial ekonomi

tersebut mengalami perubahan yang sangat signifikan akibat adanya konversi

lahan dari lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Cileunyi.

Komala (2011) dalam penelitiannya di Desa Cimanggu Kecamatan

Cisalak Kabupaten Subang antara tahun 2000-2010 perubahan pada lahan <0,5

Ha, mengalami perubahan sebesar 1%, karena sudah digunakan oleh penduduk

setempat sebagai lahan pemukiman mereka sendiri, kemudian terjadi perubahan

dengan luas lahan 0,5 Ha – 1 Ha sebanyak 2,7%, namun perubahan fungsi lahan

diakibatkan oleh pengalihfungsian lahan pertanian di Desa Cimanggu Kecamatan

Cisalak Kabupaten Subang dengan luas lahan 1 Ha – 3 Ha berkurang sebanyak

2,7 % karena berubah fungsi menjadi lahan pemukiman. Terjadi perubahan mata

pencaharian penduduk antara tahun 2000 – 2010, sebelum alih fungsi lahan

pertanian mata pencaharian yang mendominasi yaitu petani sawah, namun setelah

adanya alih fungsi lahan pertanian ke pemukiman, jumlah petani sawah

berkurang sekitar 26,7%, jumlah ini sangat banyak mengingat Desa Cimanggu

Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang, merupakan salah satu desa yang memiliki

42

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan (Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

lahan pertanian/pesawahan yang sangat luas. Kebanyakan dari mereka memilih

menjadi petani kebun sebanyak 7,3%, sebagian menjadi petani tegalan 6,7% dan

sebagian lagi menjadi pedagang sebanyak 2,6%. Pendapatan penduduk

mengalami perubahan, sebelum alih fungsi pertanian penduduk yang mempunyai

pendapatan <Rp. 500.000 mengalami perubahan sebesar 13,3%, jumlah ini

berkurang sebesar 13,3%, penduduk yang mempunyai pendapatan Rp. 500.000 –

Rp. 1000.000 setelah alih fungsi lahan mengalami peningkatan yaitu sebanyak

6,3%, penduduk yang mempunyai pendapatan > Rp.1000.000 juga mengalami

perubahan sebanyak 6,6%.