bab ii kajian pustaka 2.1. 2.1.1. - eprints.umpo.ac.id
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Belajar di Rumah
2.1.1.1. Pengertian Belajar di Rumah di Era COVID-19
Pemerintah telah menghimbau rakyatnya untuk melakukan sosial
distancing dengan menerapkan sistem sekolah di rumah, hal ini
diharapkan akan memutus rantai penyebaran COVID-19 yang telah
menjadi pandemi dunia. Ternyata hal tersebut akan membatasi ruang gerak
manusia untuk bersosial dan beraktivitas di luar rumah. Dan pemerintah
juga menghimbau para siswa untuk belajar di rumah, dan sebagai gantinya
orangtua pun yang mendidik dan mengajari materi yang disampaikan guru
melalui HP atau internet. Dengan begitu pengertian belajar di rumah
adalah belajar apa saja yang berada di rumah untuk pembelajarannya
bersama orangtua sebagai pengganti guru kelas (Luthfi & Ahsani, 2020, p.
39).
Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan pendidikan
serupa.Konsep ini dinamakan Siswa Belajar di Rumah (BDR) dari
sebelumnya Siswa Belajar di Sekolah (BDS).Cara ini diharapkan turut
dapat mencegah penyebaran COVID-19. Proses belajar mengajar siswa
dilaksanakan tanpa proses berkumpul atau berkerumun. Hal ini juga
dipercaya akan memperkecil peluang penyebaran COVID-19 untuk
menyerang anak-anak, yang masuk kategori rentan (Oktaria & Putra,
2020, p. 45).
Belajar di rumah sangat memerlukan panduan, dengan komunikasi
antara guru dengan orangtua supaya bisa menghasilkan pembelajaran yang
lebih baik.Dengan belajar di rumah dirasa kurang efisien dan menarik
untuk anak-anak.Karena terkadang banyak kendala, bisa dari berbagai
sarana maupun prasarana untuk memadai belajar di rumah anak. Dan juga
bahkan terhalang oleh signal internet yang sulit untuk menjangkau dari
jarak jauh. Untuk itu, dalam mengoptimalkan sistem belajar di rumah bisa
6
berjalan dengan baik, diperlukan sarana dan prasarana pendukung yang
baik pula seperti fasilitas internet dalambentuk kuota belajar, fasilitas
belajar seperti komputer atau HP dan sebagainya.Hal tersebut dapat
diperuntukan agar kegiatan belajar at the home dapat berjalan lebih efektif
dan lebih efisien dalam pencegahan COVID-19 yang berbahaya saat ini.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa selama pandemi Covid-19
semua dunia perekonomian dan pendidikan harus lockdawn. Khusunya
bagi dunia pendidikan harus melakukan proses belajar mengajar secara
daring atau belajar di rumah (BDR).
2.1.1.2.Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini adalah sebagaimana yang termaksud
dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan
bahwa: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Batasan lain mengenai
usia dini pada anak berdasarkan psikologi perkembangan yaitu antara usia
0-8 tahun.
Pendidikan anak usia dini adalah pendidikan dimana pembentukan
karakter anak usia dini secara jasmani maupun rohani agar memiliki bekal
yang baik di masa usianya. Dengan itu pendidikan anak usia dini sangat
penting dan sangat diperlukan karena sebagai fondasi dasar untuk
membentuk perilakunya baik dari keagamaan, tutur kata, sikap maupun
tingkah lakunya.
Pendidikan anak usia dini atau yang dikenal dengan sebutan PAUD
yaitu pendidikan yang diberikan sejak lahir hingga usia enam tahun
sebelum memasuki pendidikan Sekolah Dasar. Tujuan dari pada
diselenggarakannya pendidikan tersebut yaitu untuk merangsang
pertumbuhan dan enam aspek perkembangan, serta menyiapkan anak agar
7
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Enam aspek
perkembangan tersebut meliputi: (1) perkembangan nilai agama dan
moral, (2) fisik motorik, (3) sosial emosional, (4) kognitif, (5) seni dan
yang ke (6) aspek perkembangan bahasa.
Anak usia dini merupakan masa yang sangat cemerlang untuk
dilakukan dan diberikan pendidikan. Banyak ahli menyebutnya masa
tersebut sebagai golden age , yakni masa-masa keemasan yang dimiliki
oleh seorang anak, atau masa dimana anak mempunyai potensi yang
sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik otak anak
sudah terbentuk. Pendapat lain menyebutkan bahwa sekitar 50%
kapabilitas kecerdasan manusia terjadi ketika berumur 4 tahun, 80% telah
terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak
berumur sekitar 18 tahun.
Sejalan dengan itu, Laura menyebutkan dalam bukunya
Development Through the Lifespan sebagai berikut: “Beetween ages 2 and
6, the barin increases from 70 percent of its adult weight to 90 percent. By
age 4, many parts of the cereblal cortex have over produced synapses.”
Maksudnya, antara usia 2 dan 6 tahun, otak meningkat dari persen
dari berat dewasa sampai 90 persen. Pada usia 4 tahun, banyak bagian dari
korteks sereblal telah diover produksi sinapsis. Hal ini, menunjukkan
bahwa pada masa usia dini (0-6/8 tahun) merupakan masa yang tepat
untuk dilakukan pendidikan, guna merangsang kecerdasan anak supaya
dapat berkembang dengan optimal. Atas dasar inilah, penting kiranya
dilakukan pendidikan anak usia dini, dalam rangka memaksimalkan
kemampuan dan potensi anak.
Sesuai dengan tujuan Depdiknas (2004-5) yang mengatakan
“membentuk anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan
fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional,
kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk memasuki
pendidikan dasar.
8
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tenaga didik yang
professional, tenaga pendidik yang professional adalah guru dapat
memahami perkembangan anak, membimbing, menyusun dan
melaksanakan program pembelajaran serta menyediakan dan menguasai
media pembelajaran segala aspek dapat dicapai.
Jadi, pendidikan anak usia dini adalah sangat diperlukan bagi anak
mulai dari usia 3-6 tahun untuk mengembangkan berbagai aspek
perkembangan dan potensi anak, hal ini sejalan dengan M.Fadhlillah yang
menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah sangat penting bagi
perkembangan lanjutan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
anak.
2.1.1.3.Keterampilan Berbahasa Anak Usia Dini
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbiter (tidak ada
hubungan antara lambang bunyi dengan bedanya) yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja
sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer,
sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Bahasa lisan lebih mampu memberikan gambaran, dan perasaan
yang dimaksud karena dalam bahasa lisan, ketepatan penggunaan tinggi
rendah nada, bahasa wajah, dan gerak tubuh bersatu untuk mendukung
komunikasi yang dilakukan. Sedangkan bahsa tubuh adalah salah satu cara
berhubungan melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa tubuh digunakan
permanen oleh penyandang cacat karena mereka mempunyai bahasa
sendiri.
Fungsi bahasa dalam masyarakat adalah sebagai alat untuk
berhubungan dengan sesama manusia, dan sebagai alat untuk bekerja sama
dengan sesama manusia, serta sebagai alat untuk menentukan identitas
diri. Keterampilan berbahasa (Language Skills)mencakup empat
keterampilan, yaitu: keterampilan menyimak (Listening Skills),
keterampilan berbicara (Speaking Skills), keterampilan membaca (Reading
Skills) dan keterampilan menulis (Writing Skills). Keempat keterampilan
9
berbahasa itu saling berkaitan satu sama lain sehingga untuk mempelajari
salah satu keterampilan berbahasa beberapa keterampilan berbahasa
lainnya juga akan terlibat.
Adapun penjelasan dari empat keterampilan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Keterampilan menyimak
Menurut Henry Guntur Tarigan (Bandung: Angkasa, 2008)
menyimak merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam lisan
yang bersifat reseptif. Dengan demikian, menyimak tidak sekedar kegiatan
mendengarkan tetapi juga memahaminya.Keterampilan menyimak disini
bukan hanya menedengarkan tetapi juga berbicara. Oleh karena itu,
menyimak juga memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh
penjelasan supaya pahaam dengan apa yang dijelaskan oleh pembaca.
2. Keterampilan berbicara
Berbicara merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa
ragam lisan yang bersifat produktif.Sehubungan dengan keterampilan
berbicara ada 3 jenis situasi berbicara, yaitu interaktif, dan non
interaktif.Situasi-situasi berbicara interaktif yaitu percakapan secara tatap
muka dan berbicara lewat telepon yang saling membutuhkan suatu
jawaban dari pertanyaan untuk mendapatkan penjelasan. Dalam situasi
interaktif adalah misalkan berpidato secara langsung di depan umum.
Sedangkan situasi non interaktif ini bersifat misalnya berpidato melalui
radio, televisi dan tape recorder yang hanya bisa didengar oleh pendengar
tanpa tatap muka secara langsung.
3. Keterampilan membaca
Membaca merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa
ragam tulis yang bersifat reseptif. Biasanya keterampilan membaca ini
menggunakan keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dalam
prosees membaca yang harus dimiliki oleh pembaca adalah: (a) mengenal
sistem tulisan yang digunakan, (b) mampu mengenal kosakata, (c)
menentukan makna-makna kata, termasuk kosakata yang terpisah dari
10
konteks tertulis, (d) mengenal kelas kata gramatikal: kata benda, kata sifat
dan sebagainya.
4. Keterampilan menulis
Menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam
tulis yang bersifat produktif. Menulis disini bukan hanya menyalin kata-
kata dan kalimat, akan tetapi juga mengembangkan dan menuangkan
pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur. Keterampilan
menulis ini memerlukan daya konsentrasi juga, karena jika menulis tidak
konsentrasi terkadang yang ditulis juga keliru.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbahasa ada empat,
yaitu: keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan
menulis dan keterampilan membaca. Keempat keterampilan berbahasa ini
saling berhubungan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa pada
anak. Menurut Tarigan (2015: 4) mengatakan bahwa keterampilan
berbahasa yang dimiliki oleh anak mencakup 4 keterampilan, yaitu:
Keterampilan berbicara, menyimak, membaca dan menulis.
2.1.1.4.Fungsi Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi
Perkembangan teknologi saat ini memberikan dampak yang sangat
berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan manusia.Salah satunya
yang menjadi pemicu dari perkembangan yang ada adalah komunikasi.
Dimana dunia informasi menjadi sangat penting dalam aspek kehidupan,
maka komunikasi tidak bisa ditawar lagi, karena komunikasi adalah
pelengkap kehidupan manusia. Perangkat kehidupan manusia sudah
berkembang maju sedemikian pesatnya sahingga saat ini dunia seakan
tidak ada batas lagi. Manusia dapat berhubungan satu sama lain dengan
begitu cepat dan mudah.
Komunikasi adalah sebuah proses dimana interaksi yang saling
berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya. Awalnya dimulai dengan
sejumlah ide-ide yang abstrak atau pikiran seseorang untuk mencari data
atau menyampaikan informasi yang kemudian dikemas menjadi sebentuk
pesan untuk kemudian disampaikan secara langsung maupun tidak
11
langsung menggunakan bahasa berbentuk kode visual, kode suara, atau
kode tulisan.Berbicara bahasa tidak terlepas dari hakikat komunikasi
karena bahasa merupakan alat komunikasi berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.Bahasa juga dapat mengekspresikan diri
sekaligus menunjukkan identitas diri.Melalui bahasa, kita dapat mengukur
pemahaman kita atas suatu hal.Agar komunikasi yang dilakukan berjalan
lancar dengan baik, penerima dengan pengirim bahasa harus menguasai
bahasanya.Jadi dalam hal ini respon pendengar atau lawan komunikan
yang menjadi perhatian utama kita.
Dengan demikian, anak perlu diajarkan dengan bahasa yang baik
dan benar. Hurlock 1978, (dalam Fatimatus Syadiyah, 2015:35)
menyatakan bahwa kemampuan berbicara mencakup tiga proses yang
saling berhubungan, yang salah satunya pengucapan. Pada proses
belajarnya, anak belajar mengucap kata yang dimana pengucapan
dipelajari dengan meniru.
Maidar (dalam Cristopora Intan H.P., 2017:106) menjelaskan
bahwa kemampuan berbicara merupakan kemampuan untuk mengucapkan
bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan,
menjelaskan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi bahasa sebagai sarana
komunikasi untuk mengekspresikan maupun menyampaikan pikiran dan
perasaan terhadap orang lain untuk bersosialisasi dengan mudah. Hal ini
sejalan dengan pendapat Susanto dalam Rumilasari (2016) "fungsi
berbicara pada anak usia dini, salah satunya sebagai alat berkomunikasi,
dengan lingkungan, mengembangkan ekspresi anak, dan sebagai alat untuk
menyatakan sebuah perasaan maupun pendapat kepada orang lain".
2.1.1.5.Konsep Bicara
Dalam masa kanak-kanak, konsep berbicara anak terbatas hanya
pada pengucapan kata-kata, menambah kosa kata dan menjadikan kata
tersebut menjadi kalimat. Kalimat yang dirangkai pun tidak sesempurna
orang dewasa, karena masih dalam proses belajar untuk menyusunnya
12
menjadi kalimat yang bisa dimengerti oleh pendengar. Anak-anak pada
masa tersebut berusaha sebanyak mungkin untuk mempelajari berbagai
kosa kata baru yang didapatkannya baik dari keluarganya, maupun
lingkungan dimana ia tinggal.
Menurut Hurlock (1978:185) kosa kata yang digunakan anak
dalam berbicara pada masa kanak-kanak adalah :
a. Kosa Kata Umum
1) Kata Benda. Kata yang digunakan pertama oleh anak adalah kata
benda, umumnya yang bersuku kata satu dari celoteh yang ia
senangi.
2) Kata Kerja. Setelah anak mempelajari kata benda yang cukup
untuk menyebut nama orang dan benda, mereka mulai
mempelajari kata-kata baru, khususnya yang melukiskan tindakan,
seperti : “beri, “ambil, atau “pegang”.
3) Kata Sifat. Kata sifat muncul dalam kosa kata anak yang berumur
satu setengah tahun. Pada umumnya kata sifat yang sering
digunakan adalah “baik”, “buruk”, “bagus”, “nakal”, “panas”, dan
“dingin”. Pada prinsipnya kata-kata tersebut digunakan pada
orang, makanan dan minuman.
4) Kata Keterangan. Kata keterangan digunakan pada umur yang
sama dengan kata sifat. Kata keterangan yang muncul paling
pertama kali pada anak, umumnya adalah “disini” dan “dimana”.
5) Kata Perangkai dan kata ganti. Ini muncul paling akhir karena
kata ini paling sulit digunakan. Misalnya anak bingung kapan
menggunakan kata “ku”, “nya”, “kami” dan mereka.
b. Kosa Kata Khusus
1) Kosa Kata Warna. Sebagian anak mengetahui nama warna pada
usia 4 tahun. Seberapa segera mereka akanmempelajari warna
lainnya bergantung pada kesempatan belajar dan minat mereka
tentang warna.
13
2) Jumlah Kosa Kata. Dalam skala intekegensi Stanford-Binet, anak
pada usia 5 tahun diharapkan dapat menghitung 3 objek. Dan pada
usia 6 tahun diharapkan cukup baik memahami kata “tiga”,
“sembilan”, “lima”, dan “tujuh” untuk menghitung jumlah biji.
3) Kosa Kata Waktu. Biasanya anak yang berusia 6-7 tahun
mengetahui arti : pagi, siang, malam, musim panas dan musim
hujan.
4) Kosa Kata Ulang. Anak yang berumur 4-5 tahun mulai menamai
mata uang logam sesuai dengan ukuran dan warnanya.
5) Kosa Kata Ucapan Populer. “sumpah” terutama oleh anak lelaki
digunakan mulai pada usia sekolah bahwa ia sudah besar.
Menyadari perasaan rendah dirinya, menegaskan kejantanannya
dan menarik perhatian.
6) Bahasa Rahasia. Bahasa ini paling banyak digunakan oleh anak
perempuan setelah usia 6 tahun untuk berkomunikasi dengan
teman mereka. Bentuknya lisan (dikenal sebagai bahasa inggris
perasaan karena hal itu merupakan penyimpangan dari bahasa
inggris), tertulis (symbol), atau kinetik (isyarat).
2.1.1.6.Aspek Kemampuan Bicara Anak Usia 5-6 Tahun
Menurut Jamaris karakteristik kemampuan bahasa anak kelompok
B (usia 5-6 tahun) adalah sebagai berikut :
a. Lebih dari 2.500 kosa kata sudah dapat diucapkan.
b. Kosa kata yang sudah dapat diucapkan anak meliputi rasa, bau,
keindahan, warna, ukuran, suhu, perbedaan, bentuk, kecepatan,
jarak, perbandingan, dan permukaan (kasar-halus).
c. Dapat menjadi pendengar yang baik.
d. Dalam suatu percakapan anak telah mau berpartisipasi yang
ditandai dengan kemampuan anak mendengarkan orang lain
ketika berbicara dan dapat merespon atau menanggapi
pembicaraan tersebut.
14
e. Percakapan yang dilakukan mengungkapkan pendapatnya tentang
apa yang dilakukan oleh dirinya dan juga orang lain serta dapat
melakukan menulis, membaca, ekspresi dan berpuisi.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik kemampuan
bahasa anak usia 5-6 tahun adalah mampu bertambah kosa kata, bunyi-
bunyi maupun percakapan yang dilakukan untuk mengungkapkan
pendapat maupun bertisipasi terhadap orang lain dengan baik. Menurut
Ferliana (2015:29) anak mengucapkan semua bunyi-bunyi atau fonem
bunyi dengan benar.
2.1.1.7.Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini
Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih
harus dikembangkan, anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan
tidak sama dengan orang dewasa. Anak selalu bergerak aktif, dinamis,
antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.
Mereka seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar, anak
memiliki rasa ingin tahu secara ilmiah, kaya dengan fantasi, dan
merupakan masa yang paling potensial untuk belajar.
Keterampilan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:1180)
adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas, sama artinya dengan
cekatan, terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan suatu
pekerjaan dengan cepat dan benar. Keterampilan merupakan kemampuan
menyelesaikan tugasnya ketika anak melakukan sebuah aktivitas.
Keterampilan perlu diasah sejak dini supaya dimasa mendatang anak akan
tumbuh menjadi orang yang terampil dan cekatan saat melakukan berbagai
aktivitas. Anak mampu bertanggung jawab dan mandiri dalam
kehidupannya.
Menurut Yudha M.Saputra (2005:7) dalam Wijayanti Emi (2014)
keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas
seperti motorik, bahasa, social emosional, kognitif dan afektif.Jadi dapat
ditegaskan bahwa keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukan
berbagai aktivitas dalam usahanya memperoleh cekat, cepat dan tepat
15
menghadapi permasalahan belajar. Keterampilan perlu dilatih kepada anak
sejak dini supaya dimasa yang akan dating anak akan bertumbuh menjadi
orang yang terampil dan cekatan dalam melakukan segala aktivitas dan
memiliki keahlian yang bermanfaat bagi masyarakat.
Pengembangan bahasa untuk anak usia dini mempunyai empat
kerampilan yaitu menyimak (dengan unsur-unsur membedakan bunyi dan
memahami kata atau kalimat), bicara (dengan unsur-unsur perkembangan
kosa kata, ekspresi, artikulasi, dan kejelasan), membaca (menggunakan
phonics, kata bermakna dan gabungan phonics dan kata bermakna), dan
menulis (penmanship dan ekspresi). Keempat keterampilan tersebut
sebetulnya merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dan
melengkapi. Setiap keterampilan berhubungan dengan proses berpikir
yang mendasari bahasa (Tarigan, 1984:2).
Berbicara adalah keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang
sebelum dia dapat berbahasa dengan baik.Hurlock (2005: 176)
menyatakan bahwa bicara berbeda dengan bahasa. Bahasa mencakup
setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan
untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Termasuk didalamnya
perbedaan bentuk komunikasi yang luas, seperti tulisan, bicara bahasa
simbol, ekspresi muka, isyarat, pantonim dan seni.Bicara merupakan
keterampilan mental motorik, tidak hanya melibatkan koordinasi
kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai
aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang
dihasilkan. Ketika anak melakukan aktivitas bicara, anak tidak sekedar
menggunakan fisiknya saja, tetapi anak juga menggunakan kemampuan
berfikirnya untuk menghubungkan simbol dan arti kata sehingga
dihasilkan sebuah bunyi yang mewakili apa yang difikirkan.
Tarigan dalam Suhartono (2005: 20) mengartikan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
16
perasaan.Sedangkan Menurut Ferliana (2015: 29) anak mengucapkan
semua bunyi-bunyi atau fonem bunyi dengan benar.
Susanto dalam Rumilasari (2016) mengungkapkan bahwa “fungsi
berbicara bagi anak usia dini, salah satunya ialah sebagai alat
berkomunikasi dengan lingkungan, sebagai alat untuk mengembangkan
ekspresi anak, dan sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah
pikiran kepada orang lain”.
Menurut Tarigan (2015 : 3) mengemukakan bahwa keterampilan
berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada
kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak.
Jadi, dapat diartikan bahwa keterampilan berbicara adalah
kemampuan seseorang dalam mengungkapkan melalui bahasa lisan
dengan fonologi (bunyi), kosa kata, struktur kalimat dan kelancaran
(ketepatan) yang tepat untuk mengungkapkan isi hati maupun pikiran dan
gagasan untuk beradaptasi kepada orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hartono (2005 : 123) terdapat lima tujuan umum dalam
pengembangan keterampilan berbicara anak, yaitu :
1. Memiliki perbendaharaan kata yang cukup yang diperlukan untuk
berkomunikasi sehari-hari.
2. Mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat.
3. Mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang
tepat.
4. Berminat untuk menghubungkan antara bahasa lisan dan bahasa
tulisan.
Menurut Wati (2008 : 28) tujuan keterampilan berbicara adalah
sebagai berikut :
1. pembicara memberitahukan atau menyampaikan informasi kepada
pendengar.
2. Pembicara meyakinkan atau memberi penjelasan agar pendengar
tahu permasalahan yang sebenarnya.
17
3. Pembicara mempengaruhi pendengar sedemikian rupa untuk
mencapai tujuannya.
4. Pembicara berusaha menyentuh emosi pendengar untuk member
semangat, membangkitkan kegairahan atau menekan perasaan yang
kurang baik.
5. Pembicara dapat menciptakan suasana gembira dikalangan para
pendengar, sehingga pembicaraan bersifat menyenangkan.
2.1.1.8.Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini
Nurbiana Dhieni, dkk (2005: 3-5) dalam Fatimatus (2015)
mengatakan ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan
berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non
kebahasaan, aspek kebahasaan meliputi :
a. Ketepatan ucapan.
b. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai.
c. Pilihan kata.
d. Ketepatan sasaran pembicaraan.
Sedangkan aspek non kebahasaan meliputi :
a. Sikap tubuh.
b. Kesediaan menghargai pembicaraan orang lain.
c. Kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara.
d. Relevansi, penalaran, dan penguasaan terhadap topic tertentu.
Sedangkan menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1992 : 154-160),
menyatakan bahwa faktor-faktor penunjang dalam keterampilan berbicara
antara lain di bawah ini :
a. Aspek Kebahasaan
1. Ketepatan ucapan (pelafalan bunyi).
Anak harus dapat mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat
dan jelas.
2. Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme.
18
Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme yang sesuai
akan menjadi daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan
merupakan salah satu faktor penentu dalam keefektifan berbicara.
3. Penggunaan kata dan kalimat.
Penggunaan kata sebaiknya dipilih yang memiliki makna dan
sesuai dengan konteks kalimat.Anak juga perlu dilatih
menggunakan struktur kalimat yang benar.
b. Aspek Non Kebahasaan
1. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.
Berbicara harus bersikap wajar, tenang dan tidak kaku. Wajar
berarti berpenampilan apa adanya, tidak dibuat-buat. Sikap tenang
adalah sikap dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup,
dan tidak tergesa-gesa.
2. Pandangan yang diarahkan ke lawan bicara.
Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara agar lawan bicara
memperhatikan topik yang sedang dibicarakan serta lawan bicara
merasa dihargai.
3. Kesediaan menghargai pendapat orang lain.
Belajar menghormati pemikiran orang lain dapat dilakukan dengan
menghargai pendapat orang lain.
4. Gerak-gerik dan mimic yang tepat.
Gerak-gerik dan mimic yang tepat berfungsi untuk membantu
memperjelas atau menghidupkan pembicaraan.
5. Kenyaringan suara.
Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat,
jumlah pendengar, dan akustik (ruang dengar) yang ada.
6. Kelancaran.
Kelancaran dalam berbicara akan mempermudah untuk
menangkap isi pembicaraan yang disampaikan.
Berdasarkan uraian di atas, faktor yang mempengaruhi
keterampilan berbicara awal yaitu aspek kebahasaan.Faktor-faktor tersebut
19
mempengaruhi kualitas berbicara awal. Sehingga, faktor tersebut harus
diperhatikan oleh pendidik dalam mengajarkan keterampilan berbicara
pada anak usia dini. Salah satunya untuk mengetahui kemampuan anak
mengucapkan huruf, kemampuan mengucapkan kata, kemampuan
menirukan kalimat sederhana, dan kemampuan menceritakan gambar
secara lisan.Menurut Hartono (2015:123) untuk pengembangan
keterampilan berbicara anak mampu menirukan kalimat sederhana,
mengucapkan kata maupun menceritakan gambar secara lisan.
2.2.Kajian Penelitian yang Relevan
RA ‘Aisyiyah Temon merupakan tempat penelitian yang digunakan
oleh peneliti untuk melakukan penelitian.Pertama, Jurnal di atas yaitu ditulis
oleh TK ABA Suronandan Sendangrejo Minggir Sleman dengan judul
“Melalui Permainan Kliping Gambar dapat Meningkatkan Keterampilan
Berbicara anak di TK ABA Suronandan Sendangrejo Minggir Sleman”.
Kedua, Jurnal Ilmiah Potensia, 2017, Vol.2 (2), 139-146 yang ditulis oleh
Vivi Umiya Lestari, Sri Saparahayuningsih dan Yulidesni adalah melakukan
penelitian dengan Judul “Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan
Bercerita melalui Media Audio Visual VCD pada Anak Kelompok B PAUD
Dharma Wanita Kabupaten Bengkulu Tengah”. Ketiga, Jurnal di atas yaitu
ditulis oleh RR Budiati UNNES, 2017 dengan judul “Keterampilan Berbicara
Anak Usia Dini Berdasarkan pada Penerapan Permainan Balok Gambar Di
TK Pertiwi Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas”. Jurnal keempat yaitu
Jurnal Indria yang ditulis oleh Ida Yeni Rahmawati dengan judul “CD
Interaktif Sebagai Media Pembelajaran Berbahasa Bagi Anak Usia Dini”
sedangkan peneliti mengangkat Skripsi dengan Judul “Analisis
Perkembangan Keterampilan Berbicara pada Anak Usia 5-6 Tahun di Era
COVID-19 (study kasus RA ‘Aisyiyah Temon)”. Keempat Jurnal di atas
dengan yang dituju peneliti saat ini sama sekali berbeda yaitu Jurnal di atas
untuk perkembangan keterampilan berbicara pada anak usia dini
menggunakan media modern atau elektronik, sedangkan dengan tema yang
diangkat oleh peneliti saat ini, baik dari segi tema penelitian maupun pokok
20
bahasan yang diangkat tidak menggunakan media modern ataupun elektronik.
Namun, perbedaannya disini meski hanya menggunakan media buku cerita
yang peneliti teliti dan keberadaan sekolah di pedesaan. Tetapi, ada
perkembangan meskipun tidak signifikan baik dari kosa kata maupun
pelafalan anak bertambah cukup baik. Penelitian di atas juga berbeda lokasi
penelitiannya. Hanya saja persamaan yang dilakukan oleh peneliti saat ini
dengan Jurnal di atas sama-sama melakukan penelitian untuk meningkatkan
perkembangan keterampilan berbicara pada anak usia dini.