bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.pdfbab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori penelitian...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian
teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory.
Grand theory dalam penelitian ini adalah teori atribusi, model teoritis stres kerja
dan coping theory. Supporting theory dalam penelitian ini adalah prosedur audit,
penghentian prematur prosedur audit, tekanan waktu, tekanan ketaatan, lokus
kendali dan komitmen profesional auditor. Kajian empiris dalam penelitian ini
berasal dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
2.1.1 Teori Atribusi
Teori atribusi mempelajari suatu proses bagaimana seseorang
menginterpretasikan terjadinya suatu peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya
(Suartana, 2010:181). Teori atribusi menjelaskan tentang cara kita menilai
individu secara berbeda, kita berupaya untuk menentukan apakah perilaku
tersebut disebabkan secara internal atau eksternal (Robbins, 2008:177). Perilaku
yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang dipengaruhi oleh kendali
pribadi seorang individu, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal
adalah perilaku yang disebabkan karena sebab-sebab luar (Robbins, 2008:177).
Ikhsan dan Ishak (2005:55) menjelaskan bahwa teori atribusi mempelajari
tentang bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan, atau
sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang berargumentasi
12
13
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal
(internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang,
seperti kemampuan dan usaha, dan kekuatan eksternal (external forces), yaitu
faktor-faktor yang berasal dari luar seperti kesulitan dalam pekerjaan (Ikhsan dan
Ishak, 2005:55). Penyebab internal cenderung mengacu pada aspek perilaku
individual, sesuatu yang telah ada dalam diri seseorang seperti sifat pribadi,
persepsi diri, kemampuan, dan motivasi. Sedangkan penyebab eksternal lebih
mengacu pada ingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang, seperti kondisi
sosial, nilai sosial dan pandangan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori atribusi dapat
digunakan sebagai dasar menemukan faktor eksternal dan internal penyebab
mengapa auditor melakukan praktik penghentian prematur atas prosedur audit.
Variabel tekanan waktu dan tekanan ketaatan merupakan faktor eksternal, berupa
kondisi situasional yang dihadapi auditor dalam melakukan prosedur audit.
Sedangkan variabel lokus kendali eksternal dan komitmen profesional merupakan
faktor internal yang dipengaruhi oleh karakteristik individual auditor. Dengan
mengetahui faktor penyebab terjadinya praktik penghentian prematur atas
prosedur audit, maka diharapkan faktor-faktor pemicu tersebut dapat
diminimalisir, sehingga probabilitas auditor untuk melakukan praktik tersebut
dapat berkurang.
2.1.2 Model Teoritis Stres Kerja
Diadaptasi dari Gibson, et al. (1995:339) suatu stressors (penyebab stres)
merupakan suatu kondisi yang dapat mengakibatkan individual merasakan stress
14
dan selanjutnya dapat berdampak pada konsekuensi stres (strain outcome).
Stressors merupakan suatu kondisi atau keadaan yang dapat mempengaruhi proses
atau kognitif individu sehingga individu merasakan stres.
Gambar 2.1
Model Teoritis Stres Kerja (Gibson dan Donnelly, 1995)
Kejadian atau kondisi yang dihadapi individu dalam lingkungannya
berpotensi sebagai stressor. Pada lingkungan kerja auditor di KAP, DeZoort dan
Lord (1998:13) mengidentifikasi berbagai stressor yang timbul dari dalam
organisasi KAP maupun dari luar organisasi KAP yang berpotensi menimbulkan
individu auditor merasakan stres dalam pelaksanaan tugas audit. Stressor yang
berasal dari dalam organisasi KAP meliputi kondisi seperti; keterbatasan waktu
untuk penyelesaian program audit, konflik peran, ambiguitas peran, beban tugas
yang berlebihan dan tuntutan dari sejawat atau dari atasan. Stressor yang berasal
dari luar organisasi meliputi kondisi seperti: tuntutan klien, kompetisi pada pasar
audit dan tuntutan ligitasi. Kondisi-kondisi tersebut berpotensi mempengaruhi
sikap, intensi dan perilaku auditor dalam pelaksanaan audit yang selanjutnya
berdampak pada kualitas audit (Otley dan Pierce, 1996:47). Pada penelitian ini
fokus perhatian adalah stressors dari dalam organisasi KAP yaitu tekanan waktu
yang dihadapi auditor untuk pelaksanaan program audit dan dilema yang dihadapi
auditor dalam penerapan standar profesi auditor, dimana klien atau pimpinan
Stressors Stres Konsekuensi
15
dapat saja menekan auditor untuk melanggar standar profesi, sebagai implikasi
dari tekanan ketaatan yang dihadapi auditor.
Gibson, et al. (1995:342) menyatakan stres sebagai suatu tanggapan yang
disebabkan oleh perbedaan karakteristik individual dalam menanggapi tuntutan
permintaan lingkungan, situasi, atau kejadian yang menetapkan permintaan
psikologis atau fisik berlebihan pada diri seseorang. Berdasarkan definisi tersebut,
potensi seseorang akan mengalami stres ketika suatu kondisi lingkungan
dirasakan menimbulkan permintaan yang dapat mengancam mereka, dimana
permintaan tersebut melebihi kapasitas dan sumber daya yang mereka miliki.
Suatu kondisi atau keadaan tertentu dapat mengakibatkan individu mengalami
stres, namun kondisi atau keadaan yang sama belum tentu membuat orang lain
mengalami stres.
Konsekuensi stres mengacu pada sikap dan perilaku yang berhubungan
dengan stimulus tekanan dan respon stres (Beehr, 1998). Model teoritis stres kerja
yang diuraikan di atas, menyatakan stres yang dirasakan individu merupakan
interaksi antara faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal (Kelley, 1990).
Secara spesifik, teori ini menyatakan stres akan berdampak pada sikap, intensi dan
perilaku yang dipengaruhi oleh karakteristik individual. Dengan perkataan lain,
tingkat stres yang dirasakan serta tindakan yang dipilih individual untuk
mengatasi stressors dipengaruhi oleh karakteristik individual. Hubungan antara
stressor, stres dan konsekuensi stres seperti yang digambarkan pada model teoritis
stres kerja di atas, dapat diadopsi sebagai kerangka teoritis untuk menjelaskan dan
memprediksi perilaku auditor dalam pelaksanaan program audit.
16
Anggaran waktu audit merupakan elemen penting dari mekanisme
operasional dan sistem kontrol yang digunakan KAP dalam perencanaan dan
monitoring suatu penugasan audit (Kelley, 1990). Oleh karena itu, anggaran
waktu audit dapat mengakibatkan auditor merasakan tekanan dalam melaksanakan
tugas audit yang selanjutnya mempengaruhi perilaku kerja mereka. Selain itu
dalam menjalankan fungsinya, auditor juga mendapatkan tekanan dari atasan dan
kliennya, sehingga auditor dihadapkan pada sebuah dilema penerapan standar
profesi auditor. Klien atau pimpinan dapat saja menekan auditor untuk melanggar
standar profesi auditor. Hal ini tentunya akan menimbulkan tekanan pada diri
auditor untuk menuruti atau tidak menuruti kemauan klien maupun pimpinannya.
Pada situasi ini auditor mengalami dilema, satu sisi jika auditor mengikuti
keinginan klien maka ia melanggar standar profesi. Tetapi jika auditor tidak
mengikuti klien maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP
auditornya.
2.1.3 Coping Theory
Coping theory berhubungan dengan tindakan adaptasi yang dilakukan oleh
individu dalam merespon kondisi pengganggu yang terjadi di lingkungannya.
Coping theory adalah suatu proses menangani permasalahan lingkungan,
meningkatkan usaha untuk memecahkan permasalahan personal dan interpersonal,
dan meminimumkan atau mentoleransi tekanan (stres). Lazarus dan Folkman
(1984) mendefinisikan coping sebagai usaha-usaha kognitif yang digunakan untuk
mengelola permintaan yang dinilai melebihi sumber daya dari orang tersebut.
Proses yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dapat dilakukan
17
melalui dua proses yang terus menerus saling mempengaruhi dengan yang lainnya
(Lazarus dan Folkman, 1984:14). Kedua proses tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, individu akan melakukan proses penilaian (appraisal), yaitu proses
mengevaluasi konsekuensi dari suatu keadaan atau kejadian. Individu akan
menilai sifat dari keadaan tertentu dan pentingnya bagi individu tersebut dan
relevansinya. Proses penilaian awal ini disebut juga dengan penilaian primer
(primer appraisal). Kedua, individu akan melakukan tindakan berbeda untuk
mengatasi kondisi yang dihadapi, yang disebut dengan usaha penanggulangan
masalah (coping efforts). Individu akan menggabungkan usaha-usaha kognitif
(cognitive efforts) dan usaha-usaha perilaku (behavioral efforts), dimana
keduanya dapat dikatakan sebagai usaha berfokus masalah (problem focused) atau
usaha berfokus emosi (emotion focused) (Lazarus dan Folkman, 1984:16).
Strategi penanggulangan mana yang dipilih oleh seseorang tergantung
pada keyakinan individu atas kesempatan sukses yang lebih besar yang akan
diperolehnya dalam menanggulangi masalah. Penanggulangan berfokus emosi
(emotion focused coping) terjadi terutama ketika individu merasa memiliki
kontrol yang terbatas pada suatu kondisi yang dihadapi, pada pihak lain
penanggulangan berfokus masalah (problem focused coping) digunakan terutama
ketika individu merasa memiliki kontrol yang besar pada kondisi yang
dihadapinya (Lazarus dan Folkman, 1984:16). Keyakinan individu tentang
kemampuan mereka dalam melakukan kontrol atas stressors dipengaruhi oleh
karakteristik individual.
18
Tekanan waktu dan tekanan ketaatan menjadi kondisi pengganggu bagi
auditor untuk menyelesaikan program audit sesuai dengan prosedur audit. Dalam
hal ini, auditor akan melakukan penilaian atas pentingnya pemenuhan anggaran
waktu, kecukupan anggaran waktu, dan kemampuan mereka untuk menyelesaikan
prosedur audit dalam batas anggaran waktu serta konsekuensi yang akan timbul
jika pelaksanaan program audit melampaui anggaran waktu. Selain tekanan
waktu, auditor juga perlu memperhitungkan situasi yang menyebabkan terjadinya
konflik kepentingan auditor dengan manajemen perusahaan dan atasan, sehingga
situasi tekanan ketaatan yang menjadi salah satu dilema penerapan standar profesi
auditor dalam pengambilan keputusannya dapat diatasi.
Berdasarkan penilaian tersebut, auditor akan memilih strategi yang akan
dilakukan dalam melaksanakan program audit dalam batas anggaran waktu dan
dalam situasi tekanan ketaatan. Strategi penanggulangan mana yang dipilih
individu auditor dalam penyelesaian tugas audit bergantung pada keyakinan
individu auditor atas kemampuan mereka melakukan kontrol tekanan waktu audit
dan tekanan ketaatan yang mereka alami, dalam hal ini kontrol tersebut
dipengaruhi karakterisitik individual auditor. Mengacu pada coping theory,
auditor yang meyakini dapat melakukan kontrol terhadap tekanan waktu dan
tekanan klien kemungkinan cenderung memilih strategi penanggulangan berfokus
masalah yang dapat diwujudkan melalui tindakan-tindakan seperti meminta
tambahan anggaran waktu atau bekerja lebih sungguh-sungguh. Pada pihak lain,
auditor yang meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan yang terbatas dalam
melakukan kontrol terhadap anggaran waktu audit dan tekanan ketaatan
19
kemungkinan cenderung memilih strategi penanggulangan berfokus emosi yang
dapat diwujudkan melalui tindakan penyimpangan prosedur audit seperti
melakukan prematur prosedur audit. Mekanisme penanggulangan mana yang
dipilih oleh seseorang tergantung pada keyakinan individu atas kesempatan-
kesempatan sukses yang lebih besar yang akan diperolehnya dalam
menanggulangi masalah (Lazarus dan Folkman, 1984:19). Pada penelitian ini
karakteristik individual auditor yang dikaji adalah adalah lokus kendali eksternal
dan komitmen profesional auditor terhadap profesinya.
2.1.4 Prosedur Audit
Prosedur audit adalah rincian instruksi untuk pengumpulan jenis bukti
audit yang diperoleh pada suatu waktu tertentu, saat berlangsungnya proses audit
(Arens, et al., 2009:172). Auditor melakukan prosedur ini agar tidak terjadi
penyimpangan dalam melakukan program audit. Standar pekerjaan lapangan
ketiga menyebutkan bahwa beberapa prosedur audit yang harus dilaksanakan oleh
auditor meliputi (Mulyadi, 2006:86)
1) Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi
fisik sesuatu. Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan
melakukan inspeksi terhadap sebuah dokumen, auditor akan dapat
menentukan keaslian dokumen tersebut.
2) Pengamatan
20
Pengamatan merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk
melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati
auditor adalah karyawan, prosedur, dan proses.
3) Permintaan Keterangan
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan
meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini
adalah bukti lisan dan bukti dokumen.
4) Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor
memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standar
tersebut, auditor melaksanakan berbagai prosedur audit lainnya untuk
mengumpulkan bukti audit yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan. Prosedur audit ini sangat diperlukan bagi
auditor agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan
efektif (Weningtyas, dkk., 2006:4). Kualitas dari auditor dapat diketahui dari
seberapa jauh auditor menjalankan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam
program audit.
Prosedur audit yang digunakan dalam penelitian ini ialah prosedur audit
yang dilaksanakan pada tahap perencanaan audit dan tahap pekerjaan lapangan
yang telah ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
(Weningtyas, dkk., 2006:14). Prosedur audit yang dilaksanakan pada tahap
21
perencanaan audit dan tahap pekerjaan lapangan tersebut mudah untuk dilakukan
praktik penghentian prematur, antara lain (Heriningsih, 2001:35):
1) Membangun Pemahaman Bisnis Industri Klien
Auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan
dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut dilakukan untuk
mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak
lain, baik di pihak auditor maupun klien. Pemahaman dengan klien tentang
jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan harus mencakup tujuan
perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor, dan batasan
perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam
kertas kerjanya atau lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien
(PSA No.05 SA Seksi 310, 2001).
2) Pertimbangan Atas Pengendalian Intern Dalam Audit Laporan Keuangan
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen, dan personal lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai atas keandalan laporan keuangan, efektifitas
dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan yang
berlaku. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
auditor untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk
memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas laporan
22
keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan (PSA No.69
SA Seksi 319, 2001).
3) Pertimbangan Auditor Atas Fungsi Auditor Intern Klien
Auditor intern bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan
evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi, dan informasi lain kepada
manajemen entitas dan dewan komisaris, atau pihak lain yang setara
wewenang dan tanggung jawabnya dengan tetap mempertahankan
objektivitasnya berkaitan dengan aktivitas yang diaudit. Tanggung jawab
penting fungsi audit intern adalah memantau kinerja pengendalian entitas.
Pada saat auditor berusaha memahami pengendalian intern, auditor harus
berusaha memahami fungsi audit intern yang cukup untuk mengidentifikasi
aktivitas audit intern yang relevan dengan perencanan audit (PSA No.33 SA
Seksi 322, 2001).
4) Informasi Asersi Manajemen
Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen
laporan keuangan. Asersi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu
keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau
alokasi, serta penyajian dan pengungkapan. Informasi asersi manajemen
digunakan oleh auditor untuk memperoleh bukti audit yang mendukung asersi
dalam laporan keuangan (PSA No.7 SA Seksi 326, 2001).
5) Prosedur Analitik
Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri
dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari
23
hubungan antara data keuangan yang satu dengan data keuangan yang
lainnya, atau antara data keuangan dengan data non keuangan. Tujuan dari
dilakukannya prosedur analitik adalah membantu auditor dalam
merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya, sebagai
pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi, serta sebagai review
menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit (PSA No.22
SA Seksi 329, 2001).
6) Konfirmasi
Konfirmasi adalah proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi
langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi
tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan.
Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mngenai
asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Proses konfirmasi
mencakup pemilihan unsur yang dimintakan konfirmasi, pendesainan
permintaan konfirmasi, pengkomunikasian informasi kepada pihak ketiga
yang bersangkutan, memperoleh jawaban dari pihak ketiga, serta penilaian
terhadap informasi atau tidak adanya informasi yang disediakan oleh pihak
ketiga mengenai tujuan audit termasuk keandalan informasi tersebut (PSA
No.7 SA Seksi 330, 2001).
7) Representasi Manajemen
Representasi manajemen (lisan maupun tertulis) merupakan bagian dari bukti
audit yang diperoleh auditor, tetapi tidak merupakan pengganti bagi
24
penerapan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh dasar memadai
bagi pendapat auditor atas laporan keuangan. Representasi tertulis bagi
manajemen biasanya menegaskan representasi lisan yang disampaikan oleh
manajemen kepada auditor, menunjukkan dan mendokumentasikan lebih
lanjut ketepatan representasi tersebut, serta mengurangi kemungkinan salah
paham mengenai yang direpresentasikan (PSA No.17 SA Seksi 333, 2001).
8) Pengujian Pengendalian Teknik Audit Berbantuan Komputer
Penggunaan teknik audit berbantuan komputer harus dikendalikan oleh
auditor untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan audit dan
spesifikasi rinci teknik audit berbantuan komputer telah terpenuhi, serta tidak
dimanipulasi (PSA No.59 SA Seksi 327, 2001).
9) Sampling Audit
Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap kurang dari seratus
persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan
untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok tersebut.
Sampling audit diperlukan oleh auditor untuk mengetahui saldo-saldo akun
dan transaksi yang mungkin sekali mengandung salah saji. Auditor harus
menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang
dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan
atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan (PSA No.26 SA
Seksi 350, 2001).
10) Perhitungan Fisik
25
Perhitungan fisik berkaitan dengan pemeriksaan auditor melalui pengamatan,
pengujian, dan permintaan keterangan memadai atas efektifitas metode
perhitungan fisik persediaan atau kas dan mengukur keandalan atas kuantitas
dan kondisi fisik persediaan atau kas klien (PSA No.7 SA Seksi 331, 2001).
2.1.5 Penghentian Prematur Prosedur Audit
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Tahun 2001 menyatakan bahwa untuk
menghasilkan laporan audit yang berkualitas maka auditor harus melaksanakan
beberapa prosedur audit. Prosedur audit merupakan serangkaian langkah-langkah
yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan audit. Dalam konteks auditing,
manipulasi akan dilakukan dalam bentuk perilaku disfungsional. Perilaku
disfungsional adalah perilaku karyawan yang tidak sesuai dengan tujuan
organisasi (Mulyadi, 2006:646). Donnelly, et al., (2003) menyatakan perilaku ini
adalah alat bagi auditor untuk memanipulasi proses audit dalam upaya mencapai
tujuan kinerja individual. Pengurangan kualitas audit yang dilakukan dari kegiatan
ini mungkin dipandang sebagai pengorbanan bagi individu untuk bertahan dalam
lingkungan audit.
SAS No 82 menyatakan bahwa sikap auditor menerima perilaku
disfungsional merupakan indikator dari perilaku disfungsional aktual. Beberapa
perilaku disfungsional yang membahayakan kualitas audit yaitu: Underreporting
of time, prematur sign off, altering or replacement of audit procedure.
Penghentian prematur atas prosedur audit mengacu pada penghentian satu langkah
(prosedur) audit yang penting dimana tidak dapat digantikan oleh langkah lainnya,
tanpa melengkapi pekerjaan atau sama sekali menghilangkan langkah audit
26
(McNamara dan Liyanarachchi, (2005:6). Prematur Sign Off merupakan suatu
keadaan yang menunjukkan auditor menghentikan satu atau beberapa langkah
audit yang diperlukan dalam prosedur audit tanpa menggantikan dengan langkah
yang lain (Sososutikno, 2003:121). Prematur Sign Off ini secara langsung
mempengaruhi kualitas audit dan melanggar standar profesional. Shapeero, et al.,
(2003) menyimpulkan bahwa kegagalan audit sering disebabkan karena
penghapusan prosedur audit yang penting dari pada prosedur audit tidak dilakukan
secara memadai.
Penghentian prematur atas prosedur audit membentuk perubahan
perencanaan audit, yang berakibat pada tidak terkendalinya dan ketidaktahuan
tingkat resiko audit yang sebenarnya dalam perikatan audit tersebut. Adanya
prosedur audit yang dilangkahi atau dihentikan menyebabkan terjadinya
kegagalan audit karena bukti yang ada tidak mencukupi (Kholidiah, 2014:13).
2.1.6 Tekanan Waktu
Tekanan waktu merupakan suatu keadaan dimana auditor mendapatkan
tekanan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) tempatnya bekerja, untuk
menyelesaikan audit pada waktu dan anggaran biaya yang telah ditentukan
sebelumnya. Anggaran waktu merupakan hal yang sangat penting, karena
menyediakan dasar untuk memperkirakan biaya audit, pengalokasian staf ke
dalam pekerjaan audit, dan sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja auditor serta
sangat diperlukan bagi auditor dalam melaksanakan tugasnya untuk dapat
memenuhi permintaan klien secara tepat waktu dan menjadi salah satu kunci
keberhasilan karir auditor di masa depan (Basuki dan Mahardani, 2006:205).
27
Auditor yang menyelesaikan tugas melebihi waktu normal yang telah dianggarkan
cenderung dinilai memiliki kinerja yang buruk oleh atasannya atau sulit
mendapatkan promosi.
Tekanan waktu yang diberikan Kantor Akuntan Publik kepada auditornya
bertujuan untuk mengurangi biaya audit (Weningtyas, dkk., 2006:7). Maka
semakin cepat auditor melaksanakan program audit, akan semakin kecil biaya
yang dikeluarkan untuk pelaksanaan program audit. Keberadaan tekanan waktu
ini memaksa auditor untuk menyelesaikan tugas secepatnya atau sesuai dengan
anggaran waktu yang telah ditetapkan, sehingga hal ini dapat memicu auditor
melakukan tindakan penyimpangan dengan melakukan penghentian prematur atas
prosedur audit. Pelaksanaan prosedur audit seperti ini tentu saja tidak akan sama
hasilnya bila prosedur audit dilakukan dalam kondisi tanpa tekanan waktu
(Weningtyas, dkk., 2006:6).
Tekanan waktu memiliki dua dimensi yaitu time budget pressure (keadaan
dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang
telah disusun, atau terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat)
dan time deadline pressure (kondisi dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan
tugas audit tepat pada waktunya) (Heriningsih, 2001:34).
2.1.7 Tekanan Ketaatan
Tekanan ketaatan adalah jenis tekanan pengaruh sosial yang dihasilkan
ketika individu dengan perintah langsung dari perilaku individu lain. Teori
ketaatan menyatakan bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu
sumber yang dapat mempengaruhi perilaku orang dengan perintah yang
28
diberikannya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang
merupakan bentuk legitimasi power atau kemampuan atasan untuk mempengaruhi
bawahan karena ada posisi khusus dalam stuktur hierarki organisasi (Hartanto
dkk. 2001:19). Menurut Jamilah dkk. (2007:10), tekanan ketaatan merupakan
kondisi dimana seorang auditor dihadapkan pada sebuah dilema penerapan standar
profesi auditor. Dalam hal ini tekanan ketaatan diartikan sebagai tekanan yang
diterima oleh auditor junior dari auditor senior atau atasan dan entitas yang
diperiksa untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari standar
profesionalisme.
Intruksi atasan dalam suatu organisasi akan mempengaruhi perilaku
bawahan karena atasan memiliki otoritas (Grediani dan Slamet, 2010). Tekanan
ketaatan ini timbul akibat adanya kesenjangan ekspektasi yang terjadi antara
entitas yang diperiksa dengan auditor telah menimbulkan suatu konflik tersendiri
bagi auditor. Klien atau pimpinan dapat saja menekan auditor untuk melanggar
standar profesi auditor. Hal ini tentunya akan menimbulkan tekanan pada diri
auditor untuk menuruti atau tidak menuruti kemauan klien maupun pimpinannya.
Oleh sebab itu, seorang auditor seringkali dihadapkan pada situasi dilema
penerapan standar profesi auditor dalam pengambilan keputusannya. Kekuasaan
klien dan pemimpin menyebabkan auditor tidak independen lagi, karena auditor
menjadi tertekan dalam menjalankan pekerjaannya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tekanan ketaatan
auditor adalah tekanan yang diterima oleh auditor dalam menghadapi atasan dan
klien untuk melakukan tindakan menyimpang dari standar profesi auditor.
29
Tekanan ketaatan dapat diukur dengan keinginan untuk tidak memenuhi
keinginan klien untuk berperilaku menyimpang dari standar profesional dan
menentang atasan jika dipaksa melakukan hal yang bertentangan dengan standar
profesional dan moral (Jamilah dkk. 2007:8).
2.1.8 Lokus Kendali
Lokus kendali adalah tingkat dimana individu meyakini bahwa mereka
adalah penentu nasib mereka sendiri dan menunjukkan sejauh mana individu
mampu mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi dirinya (Robbins,
2008:132). Lokus kendali dibedakan menjadi dua tipe yaitu lokus kendali internal
atau lokus kendali eksternal (Robbins, 2008:132). Lokus kendali internal adalah
suatu kondisi dimana individu meyakini bahwa mereka dapat mengendalikan apa
yang terjadi pada diri mereka. Lokus kendali eksternal adalah suatu kondisi
dimana individu meyakini bahwa apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan
oleh kekuatan luar seperti nasib dan keberuntungan.
Situasi dimana individu dengan lokus kendali eksternal merasa tidak
mampu dalam mendapatkan dukungan kekuatan yang dibutuhkan untuk dapat
bertahan dalam suatu organisasi, maka mereka akan memiliki potensi untuk
mencoba memanipulasi rekan atau objek lainnya sebagai kebutuhan pertahanan
mereka (Irawati dkk. 2005:930). Dalam literatur psikologi ditunjukkan beberapa
perbedaan perilaku individual yang diakibatkan oleh lokus kendali individu.
Perbedaan pertama adalah tanggung jawab atau konsekuensi dari suatu tindakan
yang dilakukan, individu yang memiliki lokus kendali internal lebih bertanggung
jawab atas konsekuensi dari tindakan yang mereka perbuat dibandingkan dengan
30
individu dengan lokus kendali eksternal (Kartika dkk. 2008). Perbedaan kedua
adalah dalam memandang keterkaitan dari suatu kejadian dengan kejadian
berikutnya. Individu dengan lokus kendali internal memandang kejadian atau
pengalaman adalah saling berkaitan dan mereka belajar dari pengalaman yang
berulang, pada pihak lain individu yang memiliki lokus kendali eksternal
cenderung memandang suatu kejadian atau pengalaman tidak berhubungan
dengan kejadian berikutnya dan mereka tidak belajar dari pengalaman (Robbins,
2008:167). Perbedaan ketiga adalah dalam memandang suatu kondisi atau
keadaan yang mereka hadapi. Individu yang memiliki lokus kendali internal
cenderung memandang suatu keadaan atau kondisi sebagai peluang atau kondisi
yang tidak menimbulkan tekanan (stres), pada pihak lain individu yang memiliki
lokus kendali eksternal cenderung memandang suatu kondisi atau keadaan sebagai
ancaman atau menimbulkan tekanan stres. Perbedaan terakhir adalah dalam hal
menanggulangi tekanan. Dalam menanggulangi suatu kondisi atau keadaan yang
dapat menimbulkan stres (stressors) individu yang memiliki lokus kendali internal
cenderung menggunakan strategi berfokus-masalah yaitu dengan mengelola atau
merubah tekanan, pada pihak lain indivdidu dengan lokus kendali eksternal
cenderung menggunakan strategi berfokus emosi yaitu dengan menyerah pada
masalah (Ress dan Cooper, 1992).
Donnelly, et al. (2003) menyatakan bahwa terdapat penelitian yang
menunjukkan hubungan positif yang kuat antara individu dengan lokus kendali
eksternal dan kesediaan untuk melakukan manipulasi atau penipuan untuk
mencapai tujuan pribadi. Dalam konteks auditing, manipulasi atau ketidakjujuran
31
pada akhirnya akan menimbulkan penyimpangan perilaku dalam audit. Perilaku
yang dimaksud salah satunya dapat berbentuk praktik penghentian prematur atas
prosedur audit. Hasil dari perilaku ini adalah penurunan kualitas audit yang dapat
dilihat sebagai hal yang perlu dikorbankan oleh individu untuk bertahan dalam
lingkungan kerja audit. Pada penelitian ini, yang akan diuji adalah lokus kendali
eksternal, yang menghasilkan dugaan bahwa makin tinggi lokus kendali eksternal,
semakin mungkin mereka menerima perilaku peyimpangan dalam audit. Lokus
kendali dapat digunakan untuk memprediksi seseorang, lokus kendali yang
berbeda bisa mencerminkan motivasi dan kinerja yang berbeda. Dalam literatur
akuntansi lokus kendali ditunjukkan memegang peran penting dalam menjelaskan
perilaku akuntan dalam berbagai kondisi seperti penganggaran, pengambilan
keputusan dalam dilemma etis, penerimaan perilaku disfungsional (Donnelly, et
al., 2003).
2.1.9 Komitmen Profesional Auditor
Komitmen auditor terhadap profesinya merupakan faktor penting yang
bepengaruh terhadap perilaku auditor dalam melakukan tugas audit. Kartika dkk.
(2008:17) menjelaskan komitmen profesional merupakan tingkat loyalitas
individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut.
Komitmen profesional didasarkan pada premis bahwa individu membentuk suatu
kesetiaan terhadap profesi selama proses sosialisasi ketika profesi menanamkan
nilai-nilai dan norma-norma profesi (Wijayanti, 2008:24). Komitmen profesional
didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu
terhadap suatu profesi (Aranya dan Ferris, 1984).
32
Komitmen seseorang terhadap profesinya diwujudkan dalam tiga
karakteristik berikut: 1) suatu penerimaan atas tujuan-tujuan dan nilai-nilai
profesi, 2) suatu kehendak yang kuat untuk melakukan usaha demi kepentingan
profesi, dan 3) suatu keinginan untuk memelihara dan mempertahankan
keanggotaan dalam profesi (Aranya dan Ferris, 1984). Dalam suatu asosiasi
profesi ditekankan adanya tingkat komitmen yang setinggi-tingginya yang
diwujudkan dengan kerja berkualitas sekaligus sebagai jaminan keberhasilan atas
tugas yang dihadapinya (Kartika, dkk., 2008:19). Hal ini membuat komitmen
profesional merupakan hal yang sangat penting bagi profesi akuntan publik,
karena mempengaruhi auditor dalam pengambilan keputusan terhadap perilaku
yang dijalankannya. Perbedaan dalam perilaku tidak etis yang dilakukan auditor
dapat diakibatkan perbedaan komitmen setiap auditor terhadap profesinya.
Pendidikan akuntan yang profesional tidak hanya menekankan pada skill dan
knowledge saja, akan tetapi juga memerlukan adanya komitmen profesional
(Indarto, 2011:10).
Mengacu pada keberadaan komitmen profesional yang ditemukan pada
profesi di luar akuntansi, Hall, et al. (2005) mengusulkan komitmen profesional
multidimensi pada profesi akuntansi. Ketiga dimensi tersebut adalah, komitmen
profesional afektif, komitmen profesional kontinu dan komitmen profesional
normatif . Komitmen profesional afektif berhubungan pada sejauh mana individu
ingin berada pada suatu profesi (Meyer, et al., 1993). Komitmen profesional
afektif merupakan keterikatan emosional individu terhadap profesinya yang
didasarkan atas identifikasi pada nilai dan tujuan profesi, serta keinginan untuk
33
membantu profesi mencapai tujuan-tujuan tersebut (Meyer, et al., 1993).
Komitmen auditor terhadap profesinya dalam bentuk afektif dapat timbul sebagai
akibat pertukaran pengalaman positif yang dirasakan dari profesi atau
pengembangan keahlian profesional (Hall, et al., 2005). Komitmen profesional
kontinu berhubungan dengan sejauh mana individu tetap berada pada suatu
profesi (Hall, et al., 2005). Komitmen profesional kontinu merupakan bentuk
komitmen seseorang terhadap profesinya yang didasarkan pada pertimbangan
biaya yang terjadi jika seseorang meninggalkan profesi. Komitmen auditor
terhadap profesinya dalam bentuk kontinu dapat timbul karena individu auditor
membutuhkan investasi untuk memperoleh atau mendapatkan profesinya sebagai
auditor, dan investasi tersebut akan hilang jika mereka meninggalkan profesi
sebagai auditor, yang meliputi keahlian dibidang auditing, status, atau
penghargaan (Hall, et al., 2005). Komitmen profesional normatif merupakan
keterikatan individu dengan suatu profesi karena merasakan suatu kewajiban atau
tanggungjawab untuk tetap berada pada suatu profesi. Meyer, et al. (1993)
menyatakan komitmen profesional normatif berhubungan pada sejauh mana
individu meyakini bahwa mereka harus tetap berada pada suatu profesi.
Komitmen auditor terhadap profesinya dalam bentuk normatif dapat timbul ketika
auditor memperoleh manfaat yang signifikan dari suatu profesi, atau karena
adanya tuntutan dari kolega atau keluarga yang menekankan pentingnya tetap
berada pada profesi (Hall, et al., 2005).
Meskipun komitmen profesional multidimensi sudah diterima secara teoritis
dalam profesi akuntansi, namun masih jarang penelitian yang menguji validitas
34
komitmen multidimensi pada profesi auditor di Indonesia. Smith dan Hall (2008)
menguji keberadaan komitmen profesional multidimensi dengan sampel akuntan
yang bekerja di kantor akuntan publik di Australia. Hasil penelitian mereka
menunjukkan, adanya dimensi terpisah komitmen profesional yaitu komitmen
profesional afektif, kontinu dan normatif. Penelitian ini merupakan replikasi dan
perluasan penelitian Smith dan Hall (2008). Replikasi dilakukan untuk menguji
keberadaan dimensi terpisah komitmen profesional pada profesi auditor di Indonesia,
sedangkan perluasannya adalah dengan menguji pengaruh dimensi komitmen
profesional terhadap perilaku audit disfungsional. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan untuk menginterpretasikan kembali hasil-hasil penelitian
terdahulu tentang komitmen profesional yang bersifat unidimensional.
2.1.10 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian Weningtyas dkk. (2006:18) diketahui bahwa hanya 13%, yaitu
sebanyak 79 responden yang berasal dari KAP yang berada di Jawa tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan penghentian prosedur audit.
Prosedur yang paling sering ditinggalkan menurut responden penelitian
Weningtyas dkk. (2006:18), adalah pemahaman terhadap bisnis klien. Pada
penelitian ini dapat dibuktikan hubungan yang signifikan antara tekanan waktu,
risiko audit, materialitas serta prosedur review dan kontrol kualitas terhadap
penghentian prosedur audit. Hasil dari penelitian Weningtyas dkk. (2006:18)
membuktikan bahwa tekanan waktu dan risiko audit berhubungan positif dengan
penghentian prosedur audit, sehingga semakin besar tekanan waktu dan risiko
audit yang dihadapi oleh auditor maka semakin besar pula kecenderungan auditor
35
melakukan perilaku penghentian prosedur audit. Sedangkan materilitas serta
prosedur review dan kontrol kualitas berhubungan negatif terhadap perilaku
penghentian prosedur audit, sehingga semakin rendah materialitas serta prosedur
review serta kontrol kualitas maka perilaku penghentian prosedur audit semakin
rendah.
Hasil penelitian Indarto (2011) dengan jumlah responden sebanyak 71
auditor yang bekerja di KAP Semarang membuktikan bahwa prosedur yang paling
sering ditinggalkan adalah pengurangan jumlah sampel sedangkan prosedur yang
jarang ditinggalkan adalah prosedur konfirmasi. Hasil penelitian Indarto (2011)
membuktikan bahwa tekanan waktu dan risiko audit memiliki pengaruh positif
terhadap praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Prosedur review dan
kontrol kualitas, komitmen organisasi, komitmen profesional, pengalaman audit,
dan kesadaran etis memiliki pengaruh negatif terhadap penghentian prematur atas
prosedur audit.
Penelitian Imam dkk. (2011:138) dengan jumlah responden 78 auditor dari
100 KAP yang berlokasi di DKI Jakarta dapat diketahui bahwa sebesar 37,98%
responden yang melakukan penghentian prematur atas prosedur audit.
memperoleh hasil bahwa materialitas berpengaruh terhadap pengehentian
prematur atas prosedur audit, sedangkan tekanan waktu, risiko audit, prosedur
review, kontrol kualitas dan komitmen profesional tidak memiliki pengaruh
terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian Kumalasari dkk.
(2013:38) meneliti pengaruh penghentian prematur atas prosedur audit di KAP
Surabaya membuktikan tekanan waktu dan materialitas berpengaruh positif
36
terhadap pengehentian prematur atas prosedur audit. Temuan penelitian ini, risiko
audit memiliki pengaruh negatif sedangkan prosedur review dan kontrol kualitas
tidak memiliki pengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit.
Penelitian tentang hubungan tekanan ketaatan, kompleksitas tugas dan
audit judgement dilakukan oleh Jamilah dkk (2007:17). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap
audit judgement sedangkan kompleksitas tugas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap audit judgement. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hartanto dkk. (2001:73) yaitu tekanan ketaatan berpengaruh
signifikan terhadap audit judgement (Lampiran 2).