bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1 pembelajaran...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum
KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat
empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam
tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual.
Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan
untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA
sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih
ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Asy’ari, Muslichah dalam Cayangsamultian (2013), menyatakan bahwa
ketrampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi
ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan,
mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan
proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi
menyusun hipotesis, menentukan variable, menyusun definisi operasional,
menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data.
Poedjiati dalam Cayangsamultian (2013), menyebutkan bahwa
ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung,
mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi
ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat
melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk
8
menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan
teori-teori baru.
Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat
mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran
merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah
melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang
diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki
pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara
induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu
memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga
perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat
menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual,
keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan,
berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah. Pelaksanaan
pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai
melalui pembelajaran tersebut.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Ditingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan
MI, mata pelajaran memiliki beberapa tujuan (Refandi, 2006), antara lain:
a. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
9
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu
alam yang membahas mengenai lingkungan sekitar. Sehingga akan menambahkan
pengetahuan kepada siswa selain itu akan memberikan sikap dan keterampilan
siswa untuk menjaga lingkungan alam.
2.1.1.1 Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006) secara terperinci adalah:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya,
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat,
d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan,
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah
satu ciptaan Tuhan, dan
f. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
2.1.1.2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek
yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi
kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas,
pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam
Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi
yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
10
b. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
c. Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua
aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk
memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.
Sebagai ilmu pengetahuan, IPA juga mempunyai ciri khusus
sebagaimanan ilmu pengetahuan yang lain. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan
berikut ini:
1) IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan
lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur
seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.
2) IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis,
dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan
fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya “metode ilmiah” (scientific
methods) yang terwujud melalui suatu rangkaian ”kerja ilmiah” (working
scientifically), nilai dan “sikapi lmiah” (scientific attitudes) (Depdiknas,
2006).
Pembelajaran IPA di sekolah khususnya di sekolah dasar diharapkan
siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal baik sikap ilmiah,
proses ilmiah, maupun produk ilmiah. Kemampuan siswa dalam menggunakan
ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam
kehidupan nyata karena pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan
hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah.
11
2.1.1.3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA di
SD
Secara rinci SK dan KD untk mata pelajaran IPA yang ditunjukkan bagi
siswa kelas IV SD Negeri Japah 02 disajikan melalui tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 4 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya
7. Memahami gaya dapat
mengubah gerak dan/atau
bentuk suatu benda
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya
(dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak
suatau benda.
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya
(dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk
suatu benda.
8. Memahami berbagai
bentuk energi dan cara
penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
8.1 Mendiskripsikan energi panas dan bunyi
yang terdapat dilingkungan sekitar serta sifat-
sifatnya.
8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan
cara penggunaanya.
8.3 Membuat suatu karya/model untuk
menunjukkan perubahan energi gerak akibat
pengaruh udara, misalnya roket dari
kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut.
8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi
melalui penggunaan alat musik.
Bumi dan Alam Semesta
9. Memahami perubahan
kenampakan permukaan
bumi dan benda langit.
9.1 Mendiskripsikan perubahan kenampakan
bumi.
9.2 Mendiskripsikan posisi bulan dan
kenampakan bumi dari hari ke hari.
12
SK dan KD Mata Pelajaran IPA kelas IV Semester II
yang digunakan dalam penelitian:
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar
11. Memahami hubungan
antara sumber daya alam
dengan lingkungan,
teknologi, dan masyarakat
11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya
alam dengan lingkungan.
2.1.2 Model Pembelajaran Make a Match ( Mencari Pasangan )
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Make a Match ( Mencari Pasangan )
Pada saat kegiatan proses belajar mengajar banyak sekali model
pembelajaran yang diterapkan dan digunakan oleh guru dalam waktu sekarang ini.
Salah satu diantaranya adalah Make a Match (mencari pasangan). Model
pembelajaran Make a Match pada mulanya dikembangkan oleh Lorna Curran
(1994) dalam Rusman (2012:223), “ salah satu keunggulan model ini adalah siswa
10. Memahami perubahan
lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap
daratan.
10.1 Mendiskripsikan berbagai penyebab
perubahan lingkungan fisik ( angin, hujan,
cahaya matahari, dan gelombang air laut)
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan
lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, banjir,
abrasi dan longsor).
10.3 Mendiskripsikan cara pencegahan
kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan
longsor).
11. Memahami hubungan
antara sumber daya alam
dengan lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya
alam dengan lingkungan.
11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya
alam dengan teknologi yang digunakan.
11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan
alam terhadap pelestarian lingkungan.
13
mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana
yang menyenangkan”. Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan
mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dalam
model ini ada pembagian kelompok yaitu kelompok pemegang kartu soal dan
kelompok pemegang kartu jawaban.
Menurut Suprijono, (2009:94) hal-hal yang perlu disiapkan jika
pembelajaran dikembangkan dengan Make a Match adalah kartu-kartu. Kartu-
kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Model pembelajaran Make a Match
mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu
permainan kartu pasangan yang dikemukakan oleh Komalasari (2010:85).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Make a Match merupakan model pembelajaran yang membuat
siswa dapat aktif mencari pasangan melalui kartu pertanyaan dan kartu jawaban
pasangan berdasarkan permainan yang disajikan oleh guru, sehingga suasana
dalam pembelajaran menjadi menyenangkan dan siswa dapat berfikir mencari
informasi sendiri tentang materi yang sudah diajarkan. Model pembelajaran Make
a Match di susun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kerjasama berpasangan , serta memberikan kesempatan pada
siswa untuk berinterksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya. Unsur yang ada yaitu aktif, menyenangkan, berfikir kritis. Make a
match dikolaborasikan dengan gambar maka akan menambah keaktifan dan
semangat dalam mengikuti pelajaran.
2.1.2.2 Langkah – Langkah Model Pembelajaran Make a Match
Adapun langkah-langkah penetapan model pembelajaran Make A Match
sebagai berikut: (Huda, 2011:135)
a. Guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa
Pada langkah ini guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa. Kemudian
separuh dari jumlah kartu dibuat sebagai pertanyaandan separuh lagi untuk
jawaban dari pertanyaan. Soal disesuaikan dengan konsep yang diajarkan.
14
b. Setiap siswa mendapat sebuah kartu yang berisikan soal/jawaban
Tugas guru adalah membagikan kartu-kartu tersebut, baik kartu soal maupun
kartu jawaban. Kartu tersbut dibuka bersama-sama.
c. Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang dipegang
Guru memberikan batas waktu untuk siswa memikirkan jawaban atau hal lain
yang berkaitan dengan kartu yang sedang dibawa siswa.
d. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya.
Siswa diberi kesempatan untuk bertanya-tanya dengan temannya kartu apa
yang sedang mereka bawa.
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang
ditetapkan diberi poin atau remidi.
f. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
g. Guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make a Match
Semua pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri,
terutama model pembelajaran Make a Match. Berikut akan disajikan kelebihan
dan kekurangan dari model pembelajaran Make a Match:
Kelebihan model pembelajaran Make a Match menurut (Sri, Rejeki,
2010) adalah sebagai berikut:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
b. Karena ada unsur permainan sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Selain mempunyai kelebihan tentu saja penggunaan model Make a
Match dalam pembelajaran memepunyai kekurangan, diantaranya sebagai berikut:
a. Jika guru tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu yang
terbuang.
15
b. Pada waktu penerapan model ini, banyak siswa yang malu bisa berpasangan
dengan lawan jenisnya.
c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat siswa presentasi banyak
siswa yang kurang memperhatikan.
d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang
tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
2.1.3 Model Pembelajaran Picture and Picture
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Picture and Picture
Model pembelajaran picture and picture ini merupakan salah satu bentuk
model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dengan menggunakan media ini
menitik beratkan pada gambar sebagai media penanaman suatu konsep
tertentu. Model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture merupakan
sebuah model dimana guru menggunakan alat bantu atau media gambar untuk
menerangkan sebuah materi atau memfasilitasi siswa untuk aktif saat
pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture adalah
suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan atau
diurutkan menjadi urutan logis (Hamdani, 2010:89).
Menurut Agus Suprijono dalam Zainur Rofia’ah ( 2009: 100 ) model
pembelajaran kooperatif tipe picture and picture adalah model belajar yang
menggunakan gambar dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan logis.
Dalam hal ini guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai dan
menyampaikan materi sebagai pengantar.
Menurut Johnson dalam ( Lie, 2002:48), prinsip dasar dalam model
pembelajaran kooperatif Tipe Picture and Picture adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok siswa bertnggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok siswa harus mengetahui bahwa semua anggota
kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab
yang sama diantara anggota kelompoknya.
16
d. Setiap anggota kelompok siswa akan dikenai evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok siswa berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f. Setiap anggota kelompok siswa akan diminta mempertanggung jawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Model picture and picture untuk kalangan SD memang paling
cocok untuk mencapai hasil yang maksimal dalam sebuah pembelajaran.
Setiap akan menggunakan model pembelajaran kita harus dapat
mempersiapkannya dengan baik agar proses pembelajaran dapat
berlangsung efektif, tanpa persiapan yang matang dalam pembelajaran
nantinya siswa akan menjadi jenuh. Model pembelajaran picture and
picture ini mengandalkan gambar sebagai dalam proses pembelajaran.
Gambar-gambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran.
Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar
yang akan ditampilkan dalam ukuran kecil, sedang, besar.
2.1.3.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Picture and Picture
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan menggunakan picture and
picture ini menurut Suprijono ( 2009:125) adalah sebagai berikut :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
Dilangkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang
menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan
demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus
dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indikator-
indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah
ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting,
disini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari cara
penyajian materi. Karena guru dapat memberi motivasi yang menarik
perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik
17
yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk
belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
c. Guru menunjukkan atau memperlihatkan gambar-gambar kegiatan
berkaitan dengan materi.
Dalam proses penyajian materi, guru saat mengajar siswa ikut
terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar
yang ditunjukkan oleh guru atau temannya. Dengan model picture and
picture kita akan menghemat energi dan siswa akan lebih mudah
memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya
sebagai guru dapat memodifikasi gambar atau mengganti gambar dengan
video atau demonstrasi agar lebih menarik perhatian siswa sehingga
prestasi belajarnya dapat meningkat.
d. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang atau
mengurutkan gambar menjadi urutan yang logis.
Dilangkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena
penujukkan secara langsung kurang efektif dan siswa merasa terhukum.
Salah satu cara adalah dengan udian, sehingga siswa merasa memang
harus menjalankan tugas yang sudah diberikan. Gambar-gambar yang
sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan, dibuat, atau dimodifikasi.
e. Guru menanya alasan atau dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan atau urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan
konsep materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus
memberikan penekanan-penekanan, pada hal ini dicapai dengan meminta
siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan
siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian
kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa
siswa telah menguasai indikator yang telah ditetapkan.
g. Kesimpulan atau rangkuman
Diakhir pembelajaran, guru bersama siswa merangkum semua tahapan
kegiatan pembelajaran yang bertujuan dalam membuat suatu kesimpulan.
18
2.1.3.3 Kelemahan Dan Kelebihan Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Istarani (2011:18) kelebihan model pembelajaran kooperatif
picture and picture adalah sebagai berikut:
a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa
b. Melatih berfikir logis dan sistematis.
c. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subyek
bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir.
d. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik.
Selain Kelebihan adapun juga kekurangan dalam model pembelajaran
picture and picture antara lain yaitu:
a. Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkualitas serta sesuai
dengan materi pelajaran.
b. Sulit menemukan daya nalar atau kompetensi siswa yang dimiliki.
c. Baik guru ataupun siswa kurang terbisa dalam menggunakan gambar
sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi pelajaran.
d. Tidak tersedia dana khusus untuk menemukan atau mengadakan gambar-
gambar yang diinginkan.
2.1.4 Hasil Belajar IPA
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Slameto (2010:2-3) menyatakan bahwa “ belajar adalah suatu proses yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.”Selanjutnya diungkapkan bahwa ciri-ciri perubahan
tingkah laku tersebut diantaranya: 1) perubahan terjadi secara sadar; 2)
perubahan dalam belajar bersifat kontinue dan fungsional; 3) perubahan
dalam belajar bersifat positif dan aktif; 4) perubahan dalam belajar bukan
bersifat sementara; 5) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah; 6)
perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
19
Menurut Sadiman, dkk (2008;2), “ belajar adalah suatau proses yang
kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup,
sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti.”
Menurut slameto dalam Hamdani (2011;20) secara psikologis, belajar
merpakan proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil
dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku manusia yang relatif tetap untuk memperoleh
kepandaian dari hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari hasil
perbuatan belajar seseorang dapat berupa kebiasaan-kebiasaan, kecakapan
atau dalam bentuk pengetahuan, minat, sikap, dan keterampilan serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar.
Semakin akan terus belajar baik dari pendidikan maupun pengalaman yang
diperoleh saat berinteraksi dengan lingkungannya. Semakin siswa banyak
belajar, maka siswa akan bertambah pengetahuan baru. Sisw akan dapat
berfikir secara nalar, bersikap dan berperilaku lebih baik serta dapat
menyesuaikan diri dengan kehidupan di sekitarnya atau lingkungan
sekitarnya
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011: 22). Hasil belajar
merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menatap
dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang
dilakukan dalam waktu tertentu (Jihad dan Haris,2013: 14).
Menurut Gagne (Purwanto,2013: 2) hasil belajar adalah terbentuknya
konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada
dilingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk
mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan didalam dan diantara
kategori-kategori.
20
Menurut Winkel dalam Purwanto (2013: 45) mengemukakan bahwa hasil
belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam hal
sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan menurut Kingsley dalam Sudjana
(2011: 22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar: Keterampilan dan
kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita.
Berdasarkan pengertian-pengertian hasil belajar yang dikemukakan para
ahli maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai
kemampuan yang diperoleh siswasetelah belajar dan terbentuknya konsep
baru setelah siswa menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga
dengan pengalaman belajarnya siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan
yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah
kegiatan belajar terjadi perubahan tingkah laku yang positif. Perubahan
tingkah laku dapat beruba pengetahuan, sikap, minat, kebiasaan, kevakapan,
keterampilan dan dari tidak tahu menjadi tahu, serta dari tidak mengerti.
2.1.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2011: 39) Hasil belajar yang dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri dan
faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang
dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor
kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang
dicapai.
Seperti dikemukakan Clark dalam Sudjana (2011: 39) bahwa hasil
belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki
siswa juga ada faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap
dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Menurut Caroll dalam Sudjana (2011: 40) bahwa hasil belajar yang
dicapai siswa dipengaruhi oleh 5 faktor yakni (a) bakat belajar, (b)waktu yang
tersedia untuk belajar, (c) waktu yang di perlukan untuk menjelaskan
pelajaran, (d) kualitas pengajaran, dan (e) kemampuan individu. Empat faktor
21
yang disebut diatas (a, b, c, e) berkenaan dengan kemampuan individu dan
faktor (d) adalah faktor luar individu.
Menurut Slameto (2010: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor
intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan
faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam Faktor Intern
terdapat Faktor Jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian
Faktor Psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah Faktor Kelelahan. Selain
Faktor Intern juga terdapat Faktor Eksternal diantaranya adalah Faktor
Keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga,
suasana rumah , keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar
belakang kebudayaan. Kemudian Faktor Sekolah yang meliputi metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah, dan yang terakhir
adalah Faktor Masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,
mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat
Bloom (Sudjana, 2011: 40) menyatakan bahwa ada 3 variabel utama
dalam teori belajar disekolah, yakni karakteristik individu, kualitas
pengajaran dan hasil belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh keampuan
siswa dan kualaitas pengajaran
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
bahwa ada hubungan antara kemapuan individu dan faktor lingkungan
dengan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan dampak yang telah
diperoleh dari belajar atau berinteraksi dengan lingkungan dampak tersebut
dapat berupa perubahan tingkah laku yang pastinya adalah kearah positif
kemudian Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
yang terjadi pada individu yang berinteraksi dengan lingkungan (belajar) dan
tingkah laku yang dimaksud merupakan perubahan ke arah positif.
22
2.1.4.3 Cara Mengukur Hasil Belajar
Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu
atribut atau karakterisitik yang didasarkan pada aturan atau formulasi yang
jelas (Zaenul dalam Jihad dan Haris, 2013: 54).
Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen. Menurut Harjono dalam Wardani dkk. (2009/2010), istilah
instrumen diartikan sebagai alat pengukur. Dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata instrumen dapat diartikan sebagai: (1) alat yang dipakai untuk
mengerjakan sesuatu (seperti alat yang dipakai oleh pekerja teknik, alat-alat
kedokteran, optik dan kimia); dan (2) sarana penilaian (berupa
seperangkat tes, angket, dan sebagainya) untuk mengumpulkan data.
Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh
pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data.
Sejalan dengan hal tersebut Arikunto, S. dalam Wardani dkk. (2009)
menyatakan bahwa instrumen adalah alat yang berfungsi untuk memudahkan
pelaksanaan sesuatu tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan
efisien.
Instrumen merupakan salah satu penentu keberhasilan penilaian.
Dalam hal ini terdapat dua macam alat evaluasi yang dapat
dikembangkan menjadi instrumen penilaian, yaitu tes dan non-tes (Wardani
dkk. (2009/2010)).
1. Bentuk Tes
Hakekat tes adalah sebagai alat ukur; tes adalah prosedur
pengukuran yang sengaja dirancang secara sistematis, untuk mengukur
indikator/kompetensi tertentu, dilakukan dengan prosedur administrasi dan
pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila
dilakukan dalam kondisi yang relatif sama; tes pada umumnya berisi
sampel perilaku, cakupan butir tes yang bisa dibuat dari suatu materi tidak
terhingga jumlahnya, yang secara keseluruhan mungkin mustahil dapat
23
tercakup dalam tes, sehingga tes harus dapat mewakili indikator dalam
kawasan (domain) perilaku yang diukur, untuk itu perlu pem-batasan
yang jelas; tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa yang
diketahui atau apa yang dipelajari dengan cara menjawab atau
mengerjakan tugas dalam tes.
Tes berdasarkan cara mengerjakannya menurut Wardani dkk. (2009).
1) Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik
dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian, benar
salah, dan bentuk menjodohkan;
b. Tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya
dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif
(penskorannya sulit dilakukan secara objektif)
2) Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta
didik, dengan tujuan untuk melakukan pengukuran atau menentukan skor,
seperti tes wawancara masuk ke S1 PGSD merupakan tes lesan. Tes lisan
tidak sama dengan pembelajaran yang melakukan tanya jawab. Tanya jawab
dalam pembelajaran merupakan metode pembelajaran. Tes lisan memiliki
kelebihan (1) dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang
dimiliki peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan
secara berhadapan langsung; (2) bagi peserta didik yang kemampuan
berpikirnya relatif lambat, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta
didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud; (3)
hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik. Adapun kelemahan tes lisan
adalah (1) subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes, (2) waktu
pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
24
3) Tes Perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam
bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan
perbuatan atau unjuk kerja.Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak peserta
didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan hasil
yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya diperlukan
sebuah format pengamatan, agar pendidik dapat menuliskan angka-angka
yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk
formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes perbuatan
yang sifatnya individual, sebaiknya menggunakan format pengamatan
individual. Begitu pula sebaliknya yang dilaksanakan secara kelompok.
Dari penjelasan mengenai macam-macam tes, dalam penelitian ini
yang digunakan adalah tes formatif untuk mengukur kemampuan siswa, yang
dilakukan secara tertulis dengan bentuk objektif berupa pilihan ganda dan
isian singkat.
2. Non tes
Teknik pengukuran melalui nontes mengandung pengertian tidak ada
jawaban yang benar dan tidak ada yang salah. teknik non tes ini umumnya
memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar
peserta didik dari ranah sikap hidup (affective domain) dan ranah ketrampilan
(phsychomotoric domain) sedangkan untuk teknik tes lebih kepada ranah
proses berfikirnya (cognitive domain).
Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil
belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Menurut
Sudjana (2011: 113) agar guru mengetahui dan terampil dalam mengadakan
penilaian maka asesmen pembelajaran dapat diukur belajar dapat diukur
melalui 2 tehnik yaitu:
a. Tes
Tes ada yang distandarisasi, artinya tes tersebut telah mengalami proses
validasi dan reabilitasi untuk suatu tujuan tertentu dan sekelompok siswa
25
tertentu. Sebagai contoh, penyusunan THB (Tes Hasil Belajar) merupakan
usaha penyusunan tes yang sudah distandarisasi.
Disamping itu banyak yang kita temukan ialah tes buatan guru sendiri.
Tes ini belum distandarisasi, sebab dibuat oleh guru untuk tujuan tertentu dan
untuk siswa tertentu pula. Meskipun demikian, tes buatan guru harus
mempertimbangkan faktor validitas dan faktor reliabiltasnya. Tes ini terdiri
dari tiga bentuk yakni a) tes lisan. b) tes tulisan dan c) tes tindakan. Jenis tes
tersebut biasanya digunakan untuk menilai isi pendidikan, misalnya aspek
pengetahuan, kecakapan, ketrampilan, dan pemahaman pembelajaran yang
telah diberikan guru.
b. Non Tes
Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis non-tes lebih sesuai
digunakan sebagai alat evaluasi. Seperti menilai aspek sikap, minat, perhatian
, karakteristik, dan lain lain yang sejenis. Alat evaluasi jenis Non-tes antara
lain ialah :
a. Observasi
Obeservasi yakni pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi
tertentu. Observasi bisa dalam situasi yang sebenarnya atau observasi
langsung dan bisa pula dalam situasi buatan atau observasi tidak langsung.
b. Wawancara
Wawancara ialah komunikasi langsung antara yang mewawancarai
dengan yang diwawancarai. Untuk memudahkan pelaksanaanya perlu
disediakan pedoman wawancara berupa pokok-pokok yang ditanyakan .
c. Studi kasus
Mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus
untuk melihat perkembanganya. Misalnya untuk melihat sikap siswa terhadap
pelajaran yang diberikan guru disekolah selama satu semester.
d. Rating Scale (skala penilaian)
Rating scale merupakan salah satu penilaian yangt menggunakan
skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai kepada ujung
26
popsitif, sehingga pada skala tersebut penilai tinggal membubuhi tanda cek
sasa (√).
e. Chek list
Hampir menyerupai rating scale hanya pada chek list tidak perlu disusun
kriteria atau skala dari yang negatif sampai skala yang positif. Cukup dengan
kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan diminta dari yang dievaluasi
f. Inventory
Daftar pernyatan yang disertai alternatif jawaban diantara setuju, kurang
setuju atau tidak setuju.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau
cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau
peskoran portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri
atas instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara
mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar
pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat
menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang
digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun
kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah
instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Hasil dari pengukuran pencapaian Kompetensi Dasar dipergunakan
sebagai dasar peskoran atau evaluasi (penilaian). Menurut Depdiknas
(dalam Jihad dan Haris, 2013:54) penilaian merupakan kegiatan yang
dilakukan guru untuk memperoleh informasi secara objektif, berkelanjutan
dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang hasilnya digunakan
sebagai dasar untuk menentukan perlakuan selanjutnya. Hal ini berarti
penilaian tidak hanya untuk mencapai target sesaat atau aspek saja,
melainkan menyeluruh dan mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
27
Dengan demikian, inti dari penilaian adalah proses memberikan atau
menentukkan terhadap hasil belajar yang berupa tes dan non tes berdasarkan
suatu kriteria atau satuan ukuran tertentu.
Hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang
telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakikat IPA itu
sendiri. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang
meliputi IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai
produk, proses, dan sikap ilmiah.
a. IPA dalam segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep
IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. IPA dalam segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuam, dan menerapkan
konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka
hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
c. IPA dalam segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat untuk
mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta
mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar.
Dengan demikian hasil belajar IPA siswa harus mampu memahami
konsep-konsep, mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapakan
konsep IPA dengan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa juga
harus mampu mempelajari benda-benda nyata dan asli di lingkungan sekitar
sehingga hasil belajar IPA siswa dapat meningkat.
Agus Suprijono (2009:84) memberikan contoh teknik dalam pembelajaran
kooperatif yang sangat berguna untuk guru, yaitu: (1) Jigsaw. (2) Think Pair
Share, (3) Number Head Together, (4) Group Investigation, (5) Two stay
Twitray, (6) Make a match, (7) Inside outside circle, (8) Bambo dancing, (9)
Point counter point, (10 The Power of two, (11) Listening team.
Dari berbagai teknik atau macam-macam dari pembelajaran kooperatif
diatas peneliti memilih dalam penelitian menggunakan teknik make a macth
28
untuk meningkatkan hasil belajar belajar IPA pada siswa kelas IV. Teknik
make a mactch atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran
(dalam Miftahul Huda, 2011:135). Dalam teknik make a match siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana
yang menyenangkan. Teknik ini juga bisa diterapkan untuk semua mata
pelajaran dan tingkatan kelas.
Teknik pembelajaran make a match dilakukan di dalam kelas dengan
suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa dituntut
untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang berisi persoalan atau
permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan
mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa
mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar
mendapat nilai-reward, kartu dikumpulkan kembali dan dikocok, untuk babak
berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi,
refleksi.
2.1.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan model make a match dan
model picture and picture yang diterapkan untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar IPA, diantaranya :
Menurut Pradana, Erwin Widya (2013) dengan judul Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture terhadap
Hasil Belajar IPA Kleas V Semester II SD N Regunung 01 Tahun Pelajaran
2012/2013. Penelitian ini merupakan penelitin eksperimen dan desain yang
digunakan quasi eksperimen . Penelitian ini dilakukan pada kelas V A dan V B
SD negeri Regunung. Instrumen pengeumpulan data dalam penelitian ini
adalah tes. Berdasarkan hasil analisis nilai tes materi sebelumnya yaitu materi
fotosintesis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan
bahwa kedua kelompok tersebut homogen, dilihat dari nilai sig 0,207 > 0,05
artinya data memiliki varian yang tidak berbeda secara signifikan sehingga
kelompok eksperimen dapat diberi perlakuan yaitu dengan menggunakan modl
pmblajaran kooperatif picture and picture dan kelas kontrol menggunakan
29
model pembelajaran konvensional yaitu ceramah. Data dianalisis dengan
menggunakan Independent Sampel T Test untuk menguji beda rata-rata. Dari
hasil uji hipotesis yang dilakukan pada nilai post-test kelompok eksprimen dan
kontrol diperoleh nilai sig. (2-tailed) 0,001<0,05 maka Ho ditolah dan H1
diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil
yang signifikan antara hasil belajar mata pelajaran IPA pada siswa kelas 5A
dengan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5B SD Negeri Regunung 01, maka
perlakuan yang diberikan dapat berpengaruh signifikan.
Menurut penelitian Heni Kusumawati (2012) dengan judul Efektifitas
Penggunaan Benda Kongret pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match terhadap Hasil Belajar IPS Kelas IV SD Gugus Perkutut Tuntang
Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa terdapat
efektifitas penggunaan benda kongret membuat siswa dapat belajar secara
kontekstual ke taraf berpikir tingkat tinggi sehingga hasil belajar siswa yang
diperoleh meningkat. Subjek pada penelitian ini yaitu semua siswa kelas IV SD
Negeri Gugus Perkutut yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok eksperimen
dan semua siswa kelas V SD Negeri Gugus Perkutut yang berjumlah 21 siswa
sebagai kelompok kontrol. Teknik analisis data yang dipakai untuk menguji
skor hasil belajar siswa adalah uji t dengan teknik Independent Sample T Test.
Hasil post tes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontol setelah
dilakukan uji t menunjukkan signifikansi 0,003 karena signifikansi lebih kecil
dari 0,05 maka terdapat perbedaan efektivitas antara pembelajaran Matematika
yang dilaksanakan menggunakan model make a match dengan model
pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD semester II desa Tuntang
tahun ajaran 2011/2012.
30
2.1.6 Kerangka Berfikir
Keberhasilan seorang siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari
hasil belajarnya. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa meliputi
faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri siswa,
diantaranya: bakat dan minat belajar, kepribadian, sikap, kebiasaan belajar, dan
lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar,
seperti lingkungan keluarga, keadaan sekolah, penerapan model pembelajaran
serta faktor lain yang mendukung.
Model picture and picture untuk kalangan SD memang paling cocok
untuk mencapai hasil yang maksimal dalam sebuah pembelajaran. Model
pembelajaran kooperatif tipe picture and picture ini merupakan sebuah model
dimana guru menggunakan alat bantu atau media gambar untuk menerangkan
sebuah materi atau memfasilitasi siswa untuk aktif saat pembelajaran. Sehingga
setiap akan menggunakan model pembelajaran kita harus dapat
mempersiapkannya dengan baik agar proses pembelajaran dapat berlangsung
efektif, tanpa persiapan yang matang dalam pembelajaran nantinya siswa akan
menjadi jenuh. Model pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media
dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama dalam
proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah
menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau
dalam bentuk carta dalam ukuran besar.
Model pembelajaran make a match adalah termasuk model pembelajaran
kooperatif yang menyajikan pembelajaran dalam bentuk permainan yang
mencocokan kartu soal atau kartu jawaban. Penggunaan make a match
diberikan karena dapat membantu siswa mengatasi kesulitan-kesulitan atau
permasalahan dalam menjawab soal, siswa juga akan lebih fokus dalam
pembelajaran dan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar
meningkat. Dengan menggunakan model make a match berbantuan gambar
diharapkan dapat mempengaruhi hasil belajr IPA siswa kelas IV.
Dalam pembelajaran menggunakan model make a match sangatlah
menarik dalam proses belajar mengajar. Suasana kelas yang awalnya pasif
31
siswa tersebut terlibat menjadi aktif dalam pembelajaran. Dengan keaktifan,
antusias siswa dalam pembelajaran menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan model make a match dapat menjadikan siswa aktif, inovatif,
kreatif, efektif, serta menyenangkan, dan itu akan menpengaruhi hasil belajar
IPA siswa kelas IV.
Gambar 1 dan 2. Skema Kerangka Berfikir
Dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa
baik secara kognitif
maupun fisik.
Melatih kedisipilinan
siswa dalam
menghargai waktu saat
belajar.
Terdapat unsur
permainan sehingga
pada saat pembelajaran
menjadi
menyenangkan.
Dapat meningkatkan
pemahaman siswa
terhadap materi yang
dipelajari.
Model
Make a match
Dapat melatih
keberanian siswa
untuk tampil
presentasi.
Motivasi belajar
siswa menjadi
meningkat.
Dapat melatih
siswa untuk
berfikir logis dan
sistematis.
Guru dapat
mengetahui
kemampuan masing-
masing siswa .
Model
Pictur and Picture
Mengembangkan
motivasi siswa
untuk belajar yang
lebih baik.
Siswa dapat berfikir
berdasarkan sudut
pandang suatu subyek
bahasan dengan
memberikan kebebasan
dalam praktik berfikir.
32
2.1.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas yang dikemukakan maka diajukan hipotesis
yang hendak diuji dalam penelitian, yaitu :
1. H0 = tidak ada perbedaan hasil belajar IPA dalam penggunaan model
pembelajaran picture and picture dengan model pembelajaran make a match
pada siswa kelas IV.
2. H1 = ada perbedaan hasil belajar IPA dalam penggunaan model pembelajaran
picture and picture dengan model pembelajaran make a match pada siswa
kelas IV.