bab ii kajian pustakaeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 bab ii kajian...

16
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan dan model pembelajaran yang cocok untuk penyampaian guru. Penyesuaian juga harus dilakukan guru dengan meninjau kompetensi dasar dari materi yang akan disampaikan, sehingga guru dapat menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk penyampaian topik/materi. Pemilihan model pembelajaran yang tepat mampu membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran serta siswa dapat mendapatkan hasil yang maksimal. Kemampuan belajar siswa harus mampu dinilai oleh guru agar guru dapat mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan agar menjadi lebih baik, serta guru dapat mengetahui seberapa kemampuan setiap siswa dari hasil belajar siswa. Evaluasi proses pembelajaran perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran (Yusuf, 2015). Penelitian dilakukan dengan model pembelajaran TGT (Teams Games-Tournament) pada konsep bangun datar untuk melihat kemandirian belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. 2.1 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang beranggotakan 4-6 orang siswa (Isjoni, 2010). Selain itu pembelajaran kooperatif merupakan aktifitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk

Upload: others

Post on 16-Jan-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda

disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan dan model pembelajaran yang

cocok untuk penyampaian guru. Penyesuaian juga harus dilakukan guru dengan

meninjau kompetensi dasar dari materi yang akan disampaikan, sehingga guru

dapat menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk penyampaian

topik/materi. Pemilihan model pembelajaran yang tepat mampu membuat siswa

lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran serta siswa dapat mendapatkan hasil

yang maksimal.

Kemampuan belajar siswa harus mampu dinilai oleh guru agar guru dapat

mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan agar menjadi lebih baik,

serta guru dapat mengetahui seberapa kemampuan setiap siswa dari hasil belajar

siswa. Evaluasi proses pembelajaran perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas

pembelajaran (Yusuf, 2015). Penelitian dilakukan dengan model pembelajaran

TGT (Teams Games-Tournament) pada konsep bangun datar untuk melihat

kemandirian belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa.

2.1 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran di mana

siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif

yang beranggotakan 4-6 orang siswa (Isjoni, 2010). Selain itu pembelajaran

kooperatif merupakan aktifitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu

prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara

sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap

pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

10

meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain demi tercapainya tujuan

bersama (Riyanto: 2010 & Huda: 2016). Model pembelajaran kooperatif

mengharuskan guru mampu membagi siswa dalam bentuk kelompok-kelompok

kecil yang tentunya anggota di dalam kelompok mampu bekerja sama secara

maksimal dan bertanggung jawab atas kewajiban masing-masing anggota

kelompok, serta memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran

anggota kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok harus memahami

pembelajaran dan membagi pengetahuannya kepada anggota lainnya (Huda,

2016).

Sesuai perkembangannya pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran

yang dilakukan secara sadar dan bertujuan untuk membuat siswa lebih aktif dalam

proses pembelajaran, sehingga siswa mampu memahami pembelajaran secara

maksimal. Selain itu pembelajaran kooperatif juga diterapkan untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan pembelajaran yang telah

dilakukan dengan pembelajaran berikutnya, sehingga dapat memudahkan siswa

dalam memahami pembelajaran.

2.2.1 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif diterapkan bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan akademis siswa, selain itu pembelajaran kooperatif juga

mengembangkan sikap dan moralitas siswa. Kemampuan akademis siswa

berkembang seiring dengan dilakukannya pembelajaran secara berkelompok oleh

siswa. Dengan berlangsungnya diskusi aktif terhadap materi pembelajaran yang

kurang dipahami siswa dapat menambah pengetahuan-pengetahuan siswa, sikap

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

11

serta moralitas siswa terbangun dengan saling menghormati sesama anggota

kelompok dan kelompok lain.

Guru harus menanamkan paradigma kepada siswa bahwa siswa tidak

berjuang sendiri namun berjuang bersama (Huda, 2016), salah satu unsur dari

pembelajaran kooperatif yang pertama kali harus dipahami oleh setiap anggota

kelompok. Sebuah pemahaman yang harus ditanamkan kepada siswa agar timbul

kepekaan siswa bahwa mereka menghadapi masalah tidak sendiri dan memiliki

semangat lebih dalam mencoba memecahkan masalah yang dihadapi. Masalah

tersebut adalah konsep-konsep baru yang diterima oleh siswa yang kemudian akan

dipahami bersama dan mencari solusinya.

Paradigma selanjutnya yang harus ditanamkan adalah siswa harus

bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan anggota kelompok lainnya

(Warsono & Hariyanto, 2013), adalah juga unsur dari pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran harus mampu mengontrol proses kerja kelompok siswa agar siswa

tidak menimbulkan keegoisan dalam melakukan pembelajarannya sendiri dan

tidak memperhatikan anggota kelompoknya. Pemberian motivasi kepada setiap

anggota kelompok juga harus diperhatikan agar secara berkelompok mencapai

hasil yang maksimal dalam pembelajaran.

Dalam berkelompok dan diskusi sehat haruslah mengandung unsur face to

face (tatap muka) sesama anggota kelompok (Riyanto, 2010), adalah unsur

berikutnya dari pembelajaran kooperatif. Dengan begitu akan timbul rasa

ketergantungan yang positif antara anggota kelompok, namun tidak

mengindahkan tanggung jawab dari setiap anggota kelompok atas

pembelajarannya masing-masing. Dengan bertatap muka menimbulkan efek baik

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

12

dengan beracuan pada unsur sebelumnya dari pembelajaran kooperatif yaitu siswa

tidak berjuang sendiri dalam menghadapi tantangan. Siswa mampu saling

memotivasi anggota kelompoknya agar dapat mencapai hasil belajar yang

maksimal.

Siswa dalam setiap kelompok memiliki tujuan pembelajaran yang harus

tercapai, tujuan pembelajaran adalah salah satu hal pokok yang mendasari suatu

pembelajaran. tujuan tersebut akan tercapai bila siswa bekerja keras, antusias, dan

saling memotivasi serta bertanggung jawab dalam kelompoknya. Komunikasi

yang baik akan dapat timbul dalam sebuah kelompok antara anggota kelompok

(Riyanto, 2010), yang juga merupakan unsur dari pembelajaran kooperatif.

Komunikasi yang baik akan memudahkan siswa dalam bekerja sama dengan

anggota kelompoknya agar mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal.

Pemrosesan kelompok atau penilaian kelompok adalah unsur terakhir dari

pembelajaran kooperatif. Melalui penilaian kelompok dapat diidentifikasi

kelompok yang masih kurang dalam pembelajarannya. Meskipun penilaian

kelompok namun penilaian dilakukan secara individu, nilai-nilai individu dari

anggota kelompok mempengaruhi nilai kelompok tersebut. Nilai individu yang

kurang maksimal akan berimbas pada nilai kelompok yang kurang maksimal pula,

begitu juga sebaliknya. Unsur penilaian atau evaluasi ini sangatlah penting, karena

dapat ditinjau pertanggungjawaban dari setiap anggota kelompok sudah maksimal

atau masih kurang. Rasa tanggung jawab dari tiap anggota kelompok sangatlah

berpengaruh pada proses penilaian sehingga menjadi unsur terakhir dari

pembelajaran kooperatif (Huda, 2016). Konsep yang diterima oleh kelompok

wajib untuk dipahami oleh setiap anggota kelompok, karena hal itu setiap anggota

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

13

wajib berusaha semaksimal mungkin untuk memahaminya serta bertanggung

jawab untuk mempelajari konsep yang diterima. Oleh karena itu meskipun

penilaian atau evaluasi dilakukan secara kelompok namun dipengaruhi oleh

penilaian individu setiap anggota kelompok yang tergantung pada usaha anggota

kelompok dalam memahami suatu konsep yang diterima.

2.2.2 Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sudah secara terus menerus diteliti sejak tahun

1970-an (Warsono & Hariyanto, 2013). Karena itu pembelajaran kooperatif telah

memberikan manfaat terhadap siswa atau peserta didik. Seiring dengan

berkembangnya kurikulum 2013, pembelajaran kooperatif sangat sesuai dengan

tujuan dari kurikulum 2013 dengan berdasarkan unsur-unsur dari pembelajaran

kooperatif. Begitu pula manfaat dari pembelajaran kooperatif sangatlah

berpengaruh pada pembelajaran matematika.

Meningkatkan hasil belajar siswa adalah yang sangat diharapkan pada

penerapan model pembelajaran, dan salah satu manfaat dari pembelajaran

kooperatif dalah meningkatkan hasil belajar siswa (Utami, 2013). Pada proses

evaluasi pembelajaran kelompok, setiap anggota kelompok akan merasakan akibat

dari pemahaman konsep yang disampaikan (Fithriasari, 2011).

Pertanggungjawaban setiap individu anggota kelompok terhadap sebuah konsep

yang maksimal akan berpengaruh langsung pada hasil belajar kelompok melalui

kemampuan siswa dalam menemukan solusi dari masalah yang diberikan.

Sebuah konsep matematika yang dipahami dan dilakukan siswa dapat

diingat dengan mudah, sehingga mampu menghubungkan konsep yang telah

dipahami dengan konsep matematika lainnya. Ingatan siswa akan meningkat

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

14

apabila siswa belajar untuk mengerjakan, peningkatan daya ingat tentu menjadi

keuntungan bagi siswa sendiri. Dengan bertanggung jawab penuh terhadap konsep

yang telah diterima serta diskusi kelompok yang dilakukan, secara langsung siswa

melakukan pengerjaan terhadap masalah yang diberikan sehingga memberikan

dampak yang besar pada daya ingat siswa.

Kemampuan daya ingat siswa yang meningkat akan mempermudah siswa

dalam memahami konsep yang dipelajari. Dalam hal ini matematika terdiri dari

berbagai konsep yang saling berkaitan satu sama lain, apabila siswa telah

memahami dengan baik konsep yang telah dipelajari maka siswa akan mampu

mengaitkan pemahaman yang telah ada dengan konsep baru yang dipelajari.

Kemampuan mengaitkan sebuah konsep dengan konsep yang lain juga menjadi

keuntungan tersendiri bagi siswa.

Pembelajaran kooperatif menuntut siswa agar aktif dalam mengikuti

pembelajaran sehingga siswa antusias dalam mengikuti rangkaian pembelajaran.

Antusiasme siswa ini akan memberikan rasa kepuasan kepada siswa itu sendiri

terhadap pembelajaran yang dialami (Warsono dan Hariyanto, 2013). Dengan

begitu siswa akan lebih mudah dalam mengingat konsep yang telah dipelajari dan

mampu mengaitkan konsep yang telah dipahami dengan konsep baru yang

diterima.

Dalam sebuah diskusi kelompok siswa akan belajar bagaimana siswa

bersikap terhadap anggota kelompoknya. Kemampuan siswa dalam bersosial akan

meningkat karena siswa akan mengalami proses bertukar pikiran dengan sesama

anggota kelompoknya (Arends, 2013). Ketika siswa berinteraksi dengan anggota

kelompoknya akan timbul kepekaan dalam mengemban tanggung jawabnya, lebih

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

15

berhati-hati dalam menyampaikan pendapat, serta menghormati pendapat sesama

anggota kelompoknya.

Hubungan positif yang terjadi antar anggota kelompok tanpa memandang

agama, ras, ataupun suku akan terjalin dalam diskusi kelompok. Demi

terwujudnya tujuan kelompok atau tujuan bersama siswa tidak akan memandang

agama, ras, ataupun suku dalam bersosialisasi antar anggota kelompok. Hubungan

positif ini terjalin seiring dengan diskusi yang dilakukan.

Manfaat pembelajaran kooperatif yang teramat sangat dirasakan langsung

oleh siswa adalah kepercayaan diri siswa tersebut. Kepercayaan diri siswa muncul

seiring dengan penyampaian pendapat pada diskusi kelompok yang terjadi.

Karena pada awalnya siswa diberikan tanggung jawab individu untuk memahami

konsep yang dibahas, siswa diharuskan untuk membagi pamahaman mereka

terhadap konsep yang dibahas kepada anggota kelompoknya.

2.2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games-Tournament

Teams Games-Tournament (TGT) adalah salah satu tipe dari pembelajaran

kooperatif. Pencetus dari konsep pembelajaran TGT adalah Slavin beserta rekan-

rekannya (Huda, 2016). Dengan pembelajaran berbentuk kelompok-kelompok

kecil yang tidak memandang kemampuan individu siswa, ras, etnik, suku, ataupun

gender dan menggunakan kuis sebagai cara mengevaluasi seperti STAD, TGT

lebih hterfokus pada tingkatan kemampuan siswa dan menggunakan sebuah

permainan akademik sebagai cara evaluasi.

Pembelajaran kooperatif tipe TGT membentuk kelompok-kelompok kecil

dalam kelas yang terdiri dari 3-5 siswa yang heterogen (Kurniasari, 2016).

Kondisi setiap kelompok dibentuk agar setiap kelompok yang ada memiliki

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

16

komposisi yang seimbang. Kelompok-kelompok yang telah dibentuk selanjutnya

ditugaskan untuk mempelajari suatu topik bahasan melalaui lembar kegiatan

siswa terlebih dahulu. Kemudian pada tahap evaluasi siswa akan diuji dengan

sebuah permainan akademik yang akan menentukan nilai dari masing-masing

kelompok belajar.

Pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki beberapa langkah. Agar

mencapai hasil belajar yang maksimal, setiap langkah dari pembelajaran

kooperatif tipe TGT perlu dilaksanakan dengan baik. Beberapa langkah TGT

(Slavin, 1995), yaitu:

1) pada awal pembelajaran guru memberikan gambaran materi yang akan

dibahas secara garis besar atau secara umum. Hal ini akan memberi petunjuk

kepada siswa tentang apa yang akan mereka pelajari dan apa yang akan

mereka capai (Supriadie & Darmawan, 2013). Sebelum guru membentuk

kelompok, guru terlebih dahulu menjelaskan tata cara diskusi dan prosedur

permainan akademik yang akan dilakukan;

2) pembentukan kelompok secara heterogen berdasarkan tingkat kemampuan

siswa. kemampuan belajar setiap kelompok haruslah seimbang, dengan

perpaduan siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah;

3) guru mulai membagikan lembar kegiatan siswa kepada setiap kelompok yang

ada. Pada langkah ini siswa diharapkan aktif dalam berdiskusi. Dengan tujuan

mempermudah dan merangsang siswa untuk menggunakan daya ingatnya,

guru dapat memberikan stimulus tentang materi sebelumnya yang telah

dibahas yang tentunya berkaitan dengan materi yang sedang dibahas. Agar

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

17

mempermudah pengerjaan lembar kegiatan, masing-masing siswa diberi

tanggung jawab masing-masing dengan pemberian tugas individu;

4) guru sebagai seorang fasilitator wajib memberikan bimbingan kepada

kelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan lembar

kegiatan siswa. Guru diharapkan aktif untuk mengawasi proses diskusi siswa,

sehingga jika kelompok siswa mengalami kesulitan guru dapat dengan

tanggap memberikan bimbingan kepada kelompok siswa tersebut.

5) sebelum guru memulai permainan terlebih dahulu guru menginstruksikan

kepada siswa untuk me-review kembali pengerjaannya agar jika ada

kesalahan siswa dapat segera memperbaikinya. Hal ini dilakukan agar siswa

lebih memahami materi serta siswa mampu mencapai hasil belajar yang

maksimal;

6) guru memulai permainan akademik sebagai evaluasi terhadap setiap individu.

Nilai rata-rata dari hasil evaluasi individu dalam satu kelompok menjadi nilai

dari kelompok tersebut (Arends, 2013);

7) sebagai salah satu cara untuk memotivasi siswa agar selalu semangat dalam

belajar, guru memberikan reward atau penghargaan kepada kelompok-

kelompok tertentu, sesuai dengan kriteria-kriteria pertimbangan guru.

Kelompok-kelompok seperti kelompok terbaik dalam proses diskusi,

kelompok dengan point rata-rata tertinggi, dan sebagainya, serta di akhir

pembelajaran;

8) guru mengevaluasi seluruh proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Penguatan kembali terhadap materi yang telah dibahas masing-masing

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

18

kelompok, evaluasi terhadap proses diskusi masing-masing kelompok agar

pada pertemuan berikutnya diskusi berlangsung lebih baik lagi.

Bentuk evaluasi yang dilakukan dengan cara permainan akademik. hasil-

hasil dari permainan akademik inilah yang akan menjadi nilai dari tiap-tiap

kelompok. Menurut Warsono dan Hariyanto (2013) cara kerja permainan

akademik adalah:

1) permainan akademik dilakukan dengan perwakilan dari masing-masing

kelompok. Masing-masing perwakilan kelompok telah ditentukan oleh guru

berdasarkan kemampuan siswa pada meja-meja yang telah disiapkan.

Penentuan perwakilan masing-masing kelompok adalah mempertemukan

siswa dengan kemampuan tinggi dalam satu meja dan begitu pula pada siswa

berkemampuan sedang dan rendah, kemudian siswa mengambil soal

permainan secara acak atau undian untuk dikerjakan pada meja masing-

masing;

2) pada tahapan turnamen peserta selalu berganti-ganti sesuai dengan hasil dari

permainan akademik yang telah dilakukan sebelumnya. Pada setiap meja

permainan akademik siswa akan selalu dikumpulkan dengan siswa lain yang

tingkat kemampuannya sama (Riyanto, 2010);

3) pada pertemuan selanjutnya guru kembali membagi kelompok dengan

komposisi kemampuan siswa yang sama namun dengan kelompok yang tidak

sama dengan kelompok pertemuan sebelumnya. Pembagian kelompok juga

berdasarkan dari hasil turnamen sebelumnya, sehingga komposisi

kemampuan siswa seimbang. Pada prinsipnya, turnamen akan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

19

mempertemukan masing-masing pemenang dari meja-meja yang ada untuk

mencari pemenang utama dari setiap meja, dan;

4) hasil dari masing-masing anggota kelompok yang mewakili kelompoknya

pada permainan akademik akan digabung dan direrata untuk menjadi nilai

kelompok tersebut. Hasil maksimal yang dicapai oleh anggota kelompok akan

berpengaruh besar pada nilai kelompoknya, begitupun sebaliknya.

Layaknya model pembelajaran yang lain serta proses pembelajaran,

tingkat keberhasilan dari pembelajaran kooperatif tipe TGT sangatlah bergantung

pada bagaimana guru mempersiapkan rencana, merencanakan pembelajaran

hingga pelaksanaannya. Sesuai dengan kurikulum 2013 guru sebagai fasilitator,

sehingga guru diwajibkan mempersiapkan pembelajaran dengan matang. Pada

pelaksanaan pembelajaran, guru juga harus memperhatikan perencanaan yang

telah dibuatnya sehingga pembelajaran berjalan secara efisien dan sesuai rencana

dan tujuannya

2.2 Kemandirian Belajar Dalam Pembelajaran Teams Games-Tournament

Pembelajaran harus mampu mengondisikan siswa untuk mendapatkan

informasi serta pengetahuan baru yang tidak disampaikan oleh guru secara

langsung. Kondisi agar siswa mampu menemukan konsep yang dibahas oleh

dirinya sendiri. Dalam mencapai tujuan pembelajaran siswa menggerakkan

dirinya sendiri untuk belajar (Brookfield, 2000).

Setiap siswa dapat berkembang secara maksimal dalam hal kemandirian

belajar. Apabila dalam proses pembelajaran diberikan peluang serta kesempatan

kepada siswa itu sendiri untuk menentukan keputusan mengani proses

pembelajaran itu sendiri (Khosun: 2011).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

20

Kemandirian belajar adalah proses siswa dalam perancangan dan

pemantauan apa yang dikerjakannya secara seksama dalam pembelajarannya

(Sumarmo, 2002). Kemadirian belajar akan terwujud apabila siswa aktif dalam

pembelajaran dan siswa mampu aktif mengontrol diri dengan baik apa yang

dikerjakannya serta mengevaluasi pembelajarannya.

Kemandirian belajar adalah situasi siswa mampu mengendalikan diri

dalam melakukan kegiatan belajar dengan kemampuan dirinya sendiri dalam

kondisi berkelompok atau tidak. Kemandirian belajar siswa bergantung pada

kemampuan siswa dalam mengendalikan diri siswa, meskipun terdapat faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar siswa.

Model pembelajaran Teams Games-Tournament adalah model

pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Selain itu

model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam

proses pembelajaran sehingga siswa dapat melatih kemandirian belajarnya.

2.2.1 Indikasi Siswa Memiliki Kemandirian Belajar

Kemandirian siswa dalam pembelajaran tak terlepas dari keaktifan siswa

mengontrol diri, serta kemandirian siswa dapat dipantau dari beberapa indikasi.

Indikasi berupa rasa tanggung jawab siswa terhadap tugas yang diberikan

kepadanya, kesadaran diri bahwa kewajiban siswa adalah untuk belajar, kesadaran

diri yang tinggi berpengaruh baik pada kedewasaan diri siswa dalam belajar, serta

kedisiplinan siswa dalam belajar (Syam, 1999).

Siswa memiliki kemandirian belajar dapat dilihat dari inisiatif siswa dalam

belajar tanpa menunggu instruksi untuk melakukannya. Sukarno (1999)

menyebutkan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar ditandai dengan:

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

21

1) siswa mampu merencanakan kegiatan belajarnya sendiri;

2) inisiatif yang dimiliki siswa dalam belajar;

3) percaya diri dalam belajar;

4) siswa mampu belajar dengan kritis, logis, dan terbuka; serta

5) rasa tanggung jawab siswa terhadap belajarnya.

Siswa yang memiliki kemandirian belajar sanggup untuk mengendalikan

serta mengatur proses pembelajarannya. Dengan tanggung jawab penuh atas

dirinya sendiri terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya sebagai seorang

siswa.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

Pada umunya ada dua faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar

siswa (Syam:1999), yaitu:

1) faktor internal, faktor yang berasal pada diri siswa sendiri. Faktor yang

paling berpengaruh pada kemandirian belajar siswa dengan beberapa

indikasi pada diri siswa itu sendiri, dan;

2) faktor eksternal atau faktor dari luar diri siswa. faktor yang muncul dan

mempengaruhi kemandirian belajar siswa dari lingkungan hidup siswa,

kondisi sosial dan ekonomi siswa, hingga jasmani dan rohani siswa.

Sedangkan menurut Biemiller (1998), faktor yang mempengaruhi

kemandirian belajar adalah:

1) sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada dilingkungan siswa seperti

orang tua siswa dan pelatih atau guru siswa.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

22

2) sumber kesempatan siswa untuk belajar. Siswa yang secara terus-menerus

diatur oleh orang tua serta guu sehingga siswa kurang kesempatan untuk

membangun kemampuan belajar secara mandiri bagi siswa.

2.3 Kemampuan Koneksi Matematis Dalam Model Pembelajaran Teams

Games-Tournament

Mata pelajaran matematika terdiri dari berbagai topik yang saling

berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam

matematika, akan tetapi terdapat juga keterkaitan antara topik dalam matematika

dengan disiplin ilmu lainnya. Selain keterkaitan dengan disiplin ilmu lain,

matematika juga memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan

dalam mengaitkan antar topik dalam matematika, mengaitkan matematika dengan

disiplin ilmu lain, serta mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari

disebut dengan kemampuan koneksi matematis.

Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa mengaitkan

konsep-konsep matematika atau mengaitkan konsep matematika dengan bidang

ilmu lainnya (Setiawan:2009). Koneksi matematis dapat dibagi menjadi tiga

klasifikasi yaitu koneksi antar topik matematika, koneksi dengan disiplin ilmu

lain, dan koneksi dengan masalah kehidupan sehari-hari.

Matematika yang pada dasarnya adalah konsep yang saling berkaitan jika

diberikan secara sendiri-sendiri maka pembelajaran matematika akan kehilangan

satu momen yang berharga dalam mencapai prestasi belajar siswa

(Setiawan:2009). Kurangnya kemampuan koneksi matematis pada diri siswa akan

mempersulit siswa dalam mempelajari matematika. Kemampuan koneksi

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

23

matematis dibutuhkan siswa dalam mempelajari beberapa konsep matematika

karena berkaitan dengan konsep matematika lainnya.

Kemampuan koneksi matematis akan membuat siswa memandang

matematika adalah suatu kesatuan dan bukan sebagai materi yang berdiri sendiri-

sendiri. Siswa akan mudah dalam memahami sebuah konsep matematika yang

baru dipelajarainya apabila siswa mampu mengaitkan dengan konsep matematika

yang telah siswa pelajari sebelumnya. Mempermudah siswa dalam

menyelesaiakan tugas yang diberikan sehingga berpengaruh langsung pada

prestasi belajar siswa.

Model pembelajaran Teams Games-Tournament adalah model

pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif, yang berarti model

pembelajaran Teams Games-Tournament adalah pembelajaran yang berfokus

pada student centered. Strategi student centered akan membangun kememapuan

berpikir tingkat tinggi pada siswa (Delisle:1997).

Kemampuan berpikir siswa sangat penting bagi siswa. Memori siswa

tentang konsep matematika siswa yang telah diketahui akan berguna bagi siswa

dalam mempelajari konsep matematika yang baru, karena konsep matematika

adalah konsep yang berhubungan satu sama lain.

2.3.1 Indikator Siswa Memiliki Kemampuan Koneksi Matematis

Siswa yang memiliki kemampuan koneksi matematis akan memenuhi

beberapa indikator (NCTM: 2000) yaitu:

2.1 mengenali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam

matematika. Koneksi dapat membantu siswa dalam memanfaatkan konsep-

konsep yang telah dipelajari siswa dengan konteks baru yang akan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39921/3/jiptummpp-gdl-muhammadic-55265...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran matematika yang dilakukan guru dalam kelas berbeda-beda disesuaikan

24

dipelajari oleh siswa dengan cara menghubungkan satu konsep dengan

konsep lainnya sehingga siswa mengingat kembali konsep yang

sebelumnya telah mereka pelajari;

2.2 memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling

berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu

keutuhan. Siswa mampu melihat struktur matematika yang sama dalam

setting yang berbeda, sehingga terjadi peningkatan pemahaman tentang

hubungan antara konsep matematika pada siswa;

2.3 mengenali dan menerapkan matematika dalam konteks-konteks di luar

matematika. Pada tahap ini berkaitan dengan hubungan matematika

dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa dapat mengkoneksikan

antara kejadian nyata ke dalam model matematika.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini dengan berdasarkan kajian

teori diatas, adalah terdapat pengaruh positif yang signifikan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT terhadap kemandirian belajar dan kemampuan koneksi

matematis siswa di SMP Plus Darussalam Lawang.