bab ii kajian pustaka 2.1 pembelajaran ipa di kelas v...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran IPA di Kelas V SD
2.1.1 Hakikat IPA di SD
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari sains. Sanis
(science) diambil dari kata latin scientia yang artinya harifahnya adalah
pengetahuan.IPA (sains) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains
menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk
mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah, kemudian disarankan untuk mencari tahu dan berbuat
sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pengalaman dan pemahaman
yang mendalam tentang alam sekitar.
Hakikat IPA ada 3 yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan
sikap. Proses IPA adalah langkah yang dilakukan untuk memperoleh produk IPA,
proses IPA ada 2 yaitu proses empirik dan proses analitik. Proses empirik suatu
proses IPA yang melibatkan panca indera. Yang termasuk proses empirik adalah
observasi, pengukuran, dan klasifikasi.
Hakikat IPA terdiri dari 3 yaitu:
1) IPA sebagai proses yaitu: proses mendapatkan IPA melalui suatu proses atau
metode ilmiah
2) Hakikat IPA sebagai produk terdiri dari:
a. Fakta yaitu sesuatu yang dapat dibuktikan kebenaranya
b. Konsep yaitu kumpulan dari fakta-fakta yang diberikan
c. Prinsip
d. Teori/hukum
3) Hakikat IPA sebagai sikap ilmiah, sikap ilmiah yang dapat dikembangkan di
SD yaitu:
8
a. Sikap ingin tahu
b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru
c. Sikap kerjasama
d. Sikap tidak putus asa
e. Sikap tidak berprasangka
f. Sikap mawas diri
g. Sikap bertanggungjawab
h. Sikap berpikir bebas
i. Sikap kedisiplinan diri
Tujuan Pembelajaran IPA menurut KTSP (Depdiknas, 2006):
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tekhnologi dan
masyarakat
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturanya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan
6) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) mengatakan bahwa “IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”
Sutrisno (2007: 18) menjelaskan bahwa “IPA merupakan usaha manusia
dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada
9
sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true) dan dijelaskan dengan
penalaran yang salah (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth)”.
Menurut Trianto (2010: 136) “IPA dalah suatu kumpulan teoti yang
sistematis, penerapanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti, observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dam sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat didimpulkan bahwa IPA adalah ilmu yang
mempelajari alam dan keadaan sekitar.
2.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian / ilmu, berlatih, berubah tingkah laku, atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan menurut Gagne dalam Whandi (2007)
belajar di definisikan sebagai “suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya akibat suatu pengalaman”. Slameto (2003: 5) “belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dengan demikian dapat disimpulkan belajar adalah perubahan tingkah
laku pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri.Jadi
dapat diartikan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang
menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.
Menurut Darsono (2002: 24-25) “pembelajaran sebagai suatu kegiatan
yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswwa berubah
kearah yang lebih baik”. Sedangkan secara khusus pembelajaran dapat diartikan
sebagai berikut:
10
1) Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru
membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan
(stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang
diinginkan).
2) Teori kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai cara guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan
memahami apa yang sedang dipelajari
3) Teori gestalt, mejelaskan bahwa pembelajaran merupakan usaha guru untuk
memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih
mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi gestalt (pola bermakna)
4) Teori humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan
kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara
mempelajarinya sesuai minat dan kemampuan
Mata pelajaran IPA di SD adalah progam untuk menanamkan dan
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai alamiah kepada siswa
serta tidak lepas dari kecintaan kepada Tuhan YME.
2.2 Motivasi Belajar
2.2.1 Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat
memicu timbulnya rasa semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia
atau individu untuk menuju pada hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri.
Sardiman (2008: 75) mendefinisikan motivasi sebagai keseluruhan daya
penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi adalah perubahan dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi dapat
ditinjau dari dua sifat, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah kegiatan bertindak yang disebabkan pendorong dari dalam
individu, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang keberadaanya
11
karena pengaruh dari luar individu.Tingkah laku yang terjadi dipengaruhi oleh
lingkungan. Dalam penelitian ini yang peneliti tekankan yaitu pada motivasi
intrinsik saja.
Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh
energi, terarah, dan bertahan lama (Suprijono, 2009: 163). Sedangkan menurut
Bhophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon
kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang
bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari
aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan
pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bias memahaminya, dan
menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu siswa
juga meiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin
tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu
topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Dari pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar
adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang
memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai
tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat
penting, dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat, dan
mengarahkan proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam
belajar.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar IPA di SD
Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar siswa, yaitu :
a. Harapan guru
b. Intruksi langsung
c. Umpan balik (feedback) yang tepat
d. Penguatan dan hadiah
e. Hukuman
12
Sebagai pendukung kelima faktor diatas, Sadirman (2000) menyatakan
bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi
dalam kegiatan belajar adalah:
a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan
tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.
b. Persaingan / kompetisi
c. Ego-invilvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan
pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras
dengan mempertaruhkan diri.
d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat
belajar kalau mengetahui aka nada ulangan.
e. Memberikan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar
terutama kalau terjadi kemajuan.
f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini
merupakan bentuk penguatan positif.
2.3 Hasil Belajar
2.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki
arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki
pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau
ilmu.Disini, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhanya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang
belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu,
memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu
(Furdyartanto, 2002: 13)
Hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami
suatu bahan yang telah diajarkan, dapat diketahui dalam penilaian yang dilakukan
oleh guru. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar adalah hasil
belajar yang diukur melalui tes (http://wawan-junaidi.blogspot.com).
13
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana
Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Damyanti dan Mudjiono
(2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Dari pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya.Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang
berrujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat
kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sugihartono, dkk.(2007: 76-77) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang belajar. Faktor
internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor eksternal
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar diatas, peneliti
menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan model kooperatif tipe Make-a
match, dengan menggunakan model ini maka siswa dituntut aktif dalam proses
pembelajaran.
2.3.3 Pengukuran Hasil Belajar
Di dalam proses belajar mengajar selalu diperlukan adanya pengukuran
hasil belajar peserta didik untuk menentukan sejauh mana peserta didik telah
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Hasil belajar peserta
14
didik di berbagai kawasan belajar dapat diukur dengan menggunakan bermacam-
macam instrument, tergantung dari apa yang akan diukur. Di bawah ini terdapat
contoh kawasan belajar dan instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur hasil
belajar di kawasan tersebut (Thorndike & Hagen, 1977):
Kawasan Belajar Instrumen Pengukuran
Kognitif a. pilihan ganda
b. esai
c. penjodohan
d. betul – salah
e. pengisian
Psikomotorik Tes tertulis
Laporan
Lembar observasi
Daftar check/rating scale
Lembar kerja
Afektif Kuesioner
Lembaran penilaian diri
Skala sikap
Dalam pengukuran hasil belajar IPA di SD tidak hanya menggunakan satu
instrument saja namun menggunakan lebih dari satu instrument, hal ini
dikarenakan pengukuran hasil belajar siswa untuk memperoleh hasil yang
komprehensif. Untuk penelitian ini peneliti menggunakan instrument penilaian
berupa tes pilihan ganda dan observasi sehingga akan didapatkan hasil akhir.
2.4 Model Kooperatif tipe Make-a Match
2.4.1 Pengertian Model Kooperatif type Make a Match
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa
untuk bekerja dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan
tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama. Model kooperatif
merupakan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mencapai
kompetensinya dengan menekankan kerjasama antar siswa.
Karakteristik model pembelajaran kooperatif tipe make-a match adalah
adanya permainan “mencari pasangan”. Permainan “mencari pasangan”
menggunakan kartu yang brisi soal dan jawaban dari kartu lain. Siswa mencoba
15
menemukan jawaban dari soal dalam kartunya yang terdapat pada kartu yang
dipegang siswa lain. Model pembelajaran koopeerative tipe make-a match cocok
digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa karena pada model
pembelajaran ini siswa dibeli kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain,
suasana belajar dikelas dapat disiptakan sebagai suasana permainan, ada
kompetisi antar siswa untuk memecahkan masalah yang terkait dengan pelajaran
serta adanya penghargaan (reward), sehingga siwa dapat belajar dengan suasana
menyenangkan.
Model pembelajaran kooperatif tipe make-a match merupakan
pembelajaran yang dikembangkan oleh Lome Curran pada tahun 1994. Salah satu
keuntungan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
konsep atau dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini digunakan dalam
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Anita Lie,
2003: 55)
2.4.2 Langkah-langkah Make-a match:
1) Guru menjelaskan materi yang ingin dicapai
2) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep / unsur yang
cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainya
adlah jawaban.
3) Setiap siswa mendapat sebuah kartu yang berisi soal atau jawaban
4) Setiap siswa memikirkan jawaban-jawaban atau soal yang dipegang
5) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (soal-jawaban)
6) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu tiba akan
mendapat poin
7) Setelah satu babak kartu di kocok lagi agar semua siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya
8) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainya yang memegang kartu
yang cocok
9) Bersama-sama dengan siswa guru menarik kesimpulan.
16
Akan tetapi ada sedikit penambahan/pengurangan oleh peniliti dengan
maksud menyesuaikan materi dan menyesuaikan kondisi siswa. Adapun
penerapan model kooperatif tipe Make a Match adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Kegiatan Pendahuluan
Apersepsi
1) Memotivasi siswa dengan menyanyikan sebuah lagu yang sesuai
dengan topik yang akan dipelajari
2) Menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Tahap Penyampaiann dan Pelatihan
Pada tahap kegiatan pembelajaran inti menggunakan metode yang
disesuaikan karakteristik siswa dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Langkah-langkah pertama dalam kegiatan inti, guru:
1) Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
2) Menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan kartu jawaban
3) Setiap siswa mendapatkan kartu yang tertuliskan soal/jawaban
4) Membunyikan peluit pertanda permainan make a match telah dimulai
5) Mengontrol kerja siswa dalam mencari pasanganya dan membantu siswa jika
terdapat hal-hal yang belum dipahami
b. Kegiatan inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan Eksplorasi:
(1) Menunjukkan kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban
(2) Bertanya jawab seputar kartu-kartu soal dan kartu-kartu jawaban
(3) Melalui Tanya jawab guru menjelaskan tentang materi
(4) Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran make
a match
17
Elaborasi
Dalam kegiatan Elaborasi:
(1) Menjelaskan tentang materi yang akan disampaikan
(2) Dengan tanya jawab disertai contoh, guru menjelaskan materi
yang disampaikan
(3) Menjelaskan cara permainan make a match (mencari pasangan)
(4) Membagikan kartu soal dan kartu jawaban secara acak kepada
siswa, setiap siswa mendapatkan satu kartu
(5) Siswa memikirkan jawaban dari kartu jawaban kemudian mencari
pasangan kartu yang telah mereka dapatkan
(6) Memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan make a match
(7) Memberikan poin kepada siswayang dapat mencocokan kartu
sebelum batas waktu
(8) Guru mengocok kartu-kartu yang berbeda untuk permainan make
a match untuk babak kedua
(9) Melalui Tanya jawab guru bersama siswa mengoreksi jawaban
dari masing-masing kartu soal yang telah didapat oleh masing-
masing siswa
Konfirmasi
Dalam kegiatan Konfirmasi:
(1) Memberikan kesempatan bertanya kepada siswa tentang materi
yang belum dipahami siswa
(2) Melalui Tanya jawab guru bersama siswa menyimpulkan materi
yang telah dipelajari
(3) Guru memberikan siswa soal evaluasi
3. Tahap Penampilan Hasil, Kesimpulan, dan Refleksi
c. Kegiatan Penutup
(1) Melalui Tanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,
memberikan penguatan dan mengulangi kesimpulan yang sudah
dibuat
(2) Memberikan PR kepada siswa
18
2.4.3 Manfaat make-a match:
1) Dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa baik kognitif maupun afektif
2) Karena ada unsur permainan pembelajaran ini menyenangkan
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
5) Efektif melatih siswa untuk menghargai waktu
6) Efektif melatih siswa untuk berpresentasi
2.4.4 Kelemahan make-a match dan Upaya Mengatasi Melalui Pembelajaran:
Jika kelas terlalu gemuk (di atas 30 siswa) akan muncul suasana seperti
pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi dengan
menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa, sebelum dimulai
permainan.
Pembelajaran kooperatif tipe make a match memiliki kelemahan yaitu
sebagai berikut:
1) Diperlukan bimbingan guru untuk melakukan kegiatan
2) Waktu yang tersedia dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main
dalam pembelajaran
3) Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai
4) Pada kelas yang gemuk (> 30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana maka yang
muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali.
Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas dikiri
kananya. Apalagi jika kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bias diantisipasi
dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum
„pertunjukan‟ dimulai. Pada dasarnya mengendalikan kelas itu bagaimana kita
memotivasinya pada langkah pembukaan.
2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai acuan dalam pembuatan penelitian ini maka peneliti
menggunakan beberapa kajian sebagai perbandingan. Acuan tersebut adalah
sebagai berikut:
19
1) Penelitian Tindakan Kelas karya Riya Yuni Astuti pada tahun 2012, dengan
judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Type Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus Semester Genap Tahun ajaran 2011/2012. Dengan
penelitian yang telah dilaksanakan terbukti terjadi peningkatan hasil belajar
siswa yang berjumlah 12 siswa, pada kondisi awalnya yang terdapat 5 siswa
yang tuntas dari KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7
siswa ataus sebesar 58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam
KKM atau sebesar 75%, dan yang belum tuntas 3 siswa atau sebesar 25%.
Sedangkan pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau
sebesar 100%, dan yang belum tuntas dalam pembelajaran sebesar 0 siswa atau
sebesar 0%. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif type make a match dapat meningkatkan hasil belajar
IPA pada siswa SD kelas V.
2) Penelitian tindakan kelas karya Noviana Irianti S pada tahun 2012, dengan
judul Penerapan Metode Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Semester II SD Negeri 05
Mulyoharjo Jepara. Dari penelitian tersebut terjadi peningkatan hasil belajar
yang pada kondisi awalnya sekor nilai rata-rata siswa 57,5. Siklus I dengan
rata-rata nilai 66,2. Siklus II dengan rata-rata nilai 78,5. Peningkatan pada hasil
belajar pada kondisi awal siklus I sebesar 61,5% dan hasil siklus I ke sklus II
88,5%. Dengan demikian maka disimpulkan bahwa melalui model make a
match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 05
Mulyoharjo Jepara pada semester II pada tahun ajar 2011/2012.
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Variabel Penelitian
No
Peneliti
Tahun
Variabel Penelitian
Hasil Belajar Motivasi
Belajar
Model kooperatif tipe
Make a Match
1 Riya Yuni Astuti 2012 √ √
2 Noviana Irianti S 2012 √ √
3 Peneliti 2014 √ √ √
20
Dari tabel 1 terlihat ada persamaanya yaitu penggunaan variabel
terikatnya tetapi ada perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya dengan
penelitian ini, yang membedakan yaitu jika penelitian sebelumnya hanya meneliti
hasil belajar yang hanya fokus pada hasilnya saja, maka dari itu peneliti
menambahkan variabel yaitu motivasi belajar, jadi tidak hanya hasil belajar
namun juga motivasi belajar.
2.6 Kerangka Pikir
Dalam proses belajar teching center (berpusat pada guru) sudah dianggap
biasa bahkan cenderung membuat siswa merasa bosan dan membuat siswa kurang
aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Model kooperatif tipe Make a
match akan digunakan untuk penelitian, karena model ini memiliki keunggulan
untuk membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran. Berikut adalah
bagan dari kerangka pikir:
Motivasi belajar siswa sangat rendah
dan hasil belajar < KKM
Kelebihan model kooperatif tipe Make A
Match:
1. Ada unsur permainan, sehingga unsur
ini menyenangkan.
2. Dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
3. Meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi yang dipelajari.
4. Dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa, baik kognitif maupun fisik.
5. Efektif melatih kedisiplinan siswa
menghargai waktu untuk belajar
Pembelajaran menggunakan
model kooperatif tipe Make
A Match
Motivasi belajar
meningkat
Hasil Belajar > KKM
Pembelajaran IPA
Guru sebagai informator Siswa pasif dalam
mengikuti pembelajaran Pembelajaran konvensional
Guru sebagai fasilitator
Siswa aktif dalam mengikuti
pembelajaran
21
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kajian teori, kajian penelitian yang relevan, dan
kerangka berpikir, maka diterapkan hipotesis tindakan yang diajukan dalam
penelitian ini yaitu ada peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar IPA pada
siswa kelas 5 melalui pendekatan make-a match di SDN Purworejo Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang semester 2 tahun ajaran 2013/2014.