bab ii isicara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (keraf, 2007:128)....

219
BAB II ISI A. Syair Ke-1 اب ب الض ة ي ن غ أ ال ان ك.. ء ي ش ل ي ك ط غ ي اب ب ض: ة ل ائ ق ت ف ت ه ، ف ة ق ي د ى ام ر ت ن أ ع ط ت س ت م ل ا ف ذ اف ن ن لى م ي ل ت ر ظ ن اب ب ض اب ب ض ة ن ي د اه ف ل ي اب ب الق ف ل ي ة ن ي ك ي الس ق ل ي و** ة ق ي د ام ب ي غ ت ع ار و الش ب ي غ ت اب ب الض ب ل ق ب ة ق ي ل و ان د غ ت و ع ائ ض م ح كا اب ب الض اء ر و** يف ث ك اب ب ض اء ي الض ن ئ ي ت اف ى ح ل ع يو يف ف ر ن ا م م ف اء ن غ ن م و يو ل ع يل س ي** اب ب ض اب ب ض اب ي ا غ ي ن د و ر اف س أ و ع د اب ب ا الض ذ Ughniyyatudh-Dhaba>b Ka> na adh-Dhaba>bu yughaththi> kulla syaiˈin.. Nazharat Laila> min na>fidzatiha> falam tastathi‘ an tara> al-chadi>qah, fahtafat qa> ˈilatan: Dhaba>bun dhaba>b Yalufful-Madi>nah Yalufful-qiba>b Wa yulqi>s-saki>nah 32

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

32

BAB II

ISI

A. Syair Ke-1

أغنية الضباب باب ي غطي كل شيء..كان ال نظرت ليلى من نافذتا ف لم تستطع أن ت رى احلدي قة، ف هت فت قائلة: ض

دي نة ضباب ضباب

ي لف ادلنة ي لف القباب كي وي لقي الس

** وارع تغيب احلدي قة تغيب الش

باب بقلب الضقة كاحلم ضائع وت غدو اخللي

وراء الضباب **

ياء ضباب كثيف يئن الض يو على حاف ت

وال من غناء فما من رفيف يسيل عليو

** ضباب ضباب

ودن يا غياب

دعون أسافر بذا الضباب

Ughniyyatudh-Dhaba>b

Ka>na adh-Dhaba>bu yughaththi> kulla syaiˈin.. Nazharat Laila> min na>fidzatiha> falam tastathi‘ an tara> al-chadi>qah, fahtafat qa>ˈilatan:

Dhaba>bun dhaba>b Yalufful-Madi>nah Yalufful-qiba>b Wa yulqi>s-saki>nah

32

Page 2: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

33

** Taghi>bul-chadi>qah Taghi>busy-syawa>ri‘

Biqalbidh-dhaba>b Wa taghdu>l-khali>qah Ka achla>mi dha> i‘

Wara> adh-dhaba>b **

Dhaba>bun katsi>f Yaˈinnudh-dhiya>ˈ ‘Ala> cha>fataih

Fama> min rifi>f Wa la> min ghina> Yashi>lu ‘alaih

** Dhaba>bun dhaba>b Wa dunya> ghiya>b

Da‘u>ni> ˈusa>fir

Biha>dza>dh-dhaba>b

Nyanyian Kabut

Sang kabut menyelimuti segalanya .. Laila memandang dari balik jendelanya,

Namun ia tak mampu melihat taman, lalu ia sedikit berteriak:

Kabut kabut Membungkus kota

Menyelimuti kubah-kubah Menebarkan ketenangan

**

Taman menghilang Jalan-jalanpun lenyap

Di tengah-tengah kabut

Terbangunlah makhluk-makhluk Bak mimpi yang hilang

Dibalik Sang kabut

**

Kabut tebal Meratapi cahaya

Pada kedua tepinya

Bukan dari papan Atau dari nyanyian

Mengalir di atasnya

**

Kabut kabut

Dan duniapun lenyap

Biarkan aku berkelana

Bersama kabut ini

Page 3: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

34

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Bunyi merupakan unsur puisi yang bersifat estetis, karena

menimbulkan keindahan dan tenaga ekpresif. Bunyi konsonan dan vokal

disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan

berirama seperti bunyi musik. Dari irama yang beraturan inilah akan

mengalirkan perasaan, imajinasi-imajinasi dalam pikiran atau pengalaman-

pengalaman jiwa pendengarnya (Pradopo, 2014:22-27).

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi), bunyi konsonan bersuara

(voiced), bunyi likuida atau bunyi yang keluar dari sela-sela ujung lidah yang

menempel pada ceruk gigi, dan bunyi sengau (nasal) menimbulkan bunyi

merdu dan berirama (efoni). Bunyi yang merdu ini dapat mendukung suasana

yang mesra, kasih sayang, gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi

bunyi yang tidak merdu dan parau yang disebabkan oleh bunyi konsonan

tidak bersuara (unvoiced) dapat untuk memperkuat suasana yang tidak

menyenangkan, kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan.

Kombinasi bunyi tidak merdu dan parau disebut dengan kakofoni (Pradopo,

2014: 29-31). Anis (1999:22) mengkategorikan huruf-huruf nasal (mi>m dan

nu>n) serta huruf likuida (la>m dan ra>’) ke dalam huruf bersuara (majhu>r).

Syair Ughniyyatudh-Dhaba>b diawali dengan sebuah prolog yang

menggambarkan tentang suasana berkabut pada saat syair tersebut

dinyanyikan. Rangkaian bunyi pada bagian awal prolog didominasi dengan

bunyi huruf konsonan bersuara (majhu>r). Bunyi huruf-huruf konsonan

Page 4: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

35

bersuara tersebut adalah bunyi huruf nu>n, dha>d, ba>’, ya>’, ghain, la>m dan

hamzah seperti pada kata ka>na, adh-dhaba>b, yughaththi>>, kulla, dan syaiˈin.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

باب ي غطي كل شيء .( 2009 :38العيسى، ) ..كان الض

Ka>na adh-Dhaba>bu yughaththi> kulla syaiˈin.. (al-‘Isa>, 2009:38).

Sang kabut menyelimuti segalanya .. (al-‘Isa>, 2009:38).

Dominasi penggunaan huruf-huruf konsonan bersuara ini

menimbulkan sugesti suasana yang mesra dan penuh kasih sayang. Pada

kutipan tersebut juga ditemukan beberapa huruf konsonan tidak bersuara

(mahmu>s) yaitu huruf ka>f, tha>’ dan syi>n. Adanya huruf-huruf konsonan tidak

bersuara ini menimbulkan sugesti suasana yang mesra dan penuh kasih

sayang tercampuri oleh perasaan yang agak berat dan kurang menyenangkan.

Kalimat selanjutnya pada prolog menggambarkan tokoh Laila yang

sedang bercerita tentang kabut melalui nyanyian kabutnya. Rangkaian bunyi

pada bagian ini didominasi oleh vokal [a] dan [i] seperti pada kutipan berikut:

.( 38:2009العيسى، ) ت فت قائلة ليلى من نافذتا ف لم تستطع أن ت رى احلدي قة، ف ه ...نظرت

… Nazharat Laila> min na>fidzatiha> falam tastathi‘ an tara> al-chadi>qah, fahtafat qa>ˈilatan (al-‘Isa>, 2009:38).

... Laila memandang dari balik jendelanya, Namun ia tak mampu

melihat taman, lalu ia sedikit berteriak (al-‘Isa>, 2009:38).

Vokal [a] yang dikolaborasikan dengan vokal [i] membentuk sebuah

komposisi sajak yang mengakibatkan sugesti suasana antara riang dan

tertekan. Pada bagian ini juga ditemukan aliterasi atau pengulangan bunyi

konsonan yang dominan. Aliterasi berfungsi untuk memperdalam rasa dan

Page 5: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

36

memperlancar ucapan (Pradopo, 2014:38). Aliterasi pada bagian ini berupa

pengulangan bunyi huruf ta> yang mendominasi, seperti pada kata nazharat,

na>fidzatiha>, tastathi‘, tara>, fahtafat, dan qa> ilatan. Bunyi huruf ta>ˈ yang

memiliki karakter tidak bersuara (mahmu>s) menimbulkan sugesti adanya

sesuatu yang berat dan susah.

Selain prolog, syair Ughniyyatudh-Dhaba>b terdiri dari empat bagian

yang antar bagiannya dibatasi dengan tanda (**). Bagian pertama, kedua, dan

ketiga masing-masing terdiri dari satu bait. Sementara bagian keempat terdiri

dari dua bait.

Bagian pertama syair Ughniyyatudh-Dhaba>b didominasi oleh

penggunaan bunyi huruf-huruf konsonan bersuara seperti huruf dha>d, ba>’,

ya>’, la>m, mi>m, da>l, nu>n, dan wau yang terdapat pada kata dhaba>b, yaluffu, al-

madi>nah al-qiba>b, wayulqi>, dan as-saki>nah. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

دي نة - ضباب ضباب

نة -ي لف القباب / ي لف ادل كي .( 38:2009)العيسى، وي لقي الس

Dhaba>bun dhaba>b - Yalufful-Madi>nah/ Yalufful-qiba>b – Wa yulqi>s-saki>nah (al-‘Isa>, 2009:38).

Kabut kabut - Membungkus kota/ Menyelimuti kubah-kubah -

Menebarkan ketenangan (al-‘Isa>, 2009:38).

Dominasi penggunaan bunyi huruf-huruf konsonan bersuara yang ada

di dalam bait ini menimbulkan sugesti suasana yang mesra, tenang, dan penuh

kasih sayang. Meskipun demikian, di dalam bagian pertama syair ini juga

ditemukan penggunaan beberapa bunyi huruf konsonan tidak bersuara seperti

huruf fa>’ pada kata yaluffu, bunyi [h] dari huruf ta>’ marbuthah yang bersukun

Page 6: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

37

pada kata al-madi>nah dan as-saki>nah, huruf qa>f pada kata al-qiba>b dan yulqi>,

huruf si>n dan ka>f pada kata as-saki>nah. Adanya pengunaan beberapa bunyi

konsonan tidak bersuara atau mahmu>s ini menimbulkan sugesti suasana yang

mesra dan tenang bercampur dengan sedikit tekanan dan ketakutan.

Pada bagian pertama syair ini juga ditemukan repetisi yang berupa

epizeuksis. Epizeuksis merupakan pengulangan yang bersifat langsung dengan

cara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf,

2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua

kali pada baris pertama. Selain epizeuksis, terdapat pula anafora atau

pengulangan bunyi dalam bentuk kata pada awal baris puisi (Keraf,

2007:127-128). Anafora terjadi pada kata yaluffu yang diulang 2 kali pada

baris pertama dan kedua. Repetisi seperti epizeuksis dan anafora ini berfungsi

untuk memberikan efek penekanan pada makna kata yang diulang, yaitu kata

adh-dhaba>b dan yaluffu.

Selanjutnya, pada bagian kedua syair Ughniyyatudh-Dhaba>b masih

didominasi oleh penggunaan bunyi huruf-huruf konsonan bersuara. Akan

tetapi pada bait kedua ini, juga ditemukan penggunaan bunyi huruf konsonan

tidak bersuaranya (mahmu>s) yang lebih banyak dibandingkan pada bagian

pertama. Huruf-huruf majhu>r yang digunakan di bagian kedua ini adalah

ghain, ba>’, la>m, da>l, wau, ra>’, ‘ain, dha>d, hamzah, dan mi>m. Hal ini dapat

dilihat pada kutipan berikut:

وارع - تغيب احلدي قة باب / تغيب الش قة /بقلب الض وراء الضباب / كاحلم ضائع -وت غدو اخللي

.( 38:2009)العيسى،

Page 7: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

38

Taghi>bul-chadi>qah - Taghi>busy-syawa>ri‘/ Biqalbidh-dhaba>b/ Wa taghdu>l-khali>qah – Ka achla>mi dha>ˈi‘/ Wara> adh-dhaba>b (al-‘Isa>,

2009:38).

Taman menghilang - Jalan-jalanpun lenyap/ Di tengah-tengah kabut/

Terbangunlah makhluk-makhluk - Bak mimpi yang hilang/ Dibalik

Sang kabut (al-‘Isa>, 2009:38).

Penggunaan bunyi huruf-huruf konsonan bersuara ini menimbulkan

sugesti suasana yang dinamis dan penuh kedekatan. Meskipun demikian, pada

bagian kedua syair Ughniyyatudh-Dhaba>b juga ditemukan penggunaan bunyi

huruf konsonan tidak bersuara seperti bunyi huruf ta>’, cha>’, qa>f, syi>n, kha>’,

dan ka>f. Keberadaan bunyi huruf-huruf ini menimbulkan sugesti suasana

yang dinamis bercampur dengan suasana yang kurang menyenangkan dan

mencekam.

Pada bagian kedua syair ini terdapat anafora yang berupa pengulangan

pada kata taghi>bu yang terdapat pada baris pertama. Keberadaan anafora

berfungsi untuk memberikan efek penekanan atau mempertegas makna kata

yang dimaksudkan.

Selain anafora, pada bagian kedua syair ini juga ditemukan aliterasi

atau pengulangan bunyi konsonan yang dominan di dalam puisi. Aliterasi

yang ditemukan yaitu berupa pengulangan bunyi huruf ba>’ yang merupakan

bunyi konsonan bersuara pada kata taghi>bu, biqalbi, dan adh-dhaba>b.

Aliterasi ini berfungsi untuk memperdalam rasa dan sebagai orkestrasi.

Bagian ketiga syair Ughniyyatudh-Dhaba>b juga didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara seperti bunyi huruf dha>d, ba>’, ya>’,

Page 8: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

39

hamzah, nu>n, ‘ain, la>m, mi>m, ra>’, wau, dan ghain. Dominasi penggunaan

bunyi konsonan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

ياء - ضباب كثيف يسيل عليو / وال من غناء - فما من رفيف / يو على حاف ت /يئن الض .( 39:2009)العيسى،

Dhaba>bun katsi>f - Yaˈinnudh-dhiya>ˈ/ ‘Ala> cha>fataih/ Fama> min rifi>f – Wa la> min ghina> / Yashi>lu ‘alaih (al-‘Isa>, 2009:39).

Kabut tebal - Meratapi cahaya/ Pada kedua tepinya/ bukan dari papan

- atau dari nyanyian/ Mengalir di atasnya (al-‘Isa>, 2009:39).

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan

sugesti suasana yang mesra dan dekat. Sugesti suasana kemesraan dan

kedekatan ini berkurang dengan hadirnya beberapa bunyi konsonan tidak

bersuara, yaitu bunyi huruf ka>f, tsa>’, fa>’, cha>’, ta>’, ha>’, dan si>n. penggunaaan

bunyi konsonan tidak bersuara ini terdapat pada kata katsi>f, cha>fataih, fama>,

rifi>f, dan yasi>lu.

Sementara itu, bagian keempat syair ini terdiri dari dua bait syair.

Bagian keempat ini juga didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan

bersuara, baik pada bait pertama maupun pada bait kedua. Bunyi konsonan

bersuara tersebut yaitu bunyi dha>d, ba>’, wau, da>l, nu>n, ya>’, ghain, ‘ain,

hamzah, ra>’, dan dza>l. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ودن يا غياب / ضباب ضباب

.( 39:2009)العيسى، بذا الضباب / دعون أسافر

Dhaba>bun dhaba>b/ Wa dunya> ghiya>b Da‘u>ni> ˈusa>fir/ Biha>dza>dh-dhaba>b (al-‘Isa>, 2009:39).

Kabut kabut/ Dan Duniapun lenyap

Biarkan aku berkelana/ Bersama kabut ini (al-‘Isa>, 2009:39).

Page 9: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

40

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan

sugesti suasana yang dinamis, riang, dan mesra. Pada bagian keempat ini

ditemukan aliterasi yaitu pengulangan huruf ba>’ pada kata dhaba>b, ghiya>b

dan biha>dza>. Bunyi huruf ba>’ merupakan bunyi konsonan bersuara.

Pengulangan bunyi huruf ba>’ ini mempertegas adanya sugesti suasana yang

dinamis, riang, dan mesra.

Pada bagian keempat syair ini juga ditemukan repetisi yang berupa

epizeuksis. Epizeuksis merupakan pengulangan yang bersifat langsung dengan

cara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf,

2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata dhaba>b yang diulang sebanyak

dua kali pada baris pertama. Pengulangan ini bertujuan untuk memberikan

efek penekanan pada makna kata yang dimaksudkan yaitu kata dhaba>b.

Adapun irama yang terdapat pada syair ini berupa sajak akhir (ritme)

yang memiliki kesamaan setiap dua baris pada bagian pertama, kedua, dan

ketiga syair. Pada bagian pertama, baris satu dan dua memiliki sajak atau

akhiran yang sama yaitu berupa huruf ta>ˈ marbuthah. Kemudian, pada bagian

kedua, baris pertama dan ketiga berakhiran huruf ‘ain, untuk baris kedua dan

keempat berakhiran huruf ba> . Sementara itu, pada bagian ketiga syair, baris

pertama dan ketiga memiliki sajak yang sama yaitu berakhiran huruf hamzah,

sedangkan baris kedua dan keempatnya berakhiran dengan huruf ha> . Jadi,

dapat disimpulkan bahwa bagian pertama syair bersajak ab dan bagian kedua

serta bagian ketiga bersajak ab-ab. Untuk bagian keempat baris pertama,

kedua, dan keempatnya memiliki sajak akhir yang sama yaitu huruf ba>ˈ sukun.

Page 10: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

41

Sedangkan baris ketiganya memiliki akhiran yang berbeda yaitu huruf ra> .

Persamaan dari semua sajak akhir pada syair ini yaitu semua huruf akhir-nya

berharakat sukun.

Sementara itu, irama yang berupa metrum atau biasa disebut bachr

dalam aturan syair Arab, tidak ditemukan di dalam syair ini. Oleh karena itu,

syair Ughniyyatudh-Dhaba>b ini dapat dikategorikan ke dalam bentuk syi‘r

churr. Syi‘r churr yaitu syair yang tidak terikat oleh aturan wazan, qa>fiyah,

maupun taf‘ila>t akan tetapi masih terikat dengan satuan irama khusus yang

menjadi karakteristik karya sastra bernilai tinggi. Penyair hanya

mengungkapkan perasaan dan imajinasinya sehingga iramanya bersifat

subjektif (Husein dalam Muzakki, 2006:53).

b. Lapis arti

Lapis arti merupakan lapis yang ditimbulkan oleh lapis bunyi yang

terdapat di dalam syair. Lapis arti berupa gabungan fonem yang menjadi kata

kemudian berkembang menjadi kelompok kata, kalimat hingga menjadi

keseluruhan cerita (Pradopo, 2013:15).

Syair Ughniyyatudh-Dhaba>b diawali dengan prolog atau paragraf

pengantar syair, sebelum masuk ke bagian syair. Paragraf pengantar ini berisi

kalimat-kalimat yang mengantarkan pembaca pada gambaran situasi yang

tengah berlangsung sebelum masuk ke dalam bagian syair, sehingga

membantu memudahkan pembaca untuk memahami isi syair.

Arti paragraf pengantar syair yaitu menggambarkan tentang suasana

saat puisi dinyanyikan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Page 11: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

42

باب ي غطي كل شيء... نظرت ليلى من نافذتا ف لم تستطع أن ت رى احل دي قة، ف هت فت كان الض .( 38:2009العيسى، ) قائلة

Ka>na adh-Dhaba>bu yughaththi> kulla syaiˈin.. Nazharat Laila> min na>fidzatiha> falam tastathi‘ an tara> al-chadi>qah, fahtafat qa>ˈilatan (al-

‘Isa>, 2009:38).

Sang kabut menyelimuti segalanya ... Laila memandang dari balik

jendelanya, Namun ia tak mampu melihat taman, lalu ia sedikit

berteriak (al-‘Isa>, 2009:38).

Kabut masih menyelimuti semua yang ada di bumi. Dari balik jendela

Laila menatap sekeliling, namun pandangannya terhalang oleh sang kabut,

hingga dia tidak dapat melihat taman. Keadaan itu membuatnya terpekik.

Selanjutnya, bagian pertama syair Ughniyyatudh-Dhaba>b

menggambarkan tentang teriakan Laila mengenai kabut yang menyelimuti

kota. Pernyataan tersebut berdasarkan pada kutipan berikut:

دي نة - ضباب ضباب

نة -ي لف القباب / ي لف ادل كي .( 38:2009)سليمان ، وي لقي الس

Dhaba>bun dhaba>b - Yalufful-Madi>nah/ Yalufful-qiba>b – Wa yulqi>s-saki>nah (al-‘Isa>, 2009:38). Kabut kabut - Membungkus kota/ Menyelimuti kubah-kubah -

Menebarkan ketenangan (al-‘Isa>, 2009:38).

Selain menyelimuti kota, kabut juga menyelimuti bangunan-

bangunannya. Kubah-kubah yang ada di kota itu juga tidak luput dari kabut

yang menutupinya. Suasana tersebut menimbulkan perasaan yang tenang dan

damai.

Kemudian, pada bagian kedua masih menceritakan tentang kabut yang

menyelimuti berbagai hal. Pernyataan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Page 12: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

43

وارع - تغيب احلدي قة قة /بقلب الضباب / تغيب الش باب / كاحلم ضائع -وت غدو اخللي وراء الض

.( 38:2009)العيسى،

Taghi>bul-chadi>qah - Taghi>busy-syawa>ri‘/ Biqalbidh-dhaba>b/ Wa taghdu>l-khali>qah - Ka achla>mi dha>ˈi‘/ Wara>ˈadh-dhaba>b (al-‘Isa>,

2009:38). Taman menghilang - Jalan-jalanpun lenyap/ Di tengah-tengah kabut/

Terbangunlah makhluk-makhluk - Bak mimpi yang hilang/ Dibalik

Sang kabut (al-‘Isa>, 2009:38).

Taman dan jalan-jalan hilang tidak tampak karena tertutupi oleh

pusaran kabut. Sementara itu, para makhluk terbangun dari tidurnya,

meninggalkan mimpi-mimpi mereka bersama perginya sang kabut.

Pada bagian ketiga menceritakan tentang kabut yang meratapi

kedatangan sinar matahari pagi. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan

berikut:

ياء - ضباب كثيف يسيل عليو / وال من غناء - فما من رفيف / يو على حاف ت /يئن الض .( 39:2009)العيسى،

Dhaba>bun katsi>f - Yaˈinnudh-dhiya>ˈ/ ‘Ala> cha>fataih/ Fama> min rifi>f – Wa la> min ghina> / Yashi>lu ‘alaih (al-‘Isa>, 2009:39).

Kabut tebal - Meratapi cahaya/ Pada kedua tepinya/ Bukan dari papan

– atau dari nyanyian/ Mengalir di atasnya (al-‘Isa>, 2009:39).

Karena meratapi kedatangan matahari, mengalirlah sesuatu yang

bukan berasal dari papan, bukan pula berasal dari nyanyian. Sesuatu itu

mengalir pada kedua tepi kabut. Sesuatu ini bisa diartikan sebagai embun,

karena sifatnya yang mengalir. Sebagaimana kebiasaan seseorang yang

sedang meratap dan mengeluarkan air mata. Embun juga bukanlah sesuatu

yang berasal dari papan atau dari nyanyian.

Page 13: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

44

Bagian keempat terdiri dari dua bait syair. Bait pertama berisi teriakan

Laila, yang dapat dilihat dalam kutipan berikut:

.( 39:2009)العيسى، ودن يا غياب / ضباب ضباب

Dhaba>bun dhaba>b/ Wa dunya> ghiya>b (al-‘Isa>, 2009:39).

Kabut kabut/ Dan Duniapun lenyap (al-‘Isa>, 2009:39).

Laila terus berteriak: “kabut-kabut!”, dan duniapun tidak tampak

karena tertutup oleh kabut itu. Sedangkan pada bait kedua berisikan tentang

harapan Laila dengan adanya kabut itu. Analisis ini berdasarkan pada kutipan

berikut:

.( 39:2009)العيسى، بذا الضباب / أسافر دعون

Da‘u>ni> ˈusa>fir/ Biha>dza>dh-dhaba>b (al-‘Isa>, 2009:39).

Biarkan aku berkelana/ Bersama kabut ini (al-‘Isa>, 2009:39).

Keberadaan kabut membuat Laila ingin berkerlana, berkelana

bersama Sang kabut. “Biarkan aku berkelana”, Ucap Laila. Dia menginginkan

dirinya dibiarkan untuk berkelana bersama kabut.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Rangkaian satuan-satuan arti menimbulkan lapis ketiga, yaitu lapis

hal-hal yang dikemukakan. Lapis hal-hal yang dikemukakan berupa latar,

pelaku, objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang (Pradopo, 2014:15).

Latar yang tertera dalam syair ini berupa latar tempat. Latar tempat

pada syair ini yaitu dari balik jendela. Pernyataan ini terdapat di dalam

kutipan berikut:

Page 14: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

45

الضباب ي غطي كل شيء... نظرت ليلى من نافذتا ف لم تستطع أن ت رى احلدي قة، كان .( 38:2009) العيسى،ف هت فت قائلة:

Ka>na adh-Dhaba>bu yughaththi> kulla syaiˈin.. Nazharat Laila> min na>fidzatiha> falam tastathi‘ an tara> al-chadi>qah, fahtafat qa>ˈilatan: (al-

‘Isa>, 2009:38).

Sang kabut menyelimuti segalanya ... Laila memandang dari balik

jendelanya, Namun ia tak mampu melihat taman, lalu ia sedikit

berteriak (al-‘Isa>, 2009:38).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Laila hendak melihat taman dari

balik jendela, namun dia tidak mampu melihat taman itu karena kabut telah

menutupi semua benda dan membuatnya tidak tampak. Karena hal itu,

kemudian Laila meneriakkan sebuah senandung tentang kabut yang

berbentuk syair. Jadi, nada-nada syair tersebut disenandungkan oleh Laila

dari balik jendelanya. Hal ini membuktikan bahwa tempat di balik jendela

menjadi latar tempat dari cerita dalam syair tersebut.

Setelah latar, hal yang dikemukakan selanjutnya adalah pelaku

(subjek). Pelaku yang terdapat dalam syair ini yaitu kabut dan si aku (Laila).

Pelaku kabut terdapat dalam kutipan berikut:

دي نة - ضباب ضباب

نة -ي لف القباب / ي لف ادل كي .( 38:2009)العيسى، وي لقي الس

Dhaba>bun dhaba>b - Yalufful-Madi>nah/ Yalufful-qiba>b – Wa yulqi>s-saki>nah (al-‘Isa>, 2009:38).

Kabut kabut - Membungkus kota/ Menyelimuti kubah-kubah -

Menebarkan ketenangan (al-‘Isa>, 2009:38).

Kabut yang membungkus dan menyelimuti kubah-kubah serta

menebarkan ketenangan di kota itu membuktikan bahwa kabut merupakan

pelaku aktif yang terdapat di dalam syair ini. Dalam syair ini kabut

Page 15: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

46

digambarkan memiliki sifat-sifat yang menyerupai manusia, hal ini

merupakan pemanfaatan majas personifikasi. Personifikasi merupakan kiasan

yang mempersamakan benda dengan manusia yang dapat berbuat, berfikir,

dan sebagainya (Pradopo, 2014: 76).

Selain menjadi subjek, pada syair ini kabut juga berperan sebagai

objek. Hal ini dikarenakan kabut menjadi isi dari nyanyian yang diteriakkan

oleh Laila di pagi hari pada setiap baitnya.

Pelaku selanjutnya yaitu si Aku (Laila). Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan berikut ini :

.( 39:2009)العيسى، بذا الضباب / دعون أسافر

Daˈu>ni> ˈusa>fir/ Biha>dza>dh-dhaba>b (al-‘Isa>, 2009:39).

Biarkan aku berkelana/ Bersama kabut ini (al-‘Isa>, 2009:39).

Si Aku (Laila) menjadi pelaku kedua karena dia mengharapkan pelaku

utama (kabut) akan menemaninya berkelana. Meskipun Laila adalah orang

yang menyanyikan syair ini, namun dia tidak menempatkan dirinya sebagai

pelaku utama. Justru dia menempatkan dirinya sebagai pelaku yang ingin

dikenai perbuatan oleh pelaku utama (kabut) seperti tampak pada kutipan

tersebut.

Selain latar dan pelaku, hal yang dikemukakan selanjutnya yaitu

objek. Objek yang dikemukakan pada bagian pertama dalam syair ini adalah

kota, kubah, dan ketenangan. Ketiga objek tersebut terdapat di dalam kutipan

berikut ini :

دي نة - ضباب ضباب

نة -ي لف القباب / ي لف ادل كي .( 38:2009)العيسى، وي لقي الس

Page 16: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

47

Dhaba>bun dhaba>b - Yalufful-Madi>nah/ Yalufful-qiba>b – Wa yulqi>s-saki>nah (al-‘Isa>, 2009:38).

Kabut kabut - Membungkus kota/ Menyelimuti kubah-kubah -

Menebarkan ketenangan (al-‘Isa>, 2009:38).

Kota dan kubah-kubah yang ada di dalamnya adalah objek yang

dikenai sasaran perbuatan pelaku utama (kabut). Kabut sebagai pelaku utama

menyelimuti kedua objek tersebut. Selain itu, kabut juga menebarkan

ketenangan. Jadi dalam hal ini ketenangan menjadi objek ketiga bagian

pertama syair ini.

Selanjutnya, objek yang dikemukakan pada bagian kedua adalah

taman, jalan-jalan, dan makhluk-makhluk. Ketiga objek tersebut nampak pada

kutipan berikut ini:

وارع - تغيب احلدي قة قة /بقلب الضباب / تغيب الش باب / ضائع كاحلم -وت غدو اخللي وراء الض

.( 38:2009)العيسى،

Taghi>bul-chadi>qah - Taghi>busy-syawa>ri‘/ Biqalbidh-dhaba>b/ Wa taghdu>l-khali>qah – Ka achla>mi dha>ˈi‘/ Wara> adh-dhaba>b (al-‘Isa>,

2009:38).

Taman menghilang - Jalan-jalanpun lenyap/ Di tengah-tengah kabut/

Terbangunlah makhluk-makhluk - Bak mimpi yang hilang/ Dibalik

Sang kabut (al-‘Isa>, 2009:38).

Taman dan jalan-jalan menjadi objek karena keduanya menghilang

akibat perbuatan sang kabut sebagi pelaku utama. Begitu juga dengan

makhluk-makhluk yang terbangun seperti mimpi yang hilang di balik sang

kabut juga menjadi objek pada bagian kedua syair ini.

Pada bagian ketiga objek yang dikemukakan adalah cahaya, dan

sesuatu yang mengalir. Ketiga objek ini berdasarkan pada kutipan berikut :

Page 17: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

48

ياء - ضباب كثيف يسيل عليو / وال من غناء - فما من رفيف / يو على حاف ت /يئن الض .( 39:2009)العيسى،

Dhaba>bun katsi>f - Yaˈinnudh-dhiya>ˈ/ ‘Ala> cha>fataih/ Fama> min rifi>f – Wa la> min ghina> / Yashi>lu ‘alaih (al-‘Isa>, 2009:39).

Kabut tebal - Meratapi cahaya/ Pada kedua tepinya/ Bukan dari papan

- atau dari nyanyian/ Mengalir di atasnya (al-‘Isa>, 2009:39).

Cahaya menjadi objek pada bagian ketiga syair ini karena dia

merupakan hal yang diratapi oleh kabut. Karena meratap, sang kabut

mengeluarkan sesuatu pada kedua tepinya, bukan dari papan atau nyanyian.

Jadi sesuatu yang mengalir pada kedua tepi sang kabut juga menjadi objek

pada bagian ketiga ini, karena juga dikenai perbuatan sang kabut.

Sementara itu, objek pada bagian keempat dalam syair ini yaitu dunia.

Hal ini terlihat pada kutipan berikut:

.( 39:2009)العيسى، بذا الضباب / دعون أسافر / ودن يا غياب / ضباب ضباب

Dhaba>bun dhaba>b/ Wa dunya> ghiya>b/ Da‘u>ni> ˈusa>fir/ Biha>dza>dh-dhaba>b (al-‘Isa>, 2009:39).

Kabut kabut/ Dan Duniapun lenyap/ Biarkan aku berkelana/ Bersama

kabut ini (al-‘Isa>, 2009:39).

Dunia menjadi objek pada bagian ini karena dia lenyap akibat

perbuatan pelaku utama yaitu kabut. Sementara si aku pada bagian keempat

syair ini tidak berperan sebagai objek akan tetapi sebagai pelaku kedua

karena dia tidak dikenai perbuatan sang kabut. Akan tetapi kabut hanya

menemani aktifitasnya yaitu berkelana.

Hal keempat yang dikemukakan setelah latar, pelaku, dan objek yaitu

dunia pengarang. Dunia pengarang merupakan dunia imajinasi yang

Page 18: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

49

diciptakan oleh pengarang dan berupa alur cerita. Alur dalam syair ini yaitu

sebagai berikut:

Kabut menyelimuti kota dan seluruh bangunan yang ada di dalamnya.

Kubah-kubah, taman dan jalan-jalan semuanya tidak tampak karena kepungan

kabut. Kabut itu menebarkan suasana yang tenang. Terbangunlah para

makhluk seperti mimpi yang hilang di balik sang kabut. Kabut yang tebal itu

meratap, mengharapkan kehadiran sang surya. Karena ratapan itu,

mengalirlah sesuatu pada kedua tepi sang kabut. Kabut telah membuat dunia

tidak tampak. Si aku pun ingin berkelana bersama perginya sang kabut yang

menyelimuti dunia itu.

d. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan lapis keempat yang tidak perlu dinyatakan

secara gamblang, namun dapat dipahami secara implisit (Pradopo, 2014:15).

Lapis dunia yang ada di dalam syair Ughniyyatudh-Dhaba>b adalah bahwa

peristiwa yang terdapat di dalam syair tersebut terjadi di pagi hari. Hal ini

dapat dipahami dari pemanfaatan kabut sebagai pelaku di dalam syair

tersebut. Kabut yang menyelimuti bumi dan seisinya biasanya terjadi di pagi

hari.

Syair tersebut juga menggambarkan bahwa sang kabut meratapi

kehadiran cahaya. Cahaya dalam hal ini merujuk pada cahaya matahari pagi

yang belum muncul ke permukaan bumi karena hari masih pagi dan masih

berkabut. Sesuatu yang mengalir pada kedua tepi kabut karena meratapi

cahaya matahari biasa dikenal dengan embun pagi. Dengan adanya kabut

Page 19: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

50

yang membawa partikel air dan cahaya matahari pagi, maka akan terjadi

proses pengembunan dan terbentuklah titik-titik embun pagi. Hawa dingin

dari kabut dan indahnya embun pagi ini lah yang menjadikan suasana pagi

terasa sejuk dan menenangkan. Suasana pagi menjadikan jiwa dan raga terasa

segar kembali.

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis kelima yang menyebabkan pembaca

berkontemplasi. Sifat-sifat metafisis seperti tragis, mengerikan, menakutkan,

dan suci yang terdapat dalam sebuah karya seni sastra dapat memberikan

renungan kepada pembaca. Akan tetapi tidak semua syair mengandung lapis

metafisis ini (Pradopo, 2014:15).

Karya sastra yang mengandung lapis metafisis merupakan karya sastra

yang mencapai tingkatan keempat atau niveau human dan kelima atau niveau

religius (filosofis) dalam tingkatan pengalaman jiwa. Adapun tingkatan

pertama atau niveau anorganis yang terjelma pada karya sastra hanya berupa

pola bunyi, irama, baris, sajak, alenia, alenia, kalimat, gaya bahasa dan

sebagainya. Untuk tingkatan kedua atau niveau vegetatif yang terjelma dalam

karya sastra berupa suasana-suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian-

rangkaian kata-kata itu. Tingkatan ketiga atau niveau animal merupakan

tingkatan yang dicapai oleh binatang dan sudah ada nafsu jasmaniahnya.

Tingkatan ini jika terjelma dalam kata berupa nafsu-nafsu naluriah seperti

makan, minum, dan sebagainya (Pradopo, 1994:55-59).

Page 20: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

51

Sementara itu, tingkatan pengalaman jiwa keempat atau niveau human

jika terjelma ke dalam karya sastra dapat berupa renungan-renungan batin dan

moral, konflik kejiwaan, rasa simpati dan segala pengalaman yang dirasakan

manusia. Sedangkan tingkatan kelima atau niveau religius (filosofis) berupa

renungan batin sampai hakikat, hubungan tuhan dengan manusia, renungan

filsafat dan metafisis, dan sebagainya (Pradopo, 1994:58).

Renungan pada tingkatan niveau human pada syair Ughniyyatudh-

Dhaba>b berupa ajaran bagi manusia agar selalu bersikap disiplin dan

menghargai waktu. Sikap disiplin ini dimulai dari kebiasaan bangun pagi dan

segera melakukan aktivitas lainnya.

Kabut sebagai pelaku utama dalam syair ini yang membuat hawa

dingin di pagi hari, merupakan halangan bagi manusia untuk terbangun dari

tidur nyenyaknya. Seseorang yang mampu bangun pagi berarti dia mampu

menyingkirkan halangan pertamanya yaitu dinginnya pagi. Dengan mampu

menyingkirkan halangan itu diharapkan manusia juga mampu menyingkirkan

halangan-halangan lain dalam kehidupan ini, guna meraih tujuan dan cita-

citanya.

Renungan pada tingkatan niveau religius (filosofis) dalam syair

Ughniyyatudh-Dhaba>b yaitu bahwa dalam kehidupan ini, halangan dan

kesulitan akan selalu menyertai manusia. Halangan dan kesulitan itulah yang

seringkali membuat manusia semakin jauh dari tujuan hidupnya. Begitu juga

dengan kabut dalam puisi Ughniyatudh-Dhaba>b yang menutupi pandangan

Laila terhadap benda-benda di sekitarnya. Namun kabut tersebut pada

Page 21: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

52

akhirnya akan pergi bersama datangnya cahaya matahari. Demikian halnya

dengan setiap halangan dan kesulitan manusia dalam kehidupan ini, perlahan

akan berakhir bersama dengan datangnya solusi dan kemudahan dari-Nya.

Oleh karena itu, manusia dianjurkan agar tidak pupus harapan hanya karena

kesulitan yang dihadapinya. Seperti kabut tebal yang merintih penuh harap

akan datangnya sinar matahari.

Berdasarkan hasil analisis syair kedua dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatudh-Dhaba>b karya

Sulaima>n al-I>sa> masuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung tema

tentang “halangan” ( الضباب) . Isinya menceritakan tentang kabut yang

menyelimuti kota dan seisinya. Kabut itu telah menjadikan dunia itu lenyap

dan tidak tampak, sehingga menghalangi penglihatan si Aku (Laila). Selain

menghalangi penglihatan, kabut juga menebarkan ketenangan melalui hawa

dingin yang dibawanya. Namun Laila tidak merasa terhalangi dengan

kehadiran kabut, dan justru ingin pergi bersamanya. Sikap Laila dengan

kehadiran kabut ini memberikan pengalaman jiwa kepada pembaca bahwa

dalam menggapai cita-cita dan tujuan hidup, manusia tidak akan lepas dari

halangan dan rintangan. Meskipun demikian, manusia tidak diperbolehkan

untuk putus harapan dan harus tetap percaya dengan datangnya kemudahan

dari-Nya.

Page 22: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

53

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Syair merupakan salah satu genre sastra, karena itu tentunya mengandung

pesan dan amanat yang hendak disampaikan oleh mengarangnya. Terlebih puisi

yang ditujukan untuk pembaca anak-anak, pesan dan amanat yang berupa nilai-

nilai pendidikan karakter sangat ditekankan. Hal ini mengingat usia anak-anak

adalah usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter ini bisa melalui berbagai media,

salah satunya syair. Hanya saja, seringkali nilai-nilai pendidikan karakter ini tidak

disebutkan secara eksplisit, akan tetapi implisit di dalam rangkaian kata-kata syair

yang indah. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya analisis terhadap

nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, sehingga memudahkan anak-anak untuk

memahaminya.

Analisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatudh-Dhaba>b ini, berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter

menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Berdasarkan sembilan pilar tersebut, nilai-nilai pendidikan karakter yang

terkandung dalam syair ini adalah sebagai berikut:

a. Disiplin

Disiplin merupakan salah satu karakter yang harus ditanamkan pada

anak-anak sejak dini. Menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003

pasal 3, sifat disiplin masuk dalam pilar kedua dari sembilan pilar nilai-nilai

karakter, yaitu poin kemandirian dan tanggung jawab (Samani, 2013:106).

Page 23: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

54

Penanaman nilai-nilai kedisiplinan dapat dimulai dengan hal-hal yang

kecil namun rutin. Hal-hal kecil tersebut misalnya, membiasakan anak untuk

bangun pagi seperti yang tampak pada kutipan paragraf pengantar syair

berikut ini :

شيء... نظرت ليلى من نافذتا ف لم تستطع أن ت رى احلدي قة، كان الضباب ي غطي كل .( 38:2009) العيسى،ف هت فت قائلة:

Ka>na adh-Dhaba>bu yughaththi> kulla syaiˈin.. Nazharat Laila min na>fidzatiha> falam tastathi‘ an tara> al-chadi>qah, fahtafat qa>ˈilatan: (al-

‘Isa>, 2009:38).

Sang kabut menyelimuti segalanya ... Laila memandang dari balik

jendelanya, Namun ia tak mampu melihat taman, lalu ia sedikit

berteriak (al-‘Isa>, 2009:38).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa di pagi hari yang disimbolkan

dengan masih adanya kabut, Laila sudah terbangun. Dia mengamati sekeliling

dari balik jendelanya, namun semuanya tidak tampak karena tertutup kabut.

Membiasakan anak untuk bangun pagi merupakan awal yang baik

untuk menanamkan nilai-nilai disiplin pada anak. Kedisiplinan merupakan

karakter yang dapat memotivasi diri seseorang untuk memperoleh tujuan

tertentu. Seseorang yang memiliki karakter disiplin dapat menyangkal

kesenangan diri untuk memfokuskan pada tujuan penting dalam hidupnya.

Kedisiplinan membutuhkan kontrol diri, prioritas, dan pengaturan.

Seorang anak yang terbiasa bangun pagi, akan mudah mengontrol

dirinya, karena dalam kegiatan bangun pagi seorang anak belajar

menyingkirkan kenikmatan akan hangatnya tidur berselimut, sementara rasa

dingin akibat kabut pagi telah menunggu mereka.

Page 24: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

55

b. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya

Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya merupakan karakter pertama

dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU

No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Syair Ughniyyatudh-Dhaba>b menceritakan tentang seorang anak

perempuan bernama Laila yang menyanyikan lagu kabut. Kabut merupakan

salah satu dari ciptaan Tuhan yang berkesan menakutkan. Kabut yang

menyelimuti bumi membuat jarak pandang terhalang. Hal ini tentunya

menganggu aktivitas manusia.

Kabut di dalam syair Ughniyyatudh-Dhaba>b justru digambarkan

dengan kesan sebaliknya. Kabut yang turun ke permukaan bumi, justru

mendatangkan ketenangan. Hal ini tentunya untuk menghilangkan kesan

menakutkan dari kabut. Pernyataan ini dapat ditemukan dalam kutipan

berikut:

دي نة - باب ضباب ض

نة -ي لف القباب / ي لف ادل كي .( 38:2009)العيسى، وي لقي الس

Dhaba>bun dhaba>b - Yalufful-Madi>nah/ Yalufful-qiba>b – Wa yulqi>s-saki>nah (al-‘Isa>, 2009:38).

Kabut kabut - Membungkus kota/ Menyelimuti kubah-kubah -

Menebarkan ketenangan (al-‘Isa>, 2009:38).

Bukan sia-sia Tuhan menciptakan kabut, karena dengan adanya kabut

maka akan muncul-lah embun pagi yang membuat udara sejuk dan

pemandangan yang indah di pucuk-pucuk dedaunan. Dengan melihat

kenyataan inilah seorang anak akan belajar untuk mencintai setiap apa yang

ada di dunia ini. Tuhan menciptakan semua yang ada di dunia ini, tentu ada

Page 25: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

56

manfaatnya. Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia

hanya perlu menyukuri dan menjaganya.

c. Semangat dan optimis

Semangat dan optimis merupakan penjabaran poin keenam dari

sembilan pilar nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun

2003 pasal 3 yaitu nilai karakter percaya diri dan kerja keras (Samani

2013:44).

Karakter semangat terlihat dari sikap Laila yang bangun di pagi hari.

Meskipun udara terasa dingin karena kabut yang menyelimuti bumi, Laila

tetap terbangun di pagi hari. Halangan berupa rasa dingin tersebut tidak

menyurutkan semangatnya menyambut dan memulai hari yang baru.

Sementara itu, karakter optimis terlihat dari sikap kabut yang

mengharap kehadiran cahaya matahari. Kabut menampilkan kehidupan

manusia yang penuh dengan lika-liku dan tantangan. Meskipun demikian

manusia tidak boleh pupus harapan dan harus tetap optimis, karena setiap

kali ada kesulitan maka akan ada cahaya kemudahan yang datang menyertai.

Kedua karakter ini perlu ditanamkan pada diri seorang anak sejak dini,

agar dia tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mudah putus asa.

Karakter semangat dan optimis akan menjadikan seorang anak mudah berfikir

kritis dan mudah mencari solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi.

Page 26: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

57

d. Dinamis dan aktif

Dinamis dan aktif merupakan penjabaran poin keenam dari sembilan

pilar nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal

3 yaitu nilai karakter percaya diri dan kerja keras (Samani 2013:44).

Karakter dinamis dan aktif ditampilkan oleh sikap Laila yang ingin

berkelana bersama sang kabut, sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut:

.( 39:2009)العيسى، بذا الضباب / دعون أسافر

Daˈu>ni> ˈusa>fir/ Biha>dza>dh-dhaba>b (al-‘Isa>, 2009:39).

Biarkan aku berkelana/ Bersama kabut ini (al-‘Isa>, 2009:39).

Sikap Laila yang ingin berkelana bersama sang kabut ini

mencerminkan rasa keingintahuan seorang anak dengan dunia luar. Setiap

anak terlahir dengan berbekal rasa keingintahuan yang tinggi. Rasa

keingintahuan inilah yang perlu dikembangkan pada diri seorang anak, karena

rasa keingintahuan inilah yang mendasari tumbuhnya karakter dinamis dan

aktif pada diri seorang anak.

Dengan memiliki karakter yang dinamis dan aktif, seorang anak akan

mudah berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan dan berbagai hal baru

yang ada di sekitarnya. Hal ini tentunya akan mencegah kegagapan seorang

anak dalam menghadapi perkembangan dunia modern yang begitu cepat ini.

Selain itu, dengan memiliki karakter yang dinamis dan aktif, seorang anak

akan memiliki wawasan yang luas dan menjadi seorang anak yang terbuka

dengan sekitarnya.

Page 27: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

58

B. Syair Ke-2

غنية للعقبة أ

عم بإجازة رائعة، وكان األوالد أشد اجلميع استمت األردن، كانت األسرة كل على شاطئ خليج العقبة ف اعا ها ت ن هم: لنستمع باإلجازة. إل أغنية العقبة الت كانت أغنية كل واحد من

يا شاطئ العقبة

يا زرقة البحر

الموج ل عربة

حر موارة الس

** ف ألقي بن فسي

أحضانا وأعوم

ر ل مه راوتصي

والشط مرج نوم **

يا ناعم الرمل

إن على الرمل

أجري وأحيانا

أمشي على مهل **

مس مستمتعا بالش

مستمتعا بالماء

للبحر حول هس

للموجة الزرقاء **

العقبة يا شاطئ

58

Page 28: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

59

ال ت نسنا، سن عود

ي وما إليك.. أنا

واألىل سوف ن عود

** ن بن قلع احلب

ف رملك الناعم

تظل ملء القلب

يا شطنا احلال

Ughniyyatu lil ‘Aqabah

‘Ala> sya>thiˈi khali>jil-‘aqabah fi >l-Urdun, ka>nat al-usratu kulluha> tan‘amu bi ija>zatin ra>ˈi‘atin, wa ka>na al-aula>du asyaddal-jami>‘ istimta>‘an bil-ija>zati. Linastami‘a ila> ughniyatil-‘Aqabah allati> ka>nat ughniyata kulli wa>chidin minhum:

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah Ya> zurqatal-bachri

Almauju li> ‘arabah Mawwa>ratus-sichri

** Ulqi> binafsi> fi>

Achdha>niha> wa a‘u>m Wa tashi>ru li> muhra>n

Wasyaththa marju nuju>m **

Ya> na>‘imar-ramli Inni> ‘ala>r-ramli

Ajri> wa achya>nan Amsyi> ‘ala> mahli

** Mustamti‘an bisy-syams

Mustamti‘an bil-ma> Lilbachri chauli> hams

Lilmaujatiz-zarqa> **

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah La> tansana>, sana‘u>d

Page 29: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

60

Yauman ilaika.. ana>

Wal-ahlu saufa na‘u>d **

Nabni> qila>‘al-chub Fi> ramlika an-na>‘im Tadhallu milˈal-qalb

Ya> syaththana>l-cha>lim

Senandung Aqaba

Di pantai Teluk Aqaba Yordania, seluruh keluarga menikmati liburan yang indah,

anak-anak adalah yang paling gembira dengan liburan. Mari kita dengarkan

senandung Aqaba, yang menjadi nyanyian mereka semua:

Duhai pantai Aqaba

Duhai birunya laut

Bagiku ombak adalah kereta

yang menguraikan simpul sihir

**

Kuhempaskan diriku

Dalam dekapnya dan aku mengapung

Yang nampak bagiku bak anak kuda

Sementara pantai adalah padang rumput bintang-bintang

**

Duhai pantai pasir yang lembut

Inilah aku di atas pasir

Aku berlari dan terkadang

Aku berjalan perlahan

**

Menikmati matahari

Menikmati air

Laut di sekelilingku berbisik

Untuk ombak yang biru

**

Duhai pantai Aqaba

Jangan lupakan kami, kami akan kembali

Suatu hari kepadamu... aku

Dan keluargaku akan kembali

**

Membangun istana cinta

Di atas pasirmu yang lembut

Senantiasa memenuhi hati

Duhai pantai kita yang lembut

Page 30: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

61

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Lapis bunyi merupakan lapis pertama dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Bunyi di dalam puisi digunakan sebagai orkestrasi. Bunyi

konsonan dan vokal disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi

merdu dan berirama seperti bunyi musik (Pradopo, 2014:27).

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u; bunyi-bunyi

konsonan bersuara (voiced): b, d, g, j; bunyi likuida atau bunyi yang keluar

dari sela-sela ujung lidah yang menempel pada ceruk gigi: r, l; dan bunyi

sengau: m, n, ng, ny menimbulkan efek efoni atau bunyi merdu dan berirama.

Bunyi yang merdu itu dapat mendukung suasana yang mesra, kasih sayang,

gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi bunyi konsonan tak bersuara

menimbulkan efek kakofoni atau bunyi yang tidak merdu dan parau. Efek

kakofoni ini dapat memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, serba tak

teratur, bahkan memuakkan. Dari bunyi musik inilah mengalir perasaan,

imajinasi-imajinasi dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman jiwa

pendengarnya (Pradopo, 2014:27-31). Anis (1999:22) mengkategorikan

huruf-huruf sengau (mi>m dan nu>n) serta huruf likuida (la>m dan ra>’) ke dalam

huruf bersuara (majhu>r).

Syair Ughniyyatu lil ‘Aqabah terdiri dari prolog atau paragraf

pengantar dan enam bagian syair. Pada bagian prolog, syair ini didominasi

oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara, sebagaimana terlihat pada kutipan

berikut:

Page 31: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

62

عم بإجازة رائعة، وكان األوالد أشد على شاطئ خليج العقبة ف األردن، كانت األسرة كلها ت ن هم إل أغنية العقبة الت كانت أغنية كل واحد لنستمع اجلميع استمتاعا باإلجازة. من

.( 2009 :56)العيسى،

‘Ala> sya>thiˈi khali>jil-‘aqabah fi >l-Urdun, ka>nat al-usratu kulluha> tan‘amu bi ija>zatin ra>ˈi‘atin, wa ka>na al-aula>du asyaddal-jami>‘ istimta>‘an bil-ija>zati. Linastami‘a ila> ughniyatil-‘Aqabah allati > ka>nat ughniyata kulli wa>chidin minhum (al-I>sa>, 2009:56).

Di pantai Teluk Aqaba Yordania, seluruh keluarga menikmati liburan

yang indah, anak-anak adalah yang paling gembira dengan liburan.

Mari kita dengarkan senandung Aqaba, yang menjadi nyanyian

mereka semua (al-I>sa>, 2009:56).

Pada kutipan di atas bunyi konsonan bersuara yang digunakan adalah

bunyi huruf ῾ain, la>m, hamzah, ji>m, ra>’, da>l, nu>n, mi>m, ba>’, za>’, wau, ghain,

dan ya>. Adanya dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini

menimbulkan sugesti suasana yang menyenangkan, mesra, dan ringan. Pada

bagian prolog ini juga ditemukan penggunaan bunyi konsonan tak bersuara.

Hanya saja jumlahnya tidak sebanyak penggunaan bunyi konsonan bersuara.

Bunyi konsonan tak bersuara yang digunakan pada bagian prolog ini yaitu

syi>n, tha>’, kha>’, qa>f, ta>’, fa>’, ka>f, si>n, ha>’, dan cha>’.

Setelah prolog, masuk ke bagian syair yang terdiri dari bait-bait syair.

Pada bagian pertama syair ini terdapat dua bait yang masing-masing terdiri

dari dua baris. Baik bait kesatu maupun bait kedua, didominasi oleh bunyi

konsonan bersuara. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

يا زرقة البحر / يا شاطئ العقبة حر) / الموج ل عربة .( 2009 :56العيسى، موارة الس

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ Ya> zurqatal-bachri Almauju li> ‘arabah/ Mawwa>ratus-sichri (al-I>sa>, 2009:56).

Page 32: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

63

Duhai pantai Aqaba/ Duhai birunya laut

Bagiku ombak adalah kereta / yang menguraikan simpul sihir (al-I>sa>,

2009:56).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian pertama syair

ini yaitu bunyi huruf ya>’, hamzah, la>m, ‘ain, ba>’, za>’, ra>’, mi>m, ji>m, dan wau.

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan efek efoni

atau bunyi yang berirama dan indah. Efek ini mendukung terciptanya sugesti

suasana yang menyenangkan, indah, dan mengundang kekaguman.

Pada bagian pertama bait kesatu ditemukan repetisi berupa anafora.

Anafora merupakan pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat

berikutnya (Keraf, 2007:127). Anafora pada bagian ini yaitu berupa

pengulangan kata sapaan “Ya>” pada awal baris pertama dan kedua.

Pengulangan ini bertujuan untuk memberikan penekanan dan memperoleh

makna yang mendalam.

Selanjutnya, pada bagian kedua syair juga didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara, sebagaimana terlihat pada kutipan

berikut:

ر ل مهرا / أحضانا وأعوم / ف بن فسيألقي والشط مرج نوم / وتصي

.( 2009 :56العيسى، )

Ulqi> binafsi> fi>/ Achdha>niha> wa a‘u>m/ Wa tashi>ru li> muhra>n/ Wasyaththa marju nuju>m (al-I>sa>, 2009:56).

Kuhempaskan diriku/ Dalam dekapnya dan aku mengapung/ Yang

nampak bagiku bak anak kuda / Sementara pantai adalah padang

rumput bintang-bintang (al-I>sa>, 2009:56).

Pada bagian kedua ini, bunyi konsonan bersuara yang digunakan yaitu

bunyi huruf hamzah, la>m, ba>’, nu>n, ya>’, dha>d, wau, ‘ain, mi>m, ra>’, dan ji>m.

Page 33: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

64

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan efek efoni

atau bunyi yang berirama dan indah. Efek ini mendukung terciptanya sugesti

suasana yang menyenangkan, indah, mesra, dan penuh kasih sayang.

Kemudian, pada bait ketiga syair Ughniyyatu lil ‘Aqabah juga masih

didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara. Pernyataan ini

berdasarkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :57-56العيسى، ) أمشي على مهل / أجري وأحيانا / إن على الرمل / يا ناعم الرمل

Ya> na>‘imar-ramli/ Inni> ‘ala>r-ramli/ Ajri> wa achya>nan/ Amsyi> ‘ala> mahli (al-I>sa>, 2009:56-57).

Duhai pantai pasir yang lembut/ Inilah aku di atas pasir/ Aku berlari

dan terkadang/ Aku berjalan perlahan (al-I>sa>, 2009:56-57).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan dalam bait ini yaitu bunyi

huruf ya>’, nu>n, ‘ain, mi>m, ra>’, la>m, hamzah, ji>m, dan wau. Kombinasi bunyi

huruf-huruf konsonan bersuara tersebut menimbulkan efek efoni. Efek efoni

inilah yang menimbulkan sugesti suasana yang riang, ringan, dan

menyenangkan.

Selain didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara, pada

bagian ketiga ini juga didominasi dengan penggunaan vokal [a] dan [i]. Hal

ini semakin mempertegas suasana riang, ringan dan menyenangkan yang

tersugesti dalam bagian ketiga syair ini.

Pada bagian ketiga syair ini juga ditemukan salah satu bentuk repetisi

atau pengulangan yaitu epifora (epistrofa). Epifora merupakan pengulangan

kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat (Keraf, 2007:127). Epifora pada

bagian ketiga ini yaitu berupa pengulangan kata ‚ar-ramli‛ pada akhir baris

Page 34: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

65

pertama dan kedua. Adanya epifora ini berfungsi untuk memperdalam

pemaknaan dan memberikan penekanan pada arti kata atau frasa yang diulang

(Keraf, 2007:127).

Sementara itu, pada bagian keempat syair Ughniyyatu lil ‘Aqabah

masih tetap didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara. Hanya

saja, jumlah bunyi huruf konsonan tak bersuara yang digunakan dalam bagian

keempat ini juga cukup banyak. Analisis ini berdasarkan pada kutipan

berikut:

مس للموجة الزرقاء / للبحر حول هس / مستمتعا بالماء / مستمتعا بالش

.( 2009 :57العيسى، )

Mustamti‘an bisy-syams/ Mustamti‘an bil-ma> / Lilbachri chauli> hams/ Lilmaujatiz-zarqa> (al-I>sa>, 2009:57).

Menikmati matahari/ Menikmati air/ Laut di sekelilingku berbisik/

Untuk ombak yang biru (al-I>sa>, 2009:57).

Pada kutipan di atas bunyi konsonan bersuara yang digunakan yaitu

bunyi huruf mi>m, ‘ain, ba>’, lam>, hamzah, ra>’, ji>m, dan za>’. Kombinasi bunyi-

bunyi konsonan bersuara ini mempertegas sugesti suasana yang gembira,

menyenangkan dan ringan. Hal ini sebagai efek dari irama merdu dan indah

dari kombinasi bunyi-bunyi konsonan bersuara. Akan tetapi, pada bagian

keempat ini juga ditemukan penggunaan bunyi konsonan tak bersuara yaitu

bunyi huruf si>n, ta>’, syi>n, cha>’, ha>’, dan qa>f. Hadirnya bunyi-bunyi konsonan

tak bersuara dalam jumlah yang cukup banyak, menimbulkan tercampurnya

sugesti suasana yang menekan, bimbang dan terasa ada beban tertentu.

Page 35: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

66

Pada bagian keempat ini juga ditemukan salah satu bentuk repetisi

yaitu epifora. Epifora pada bagian ini berupa pengulangan kata

‚Mustamti‘an‛ di awal baris pertama dan baris kedua. Pengulangan ini

menimbulkan efek makna yang mendalam di bagian awal baris, khususnya

memberikan penekanan makna terhadap kata yang diulang.

Selanjutnya, pada bagian kelima syair ini terdapat dua bait yang

masing-masing terdiri dari satu baris. Bagian kelima ini juga didominasi

dengan penggunaan bunyi konsonan bersuara. Hal ini dapat dilihat pada

kutipan berikut:

ال ت نسنا، سن عود / يا شاطئ العقبة .( 2009 :57العيسى، ) واألىل سوف ن عود / ي وما إليك.. أنا

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ La> tansana>, sana‘u>d Yauman ilaika.. ana>/ Wal-ahlu saufa na‘u>d (al-I>sa>, 2009:57).

Duhai pantai Aqaba/ Jangan lupakan kami, kami akan kembali

Suatu hari kepadamu... aku/ Dan keluargaku akan kembali (al-I>sa>,

2009:57).

Pada kutipan di atas terlihat penggunaan bunyi konsonan bersuara

seperti bunyi huruf ya>’, hamzah, la>m, ba>’, nu>n, ‘ain, da>l, mi>m, dan wau.

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan sugesti

suasana yang menyenangkan, mesra, dan penuh kedekatan. Pada bagian

kelima ini juga ditemukan penggunaan bunyi konsonan tak bersuara, hanya

saja jumlahnya tidak sebanyak penggunaan bunyi konsonan bersuara.

Yang terakhir, pada bagian keenam syair masih tetap didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara. Analisis ini berdasarkan pada kutipan

berikut:

Page 36: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

67

يا شطنا احلال / تظل ملء القلب / الناعم ف رملك / ن بن قلع احلب

.( 2009 :57العيسى، )

Nabni> qila>‘al-chub/ Fi> ramlika an-na>‘im/ Tadhallu milˈal-qalb/ Ya> syaththana>l-cha>lim (al-I>sa>, 2009:57).

Membangun istana cinta/ Di atas pasirmu yang lembut/ Senantiasa

memenuhi hati/ Duhai pantai kita yang lembut (al-I>sa>, 2009:57).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian kelima syair ini

yaitu bunyi huruf nu>n, ba>’, la>m, ‘ain, ra>’, mi>m, dza>’, hamzah, dan ya>’.

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara pada bagian kelima ini

menimbulkan sugesti suasana yang riang, menyenangkan, dan mesra.

Secara keseluruhan, setiap bagian pada syair Ughniyyatul lil ‘Aqabah

didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara dan kombinasi vokal

[a] dan [i]. Hal ini menunjukkan bahwa sugesti suasana yang tergambar pada

syair ini adalah suasana yang riang, gembira, menyenangkan, mesra, dan

ringan.

Berkenaan dengan irama, syair ini tidak menggunakan aturan sajak

yang tetap pada setiap bagiannya. Pada bagian pertama bersajak ab-ab, bagian

kedua bersajak ab-ab dengan harakat yang berbeda pada baris pertama dan

ketiga, bagian ketiga bersajak aa-ba, bagian keempat bersajak ab-ab, bagian

kelima bersajak ab-cb, dan bagian bersajak ab-ab. Adanya ketidak-samaan

irama pada syair ini, membuat syair Ughniyyatul lil ‘Aqabah bisa

dikategorikan ke dalam bentuk syi‘r churr. Syi‘r churr merupakan syair yang

tidak terikat dengan irama wazan (metrum) dan qa>fiah (ritme), tetapi masih

Page 37: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

68

terikat dengan satuan irama khusus yang menjadi karakteristik karya sastra

tinggi (Husein dalam Muzakki, 2006:53).

Irama dalam sebuah syair selain membuat syair terdengar merdu dan

mudah dibaca, juga menyebabkan aliran perasaan ataupun pikiran tak

terputus dan terkosentrasi, sehingga menimbulkan bayangan angan yang jelas

dan hidup. Irama juga menimbulkan adanya pesona atau daya magis hingga

melibatkan para pembaca atau pendengar ke dalam keadaan extase atau

bersatu diri dengan objeknya, sehingga apa yang dikemukakan dapat meresap

dalam hati dan jiwa si pembaca atau pendengar (Pradopo, 2014:46).

b. Lapis Arti

Lapis arti merupakan rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan

kalimat. Rangkaian kalimat kemudian membentuk alenia, bab, dan

keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak. Lapis arti ini ditimbulkan oleh

adanya lapis bunyi, dan merupakan lapis kedua dalam analisis strata norma

Roman Ingarden (Pradopo, 2014:15).

Paragraf pengantar atau prolog syair Ughniyyatu lil ‘Aqabah memiliki

arti yang menggambarkan tentang suasana liburan di Teluk Aqaba, Yordania.

Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

عم رائعة، وكان األوالد بإجازة على شاطئ خليج العقبة ف األردن، كانت األسرة كلها ت ن همإل لنستمع أشد اجلميع استمتاعا باإلجازة. أغنية العقبة الت كانت أغنية كل واحد من

.( 2009 :56)العيسى،

‘Ala> sya>thiˈi khali>jil-‘aqabah fi>l-Urdun, ka>nat al-usratu kulluha tan‘amu bi ija>zatin ra>ˈi‘atin, wa ka>na al-aula>du asyaddal-jami>‘ istimta>‘an bil-ija>zati. Linastami‘a ila> ughniyatil-‘Aqabah allati > ka>nat ughniyata kulli wa>chidin minhum (al-I>sa>, 2009:56).

Page 38: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

69

Di pantai Teluk Aqaba Yordania, seluruh keluarga menikmati liburan

yang indah, anak-anak adalah yang paling gembira dengan liburan.

Mari kita dengarkan senandung Aqaba, yang menjadi nyanyian

mereka semua (al-I>sa>, 2009:56).

Seluruh keluarga tengah menikmati liburan yang indah di pantai Teluk

Aqaba, Yordania. Mereka sangat gembira dengan liburan itu, terutama anak-

anak. Mereka semua menyanyikan senandung Aqaba, dan si Aku mengajak

pembaca untuk mendengarkan senandung Aqaba itu, sebagaimana tertuang

dalam tiap bagian syair ini.

Setelah prolog, kemudian masuk ke bagian syair. Bagian pertama

syair terdiri dari dua bait syair. Bait pertama dan kedua berupa nyanyian

anak-anak yang berisi tentang keindahan pantai Aqaba. Pernyataan ini

berdasarkan pada kutipan berikut:

يا زرقة البحر / يا شاطئ العقبة حر) / الموج ل عربة .( 2009 :56العيسى، موارة الس

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ Ya> zurqatal-bachri Almauju li> ‘arabah/ Mawwa>ratus-sichri (al-I>sa>, 2009:56).

Duhai pantai Aqaba/ Duhai birunya laut

Bagiku ombak adalah kereta / Yang menguraikan simpul sihir (al-I>sa>,

2009:56).

Pada bagian pertama ini disebutkan sisi keindahan pantai Aqaba yaitu

memiliki warna laut yang biru. Bagi si Aku, Gulungan ombak pantai Aqaba

seperti kereta yang mampu menguraikan simpul sihir.

Page 39: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

70

Bagian kedua syair ini menggambarkan tentang hal-hal yang

dilakukan si Aku ketika di pantai Aqaba. Hal ini dapat dilihat pada kutipan

berikut:

ر ل مهرا / أحضانا وأعوم / ف بن فسيألقي .( 2009 :56العيسى، والشط مرج نوم) / وتصي

Ulqi> binafsi> fi>/ Achdha>niha> wa a‘u>m/ Wa tashi>ru li> muhra>n/ Wasyaththa marju nuju>m (al-I>sa>, 2009:56).

Kuhempaskan diriku/ Dalam dekapnya dan aku mengapung/ Yang

nampak bagiku bak anak kuda / Sementara pantai adalah padang

rumput bintang-bintang (al-I>sa>, 2009:56).

Pada kutipan di atas disebutkan bahwa si Aku menceburkan dirinya ke

pantai Aqaba dan terapung-apung di atasnya. Dibandingkan dengan pantai

Aqaba, Si Aku bak anak kuda, sementara pantai adalah padang rumput

bintang-bintang.

Bagian ketiga syair masih berisi tentang aktivitas yang dilakukan si

Aku di pantai Aqaba. Pernyataan ini nampak pada kutipan berikut:

.( 2009 :57-56العيسى، ) أمشي على مهل / أجري وأحيانا / إن على الرمل / يا ناعم الرمل

Ya> na>‘imar-ramli/ Inni> ‘ala>r-ramli/ Ajri> wa achya>nan/ Amsyi> ‘ala> mahli (al-I>sa>, 2009:56-57).

Duhai pantai pasir yang lembut/ Inilah aku di atas pasir/ Aku berlari

dan terkadang/ Aku berjalan perlahan (al-I>sa>, 2009:56-57).

Si aku tengah berada di atas pasir pantai Aqaba yang lembut. Si Aku

berlari-lari di atasnya dan terkadang berjalan perlahan menikmati lembutnya

pasir pantai Aqaba. Lembutnya pantai pasir Aqaba telah membuat si Aku

terpesona.

Selanjutnya, pada bagian keempat syair Ughniyyatu lil ‘Aqabah juga

berisi tentang aktivitas yang dilakukan si Aku di pantai Aqaba, sebagai

Page 40: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

71

lanjutan dari bagian kedua dan ketiga syair. Aktivitas yang dilakukan si Aku

dapat dilihat pada kutipan berikut:

مس للموجة الزرقاء / للبحر حول هس / مستمتعا بالماء / مستمتعا بالش

.( 2009 :57العيسى، )

Mustamti‘an bisy-syams/ Mustamti‘an bil-ma> / Lilbachri chauli> hams/ Lilmaujatiz-zarqa> (al-I>sa>, 2009:57).

Menikmati matahari/ Menikmati air/ Laut di sekelilingku berbisik/

Untuk ombak yang biru (al-I>sa>, 2009:57).

Selain menceburkan diri ke pantai Aqaba dan berjalan-jalan di atas

pasirnya yang lembut, si Aku juga menikmati matahari yang terlihat di langit

pantai Aqaba. Disamping itu, si Aku juga menikmati air pantai Aqaba. Laut

di sekeliling si Aku beriak-riak melalui ombaknya yang biru.

Bagian kelima syair ini terdiri dari dua bait syair. Kedua bait tersebut

menceritakan tentang harapan si Aku agar dapat kembali ke pantai Aqaba.

Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

سن عود ال ت نسنا، / يا شاطئ العقبة .( 2009 :57العيسى، ) واألىل سوف ن عود / ي وما إليك.. أنا

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ La> tansana>, sana‘u>d Yauman ilaika.. ana> wal-ahlu saufa na‘u>d (al-I>sa>, 2009:57).

Duhai pantai Aqaba/ Jangan lupakan kami, kami akan kembali

Suatu hari kepadamu... aku/ Dan keluargaku akan kembali (al-I>sa>,

2009:57).

Si Aku berharap agar pantai Aqaba tidak melupakan dirinya dan

keluarganya, karena dia akan kembali. Si Aku berjanji, suatu hari dia dan

keluarganya akan kembali berlibur ke pantai Aqaba.

Page 41: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

72

Bagian terakhir atau bagian keenam syair ini masih berisikan harapan

si Aku terhadap pantai Aqaba. Harapan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

ال يا شطنا احل / تظل ملء القلب / ف رملك الناعم / ن بن قلع احلب

.( 2009 :57العيسى، )

Nabni> qila>‘al-chub/ Fi> ramlika an-na>‘im/ Tadhallu milˈal-qalb/ Ya> syaththana>l-cha>lim (al-I>sa>, 2009:57).

Membangun istana Cinta/ Di atas pasirmu yang lembut/ Senantiasa

memenuhi hati/ Duhai pantai kita yang lembut (al-I>sa>, 2009:57).

Si aku ingin membangun istana cinta di atas pasir pantai Aqaba yang

lembut, ketika ia dapat kembali lagi berlibur ke sana. Kelembutan pasir pantai

Aqabalah yang senantiasa memenuhi hati si Aku dan membuatnya ingin

kembali lagi ke sana.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis hal-hal yang dikemukakan merupakan lapis ketiga yang

ditimbulkan oleh lapis kedua atau lapis arti. Lapis hal-hal yang dikemukakan

ini terdiri dari pelaku (subjek), latar, objek, dan dunia pengarang (Pradopo,

2014:18).

Hal yang dikemukakan pertama yaitu pelaku (subjek). Pelaku dalam

syair Ughniyyatu lil‘Aqabah yaitu si Aku. Tokoh si Aku ini selalu hadir pada

tiap bagian syair. Berikut ini salah satu kutipan yang menegaskan bahwa si

Aku adalah pelaku (subjek) dalam syair ini:

.( 2009 :57-56العيسى، ) أمشي على مهل / أجري وأحيانا / على الرمل إن / الرمل يا ناعم

Ya> na>‘imar-ramli/ Inni> ‘ala>r-ramli/ Ajri> wa achya>nan/ Amsyi> ‘ala> mahli (al-I>sa>, 2009:56-57).

Duhai pantai pasir yang lembut/ Inilah aku di atas pasir/ Aku berlari

dan terkadang/ Aku berjalan perlahan (al-I>sa>, 2009:56-57).

Page 42: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

73

Si Aku sebagai subjek dalam syair ini melakukan aktivitas di atas

pasir pantai Aqaba yang lembut. Terkadang dia berlari, dan terkadang dia

berjalan perlahan di atas pasir pantai yang lembut itu.

Setelah pelaku (subjek), hal yang dikemukakan selanjutnya yaitu

latar. Latar tempat pada syair ini yaitu di pantai Teluk Aqaba, Yordania.

Pernyataan ini terdapat pada kutipan prolog berikut:

عم بإجازة رائعة على شاطئ خليج العقبة ف األردن، كانت األسرة كلها ت ن

.( 2009 :56العيسى، )

‘Ala> sya>thiˈi khali>jil-‘aqabah fi>l-Urdun, ka>nat al-usratu kullaha tan‘amu bi ija>zatin ra>ˈi‘atin (al-I>sa>, 2009:56).

Di pantai Teluk Aqaba Yordania, seluruh keluarga menikmati liburan

yang indah (al-I>sa>, 2009:56).

Pantai Teluk Aqaba di Yordania menjadi latar tempat pada syair ini.

Hal tersebut karena di pantai itulah semua kejadian dan peristiwa yang ada di

dalam syair ini berlangsung.

Selain latar tempat, pada kutipan di atas juga ditemukan latar waktu

yang sekaligus menjadi objek pada bagian prolog ini. Latar waktu yang

terdapat pada syair ini yaitu pada saat hari libur. Pada saat liburan itulah

seluruh keluarga berkunjung ke pantai Aqaba.

Hal ketiga yang dikemukakan dalam syair ini berupa objek. Objek

merupakan benda atau sesuatu hal yang dikenai sasaran tindakan atau

perbuatan si pelaku cerita. Pada bagian prolog, objek yang dikemukakan yaitu

liburan yang indah dan senandung Aqaba. Kedua objek ini dapat dilihat

dalam kutipan berikut:

Page 43: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

74

عم بإجازة رائعة، وك ان األوالد أشد على شاطئ خليج العقبة ف األردن، كانت األسرة كلها ت ن هم لنستمع اجلميع استمتاعا باإلجازة. إل أغنية العقبة الت كانت أغنية كل واحد من

.( 2009 :56)العيسى،

‘Ala> sya>thiˈi khali>jil-‘aqabah fi >l-Urdun, ka>nat al-usratu kulluha tan‘amu bi ija>zatin ra>ˈi‘atin, wa ka>na al-aula>du asyaddal-jami>‘ istimta>‘an bil-ija>zati. Linastami‘a ila> ughniyatil-‘Aqabah allati > ka>nat ughniyata kulli wa>chidin minhum (al-I>sa>, 2009:56).

Di pantai Teluk Aqaba Yordania, seluruh keluarga menikmati liburan

yang indah, anak-anak adalah yang paling gembira dengan liburan.

Mari kita dengarkan senandung Aqaba, yang menjadi nyanyian

mereka semua (al-I>sa>, 2009:56).

Liburan selain menjadi keterangan waktu juga menjadi objek. Hal ini

karena liburan dikenai sasaran tindakan oleh subjek yaitu dinikmati.

Sementara itu, senandung Aqaba juga menjadi objek karena dinyanyikan oleh

orang-orang yang berlibur di pantai Aqaba, termasuk si Aku. Hal ini tentu

menjadikannya sasaran dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

Pada bagian pertama syair, objek yang dikemukakan yaitu pantai

Aqaba, biru laut pantai Aqaba, ombak, kereta dan simpul sihir. Objek-objek

tersebut dapat ditemukan pada kutipan berikut:

يا زرقة البحر / ئ العقبة يا شاط حر) / الموج ل عربة .( 2009 :56العيسى، موارة الس

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ Ya> zurqatal-bachri Almauju li> ‘arabah/ Mawwa>ratus-sichri (al-I>sa>, 2009:56).

Duhai pantai Aqaba/ Duhai birunya laut

Bagiku ombak adalah kereta / Yang menguraikan simpul sihir (al-I>sa>,

2009:56).

Bagian pertama syair ini terdiri dari dua bait, sebagaimana terlihat

dalam kutipan di atas. Pada bait pertama, objek yang dikemukakan adalah

Page 44: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

75

pantai Aqaba dan warna biru laut pantai Aqaba. Keduanya berkedudukan

sebagai objek karena menjadi sasaran sapaan si Aku.

Sementara itu, ombak, kereta, dan sihir berperan sebagai objek pada

bait kedua. Ketiga hal itu menjadi objek karena dikenai sasaran pandangan si

aku terhadap benda-benda tersebut. Si Aku memandang ombak sebagai kereta

yang mampu memecahkan simpul sihir. Jadi, kereta selain menjadi objek juga

berkedudukan sebagai subjek karena melakukan tindakan memecahkan

simpul sihir. Hanya saja perannya sebagai subjek tidak begitu dominan di

dalam syair ini.

Selanjutnya, objek pada bagian kedua syair ini berupa si Aku sendiri,

anak kuda, pantai dan padang rumput bintang-bintang. Keempat objek ini

dapat dilihat pada kutipan berikut:

ر ل مهراوتص / أحضانا وأعوم ف بن فسيألقي .( 2009 :56العيسى، والشط مرج نوم) / ي

Ulqi> binafsi> fi>/ Achdha>niha> wa a‘u>m/ Wa tashi>ru li> muhra>n/ Wasyaththa marju nuju>m (al-I>sa>, 2009:56).

Kuhempaskan diriku/ Dalam dekapnya dan aku mengapung/ Yang

nampak bagiku bak anak kuda / Sementara pantai adalah padang

rumput bintang-bintang (al-I>sa>, 2009:56).

Si Aku menjadikan dirinya sendiri sebagai objek yang dihempaskan

ke pantai Aqaba. Dia melihat dirinya sendiri seperti anak kuda, sementara

pantai seperti rumput bintang-bintang. Hal inilah yang menyebabkan anak

kuda, pantai dan rumput bintang-bintang menjadi objek, karena ketiganya

menjadi sasaran perumpamaan dalam pemikiran si Aku.

Kemudian, objek pada bagian ketiga syair Ughniyyatu lil-‘Aqabah

yaitu pantai pasir yang lembut. Hal ini berdasarkan pada kutipan berikut:

Page 45: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

76

.( 2009 :57-56العيسى، ) أمشي على مهل / أجري وأحيانا / إن على الرمل / يا ناعم الرمل

Ya> na>‘imar-ramli/ Inni> ‘ala>r-ramli/ Ajri> wa achya>nan/ Amsyi> ‘ala> mahli (al-I>sa>, 2009:56-57).

Duhai pantai pasir yang lembut/ Inilah aku di atas pasir/ Aku berlari

dan terkadang/ Aku berjalan perlahan (al-I>sa>, 2009:56-57).

Pantai pasir yang lembut menjadi objek pada bagian ketiga ini karena

menjadi sasaran sapaan dari si Aku. Sapaan tersebut terlihat dari perkataan si

Aku di awal kalimat yaitu “ Duhai pantai pasir yang lembut”. Sementara itu,

di atas pasir menjadi latar tempat pada bagian ketiga ini.

Objek yang dikemukakan pada bagian keempat syair yaitu matahari,

air, dan ombak laut yang biru. Ketiga hal ini nampak pada kutipan berikut:

مس للموجة الزرقاء / للبحر حول هس / مستمتعا بالماء / مستمتعا بالش

.( 2009 :57العيسى، )

Mustamti‘an bisy-syams/ Mustamti‘an bil-ma> / Lilbachri chauli> hams/ Lilmaujatiz-zarqa> (al-I>sa>, 2009:57).

Menikmati matahari/ Menikmati air/ Laut di sekelilingku berbisik/

Untuk ombak yang biru (al-I>sa>, 2009:57).

Matahari, air dan ombak yang biru menjadi objek pada bagian

keempat ini karena ketiganya menjadi sasaran perbuatan subjek (pelaku).

Sementara itu, laut pada kutipan di atas berkedudukan sebagai pelaku karena

melakukan suatu tindakan tertentu. Hanya saja intensitasnya tidak banyak

disebutkan dalam syair sehingga bukan termasuk pelaku utama.

Selanjutnya, objek yang dikemukakan pada bagian kelima syair ini

adalah pantai Aqaba dan kami (si Aku dan keluarganya). Analisis ini

berdasarkan pada kutipan berikut:

ال ت نسنا، سن عود / يا شاطئ العقبة

Page 46: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

77

.( 2009 :57العيسى، ) واألىل سوف ن عود / ي وما إليك.. أنا

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ La> tansana>, sana‘u>d Yauman ilaika.. ana> wal-ahlu saufa na‘u>d (al-I>sa>, 2009:57).

Duhai pantai Aqaba/ Jangan lupakan kami, kami akan kembali

Suatu hari kepadamu... aku/ Dan keluargaku akan kembali (al-I>sa>,

2009:57).

Selain menjadi objek karena menjadi sasaran sapaan si Aku, pantai

Aqaba juga berkedudukan sebagai subjek karena dialah yang berperan untuk

melupakan atau tidak melupakan si Aku. Si Aku berharap dia dan

keluarganya dapat kembali ke pantai Aqaba suatu hari nanti.

Pada bagian keenam syair Ughniyyatu lil‘Aqabah objek yang

dikemukakan yaitu istana cinta, hati dan pantai Aqaba. Ketiga objek ini dapat

ditemukan pada kutipan berikut:

يا شطنا احلال / القلب تظل ملء / ف رملك الناعم / ن بن قلع احلب

.( 2009 :57العيسى، )

Nabni> qila>‘al-chub/ Fi> ramlika an-na>‘im/ Tadhallu milˈal-qalb/ Ya> syaththana>l-cha>lim (al-I>sa>, 2009:57).

Membangun istana cinta/ Di atas pasirmu yang lembut/ Senantiasa

memenuhi hati/ Duhai pantai kita yang lembut (al-I>sa>, 2009:57).

Istana cinta berkedudukan sebagai objek pada bagian keenam syair ini

karena menjadi sasaran perbuatan si Aku. Sementara itu, hati menjadi objek

karena hati adalah sasaran dari kerinduan terhadap pantai Aqaba yang

senantiasa memenuhinya. Sedangkan pantai Aqaba menjadi objek karena

berada dalam sapaan si Aku.

Selain subjek, latar, dan objek, hal yang dikemukakan selanjutnya

adalah dunia pengarang. Dunia pengarang merupakan cerita yang diciptakan

Page 47: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

78

oleh pengarang. Cerita ini merupakan gabungan dan jalinan antara objek-

objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur ceritanya (alur). Dunia

pengarang dalam syair Ughniyyatu lil ‘Aqabah dapat dijabarkan sebagai

berikut:

Seluruh keluarga sedang menikmati liburan yang indah di pantai

Aqaba. Mereka semua gembira dengan liburan, terutama anak-anak. Anak-

anak itu, termasuk si Aku menyanyikan senandung Aqaba yang berbunyi

sebagai berikut:

Si Aku menyapa pantai Aqaba, juga birunya laut. Ombak baginya

adalah kereta yang mampu mengurai simpul sihir. Dihempaskan tubuhnya

dalam dekapan ombak pantai Aqaba dan dia mengapung. Dirinya nampak bak

anak kuda, sementara pantai adalah padang rumput bintang-bintang.

Disapanya pasir pantai yang lembut. Dia berlarian di atas pasir dan

terkadang berjalan perlahan sambil menikmati matahari dan air. Sementara

laut di sekelilingnya beriak-riak melalui ombaknya yang biru.

Sekali lagi, disapanya pantai Aqaba. Si Aku berharap agar pantai

Aqaba tidak melupakan dirinya dan keluarganya. Dia berjanji bahwa suatu

hari akan kembali lagi bersama keluarganya ke pantai Aqaba. Dia akan

membangun istana cinta di atas pasir pantai Aqaba yang lembut. Kelembutan

pantainya itulah yang senantiasa memenuhi hati si Aku, sehingga rindu untuk

kembali lagi ke sana.

Page 48: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

79

d. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan lapis keempat dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Lapis ini tidak perlu dinyatakan, akan tetapi sudah implisit

pada susunan kata-kata yang ada di dalam syair (Pradopo, 2014:15).

Pada bagian pertama syair, lapis dunia yang ditemukan yaitu

mengenai ombak pantai Aqaba. Analisis ini berdasarkan pada kutipan

berikut:

يا زرقة البحر / يا شاطئ العقبة حر) / الموج ل عربة .( 2009 :56العيسى، موارة الس

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ Ya> zurqatal-bachri Almauju li> ‘arabah/ Mawwa>ratus-sichri (al-I>sa>, 2009:56).

Duhai pantai Aqaba/ Duhai birunya laut

Bagiku ombak adalah kereta / Yang menguraikan simpul sihir (al-I>sa>,

2009:56).

Pada kutipan di atas disebutkan bahwa ombak pantai Aqaba

menyerupai kereta yang mampu menguraikan simpul sihir. Pernyataan ini

mengandung majas metafora, yaitu menyatakan sesuatu sebagai hal yang

sama atau seharga dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama

(Altenbernd dalam Pradopo, 2014:67). Pada bagian pertama syair ini, si Aku

menyamakan ombak dengan kereta yang mampu memecahkan simpul sihir.

Hal ini menggambarkan bahwa gulungan ombak pantai Aqaba sangat panjang

dan besar bak kereta, sehingga deburannya begitu dahsyat seperti simpul sihir

yang terurai. Pernyataan ini tidak perlu disebutkan secara eksplisit di dalam

bagian syair, karena artinya sudah implisit di antara rangkaian kata-kata yang

tersusun.

Page 49: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

80

Lapis dunia juga ditemukan pada bagian kedua syair ini yaitu berupa

penggambaran diri si Aku dan pantai Aqaba dengan menggunakan majas

metafora. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

ر ل مهرا / أحضانا وأعوم / ف بن فسيألقي والشط مرج نوم / وتصي

.( 2009 :56العيسى، )

Ulqi> binafsi> fi>/ Achdha>niha> wa a‘u>m/ Wa tashi>ru li> muhra>n/ Wasyaththa marju nuju>m (al-I>sa>, 2009:56).

Kuhempaskan diriku/ Dalam dekapnya dan aku mengapung/ Yang

nampak bagiku bak anak kuda / Sementara pantai adalah padang

rumput bintang-bintang (al-I>sa>, 2009:56).

Pada kutipan di atas, si Aku mengumpamakan dirinya seperti anak

kuda saat dia menceburkan dirinya ke pantai. Sementara pantai Aqaba

disamakan dengan padang rumput bintang-bintang. Penggunaan metafora

pada bagian kedua ini memiliki arti bahwa si Aku sangatlah kecil jika

dibandingkan dengan pantai Aqaba yang begitu luas dan berkilauan bak

bintang karena paparan sinar matahari. Karena luasnya pantai itu, membuat si

Aku tidak tenggelam dan justru terapung-apung seperti anak kuda di atas

padang rumput bintang-bintang.

Pada bagian keempat syair Ughniyyatu lil‘Aqabah juga ditemukan

lapis dunia yang implisit di balik penggunaan majas personifikasi. Analisis

ini berdasarkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :57العيسى، ) لموجة الزرقاء ل / للبحر حول هس

Lilbachri chauli> hams/ Lilmaujatiz-zarqa> (al-I>sa>, 2009:57).

Laut di sekelilingku berbisik/ Untuk ombak yang biru (al-I>sa>,

2009:57).

Page 50: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

81

Majas personifikasi adalah majas yang mempersamakan benda dengan

manusia, benda mati dibuat dapat bertindak, berpikir, dan sebagainya seperti

manusia (Pradopo, 2014:76). Pada kutipan di atas, majas personifikasi

nampak pada penggunaan kata berbisik yang disandingkan dengan subjek

benda mati yaitu laut. Maksud dari laut yang berbisik yaitu bahwa laut pantai

Aqaba beriak-riak atau bergelombang karena adanya ombak.

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca

berkontemplasi atau melakukan perenungan. Lapis metafisis merupakan lapis

kelima dalam analisis strata norma Roman Ingarden yang berupa sifat-sifat

metafisis (sublim, tragis, mengerikan, menakutkan, suci, dan lainnya).

Dengan hadirnya sifat-sifat inilah seorang pembaca akan melakukan sebuah

perenungan. Akan tetapi tidak semua karya sastra mengandung lapis metafisis

ini (Pradopo, 2014:15).

Karya sastra yang mengandung lapis metafisis merupakan karya sastra

yang mencapai tingkatan keempat atau niveau human dan kelima atau niveau

religius (filosofis) dalam tingkatan pengalaman jiwa. Adapun tingkatan

pertama atau niveau anorganis yang terjelma pada karya sastra hanya berupa

pola bunyi, irama, baris, sajak, alenia, alenia, kalimat, gaya bahasa dan

sebagainya. Untuk tingkatan kedua atau niveau vegetatif yang terjelma dalam

karya sastra berupa suasana-suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian-

rangkaian kata-kata itu. Tingkatan ketiga atau niveau animal merupakan

tingkatan yang dicapai oleh binatang dan sudah ada nafsu jasmaniahnya.

Page 51: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

82

Tingkatan ini jika terjelma dalam kata berupa nafsu-nafsu naluriah seperti

makan, minum, dan sebagainya (Pradopo, 1994:55-59).

Sementara itu, tingkatan pengalaman jiwa keempat atau niveau human

jika terjelma ke dalam karya sastra dapat berupa renungan-renungan batin dan

moral, konflik kejiwaan, rasa simpati dan segala pengalaman yang dirasakan

manusia. Sedangkan tingkatan kelima atau niveau religius (filosofis) berupa

renungan batin sampai hakikat, hubungan tuhan dengan manusia, renungan

filsafat dan metafisis, dan sebagainya (Pradopo, 1994:58).

Renungan terhadap syair Ughniyyatu lil‘Aqabah yang berada dalam

tingkatan niveau human berupa ajaran bagi manusia bahwa dalam kehidupan

ini, kebahagiaan, kesempatan, dan kelapangan akan datang pada diri setiap

orang. Ketika ketiga hal itu sedang datang menyertai, maka manusia harus

mensyukurinya dan menggunakannya dengan sebijak dan sebaik mungkin.

Manusia juga tidak boleh menyia-nyiakannya, sehingga berlalu begitu saja

tanpa meninggalkan manfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Begitu juga dengan liburan yang tengah dinikmati oleh si Aku dan anak-anak

di pantai Teluk Aqaba, Yordania. Liburan itu akan berakhir ketika waktunya

tiba, untuk itu sebelum berakhir maka si Aku melakukan berbagai hal untuk

menciptakan kenangan yang indah di pantai Aqaba.

Sementara itu, renungan yang berada dalam tingkatan niveau religius

atau filosofis terhadap syair ini yaitu berupa kepasrahan dan percaya terhadap

takdir Tuhan. Kebahagiaan, kesempatan dan kelapangan yang ada dalam

kehidupan manusia, suatu saat akan menghilang dan silih berganti dengan

Page 52: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

83

kesedihan, kesusahan, dan kesempitan. Sehubungan dengan hal itu, manusia

dituntut untuk selalu bersabar, tabah dan bersyukur dalam segala keadaan

yang telah Tuhan takdirkan.

Rasa syukur juga harus dibarengi dengan rasa optimis terhadap takdir

Tuhan, bahwa setiap kali datang kesulitan dan kesusahan, maka kebahagiaan

dan kelapangan sudah siap menyertainya. Yang dibutuhkan manusia hanyalah

percaya dan optimis akan cahaya kelapangan yang segera datang. “Karena

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah

kesulitan itu ada kemudahan” (Depag, 2004:596 [93]). Keoptimisan ini

tercermin dari janji si Aku yang berharap dapat kembali berlibur ke pantai

Aqaba. Pantai yang berpasir lembut dan indah, hingga membuatnya

terpesona.

Berdasarkan hasil analisis syair kedua dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatu lil ‘Aqabah karya

Sulaima>n al-I>sa> termasuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung

tema tentang “liburan” ( اإلجازة). Isinya menceritakan tentang aktivitas liburan

yang sedang dilakukan oleh si Aku di pantai Teluk Aqaba, Yordania. Si Aku

benar-benar menikmati liburannya dan membuat kenangan yang indah

sebelum dia meninggalkan pantai Aqaba. Dia berharap suatu saat nanti dapat

berkunjung kembali ke pantai Aqaba bersama keluarganya. Kesempatan

untuk menikmati liburan sebagaimana digambarkan pada syair ini

Page 53: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

84

mengingatkan kepada pembaca akan adanya kesempatan dan kelapangan

yang datang silih berganti dengan kesulitan dan kesusahan. Untuk itu ketika

kesempatan dan kelapangan itu datang, manusia harus mempergunakan dan

memanfaatkannya dengan sebaik mungkin sebelum kesempatan itu pergi.

Dan ketika manusia sedang berada dalam situasi yang susah dan sulit, maka

dia harus tetap optimis dan terus berharap akan datangnya kesempatan,

kelapangan dan kemudahan.

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatu lil‘Aqabah tidak dapat diketahui secara langsung oleh pembaca,

terlebih anak-anak. Hal ini karena nilai-nilai pendidikan karakter dalam syair ini

tertuang secara implisit di antara susunan kata-kata, untuk itu dibutuhkan proses

pembacaan yang mendalam dan proses analisis guna mendapatkan nilai-nilai

pendidikan karakter tersebut.

Berikut ini beberapa nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam syair

ini, berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas

dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106), yaitu:

a. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya

Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya merupakan karakter pertama

dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU

No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Karakter ini perlu ditanamkan

pada diri seorang anak sejak dini, sehingga anak tumbuh menjadi pribadi

yang bersyukur, mencintai semua ciptaan Tuhan, dan mau menjaga

Page 54: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

85

lingkungan sekitarnya. Pada syair ini, karakter tersebut ditampilkan oleh

kecintaan si Aku terhadap pantai Aqaba, sebagaimana terdapat dalam kutipan

berikut:

يا شطنا احلال / تظل ملء القلب / ف رملك الناعم / ن بن قلع احلب .( 2009 :57العيسى، )

Nabni> qila>‘al-chub/ Fi> ramlika an-na>‘im/ Tadhalla milˈal-qalb/ Ya> syaththana>l-cha>lim (al-I>sa>, 2009:57).

Membangun istana cinta/ Di atas pasirmu yang lembut/ Senantiasa

memenuhi hati/ Duhai pantai kita yang lembut (al-I>sa>, 2009:57).

Si Aku terpesona dengan pantai Aqaba. Kerinduan akan lembut pantai

pasirnya senantiasa memenuhi hati si Aku, hingga membuatnya selalu ingin

kembali. Kembali ke pantai Aqaba untuk membuat istana cinta di atas

pasirnya.

Semenjak kecil seorang anak perlu dikenalkan dengan lingkungan

sekitarnya, sekaligus ditanamkan rasa kecintaan dan kepedulian terhadapnya.

Hal ini akan menjadikan seorang anak terbiasa untuk menjaga kelestarian

lingkungan sekitarnya. Jika demikian, maka tidak akan ditemukan

lingkungan-lingkungan yang rusak dan tidak terurus, karena manusia peduli

dengannya.

b. Menepati Janji

Menepati janji merupakan penjabaran dari nilai karakter keempat

“Kemandirian dan tanggung jawab” berdasarkan sembilan pilar nilai-nilai

karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3

(Samani, 2013:106). Menepati janji merupakan karakter yang harus

ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Jika anak-anak sudah terbiasa

Page 55: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

86

menepati janji maka hingga dewasa dia akan dihormati oleh rekan-rekannya.

Nilai pendidikan karakter untuk berusaha menepati janji terdapat pada

perkataan si Aku terhadap pantai Aqaba sebagai berikut:

ال ت نسنا، سن عود / يا شاطئ العقبة .( 2009 :57العيسى، ) واألىل سوف ن عود / ي وما إليك.. أنا

Ya> sya>thiˈal-‘aqabah/ La> tansana>, sana‘u>d Yauman ilaika.. ana> / wal-ahlu saufa na‘u>d (al-I>sa>, 2009:57).

Duhai pantai Aqaba/ Jangan lupakan kami, kami akan kembali

Suatu hari kepadamu... aku/ Dan keluargaku akan kembali (al-I>sa>,

2009:57).

Si Aku berjanji kepada pantai Aqaba bahwa ia akan kembali

berkunjung ke sana. Dari hal ini dapat disampaikan kepada anak-anak bahwa

jika seseorang berjanji maka harus ditepati. Penanaman karakter tepat janji

melalui syair ini dapat dilakukan oleh orang dewasa dengan cara

menyampaikan pesan secara tersurat kepada anak-anak bahwa seseorang

yang tepat janji akan senantiasa menunjukkan integritas dirinya dengan citra

yang baik, selain itu orang yang tepat janji merupakan orang yang

bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.

c. Aktif dan Dinamis

Karakter aktif dan dinamis merupakan penjabaran dari karakter

keenam dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas

dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yaitu percaya diri dan kerja keras

(Samani, 2013:106). Karakter ini sangat penting ada pada diri seseorang,

karena tanpa kedua karakter tersebut, seseorang akan menjadi pribadi yang

tertutup, pemalas, dan tidak berkembang. Karakter aktif dan dinamis pada

Page 56: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

87

syair ini ditunjukkan si Aku saat sedang di pantai Aqaba, sebagaimana

terdapat dalam kutipan berikut:

.( 2009 :57-56العيسى، ) أمشي على مهل / أجري وأحيانا / إن على الرمل / يا ناعم الرمل

Ya> na>‘imar-ramli/ Inni> ‘ala>r-ramli/ Ajri> wa achya>nan/ Amsyi> ‘ala> mahli (al-I>sa>, 2009:56-57).

Duhai pantai pasir yang lembut/ Inilah aku di atas pasir/ Aku berlari

dan terkadang/ Aku berjalan perlahan (al-I>sa>, 2009:56-57).

Saat di pantai Aqaba, si Aku tidak hanya diam saja. Terkadang dia

berlari dan terkadang dia berjalan perlahan di atas pasir pantai Aqaba yang

lembut. Melalui hal ini, dapat disampaikan kepada anak-anak bahwa dalam

kehidupan ini seseorang harus terus bergerak dan berbuat. Tidak ada waktu

untuk berdiam diri dan pasif. Kesempatan hanya akan datang sekali saja.

Selain itu, kesempatan hanya akan datang pada orang-orang yang dengan

cekatan mampu menangkap dan memanfaatkannya. Sementara itu, orang

yang berdiam diri saja, hanya akan terkungkung pada ketertinggalan dan

keterpurukan.

Page 57: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

88

C. Syair Ke-3

أغنية الحجركان احلجر ي نشد ذات ي وم ىذه األغنية احللوة، وىو متلئ ثقة

وصلبتو.بن فسو، وبقوتو،

أنا احلجر..

أنا احلجر..

لة أشيد المنازل اجلمي

لة أسور البستان واخلمي **

..أنا احلجر

أحي البشر

فة جدران من العواصف ادلوراء خي

لم واألمان أعطيهم الس

فء واحلنان والد

فة الصحبة و األلي **

أنا احلجر..

أكون أحيانا سلحا رائع األث ر

ن يتمي ب صولة اخلطر أرد عم

أشج رأس حية

أصد بطش غزوة

أدفع العدوان والضرر و

أنا احلجر..

أنا احلجر..

Ughniyyatul-Chajar

Ka>nal-chajaru yunsyidu dza>ta yaumin hadzihil-ughniyatal-chulwah, wa huwa mumtaliˈun tsiqatan binafsihi, wa biquwwatihi, wa shala>batihi.

88

Page 58: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

89

Ana> al-chajar.. Ana> al-chajar.. Usyayyidul-mana>zilal-jami>lah Usawwirul-busta>na wal-khami>lah

** Ana> al-chajar.. Achmi>l-basyar Wara> a judra>ni> minal-‘awa>shifil-mukhi>fah U‘thi>himus-sala>ma wal-ama>n wad-difˈa wal-china>n wash-shuchbatal-ali>fah

** Ana> al-chajar.. Aku>nu achya>nan sila>chan ra> i‘al-atsar Aruddu ‘amman yachtami> bi> shaulatal-khathar Asyujju raˈsa chayyatin Ashuddu bathsya ghaswatin Wa adfa‘ul-‘udwa>na wadh-dharar Ana> al-chajar.. Ana> al-chajar..

Nyanyian Batu

Suatu hari, batu menyanyikan lagu yang indah ini, dan dia percaya penuh dengan

dirinya, dengan kekuatannya, dan dengan ketangguhannya.

Aku batu ..

Aku batu ..

Ku bangun rumah-rumah yang megah

Ku pagari taman dan semak belukar

**

Aku batu..

Ku lindungi manusia

Dibalik dinding-dindingku dari badai-badai yang menakutkan

Kuberikan kepada mereka keselamatan dan keamanan

Kehangatan dan kelembutan

Juga sahabat karib

**

Aku batu ..

Terkadang, aku menjadi senjata yang hebat aksinya

Menjaga mereka yang berlindung kepadaku dari serangan bahaya

Page 59: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

90

Ku pecahkan kepala ular

Ku pukul mundur kekuatan musuh

Ku tangkis serangan musuh dan bahaya

Aku batu ..

Aku batu ..

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Bunyi merupakan unsur puisi yang bersifat estetis, karena

menimbulkan keindahan dan tenaga ekpresif. Bunyi konsonan dan vokal

disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan

berirama seperti bunyi musik. Dari irama yang beraturan inilah akan

mengalirkan perasaan, imajinasi-imajinasi dalam pikiran atau pengalaman-

pengalaman jiwa pendengarnya (Pradopo, 2014:22-27).

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi), bunyi konsonan bersuara

(voiced), bunyi likuida atau bunyi yang keluar dari sela-sela ujung lidah yang

menempel pada ceruk gigi, dan bunyi sengau menimbulkan bunyi merdu dan

berirama atau efoni. Bunyi yang merdu itu dapat mendukung suasana yang

mesra, kasih sayang, gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi bunyi

yang tidak merdu dan parau yang disebabkan oleh bunyi konsonan tidak

bersuara (unvoiced) dapat memperkuat suasana yang tidak menyenangkan,

kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Kombinasi bunyi tidak

merdu dan parau disebut dengan kakofoni (Pradopo, 2014: 29-31).

Syair Ughniyyatul-Chajar diawali dengan prolog yang menceritakan

bahwa pada suatu hari, batu menyanyikan lagu yang indah. Bagian prolog

didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara seperti bunyi huruf

Page 60: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

91

nu>n, ji>m, ra>’, ya>’, da>l, dza>l, mi>m, hamzah, ghain, la>m, wau, dan ba>’. Anis

(1999:22) mengkategorikan bunyi huruf-huruf nasal (mi>m dan nu>n) serta

bunyi huruf likuida (la>m dan ra>’) ke dalam bunyi konsonan bersuara

(majhu>rah). Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara dapat dilihat

dalam kutipan berikut :

.( 2009 :80)العيسى، وم ىذه األغنية احللوةكان احلجر ي نشد ذات ي

Ka>nal-chajaru yunsyidu dza>ta yaumin ha>dzihil-ughniyatal-chulwah (al-‘Isa>, 2009:80).

Suatu hari, batu menyanyikan lagu yang indah ini (al-‘Isa>, 2009:80).

Penggunaan bunyi konsonan bersuara tersebut nampak pada kata

ka>na, al-chajaru, yunsidu, dza>ta, yaumin, ha>dzihi, al-ughniyata, al-chalwah,

mumtaliˈun. Penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan sugesti

suasana yang ringan, menyenangkan, dan mesra. Pada kutipan di atas juga

ditemukan beberapa bunyi konsonan tidak bersuara, hanya saja jumlah

penggunaannya relatif sedikit. Bunyi konsonan tidak bersuara tersebut yaitu

bunyi huruf ka>f, cha>’, syi>n, ta>’, dan ha>’.

Sementara itu di akhir prolog ditemukan kombinasi penggunaan bunyi

konsonan bersuara dan tidak bersuara yaitu bunyi huruf ba>’, nu>n, wau, la>m,

dan ba>’ untuk bunyi konsonan bersuara dan bunyi huruf tsa>’, qa>f, ta>’, fa>’,

si>n, ha>’, dan sha>d untuk bunyi konsonan tidak bersuara. Kombinasi ini

terdapat pada kata wahuwa, mumtali'un, tsiqatan, binafsihi, wa biquwwatihi,

wa shala>batihi. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :80)العيسى، ، وبقوتو، وصلبتو وىو متلئ ثقة بن فسو

Page 61: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

92

Wa huwa mumtaliˈun tsiqatan binafsihi, wa biquwwatihi, wa

shala>batihi (al-‘Isa>, 2009:80).

Dan dia percaya penuh dengan dirinya, dengan kekuatannya, dan

dengan ketangguhannya (al-‘Isa>, 2009:80).

Keberadaan bunyi konsonan bersuara dan bunyi konsonan tidak

bersuara menimbulkan adanya kombinasi efek efoni dan kakofoni. Kombinasi

ini mendukung terciptanya sugesti suasana yang stabil, penuh dengan

kemesraan dan kasih sayang namun juga butuh kekuatan dan pengorbanan.

Pada bagian akhir prolog, ditemukan penggunaan aliterasi atau

pengulangan bunyi konsonan yang dominan di dalam syair. Pengulangan ini

terjadi pada bunyi huruf ba>’ dan wau pada kata binafsihi, wabiquwwatihi,

dan washola>batihi. Adanya aliterasi ini berfungsi untuk memperdalam sugesti

suasana yang dinamis dan menyenangkan, karena bunyi kedua huruf tersebut

merupakan bunyi konsonan bersuara.

Setelah prolog, syair ini dibagi menjadi tiga bagian yang tiap

bagiannya dipisahkan dengan tanda (**). Bagian pertama syair ini didominasi

oleh penggunaan bunyi huruf-huruf konsonan bersuara yaitu hamzah, nu>n,

ji>m, ra>’, ya>’, da>l, mi>m, za>’, la>m, wau, dan ba>’ pada kata ana>, al-chajar,

usyayyidu, al-mana>zila, al-jami>lah, usawwiru, al-busta>na, dan al-khami>lah.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

لة /أنا احلجر../ أنا احلجر.. لة / أشيد المنازل اجلمي .( 2009 :80)العيسى، أسور البستان واخلمي

Ana> al-chajar../ Ana> al-chajar../ Usyayyidul-mana>zilal-jami>lah/ Usawwirul-busta>na wal-khami>lah (al-‘Isa>, 2009:80).

Aku batu ../ Aku batu ../ Ku bangun rumah-rumah yang megah/ Ku

pagari taman dan semak belukar (al-‘Isa>, 2009:80).

Page 62: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

93

Bunyi konsonan tidak bersuara yang digunakan pada bagian pertama

syair ini hanya ada empat yaitu bunyi huruf cha>’ pada kata al-chajar yang

diulang dua kali, bunyi huruf syi>n pada kata usyayyidu, bunyi huruf si>n pada

kata usawwiru dan al-busta>nu, serta bunyi huruf kha>’ pada kata khami>lah.

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara (voiced) menimbulkan efek

efoni atau bunyi merdu dan berirama sehingga mendukung terbentuknya

sugesti suasana yang mesra, kasih sayang, dan bahagia. Suasana mesra dan

kasih sayang ini dipertegas dengan adanya penggunaan harakat tasydid pada

huruf-huruf konsonan bersuara yaitu huruf ya>’ pada kata usayyidu dan huruf

wau pada kata usawwiru. Penggunaan harakat fatchah atau vokal [a] dan

kasrah atau vokal [i] pada kata-kata di akhir baris juga menghasilkan irama

yang merdu sehingga mendukung terbentuknya suasana yang riang, hangat,

dan menyenangkan.

Pada bagian pertama syair Ughniyyatul-Chajar ini ditemukan

pemanfaatan asonansi atau pengulangan bunyi konsonan yang dominan di

dalam syair. Baris pertama dan kedua didominasi oleh bunyi vokal [a] dengan

pola yang sama yaitu [a], [a], [a], [a]. Sedangkan pada baris ketiga dan

keempat juga memiliki pola vokal yang sama di awal dan di akhir kalimat.

Pola vokal pada awal kalimat yaitu [u], [a], [i], [u], sedangkan pola vokal di

akhir kalimat yaitu [a], [i], [a]. Asonansi ini berfungsi untuk memperdalam

rasa, memperlancar ucapan dan menimbulkan kemerduan pasa syair

(Pradopo, 2014:38).

Page 63: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

94

Pada bagian kedua, penggunaan bunyi konsonan bersuara dan

konsonan tidak bersuara berada dalam jumlah seimbang. Hal ini

menimbulkan sugesti suasana yang stabil dan netral. Analisis ini berdasarkan

pada kutipan berikut:

فة وراء جدران من العواصف / أحي البشر / أنا احلجر.. لم واألمان / ادلخي / أعطيهم الس

فء واحلنان فة الصحبة و / والد .( 2009 :80)العيسى، األلي

Ana> al-chajar../ Achmi>l-basyar/ Wara>ˈa judra>ni> minal-‘awa>shifil-mukhi>fah/ U‘thi>himus-sala>ma wal-ama>n/ wad-dif'a wal-china>n/ wash-shuchbatal-ali>fah (al-‘Isa>, 2009:80).

Aku batu../ Ku lindungi manusia/ Dibalik dinding-dindingku dari

badai-badai yang menakutkan/ Kuberikan kepada mereka keselamatan

dan keamanan/ Kehangatan dan kelembutan/ Juga sahabat karib (al-

‘Isa>, 2009:80).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian kedua syair ini

berjumlah sepuluh huruf yaitu bunyi huruf hamzah, ji>m, ra>’, mi>m, ba>’, wau,

da>l, nu>n, ‘ain, dan la>m. Sedangkan bunyi konsonan tidak bersuara yang

digunakan di dalam bagian kedua syair ini berjumlah delapan huruf yaitu

bunyi huruf cha>’, syi>n, sha>d, fa>’, kha>’, tha>’, ha>’, dan si>n. Kombinasi

penggunaan bunyi konsonan bersuara dan bunyi konsonan tidak bersuara

menimbulkan sugesti suasana kasih sayang yang terasa berat, penuh

perjuangan dan pengorbanan.

Bagian ketiga syair Ughniyyatul-Chajar yang terdiri dari dua bait ini

menggunakan bunyi huruf konsonan voiced dan unvoiced dalam jumlah yang

seimbang. Hal ini menimbulkan sugesti suasana yang netral di antara bahagia

dan susah. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

Page 64: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

95

ن يتمي ب صولة اخلطر / أكون أحيانا سلحا رائع األث ر / احلجر..أنا أشج رأس / أرد عم أنا احلجر.. / أنا احلجر.. / أدفع العدوان والضرر و / أصد بطش غزوة / حية

.( 2009 :81)العيسى،

Ana> al-chajar../ Aku>nu achya>nan sila>chan ra>ˈi‘al-atsar/ Aruddu ‘amman yachtami> bi> shaulatal-khathar/ Asyujju raˈsa chayyatin/ Ashuddu bathsya ghaswatin/ Wa adfa‘ul-‘udwa>na wadh-dharar/ Ana> al-chajar../ Ana> al-chajar.. (al-‘Isa>, 2009:81).

Aku batu ../ Terkadang, aku menjadi senjata yang hebat aksinya/

Menjaga mereka yang berlindung kepadaku dari serangan bahaya/ Ku

pecahkan kepala ular/ Ku pukul mundur kekuatan musuh/ Ku tangkis

serangan musuh dan bahaya/ Aku batu ../ Aku batu .. (al-‘Isa>,

2009:81).

Huruf-huruf konsonan voiced yang digunakan di bagian ketiga syair

ini yaitu huruf hamzah, nu>n, ji>m, ra>’, ya>’, la>m, ‘ain, da>l, mi>m, ba>’, ghain, za>’,

wau, dan dha>d. Sedangkan huruf konsonan unvoiced yang digunakan di

bagian ketiga syair ini yaitu huruf cha>’, ka>f, si>n, tsa>’, ta>’, sha>d, kha>’, tha>’,

syi>n, dan fa>’. Kombinasi penggunaan huruf konsonan voiced dan unvoiced

menimbulkan sugesti suasana yang mesra, penuh kasih sayang, namun terasa

berat dan membutuhkan kekuatan.

Pada bagian ketiga ini ditemukan asonansi atau pengulangan bunyi

vokal yang dominan di dalam syair. Asonansi terlihat pada baris keempat dan

kelima dengan pola vokal yang sama yaitu [a], [u], [u], [a], [a], [a], [a], [i].

Asonansi ini berfungsi untuk memperdalam rasa, memperlancar ucapan dan

mencapai kemerduan bunyi.

Syair ini juga mengandung unsur repetisi yang merupakan bentuk

pengulangan bunyi, suku kata, kata dan kalimat guna memberikan penekanan

dan memperoleh makna yang mendalam pada sebuah pemaknaan karya

Page 65: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

96

sastra. Unsur repetisi ini terlihat dari penggunaan kalimat “Ana> al-chajar..‛

yang diulang berkali-kali pada setiap bagiannya. Pada bagian pertama kalimat

“Ana> al-chajar..‛ diulang dua kali, pada bagian kedua diulang satu kali, dan

pada bagian ketiga diulang tiga kali yaitu pada bait pertama satu kali dan bait

kedua sebanyak dua kali. Pengulangan kalimat ini bertujuan untuk

menegaskan eksistensi dari pelaku utama dalam syair ini, yaitu batu.

Selain repetisi, syair ini juga mengandung irama yang berupa sajak

(ritme). Ritme di dalam aturan syair Arab bisa disepadankan dengan Qa>fiyah.

Qa>fiyah adalah huruf dan harakat di akhir bait-bait yang sudah ditetapkan

oleh seorang penyair untuk diulang-ulang (Nabawy, 2000:225). Namun sajak

yang terdapat di dalam syair ini tidak seluruhnya sama dalam setiap

bagiannya. Hal ini dikarenakan syair Ughniyyatul-Chajar merupakan syi‘r

churr yaitu syair yang tidak terikat dengan aturan wazan, qa>fiyah maupun

taf‘ila>t, tetapi masih terikat dengan satuan irama khusus yang menjadi

karakteristik karya sastra bernilai tinggi (Husein dalam Muzakki, 2006:53).

Bagian pertama yang terdiri dari satu bait syair, menggunakan sajak

aa-bb. Pada baris pertama dan kedua diakhiri oleh huruf ra>’ yang bersukun

yaitu pada kata احلجر. Sedangkan baris ketiga dan keempat pada bait pertama

ini diakhiri oleh bunyi huruf ta>’ marbuthah yang bersukun [h].

Bagian kedua syair ini terdiri dari satu bait syair dan tidak memiliki

sajak yang tetap. Pada baris pertama dan kedua diakhiri oleh huruf ra>’ yang

bersukun yaitu pada kata احلجر dan البشر. Baris ketiga dan keenam dalam bait

Page 66: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

97

kedua ini memiliki akhiran yang sama yaitu bunyi [h] dari huruf ta>’

marbuthah yang berharakat sukun yaitu pada kata فة فة dan ادلخي Sedangkan .األلي

baris keempat dan kelima juga memiliki sajak yang sama yaitu huruf nu>n

yang berharakat sukun pada kata األمان dan احلنان. Jadi, pada bagian kedua ini

memiliki pola sajak aa-bc-cb.

Bagian ketiga syair ini terdiri dari dua bait, yang mana bait

pertamanya memiliki sajak tidak beraturan. Sedangkan bait keduanya

memiliki sajak yang beraturan. Baris pertama, kedua, ketiga, keenam, pada

bait pertama diakhiri oleh huruf ra>’ yang berharakat sukun yaitu pada kata

Sedangkan baris keempat dan kelima berakhiran .الضرر dan األث ر ,احلجر , اخلطر ,

dengan huruf ta>’ marbuthah yang berharakat kasrah tanwin yaitu pada kata

-Jadi, pola sajak pada bagian ketiga bait pertama ini yaitu aa-ab .غزوة dan حية

ba.

Sementara itu, pada bait kedua di bagian ketiga syair ini hanya terdiri

dari dua baris saja. Kedua baris tersebut memiliki sajak yang sama yaitu

berakhiran huruf ra>’ yang berharakat sukun pada kata احلجر, sehingga pola

sajaknya yaitu aa.

b. Lapis Arti

Lapis arti merupakan lapis kedua yang ditimbulkan oleh adanya lapis

pertama (lapis bunyi). Lapis arti ini berupa rangkaian fonem, suku kata, kata,

frase, dan kalimat (Pradopo, 2014:15).

Page 67: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

98

Syair Ughniyyatul-Chajar diawali dengan prolog atau paragraf

pengantar syair sebelum masuk ke dalam bagian syair yang terdiri dari bait-

bait syair. Paragraf pengantar syair berisi kalimat-kalimat yang mengantarkan

pembaca pada gambaran situasi yang tengah berlangsung sebelum masuk ke

dalam bagian syair, sehingga membantu memudahkan pembaca untuk

memahami isi syair.

Prolog atau paragraf pengantar syair Ughniyyatul-Chajar

menceritakan tentang aktifitas batu pada suatu hari. Hal ini dapat dilihat di

dalam kutipan berikut ini:

لبتو كان احلجر ي نشد ذات ي وم ىذه األغنية احللوة، وىو متلئ ثقة بن فسو، وبقوتو، وص

.( 2009 :80)العيسى،

Ka>nal-chajaru yunsyidu dza>ta yaumin ha>dzihil-ughniyatal-chulwah, wa huwa mumtaliˈun tsiqatan binafsihi, wa biquwwatihi, wa shala>batihi (al-‘Isa>, 2009:80).

Suatu hari, batu menyanyikan lagu yang indah ini, dan dia percaya

penuh dengan dirinya, dengan kekuatannya, dan dengan

ketangguhannya (al-‘Isa>, 2009:80).

Pada suatu hari, batu menyanyikan sebuah lagu yang indah dengan

kepercayaan penuh akan kemampuan dirinya, kekuatannya dan

ketangguhannya. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu tentang dirinya sendiri.

Bagian pertama syair Ughniyyatul-Chajar memiliki arti bahwa si Aku

adalah batu yang membangun rumah-rumah dan memagari taman serta

semak belukar. Pernyataan ini terdapat dalam kutipan berikut:

لة /احلجر..أنا / أنا احلجر.. لة / أشيد المنازل اجلمي .( 2009 :80)العيسى، أسور البستان واخلمي

Page 68: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

99

Ana> al-chajar../ Ana> al-chajar../ Usyayyidul-mana>zilal-jami>lah/ Usawwirul-busta>na wal-khami>lah (al-‘Isa>, 2009:80).

Aku batu ../ Aku batu ../ Ku bangun rumah-rumah yang megah/ Ku

pagari taman dan semak belukar (al-‘Isa>, 2009:80).

Pada kutipan di atas, kalimat “aku batu” diulang sebanyak dua kali hal

ini untuk menegaskan kepada pembaca bahwa si Aku adalah benar-benar

batu, bukan yang lainnya. Pengulangan tersebut juga digunakan untuk

menekankan kedudukan dan status si Aku. Hal ini didukung dengan

pengungkapan jasa si Aku pada baris ketiga dan keempat yaitu dengan

menggunakan si Aku (batu), manusia dapat membuat rumah-rumah yang

megah serta memagari taman dan semak belukar.

Bagian kedua syair ini juga masih menceritakan tentang jasa si Aku,

namun dengan bentuk yang lebih besar dari pada jasa si Aku pada bait

pertama. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

فة وراء جدران من العواصف / أحي البشر /أنا احلجر.. لم واألمان / ادلخي / أعطيهم الس

فء واحلنان فة الصحبة و / والد .( 2009 :80)العيسى، األلي

Ana> al-chajar../ Achmi>l-basyar/ Wara>ˈa judra>ni> minal-‘awa>shifil-mukhi>fah/ U‘thi>himus-sala>ma wal-ama>n/ wad-difˈa wal-china>n/ wash-shuchbatal-ali>fah (al-‘Isa>, 2009:80).

Aku batu../ Ku lindungi manusia/ Di balik dinding-dindingku dari

badai-badai yang menakutkan/ Kuberikan kepada mereka keselamatan

dan keamanan/ Kehangatan dan kelembutan/ Juga sahabat karib (al-

‘Isa>, 2009:80).

Jasa si Aku (batu) pada bagian kedua syair ini yaitu melindungi

manusia di balik dinding-dindingnya dari badai-badai yang menakutkan serta

memberikan keselamatan, keamanan, kehangatan, kelembutan, dan sahabat

bagi manusia.

Page 69: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

100

Bagian ketiga syair ini juga menceritakan jasa si Aku yang butuh

pengorbanan lebih banyak dibandingkan jasa si Aku pada bagian pertama dan

bagian kedua syair. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

ن يتمي ب صولة اخلطر / أحيانا سلحا رائع األث ر أكون / أنا احلجر.. أشج رأس حية / أرد عم

رر / أصد بطش غزوة / .( 2009 :81)العيسى، أنا احلجر../ أنا احلجر../ وأدفع العدوان والض

Ana> al-chajar../ Aku>nu achya>nan sila>chan ra>ˈi‘al-atsar/ Aruddu ‘amman yachtami> bi> shaulatal-khathar/ Asyujju raˈsa chayyatin/ Ashuddu bathsya ghaswatin/ Wa adfa‘ul-‘udwa>na wadh-dharar/ Ana> al-chajar../ Ana> al-chajar.. (al-‘Isa>, 2009:81)

Aku batu ../ Terkadang, aku menjadi senjata yang hebat aksinya/

menjaga mereka yang berlindung kepadaku dari serangan bahaya/ Ku

pecahkan kepala ular/ Ku pukul mundur kekuatan musuh/ Ku tangkis

serangan musuh dan bahaya/ Aku batu ../ Aku batu .. (al-‘Isa>,

2009:81)

Jasa si Aku (batu) pada bagian ketiga ini yaitu menjadi senjata yang

hebat bagi siapapun yang berlindung kepadanya dari ancaman bahaya.

Sebagai senjata, si Aku dapat memecahkan kepala ular, memukul mundur

dan menangkis kekuatan serangan maupun bahaya, karena si Aku adalah

batu.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis hal-hal yang dikemukakan merupakan lapis ketiga yang

ditimbulkan oleh lapis kedua atau lapis arti. Lapis hal-hal yang dikemukakan

ini terdiri dari pelaku (subjek), latar, objek, dan dunia pengarang (Pradopo,

2014:18).

Latar waktu syair Ughniyyatul-Chajar yaitu terjadi pada suatu hari.

Latar waktu ini terlihat di dalam prolog syair yaitu seperti pada kutipan

berikut:

Page 70: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

101

.( 2009 :80)العيسى، كان احلجر ي نشد ذات ي وم ىذه األغنية احللوة

Ka>nal-chajaru yunsyidu dza>ta yaumin hadzihil-ughniyatal-chulwah (al-‘Isa>, 2009:80).

Suatu hari, batu menyanyikan lagu yang indah ini (al-‘Isa>, 2009:80).

Kutipan di atas menceritakan bahwa aktifitas menyanyi yang

dilakukan oleh batu terjadi pada suatu hari. Namun tidak dijelaskan apakah

terjadi di pagi hari, siang hari, atau malam hari.

Sementara itu, latar tempat di dalam syair Ughniyyatul-Chajar

ditemukan pada bagian kedua syair yaitu di balik dinding-dindingku (batu).

Latar tempat ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

فة وراء جدران من العواصف / ر أحي البش .( 2009 :80)العيسى، ادلخي

Achmi>l-basyar/ Wara>ˈa judra>ni> minal-‘awa>shifil-mukhi>fah (al-‘Isa>,

2009:80).

Ku lindungi manusia/ Di balik dinding-dindingku dari badai-badai

yang menakutkan (al-‘Isa>, 2009:80).

Batu melindungi manusia dari badai-badai yang menakutkan di balik

dinding-dindingnya. Oleh karena itu, pada bagian kedua ini, tempat di balik

dinding-dinding batu menjadi latar dari peristiwa yang terjadi.

Selain latar, hal-hal yang dikemukakan di dalam syair ini yaitu pelaku

atau tokoh. Pelaku pada syair ini adalah batu. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

.( 2009 :80)العيسى، ىذه األغنية احللوة ذات ي وم كان احلجر ي نشد

Ka>nal-chajaru yunsyidu dza>ta yaumin hadzihil-ughniyatal-chulwah (al-‘Isa>, 2009:80).

Page 71: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

102

Suatu hari, batu menyanyikan lagu yang indah ini… (al-‘Isa>,

2009:80).

Keberadaan batu sebagai pelaku juga dipertegas dengan penggunaan

kalimat “Ana> al-chajar..‛ yang berarti “aku batu..” yang diulang-ulang pada

setiap bagian syair. Pada bagian pertama kalimat ‚Ana> al-chajar..‛ diulang

dua kali yaitu di baris pertama dan baris kedua. Pada bagian kedua kalimat

“Ana> al-chajar..‛ diulang satu kali yang terletak pada baris pertama.

Sedangkan pada bagian ketiga kalimat “Ana> al-chajar..‛ diulang sebanyak

tiga kali yaitu pada baris pertama bait pertama serta baris pertama dan kedua

pada bait kedua.

Setelah latar dan pelaku, Hal-hal yang dikemukakan selanjutnya yaitu

objek. Objek yang dikemukakan di dalam syair ini berbeda-beda pada setiap

bagiannya. Pada bagian pertama syair, objek yang dikemukakan yaitu rumah

yang megah, taman, dan semak belukar. Ketiga objek ini dapat dilihat pada

kutipan berikut:

لة / أنا احلجر.. / أنا احلجر.. لة / أشيد المنازل اجلمي :80)العيسى، أسور البستان واخلمي

2009 ).

Ana> al-chajar../ Ana> al-chajar../ Usyayyidul-mana>zilal-jami>lah/ Usawwirul-busta>na wal-khami>lah (al-‘Isa>, 2009:80).

Aku batu ../ Aku batu ../ Ku bangun rumah-rumah yang megah/ Ku

pagari taman dan semak belukar (al-‘Isa>, 2009:80).

Pada kutipan di atas dijelaskan bahwa batu sebagai pelaku dalam syair

ini melakukan dua hal yaitu membangun rumah-rumah yang megah dan

memagari taman serta semak belukar. Jadi, rumah-rumah yang megah,

taman, dan semak belukar berkedudukan sebagai objek karena dikenai

Page 72: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

103

perbuatan oleh pelaku (batu). Dalam kutipan tersebut nampak penggunaan

majas personifikasi yaitu kiasan yang menyamakan benda dengan manusia,

yang dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo,

2014:76). Majas personifikasi ini digunakan untuk menyamakan batu dengan

manusia yang seolah bisa melakukan kegiatan membangun rumah-rumah

yang megah dan memagari taman serta semak belukar. Dalam hal ini,

sebenarnya yang melakukan kegiatan adalah manusia, sementara batu

hanyalah sebagai alat atau sarana manusia dalam melakukan kedua pekerjaan

itu.

Objek yang dikemukakan pada bagian kedua yaitu manusia sebagai

objek konkret serta keselamatan, keamanan, kehangatan, dan kelembutan

sebagai objek yang abstrak. Objek-objek tersebut dapat dilihat dalam kutipan

berikut:

فة وراء جدران من العواصف / أحي البشر /أنا احلجر.. لم واألمان / ادلخي / أعطيهم الس

فء واحلنان فة الصحبة و / والد .( 2009 :80)العيسى، األلي

Ana> al-chajar../ Achmi>l-basyar/ Wara>ˈa judra>ni> minal-‘awa>shifil-mukhi>fah/ U‘thi>himus-sala>ma wal-ama>n/ wad-difˈa wal-china>n/ wash-shuchbatal-ali>fah (al-‘Isa>, 2009:80).

Aku batu../ Ku lindungi manusia/ Dibalik dinding-dindingku dari

badai-badai yang menakutkan/ Kuberikan kepada mereka keselamatan

dan keamanan/ Kehangatan dan kelembutan/ Juga sahabat karib (al-

‘Isa>, 2009:80).

Manusia dalam paragraf ini menjadi objek konkret yang dikenai

sasaran perbuatan batu sebagai pelaku. Batu melindungi manusia dari badai

yang menakutkan. Batu juga memberikan keselamatan, keamanan,

kehangatan, dan kelembutan kepada manusia. Dalam hal ini, keselamatan,

Page 73: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

104

keamanan, kehangatan, dan kelembutan juga berkedudukan sebagai objek,

yaitu berupa objek abstrak karena keempat hal tersebut dikenai sasaran

perbuatan oleh batu sebagai pelaku.

Pada bagian ketiga, objek yang dikemukakan adalah kepala ular,

serangan musuh dan bahaya. Ketiga objek ini nampak pada kutipan berikut

ini:

ن يتمي ب صولة اخلطر / أكون أحيانا سلحا رائع األث ر / أنا احلجر.. أشج رأس / أرد عمرر وأدفع / أصد بطش غزوة / حية أنا احلجر.. / أنا احلجر.. / العدوان والض

.( 2009 :81)العيسى،

Ana> al-chajar../ Aku>nu achya>nan sila>chan ra>ˈi‘al-atsar/ Aruddu ‘amman yachtami> bi> shaulatal-khathar/ Asyujju raˈsa chayyatin/ Ashuddu bathsya ghaswatin/ Wa adfa‘ul-‘udwa>na wadh-dharar/ Ana> al-chajar../ Ana> al-chajar.. (al-‘Isa>, 2009:81)

Aku batu ../ Terkadang, aku menjadi senjata yang hebat aksinya/

Menjaga mereka yang berlindung kepadaku dari serangan bahaya/ Ku

pecahkan kepala ular/ Ku pukul mundur kekuatan musuh/ Ku tangkis

serangan musuh dan bahaya/ Aku batu ../ Aku batu .. (al-‘Isa>,

2009:81)

Kepala ular merupakan objek karena menjadi sasaran pelaku (batu)

untuk dipecahkan. Begitu juga dengan serangan musuh dan bahaya juga

menjadi objek dalam bagian ini. Hal ini karena keduanya dikenai sasaran

perbuatan si pelaku.

Selain objek-objek yang dikemukakan di atas, batu juga menjadikan

dirinya sendiri sebagai objek, baik pada bagian pertama, kedua, maupun

ketiga syair. Selain menjadi subjek, batu juga menjadi objek pada syair ini,

karena batu menjadikan dirinya sendiri sebagai isi dari nyanyiannya.

Page 74: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

105

Hal-hal yang dikemukakan selanjutnya adalah dunia pengarang.

Dunia pengarang adalah ceritanya yang merupakan dunia imajinasi ciptaan

pengarang. Dunia pengarang juga disebut alur yang merupakan gabungan dan

jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, dan pelaku (Pradopo,

2014:18).

Alur atau dunia pengarang di dalam syair ini yaitu suatu hari batu

menyanyikan lagu yang indah. Di dalam nyanyiannya itu dia menceritakan

tentang jasa-jasanya, mulai dari jasanya yang ringan dan biasa-biasa saja

hingga jasanya yang luar biasa dan penuh pengorbanan. Jasa-jasanya itu

dimulai dari dialah yang membangun rumah-rumah yang megah dan

memagari taman serta semak belukar. Kemudian dilanjutkan dengan

penjelasan mengenai jasa-jasanya yang membutuhkan pengorbanan lebih

yaitu melindungi manusia di balik dinding-dindingnya dari badai yang

menakutkan serta memberikan keselamatan, keamanan, kehangatan dan

kelembutan serta sahabat karib bagi manusia. Nyanyian ini diakhiri dengan

cerita mengenai jasa batu yang membutuhkan pengorbanan paling besar

dibandingkan jasa-jasanya yang sebelumnya yaitu batu menjadi senjata yang

ampuh bagi orang-orang yang berlindung kepadanya dari serangan bahaya,

batu mampu memecahkan kepala ular yang membahayakan, batupun juga

mampu memukul mundur dan menangkis serangan musuh.

d. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan lapis keempat dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Lapis dunia di pandang dari titik tertentu, tidak perlu

Page 75: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

106

dinyatakan, akan tetapi sudah implisit terkandung di dalam sebuah karya

sastra (Pradopo, 2014:17).

Lapis dunia di dalam syair Ughniyyatul-Chajar dapat diperoleh

dengan memahami penggunaan majas personifikasi yang ada di dalamnya.

Pada syair ini, batu sebagai pelaku utama diumpakan seperti manusia mulai

dari prolog hingga bait ketiga. Batu digambarkan seolah-olah mampu

melakukan berbagai perbuatan yang terdapat di dalam syair tersebut. Namun

sudah bisa dipastikan batu sebagai benda mati, tidak akan mampu melakukan

perbuatan-perbuatan sebagaimana yang diceritakan di dalam syair tersebut.

Batu hanyalah media atau alat yang digunakan oleh manusia dalam

melakukan hal-hal tersebut. Jadi sebenarnya pelaku utama di dalam syair

tersebut adalah manusia, namun diimplisitkan perannya dibalik majas

personifikasi yang digunakan.

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca

berkontemplasi atau melakukan perenungan. Lapis metafisis merupakan lapis

kelima dalam analisis strata norma Roman Ingarden yang berupa sifat-sifat

metafisis (sublim, tragis, mengerikan, menakutkan, suci, dan lainnya).

Dengan hadirnya sifat-sifat inilah seorang pembaca akan melakukan sebuah

perenungan. Akan tetapi tidak semua karya sastra mengandung lapis metafisis

ini (Pradopo, 2014:15).

Karya sastra yang mengandung lapis metafisis merupakan karya sastra

yang mencapai tingkatan keempat atau niveau human dan kelima atau niveau

Page 76: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

107

religius (filosofis) dalam tingkatan pengalaman jiwa. Adapun tingkatan

pertama atau niveau anorganis yang terjelma pada karya sastra hanya berupa

pola bunyi, irama, baris, sajak, alenia, kalimat, gaya bahasa dan sebagainya.

Untuk tingkatan kedua atau niveau vegetatif yang terjelma dalam karya sastra

berupa suasana-suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian-rangkaian kata-kata

itu. Tingkatan ketiga atau niveau animal merupakan tingkatan yang dicapai

oleh binatang dan sudah ada nafsu jasmaniahnya. Tingkatan ini jika terjelma

dalam kata berupa nafsu-nafsu naluriah seperti makan, minum, dan

sebagainya (Pradopo, 1994:55-59).

Sementara itu, tingkatan pengalaman jiwa keempat atau niveau human

jika terjelma ke dalam karya sastra dapat berupa renungan-renungan batin dan

moral, konflik kejiwaan, rasa simpati dan segala pengalaman yang dirasakan

manusia. Sedangkan tingkatan kelima atau niveau religius (filosofis) berupa

renungan batin sampai hakikat, hubungan tuhan dengan manusia, renungan

filsafat dan metafisis, dan sebagainya (Pradopo, 1994:58).

Renungan pada tingkatan niveau human pada syair Ughniyyatul-

Chajar yaitu berupa peringatan bagi manusia agar dalam kehidupan ini harus

menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain. Berguna dalam arti manusia

harus saling tolong menolong, saling membantu, dan melindungi satu sama

lain, karena pada hakikatnya antara satu orang dengan orang yang lain adalah

saudara. Jika ada saudaranya yang terancam, maka yang lain harus

melindunginya dari ancaman tersebut. Manusia juga harus saling

memberikan rasa aman dan hangat antara satu dengan yang lainnya.

Page 77: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

108

Demi menjadi seorang yang berguna bagi orang lain seseorang

terkadang harus rela berkorban baik berupa pengorbanan harta, jiwa, maupun

raga, besar maupun kecil. Pengorbanan tersebut menunjukkan seberapa besar

kesungguhan manusia dalam mengabdikan dirinya untuk menjadi orang yang

berguna.

Sementara itu, renungan pada tingkatan niveau religius (filosofis)

yaitu berupa ajaran bahwa besar maupun kecilnya pengorbanan seseorang

untuk membantu orang lain, yang terpenting adalah keikhlasan dan

kontinuitasnya. Dalam memberi dan menolong orang lain tidak benar kiranya

mengharapkan balas jasa dari orang tersebut. Semuanya diniatkan hanya

karena-Nya. Dialah yang akan membalas setiap kebaikan yang dilakukan

oleh makhluk-Nya. Demikian halnya dengan batu yang tidak pernah

mengharap balas jasa dari manusia meski dia telah banyak berjasa bagi

manusia.

Berdasarkan hasil analisis syair kedua dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatul-Chajar karya

Sulaima>n al-I>sa> masuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung tema

tentang “kepercayaan diri” ( ثقة بن فسو). Isinya menceritakan isi nyanyian yang

dinyanyikan oleh batu pada suatu hari. Di dalam nyanyiannya itu dia

menceritakan tentang jasa-jasanya, mulai dari jasanya yang ringan dan biasa-

biasa saja hingga jasanya yang luar biasa dan penuh pengorbanan. Nyanyian

Page 78: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

109

batu mengenai jasa-jasanya ini memberikan perenungan terhadap manusia

bahwa demi menjadi seorang yang berguna bagi orang lain seseorang

terkadang harus rela berkorban baik berupa pengorbanan harta, jiwa, maupun

raga, besar maupun kecil. Pengorbanan tersebut menunjukkan seberapa besar

kesungguhan manusia dalam mengabdikan dirinya untuk menjadi orang yang

berguna. Selain itu, besar maupun kecilnya pengorbanan seseorang untuk

membantu orang lain, yang terpenting adalah keikhlasan dan kontinuitasnya.

Dalam memberi dan menolong orang lain tidak benar kiranya mengharapkan

balas jasa dari orang tersebut. Semuanya diniatkan hanya karena-Nya.

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Syair merupakan salah satu genre sastra, karena itu tentunya mengandung

pesan dan amanat yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Terlebih puisi

yang ditujukan untuk pembaca anak-anak, pesan dan amanat yang berupa nilai-

nilai pendidikan karakter sangatlah ditekankan. Hal ini mengingat usia anak-anak

merupakan usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter ini, bisa melalui berbagai

media, salah satunya syair. Hanya saja, seringkali nilai-nilai pendidikan karakter

ini tidak disebutkan secara eksplisit, akan tetapi implisit di dalam rangkaian kata-

kata syair yang indah. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya analisis

terhadap nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, sehingga memudahkan anak-

anak untuk memahaminya.

Analisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatul-Chajar berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut

Page 79: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

110

Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Berdasarkan sembilan pilar tersebut, nilai-nilai pendidikan karakternya yaitu

sebagai berikut:

a. Percaya Diri

Percaya diri merupakan nilai karakter keenam dari sembilan pilar

nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal

3 (Samani, 2013:106). Nilai-nilai kepercayaan diri perlu ditanamkan kepada

anak sejak dini. Hal ini karena nilai kepercayaan diri sangat berguna bagi

anak untuk menunjang aktifitasnya meraih cita-cita dan melakukan berbagai

hal. Nilai-nilai kepercayaan diri ini nampak pada kutipan prolog berikut:

تلئ ثقة بن فسو، وبقوتو، وصلبتو كان احلجر ي نشد ذات ي وم ىذه األغنية احللوة، وىو م

.( 2009 :81)العيسى،

Ka>nal-chajaru yunsyidu dza>ta yaumin ha>dzihil-ughniyatal-chulwah, wa huwa mumtaliˈun tsiqatan binafsihi, wa biquwwatihi, wa shala>batihi (al-‘Isa>, 2009:80).

Suatu hari, batu menyanyikan lagu yang indah ini, dan dia percaya

penuh dengan dirinya, dengan kekuatannya, dan dengan

ketangguhannya (al-‘Isa>, 2009:80).

Rasa percaya diri akan memunculkan keberanian pada seorang anak

untuk bertindak sesuai dengan apa yang dia inginkan, hal ini tentunya akan

berguna untuk mendorong kemajuan si anak itu sendiri. Tanpa adanya rasa

percaya diri, tentu akan sulit bagi seseorang untuk dapat meraih cita-citanya.

Tanpa rasa percaya diri pula, akan membuat seseorang sulit untuk

berinteraksi dengan orang lain. Hal ini tentunya akan membatasi ruang gerak

Page 80: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

111

seseorang dengan sendirinya dan menjadikan orang tersebut berkepribadian

tertutup.

Rasa kepercayaan diri seseorang tidak akan dia dapatkan secara

langsung dan dalam waktu yang singkat. Hal ini memerlukan adanya proses-

proses pengenalan diri sendiri, pengenalan kemampuan yang dimiliki dan

sebagainya. Untuk itu, nilai karakter kepercayaan diri ini sangat penting

untuk ditanamkan pada diri seseorang semenjak dia masih berada dalam masa

kanak-kanak disertai dengan proses penggalian bakat dan kemampuan si

anak. Hal tersebut akan menjadikan rasa kepercayaan diri ini terus mengakar

mengikuti pertumbuhannya.

b. Mencintai Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya

Mencintai Tuhan dan segenap ciptaan-Nya adalah nilai karakter

pertama di dalam sembila pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas UU

No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Nilai karakter mencintai

Tuhan dan segenap ciptaan-Nya dapat dilihat dari cara si Penyair menjadikan

batu sebagai pelaku utama di dalam syair tersebut yang seolah-olah memiliki

sifat-sifat seperti manusia. Batu adalah benda mati yang seringkali dianggap

sepele. Namun dalam syair ini batu justru digambarkan sebagai sebuah benda

yang banyak berjasa dan berguna bagi kehidupan manusia. Hal ini tentunya

berguna untuk menumbuhkan rasa penghargaan pada segala hal yang ada di

dunia ini. Karena apapun yang diciptakan oleh Tuhan, tidak ada yang sia-sia,

pasti memiliki manfaat dan berguna bagi kelangsungan hidup manusia baik

secara langsung maupun secara tidak langsung.

Page 81: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

112

c. Suka membantu dan menolong orang lain

Suka membantu dan menolong orang lain merupakan nilai karakter

kelima berdasarkan sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas

dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Nilai karakter suka

membantu dan menolong orang lain dapat dilihat pada isi syair mulai dari

bait pertama hingga bait ketiga. Setiap bait dalam syair ini menceritakan

tentang jasa batu bagi kelangsungan hidup manusia dan sekitarnya, mulai dari

jasanya yang tergolong ringan sebagaimana diceritakan pada bait pertama,

jasanya yang sedang pada bait kedua, dan jasanya yang luar biasa serta butuh

pengorbanan yang berat pada bait ketiga.

Nilai karakter suka membantu dan menolong orang lain haruslah

ditanamkan pada diri seseorang sejak kecil, sehingga ketika dewasa

seseorang sudah terbiasa membantu dan menolong orang lain. Hal ini

tentunya akan mendorong seseorang menjadi pribadi yang berguna dalam

hidupnya, baik untuk diri sendiri, orang lain, juga bangsa dan negaranya.

d. Kasih Sayang dan Suka Melindungi

Kasih sayang merupakan karakter yang didapatkan manusia sejak

lahir. Bayi dilahirkan oleh ibunya dengan rasa kasih sayang dan jiwa yang

ingin selalu melindungi buah hatinya tersebut. Rasa tersebut dapat bertambah

ataupun berkurang disebabkan pengaruh lingkungan dan pola didik si anak.

Jika seorang anak dibesarkan dengan kasih sayang dan perlindungan yang

baik dari orang tuanya, maka anak akan menyerap nilai-nilai tersebut dan

menyebarkannya pada orang lain dan lingkungan di mana dia berada.

Page 82: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

113

Nilai karakter kasih sayang dan suka melindungi merupakan

penjabaran nilai karakter pertama berdasarkan sembilan pilar nilai-nilai

karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3

(Samani, 2013:106). Dalam syair ini nilai karakter kasih sayang dan suka

melindungi terdapat pada bait kedua yang berbunyi:

فة وراء جدران من العواصف / أحي البشر /أنا احلجر.. لم واألمان / ادلخي / أعطيهم الس

فء واحلنان فة الصحبة و / والد .( 2009 :81)العيسى، األلي

Ana> al-chajar../ Achmi>l-basyar/ Wara>ˈa judra>ni> minal-‘awa>shifil-mukhi>fah/ U‘thi>himus-sala>ma wal-ama>n/ wad-difˈa wal-china>n/ wash-shuchbatal-ali>fah (al-‘Isa>, 2009:80).

Aku batu../ Ku lindungi manusia/ Dibalik dinding-dindingku dari

badai-badai yang menakutkan/ Kuberikan kepada mereka keselamatan

dan keamanan/ Kehangatan dan kelembutan/ Juga sahabat karib (al-

‘Isa>, 2009:80).

Rasa kasih sayang dan suka melindungi dalam bait tersebut terlihat

dari peran batu yang melindungi manusia dari badai yang menakutkan di

balik dinding-dindingnya. Batu juga memberikan keselamatan, rasa aman,

kehangatan dan kelembutan, juga menjadi sabahat karib bagi siapapun yang

berlindung dibalik dinding-dindingnya.

Nilai karakter kasih sayang dan suka melindungi ini seyogyanya

disampaikan orang dewasa kepada anak-anak sehingga anak memiliki

kepekaan kepada sekitarnya untuk selalu menyayangi dan memberikan

perlindungan bagi yang membutuhkan.

Page 83: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

114

D. Syair Ke-4

أغنية األيلدا: فة، مرد ، وىو ي تجول ف أرجاء الغابة، وب ي األحراج الكثي كان األيل ي غن

مال ال ي نتهي اجل

ال ت نتهي الفت

وح والظلل الد

ر والفنن والطي

ء ا وسقسقات ادل

ف الغابة اخلضراء

عها مرابع ي ج

وكلها مراتع

ل حيثما أشاء

ل حيثما أشاء

عب أآلن، إن مت

أريد أن أنام

أريد أن أنام

)أصوات من الغابة، تأت رخيمة ناعمة(:

أأليل الرشيق

احلال الرقيق

يريد أن ينام **

قد جال حت مل

وطاف حت كل

واآلن.. يا رفاق نا

114

Page 84: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

115

يريد أن ي نام **

دعوه يستيح

رتع

الفسيح ف ادل

دعوه لألحلم

يريد أن ي نام

Ughniyyatul-Ayyal

Ka>na al-Ayyalu yughanni>, wahuwa yatajawwalu fi> arja>ˈil-gha>bah, wa bainal-

achra>jil-katsi>fah, muraddidan:

La yantahi>l-jama>l

La tantahi>l-fitan

Ad-dauchu wazh-zhala>l

Wath-thairu wal-fanan

Wa saqsaqa>tul-ma>ˈ

Fi>l-gha>bah al-khadhra>ˈ

Jami>‘uha> mara>bi‘

Wakulluha> mara>ti‘

Li> chaitsuma> asya>ˈ

Li> chaitsuma> asya>ˈ

Al-ˈa>n, inni> mut‘abun

Uri>du an ana>m

Uri>du an ana>m

(Ashwa>tun minal-gha>bati, taˈti> rakhi>matan na>‘imatan):

Al-Ayyalu ar-rasyi>q

Al-cha>lim ar-raqi>q

Yuri>du an yana>m **

Qad ja>la chatta> malla

Watha>fa chatta> kalla

Wal-ˈa>n.. ya> rifa>qana>

Yuri>du an yana>m

Page 85: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

116

** Da‘u>hu yastari>ch

Fi>l-marta‘il-fasi>ch

Da‘u>hu lil-achla>m

Yuri>du an yana>m

Nyanyian Kancil

Seekor kancil tengah bernyanyi, ia berjalan-jalan di pinggir hutan, dan di antara

lebatnya pepohonan, mengulang-ulang nyanyiannya:

Keindahan tak terhingga

Pesona tak berujung

Pohon yang rindang dan bayangan

Burung dan ranting

Gemericik air

Di hutan yang hijau

Semua bak pertunjukan

Semuanya padang rumput

Bagiku di mana pun aku mau

Bagiku di mana pun aku mau

Sekarang, sungguh aku lelah

Aku ingin tidur

Aku ingin tidur

(Suara dari hutan, Terdengar lembut dan merdu):

Kancil yang rupawan

Pemimpi yang lembut

Ia ingin tidur

**

Ia telah berkelana hingga lelah

Ia telah berkeliling hingga letih

Dan sekarang..Wahai kawan-kawan kita

Ia ingin tidur

**

Biarkan dia beristirahat

Di padang rumput yang luas

Page 86: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

117

Biarkanlah dia bermimpi

Dia ingin tidur

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Bunyi merupakan unsur puisi yang bersifat estetis, karena

menimbulkan keindahan dan tenaga ekpresif. Bunyi konsonan dan vokal

disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan

berirama seperti bunyi musik. Dari irama yang beraturan inilah akan

mengalirkan perasaan, imajinasi-imajinasi dalam pikiran atau pengalaman-

pengalaman jiwa pendengarnya (Pradopo, 2014:22-27).

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u; bunyi-bunyi

konsonan bersuara (voiced): b, d, g, j, dan sebagainya; bunyi likuida atau

bunyi yang keluar dari sela-sela ujung lidah yang menempel pada ceruk gigi:

r, l; dan bunyi sengau: m, n, ng, ny menimbulkan efek efoni atau bunyi merdu

dan berirama. Bunyi yang merdu itu dapat mendukung suasana yang mesra,

kasih sayang, gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi bunyi yang tidak

merdu dan parau yang disebabkan oleh bunyi konsonan tidak bersuara

(unvoiced) dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan,

kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Kombinasi bunyi tidak

merdu dan parau disebut dengan kakofoni (Pradopo, 2014: 29-31). Anis

(1999:22) mengkategorikan huruf-huruf sengau atau nasal (mi>m dan nu>n)

serta huruf likuida (la>m dan ra>’) ke dalam huruf bersuara (majhu>r).

Unsur bunyi dalam syair Arab dapat dianalisis dari segi huruf secara

otonomi atau dalam bentuk rangkaian huruf pada sebuah kalimat. Analisis

Page 87: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

118

huruf secara otonom dilakukan dengan proses pengelompokan berdasarkan

kuat dan lemahnya huruf yang keluar dari makharijul-churuf, serta

perpaduannya dengan tanda baca (harakat). Sementara itu, analisis bunyi

berdasarkan rangkaian huruf dapat diperoleh melalui beberapa unsur yang

berfungsi sebagai penentu makna dan nilai estetis. Dari bunyi yang hadir pada

puisi dapat ditangkap sugesti-sugesti kehidupan yang menyedihkan,

menyenangkan, baik, buruk, dan lain sebagainya (Pradopo, 2014:23).

Syair Ughniyyatul-Ayyal terdiri dari paragraf pengantar di awal dan

di tengah syair serta tiga bagian syair yang setiap bagiannya tersusun oleh

bait-bait syair. Pada paragraf pengantar di awal syair didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara seperti bunyi huruf nu>n, hamzah, ya>’,

la>m, ghain, wau, ji>m, ra>’, ba>’, mi>m dan da>l. Dominasi ini dapat dilihat pada

kutipan berikut:

، وىو ي تجول ف أرجاء الغابة، وب ي األح داكان األيل ي غن فة، مرد راج الكثي

.( :82:022العيسى، )

Ka>na al-Ayyalu yughanni>, wahuwa yatajawwalu fi> arja>ˈil-gha>bah, wa bainal-achra>jil-katsi>fah, muraddidan (al-‘Isa>, 2009:82).

Seekor kancil tengah bernyanyi, ia berjalan-jalan di pinggir hutan, dan

di antara lebatnya pepohonan, mengulang-ulang nyanyiannya (al-‘Isa>,

2009:82).

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan efek

efoni atau bunyi merdu dan berirama. Bunyi merdu tersebut mendukung

tercapainya sugesti suasana yang menyenangkan, ringan, dan hangat. Sugesti

suasana yang menyenangkan juga diperkuat dengan dominasi penggunaan

vokal [i] dan [a] pada bagian paragraf pengantar ini.

Page 88: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

119

Selain paragraf pengantar atau prolog, syair ini terdiri dari tiga bagian

syair yang setiap bagiannya tersusun oleh bait-bait syair. Bagian pertama

syair ini terdiri dari empat bait. Bait pertama didominasi oleh penggunaan

bunyi konsonan bersuara seperti bunyi huruf la>m, ya>’, nu>n, ji>m, mi>m, da>l,

wau, dza>’, dan ra>’. Dominasi penggunaan bunyi huruf konsonan bersuara ini

nampak pada kutipan berikut:

وح والظلل /ال ت نتهي الفت /اجلمال ال ي نتهي ر والفنن / الد .( 2009 :82العيسى، ) والطي

La yantahi>l-jama>l/ La tantahi>l-fitan/ Ad-dauchu wazh-zhala>l/ Wath-

thairu wal-fanan (al-I>sa>, 2009:82).

Keindahan tak terhingga/ Pesona tak berujung/ Pohon yang rindang

dan bayangan/ Burung dan ranting (al-I>sa>, 2009:82).

Semua kata yang digunakan di dalam bait pertama ini mengandung

bunyi konsonan bersuara. Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini

menimbulkan sugesti suasana yang riang dan menyenangkan.

Selain dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara, pada bait

pertama ini ditemukan asonansi atau pengulangan bunyi vokal. Asonansi

terjadi pada baris pertama dan kedua serta baris ketiga dan keempat. Pada

baris pertama dan kedua ditemukan pola vokal yang sama yaitu [a], [a], [a],

[i], [a], [i], [a]. Sedangkan baris ketiga memiliki pola vokal yang hampir sama

dengan baris keempat yaitu [a], [au], [u], [a], [i], [a] dan [a], [ai], [u], [a], [a],

[a]. Asonansi ini berfungsi untuk orkestrasi atau menciptakan bunyi musik

pada syair, sehingga memudahkan pengucapan dan mencapai irama yang

indah (Pradopo, 2014:38).

Page 89: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

120

Pada bait pertama ini juga ditemukan salah satu jenis repetisi yaitu

Anafora. Anafora merupakan pengulangan kata pertama pada tiap baris atau

kalimat berikutnya (Keraf, 2007:127). Anafora pada bait ini yaitu berupa

pengulangan kata ‚la> yantahi> ‛ pada awal baris pertama diulang dalam bentuk

muannats (perempuan) ‚la> tantahi> ‛ pada awal baris kedua. Pengulangan ini

bertujuan untuk memberikan penekanan dan memperoleh makna yang

mendalam pada kata yang dimaksudkan.

Selanjutnya, pada bait kedua bagian pertama syair Ughniyyatul-Ayyal

menggunakan bunyi konsonan bersuara dan bunyi konsonan tidak bersuara

dalam jumlah yang seimbang. Pernyataan ini berdasarkan pada kutipan

berikut:

.( 2009 :82العيسى، ) الغابة اخلضراء ف /ادلاء وسقسقات

Wa saqsaqa>tul-ma>ˈ/ Fi>l-gha>bah al-khadhra> (al-I>sa>, 2009:82).

Gemericik air/ Di hutan yang hijau (al-I>sa>, 2009:82).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bait ini yaitu bunyi

huruf wau, la>m, mi>m, hamzah, ghain, ba>’, dha>d, dan ra>’. Sedangkan bunyi

huruf konsonan tidak bersuara yang digunakan yaitu bunyi huruf si>n, qa>f, ta>’,

fa>’, dan kha>’. Penggunaan bunyi konsonan bersuara dan bunyi konsonan tidak

bersuara dalam jumlah yang seimbang ini menimbulkan sugesti suasana yang

netral, tenang, khusyuk, dan hening.

Kemudian pada bait ketiga terlihat dominasi penggunaan bunyi

konsonan bersuara dalam bait syair. Dominasi ini dapat diketahui melalui

kutipan berikut:

Page 90: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

121

عها مرابع ي عب /ل حيثما أشاء / ل حيثما أشاء / مراتع وكلها /ج /أريد أن أنام / أآلن، إن مت

.( 2009 :82العيسى، ) أريد أن أنام

Jami>‘uha> mara>bi‘/ Wakulluha> mara>ti‘/ Li> chaitsuma> asya>ˈ/ Li> chaitsuma> asya>ˈ/ Al-ˈa>n, inni> mut‘abun/ Uri>du an ana>m/ / Uri>du an ana>m (al-I>sa>, 2009:82).

Semua bak pertunjukan/ Semuanya padang rumput/ Bagiku di mana

pun aku mau/ Bagiku di mana pun aku mau/ Sekarang, sungguh aku

lelah/ Aku ingin tidur/ Aku ingin tidur (al-I>sa>, 2009:82).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan dalam bait ketiga ini yaitu

bunyi huruf ji>m, mi>m, ‘ain, ra>’, ba>’, wau, la>m, hamzah, nu>n, dan da>l.

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan efek efoni

atau bunyi yang merdu dan berirama. Efek efoni ini cocok untuk mendukung

terciptanya sugesti suasana yang menyenangkan, ringan, dan bahagia.

Selain dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara, pada bait

ketiga ini juga ditemukan bentuk repetisi atau pengulangan bunyi, suku kata,

kata dan kalimat. Repetisi pada bait ketiga ini berupa pengulangan kalimat

pada baris ketiga yang diulang di baris keempat dan pengulangan kalimat

pada baris keenam yang diulang pada baris ketujuh. Pemanfaatan repetisi

berfungsi untuk memberikan penekanan dan memperoleh makna yang

mendalam dari bunyi, suku kata, kata atau kalimat yang diulang (Keraf,

2007:127).

Pada bait ketiga ini juga ditemukan asonansi atau pengulangan bunyi

vokal yang dominan di dalam syair. Asonansi terjadi pada baris pertama dan

kedua. Pada kedua baris ini ditemukan pola vokal yang hampir sama yaitu

[a], [i], [u], [a], [a], [a], [i], [u] dan [a], [u], [u], [a], [a], [a], [i], [u]. Adanya

Page 91: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

122

asonansi pada bait ketiga ini berguna untuk memperdalam rasa, menimbulkan

efek musik serta mempermudah pembacaan.

Sebelum memasuki bait keempat terdapat prolog atau paragraf

pengantar. Pada bagian prolog ini terdapat kolaborasi penggunaan bunyi

konsonan bersuara dengan bunyi konsonan tidak bersuara. Analisis ini

berdasarkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) أصوات من الغابة، تأت رخيمة ناعمة

Ashwa>tun minal-gha>bati, taˈti> rakhi>matan na>‘imatan (al-I>sa>,

2009:83).

Suara dari hutan, Terdengar lembut dan merdu (al-I>sa>, 2009:83).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada prolog ini yaitu bunyi

huruf hamzah, wau, mi>m, nu>n, la>m, ghain, ba>’, ra>’, dan ‘ain. Sedangkan

bunyi konsonan tidak bersuara yang digunakan yaitu bunyi huruf sha>d, ta>’,

dan kha>’. Penggunaan bunyi konsonan tidak bersuara ini dipertegas dengan

adanya aliterasi atau pengulangan bunyi konsonan yang dominan. Aliterasi

ini berupa pengulangan bunyi huruf ta>’ yang terdapat pada kata ashwa>tun, al-

gha>bati, taˈti>, rakhi>matan dan na>‘imatan. Adanya kolaborasi penggunaan

bunyi konsonan bersuara dan bunyi konsonan tidak bersuara serta aliterasi

bunyi konsonan bersuara menimbulkan sugesti suasana yang netral, hening

dan sepi.

Selanjutnya, pada bait keempat masih tetap didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara yaitu bunyi huruf hamzah, la>m, ya>’,

ra>’, mi>m, dal, dan nu>n. Dominasi ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ينام /احلال الرقيق / أأليل الرشيق

Page 92: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

123

Al-Ayyalu ar-rasyi>q/ Al-cha>lim ar-raqi>q/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>,

2009:83).

Kancil yang rupawan/ Pemimpi yang lembut/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan

sugesti suasana yang menyenangkan, mesra dan penuh kasih sayang. pada

bait keempat ini juga ditemukan asonansi atau pengulangan bunyi vokal yang

dominan. Asonansi ini terdapat pada baris pertama dan baris kedua. Pada

kedua baris ini ditemukan pola vokal yang hampir sama yaitu [a], [ai], [a],

[u], [a], [i] dan [a], [a], [i], [u], [a], [i]. Adanya asonansi berfungsi untuk

memperdalam rasa, menimbulkan bunyi musik, serta memperlancar ucapan

bait keempat ini.

Kemudian, pada bagian kedua syair ini terdiri dari dua bait. Bait

pertama menggunakan bunyi konsonan bersuara dan bunyi konsonan tidak

bersuara dalam jumlah yang seimbang. Pernyataan ini dapat dilihat pada

kutipan berikut:

.( 2009 :83العيسى، )وطاف حت كل /قد جال حت مل

Qad ja>la chatta> malla/ Watha>fa chatta> kalla (al-I>sa>, 2009:83).

Ia telah berkelana hingga lelah / Ia telah berkeliling hingga letih (al-

I>sa>, 2009:83).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan dalam bait ini yaitu bunyi

huruf da>l, ji>m, la>m, mi>m, dan wau. Sedangkan bunyi konsonan tidak bersuara

yang digunakan dalam bait ini yaitu bunyi huruf qa>f, cha>’, ta>’, tha>’, fa>’, dan

ka>f. Adanya penggunaan bunyi konsonan bersuara menimbulkan sugesti

suasana ceria dan menyenangkan. Namun dengan hadirnya bunyi konsonan

Page 93: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

124

tidak bersuara menjadikan sugesti suasana yang menyenangkan dan ceria itu

bercampur dengan suasana yang menekan, ada beban, dan melelahkan.

Pada bait pertama bagian kedua syair ini, yang mana hanya terdiri dari

dua baris saja, juga ditemukan asonansi. Baris pertama dan kedua pada bait

ini memiliki pola vokal yang sama yaitu [a], [a], [a], [a], [a], [a], [a].

Dominasi penggunaan vokal [a] menimbulkan sugesti suasana yang berat dan

melelahkan.

Selain asonansi, pada bait pertama ini juga ditemukan salah satu

bentuk repetisi yaitu mesodiplosis. Mesodiplosis merupakan repetisi atau

pengulangan yang terjadi di tengah baris atau beberapa kalimat berurutan

(Keraf, 2007:128). Mesodiplosis ini terjadi pada kata ‚chatta>‛ yang diulang

dua kali pada baris pertama dan baris kedua. Fungsi mesodiplosis sama

halnya dengan fungsi bentuk repetisi lainnya, yaitu untuk memberikan

penekanan dan memperoleh makna yang mendalam pada kata atau kalimat

yang diulang.

Sementara itu, bait kedua pada bagian kedua syair ini didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara, sebagaimana terlihat pada kutipan

berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /واآلن.. يا رفاق نا

Wal-ˈa>n.. ya> rifa>qana>/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Dan sekarang.. Wahai kawan-kawan kita/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bait kedua ini yaitu

bunyi huruf wau, la>m, hamzah, nu>n, ya>’, ra>’, da>l, dan mi>m. Dominasi

Page 94: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

125

penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan sugesti suasana yang

lembut, mesra, dan penuh kasih sayang.

Pada bagian ketiga syair, yang hanya terdiri dari satu bait syair saja,

masih didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara. Analisis ini

berdasarkan pada kutipan berikut:

رتع الفسيح /دعوه يستيح

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /دعوه لألحلم /ف ادل

Da‘u>hu yastari>ch/ Fi>l-marta‘il-fasi>ch/ Da‘u>hu lil-achla>m/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Biarkan dia beristirahat/ Di padang rumput yang luas/ Biarkanlah

dia bermimpi/ Dia ingin tidur (al-I>sa>, 2009:83).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan bagian ketiga syair ini yaitu

bunyi huruf da>l, ‘ain, ya>’, ra>’, la>m, mi>m, hamzah, dan nu>n. Dominasi

penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan sugesti suasana yang

menyenangkan, lembut, mesra dan penuh kasih sayang.

Selain dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara, pada bagian

ketiga syair ini juga ditemukan adanya salah satu bentuk repetisi yaitu

anafora. Anafora merupakan pengulangan kata pertama pada tiap baris atau

kalimat berikutnya (Keraf, 2007:127). Anafora ini terjadi pada kata ‚da‘u>hu‛

yang diulang dua kali, yaitu pada awal baris pertama dan awal baris ketiga.

Sementara itu berkenaan dengan irama, pada syair Ughniyyatul-Ayyal

tidak ditemukan metrum atau bachr yang merupakan pola irama tetap dalam

syair. Sedangkan untuk ritme atau sajak yang biasa disebut dengan qa>fiyah

dalam aturan syair Arab pada setiap bait syair ini ditemukan dalam bentuk

yang berbeda-beda dan tidak tetap. Pada bagian pertama syair untuk bait

Page 95: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

126

pertama bersajak ab-ab, bait kedua bersajak aa, bait ketiga bersajak aa-bb-c-

dd, dan bait keempat bersajak aa-b. Sementara itu pada bagian kedua syair

untuk bait pertama bersajak aa, dan bait kedua bersajak ab. Sedangkan bagian

ketiga syair bersajak ab-ab.

Dengan mempertimbangkan aspek irama yang terdiri dari metrum dan

ritme di atas, maka syair ini dapat dikategorikan ke dalam syi‘r churr. Syi‘r

churr yaitu syair yang tidak terikat oleh aturan wazan, qa>fiyah, maupun

taf‘ila>t akan tetapi masih terikat dengan satuan irama khusus yang menjadi

karakteristik karya sastra bernilai tinggi. Penyair hanya mengungkapkan

perasaan dan imajinasinya sehingga iramanya bersifat subjektif (Husein

dalam Muzakki, 2006:53).

b. Lapis Arti

Lapis arti merupakan lapis yang ditimbulkan oleh bunyi dalam syair.

Lapis arti berupa gabungan fonem yang menjadi kata kemudian berkembang

menjadi kelompok kata, kalimat hingga menjadi keseluruhan cerita (Pradopo,

2013:15).

Syair Ughniyyatul-Ayyal diawali dengan paragraf pengantar atau

prolog. Paragraf pengantar berisi tentang aktivitas yang dilakukan oleh si

kancil. Pernyataan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

، وىو ي تجول ف أرجاء الغابة، وب ي األح كان األيل داي غن فة، مرد راج الكثي

.( :82:022العيسى، )

Ka>na al-Ayyalu yughanni>, wahuwa yatajawwalu fi> arja>ˈil-gha>bah, wa bainal-achra>jil-katsi>fah, muraddidan (al-‘Isa>, 2009:82).

Page 96: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

127

Seekor kancil tengah bernyanyi, ia berjalan-jalan di pinggir hutan, dan

di antara lebatnya pepohonan, mengulang-ulang nyanyiannya (al-‘Isa>,

2009:82).

Seekor kancil tengah bernyanyi sambil berjalan-jalan di pinggir hutan.

Hutan itu sangat lebat oleh pepohonan. Sambil terus berjalan dia

mengulang-ulang nyanyiannya. Nyanyian si kancil tersebut tertuang dalam

setiap bagian syair Ughniyyatul-Ayyal ini.

Selain paragraf pengantar, syair ini terdiri dari tiga bagian syair, yang

mana setiap bagiannya tersusun oleh bait-bait syair. Bagian pertama syair

ini terdiri dari empat bait syair. Bait pertama berisi nyanyian kancil tentang

keindahan hutan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

وح والظلل /ال ت نتهي الفت /اجلمال ال ي نتهي ر والفنن / الد .( 2009 :82العيسى، ) والطي

La yantahi>l-jama>l/ La tantahi>l-fitan/ Ad-dauchu wazh-zhala>l/ Wath-

thairu wal-fanan (al-I>sa>, 2009:82).

Keindahan tak terhingga/ Pesona tak berujung/ Pohon yang rindang

dan bayangan/ Burung dan ranting (al-I>sa>, 2009:82).

Pada kutipan bait syair di atas si kancil mengatakan bahwa hutan yang

dia lalui itu sangat mengesankan. Penuh dengan keindahan dan pesona yang

tidak terhingga. Keindahan itu berasal dari kombinasi pepohonan rindang

yang membentuk bayangan teduh, juga adanya burung di antara ranting

pepohonan.

Selanjutnya, pada bait kedua juga masih menceritakan tentang

keindahan hutan yang terdapat dalam nyanyian si kancil. Keindahan hutan ini

dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Page 97: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

128

.( 2009 :82العيسى، ) ف الغابة اخلضراء /ادلاء وسقسقات

Wa saqsaqa>tul-ma>ˈ/ Fi>l-gha>bah al-khadhra> (al-I>sa>, 2009:82).

Gemericik air/ Di hutan yang hijau (al-I>sa>, 2009:82).

Selain karena pepohonan yang rindang dan burung, sebagaimana

disebutkan pada bait pertama, keindahan hutan semakin bertambah dengan

adanya gemericik air yang ada di hutan yang hijau itu. Kombinasi dari

berbagai unsur alam inilah yang membentuk keindahan penuh pesona.

Kemudian pada bait ketiga menunjukkan nyanyian kancil yang berisi

tentang tanggapan kancil terhadap suasana hutan yang begitu indah dan

mempesona. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

عها مرابع ي عب /ل حيثما أشاء / ل حيثما أشاء / مراتع وكلها /ج /أريد أن أنام / أآلن، إن مت

.( 2009 :82العيسى، ) أريد أن أنام

Jami>‘uha> mara>bi‘/ Wakulluha> mara>ti‘/ Li> chaitsuma> asya>ˈ/ Li> chaitsuma> asya>ˈ/ Al-ˈa>n, inni> mut‘abun/ Uri>du an ana>m/ / Uri>du an ana>m (al-I>sa>, 2009:82).

Semua bak pertunjukan/ Semuanya padang rumput/ Bagiku di mana

pun aku mau/ Bagiku di mana pun aku mau/ Sekarang, sungguh aku

lelah/ Aku ingin tidur/ Aku ingin tidur (al-I>sa>, 2009:82).

Keindahan yang ada di hutan sebagaimana digambarkan pada bait

pertama dan kedua, semuanya seperti pertunjukan bagi si kancil. Hutan

tersebut juga dipenuhi oleh padang rumput. Semua itu membuat si kancil

bahagia. Dia pergi kemanapun sesuka hatinya. Hal ini membuatnya lelah

setelah berjalan-jalan menyusuri penjuru hutan. Dan kini, dia ingin

beristirahat, si kancil ingin tidur.

Sebelum memasuki bait keempat, terdapat prolog atau kalimat

pengantar yang menceritakan bahwa tiba-tiba terdengar suara yang lembut

Page 98: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

129

dan merdu dari dalam hutan. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan

berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) أصوات من الغابة، تأت رخيمة ناعمة

Ashwa>tun minal-gha>bati, taˈti> rakhi>matan na>‘imatan (al-I>sa>,

2009:83).

Suara dari hutan, Terdengar lembut dan merdu (al-I>sa>, 2009:83).

Suara lembut dan merdu yang berasal dari dalam hutan tersebut

dijelaskan pada bait keempat. Bunyi dari bait keempat tersebut adalah sebagai

berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ينام /احلال الرقيق / أأليل الرشيق

Al-Ayyalu ar-rasyi>q/ Al-cha>lim ar-raqi>q/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>,

2009:83).

Kancil yang rupawan/ Pemimpi yang lembut/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Suara dari dalam hutan yang terdengar lembut dan merdu itu

mengatakan bahwa si kancil merupakan sosok yang rupawan. Dia juga

pemimpi yang lembut. Saat ini, si kancil ingin tidur.

Selanjutnya, pada bagian kedua syair Ughniyyatul-Ayyal terdiri dari

dua bait syair. Bait pertama, suara yang berasal dari hutan itu menceritakan

tentang penyebab kancil ingin beristirahat dan tidur. Sementara itu, pada bait

kedua menceritakan tentang keinginan kancil untuk tidur. Pernyataan ini

dapat dilihat pada kutipan berikut:

وطاف حت كل /قد جال حت مل .( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /واآلن.. يا رفاق نا

Page 99: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

130

Qad ja>la chatta> malla/ Watha>fa chatta> kalla

Wal-ˈa>n.. ya> rifa>qana>/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Ia telah berkelana hingga lelah / Ia telah berkeliling hingga letih

Dan sekarang.. Wahai kawan-kawan kita/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Pada bait pertama, suara lembut dari hutan itu mengatakan bahwa si

kancil telah berkelana mengelilingi hutan hingga lelah dan letih. Untuk itu,

sekarang yang dia inginkan adalah beristirahat, dia ingin tidur untuk melepas

keletihannya. Keinginannya untuk tidur ini tertuang pada bait kedua,

sebagaimana terdapat pada kutipan di atas.

Sementara itu, bagian ketiga syair yang hanya terdiri dari satu bait

saja, menceritakan tentang perintah atau harapan suara lembut yang berasal

dari hutan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

رتع الفسيح /دعوه يستيح

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /دعوه لألحلم /ف ادل

Da‘u >hu yastari>ch/ Fi>l-marta‘il-fasi>ch/ Da‘u>hu lil-achla>m/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Biarkan dia beristirahat/ Di padang rumput yang luas/ Biarkanlah dia

bermimpi/ Dia ingin tidur (al-I>sa>, 2009:83).

Suara halus dan merdu dari dalam hutan itu berharap agar si kancil

dibiarkan beristirahat. Biarkan si kancil terlelap dalam tidurnya dan bermimpi

di atas padang rumput yang luas itu. Karena saat ini yang diinginkan kancil

adalah tidur.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis hal-hal yang dikemukakan merupakan lapis ketiga dalam

analisis strata norma Roman Ingarden dan muncul karena adanya lapis arti.

Page 100: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

131

Lapis ketiga ini berupa subjek (pelaku), objek, latar, dan alur (dunia

pengarang) (Pradopo, 2014:15).

Hal yang dikemukakan pertama yaitu subjek (pelaku). Pada syair

Ughniyyatul-Ayyal, subjeknya ialah seekor kancil dan suara merdu dari

dalam hutan. Subjek kancil dapat dilihat dalam kutipan berikut:

، وىو ي تجول ف أرجاء الغابة، وب ي دااألح كان األيل ي غن فة، مرد راج الكثي

.( :82:022العيسى، )

Ka>na al-Ayyalu yughanni>, wahuwa yatajawwalu fi> arja>ˈil-gha>bah, wa bainal-achra>jil-katsi>fah, muraddidan (al-‘Isa>, 2009:82).

Seekor kancil tengah bernyanyi, ia berjalan-jalan di pinggir hutan, dan

di antara lebatnya pepohonan, mengulang-ulang nyanyiannya (al-‘Isa>,

2009:82).

Kancil menjadi subjek atau pelaku utama karena dialah yang

melakukan aktivitas berjalan-jalan di pinggir hutan. Si kancil jugalah sosok

yang menyanyikan lagu, sebagaimana tertuang dalam bagian pertama syair,

bait kesatu, kedua dan ketiga.

Sementara itu, subjek yang berupa suara merdu dari dalam hutan

disebutkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) أصوات من الغابة، تأت رخيمة ناعمة

Ashwa>tun minal-gha>bah, taˈti> rakhi>matan na>‘imatan (al-I>sa>,

2009:83).

Suara dari hutan, Terdengar lembut dan merdu (al-I>sa>, 2009:83).

Suara dari hutan inilah yang kemudian menceritakan hal-hal yang

dilakukan dan dialami si kancil mulai dari bait keempat pada bagian pertama

syair hinga bagian ketiga syair. Oleh karena itu, pada bagian ini, suara dari

Page 101: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

132

hutan tersebut berperan sebagai subjek utama. Sementara kancil menjadi

subjek kedua sekaligus objek.

Setelah subjek, hal yang dikemukakan selanjutnya adalah latar. Latar

yang terdapat pada syair ini yaitu latar tempat. Secara umum latar tempat

pada syair Ughniyyatul-Ayyal adalah di pinggir hutan. Analisis ini

berdasarkan pada kutipan paragraf pengantar berikut:

فة .( 82:2009العيسى، ) وىو ي تجول ف أرجاء الغابة، وب ي األحراج الكثي

Wahuwa yatajawwalu fi> arja>ˈil-gha>bah, wa bainal-achra>jil-katsi>fah, (al-‘Isa>, 2009:82).

Ia berjalan-jalan di pinggir hutan, dan di antara lebatnya pepohonan

(al-‘Isa>, 2009:82).

Selain pada paragraf pengantar, latar tempat juga ditemukan pada bait

kedua bagian pertama syair dan bagian ketiga syair. Pada bait kedua bagian

pertama syair disebutkan bahwa latar tempatnya yaitu di hutan yang hijau.

Sementara itu, pada bagian ketiga syair, latar tempatnya di padang rumput

yang luas. Kedua latar yang ada di dalam bait syair ini mendukung

keberadaan latar yang telah disebutkan pada paragraf pengantar syair.

Selain subjek dan latar, objek juga menjadi hal yang dikemukakan

pada syair ini. Objek-objek yang dikemukakan pada setiap baitnya selalu

berbeda-beda. Pada bait pertama, objek yang dikemukakan yaitu keindahan,

pesona, pohon yang rindang, bayangan, burung, dan ranting. Keenam objek

ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

وح والظلل /ال ت نتهي الفت /اجلمال ال ي نتهي ر والفنن / الد .( 2009 :82العيسى، ) والطي

La yantahi>l-jama>l/ La tantahi>l-fitan/ Ad-dauchu wazh-zhala>l/ Wath-thairu wal-fanan (al-I>sa>, 2009:82).

Page 102: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

133

Keindahan tak terhingga/ Pesona tak berujung/ Pohon yang rindang

dan bayangan/ Burung dan ranting (al-I>sa>, 2009:82).

Keindahan, pesona, pohon yang rindang, bayangan, burung, dan

ranting menjadi objek pada bait pertama ini karena keenam hal tersebut

berada di dalam isi nyanyian si kancil. Dengan kata lain, keenam hal ini

menjadi sasaran dari perbuatan bernyanyi yang dilakukan oleh si kancil.

Selanjutnya, pada bait kedua syair ini ditemukan objek yang berupa

gemericik air. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

.( 2009 :82العيسى، ) ف الغابة اخلضراء /ادلاء وسقسقات

Wa saqsaqa>tul-ma>ˈ/ Fi>l-gha>bah al-khadhra> (al-I>sa>, 2009:82).

Gemericik air/ Di hutan yang hijau (al-I>sa>, 2009:82).

Gemericik air berkedudukan sebagai objek pada bait ini karena

menjadi isi dari nyanyian si kancil. Gemericik air yang dimaksud adalah

gemericik air di hutan yang hijau dekat tempat kancil berjalan-jalan.

Pada bait ketiga, objeknya yaitu semua hal yang ada di hutan itu,

padang rumput, dan si Aku (kancil sendiri). Ketiga objek ini dapat dilihat

pada kutipan berikut:

عها مرابع ي عب /ل حيثما أشاء / ل حيثما أشاء / وكلها مراتع /ج /أن أنام أريد / أآلن، إن مت

.( 2009 :82العيسى، ) أريد أن أنام

Jami>‘uha> mara>bi‘/ Wakulluha> mara>ti‘/ Li> chaitsuma> asya>ˈ/ Li> chaitsuma> asya>ˈ/ Al-ˈa>n, inni> mut‘abun/ Uri>du an ana>m/ / Uri>du an ana>m (al-I>sa>, 2009:82).

Semua bak pertunjukan/ Semuanya padang rumput/ Bagiku di mana

pun aku mau/ Bagiku di mana pun aku mau/ Sekarang, sungguh aku

lelah/ Aku ingin tidur/ Aku ingin tidur (al-I>sa>, 2009:82).

Page 103: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

134

Dalam nyanyiannya kancil mengatakan bahwa semua yang ada di

hutan itu seperti pertunjukan karena begitu indah. Hutan itu juga penuh

dengan padang rumput. Jadi, semua hal yang seperti pertunjukan dan juga

padang rumput, berkedudukan sebagai objek pada bait ini karena menjadi isi

dari nyanyian si kancil. Sementara itu, pada kelima baris terakhir dalam bait

ini, kancil menjadikan dirinya sendiri sebagai isi dari nyanyiannya.

Kemudian, pada bait keempat objek yang dikemukakan yaitu kancil

yang rupawan dan pemimpi yang lembut. Objek ini dapat dilihat pada kutipan

berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ينام /احلال الرقيق / الرشيق أأليل

Al-Ayyalu ar-rasyi>q/ Al-cha>lim ar-raqi>q/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>,

2009:83).

Kancil yang rupawan/ Pemimpi yang lembut/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Kancil yang rupawan dan pemimpi yang lembut pada kutipan di atas

berkedudukan sebagai objek. Keduanya menjadi objek karena berada di

dalam ucapan suara merdu yang datang dari dalam hutan.

Kemudian pada bagian kedua syair, objek yang dikemukakan yaitu dia

(si kancil) dan kawan-kawan kita. Kedua objek ini dapat ditemukan pada

kutipan berikut:

وطاف حت كل /قد جال حت مل .( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /واآلن.. يا رفاق نا

Qad ja>la chatta> malla/ Watha>fa chatta> kalla

Wal-ˈa>n.. ya> rifa>qana>/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Ia telah berkelana hingga lelah / Ia telah berkeliling hingga letih

Page 104: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

135

Dan sekarang.. Wahai kawan-kawan kita/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Si kancil menjadi objek pada bagian kedua ini karena dia berada di

dalam isi perkataan suara merdu yang berasal dari hutan. Begitu juga dengan

kawan-kawan kita, hal ini menjadi objek pada bagian kedua syair karena

menjadi sasaran sapaan suara merdu yang berasal dari hutan.

Yang terakhir, pada bagian ketiga syair objek yang dikemukakan yaitu

dia (si kancil). Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

رتع الفسيح /دعوه يستيح

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /دعوه لألحلم /ف ادل

Da‘u>hu yastari>ch/ Fi>l-marta‘il-fasi>ch/ Da‘u>hu lil-achla>m/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Biarkan dia beristirahat/ Di padang rumput yang luas/ Biarkanlah dia

bermimpi/ Dia ingin tidur (al-I>sa>, 2009:83).

Sebagaimana pada bagian syair kedua, dia (si kancil) pada bagian

syair ketiga ini juga berkedudukan sebagai objek. Si kancil berkedudukan

sebagai objek karena dia menjadi isi dari perkataan suara merdu yang berasal

dari dalam hutan.

Setelah objek, hal yang dikemukakan selanjutnya yaitu dunia

pengarang. Dunia pengarang merupakan gabungan dan jalinan antara objek-

objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur ceritanya (Pradopo,

2014:18). Dunia pengarang pada syair Ughniyyatul-Ayyal yaitu sebagai

berikut:

Seekor kancil sedang berjalan-jalan di pinggir hutan yang lebat, penuh

dengan pepohonan. Dia berjalan-jalan sambil menyanyikan sebuah lagu.

Lagu itu menggambarkan tentang keindahan hutan yang sedang dia lalui.

Page 105: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

136

Mulai dari pepohonan yang rindang dengan bayangan yang teduh, burung

yang bertengger di ranting pepohonan, hingga gemericik air yang mengalir di

hutan itu. Semuanya begitu mempesona bak pertunjukan. Ditambah lagi

dengan hamparan rumput yang membentang di hutan itu. Si kancil berjalan

ke sana ke mari sesuka hatinya. Hingga akhirnya dia merasa kelelahan setelah

lama berjalan. Dia ingin tidur untuk menghilangkan rasa lelahnya.

Tiba-tiba datang suara yang lembut dan merdu dari dalam hutan.

Suara itu mengatakan bahwa si kancil yang rupawan, juga pemimpi yang

lembut itu ingin tidur. Dia telah berkelana ke sana ke mari hingga lelah, untuk

itu, suara yang berasal dari hutan itu mengatakan agar membiarkan si kancil

beristirahat di hamparan rumput yang luas dan membiarkannya bermimpi.

d. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan lapis keempat dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Lapis dunia di pandang dari titik tertentu, tidak perlu

dinyatakan, akan tetapi sudah implisit terkandung di dalam sebuah karya

sastra (Pradopo, 2014:17).

Lapis dunia dalam syair Ughniyyatul-Ayyal nampak pada paragraf

pengantar di awal syair. Lapis dunia pada paragraf pengantar ini berupa

kenyataan bahwa si kancil sedang berada dalam suasana hati yang senang dan

gembira. Suasana senang dan gembira itu tidak dinyatakan secara langsung

dalam bentuk kata-kata pada bagian prolog ini, akan tetapi sudah tercermin

dari perbuatan yang dilakukan oleh si kancil. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

Page 106: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

137

، وىو ي تجول ف أرجاء الغابة، وب ي األح داكان األيل ي غن فة، مرد راج الكثي

.( :82:022العيسى، )

Ka>na al-Ayyalu yughanni>, wahuwa yatajawwalu fi> arja>ˈil-gha>bah, wa bainal-achra>jil-katsi>fah, muraddidan (al-‘Isa>, 2009:82).

Seekor kancil tengah bernyanyi, ia berjalan-jalan di pinggir hutan, dan

di antara lebatnya pepohonan, mengulang-ulang nyanyiannya (al-‘Isa>,

2009:82).

Pada kutipan di atas diceritakan bahwa si kancil tengah bernyanyi

sambil berjalan-jalan di hutan. Hal inilah yang memperlihatkan bahwa dia

sedang berada dalam suasana hati yang senang dan gembira. Terlebih isi

nyanyiannya menceritakan tentang keindahan hutan dengan segala

pesonanya, sebagaimana tertuang dalam bait-bait syair.

Selain pada paragraf pengantar di awal syair, lapis dunia juga

ditemukan pada bait keempat bagian pertama syair beserta prolog yang

terletak pada baris sebelumnya. Lapis dunia yang diungkapkan yaitu

kenyataan bahwa suara lembut dan merdu yang berasal dari dalam hutan,

sejatinya adalah semilir angin. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :83العيسى، ) أصوات من الغابة، تأت رخيمة ناعمة

Ashwa>tun minal-gha>bah, taˈti> rakhi>matan na>‘imatan (al-I>sa>,

2009:83).

Suara dari hutan, Terdengar lembut dan merdu (al-I>sa>, 2009:83).

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ينام /احلال الرقيق / أأليل الرشيق

Al-Ayyalu ar-rasyi>q/ Al-cha>lim ar-raqi>q/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>,

2009:83).

Kancil yang rupawan/ Pemimpi yang lembut/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Page 107: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

138

Kenyataan bahwa suara yang datang dari dalam hutan adalah semilir

angin tidak disebutkan secara eksplisit di dalam bait syair, akan tetapi telah

implisit di dalam kedua kutipan di atas. Semilir angin yang datang dari hutan

itu membelai lembut si kancil yang tengah beristirahat dari pengelanaannya

yang melelahkan. Semilir angin yang lembut itu bak suara merdu yang tengah

berbisik dan mengatakan bahwa si kancil ingin tidur.

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis merupakan lapis kelima dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Lapis inilah yang menyebabkan pembaca berkontemplasi

melalui sebuah perenungan. Lapis ini memberikan kesempatan kepada

pembaca untuk memikirkan sifat sublim, mulia, tragis, mengerikan, dan suci.

Akan tetapi, lapis ini tidak ditemukan pada setiap karya sastra (Pradopo,

2014:15).

Pada syair ini lapis metafisis yang ditemukan berupa penggambaran

sifat sublim atau menampakkan keindahan dalam bentuk yang mulia dan

utama. Hal ini tertuang dalam isi nyanyian kancil yang menceritakan tentang

keindahan dan pesona hutan yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha

Kuasa. Dengan menyadari dan menghayati segala keindahan yang dapat

ditemukan di dunia ini, akan menimbulkan perenungan pada diri seseorang

mengenai asal-muasal dan hakikat dari keindahan itu. Melalui perenungan

itulah rasa syukur dan cinta terhadap Sang Pencipta akan semakin tumbuh

dan terpupuk.

Page 108: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

139

Berdasarkan hasil analisis syair keempat dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatul-Ayyal karya

Sulaima>n al-I>sa> masuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung tema

“kebebasan” (حيثما أشاء). Isinya menggambarkan tentang kebebasan yang

dimiliki oleh si kancil sebagai tokoh utama dalam syair ini, untuk menjelajahi

indahnya lingkungan hutan. Keindahan dan seisinya sebagaimana dipaparkan

dalam syair ini mengingatkan kepada pembaca akan rasa syukur terhadap

Tuhan yang telah menciptakan keindahan itu, serta rasa cinta dan keinginan

untuk menjaga kelestarian lingkungan hutan.

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Syair merupakan salah satu genre sastra, karena itu tentunya

mengandung pesan dan amanat yang hendak disampaikan oleh pengarangnya.

Terlebih puisi yang ditujukan untuk pembaca anak-anak, pesan dan amanat yang

berupa nilai-nilai pendidikan karakter sangat ditekankan. Hal ini mengingat usia

anak-anak merupakan usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan

karakter.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter ini, bisa melalui berbagai

media, salah satunya syair. Hanya saja, seringkali nilai-nilai pendidikan karakter

ini tidak disebutkan secara eksplisit, akan tetapi implisit di dalam rangkaian

kata-kata syair yang indah. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya

Page 109: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

140

analisis terhadap nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, sehingga memudahkan

anak-anak untuk memahaminya.

Analisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatul-Ayyal ini berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter

menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani,

2013:106). Berdasarkan sembilan pilar tersebut, nilai-nilai pendidikan

karakternya yaitu sebagai berikut:

a. Mencintai Tuhan dengan Segenap Ciptaan-Nya

Cinta Tuhan dengan Segenap ciptaan-Nya merupakan nilai karakter

pertama dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas yang

tercantum pada UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Dalam

syair Ughniyyatul-Ayyal ini, Nilai karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-

Nya dapat dilihat pada kutipan berikut:

وح والظلل /ال ت نتهي الفت /اجلمال ال ي نتهي ر والفنن / الد .( 2009 :82العيسى، ) والطي

La yantahi>l-jama>l/ La tantahi>l-fitan/ Ad-dauchu wazh-zhala>l/ Wath-thairu wal-fanan (al-I>sa>, 2009:82).

Keindahan tak terhingga/ Pesona tak berujung/ Pohon yang rindang

dan bayangan/ Burung dan ranting (al-I>sa>, 2009:82).

Kutipan di atas merupakan isi dari nyanyian si kancil yang

mengungkapkan tentang keindahan hutan yang begitu mempesona.

Keindahan hutan dengan segala hal yang ada di dalamnya merupakan karunia

Tuhan yang luar biasa di dunia ini. Untuk itu, dengan mengungkapkan dan

menceritakan sisi keindahan alam ini kepada anak, diharapkan akan tumbuh

rasa cinta pada diri anak terhadap Tuhan dan lingkungan sekitarnya. Berbekal

Page 110: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

141

rasa cinta inilah, seorang anak akan peduli untuk turut serta menjaga

kelestarian dan keseimbangan lingkungan sekitarnya.

b. Pekerja keras

Pekerja keras merupakan nilai karakter keenam dalam sembilan pilar

nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas yang tercantum pada UU No. 20

tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Karakter pekerja keras perlu

ditanamkan pada diri anak sejak dini, agar anak tumbuh menjadi pribadi yang

tangguh, pantang menyerah, dan tidak mudah mengeluh.

Pada syair Ughniyyatul-Ayyal ini, karakter pekerja keras ditunjukkan

oleh sikap si kancil yang terdapat pada kutipan berikut:

وطاف حت كل /قد جال حت مل .( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /واآلن.. يا رفاق نا

Qad ja>la chatta> malla/ Watha>fa chatta> kalla

Wal-ˈa>n.. ya> rifa>qana>/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Ia telah berkelana hingga lelah / Ia telah berkeliling hingga letih

Dan sekarang.. Wahai kawan-kawan kita/ Ia ingin tidur (al-I>sa>,

2009:83).

Si kancil terus berkeliling menyusuri hutan hingga dia letih. Setelah

merasa letih itulah dia baru ingin beristirahat. Hal ini membuktikan bahwa si

kancil memiliki sikap pantang menyerah untuk mengetahui segala hal yang

ada di hutan itu.

Dari cerita ini, dapat disampaikan kepada anak-anak bahwa dalam

melakukan segala hal, pantang bagi seseorang untuk mengeluh dan bermalas-

Page 111: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

142

malasan. Manusia harus memiliki karakter pekerja keras dalam meraih segala

impian dan masa depannya.

c. Toleransi

Toleransi merupakan nilai karakter kesembilan dalam sembilan pilar

nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas yang tercantum pada UU No. 20

tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Nilai karakter toleransi penting untuk ditanamkan pada diri seseorang

sejak dini. Dengan memiliki karakter toleransi, seseorang akan mudah

menghargai orang lain, dan sebagai dampaknya orang tersebut juga akan

dihargai oleh sesamanya.

Nilai karakter toleransi pada syair ini ditunjukkan oleh perkataan

suara merdu yang datang dari hutan, sebagaimana tertuang dalam kutipan

bagian ketiga syair berikut:

رتع الفسيح /ه يستيح دعو

.( 2009 :83العيسى، ) يريد أن ي نام /دعوه لألحلم /ف ادل

Da‘u>hu yastari>ch/ Fi>l-marta‘il-fasi>ch/ Da‘u>hu lil-achla>m/ Yuri>du an yana>m (al-I>sa>, 2009:83).

Biarkan dia beristirahat/ Di padang rumput yang luas/ Biarkanlah dia

bermimpi/ Dia ingin tidur (al-I>sa>, 2009:83).

Suara merdu yang datang dari hutan itu memberitahu sekitarnya agar

membiarkan si kancil tidur di padang rumput dan bermimpi. Hal ini

menunjukkan bahwa suara merdu itu menghargai hak-hak si kancil dan tidak

ingin mengganggunya.

Dari peristiwa di atas dapat disampaikan kepada anak-anak bahwa

sebagai human social, manusia harus mempunyai sikap toleransi terhadap

Page 112: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

143

sesama. Sikap toleransi ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai hak

dan kewajiban orang lain, serta tidak mengganggu mereka dalam

menjalankan hak dan kewajiban tersebut.

Page 113: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

144

E. Syair Ke-5

أغنية الطيور نن الطيور..

ن زين السماء

ونأل الفضاء

باألجنحة..

لون.. ألف لون بألف

ي عبق اذلواء

ويسطع الفضاء

باألجنحة..

** نن الطيور..

جر ي هفو إل لقائنا الش

وت نتشي األغصان

حر إذ ن بدأ الغناء ف الس

ونسكب األحلان

لنوقظ احلياة

وات

ف العال ادل

وي عبق اذلواء

ويسطع الفضاء

باألجنحة..**

نن الطيور..

اجلو لنامالك

وىذه الثرى لنا

نوب أقطار البلد الشاسعة

نطوي البحار الواسعة

144

Page 114: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

145

ون زرع الوئام

لم واحلب والس

حيث ارتت أسراب نا

وأشرعت أب واب نا

بألف لون.. ألف لون..

اذلواء ي عبق

ويسطع الفضاء

باألجنحة

الطيور.. نن

نن الطيور..

Ughniyyatuth-Thuyu>r

Nachnu ath-Thuyu>r.. Nuzayyinus-sama>ˈ Wa namlaˈul-fidha> Bil-ajnichah.. Bi alfi launin.. alfi launin.. Ya‘baqul-hawa> Wayastha‘ul-fadha> Bil-ajnichah..

** Nachnu ath-Thuyu>r.. Yahfu> ila> liqa>ˈina> asy-syajar Watantasyi>l-aghsha>n Idz nabdaˈul-ghina> a fi>s-sachar Wanaskubul-alcha>n Linu>qizha al-chaya>h Fi>l-‘a>lamil-mawa>t Waya‘baqu al-hawa> Wayastha‘u al-fadha>ˈ Bil-ajnichah..

**

Nachnu ath-Thuyu>r.. Mama>likul-jawwi lana> Wa ha>dzihits-tsara> lana>

Page 115: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

146

Naju>bu aqtha>ral-bila>disy-sya>si‘ah Nathwi>l-bicha>ral-wa>si‘ah Wanazra‘ul-wiˈa>m Wal-chubbu was-sala>m Chaitsu irtamat asra>buna> Wausyri‘at abwa>buna> Biˈalfi launin.. alfi launin.. Ya‘baqul-hawa> Wa yastha‘ul-fadha> Bil-ajnichah Nachnu Ath-thuyu>r.. Nachnu Ath-thuyu>r..

Nyanyian Burung

Kita adalah burung ..

Menghiasi langit

Memenuhi angkasa

Dengan sayap-sayap..

Dengan seribu warna.. Seribu warna

Merasuki udara

Dan menyemarakkan angkasa

Dengan sayap-sayap

**

Kita adalah burung ..

Pohon ingin bertemu kita segera

Ranting-ranting membeku

Lalu kita mulai bernyanyi di awal pagi

Dan kita tuangkan melodi-melodi

Untuk membangkitkan kehidupan

Di tanah tandus

Dan merasuki udara

Menyemarakkan angkasa

Dengan sayap-sayap

**

Kita adalah burung ..

Kerajaan udara milik kita

Dan ini adalah kekayaan kita

Page 116: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

147

Kita jelajahi tanah negeri-negeri yang membentang

Kita arungi laut luas

Kita tanam harmoni

Cinta dan perdamaian

Dimanapun sarang-sarang kita tergeletak

Dan terbukalah pintu-pintu kita

Dengan seribu warna .. seribu warna ..

Merasuki udara

Dan menyemarakkan angkasa

Dengan sayap-sayap

Kita adalah burung ..

Kita adalah burung ..

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Bunyi merupakan unsur puisi yang bersifat estetis, karena

menimbulkan keindahan dan tenaga ekpresif. Bunyi konsonan dan vokal

disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan

berirama seperti bunyi musik. Dari irama yang beraturan inilah akan

mengalirkan perasaan, imajinasi-imajinasi dalam pikiran atau pengalaman-

pengalaman jiwa pendengarnya (Pradopo, 2014:22-27).

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u; bunyi-bunyi

konsonan bersuara (voiced): b, d, g, j, dan sebagainya; bunyi likuida atau

bunyi yang keluar dari sela-sela ujung lidah yang menempel pada ceruk gigi:

r, l; dan bunyi sengau: m, n, ng, ny menimbulkan efek efoni atau bunyi merdu

dan berirama. Bunyi yang merdu itu dapat mendukung suasana yang mesra,

kasih sayang, gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi bunyi yang tidak

merdu dan parau yang disebabkan oleh bunyi konsonan tidak bersuara

(unvoiced) dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan,

Page 117: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

148

kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Kombinasi bunyi tidak

merdu dan parau disebut dengan kakofoni (Pradopo, 2014: 29-31). Anis

(1999:22) mengkategorikan huruf-huruf sengau atau nasal (mi>m dan nu>n)

serta huruf likuida (la>m dan ra>’) ke dalam huruf bersuara (majhu>r).

Unsur bunyi dalam syair Arab dapat dianalisis dari segi huruf secara

otonomi atau dalam bentuk rangkaian huruf pada sebuah kalimat. Analisis

huruf secara otonom dilakukan dengan proses pengelompokan berdasarkan

kuat dan lemahnya huruf yang keluar dari makharijul-churuf, serta

perpaduannya dengan tanda baca (harakat). Sementara itu, analisis bunyi

berdasarkan rangkaian huruf dapat diperoleh melalui beberapa unsur yang

berfungsi sebagai penentu makna dan nilai estetis. Dari bunyi yang hadir pada

puisi dapat ditangkap sugesti-sugesti kehidupan yang menyedihkan,

menyenangkan, baik, buruk, dan lain sebagainya (Pradopo, 2014:23).

Syair Ughniyyatuth-Thuyu>r terdiri dari tiga bagian syair. Antar

bagian syairnya dibatasi dengan tanda (**). Bagian pertama terdiri dari satu

bait, sedangkan bagian kedua dan ketiga terdiri dari tiga bait syair.

Bagian pertama syair Ughniyyatuth-Thuyu>r didominasi oleh

penggunaan bunyi huruf konsonan bersuara. Dominasi ini dapat dilihat pada

kutipan berikut:

/ي عبق اذلواء /لون.. ألف لون بألف /باألجنحة.. /ونأل الفضاء /ن زين السماء /نن الطيور..

.( 2009 :86العيسى، ) باألجنحة.. /ضاء ويسطع الف

Nachnu ath-Thuyu>r../ Nuzayyinus-sama>ˈ/ Wa namlaˈul-fadha> / Bil-

ajnichah../ Bi alfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wayastha‘ul-

fadha>/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86).

Page 118: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

149

Kita adalah burung ../ Menghiasi langit/ Memenuhi angkasa/ Dengan

sayap-sayap../ Dengan seribu warna.. Seribu warna/ Merasuki udara/

Dan menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap.. (al-I>sa>,

2009:86).

Bunyi konsonan bersuara (voiced) yang digunakan pada bagian

pertama syair adalah huruf ya>’, za>’, hamzah, wau, dha>d, ba>’, ji>m, lam, ra>’,

mi>m, nu>n dan ‘ain. Adanya dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara

ini menimbulkan sugesti suasana yang riang, menyenangkan, hangat dan

penuh kasih sayang.

Pada bagian pertama syair ini, juga ditemukan salah satu bentuk

repetisi atau pengulangan yaitu berupa epizeuksis. Epizeuksis merupakan

pengulangan yang bersifat langsung, kata yang dipentingkan diulang

beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:127). Epizeuksis terjadi pada kata

‚alfi launin‛. Kata tersebut diulang sebanyak dua kali secara berturut-turut

pada baris yang sama.

Bagian kedua syair Ughniyyatuth-Thuyu>r masih didominasi oleh

penggunaan bunyi efoni yang dihasilkan oleh kombinasi bunyi konsonan

bersuara baik pada bait pertama, kedua, dan ketiga. Bunyi konsonan bersuara

yang digunakan pada bait pertama adalah huruf ya>’, hamzah, ji>m, la>m, ra>’,

nu>n dan ghain. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

جر ي هفو /نن الطيور.. .( 2009 :86العيسى، ) وت نتشي األغصان /إل لقائنا الش

Nachnu ath-Thuyu>r../ Yahfu> ila> liqa>ˈina> asy-syajar/ Watantasyi>l-aghsha>n (al-I>sa>, 2009:86).

Page 119: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

150

Kita adalah burung ../ Pohon ingin bertemu kita segera/ ranting-

ranting membeku (al-I>sa>, 2009:86).

Dominasi penggunaan bunyi-bunyi merdu dan berirama ini

menimbulkan sugesti suasana yang menyenangkan dan mesra. Hanya saja

pada bait pertama ini, juga ditemukan penggunaan bunyi huruf konsonan

tidak bersuara yang cukup banyak pula, yaitu seperti huruf cha>’, tha>’, ha>’, fa>’,

qa>f, syi>n, ta>’, dan sha>d. Adanya bunyi konsonan tidak bersuara ini

menimbulkan sugesti suasana yang agak tertekan dan ada beban.

Selanjutnya, pada bait kedua, bunyi konsonan bersuara yang

digunakan yaitu bunyi huruf hamzah, dza>l, nu>n, ba>’, da>l, la>m, ghain, ra>’, dan

wau. Analisis ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

حر .( 2009 :86العيسى، ) ونسكب األحلان /إذ ن بدأ الغناء ف الس

Idz nabdaˈul-ghina> a fi>s-sachar/ Wanaskubul-alcha>n (al-I>sa>, 2009:86).

Lalu kita mulai bernyanyi di awal pagi/ Dan kita tuangkan melodi-

melodi (al-I>sa>, 2009:86).

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara menimbulkan sugesti

suasana yang gembira, menyenangkan dan ceria. Selain bunyi konsonan

bersuara, pada bait kedua ini juga ditemukan penggunaan bunyi konsonan

tidak bersuara yaitu bunyi huruf fa>’, si>n, cha>’ dan ka>f. Meskipun demikian,

bunyi konsonan tidak bersuara yang digunakan jumlahnya tidak banyak.

Sementara itu pada bait ketiga, juga masih didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara, sebagaimana dapat ditemukan pada

kutipan berikut:

وات /احلياة لنوقظ

العيسى، ) باألجنحة.. /ويسطع الفضاء /وي عبق اذلواء /ف العال ادل

Page 120: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

151

86-87: 2009 ).

Linu>qizha al-chaya>h/ Fi>l-‘a>lamil-mawa>t/ Waya‘baqu al-hawa> /

Wayastha‘u al-fadha>ˈ/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86-87).

Untuk membangkitkan kehidupan/ Di tanah tandus/ Dan merasuki

udara/ Menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap (al-I>sa>,

2009:86-87).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bait ini yaitu bunyi

huruf la>m, nu>n, dza>’, ya>’, ‘ain, mi>m, wau, ba>’, hamzah, dha>d, dan ji>m.

Dominasi bunyi konsonan bersuara mendukung terbentuknya bunyi efoni

atau berirama dan merdu. Bunyi efoni inilah yang menimbulkan sugesti

suasana yang ceria, menyenangkan dan meriah.

Selanjutnya, bagian ketiga syair juga terdiri dari tiga bait. Bait

pertama didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara. Pernyataan

ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

نطوي البحار /نوب أقطار البلد الشاسعة /وىذه الثرى لنا /اجلو لنامالك /ن الطيور..ن .( 2009 :87العيسى، ) الواسعة

Nachnu ath-Thuyu>r../ Mama>likul-jawwi lana>/ Wa ha>dzihits-tsara> lana>/ Naju>bu aqtha>ral-bila>disy-sya>si‘ah/ Nathwi>l-bicha>ral-wa>si‘ah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kerajaan udara milik kita/ Dan ini adalah

kekayaan kita/ Kita jelajahi tanah negeri-negeri yang membentang/

Kita arungi laut luas (al-I>sa>, 2009:87).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bait pertama ini yaitu

bunyi huruf nu>n, la>m, ya>’, ra>’, mi>m, ji>m, wau, dza>l, ba>’, hamzah, da>l, dan

‘ain. Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara menimbulkan sugesti

suasana yang gembira, menyenangkan dan ceria.

Page 121: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

152

Selanjutnya, pada bait kedua, juga masih didominasi oleh penggunaan

bunyi konsonan bersuara. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

لم /ون زرع الوئام /بألف لون.. ألف لون.. /وأشرعت أب واب نا /حيث ارتت أسراب نا /واحلب والس

.( 2009 :87العيسى، ) باألجنحة /ويسطع الفضاء /ي عبق اذلواء

Wanazra‘ul-wiˈa>m/ Wal-chubbu was-sala>m/ Chaitsu irtamat asra>buna>/ Wausyri‘at abwa>buna>/ Biˈalfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wa yastha‘ul-fadha> / Bil-ajnichah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita tanam harmoni/ Cinta dan perdamaian/ Dimanapun sarang-sarang

kita tergeletak/ Dan terbukalah pintu-pintu kita/ Dengan seribu warna

.. seribu warna ../ Merasuki udara/ Dan menyemarakkan angkasa/

Dengan sayap-sayap (al-I>sa>, 2009:87).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bait ini yaitu bunyi

huruf wau, nu>n, za>’, ra>’, ‘ain, la>m, hamzah, mi>m, ba>’, ya>’, dha>d, dan ji>m.

Adanya dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan

sugesti suasana yang riang, menyenangkan, hangat dan penuh kasih sayang.

Pada bait kedua ini, juga ditemukan salah satu bentuk repetisi atau

pengulangan yaitu berupa epizeuksis. Epizeuksis merupakan pengulangan

yang bersifat langsung, kata yang dipentingkan diulang beberapa kali

berturut-turut (Keraf, 2007:127). Epizeuksis terjadi pada kata ‚alfi launin‛.

Kata tersebut diulang sebanyak dua kali secara berturut-turut pada baris yang

sama.

Sementara itu, pada bait ketiga penggunaan bunyi konsonan bersuara

dan bunyi konsonan tidak bersuara berada dalam jumlah yang hampir sama.

Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :87العيسى، ) نن الطيور.. /الطيور.. نن

Page 122: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

153

Nachnu Ath-thuyu>r../ Nachnu Ath-thuyu>r.. (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kita adalah burung .. (al-I>sa>, 2009:87).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bait ini yaitu bunyi

huruf nu>n, ya>’, dan ra>’. Sedangkan bunyi konsonan tidak bersuara yang

digunakan yaitu bunyi huruf cha>’ dan tha>’. Penggunaan bunyi konsonan

bersuara dan bunyi konsonan tidak bersuara dalam jumlah yang hampir sama,

menimbulkan sugesti suasana yang netral dan seimbang.

Pada bait ketiga ini ditemukan repetisi atau pengulangan. Pengulangan

ini terjadi dalam bentuk pengulangan kalimat. Kalimat ‚Nachnu Ath-

thuyu>r..‛ diulang dua kali, yaitu pada baris pertama dan kedua. Repetisi pada

bait ini berfungsi untuk memberikan penekanan dan memperoleh makna yang

mendalam pada kata atau kalimat yang dimaksudkan.

Repetisi pada syair ini juga terlihat pada pengulangan beberapa

kalimat yang sama pada setiap bagian syair. Kalimat yang diulang tersebut

yaitu “Ya‘baqul-hawa>ˈ/ Wa yastha‘ul-fadha> / Bil-ajnichah”. Ketiga baris

kalimat ini diulang pada bagian pertama syair, bagian kedua bait ketiga, dan

bagian ketiga bait kedua. Pengulangan ini semakin mempertegas makna dari

kalimat-kalimat yang diulang.

Dengan mempertimbangkan aspek irama yang terdiri dari metrum dan

ritme, maka syair ini dapat dikategorikan ke dalam syi‘r churr. Syi‘r churr

yaitu syair yang tidak terikat oleh aturan wazan, qa>fiyah, maupun taf‘ila>t,

akan tetapi masih terikat dengan satuan irama khusus yang menjadi

karakteristik karya sastra bernilai tinggi. Penyair hanya mengungkapkan

Page 123: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

154

perasaan dan imajinasinya sehingga iramanya bersifat subjektif (Husein

dalam Muzakki, 2006:53). Hal ini dikarenakan syair Ughniyyatut-Thuyu>r

tidak menggunakan wazan yang tetap pada setiap baitnya.

b. Lapis Arti

Lapis arti adalah lapis kedua yang ditimbulkan oleh adanya lapis

bunyi. Lapis arti berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat

(Pradopo, 2014:15).

Bagian pertama syair Ughniyyatuth-Thuyu>r menggambarkan tentang

aktivitas kawanan burung. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

/ي عبق اذلواء /لون.. ألف لون بألف /باألجنحة.. /ونأل الفضاء /السماء ن زين /نن الطيور..

.( 2009 :86العيسى، ) باألجنحة.. /ضاء ويسطع الف

Nachnu ath-Thuyu>r../ Nuzayyinus-sama>ˈ/ Wa namlaˈul-fadha> / Bil-ajnichah../ Bi alfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wayastha‘ul-fadha>/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86).

Kita adalah burung ../ Menghiasi langit/ Memenuhi angkasa/ Dengan

sayap-sayap../ Dengan seribu warna.. Seribu warna/ Merasuki udara/

Dan menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap.. (al-I>sa>,

2009:86).

Si pelaku (kita) dalam syair ini adalah burung-burung. Mereka

menghiasi langit dan memenuhi angkasa dengan sayap-sayap mereka yang

beraneka warna. Mereka terbang memasuki udara dan menyemarakkan

angkasa dengan warna sayap-sayap mereka.

Kemudian, bagian kedua bait pertama hingga bait ketiga menceritakan

tentang aktivitas yang dilakukan oleh burung-burung. Pada bait pertama,

aktivitas yang dilakukan oleh burung-burung adalah sebagai berikut:

Page 124: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

155

جر ي هفو /نن الطيور.. .( 2009 :86العيسى، ) وت نتشي األغصان /إل لقائنا الش

Nachnu ath-Thuyu>r../ Yahfu> ila> liqa>ˈina> asy-syajar/ Watantasyi>l-aghsha>n (al-I>sa>, 2009:86).

Kita adalah burung ../ Pohon ingin bertemu kita segera/ ranting-

ranting membeku (al-I>sa>, 2009:86).

Mereka adalah burung, karena itu pohon ingin segera berjumpa

dengan mereka. Ranting-ranting pepohonanpun membeku menantikan

perjumpaannya dengan burung.

Selanjutnya, bait kedua juga masih menceritakan tentang aktivitas

yang dilakukan oleh burung-burung. Aktivitas itu dapat diketahui dari kutipan

berikut:

حر .( 2009 :86العيسى، ) ونسكب األحلان /إذ ن بدأ الغناء ف الس

Idz nabdaˈul-ghina> a fi>s-sachar/ Wanaskubul-alcha>n (al-I>sa>, 2009:86).

Lalu kita mulai bernyanyi di awal pagi/ Dan kita tuangkan melodi-

melodi (al-I>sa>, 2009:86).

Selain hinggap di atas ranting-ranting pepohonan, burung-burung juga

berkicau di awal pagi hari untuk menyanyikan lagu. Mereka tuangkan

melodi-melodi di antara ranting-ranting pepohonan.

Sementara itu, pada bait ketiga menggambarkan tentang aktivitas yang

dilakukan oleh burung-burung sebagai kelanjutan dari bait pertama dan bait

kedua. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

وات /لنوقظ احلياة

العيسى، ) باألجنحة.. /ويسطع الفضاء /وي عبق اذلواء /ف العال ادل

86-87: 2009 ).

Linu>qizha al-chaya>h/ Fi>l-‘a>lamil-mawa>t/ Waya‘baqu al-hawa> /

Wayastha‘u al-fadha>ˈ/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86-87).

Page 125: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

156

Untuk membangkitkan kehidupan/ Di tanah tandus/ Dan merasuki

udara/ Menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap (al-I>sa>,

2009:86-87).

Setelah hinggap di atas pepohonan, burung-burung menyanyikan lagu-

lagu ketika pagi mulai menjelang. Melalui kicauan lagu-lagunya itulah

membuat suasana pagi menjadi semarak. Selain itu burung-burung juga

membangkitkan kehidupan di tanah yang tandus. Mereka terbang ke udara

dan menyemarakkan angkasa dengan sayap-sayap mereka.

Pada bagian ketiga syair, terdiri dari tiga bait. Bait pertama

menceritakan tentang kepemilikan kita (burung). Analisis ini berdasarkan

pada kutipan berikut:

نطوي البحار /نوب أقطار البلد الشاسعة /وىذه الثرى لنا /اجلو لنامالك /ن الطيور..ن .( 2009 :87العيسى، ) الواسعة

Nachnu ath-Thuyu>r../ Mama>likul-jawwi lana>/ Wa ha>dzihits-tsara> lana>/ Naju>bu aqtha>ral-bila>disy-sya>si‘ah/ Nathwi>l-bicha>ral-wa>si‘ah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kerajaan udara milik kita/ Dan ini adalah

kekayaan kita/ Kita jelajahi tanah negeri-negeri yang membentang/

Kita arungi laut luas (al-I>sa>, 2009:87).

Mereka adalah burung. Udara menjadi kerajaan bagi mereka. Dan

udara juga merupakan kekayaan bagi mereka. Burung-burung itu beterbangan

di udara, menjelajahi negeri-negeri yang membentang luas. Mereka juga

mengarungi luasnya samudera.

Selanjutnya pada bait kedua berisi tentang kecintaan burung-burung

terhadap perdamaian. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

Page 126: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

157

لم واحلب /ون زرع الوئام /بألف لون.. ألف لون.. /وأشرعت أب واب نا /حيث ارتت أسراب نا /والس

.( 2009 :87العيسى، ) باألجنحة /ويسطع الفضاء /ي عبق اذلواء

Wanazra‘ul-wiˈa>m/ Wal-chubbu was-sala>m/ Chaitsu irtamat asra>buna>/ Wausyri‘at abwa>buna>/ Biˈalfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wa yastha‘ul-fadha> / Bil-ajnichah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita tanam harmoni/ Cinta dan perdamaian/ Dimanapun sarang-sarang

kita tergeletak/ Dan terbukalah pintu-pintu kita/ Dengan seribu warna

.. seribu warna ../ Merasuki udara/ Dan menyemarakkan angkasa/

Dengan sayap-sayap (al-I>sa>, 2009:87).

Burung-burung menebarkan harmoni, cinta dan perdamaian. Di

manapun letak sarang-sarang mereka, sarang-sarang tersebut selalu terbuka

bagi yang lainnya. Mereka terbang di udara dan senantiasa menyemarakkan

angkasa dengan sayap-sayap mereka yang beraneka warna.

Sementara itu, pada bait ketiga berisi pengulangan yang mempertegas

keberadaan burung sebagai tokoh yang diceritakan dalam syair ini.

Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

.( 2009 :87العيسى، ) نن الطيور.. /الطيور.. نن

Nachnu Ath-thuyu>r../ Nachnu Ath-thuyu>r.. (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kita adalah burung .. (al-I>sa>, 2009:87).

Baris pertama dan kedua memiliki arti “Kita adalah burung..”.

ungkapan ini mempertegas bahwa sosok yang diceritakan dalam syair ini

adalah burung, bukan yang lainnya.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis hal-hal yang dikemukakan merupakan lapis ketiga dalam

analisis strata norma Roman Ingarden dan muncul karena adanya lapis arti.

Page 127: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

158

Lapis ketiga ini berupa subjek (pelaku), objek, latar, dan alur (dunia

pengarang) (Pradopo, 2014:15).

Subjek atau pelaku yang dikemukakan dalam syair ini yaitu ‚ath-

thuyu>r‛ atau burung-burung. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

.( 2009 :87العيسى، ) نن الطيور.. /الطيور.. نن

Nachnu Ath-thuyu>r../ Nachnu Ath-thuyu>r.. (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kita adalah burung .. (al-I>sa>, 2009:87).

Keberadaan pelaku burung-burung juga dipertegas dengan

penggunaan kalimat “Nachnu Ath-thuyu>r..‛ yang berarti “Kita adalah

burung..” yang diulang-ulang pada setiap bagian syair. Pada bagian pertama

kalimat ini diulang satu kali. Selanjutnya pada bagian kedua, kalimat tersebut

diulang kembali pada bait pertama. Sementara itu, pada bagian ketiga syair,

kalimat ini diulang sebanyak tiga kali, yaitu satu kali pada bait pertama dan

dua kali pada bait ketiga. Pengulangan terhadap kalimat ini mempertegas

eksistensi burung-burung sebagai pelaku atau tokoh dalam syair ini.

Selain subjek atau pelaku, hal yang dikemukakan selanjutnya yaitu

latar. Latar waktu yang terdapat pada syair ini yaitu di awal pagi. Latar waktu

ini dapat ditemukan pada kutipan berikut:

حر .( 2009 :86العيسى، ) ونسكب األحلان /إذ ن بدأ الغناء ف الس

Idz nabdaˈul-ghina> a fi>s-sachar/ Wanaskubul-alcha>n (al-I>sa>, 2009:86).

Lalu kita mulai bernyanyi di awal pagi/ Dan kita tuangkan melodi-

melodi (al-I>sa>, 2009:86).

Page 128: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

159

Awal pagi menjadi latar waktu pada syair ini, khususnya pada bagian

kedua dalam bait kedua. Di awal pagi itulah burung-burung mulai bernyanyi.

Mereka tuangkan melodi-melodi di awal pagi itu.

Selain latar waktu, pada syair ini juga ditemukan latar tempat. Latar

tempat yang berbeda ditemukan pada beberapa bagian dalam syair ini. Pada

bagian pertama, latar tempat yang digunakan yaitu langit, angkasa, dan udara.

Ketiga latar tempat ini dapat ditemukan pada kutipan berikut:

/ي عبق اذلواء /لون.. ألف لون بألف /باألجنحة.. /ونأل الفضاء /ن زين السماء /نن الطيور..

.( 2009 :86العيسى، ) باألجنحة.. /ضاء ويسطع الف

Nachnu ath-Thuyu>r../ Nuzayyinus-sama>ˈ/ Wa namlaˈul-fadha> / Bil-ajnichah../ Bi alfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wayastha‘ul-fadha>/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86).

Kita adalah burung ../ Menghiasi langit/ Memenuhi angkasa/ Dengan

sayap-sayap../ Dengan seribu warna.. Seribu warna/ Merasuki udara/

Dan menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap.. (al-I>sa>,

2009:86).

Langit, angkasa, dan udara menjadi tempat terbang bagi burung-

burung. Mereka memenuhi dan menghiasi ketiga tempat itu dengan warna

sayap-sayap mereka yang beraneka ragam.

Latar tempat juga ditemukan pada bagian kedua syair, yaitu di bait

ketiga. Latar tempat pada bait ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

/لنوقظ احلياة

العيسى، ) باألجنحة.. /ويسطع الفضاء /وي عبق اذلواء /وات ف العال ادل

86-87: 2009 ).

Linu>qizha al-chaya>h/ Fi>l-‘a>lamil-mawa>t/ Waya‘baqu al-hawa> /

Wayastha‘u al-fadha>ˈ/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86-87).

Page 129: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

160

Untuk membangkitkan kehidupan/ Di tanah tandus/ Dan merasuki

udara/ Menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap (al-I>sa>,

2009:86-87).

Burung-burung membangkitkan kehidupan di tanah tandus. Mereka

juga memasuki udara dan menyemarakkan angkasa dengan sayap-sayap

mereka. Pada bait ini, tanah tandus, udara, dan angkasa menjadi latar tempat

terjadinya berbagai aktivitas yang dilakukan oleh burung-burung.

Sementara itu, pada bagian ketiga bait pertama, latar tempat yang

dikemukakan yaitu tanah negeri-negeri yang membentang dan lautan luas.

Kedua latar ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

نطوي البحار /نوب أقطار البلد الشاسعة /وىذه الثرى لنا /اجلو لنامالك /ن الطيور..ن .( 2009 :87العيسى، ) الواسعة

Nachnu ath-Thuyu>r../ Mama>likul-jawwi lana>/ Wa ha>dzihits-tsara> lana>/ Naju>bu aqtha>ral-bila>disy-sya>si‘ah/ Nathwi>l-bicha>ral-wa>si‘ah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kerajaan udara milik kita/ Dan ini adalah

kekayaan kita/ Kita jelajahi tanah negeri-negeri yang membentang/

Kita arungi laut luas (al-I>sa>, 2009:87).

Tanah negeri-negeri yang membentang dan lautan luas menjadi latar

pada bagian ketiga bait pertama ini. Kedua tempat tersebut menjadi latar pada

bagian ini karena disitulah burung-burung berkelana.

Selanjutnya, pada bagian ketiga bait kedua syair ini latar tempat yang

dikemukakan yaitu udara dan angkasa. Kedua tempat ini dapat ditemukan

pada kutipan berikut:

لم /ون زرع الوئام /لون..بألف لون.. ألف /وأشرعت أب واب نا /حيث ارتت أسراب نا /واحلب والس

.( 2009 :87العيسى، ) باألجنحة /ويسطع الفضاء /ي عبق اذلواء

Page 130: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

161

Wanazra‘ul-wiˈa>m/ Wal-chubbu was-sala>m/ Chaitsu irtamat asra>buna>/ Wausyri‘at abwa>buna>/ Biˈalfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wa yastha‘ul-fadha> / Bil-ajnichah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita tanam harmoni/ Cinta dan perdamaian/ Dimanapun sarang-sarang

kita tergeletak/ Dan terbukalah pintu-pintu kita/ Dengan seribu warna

.. seribu warna ../ Merasuki udara/ Dan menyemarakkan angkasa/

Dengan sayap-sayap (al-I>sa>, 2009:87).

Udara dan angkasa menjadi tempat terbang bagi burung-burung.

Mereka memenuhi dan menghiasi kedua tempat itu dengan warna sayap-

sayap mereka yang beraneka ragam. Untuk itulah kedua tempat ini menjadi

latar pada bagian ketiga bait kedua syair ini.

Setelah subjek dan latar, hal yang dikemukakan selanjutnya adalah

objek. Setiap bagian dalam syair ini memiliki objek yang berbeda-beda. Pada

bagian pertama, objek yang dikemukakan yaitu langit, angkasa, dan udara.

Ketiga objek ini dapat ditemukan pada kutipan berikut:

/ي عبق اذلواء /لون.. ألف لون بألف /باألجنحة.. /ونأل الفضاء /ن زين السماء /نن الطيور..

.( 2009 :86العيسى، ) باألجنحة.. /ضاء ويسطع الف

Nachnu ath-Thuyu>r../ Nuzayyinus-sama>ˈ/ Wa namlaˈul-fadha> / Bil-

ajnichah../ Bi alfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wayastha‘ul-

fadha>/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86).

Kita adalah burung ../ Menghiasi langit/ Memenuhi angkasa/ Dengan

sayap-sayap../ Dengan seribu warna.. Seribu warna/ Merasuki udara/

Dan menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap.. (al-I>sa>,

2009:86).

Selain menjadi keterangan tempat, ketiga hal tersebut juga menjadi

objek pada bagian pertama ini. Hal ini karena ketiga tempat tersebut menjadi

sasaran perbuatan burung-burung. Sementara itu, untuk kata sayap-sayap dan

seribu warna, menjadi keterangan alat pada bagian ini.

Page 131: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

162

Selanjutnya, objek yang dikemukakan pada bagian kedua bait pertama

yaitu kita (burung-burung). Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

جر ي هفو /نن الطيور.. .( 2009 :86العيسى، ) وت نتشي األغصان /إل لقائنا الش

Nachnu ath-Thuyu>r../ Yahfu> ila> liqa>ˈina> asy-syajar/ Watantasyi>l-aghsha>n (al-I>sa>, 2009:86).

Kita adalah burung ../ Pohon ingin bertemu kita segera/ ranting-

ranting membeku (al-I>sa>, 2009:86).

Selain menjadi subjek, kita (burung-burung) juga berkedudukan

sebagai objek pada bagian kedua bait pertama ini. Hal ini dikarenakan kita

(burung-burung) menjadi sasaran yang ingin ditemui oleh pohon. Jadi, selain

berkedudukan sebagai objek karena menjadi isi nyanyian burung-burung,

pohon juga berperan sebagai subjek karena melakukan aktivitas. Begitu juga

dengan ranting-ranting, selain berperan sebagai objek karena menjadi isi dari

nyanyian burung-burung, ranting-ranting juga menjadi subjek karena

melakukan suatu aktivitas yaitu membeku.

Selanjutnya, pada bait kedua bagian kedua syair ini, objek yang

dikemukakan adalah melodi-melodi. Objek ini dapat ditemukan pada kutipan

berikut:

حر .( 2009 :86العيسى، ) ونسكب األحلان /إذ ن بدأ الغناء ف الس

Idz nabdaˈul-ghina> a fi>s-sachar/ Wanaskubul-alcha>n (al-I>sa>, 2009:86).

Lalu kita mulai bernyanyi di awal pagi/ Dan kita tuangkan melodi-

melodi (al-I>sa>, 2009:86).

Melodi-melodi menjadi objek pada bait kedua bagian kedua syair ini.

Hal ini karena melodi-melodi menjadi sasaran dari perbuatan burung-burung,

yaitu dinyanyikan.

Page 132: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

163

Sementara itu, pada bait ketiga bagian kedua syair ini, objek yang

dikemukakan yaitu kehidupan, udara, dan angkasa. Ketiga objek ini dapat

dilihat pada kutipan berikut:

وات /لنوقظ احلياة

العيسى، ) باألجنحة.. /ويسطع الفضاء /وي عبق اذلواء /ف العال ادل

86-87: 2009 ).

Linu>qizha al-chaya>h/ Fi>l-‘a>lamil-mawa>t/ Waya‘baqu al-hawa> /

Wayastha‘u al-fadha>ˈ/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86-87).

Untuk membangkitkan kehidupan/ Di tanah tandus/ Dan merasuki

udara/ Menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap (al-I>sa>,

2009:86-87).

Kehidupan, udara, dan angkasa menjadi objek pada bait ketiga bagian

kedua syair ini karena ketiga hal tersebut menjadi sasaran dari perbuatan

burung-burung. Selain itu, ketiga hal ini berkedudukan sebagai objek karena

menjadi isi dari nyanyian burung-burung.

Kemudian, objek yang dikemukakan pada bait pertama bagian ketiga

yaitu tanah negeri-negeri yang membentang dan laut yang luas. Kedua objek

ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

نطوي البحار /أقطار البلد الشاسعة نوب /وىذه الثرى لنا /اجلو لنامالك /ن الطيور..ن .( 2009 :87العيسى، ) الواسعة

Nachnu ath-Thuyu>r../ Mama>likul-jawwi lana>/ Wa ha>dzihits-tsara> lana>/ Naju>bu aqtha>ral-bila>disy-sya>si‘ah/ Nathwi>l-bicha>ral-wa>si‘ah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kerajaan udara milik kita/ Dan ini adalah

kekayaan kita/ Kita jelajahi tanah negeri-negeri yang membentang/

Kita arungi laut luas (al-I>sa>, 2009:87).

Page 133: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

164

Tanah negeri-negeri yang membentang dan laut yang luas berperan

sebagai objek pada bait pertama bagian ketiga syair ini karena keduanya

menjadi sasaran dari aktivitas yang dilakukan oleh burung-burung. Selain itu,

kedua hal tersebut berkedudukan sebagai objek karena menjadi isi dari

nyanyian burung-burung.

Selanjutnya, objek yang dikemukakan pada bait kedua bagian ketiga

syair ini yaitu harmoni, cinta, perdamaian, udara, dan angkasa. Kelima objek

tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:

لم /ون زرع الوئام /بألف لون.. ألف لون.. /وأشرعت أب واب نا /حيث ارتت أسراب نا /واحلب والس

.( 2009 :87العيسى، ) باألجنحة /ويسطع الفضاء /ي عبق اذلواء

Wanazra‘ul-wiˈa>m/ Wal-chubbu was-sala>m/ Chaitsu irtamat asra>buna>/ Wausyri‘at abwa>buna>/ Biˈalfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wa yastha‘ul-fadha> / Bil-ajnichah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita tanam harmoni/ Cinta dan perdamaian/ Dimanapun sarang-sarang

kita tergeletak/ Dan terbukalah pintu-pintu kita/ Dengan seribu warna

.. seribu warna ../ Merasuki udara/ Dan menyemarakkan angkasa/

Dengan sayap-sayap (al-I>sa>, 2009:87).

Harmoni, cinta, perdamaian, udara, dan angkasa berperan sebagai

objek pada bait kedua bagian ketiga syair ini karena kelima hal tersebut

menjadi sasaran dari aktivitas yang dilakukan oleh burung-burung. Selain itu,

kelima hal tersebut berkedudukan sebagai objek karena menjadi isi dari

nyanyian burung-burung.

Sementara itu, pada bait ketiga bagian ketiga syair ini, objek yang

dikemukakan berupa kita (burung-burung itu sendiri). Objek ini dapat dilihat

pada kutipan berikut:

.( 2009 :87العيسى، ) نن الطيور.. /الطيور.. نن

Page 134: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

165

Nachnu Ath-thuyu>r../ Nachnu Ath-thuyu>r.. (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kita adalah burung .. (al-I>sa>, 2009:87).

Burung-burung menjadikan dirinya sendiri sebagai isi dari

nyanyiannya. Karena hal itulah kita (burung-burung) berperan sebagai objek

dalam bait ketiga bagian ketiga syair ini.

Hal yang dikemukakan terakhir setelah subjek, latar, dan objek yaitu

dunia pengarang. Dunia pengarang adalah ceritanya, yang merupakan dunia

imajinasi ciptaan pengarang. Dunia pengarang juga disebut alur yang

merupakan gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan,

latar, dan pelaku (Pradopo, 2014:18). Dunia pengarang pada syair

Ughniyyatuth-Thuyu>r adalah sebagai berikut:

Burung-burung menyanyikan sebuah lagu tentang diri mereka yang

tertuang dalam tiga bagian syair. Pada bagian pertama, mereka mengatakan

bahwa mereka adalah burung-burung. Mereka terbang ke udara, menghiasi

langit dan memenuhi angkasa dengan sayap-sayap mereka yang beraneka

warna. Selanjutnya pada bagian kedua, mereka menegaskan kembali bahwa

mereka adalah burung-burung. Pepohonan ingin segera bertemu dengan

mereka. Ranting-rantingpun membeku menantikan perjumpaan itu. Burung-

burung senantiasa menyanyikan melodi-melodi di awal pagi. Mereka

bangkitkan kehidupan di tanah yang tandus. Lalu mereka kembali terbang

menuju udara, menyemarakkan angkasa dengan sayap-sayap mereka.

Sementara itu, pada bagian ketiga, burung-burung menceritakan bahwa

mereka menebarkan harmoni, cinta, dan perdamaian. Dimanapun sarang

Page 135: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

166

mereka berada, pintu-pintu mereka akan selalu terbuka. Sekali lagi, mereka

terbang menuju udara dan menyemarakkan angkasa dengan sayap-sayap

mereka yang beraneka warna, karena mereka adalah burung-burung.

d. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan lapis keempat dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Lapis dunia di pandang dari titik tertentu, tidak perlu

dinyatakan, akan tetapi sudah implisit terkandung di dalam sebuah karya

sastra (Pradopo, 2014:17).

Lapis dunia pada syair ini ditemukan pada bagian kedua syair yang

terdiri dari tiga bait syair. Pada bagian kedua ini menceritakan tentang

aktivitas burung-burung di pagi hari, sebagaimana dapat dilihat pada kutipan

berikut:

جر ي هفو /نن الطيور.. وت نتشي األغصان /إل لقائنا الش

حر ونسكب األحلان /إذ ن بدأ الغناء ف الس

وات /لنوقظ احلياة

العيسى، ) باألجنحة.. /ويسطع الفضاء /اذلواء وي عبق /ف العال ادل

86-87: 2009 ).

Nachnu ath-Thuyu>r../ Yahfu> ila> liqa>ˈina> asy-syajar/ Watantasyi>l-aghsha>n.

Idz nabdaˈul-ghina> a fi>s-sachar/ Wanaskubul-alcha>n.

Linu>qizha al-chaya>h/ Fi>l-‘a>lamil-mawa>t/ Waya‘baqu al-hawa> / Wayastha‘u al-fadha>ˈ/ Bil-ajnichah.. (al-I>sa>, 2009:86-87).

Kita adalah burung ../ Pohon ingin bertemu kita segera/ ranting-

ranting membeku.

Lalu kita mulai bernyanyi di awal pagi/ Dan kita tuangkan melodi

melodi.

Page 136: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

167

Untuk membangkitkan kehidupan/ Di tanah tandus/ Dan merasuki

udara/ Menyemarakkan angkasa/ Dengan sayap-sayap (al-I>sa>,

2009:86-87).

Setiap pagi menjelang, burung-burung selalu berkicau sambil

berloncat-loncatan di antara ranting-ranting pepohonan. Kicauan mereka

memecahkan keheningan pagi. Burung-burung juga membangkitkan kembali

kehidupan di tanah yang tandus dengan menyebarkan biji-bijian yang terjatuh

dari paruh mereka saat makan. Pernyataan ini tidak dicantumkan secara

eksplisit di dalam kata-kata syair, akan tetapi sudah implisit di dalam kata-

kata syair lainnya, yang sudah tersusun. Pernyataan tersebut juga dapat

ditemukan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Sehingga tanpa perlu

dinyatakan, sudah dianggap diketahui oleh para pembaca.

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca

berkontemplasi atau melakukan perenungan. Lapis metafisis merupakan lapis

kelima dalam analisis strata norma Roman Ingarden yang berupa sifat-sifat

metafisis (sublim, tragis, mengerikan, menakutkan, suci, dan lainnya).

Dengan hadirnya sifat-sifat inilah seorang pembaca akan melakukan sebuah

perenungan. Akan tetapi, tidak semua karya sastra mengandung lapis

metafisis ini (Pradopo, 2014:15).

Karya sastra yang mengandung lapis metafisis merupakan karya sastra

yang mencapai tingkatan keempat atau niveau human dan kelima atau niveau

religius (filosofis) dalam tingkatan pengalaman jiwa. Adapun tingkatan

pertama atau niveau anorganis yang terjelma pada karya sastra hanya berupa

Page 137: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

168

pola bunyi, irama, baris, sajak, alenia, kalimat, gaya bahasa dan sebagainya.

Untuk tingkatan kedua atau niveau vegetatif yang terjelma dalam karya sastra

berupa suasana-suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian-rangkaian kata-kata

itu. Tingkatan ketiga atau niveau animal merupakan tingkatan yang dicapai

oleh binatang dan sudah ada nafsu jasmaniahnya. Tingkatan ini jika terjelma

dalam kata berupa nafsu-nafsu naluriah seperti makan, minum, dan

sebagainya (Pradopo, 1994:55-59).

Sementara itu, tingkatan pengalaman jiwa keempat atau niveau human

jika terjelma ke dalam karya sastra dapat berupa renungan-renungan batin dan

moral, konflik kejiwaan, serta rasa simpati dan segala pengalaman yang

dirasakan manusia. Sedang tingkatan kelima atau niveau religius (filosofis)

berupa renungan batin sampai hakikat, hubungan tuhan dengan manusia,

renungan filsafat dan metafisis, dan sebagainya (Pradopo, 1994:58).

Renungan pada tingkatan niveau human pada syair Ughniyyatuth-

Thuyu>r yaitu berupa rasa cinta terhadap keharmonisan dan perdamaian.

Dengan mencintai keharmonisan dan perdamaian, maka akan terciptalah

sebuah kerukunan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan

bingkai keharmonisan dan perdamaian pula, manusia akan dapat hidup

berdampingan dengan tenang, aman, dan tentram.

Sementara itu, renungan pada tingkatan niveau religius (filosofis)

yaitu berupa ajaran untuk senantiasa bersyukur terhadap segala hal yang telah

diciptakan oleh Tuhan. Rasa syukur ini dapat ditunjukkan dengan cara

menikmati dan menjaga segala ciptaan-Nya yang ada di alam ini.

Page 138: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

169

Berdasarkan hasil analisis syair keempat dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatuth-Thuyu>r karya

Sulaima>n al-I>sa> masuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung tema

tentang “keharmonisan” (الوئام). Isinya menceritakan tentang burung-burung

yang menyanyikan sebuah lagu mengenai diri mereka. Mereka terbang ke

udara, menghiasi langit dan memenuhi angkasa dengan sayap-sayap mereka

yang beraneka warna. Burung-burung juga menyanyikan melodi-melodi di

awal pagi di antara ranting-ranting pepohonan. Mereka bangkitkan kehidupan

di tanah yang tandus. Mereka juga menebarkan harmoni, cinta, dan

perdamaian. Dimanapun sarang mereka berada, pintu-pintu mereka akan

selalu terbuka. Keharmonisan, cinta, dan perdamaian yang ditebarkan oleh

burung-burung ini, mengingatkan pembaca bahwa dengan ketiga hal tersebut,

maka akan terciptalah sebuah kerukunan dan kesatuan dalam kehidupan

bermasyarakat. Dengan bingkai keharmonisan dan perdamaian pula, manusia

akan dapat hidup berdampingan dengan tenang, aman, dan tentram.

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Syair merupakan salah satu genre sastra, karena itu tentunya mengandung

pesan dan amanat yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Terlebih puisi

yang ditujukan untuk pembaca anak-anak, pesan dan amanat yang berupa nilai-

Page 139: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

170

nilai pendidikan karakter sangat ditekankan. Hal ini mengingat usia anak-anak

merupakan usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter ini, bisa melalui berbagai

media, salah satunya syair. Hanya saja, seringkali nilai-nilai pendidikan karakter

ini tidak disebutkan secara eksplisit, akan tetapi implisit di dalam rangkaian kata-

kata syair yang indah. Berkaitan dengan hal itu, maka diperlukan adanya analisis

terhadap nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, sehingga memudahkan anak-

anak untuk memahaminya.

Analisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatuth-Thuyu>r berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter

menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Berdasarkan sembilan pilar tersebut, nilai-nilai pendidikan karakter yang

terkandung pada syair ini adalah sebagai berikut:

a. Senantiasa Bersyukur

Senantiasa bersyukur merupakan penjabaran nilai karakter pertama

dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU

No. 20 tahun 2003 pasal 3, yaitu nilai karakter cinta Tuhan dan segenap

ciptaan-Nya (Samani, 2013:106). Karakter senantiasa bersyukur pada syair

ini ditampilkan oleh sikap burung-burung sebagaimana tertuang dalam

kutipan syair berikut:

نطوي البحار /نوب أقطار البلد الشاسعة /وىذه الثرى لنا /اجلو لناك مال /ن الطيور..ن .( 2009 :87العيسى، ) الواسعة

Page 140: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

171

Nachnu ath-Thuyu>r../ Mama>likul-jawwi lana>/ Wa ha>dzihits-tsara> lana>/ Naju>bu aqtha>ral-bila>disy-sya>si‘ah/ Nathwi>l-bicha>ral-wa>si‘ah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita adalah burung ../ Kerajaan udara milik kita/ Dan ini adalah

kekayaan kita/ Kita jelajahi tanah negeri-negeri yang membentang/

Kita arungi laut luas (al-I>sa>, 2009:87).

Pada syair ini, rasa syukur burung-burung terhadap karunia Tuhan

yang ada di alam ini, diungkapkan dengan aktivitas berkelana. Mereka

jelajahi setiap jengkal tanah negeri-negeri untuk menikmati keindahan karya

Tuhan yang tersebar luas di permukaan bumi. Mereka arungi lautan luas yang

membiaskan luasnya kekuasaan Tuhan.

Karakter senantiasa bersyukur ini perlu ditanamkan pada diri seorang

anak sejak dini, karena karakter tersebut merupakan tonggak untuk mencapai

kebahagiaan pada diri sendiri. Dengan mensyukuri terhadap segala hal yang

telah diciptakan Tuhan untuk dirinya, maka manusia akan terhindar dari sifat

rakus dan tamak. Senantiasa bersyukur juga akan menumbuhkan rasa percaya

bahwa kebesaran dan kekuasaan Tuhan itu benar-benar nyata.

b. Mencintai keharmonisan dan perdamaian

Nilai karakter cinta keharmonisan dan perdamaian merupakan nilai

karakter kesembilan dalam sembilan pilar nilai karakter menurut

Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013: 106).

Nilai karaker cinta keharmonisan dan perdamaian pada syair ini

tertuang secara eksplisit pada kutipan bagian ketiga bait kedua berikut:

لم /ون زرع الوئام /بألف لون.. ألف لون.. /وأشرعت أب واب نا /حيث ارتت أسراب نا /واحلب والس

.( 2009 :87العيسى، ) باألجنحة /ويسطع الفضاء /ي عبق اذلواء

Page 141: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

172

Wanazra‘ul-wiˈa>m/ Wal-chubbu was-sala>m/ Chaitsu irtamat asra>buna>/ Wausyri‘at abwa>buna>/ Biˈalfi launin.. alfi launin../ Ya‘baqul-hawa> / Wa yastha‘ul-fadha> / Bil-ajnichah (al-I>sa>, 2009:87).

Kita tanam harmoni/ Cinta dan perdamaian/ Dimanapun sarang-sarang

kita tergeletak/ Dan terbukalah pintu-pintu kita/ Dengan seribu warna

.. seribu warna ../ Merasuki udara/ Dan menyemarakkan angkasa/

Dengan sayap-sayap (al-I>sa>, 2009:87).

Burung-burung menebarkan harmoni, cinta, dan perdamaian.

Dimanapun sarang-sarang mereka berada, pintu-pintu mereka selalu terbuka

untuk yang lainnya. Dari sikap burung-burung ini dapat disampaikan kepada

anak-anak bahwa mencintai keharmonisan dan perdamaian sangat penting

bagi manusia. Dengan mencintai keharmonisan dan perdamaian, maka akan

terciptalah sebuah kerukunan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan bingkai keharmonisan dan perdamaian pula, manusia akan dapat

hidup berdampingan dengan tenang, aman, dan tentram.

c. Aktif dan Dinamis

Karakter aktif dan dinamis merupakan penjabaran dari karakter

keenam dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas

dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3, yaitu karakter percaya diri dan kerja

keras (Samani, 2013:106). Karakter aktif dan dinamis pada syair ini

ditunjukkan oleh sikap burung-burung yang suka mengunjungi tempat-tempat

asing, sebagaimana disebutkan pada kutipan berikut:

نطوي البحار /نوب أقطار البلد الشاسعة /وىذه الثرى لنا /اجلو لنامالك /ن الطيور..ن .( 2009 :87العيسى، ) الواسعة

Nachnu ath-Thuyu>r../ Mama>likul-jawwi lana>/ Wa ha>dzihits-tsara> lana>/Naju>bu aqtha>ral-bila>disy-sya>si‘ah/ Nathwi>l-bicha>ral-wa>si‘ah (al-

I>sa>, 2009:87).

Page 142: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

173

Kita adalah burung ../ Kerajaan udara milik kita/ Dan ini adalah

kekayaan kita/ Kita jelajahi tanah negeri-negeri yang membentang/

Kita arungi laut luas (al-I>sa>, 2009:87).

Pada bagian syair di atas disebutkan bahwa burung-burung

menjelajahi tanah negeri-negeri yang membentang. Mereka juga mengarungi

lautan luas. Ini membuktikan bahwa burung-burung suka berpindah dan aktif

bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Hal ini menjadikan burung-

burung menjadi penguasa di udara.

Dari sikap yang ditunjukkan oleh kawanan burung ini, dapat

disampaikan kepada anak-anak bahwa karakter aktif dan dinamis sangat

diperlukan. Manusia harus selalu bergerak dan tidak boleh diam saja.

Karakter aktif dan dinamis penting ada pada diri seseorang, karena tanpa

kedua karakter tersebut, seseorang akan menjadi pribadi yang tertutup,

pemalas, dan tidak berkembang.

Page 143: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

174

F. Syair Ke-6

غنية البجعاتأ وانطلقت البجعات ف الفضاء الرحب، ب عد أن قويت أجنحت ها

ت، وىي ت نشد: واشتد وغازل الفضاء طيي بنا إل األفق

ماء األفق طيي إل حيث ي عانق الس

** ت أجنحة البجع اشتد

يا أشرعة الريح انطلقي

ي يا أسراب البجع مد

راياتك ف األفق

** وملكنا اذلواء كل البحار ملكنا

اء نسري كما نش ىذي الغيوم ف لكنا**

نن البجعات الب يضاء

األوسع اجملهول رواد

وادلاء اجلو األزرق

أرأي تم أحلى أو أمتع ؟

** رة تاء ن عود للبحي إذ ي رحل الش

رة منازل اآلباء ىنا... على البحي

Ughniyyatul-Baja‘a>t

Wainthalaqat al-baja‘a>tu fi>l-fadha> ir-rachbi, ba‘da an qawiyat ajnichatuha> waisytaddat, wahiya tunsyidu:

Thi>ri> bina> ila>l-ufuq Wagha>zili>l-fadha> Thi>ri> ila> chaitsul-ufuq Yu‘a>niqus-sama>ˈ

** Isytaddat ajnichatul-baja‘i Ya> asri‘atar-ri>chi inthaliqi>

Muddi> ya> asra>bal-baja‘i Ra>ya>tiki fi>l-ufuq

174

Page 144: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

175

** Kullul-bicha>ri mulkuna> Wa mulkuna>l-hawa> Hadzi>l-ghuyu>mu fulkuna> Nasri> kama> nasya>ˈ

** Nachnu al-baja‘a>tul-baidha>ˈu

Ruwwa>dul-majhu>lil-awsa‘ Al-jawwul-azraqu wal-ma> u Araˈaitum achla> au amta‘?

** Na‘u>du lilbuchairati Idz yarchalusy-syita>ˈ

Huna> … ‘ala>l-buchairati Mana>zilul-a>ba>

Nyanyian burung-burung pelikan

Burung-burung pelikan menuju ke angkasa yang luas, setelah kuat sayapnya dan

mampu merentang, dia pun bernyanyi:

Terbanglah bersama kami ke kaki langit Dan bercumbu rayulah di angkasa

Terbanglah ke ufuk manapun Memeluk langit

**

Sayap pelikan terentang

O layar angin bergeraklah

Edarkanlah duhai kawanan pelikan

Pandanganmu di cakrawala

**

Seluruh samudera adalah kerajaan kami Dan udarapun kerajaan kami

Awan-awan ini juga kerajaan kami Kami melintas sesuka hati

**

Kami burung pelikan putih

Penjelajah tempat-tempat asing yang luas

Udara yang biru dan air

Menurut kalian adakah yang lebih indah dan menyenangkan dari ini?

**

Kami kembali ke danau Ketika musim dingin pergi

Di sini ... di atas danau Rumah ayah kami

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Bunyi merupakan unsur puisi yang bersifat estetis karena

menimbulkan keindahan dan tenaga ekpresif. Bunyi konsonan dan vokal

disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan

Page 145: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

176

berirama seperti bunyi musik. Dari irama yang beraturan inilah akan

mengalirkan perasaan, imajinasi-imajinasi dalam pikiran atau pengalaman-

pengalaman jiwa pendengarnya (Pradopo, 2014:22-27).

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi), bunyi konsonan bersuara

(voiced), bunyi likuida atau bunyi yang keluar dari sela-sela ujung lidah yang

menempel pada ceruk gigi dan bunyi sengau menimbulkan bunyi merdu dan

berirama (efoni). Bunyi yang merdu itu dapat mendukung suasana yang

mesra, kasih sayang, gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi bunyi

yang tidak merdu dan parau yang disebabkan oleh bunyi konsonan tidak

bersuara (unvoiced) dapat memperkuat suasana yang tidak menyenangkan,

kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Kombinasi bunyi tidak

merdu dan parau disebut dengan kakofoni (Pradopo, 2014: 29-31). Anis

(1999:22) mengkategorikan bunyi huruf-huruf nasal (mi>m dan nu>n) serta

bunyi huruf likuida (la>m dan ra>’) ke dalam bunyi konsonan bersuara

(majhu>rah).

Syair Ughniyyatul-Baja‘a>t diawali dengan prolog atau paragraf

pengantar syair. Bagian prolog ini, penggunaan bunyi konsonan bersuara dan

bunyi konsonan tidak bersuaranya berada dalam jumlah yang hampir sama.

Pernyataan ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ت، وىي ت نشد وانطلقت البجعات ف الفضاء الرحب، ب عد أن قويت أجنحت ها واشتد

.( 2009 :95)العيسى،

Wainthalaqat al-baja‘a>tu fi>l-fadha> ir-rachbi, ba‘da an qawiyat ajnichatuha> waisytaddat, wahiya tunsyidu (al-I>sa>, 2009:95).

Page 146: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

177

Burung-burung pelikan menuju ke angkasa yang luas, setelah kuat

sayapnya dan mampu merentang, dia pun bernyanyi (al-I>sa>, 2009:95).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian prolog ini yaitu

bunyi huruf wau, nu>n, la>m, ba>’, ji>m, ‘ain, dha>d, hamzah, ra>’, dan da>l.

Sedangkan bunyi konsonan tidak bersuara yang digunakan yaitu bunyi huruf

tha>’, qa>f, ta>’, fa>’, cha>’, ha>’, dan syi>n. Penggunaan bunyi konsonan bersuara

dan bunyi konsonan tidak bersuara dalam jumlah yang hampir sama pada

bagian prolog ini menimbulkan sugesti suasana yang netral dan stabil.

Sementara itu, pada bagian prolog ini juga ditemukan aliterasi bunyi huruf

ta>’. Aliterasi merupakan pengulangan bunyi konsonan yang dominan.

Aliterasi huruf ta>’ nampak pada kata inthalaqat, al-baja‘a>tu, qawiyat,

ajnichatuha>, isytaddat, dan tunsyidu. Aliterasi bunyi huruf ta>’ yang

merupakan bunyi konsonan tidak bersuara menghadirkan sugesti suasana

yang kuat, berat dan ada tekanan tertentu.

Selain prolog, syair ini terdiri dari lima bagian syair. Bagian pertama

syair Ughniyyatul-Baja‘a>t didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan

bersuara. Dominasi ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

ماء - طيي إل حيث األفق /وغازل الفضاء - طيي بنا إل األفق ي عانق الس

.( 2009 :95)العيسى،

Thi>ri> bina> ila>l-ufuq – Wagha>zili>l-fadha> / Thi>ri> ila> chaitsul-ufuq - Yu‘a>niqus-sama>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Terbanglah bersama kami ke kaki langit – dan bercumbu rayulah di

angkasa/ Terbanglah ke ufuk manapun – memeluk langit (al-I>sa>,

2009:95).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian pertama syair

ini yaitu bunyi huruf ra>’, ba>’, nu>n, hamzah, la>m, wau, ghain, za>’, dha>d, ya>’,

Page 147: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

178

‘ain, dan mi>m. Dominasi bunyi konsonan bersuara pada bagian pertama ini,

menghadirkan sugesti suasana yang riang, bersahabat, dan menyenangkan.

Pada bagian pertama syair ini juga ditemukan salah satu bentuk

repetisi atau pengulangan yaitu simploke. Simploke merupakan repetisi pada

awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut (Keraf, 2007:128).

Simploke pada bagian pertama ini terjadi pada kata ‚thi>ri>‛ yang diulang pada

awal kalimat pertama dan kedua, serta kata ‚al-ufuq‛ yang diulang pada akhir

kedua kalimat tersebut. Adanya simploke ini berfungsi untuk memberikan

penekanan dan memperoleh makna yang mendalam pada kedua kalimat

tersebut.

Selanjutnya, pada bagian kedua syair juga masih didominasi oleh

bunyi konsonan bersuara. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ت أجنحة البجع ي يا أسراب البجع /يا أشرعة الريح انطلقي /اشتد األفق راياتك ف /مد

.( 2009 :95)العيسى،

Isytaddat ajnichatul-baja‘i/ Ya> asri‘atar-ri>chi inthaliqi>/ Muddi> ya> asra>bal-baja‘i/ Ra>ya>tiki fi>l-ufuq (al-I>sa>, 2009:95).

Sayap pelikan terentang/ O layar angin bergeraklah/ Edarkanlah

duhai kawanan pelikan/ Pandanganmu di cakrawala (al-I>sa>, 2009:95).

Pada bagian kedua syair ini, bunyi konsonan bersuara yang

digunakan yaitu bunyi huruf hamzah, da>l, ji>>m, nu>n, la>m, ba>’, ‘ain, ya>’, ra>’,

dan mi>m. Penggunaan bunyi konsonan bersuara yang lebih banyak dari pada

bunyi konsonan tidak bersuara menghadirkan efek efoni atau bunyi berirama

dan indah. Efek efoni ini menimbulkan sugesti suasana yang ringan, riang,

dan menyenangkan.

Page 148: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

179

Pada bagian kedua ini juga ditemukan salah satu bentuk repetisi, yaitu

epifora. Epifora atau epistrofa merupakan pengulangan kata atau frasa yang

terjadi di akhir baris atau kalimat (Keraf, 2007:128). Epifora pada bagian

kedua ini yaitu berupa pengulangan kata ‚al-baja‘‛ pada akhir baris pertama

dan baris ketiga. Sebagaimana simploke, epifora pada bagian ini berfungsi

untuk memberikan penekanan dan memperoleh makna yang mendalam pada

kedua kata yang diulang tersebut.

Sementara itu, bagian ketiga syair juga masih didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara. Hal ini dapat dilihat pada kutipan

berikut:

.( 2009 :95)العيسى، نسري كما نشاء - ىذي الغيوم ف لكنا /وملكنا اذلواء - كل البحار ملكنا

Kullul-bicha>ri mulkuna> - Wa mulkuna>l-hawa> / Hadzi>l-ghuyu>mu fulkuna> - Nasri> kama> nasya>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Seluruh samudera adalah kerajaan kami – dan udarapun kerajaan

kami/ Awan-awan ini juga kerajaan kami – kami melintas sesuka hati

(al-I>sa>, 2009:95).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian ketiga syair ini

yaitu bunyi huruf la>m, ba>’, ra>’, mi>m, nu>n, wau, hamzah, dza>l, ghain, dan ya>’.

Hadirnya bunyi-bunyi konsonan bersuara dalam jumlah yang banyak ini

mendukung terciptanya bunyi efoni atau bunyi yang berirama dan merdu.

Bunyi efoni dapat menimbulkan sugesti suasana yang menyenangkan, lapang,

ringan, dan indah.

Pada bagian ketiga ini juga ditemukan salah satu bentuk repetisi yaitu

anadiplosis. Anadiplosis merupakan pengulangan kata atau frasa terakhir dari

suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau

Page 149: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

180

kalimat berikutnya (Keraf, 2007:128). Anadiplosis pada bagian ketiga ini

yaitu berupa pengulangan frasa ‚mulkuna >‛ pada akhir kalimat pertama yang

diulang di awal kalimat yang kedua. Pengulangan ini bertujuan untuk

mendapatkan makna yang mendalam dari kata ‚mulkuna>‛ yang diulang

tersebut.

Selanjutnya, pada bagian keempat syair ini juga didominasi oleh

penggunaan bunyi konsonan bersuara, sebagaimana bagian-bagian syair yang

sebelumnya. Hal ini dapat ditemukan pada kutipan berikut:

أرأي تم أحلى أو أمتع ؟ /وادلاء اجلو األزرق /األوسع اجملهول رواد /نن البجعات الب يضاء

.( 2009 :95)العيسى،

Nachnu al-baja‘a>tul-baidha> u/ Ruwwa>dul-majhu>lil-awsa‘/ Al-jawwul-azraqu wal-ma>ˈu/ Araˈaitum achla> au amta‘? (al-I>sa>, 2009:95).

Kami burung pelikan putih/ Penjelajah tempat-tempat asing yang

luas/ Udara yang biru dan air/ Menurut kalian adakah yang lebih

indah dan menyenangkan dari ini? (al-I>sa>, 2009:95).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian keempat syair

ini yaitu bunyi huruf nu>n, la>m, ba>’, ji>m, ‘ain, dha>d, hamzah, ra>’, wau, da>l,

mi>m, dan za>’. Bunyi-bunyi huruf konsonan bersuara ini menimbulkan bunyi

efoni atau bunyi yang merdu dan berirama. Bunyi yang merdu tersebut dapat

mendukung terbentuknya sugesti suasana yang gembira, indah, dan

menyenangkan.

Pada bagian kelima syair ini, juga tetap didominasi oleh penggunaan

bunyi konsonan bersuara. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

رة تاء - ن عود للبحي رة /إذ ي رحل الش .( 2009 :95)العيسى، منازل اآلباء - ىنا... على البحي

Page 150: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

181

Na‘u>du lilbuchairati – Idz yarchalusy-syita>ˈ/ Huna> … ‘ala>l-buchairati

– Mana>zilul-a>ba> (al-I>sa>, 2009:95).

Kami kembali ke danau – ketika musim dingin pergi / Di sini ... di

atas danau – Rumah ayah kami (al-I>sa>, 2009:95).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan pada bagian kelima syair ini

yaitu bunyi huruf nu>n, ‘ain, da>l, la>m, ba>’, ra>’, hamzah, dza>l, ya>’, mi>m, dan

za>’. Hadirnya bunyi-bunyi konsonan bersuara dalam jumlah yang banyak ini

mendukung terciptanya bunyi efoni atau bunyi yang berirama dan merdu.

Bunyi efoni dapat menimbulkan sugesti suasana yang gembira,

menyenangkan, dan indah.

Pada bagian kelima syair ini terdapat salah satu jenis repetisi yaitu

epifora. Epifora atau epistrofa merupakan pengulangan kata atau frasa yang

terjadi di akhir baris atau kalimat (Keraf, 2007:128). Epifora pada bagian

kedua ini yaitu berupa pengulangan kata ‚buchairati‛ pada akhir klausa

pertama baris pertama dan klausa pertama baris kedua. Sebagaimana jenis

repetisi lainnya, epifora pada bagian ini berfungsi untuk memberikan

penekanan dan memperoleh makna yang mendalam pada kedua kata yang

diulang tersebut.

Berkenaan dengan irama, syair Ughniyyatul-Baja‘a>t menggunakan

sajak (ritme) dengan pola ab-ab pada tiap bagian syairnya. Ritme dalam

aturan syair Arab dapat disamakan dengan qa>fiah. Meskipun bersajak ab-ab,

namun huruf yang menjadi akhir baris pada tiap bagian syairnya selalu

berbeda-beda. Sementara itu, untuk metrum atau bachr yang berupa irama

tetap dalam syair, tidak digunakan dalam syair ini. Dengan

Page 151: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

182

mempertimbangkan keberadaan irama di dalam syair, maka syair

Ughniyyatul-Baja‘a>t ini dapat dikategorikan ke dalam syi’r churr. Syi’r churr

merupakan syair yang tidak terikat dengan irama wazan (metrum) dan qa>fiah

(ritme), tetapi masih terikat dengan satuan irama khusus yang menjadi

karakteristik karya sastra tinggi (Husein dalam Muzakki, 2006:53).

b. Lapis Arti

Lapis arti merupakan rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan

kalimat. Rangkaian kalimat kemudian membentuk alenia, bab, dan

keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak. Lapis arti ini ditimbulkan oleh

adanya lapis bunyi, dan merupakan lapis kedua dalam analisis strata norma

Roman Ingarden (Pradopo, 2014:15).

Bagian prolog atau paragraf pengantar syair Ughniyyatul-Baja‘a>t

menceritakan tentang hal-hal yang dilakukan burung-burung pelikan. Analisis

ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ت، وىي ت نشد البجعات ف الفضاء الرحب، ب عد أن قويت أجنحت هاوانطلقت واشتد

.( 2009 :95)العيسى،

Wainthalaqat al-baja‘a>tu fi>l-fadha> ir-rachbi, ba‘da an qawiyat ajnichatuha> waisytaddat, wahiya tunsyidu (al-I>sa>, 2009:95).

Burung-burung pelikan menuju ke angkasa yang luas, setelah kuat

sayapnya dan mampu merentang, dia pun bernyanyi (al-I>sa>, 2009:95).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa aktifitas yang dilakukan

oleh burung-burung pelikan yaitu mereka terbang ke angkasa yang begitu

luas. Mereka merentang-rentangkan sayap, hingga terasa kuat. Setelah itu

burung-burung pelikan mulai menyanyikan sebuah lagu.

Page 152: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

183

Selanjutnya, pada bagian pertama syair berisi nyanyian burung-burung

pelikan yang menceritakan tentang ajakan mereka untuk terbang bersama.

Pernyataan ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ماء - طيي إل حيث األفق /وغازل الفضاء - طيي بنا إل األفق ي عانق الس

.( 2009 :95)العيسى،

Thi>ri> bina> ila>l-ufuq – Wagha>zili>l-fadha> / Thi>ri> ila> chaitsul-ufuq - Yu‘a>niqus-sama>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Terbanglah bersama kami ke kaki langit – dan bercumbu rayulah di

angkasa/ Terbanglah ke ufuk manapun – memeluk langit (al-I>sa>,

2009:95).

Kawanan burung pelikan mengajak yang lainnya untuk terbang

bersama mereka ke kaki langit dan menembus angkasa. Terbang ke arah

manapun untuk mengelilingi langit.

Kemudian, pada bagian kedua syair menceritakan tentang hal-hal yang

dilakukan oleh kawanan pelikan selama terbang mengelilingi langit. Hal-hal

ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

ت أجنحة البجع ي يا أسراب البجع /يا أشرعة الريح انطلقي /اشتد راياتك ف األفق /مد

.( 2009 :95)العيسى،

Isytaddat ajnichatul-baja‘i/ Ya> asri‘atar-ri>chi inthaliqi>/ Muddi> ya> asra>bal-baja‘i/ Ra>ya>tiki fi>l-ufuq (al-I>sa>, 2009:95).

Sayap pelikan terentang/ O layar angin bergeraklah/ Edarkanlah

duhai kawanan pelikan/ Pandanganmu di cakrawala (al-I>sa>, 2009:95).

Saat terbang, burung pelikan merentangkan sayapnya. Sayapnya itu

bak layar yang tergerak-gerak oleh angin. Seekor burung pelikan mengajak

kawanannya untuk mengedarkan pandangan mereka ke cakrawala atau tepi

langit.

Page 153: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

184

Sementara itu, bagian ketiga menceritakan tentang segala hal yang

dilihat oleh burung pelikan dan kawanannya ketika mereka terbang

mengelilingi langit. Pernyataan ini nampak pada kutipan berikut:

.( 2009 :95)العيسى، نسري كما نشاء - ىذي الغيوم ف لكنا /وملكنا اذلواء - كل البحار ملكنا

Kullul-bicha>ri mulkuna> - Wa mulkuna>l-hawa> / Hadzi>l-ghuyu>mu fulkuna> - Nasri> kama> nasya>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Seluruh samudera adalah kerajaan kami – dan udarapun kerajaan

kami/ Awan-awan ini juga kerajaan kami – kami melintas sesuka hati

(al-I>sa>, 2009:95).

Ketika burung pelikan dan kawanannya mengedarkan pandangan dari

atas langit, sebagaimana disebutkan pada bagian kedua syair, mereka melihat

samudera. Mereka berkata bahwa samudera itu adalah kerajaan mereka.

Begitu juga dengan udara dan awan. Burung-burung pelikan itu melintas di

manapun sesuka hati mereka.

Selanjutnya, pada bagian keempat syair berisi tentang pengungkapan

jati diri burung-burung pelikan. Hal ini berdasarkan pada kutipan berikut:

أرأي تم أحلى أو أمتع ؟ /وادلاء اجلو األزرق /األوسع اجملهول رواد /نن البجعات الب يضاء

.( 2009 :95)العيسى،

Nachnu al-baja‘a>tul-baidha> u/ Ruwwa>dul-majhu>lil-awsa‘/ Al-jawwul-azraqu wal-ma>ˈu/ Araˈaitum achla> au amta‘? (al-I>sa>, 2009:95).

Kami burung pelikan putih/ Penjelajah tempat-tempat asing yang

luas/ Udara yang biru dan air/ Menurut kalian adakah yang lebih

indah dan menyenangkan dari ini? (al-I>sa>, 2009:95).

Mereka adalah burung-burung pelikan putih. Burung pelikan putih

adalah penjelajah berbagai tempat-tempat. Terkadang mereka menjelajahi

udara dan terkadang air. Semuanya terasa begitu indah dan menyenangkan

bagi mereka.

Page 154: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

185

Sedangkan pada bagian kelima syair Ughniyyatul-Baja‘a>t ini berisi

tentang hal yang dilakukan burung pelikan ketika musim dingin berakhir.

Analisis ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

رة تاء - ن عود للبحي رة /إذ ي رحل الش .( 2009 :95)العيسى، منازل اآلباء - ىنا... على البحي

Na‘u>du lilbuchairati – Idz yarchalusy-syita>ˈ/ Huna> … ‘ala>l-buchairati

– Mana>zilul-a>ba> (al-I>sa>, 2009:95).

Kami kembali ke danau – ketika musim dingin pergi / Di sini ... di

atas danau – Rumah ayah kami (al-I>sa>, 2009:95).

Pada saat musim dingin berakhir, kawanan burung pelikan akan

kembali ke danau. Di danau itulah tempat tinggal mereka. Danau itu pulalah

yang menjadi rumah ayah-ayah mereka.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis satuan arti menimbulkan lapis ketiga yaitu berupa hal-hal yang

dikemukakan. Hal-hal yang dikemukakan tersebut yaitu subjek (pelaku),

latar, objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang (Pradopo, 2014:18).

Pada syair Ughniyyatul-Baja‘a>t ini, subjek atau pelakunya yaitu

burung-burung pelikan. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ت، وىي ت نشد أن قويت أجنحت هاوانطلقت البجعات ف الفضاء الرحب، ب عد واشتد

.( 2009 :95)العيسى،

Wainthalaqat al-baja‘a>tu fi>l-fadha> ir-rachbi, ba‘da an qawiyat ajnichatuha> waisytaddat, wahiya tunsyidu (al-I>sa>, 2009:95).

Burung-burung pelikan menuju ke angkasa yang luas, setelah kuat

sayapnya dan mampu merentang, dia pun bernyanyi (al-I>sa>, 2009:95).

Burung-burung pelikan menjadi pelaku dalam syair ini karena dialah

yang melakukan aktivitas terbang menuju angkasa. Dia pulalah yang

Page 155: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

186

menyanyikan senandung, sebagaimana tertuang di dalam setiap bagian syair.

Pernyataan bahwa burung-burung pelikan adalah pelaku (subjek) juga

dipertegas dengan penggunaan kata ganti persona “kami” pada tiap bagian

syair.

Setelah subjek, hal yang dikemukakan selanjutnya adalah latar. Latar

yang terdapat pada syair Ughniyyatul-Baja‘a>t berupa latar tempat. Latar

tempat pada syair ini secara keseluruhan yaitu terjadi di angkasa. Pernyataan

ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ت، وىي ت نشد ت أجنحت هاوانطلقت البجعات ف الفضاء الرحب، ب عد أن قوي واشتد

.( 2009 :95)العيسى،

Wainthalaqat al-baja‘a>tu fi>l-fadha> ir-rachbi, ba‘da an qawiyat ajnichatuha> waisytaddat, wahiya tunsyidu (al-I>sa>, 2009:95).

Burung-burung pelikan menuju ke angkasa yang luas, setelah kuat

sayapnya dan mampu merentang, dia pun bernyanyi (al-I>sa>, 2009:95).

Dari kutipan paragraf pengantar atau prolog di atas ditemukan latar

tempat berupa angkasa yang luas. Di angkasa yang luas itulah, kawanan

burung pelikan terbang, mengepak-ngepakkan sayapnya sambil bernyanyi.

Pada beberapa bagian syair Ughniyyatul-Baja‘a>t ini juga ditemukan latar

tempat seperti al-ufuq (kaki langit), as-sama>' (langit), al-bicha>r (samudera),

dan lain sebagainya, namun latar-latar tempat yang ditemukan pada bagian-

bagian syair ini mendukung keberadaan latar utama yaitu fi>l-fadha>ˈir-rachbi

(angkasa yang luas) sebagaimana disebutkan pada bagian prolog. Adapun

pada bagian kelima syair terdapat latar tempat berupa al-buchairati (danau).

Page 156: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

187

Selain latar tempat, latar yang terdapat pada syair ini yaitu latar

waktu. Latar waktu ditemukan pada bagian kelima syair, sebagaimana dapat

dilihat pada kutipan berikut:

رة تاء - ن عود للبحي رة /إذ ي رحل الش .( 2009 :95)العيسى، منازل اآلباء - ىنا... على البحي

Na‘u>du lilbuchairati – Idz yarchalusy-syita>ˈ/ Huna> … ‘ala>l-buchairati

– Mana>zilul-a>ba> (al-I>sa>, 2009:95).

Kami kembali ke danau – ketika musim dingin pergi / Di sini ... di

atas danau – Rumah ayah kami (al-I>sa>, 2009:95).

Pada bagian kelima ini disebutkan bahwa kami „kawanan burung

pelikan‟ akan kembali ke danau, ketika musim dingin pergi. Karena di danau

itulah mereka tinggal. Di rumah ayah mereka. Jadi musim dingin menjadi

keterangan waktu pada syair ini, khususnya di bagian kelima syair ini.

Setelah subjek dan latar, hal yang dikemukakan selanjutnya adalah

objek. Pada bagian pertama syair, objek yang dikemukakan berupa kata ganti

persona kedua perempuan (anti). Analisis ini berdasarkan pada kutipan

berikut:

ماء - طيي إل حيث األفق /وغازل الفضاء - طيي بنا إل األفق ي عانق الس

.( 2009 :95)العيسى،

Thi>ri> bina> ila>l-ufuq – Wagha>zili>l-fadha> / Thi>ri> ila> chaitsul-ufuq - Yu‘a>niqus-sama>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Terbanglah bersama kami ke kaki langit – dan bercumbu rayulah di

angkasa/ Terbanglah ke ufuk manapun – memeluk langit (al-I>sa>,

2009:95).

Kata ganti persona kedua perempuan (anti) ini menjadi objek dari

verba imperatif (kalimat perintah) ‚thi>ri >‛. Thi>ri> yang berarti terbanglah,

merupakan bentuk fi‘il amr untuk fa>‘il ‚anti‛ atau kamu perempuan. Selain

Page 157: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

188

“anti” pada bagian pertama ini juga ditemukan objek yaitu kita, ufuk,

angkasa, dan langit. Keempat hal tersebut berkedudukan sebagai objek

karena menjadi isi dari nyanyian burung pelikan.

Selanjutnya, pada bagian kedua syair, objek yang dikemukakan yaitu

layar angin, kawanan pelikan, dan pandangan (kawanan pelikan). Ketiga

objek ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

ت أجنحة البجع ي يا أسراب البجع /أشرعة الريح انطلقييا /اشتد راياتك ف األفق /مد

.( 2009 :95)العيسى،

Isytaddat ajnichatul-baja‘i/ Ya> asri‘atar-ri>chi inthaliqi>/ Muddi> ya> asra>bal-baja‘i/ Ra>ya>tiki fi>l-ufuq (al-I>sa>, 2009:95).

Sayap pelikan terentang/ O layar angin bergeraklah/ Edarkanlah

duhai kawanan pelikan/ Pandanganmu di cakrawala (al-I>sa>, 2009:95).

Layar angin, kawanan pelikan berkedudukan sebagai objek pada

bagian kedua ini karena kedua hal tersebut menjadi sasaran sapaan yang

terdapat pada isi nyanyian burung pelikan. Sementara itu, pandangan burung

pelikan berperan sebagai objek karena menjadi sasaran perbuatan kawanan

burung pelikan, yaitu mengedarkan pandangan. Selain ketiga hal tersebut,

sayap pelikan dan cakrawala juga berkedudukan sebagai objek dalam bagian

ini karena keduanya menjadi isi dari nyanyian burung pelikan.

Kemudian pada bagian ketiga, objek yang dikemukakan yaitu seluruh

samudera, kerajaan kami, udara, dan awan-awan. Objek-objek tersebut dapat

ditemukan pada kutipan berikut ini:

.( 2009 :95)العيسى، نسري كما نشاء - ىذي الغيوم ف لكنا /وملكنا اذلواء - كل البحار ملكنا

Kullul-bicha>ri mulkuna> - Wa mulkuna>l-hawa> / Hadzi>l-ghuyu>mu fulkuna> - Nasri> kama> nasya>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Page 158: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

189

Seluruh samudera adalah kerajaan kami – dan udarapun kerajaan

kami/ Awan-awan ini juga kerajaan kami – kami melintas sesuka hati

(al-I>sa>, 2009:95).

Samudera, kerajaan kami, udara, dan awan-awan berperan sebagai

objek pada bagian ketiga syair ini. Pernyataan ini disebabkan karena hal-hal

tersebut menjadi isi dari nyanyian burung pelikan dan kawanannya.

Sementara itu, pada bagian keempat, objek yang dikemukakan yaitu

tempat-tempat asing yang luas, udara yang biru, air, kalian, serta sesuatu

yang lebih indah dan menyenangkan. Objek-objek tersebut dapat dilihat pada

kutipan berikut:

أحلى أو أمتع ؟ أرأي تم /وادلاء اجلو األزرق /األوسع اجملهول رواد /نن البجعات الب يضاء

.( 2009 :95)العيسى،

Nachnu al-baja‘a>tul-baidha> u/ Ruwwa>dul-majhu>lil-awsa‘/ Al-jawwul-azraqu wal-ma>ˈu/ Araˈaitum achla> au amta‘? (al-I>sa>, 2009:95).

Kami burung pelikan putih/ Penjelajah tempat-tempat asing yang

luas/ Udara yang biru dan air/ Menurut kalian adakah yang lebih

indah dan menyenangkan dari ini? (al-I>sa>, 2009:95).

Tempat-tempat asing berperan sebagai objek karena menjadi tujuan

aktivitas penjelajahan yang dilakukan oleh kawanan burung pelikan, begitu

juga dengan udara yang biru dan air. Sementara itu, kalian serta sesuatu yang

lebih menyenangkan dan indah juga berkedudukan sebagai objek dalam

bagian keempat syair ini karena keduanya menjadi isi dari pertanyaan burung

pelikan.

Setelah objek, hal yang dikemukakan selanjutnya adalah dunia

pengarang. Dunia pengarang merupakan gabungan dan jalinan antara objek-

objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur ceritanya (Pradopo,

Page 159: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

190

2014:18). Dunia pengarang pada syair Ughniyyatul-Baja‘a>t yaitu sebagai

berikut:

Burung-burung pelikan terbang menuju angkasa yang luas, setelah

sayapnya kuat dan mampu terentang, burung-burung itu mulai bernyanyi.

Nyanyian itu berisi tentang kehidupan mereka. Mereka terbang bersama ke

kaki langit dan bercumbu rayu di angkasa. Burung-burung pelikan itu terbang

ke manapun sesuka hati mereka. Mereka juga mengajak yang lainnya untuk

terbang bersama dan mengedarkan pandangan ke cakrawala luas.

Samudera, udara dan awan menjadi kerajaan bagi mereka. Mereka

adalah sang penjelajah. Terkadang mereka di terbang di udara, lalu menyelam

ke dalam air. Bagi mereka, semua itu terasa indah dan menyenangkan.

Saat musim dingin telah berakhir, burung-burung pelikan akan

kembali ke rumah-rumah mereka di tepi danau. Di atas danau itulah burung-

burung pelikan dan orang tua mereka tinggal.

d. Lapis dunia

Lapis dunia merupakan lapis keempat dalam analisis strata nora

Roman Ingarden. Lapis ini tidak perlu dinyatakan secara gamblang, namun

dapat dipahami secara implisit (Pradopo, 2014:15).

Lapis dunia pada bagian pertama syair yaitu berupa kebiasaan burung-

burung pelikan untuk terbang berkelompok. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

ماء - طيي إل حيث األفق /وغازل الفضاء - طيي بنا إل األفق ي عانق الس

.( 2009 :95)العيسى،

Page 160: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

191

Thi>ri> bina> ila>l-ufuq – Wagha>zili>l-fadha> / Thi>ri> ila> chaitsul-ufuq - Yu‘a>niqus-sama>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Terbanglah bersama kami ke kaki langit – dan bercumbu rayulah di

angkasa/ Terbanglah ke ufuk manapun – memeluk langit (al-I>sa>,

2009:95).

Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa burung-burung

pelikan suka terbang dengan cara berkelompok, akan tetapi pernyataan ini

telah implisit di dalam kalimat “Terbanglah bersama kami ke kaki langit”.

Pada kenyataannya, burung-burung pelikan selalu terbang dengan

berkelompok dan membentuk formasi huruf V. Hal ini bertujuan untuk

meminimalkan paparan angin terhadap tubuh mereka yang besar dan juga

sebagai bentuk pertahanan terhadap berbagai gangguan lainnya.

Lapis dunia pada syair ini juga ditemukan pada bagian kedua syair

yang menjelaskan tentang sayap burung pelikan. Hal ini dapat dilihat pada

kutipan berikut:

ت أجنحة البجع ي يا أسراب البجع /يا أشرعة الريح انطلقي /اشتد راياتك ف األفق /مد

.( 2009 :95)العيسى،

Isytaddat ajnichatul-baja‘i/ Ya> asri‘atar-ri>chi inthaliqi>/ Muddi> ya> asra>bal-baja‘i/ Ra>ya>tiki fi>l-ufuq (al-I>sa>, 2009:95).

Sayap pelikan terentang/ O layar angin bergeraklah/ Edarkanlah

duhai kawanan pelikan/ Pandanganmu di cakrawala (al-I>sa>, 2009:95).

Pada bagian kedua syair ini, terdapat pemanfaatan majas metafora

yaitu menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal

lain, yang sesungguhnya tidak sama (Altenbernd dalam Pradopo, 2014:67).

Majas metafora pada bagian ini berupa penggambaran sayap burung pelikan

yang terentang seperti layar angin yang bergerak-gerak. Hal ini menunjukkan

Page 161: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

192

bahwa burung pelikan memiliki sayap yang lebar. Memang pada

kenyataannya, burung pelikan atau biasa disebut burung undan ini, memiliki

lebar sayap hingga lebih dari tiga meter. Sayap lebarnya inilah yang membuat

tubuh besarnya dapat terbang.

Selanjutnya, lapis dunia yang dikemukakan pada bagian ketiga yaitu

berupa tempat-tempat yang menjadi habitat bagi kawanan burung pelikan.

Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

.( 2009 :95)العيسى، نسري كما نشاء - ىذي الغيوم ف لكنا /وملكنا اذلواء - كل البحار ملكنا

Kullul-bicha>ri mulkuna> - Wa mulkuna>l-hawa> / Hadzi>l-ghuyu>mu fulkuna> - Nasri> kama> nasya>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Seluruh samudera adalah kerajaan kami – dan udarapun kerajaan

kami/ Awan-awan ini juga kerajaan kami – kami melintas sesuka hati

(al-I>sa>, 2009:95).

Habitat bagi burung pelikan adalah air, udara, dan darat. Selain lihai

berenang di perairan untuk mencari ikan, burung pelikan juga lincah

mengepak-ngepakkan sayapnya untuk terbang di udara. Burung pelikan juga

mampu tinggal di daratan, akan tetapi geraknya tidak segesit saat sedang di

air atau di udara. Pernyataan-pernyataan tersebut tidak diungkapkan secara

eksplisit dalam syair, akan tetapi sudah implisit pada kata-kata yang tertuang

di bagian ketiga syair ini. Pada bagian ketiga syair ini disebutkan bahwa

samudera dan udara merupakan kerajaan bagi burung pelikan.

Adapun pada bagian kelima syair ini, juga ditemukan lapis dunia yaitu

berupa pernyataan bahwa burung-burung pelikan akan kembali ke danau

ketika musim dingin telah berakhir. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada

kutipan berikut:

Page 162: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

193

رة تاء - ن عود للبحي رة ىنا... على /إذ ي رحل الش .( 2009 :95)العيسى، منازل اآلباء - البحي

Na‘u>du lilbuchairati – Idz yarchalusy-syita>ˈ/ Huna> … ‘ala>l-buchairati

– Mana>zilul-a>ba> (al-I>sa>, 2009:95).

Kami kembali ke danau – ketika musim dingin pergi / Di sini ... di

atas danau – Rumah ayah kami (al-I>sa>, 2009:95).

Pada kutipan di atas, disebutkan bahwa burung-burung pelikan

tersebut hanya akan kembali ke danau ketika musim dingin telah berakhir.

Hal ini sesuai dengan kenyataan yang ada bahwa hanya pada saat musim

panas saja burung-burung pelikan tersebut akan berkumpul di tepi-tepi pantai

atau danau untuk bereproduksi dan berkembang biak.

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca

berkontemplasi atau melakukan perenungan. Lapis metafisis merupakan lapis

kelima dalam strata norma Roman Ingarden yang berupa sifat-sifat metafisis

(sublim, tragis, mengerikan, menakutkan, suci, dan lainnya). Dengan

hadirnya sifat-sifat inilah seorang pembaca akan melakukan sebuah

perenungan. Akan tetapi tidak semua karya sastra mengandung lapis metafisis

ini (Pradopo, 2014:15).

Karya sastra yang mengandung lapis metafisis merupakan karya sastra

yang mencapai tingkatan keempat atau niveau human dan kelima atau niveau

religius (filosofis) dalam tingkatan pengalaman jiwa. Adapun tingkatan

pertama atau niveau anorganis yang terjelma pada karya sastra hanya berupa

pola bunyi, irama, baris, sajak, alenia, kalimat, gaya bahasa dan sebagainya.

Untuk tingkatan kedua atau niveau vegetatif yang terjelma dalam karya sastra

Page 163: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

194

berupa suasana-suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian-rangkaian kata-kata

itu. Tingkatan ketiga atau niveau animal merupakan tingkatan yang dicapai

oleh binatang dan sudah ada nafsu jasmaniahnya. Tingkatan ini jika terjelma

dalam kata berupa nafsu-nafsu naluriah seperti makan, minum, dan

sebagainya (Pradopo, 1994:55-59).

Sementara itu, tingkatan pengalaman jiwa keempat atau niveau human

jika terjelma ke dalam karya sastra dapat berupa renungan-renungan batin dan

moral, konflik kejiwaan, rasa simpati dan segala pengalaman yang dirasakan

manusia. Sedangkan tingkatan kelima atau niveau religius (filosofis) berupa

renungan batin sampai hakikat, hubungan tuhan dengan manusia, renungan

filsafat dan metafisis, dan sebagainya (Pradopo, 1994:58).

Renungan pada tingkatan niveau human pada syair Ughniyyatul-

Baja‘a>t yaitu berupa rasa kebersamaan yang ditunjukkan oleh kawanan

burung pelikan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

ماء - طيي إل حيث األفق /وغازل الفضاء - طيي بنا إل األفق ي عانق الس

.( 2009 :95)العيسى،

Thi>ri> bina> ila>l-ufuq – Wagha>zili>l-fadha> / Thi>ri> ila> chaitsul-ufuq - Yu‘a>niqus-sama>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Terbanglah bersama kami ke kaki langit – dan bercumbu rayulah di

angkasa/ Terbanglah ke ufuk manapun – memeluk langit (al-I>sa>,

2009:95).

Burung-burung pelikan terbang bersama-sama menuju ke kaki langit.

Mereka bahkan mengajak yang lainnya untuk terbang bersama. Karena

dengan kebersamaan di antara kawanan burung pelikan tersebut, membuat

mereka lebih kuat untuk menerjang terpaan angin dan melindungi diri dari

Page 164: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

195

musuh. Rasa kebersamaan ini juga ada pada diri manusia yang merupakan

human social.

Sementara itu, renungan pada tingkatan niveau religius (filosofis)

yaitu berupa rasa kekaguman terhadap mahakarya Tuhan yang begitu indah.

Hal ini ditunjukkan oleh perkataan burung-burung pelikan pada kutipan

berikut:

أرأي تم أحلى أو أمتع ؟ /وادلاء اجلو األزرق /األوسع اجملهول رواد /نن البجعات الب يضاء

.( 2009 :95)العيسى،

Nachnu al-baja‘a>tul-baidha> u/ Ruwwa>dul-majhu>lil-awsa‘/ Al-jawwul-azraqu wal-ma>ˈu/ Araˈaitum achla> au amta‘? (al-I>sa>, 2009:95).

Kami burung pelikan putih/ Penjelajah tempat-tempat asing yang

luas/ Udara yang biru dan air/ Menurut kalian adakah yang lebih

indah dan menyenangkan dari ini? (al-I>sa>, 2009:95).

Kekaguman burung-burung pelikan terhadap ciptaan Tuhan, seperti

keindahan tempat-tempat asing yang mereka kunjungi, udara, dan air

diungkapkan dengan pada kata-kata “Menurut kalian adakah yang lebih indah

dan menyenangkan dari ini?”. Keindahan ciptaan tuhan yang ada di dunia ini

membuat burung-burung pelikan bahagia dan terpesona. Keindahan Tuhan

yang menyublim di antara ciptaan-ciptaan-Nya membuat burung-burung

pelikan tidak mampu lagi memikirkan keindahan yang lainnya.

Berdasarkan hasil analisis syair keenam dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatul-Baja‘a>t karya

Sulaima>n al-I>sa> masuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung tema

Page 165: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

196

“pengembaraan” ( الرواد). Isi syair ini menceritakan tentang kawanan burung

pelikan putih sebagai pelaku utama dalam syair ini. Kawanan burung pelikan

putih merupakan sosok pengembara yang menjelajahi tempat-tempat asing.

Mereka menguasai samudera dan udara. Pengembaraan yang dilakukan oleh

kawanan burung pelikan sebagaimana dipaparkan dalam syair ini

mengingatkan kepada pembaca akan sikap aktif dan dinamis yang harus

dimiliki oleh setiap makhluk hidup. Kehidupan ini terus bergerak, untuk itu

yang hidup pun juga harus terus bergerak.

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Syair merupakan salah satu genre sastra, karena itu tentunya mengandung

pesan dan amanat yang hendak disampaikan oleh mengarangnya. Terlebih puisi

yang ditujukan untuk pembaca anak-anak, pesan dan amanat yang berupa nilai-

nilai pendidikan karakter sangat ditekankan. Hal ini mengingat usia anak-anak

merupakan usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter ini, bisa melalui berbagai

media, salah satunya syair. Hanya saja, seringkali nilai-nilai pendidikan karakter

ini tidak disebutkan secara eksplisit, akan tetapi implisit di dalam rangkaian kata-

kata syair yang indah. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya analisis

terhadap nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, sehingga memudahkan anak-

anak untuk memahaminya.

Analisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatul-Baja‘a>t ini, berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter

Page 166: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

197

menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Berdasarkan sembilan pilar tersebut, nilai-nilai pendidikan karakter dalam syair

ini yaitu sebagai berikut:

a. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya

Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya merupakan karakter pertama

dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU

No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Karakter ini perlu ditanamkan

pada diri seorang anak sejak dini, sehingga anak tumbuh menjadi pribadi

yang bersyukur, mencintai semua ciptaan Tuhan, dan mau menjaga

lingkungan sekitarnya. Pada syair ini, karakter tersebut ditampilkan oleh

perkataan burung-burung pelikan, sebagaimana terdapat dalam kutipan

berikut:

أرأي تم أحلى أو أمتع ؟ /وادلاء اجلو األزرق /األوسع اجملهول رواد /نن البجعات الب يضاء

.( 2009 :95)العيسى،

Nachnu al-baja‘a>tul-baidha> u/ Ruwwa>dul-majhu>lil-awsa‘/ Al-jawwul-azraqu wal-ma>ˈu/ Araˈaitum achla> au amta‘? (al-I>sa>, 2009:95).

Kami burung pelikan putih/ Penjelajah tempat-tempat asing yang

luas/ Udara yang biru dan air/ Menurut kalian adakah yang lebih indah

dan menyenangkan dari ini? (al-I>sa>, 2009:95).

Burung-burung pelikan sangat menikmati perjalanan mereka

menjelajahi satu tempat dan berpindah ke tempat yang lain. Semua yang

mereka lihat, udara dan air, membuat mereka merasa senang. Mereka

terpesona dengan keindahan mahakarya Tuhan, yang mereka lihat saat tengah

berkelana. Hal itu membuat mereka bertanya “adakah yang lebih indah dan

menyenangkan dari ini?”. Pertanyaan ini membuktikan bahwa burung-burung

Page 167: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

198

pelikan tersebut mensyukuri kesempatan yang diberikan Tuhan untuk melihat

segenap ciptaan-Nya yang indah.

Dari sikap burung-burung pelikan tersebut, dapat disampaikan kepada

anak-anak bahwa sudah selayaknya manusia mencintai segala ciptaan Tuhan

yang ada di bumi ini. Rasa cinta tersebut dapat ditunjukkan dengan cara turut

serta dalam menjaga dan melestarikan lingkungan atau ekosistem yang ada di

bumi. Mencintai ciptaan-Nya merupakan salah satu bentuk cinta kepada-Nya.

b. Kebersamaan

Kebersamaan merupakan penjabaran dari nilai karakter kesembilan

“Toleransi, kedamaian, dan kesatuan” berdasarkan sembilan pilar nilai-nilai

karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3

(Samani, 2013:106). Nilai karakter kebersamaanditunjukkan oleh sikap

burung-burung pelikan, sebagaimana terdapat pada kutipan berikut:

ماء - طيي إل حيث األفق /وغازل الفضاء - طيي بنا إل األفق ي عانق الس

.( 2009 :95)العيسى،

Thi>ri> bina> ila>l-ufuq – Wagha>zili>l-fadha> / Thi>ri> ila> chaitsul-ufuq - Yu‘a>niqus-sama>ˈ (al-I>sa>, 2009:95).

Terbanglah bersama kami ke kaki langit – dan bercumbu rayulah di

angkasa/ Terbanglah ke ufuk manapun – memeluk langit (al-I>sa>,

2009:95).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa burung-burung pelikan terbang

secara berkelompok menuju ke kaki langit. Mereka bahkan mengajak yang

lainnya untuk terbang bersama. Karena dengan kebersamaan di antara

kawanan burung pelikan tersebut, membuat mereka lebih kuat untuk

menerjang terpaan angin dan melindungi diri dari musuh.

Page 168: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

199

Dari sikap yang ditunjukkan oleh burung-burung pelikan ini, dapat

disampaikan kepada anak-anak bahwa kebersamaan itu sangatlah penting.

Terlebih sebagai makhluk sosial, manusia sangat membutuhkan bantuan

orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Dengan memiliki rasa kebersamaan

maka manusia akan mudah mencapai hal-hal yang diinginkan. Dengan

kebersamaan pula manusia akan lebih mudah mengatasi berbagai masalah

dan gangguan yang datang. Mengingat hal itu, maka nilai karakter

kebersamaan perlu ditanamkan pada diri seorang anak sejak dini, agar dia

terbiasa untuk bekerja sama dengan orang lain.

c. Aktif dan Dinamis

Karakter aktif dan dinamis merupakan penjabaran dari karakter

keenam dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas

dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yaitu percaya diri dan kerja keras

(Samani, 2013:106). Karakter aktif dan dinamis pada syair ini ditunjukkan

oleh sikap burung-burung pelikan yang suka mengunjungi tempat-tempat

asing, sebagaimana disebutkan pada kutipan berikut:

أرأي تم أحلى أو أمتع ؟ /اجلو األزرق وادلاء /األوسع اجملهول رواد /نن البجعات الب يضاء

.( 2009 :95)العيسى،

Nachnu al-baja‘a>tul-baidha> u/ Ruwwa>dul-majhu>lil-awsa‘/ Al-jawwul-azraqu wal-ma>ˈu/ Araˈaitum achla> au amta‘? (al-I>sa>, 2009:95).

Kami burung pelikan putih/ Penjelajah tempat-tempat asing yang

luas/ Udara yang biru dan air/ Menurut kalian adakah yang lebih

indah dan menyenangkan dari ini? (al-I>sa>, 2009:95).

Pada bagian syair di atas disebutkan bahwa burung pelikan putih

adalah penjelajah tempat-tempat asing. Ini membuktikan bahwa burung

pelikan suka berpindah dan aktif bergerak dari satu tempat ke tempat yang

Page 169: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

200

lain. Terkadang dia di udara, terkadang di darat, dan tidak jarang juga di air.

Hal ini menjadikan burung pelikan mudah beradaptasi dengan lingkungannya.

Dari sikap yang ditunjukkan burung pelikan ini, dapat disampaikan

kepada anak-anak bahwa karakter aktif dan dinamis sangat diperlukan.

Manusia harus selalu bergerak dan tidak boleh diam saja. Karakter aktif dan

dinamis penting ada pada diri seseorang, karena tanpa kedua karakter

tersebut, seseorang akan menjadi pribadi yang tertutup, pemalas, dan tidak

berkembang. Dengan karakter aktif dan dinamis pula, seseorang akan lebih

mudah menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan masyarakat dan

perkembangan zaman.

Page 170: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

201

G. Syair Ke-7

أغنية العنز ، وىي عائدة مع ز العجوز ت قفز وت غن الفلح من الغابة. صديقهاكانت العن

فة ز لطي أنا عن

أقضم العشب ف اجلبل

وصديقي مزارع

ي عشق األرض والعمل

كنت يوما رفيقة

زارع

لصديقي ادل

قال ل : تلك غابة

ملئت بالروائع

فاسرحي وامرحي با

وأنا اقطع احلطب

طيبا آه.. كم كان

عاشق األرض والت عب!

Ughniyyatul-‘Anz

Kana>t al-‘anzu al-‘aju>zu taqfizu wa tughanni>, wahiya ‘a>ˈidatun ma‘a shadi>qiha>

al-falla>chu minal-gha>bah.

Ana> ‘anzun lathi>fatun

Aqdhimul-‘usyba fi>l-jabal

Wa shadi>qi> muza>ri‘un

Ya‘syaqul-ardha wal-‘amal

Kuntu yauman rafi>qatan

Lishadi>qi>l-muza>ri‘i

Qa>la li> : Tilka gha>batun

201

Page 171: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

202

Muliˈat bir-rawa> i‘i

Fasrachi> wamrachi> biha>

Wa ana> aqtha‘ul-chatab

Ah.. Kam ka>na thayyiban

‘A>syiqul-ardhi wat-ta‘ab!

Nyanyian Kambing Betina

Seekor kambing betina tua melompat dan bernyanyi. Ia bersama petani,

sahabatnya kembali dari hutan.

Aku seekor kambing betina yang lembut

Kugigit rerumputan di gunung

Dan sahabatku si petani

Asyik dengan tanah dan pekerjaannya

Seharian aku menemani

Sahabatku, si petani

Dia berkata kepadaku: itu adalah hutan

Yang penuh dengan keindahan

Beristirahatlah dan bersenang-senanglah engkau di dalamnya

Sementara aku akan memotong kayu bakar

Ah .. betapa baiknya dia

Sang kekasih tanah dan rasa lelah!

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Lapis bunyi merupakan lapis pertama dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Bunyi di dalam puisi digunakan sebagai orkestrasi atau

untuk menimbulkan bunyi musik. Bunyi konsonan dan vokal disusun

sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi merdu dan berirama seperti

bunyi musik. Dari bunyi musik inilah mengalir perasaan, imajinasi-imajinasi

Page 172: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

203

dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman jiwa pendengarnya (Pradopo,

2014:27).

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u; bunyi-bunyi

konsonan bersuara (voiced): b, d, g, j, dan sebagainya; bunyi likuida atau

bunyi yang keluar dari sela-sela ujung lidah yang menempel pada ceruk gigi:

r, l; dan bunyi sengau: m, n, ng, ny menimbulkan efek efoni atau bunyi merdu

dan berirama. Bunyi yang merdu itu dapat mendukung suasana yang mesra,

kasih sayang, gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi bunyi yang tidak

merdu dan parau yang disebabkan oleh bunyi konsonan tidak bersuara

(unvoiced) dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan,

kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Kombinasi bunyi tidak

merdu dan parau disebut dengan kakofoni (Pradopo, 2014: 29-31).

Syair Ughniyyatul-‘Anz terdiri dari empat bait. Sebelum memasuki

bait syair, terdapat paragraf pengantar atau prolog yang bertujuan untuk

mengantarkan pembaca memasuki suasana yang ada di dalam syair tersebut.

Paragraf pengantar ini didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan bersuara

(voiced) seperti huruf nu>n, la>m, ‘ain, za>’, ji>m, ghain, wau, hamzah, da>l, mi>m,

dan ba>’. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

، وىي عائدة مع ز العجوز ت قفز وت غن ،العيسى ) صديقها الفلح من الغابة كانت العن 167: 2009 ).

Kana>t al-‘anzu al-‘aju>zu taqfizu wa tughanni>, wahiya ‘a>ˈidatun ma‘a

shadi>qiha> al-falla>chu minal-gha>bah (al-I>sa>, 2009:167).

Seekor kambing betina tua melompat dan bernyanyi. Ia bersama

petani, sahabatnya kembali dari hutan (al-I>sa>, 2009:167).

Page 173: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

204

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan

sugesti suasana yang menyenangkan, mesra, dan penuh kasih sayang. Hal ini

dipertegas juga dengan adanya aliterasi atau pengulangan bunyi konsonan

tertentu yang dominan di dalam puisi. Aliterasi di dalam syair ini berupa

pengulangan bunyi konsonan bersuara yaitu huruf za>’ seperti pada kata al-

‘anzu, al-‘aju>zu, dan taqfizu. Za>’ merupakan bunyi konsonan bersuara.

Adanya aliterasi penggunaan bunyi za>’ mempertegas suasana yang

menyenangkan, mesra, dan penuh kasih sayang.

Selanjutnya, bait pertama didominasi oleh penggunaan bunyi

konsonan bersuara (voiced) seperti huruf hamzah, ‘ain, za>’, dha>d, ba>’, ji>m,

wau, da>l, dan ya>’, bunyi likuida atau bunyi yang keluar dari sela-sela ujung

lidah yang menempel pada ceruk gigi seperti la>m dan ra>’ serta bunyi sengau

seperti mi>m dan nu>n. Anis (1999:22) memasukkan bunyi likuida (la>m dan

ra>’) dan bunyi sengau (mi>m dan nu>n) ke dalam kategori bunyi konsonan

bersuara (majhu>r). Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini dapat

dilihat dalam kutipan berikut:

فة ز لطي ي عشق األرض والعمل /وصديقي مزارع /ضم العشب ف اجلبل أق /أنا عن

.( 2009 :167)العيسى،

Ana> ‘anzun lathi>fatun/ Aqdhimul-‘usyba fi>l-jabal/ Wa shadi>qi>

muza>ri‘un/ Ya‘syaqul-ardha wal-‘amal (al-I>sa>, 2009:167).

Aku seekor kambing betina yang lembut/ Kugigit rerumputan di

gunung/ Dan sahabatku si petani/ Asyik dengan tanah dan

pekerjaannya (al-I>sa>, 2009:167).

Page 174: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

205

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara ini menimbulkan

sugesti suasana yang mesra dan penuh kasih sayang. Di dalam bait pertama

ini juga ditemukan bunyi konsonan tidak bersuara (unvoiced) seperti bunyi

huruf tha>’, fa>’, ta>’, qa>f, syi>n, dan sha>d. Adanya beberapa bunyi huruf

konsonan tidak bersuara ini menimbulkan efek kakofoni atau irama yang

tidak merdu. Irama inilah yang mengakibatkan munculnya sugesti suasana

yang agak berat karena ada beban tertentu.

Selanjutnya, bait kedua juga masih didominasi oleh penggunaan bunyi

konsonan bersuara seperti bunyi huruf nu>n, ya>’, mi>m, ra>’, la>m, da>l, za>’, dan

‘ain. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

زارع /كنت يوما رفيقة

.( 2009 :167)العيسى، لصديقي ادل

Kuntu yauman rafi>qatan/ Lishadi>qi>l-muza>ri‘i (al-I>sa>, 2009:167).

Seharian aku menemani/ Sahabatku, si petani (al-I>sa>, 2009:167).

Meskipun demikian pada bait kedua ini juga ditemukan penggunaan

bunyi konsonan tidak bersuara seperti bunyi huruf ka>f, ta>’, fa>’, qa>f, dan sha>d.

Percampuran antara bunyi efoni atau bunyi berirama dari konsonan bersuara

dan bunyi kakofoni dari konsonan tidak bersuara menimbulkan sugesti

suasana yang stabil dan netral.

Bait ketiga juga didominasi oleh penggunaan bunyi konsonan

bersuara seperti bunyi huruf la>m, ghain, ba>’, mi>m, hamzah, ra>’, wau, ‘ain,

dan nu>n. Dominasi ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Page 175: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

206

،العيسى ) وأنا اقطع احلطب /فاسرحي وامرحي با /ملئت بالروائع /تلك غابة قال ل :

167: 2009 ).

Qa>la li> : Tilka gha>batun/ Muliˈat bir-rawa> i‘i/ Fasrachi> wamrachi> biha>/

Wa ana> aqtha‘ul-chatab (al-I>sa>, 2009:167).

Dia berkata kepadaku: itu adalah hutan/ Yang penuh dengan

keindahan/ Beristirahatlah dan bersenang-senanglah engkau di

dalamnya/ Sementara aku akan memotong kayu bakar (al-I>sa>,

2009:167).

Dominasi penggunaan bunyi konsonan bersuara yang ada di dalam

bait ketiga ini menimbulkan sugesti suasana yang menyenangkan. Meskipun

demikian di dalam bait ini juga ditemukan beberapa bunyi konsonan tidak

bersuara seperti huruf qa>f, ta>’, ka>f, fa>’, si>n, cha>’, ha>’ dan tha>’. Hadirnya bunyi

konsonan tidak bersuara ini membuat sugesti suasana yang awalnya

menyenangkan menjadi sedikit tertekan karena ada beban tertentu.

Di dalam bait ketiga ini juga ditemukan aliterasi atau pengulangan

bunyi konsonan tertentu yaitu pengulangan bunyi huruf ra>’ dan cha>’ pada

kata israchi> dan imrachi>. Pengulangan ini berfungsi untuk memberikan

sugesti efek tertentu, memperdalam rasa dan sebagai orkestrasi atau

menimbulkan bunyi musik.

Pada bait keempat syair Ughniyyatul-‘Anz, terlihat penggunaan bunyi

konsonan bersuara dan bunyi konsonan tidak bersuara dalam jumlah yang

hampir seimbang. Analisis ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

عب! /آه.. كم كان طيبا .( 2009 :167العيسى، ) عاشق األرض والت

Page 176: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

207

Ah.. Kam ka>na thayyiban/ ‘A>syiqul-ardhi wat-ta‘ab! (al-I>sa>,

2009:167).

Ah .. betapa baiknya dia/ Sang kekasih tanah dan rasa lelah! (al-I>sa>,

2009:167).

Bunyi konsonan bersuara yang digunakan dalam bait ini adalah bunyi

huruf hamzah, mi>m, nu>n, ya>’, ba>’, ‘ain, ra>’, dha>d, dan wau. Sedangkan bunyi

konsonan tidak bersuara yang terdapat dalam bait keempat ini yaitu bunyi

huruf ha>’, ka>f, tha>’, syi>n, qa>f, dan ta>’. Penggunaan bunyi konsonan bersuara

dan bunyi konsonan tidak bersuara dalam jumlah yang hampir seimbang ini

menimbulkan sugesti suasana yang stabil, antara rasa kasih sayang dan beban

tertentu yang menekan.

Berkenaan dengan irama, syair ini menggunakan akhiran yang tidak

beraturan (tidak bersajak). Oleh karena itu, syair Ughniyyatul-‘Anz bisa

dikategorikan ke dalam syi‘r churr. Syi‘r churr merupakan syair yang tidak

terikat dengan auran wazan, qa>fiyah maupun taf‘ila>t akan tetapi masih terikat

dengan satuan irama khusus yang menjadi karakteristik karya sastra bernilai

tinggi. Penyair hanya mengungkapkan perasaan dan imajinasinya sehingga

iramanya bersifat subjektif (Husein dalam Muzakki, 2006:53).

b. Lapis Arti

Lapis arti adalah lapis kedua dalam analisis strata norma Roman

Ingarden. Lapis arti berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan

kalimat. Rangkaian kalimat menjadi alinea, bab, dan keseluruhan cerita

ataupun keseluruhan sajak. Rangkaian satuan-satuan arti ini menimbulkan

Page 177: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

208

lapis ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan

dunia pengarang (Pradopo, 2014:15).

Paragraf pengantar atau prolog dalam syair Ughniyyatul-‘Anz

menceritakan tentang seekor kambing dan seorang petani yang baru pulang

dari hutan. Pernyataan ini berdasarkan pada kutipan berikut ini:

، وىي عائدة مع ز العجوز ت قفز وت غن ،العيسى ) صديقها الفلح من الغابة كانت العن

167: 2009 ).

Kana>t al-‘anzu al-‘aju>zu taqfizu wa tughanni>, wahiya ‘a>ˈidatun ma‘a

shadi>qiha> al-falla>chu minal-gha>bah (al-I>sa>, 2009:167).

Seekor kambing betina tua melompat dan bernyanyi. Ia bersama

petani, sahabatnya kembali dari hutan (al-I>sa>, 2009:167).

Seekor kambing betina tua tengah bergembira, dia melompat-lompat

sambil bernyanyi. Kambing betina itu baru saja pulang dari hutan bersama

sahabatnya yaitu petani. Mereka berdua bersama-sama berjalan beriringan

menuju rumah. Sementara itu, kambing betina terus bernyanyi sepanjang

perjalanan. Nyanyiannya itu dapat dilihat dalam keempat bait syair

Ughniyyatul- ‘Anz.

Bait pertama menggambarkan tentang kepribadian dan kegiatan

kambing betina beserta sahabatnya, si petani. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

فة ز لطي ي عشق األرض والعمل /وصديقي مزارع /أقضم العشب ف اجلبل /أنا عن

.( 2009 :167)العيسى،

Ana> ‘anzun lathi>fatun/ Aqdhimul-‘usyba fi>l-jabal/ Wa shadi>qi>

muza>ri‘un/ Ya‘syaqul-ardha wal-‘amal (al-I>sa>, 2009:167).

Page 178: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

209

Aku seekor kambing betina yang lembut/ Kugigit rerumputan di

gunung/ Dan sahabatku si petani/ Asyik dengan tanah dan

pekerjaannya (al-I>sa>, 2009:167).

Pada kutipan di atas disebutkan bahwa si pelaku “aku” adalah

kambing betina yang berkepribadian lembut atau jinak. Dia bersahabat

dengan petani. Ketika mereka berdua tengah pergi ke gunung, si kambing

betina akan memakan rerumputan yang ada di sana. Sementara itu,

sahabatnya, si petani sibuk dan asyik dengan pekerjaannya yaitu mengolah

tanah.

Bait kedua berisi nyanyian kambing betina tentang persahabatannya

dengan petani. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:

زارع /كنت يوما رفيقة

.( 2009 :167)العيسى، لصديقي ادل

Kuntu yauman rafi>qatan/ lishadi>qi>l-muza>ri‘i (al-I>sa>, 2009:167).

Seharian aku menemani/ Sahabatku, si petani (al-I>sa>, 2009:167).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa kambing betina selalu

menemani sahabatnya, si petani. Dia menemani petani melakukan

aktivitasnya di gunung sebagaimana disebutkan pada bait pertama, selama

seharian penuh.

Bait ketiga berisi nyanyian kambing betina tentang pesan si petani

kepadanya. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

،العيسى ) احلطب وأنا اقطع /فاسرحي وامرحي با /ملئت بالروائع /قال ل : تلك غابة 167: 2009 ).

Qa>la li> : Tilka gha>batun/ Muliˈat bir-rawa> i‘i/ Fasrachi> wamrachi> biha>/

Wa ana> aqtha‘ul-chatab (al-I>sa>, 2009:167).

Page 179: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

210

Dia berkata kepadaku: itu adalah hutan/ Yang penuh dengan

keindahan/ Beristirahatlah dan bersenang-senanglah engkau di

dalamnya/ Sementara aku akan memotong kayu bakar (al-I>sa>,

2009:167).

Sahabatnya, si petani berkata kepada kambing betina bahwa yang

mereka lihat saat itu adalah hutan. Hutan yang penuh dengan keindahan.

Petani berpesan kepada kambing betina untuk beristirahat dan bersenang-

senang di dalamnya. Sementara dia beristirahat, si petani akan memotong

kayu bakar di hutan tersebut.

Bait keempat menceritakan tentang nyanyian kambing betina

mengenai kepribadian sahabatnya, si petani. Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan berikut:

عب! /آه.. كم كان طيبا .( 2009 :167العيسى، ) عاشق األرض والت

Ah.. Kam ka>na thayyiban/ ‘A>syiqul-ardhi wat-ta‘ab! (al-I>sa>,

2009:167).

Ah .. betapa baiknya dia/ Sang kekasih tanah dan rasa lelah! (al-I>sa>,

2009:167).

Menurut kambing betina, si petani, sahabatnya itu sangatlah baik hati.

Selain itu, si petani juga sangat rajin dan mencintai pekerjaannya mengolah

lahan. Itulah mengapa kambing betina menjuluki sahabatnya itu sebagai

kekasih tanah dan rasa lelah.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis hal-hal yang dikemukakan merupakan lapis ketiga, dan

ditimbulkan oleh lapis arti yang merupakan lapis kedua dalam analisis strata

Page 180: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

211

norma Roman Ingarden ini. Lapis hal-hal yang dikemukakan ini terdiri dari

pelaku (subjek), latar, objek, dan dunia pengarang (Pradopo, 2014:18).

Hal-hal yang dikemukakan pertama yaitu pelaku (subjek). Pelaku

utama di dalam syair Ughniyyatul-‘Anz ialah kambing betina. Analisis ini

berdasarkan pada kutipan berikut:

فة ز لطي .( 2009 :167)العيسى، أنا عن

Ana> ‘anzun lathi>fatun (al-I>sa>, 2009:167).

Aku seekor kambing betina yang lembut (al-I>sa>, 2009:167).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa si “aku” sebagai pelaku

utama dalam syair ini adalah kambing betina. Dia pulalah yang

mendendangkan syair tentang persahabatannya dengan si petani dalam syair

Ughniyyatul-‘Anz.

Selain pelaku utama, dalam syair ini juga ditemukan pelaku kedua

yaitu sahabat kambing betina, si petani. Keberadaan pelaku kedua dalam syair

ini nampak pada kutipan berikut:

.( 2009 :167)العيسى، ي عشق األرض والعمل /وصديقي مزارع

Wa shadi>qi> muza>ri‘un/ Ya‘syaqul-ardha wal-‘amal (al-I>sa>, 2009:167).

Dan sahabatku si petani/ Asyik dengan tanah dan pekerjaannya (al-I>sa>,

2009:167).

Pada kutipan di atas disebutkan bahwa sahabat kambing betina adalah

petani. Petani menjadi pelaku kedua karena selain dia berlaku sebagai subjek

yang sibuk dengan pekerjaannya, dia juga dikenai tindakan oleh pelaku utama

Page 181: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

212

(kambing betina). Hal ini dapat dilihat pada penjelasan berikutnya, mengenai

objek-objek yang dikemukakan dalam syair Ughniyyatul ‘Anz.

Setelah subjek, hal yang dikemukakan selanjutnya ialah latar. Latar

yang ditemukan pada syair ini yaitu latar tempat. Pada bagian prolog

ditemukan latar tempat berupa hutan. Hal ini nampak pada kutipan berikut:

.( 2009 :167العيسى، ) الفلح من الغابة. صديقهاوىي عائدة مع

Wahiya ‘a>ˈidatun ma‘a shadi>qiha> al-falla>chu minal-gha>bah (al-I>sa>,

2009:167).

Ia bersama petani, sahabatnya kembali dari hutan (al-I>sa>, 2009:167).

Pada kutipan di atas diketahui bahwa kambing betina sebagai pelaku

utama dalam syair ini, tengah pulang dari hutan bersama sahabatnya, si

petani. Jadi, hutan menjadi latar tempat terjadinya kejadian dalam paragraf

pengantar ini.

Selain pada prolog atau paragraf pengantar, latar tempat juga

ditemukan pada bait pertama. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:

.( 2009 :167)العيسى، أقضم العشب ف اجلبل

Aqdhimul-‘usyba fi>l-jabal (al-I>sa>, 2009:167).

Kugigit rerumputan di gunung (al-I>sa>, 2009:167).

Pada kutipan di atas disebutkan bahwa kambing betina memakan

rerumputan yang ada di gunung. Jadi, gunung menjadi latar tempat pada

peristiwa ini.

Selain subjek dan latar, hal-hal yang dikemukakan selanjutnya yaitu

objek. Objek merupakan hal atau benda yang menjadi sasaran perbuatan

Page 182: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

213

subjek (pelaku). Pada bait pertama, objek yang dikemukakan yaitu

rerumputan, tanah, dan pekerjaan. Ketiga objek ini dapat dilihat pada kutipan

berikut:

فة ز لطي ي عشق األرض والعمل /وصديقي مزارع /أقضم العشب ف اجلبل /أنا عن

.( 2009 :167)العيسى،

Ana> ‘anzun lathi>fatun/ Aqdhimul-‘usyba fi>l-jabal/ Wa shadi>qi>

muza>ri‘un/ Ya‘syaqul-ardha wal-‘amal (al-I>sa>, 2009:167).

Aku seekor kambing betina yang lembut/ Kugigit rerumputan di

gunung/ Dan sahabatku si petani/ Asyik dengan tanah dan

pekerjaannya (al-I>sa>, 2009:167).

Pada kutipan di atas disebutkan bahwa rerumputan yang ada digunung

dimakan oleh kambing betina, oleh karena itu pada bait ini rerumputan

menjadi objek. Selain rerumputan, tanah dan pekerjaan juga menjadi objek,

karena keduanya dikenai sasaran perbuatan pelaku kedua dalam syair ini,

yaitu petani.

Objek pada bait kedua yaitu petani. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut ini:

زارع /كنت يوما رفيقة

.( 2009 :167)العيسى، لصديقي ادل

Kuntu yauman rafi>qatan/ lishadi>qi>l-muza>ri‘i (al-I>sa>, 2009:167).

Seharian aku menemani/ Sahabatku, si petani (al-I>sa>, 2009:167).

Selain menjadi pelaku (subjek) petani juga menjadi objek. Hal ini

karena petani adalah sosok yang ditemani oleh kambing betina seharian. Jadi,

petani menjadi sasaran atau dikenai perbuatan oleh pelaku utama, yaitu

kambing betina.

Page 183: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

214

Pada bait ketiga, objek yang dikemukakan yaitu hutan, keindahan,

kambing betina, dan kayu bakar. Keempat objek ini dapat ditemukan pada

kutipan berikut:

وأنا اقطع احلطب /فاسرحي وامرحي با /ملئت بالروائع /قال ل : تلك غابة

.( 2009 :167العيسى، )

Qa>la li> : Tilka gha>batun/ Muliˈat bir-rawa> i‘i/ Fasrachi> wamrachi> biha>/

Wa ana> aqtha‘ul-chatab (al-I>sa>, 2009:167).

Dia berkata kepadaku: itu adalah hutan/ Yang penuh dengan

keindahan/ Beristirahatlah dan bersenang-senanglah engkau di

dalamnya/ Sementara aku akan memotong kayu bakar (al-I>sa>,

2009:167).

Hutan, keindahan, dan engkau (kambing betina) merupakan objek

pada bait ini karena ketiganya merupakan hal-hal yang dikenai sasaran

perkataan si petani. Sementara untuk kayu bakar, selain menjadi sasaran

perkataan petani, juga menjadi sasaran tindakan si petani yaitu dipotong.

Pada bait keempat tidak ditemukan objek yang disebutkan secara

eksplisit. Hanya saja objek itu implisit di dalam nyanyian kambing betina.

Objek yang implisit tersebut yaitu petani. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

عب! /آه.. كم كان طيبا .( 2009 :167العيسى، ) عاشق األرض والت

Ah.. Kam ka>na thayyiban/ ‘A>syiqul-ardhi wat-ta‘ab! (al-I>sa>,

2009:167).

Ah.. betapa baiknya dia/ Sang kekasih tanah dan rasa lelah! (al-I>sa>,

2009:167).

Petani menjadi objek pada bait keempat ini karena dia menjadi

sasaran dari isi nyanyian kambing betina. Dalam nyanyiannya itu, kambing

Page 184: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

215

betina mengatakan bahwa sahabatnya, si petani sangatlah baik dan rajin.

Karena sifat rajinnya itulah, kambing betina menjulukinya kekasih tanah dan

rasa lelah.

Selain ketiga hal di atas, hal yang kemukakan selanjutnya yaitu dunia

pengarang. Dunia pengarang merupakan alur cerita yang diciptakan oleh

pengarang. Alur ini berasal dari gabungan dan jalinan antara objek yang

dikemukakan, latar dan pelaku cerita (Pradopo, 2014:18).

Dunia pengarang dalam syair Ughniyyatul-‘anz dapat diuraikan

sebagai berikut:

Suatu saat, kambing betina tua baru saja pulang dari hutan bersama

sahabatnya, petani. Kambing betina itu terlihat dalam suasana hati yang riang,

dia melompat-lompat sambil bernyanyi. Isi nyanyiannya itu adalah tentang

dirinya dan petani, sahabatnya. Dia mengatakan bahwa dirinya adalah

kambing betina yang lembut. Ketika di gunung, dia akan memakan

rerumputan yang ada di sana, sementara si petani sibuk dengan pekerjaannya

mengolah tanah. Kambing betina itu selalu menemani petani. Begitu juga saat

di hutan, sahabatnya, si petani itu mengatakan kalau hutan itu penuh dengan

keindahan. Dia menyarankan agar kambing betina beristirahat dan bersenang-

senang di hutan itu, sementara dirinya akan memotong kayu bakar. Betapa

senangnya kambing betina mendengar sarannya itu, hingga dia mengatakan

“Ah... betapa baiknya dia, kekasih tanah dan rasa lelah”.

Page 185: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

216

d. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan lapis keempat yang dipandang dari titik

tertentu tidak perlu dinyatakan, akan tetapi sudah implisit terkandung di

dalam rangkaian kata-kata syair (Pradopo, 2014:15).

Lapis dunia pada bagian prolog atau paragraf pengantar yaitu bahwa

kambing betina sedang berada dalam suasana hati yang gembira dan bahagia.

Kegembiraan dan kebahagiaan itu tidak dinyatakan secara langsung dalam

bentuk kata-kata pada bagian prolog ini, akan tetapi sudah tercermin dari

perbuatan yang dilakukan oleh kambing betina. Analisis ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

، وىي عائدة مع ز العجوز ت قفز وت غن ،العيسى ) صديقها الفلح من الغابة كانت العن 167: 2009 ).

Kana>t al-‘anzu al-‘aju>zu taqfizu wa tughanni>, wahiya ‘a>ˈidatun ma‘a

shadi>qiha> al-falla>chu minal-gha>bah (al-I>sa>, 2009:167).

Seekor kambing betina tua melompat dan bernyanyi. Ia bersama

petani, sahabatnya kembali dari hutan (al-I>sa>, 2009:167).

Saat pulang bersama sahabatnya dari hutan, kambing betina tua itu

melompat-lompat dan bernyanyi. Hal inilah yang memperlihatkan bahwa dia

sedang bahagia. Jika dia sedang berada dalam suasana hati yang sedih tidak

mungkin akan melompat-lompat dan bernyanyi. Terlebih isi nyanyiannya,

sebagaimana terdapat di dalam keempat bait syair, tentang persahabatannya

dengan si petani yang begitu menyenangkan.

Page 186: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

217

Lapis dunia juga ditemukan pada bait kedua, yaitu menunjukkan bukti

kesetiaan kambing betina terhadap sahabatnya, si petani. Kesetiaan kambing

betina ini implisit di dalam pernyataan berikut:

زارع /كنت يوما رفيقة

.( 2009 :167العيسى، ) لصديقي ادل

Kuntu yauman rafi>qatan/ lishadi>qi>l-muza>ri‘i (al-I>sa>, 2009:167).

Seharian aku menemani/ Sahabatku, si petani (al-I>sa>, 2009:167).

Selama seharian kambing betina itu menemani sahabatnya, si petani.

Hal ini menunjukkan bahwa kambing betina itu sangat setia dengan

sahabatnya. Kesetiaannya ini tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata

dalam bait syair, karena keberadaan sudah dapat dipahami melalui sikap dan

perbuatan kambing betina itu.

Pada bait ketiga syair Ughniyyatul-‘Anz juga ditemukan lapis dunia.

Lapis dunia pada bait ini berupa keindahan yang terdapat di dalam hutan,

sebagaimana disebutkan dalam kutipan berikut:

،العيسى ) وأنا اقطع احلطب /فاسرحي وامرحي با /ملئت بالروائع /قال ل : تلك غابة 167: 2009 ).

Qa>la li> : Tilka gha>batun/ Muliˈat bir-rawa> i‘i/ Fasrachi> wamrachi> biha>/

Wa ana> aqtha‘ul-chatab (al-I>sa>, 2009:167).

Dia berkata kepadaku: itu adalah hutan/ Yang penuh dengan

keindahan/ Beristirahatlah dan bersenang-senanglah engkau di

dalamnya/ Sementara aku akan memotong kayu bakar (al-I>sa>,

2009:167).

Meskipun tidak disebutkan secara gamblang mengenai keindahan

yang terdapat di dalam hutan, sudah dapat diketahui bahwa keindahan itu

berupa jajaran pepohonan hijau yang begitu rindang, hamparan rerumputan

Page 187: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

218

segar yang menggiurkan, kicauan burung-burung yang begitu merdu, bunga-

bunga liar yang elok, dan hal indah lainnya. Semuanya begitu menyenangkan

dan menenangkan. Itulah mengapa si petani menyarankan kepada kambing

betina agar dia beristirahat dan bersenang-senang di dalam hutan itu.

Lapis dunia yang terakhir yaitu terdapat pada bait keempat syair

Ughniyyatul-‘Anz. Pada bait ini menjelaskan penghargaan kambing betina

kepada sahabatnya, si petani. Kambing betina itu sangat menyayangi

sahabatnya, karena sahabatnya itu baik hati dan rajin. Hal ini disebutkan pada

kutipan berikut:

عب! /آه.. كم كان طيبا .( 2009 :167العيسى، ) عاشق األرض والت

Ah.. Kam ka>na thayyiban/ ‘A>syiqul-ardhi wat-ta‘ab! (al-I>sa>,

2009:167).

Ah .. betapa baiknya dia/ Sang kekasih tanah dan rasa lelah! (al-I>sa>,

2009:167).

Dari kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selain baik hati, si

petani juga rajin dan pekerja keras. Karakter rajin dan pekerja keras ini tidak

disebutkan secara eksplisit menggunakan kata-kata di dalam bait syair. Akan

tetapi implisit pada pernyataan kambing yang mengatakan bahwa petani

adalah sang kekasih tanah dan rasa lelah.

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca

berkontemplasi atau melakukan perenungan. Lapis metafisis merupakan lapis

kelima dalam strata norma Roman Ingarden yang berupa sifat-sifat metafisis

(sublim, tragis, mengerikan, menakutkan, suci, dan lainnya). Dengan

Page 188: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

219

hadirnya sifat-sifat inilah seorang pembaca akan melakukan sebuah

perenungan. Akan tetapi tidak semua karya sastra mengandung lapis metafisis

ini (Pradopo, 2014:15).

Karya sastra yang mengandung lapis metafisis merupakan karya sastra

yang mencapai tingkatan keempat atau niveau human dan kelima atau niveau

religius (filosofis) dalam tingkatan pengalaman jiwa. Adapun tingkatan

pertama atau niveau anorganis yang terjelma pada karya sastra hanya berupa

pola bunyi, irama, baris, sajak, alenia, kalimat, gaya bahasa dan sebagainya.

Untuk tingkatan kedua atau niveau vegetatif yang terjelma dalam karya sastra

berupa suasana-suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian-rangkaian kata-kata

itu. Tingkatan ketiga atau niveau animal merupakan tingkatan yang dicapai

oleh binatang dan sudah ada nafsu jasmaniahnya. Tingkatan ini jika terjelma

dalam kata berupa nafsu-nafsu naluriah seperti makan, minum, dan

sebagainya (Pradopo, 1994:55-59).

Sementara itu, tingkatan pengalaman jiwa keempat atau niveau human

jika terjelma ke dalam karya sastra dapat berupa renungan-renungan batin dan

moral, konflik kejiwaan, rasa simpati dan segala pengalaman yang dirasakan

manusia. Sedangkan tingkatan kelima atau niveau religius (filosofis) berupa

renungan batin sampai hakikat, hubungan tuhan dengan manusia, renungan

filsafat dan metafisis, dan sebagainya (Pradopo, 1994:58).

Renungan pada tingkatan niveau human terhadap syair Ughniyyatul-

‘Anz yaitu bahwa dalam kehidupan ini, setiap makhluk hidup memerlukan

sahabat. Hal ini dapat dilihat dari sikap kambing betina yang bersahabat

Page 189: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

220

dengan petani. Terlebih manusia yang merupakan makhluk sosial,

persahabatan sangat diperlukan. Hal ini karena manusia tidak akan mungkin

dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain.

Faktor kesetiaan sangat diperlukan dalam menjalin sebuah

persahabatan. Dengan kesetiaan, sebuah persahabatan akan terjalin dengan

erat dan abadi. Kesetiaan pada syair ini tercermin dari sikap kambing betina

yang selalu menemani si petani selama seharian penuh. Begitulah

persahabatan, seorang sahabat akan selalu ada kapanpun, baik saat suka

maupun duka. Seorang sahabat sejati tidak akan pernah meninggalkan

kawannya dalam keadaan apapun.

Persahabatan juga mengharuskan penghormatan dan penghargaan

terhadap hak dan kewajiban masing-masing. Hal ini dicontohkan oleh sikap

petani yang mempersilahkan kambing betina untuk bersenang-senang dan

beristirahat di dalam hutan. Petani tersebut tidak membatasi ruang gerak di

kambing betina. Begitulah seharusnya sebuah persahabatan. Antara satu

pihak dengan pihak yang lain tidak boleh memaksakan kehendak masing-

masing serta harus menghormati hak dan kewajiban masing-masing.

Berdasarkan hasil analisis syair ketujuh dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatul-‘Anz karya

Sulaima>n al-I>sa> masuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung tema

“persahabatan” ( الصديق). Isinya menceritakan tentang persahabatan antara

Page 190: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

221

kambing betina dengan petani. Kambing betina selalu setia menemani petani.

Sementara itu, si petani senantiasa menghormati hak-hak dari sahabatnya

tersebut. Persahabatan antara kambing betina dan petani ini memberikan

perenungan kepada pembaca akan pentingnya rasa kesetiaan serta saling

menghormati hak dan kewajiban masing-masing dalam membina sebuah

persahabatan.

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Syair merupakan salah satu genre sastra, karena itu tentunya mengandung

pesan dan amanat yang hendak disampaikan oleh mengarangnya. Terlebih puisi

yang ditujukan untuk pembaca anak-anak, pesan dan amanat yang berupa nilai-

nilai pendidikan karakter sangat ditekankan. Hal ini mengingat usia anak-anak

adalah usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter ini, bisa melalui berbagai

media, salah satunya syair. Hanya saja, seringkali nilai-nilai pendidikan karakter

ini tidak disebutkan secara eksplisit, akan tetapi implisit di dalam rangkaian kata-

kata syair yang indah. Berkaitan dengan hal itu, diperlukan adanya analisis

terhadap nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, sehingga memudahkan anak-

anak untuk memahaminya.

Analisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatul-‘Anz berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut

Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Page 191: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

222

Berdasarkan sembilan pilar tersebut, nilai-nilai pendidikan karakternya adalah

sebagai berikut:

a. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya

Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya merupakan nilai karakter

pertama dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas

dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Nilai karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya pada syair ini

ditampilkan oleh sikap kambing betina yang begitu menghormati dan

menyayangi sahabatnya, si petani. Begitu juga sebaliknya yang dilakukan

oleh si petani.

Kecintaan terhadap tuhan dan segenap ciptaan-Nya perlu

ditanamankan pada diri anak sejak dini. Hal ini agar anak tumbuh menjadi

pribadi yang religius dan sayang terhadap sesamanya, juga terhadap makhluk

hidup lainnya.

b. Rajin dan kerja keras

Rajin dan kerja keras merupakan nilai karakter keenam dalam

sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20

tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Nilai karakter rajin dan kerja keras dalam syair ini ditunjukkan oleh

penggambaran kambing betina terhadap sifat sahabatnya yang asyik dengan

pekerjaannya. Kambing betina itu juga menyebut si petani sebagai kekasih

tanah dan rasa lelah. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

.( 2009 :167)العيسى، ي عشق األرض والعمل /وصديقي مزارع

Page 192: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

223

Wa shadi>qi> muza>ri‘un/ Ya‘syaqul-ardha wal-‘amal (al-I>sa>, 2009:167).

Dan sahabatku si petani/ Asyik dengan tanah dan pekerjaannya (al-I>sa>,

2009:167).

عب! /آه.. كم كان طيبا .( 2009 :167العيسى، ) عاشق األرض والت

Ah.. Kam ka>na thayyiban/ ‘A>syiqul-ardhi wat-ta‘ab! (al-I>sa>,

2009:167).

Ah .. betapa baiknya dia/ Sang kekasih tanah dan rasa lelah! (al-I>sa>,

2009:167).

Karakter rajin pada kutipan di atas ditunjukkan oleh sikap petani yang

begitu asyik dengan pekerjaannya mengolah tanah. Pada kutipan kedua juga

ditegaskan bahwa si petani adalah kekasih tanah dan rasa lelah. Hal ini

menegaskan bahwa si petani adalah seorang yang berkarakter pekerja keras

hingga tidak goyah oleh rasa lelah, karena rasa lelah telah menemani hari-

harinya.

Karakter rajin dan bekerja keras perlu ditanamkan pada diri anak

sejak dini. Dengan memiliki kedua karakter ini seseorang akan lebih mudah

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu. Dengan kedua

karakter ini pula, seseorang akan lebih tahan banting dan tidak mudah

mengeluh dalam mengatasi segala permasalahan yang ada di kehidupan ini.

c. Baik hati

Karakter baik hati merupakan karakter kedelapan dalam sembilan

pilar nilai pendidikan karakter menurut Kemendiknas yang terdapat pada UU

No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Karakter baik hati pada syair

ini disebutkan secara eksplisit melalui perkataan kambing betina berikut ini:

Page 193: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

224

عب! /آه.. كم كان طيبا .( 2009 :167العيسى، ) عاشق األرض والت

Ah.. Kam ka>na thayyiban/ ‘A>syiqul-ardhi wat-ta‘ab! (al-I>sa>,

2009:167).

Ah .. betapa baiknya dia/ Sang kekasih tanah dan rasa lelah! (al-

I>sa>, 2009:167).

Pada kutipan di atas, kambing betina mengatakan bahwa sahabatnya

sangat baik hati. Dari perkataan kambing betina inilah, dapat disampaikan

kepada anak-anak bahwa seseorang harus memiliki karakter baik hati agar

disenangi dan dihormati oleh rekan-rekannya.

d. Menghargai dan menghormati hak serta kewajiban orang lain

Menghargai dan menghormati hak serta kewajiban orang lain

merupakan penjabaran dari karakter keempat berdasarkan sembilan pilar nilai

karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yaitu

karakter hormat dan santun (Samani, 2013:106). Dalam syair ini, karakter

tersebut ditunjukkan oleh sikap petani pada bait berikut:

،العيسى ) وأنا اقطع احلطب /فاسرحي وامرحي با /ملئت بالروائع /قال ل : تلك غابة

167: 2009 ).

Qa>la li> : Tilka gha>batun/ Muliˈat bir-rawa> i‘i/ Fasrachi> wamrachi>

biha>/ Wa ana> aqtha‘ul-chatab (al-I>sa>, 2009:167).

Dia berkata kepadaku: itu adalah hutan/ Yang penuh dengan

keindahan/ Beristirahatlah dan bersenang-senanglah engkau di

dalamnya/ Sementara aku akan memotong kayu bakar (al-I>sa>,

2009:167).

Petani mengatakan kepada kambing betina bahwa hutan itu penuh

dengan keindahan dan dia juga mempersilahkan kambing betina untuk

beristirahat dan bersenang-senang di dalamnya. Sementara dia sendiri akan

Page 194: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

225

memotong kayu bakar. Sikap petani ini menunjukkan bahwa dia meletakkan

hak dan kewajiban sesuai dengan porsinya. Dia tidak membebani kambing

betina dengan pekerjaan yang memberatkan.

Dari peristiwa tersebut dapat disampaikan kepada anak-anak bahwa

dalam menempatkan hak dan kewajiban haruslah seimbang dan sesuai dengan

kadarnya. Baik itu hak dan kewajiban diri sendiri maupun orang lain.

Terhadap keberadaan hak dan kewajiban orang lain, seseorang harus

memiliki rasa hormat dan menghargai. Seseorang yang memiliki karakter ini,

maka dirinya juga akan dihormati dan dihargai orang lain.

e. Setia

Karakter setia merupakan penjabaran dari nilain karakter keenam

dalam sembilan pilar nilai karakter menurut Kemendiknas dalam UU No. 20

tahun 2003 pasal 3 yaitu karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan

(Samani, 2013:106). Karakter ini perlu ditanamkan pada diri seorang anak

sejak dini, agar anak tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas tinggi dan

disenangi banyak orang. Karakter setia pada syair ini ditunjukkan oleh sikap

kambing betina pada bait kedua berikut ini:

زارع /كنت يوما رفيقة

.( 2009 :167العيسى، ) لصديقي ادل

Kuntu yauman rafi>qatan/ lishadi>qi>l-muza>ri‘i (al-I>sa>, 2009:167).

Seharian aku menemani/ Sahabatku, si petani (al-I>sa>, 2009:167).

Kambing betina selalu setia menemani sahabatnya, si petani selama

seharian. Dari sikap kambing betina ini, dapat diungkapkan dan disampaikan

kepada anak-anak bahwa dalam berteman seseorang harus berlaku setia dan

Page 195: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

226

mengutamakan kesatuan. Teman sejati adalah teman yang selalu ada saat

suka maupun duka. Kesalahpahaman memang sering terjadi dalam sebuah

persahabatan. Akan tetapi kesalahpahaman tidak lantas membuat sebuah

persahabatan berakhir. Saling memahami dan setia adalah kunci utuhnya

sebuah persahabatan. Begitu juga terhadap pekerjaan, kepercayaan dan tanah

air, karakter setia sangat penting dan diperlukan.

Page 196: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

227

H. Syair Ke-8

لم الح ة ي ن غ أ

إذلي!

ا كتبت العذاب لماذ

نا بذي الب راري؟ علي

ئاب؟ لماذا تكون الذ

نعيش بوف..

نوت بوف..

ول نن شيا

ول ن ؤذ حيا

ب ون عطين

خي االعطاء الس

نا أبدا ف اضطراب ولكن

بذي الب راري! خوف و

ئاب؟ لماذا، لماذا الذ

Ughniyyatul-Chamal

Ilahi> !

Lima>dza> katabtal-‘adza>b

‘Alaina> biha>dzi>l-bara>ri>?

Lima>dza> taku>nudz-dziˈa>b?

Na‘i>syu bikhaufin..

Namu>tu bikhaufin..

Walam najni syayya>

Walam nuˈdzi chayya>

Nuchibbu wanu‘thi>

Al-‘atha> as-sakhiyya>

227

Page 197: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

228

Walakinnana> abadan fi> idhthira>b

Wakhaufin biha>dzi>l-bara>ri>!

Lima>dza>, Lima>dza> adz-dziˈa>b?

Nyanyian Anak Domba

Tuhanku!

Mengapa Engkau takdirkan penderitaan

Kepada kami di padang rumput ini?

Mengapa ada serigala-serigala?

Yang membuat kami hidup dalam

ketakutan ..

Hingga matipun ketakutan ..

Tiada sesuatupun kami dapatkan

Dan kamipun tak merugikan kehidupan

Kami mencintai dan memberi

Pemberian yang mulia

Akan tetapi kami selalu dalam kebingungan

Dan ketakutan di padang rumput ini!

Mengapa, mengapa serigala-serigala?

1. Analisis Strata Norma Roman Ingarden

a. Lapis Bunyi

Bunyi merupakan lapis pertama dalam analisis strata norma Roman

Ingarden. Lapis bunyi ini menimbulkan lapis yang kedua yaitu lapis arti.

Bunyi merupakan unsur puisi yang bersifat estetis, karena menimbulkan

keindahan dan tenaga ekpresif. Bunyi konsonan dan vokal disusun

sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu dan berirama

seperti bunyi musik. Dari irama yang beraturan inilah akan mengalirkan

perasaan, imajinasi-imajinasi dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman

jiwa pendengarnya (Pradopo, 2014:22-27).

Page 198: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

229

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u; bunyi-bunyi

konsonan bersuara (voiced): b, d, g, j, dan sebagainya; bunyi likuida atau

bunyi yang keluar dari sela-sela ujung lidah yang menempel pada ceruk gigi:

r, l; dan bunyi sengau: m, n, ng, ny menimbulkan efek efoni atau bunyi merdu

dan berirama. Bunyi yang merdu itu dapat mendukung suasana yang mesra,

kasih sayang, gembira, dan bahagia. Sebaliknya, kombinasi bunyi yang tidak

merdu dan parau yang disebabkan oleh bunyi konsonan tidak bersuara

(unvoiced) dapat untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan,

kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Kombinasi bunyi tidak

merdu dan parau disebut dengan kakofoni (Pradopo, 2014: 29-31). Anis

(1999:22) mengkategorikan huruf-huruf sengau atau nasal (mi>m dan nu>n)

serta huruf likuida (la>m dan ra>’) ke dalam huruf bersuara (majhu>r).

Puisi Ughniyyatul-Chamal terdiri dari lima bait. Bait pertama terdiri

dari tiga baris yang didominasi oleh penggunaan bunyi huruf-huruf konsonan

bersuara (voiced). Bunyi huruf-huruf voiced ini yaitu huruf hamzah, la>m,

mi>m, dza>l, ba>’, ‘ain, nu>n, dan ra>’ pada kata ilahi>, lima>dza>, katabta, al-‘adza>b,

‘alaina>, biha >dzi>, dan al-bara>ri>. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

نا بذي الب راري /ا كتبت العذاب لماذ /إذلي! .( 2009 :179العيسى، )؟علي

Ilahi> ! Lima>dza> katabtal-‘adza>b/ ‘Alaina> biha>dzi>l-bara>ri>? (al-‘Isa>,

2009:179).

Tuhan Ku!/ Mengapa Engkau takdirkan penderitaan/ Kepada kami di

padang rumput ini? (al-‘Isa>, 2009:179).

Dominasi penggunaan bunyi huruf konsonan bersuara ini

menimbulkan sugesti suasana yang ringan dan mesra. Di samping dominasi

Page 199: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

230

penggunaan huruf voiced tersebut, juga ditemukan huruf-huruf unvoiced

seperti huruf ha>’, ka>f, dan ta>’ pada kata ilahi>, katabta, dan biha>dzi>. Adanya

penggunaan sedikit huruf unvoiced ini menimbulkan sugesti bahwa suasana

ringan dan mesra tadi berubah kurang menyenangkan karena suatu sebab.

Kemudian bait kedua syair ini, juga didominasi oleh penggunaan

bunyi huruf-huruf voiced pada baris pertama, keempat dan kelima.

Sedangkan pada baris kedua dan ketiga penggunaan bunyi huruf voiced dan

unvoiced berada dalam jumlah yang seimbang. Bunyi huruf-huruf voiced

yang digunakan dalam bait ini yaitu huruf la>m, mi>m, dza>l, nu>n, hamzah, ba>’,

‘ain, wau, ji>m, dan ya>’. Huruf-huruf tersebut dapat dilihat dalam kutipan

berikut ini:

ئاب؟ ول ن ؤذ حيا /ول نن شيا /نوت بوف.. /نعيش بوف.. /لماذا تكون الذ

.( 2009 :179)العيسى،

Lima>dza> taku>nudz-dziˈa>b?/ Na‘i>syu bikhaufin../ Namu>tu bikhaufin../ Walam najni syayya>/ Walam nuˈdzi chayya> (al-‘I>sa >, 2009:179).

Mengapa ada serigala-serigala?/ Yang membuat kami hidup dalam

ketakutan../ hingga matipun ketakutan ../ Tiada sesuatupun kami

dapatkan/ Dan kamipun tak merugikan kehidupan (al-‘I>sa>, 2009:

179).

Selain dominasi penggunaan bunyi huruf-huruf voiced, dalam bait

kedua ini juga ditemukan bunyi huruf-huruf unvoiced yaitu huruf ta>’, ka>f,

syi>n, kha>’, fa>’, dan cha>’. Dominasi penggunaan bunyi huruf-huruf voiced

menimbulkan sugesti suasana yang mesra dan penuh kasih sayang. Namun

dengan hadirnya bunyi huruf-huruf unvoiced menjadikan sugesti suasana

Page 200: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

231

yang mesra dan penuh kasih sayang tersebut berbaur dengan rasa ketakutan

dan beban yang tidak menyenangkan.

Pada bait kedua ini juga ditemukan penggunaan asonansi atau

pengulangan bunyi vokal. Asonansi terjadi pada baris ketiga dan keempat

serta baris kelima dan keenam. Pada baris ketiga dan keempat memiliki pola

vokal yang hampir sama yaitu [a], [i], [u], [i], [au], [i] dan [a], [u], [u], [i],

[au], [i]. Sedangkan baris kelima memiliki pola vokal yang hampir sama

dengan baris keenam yaitu [a], [a], [a], [i], [a], [a] dan [a], [a], [u], [i], [a], [a].

Asonansi ini berfungsi untuk orkestrasi, memudahkan pengucapan dan

mencapai bunyi yang merdu (Pradopo, 2014:38).

Selanjutnya, bait ketiga syair Ughniyyatul-Chamal juga masih

didominasi oleh penggunaan bunyi huruf-huruf voiced yaitu huruf nu>n, ba>’,

wau, ‘ain, la>m, hamzah, dan ya>’ pada kata nuchibbu, wanu‘thi>, al-‘atha> a,

dan as-sakhiyya>. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

خي /ب ون عطين .( 2009 :179العيسى، )االعطاء الس

Nuchibbu wanu‘thi>/ Al-‘atha>ˈas-sakhiyya> (al-‘I>sa>, 2009:179).

Kami mencintai dan memberi/ Pemberian yang mulia (al-‘I>sa >,

2009:179).

Dominasi penggunaan bunyi huruf-huruf voiced menimbulkan sugesti

suasana yang mesra dan penuh kasih sayang. Dalam kutipan di atas juga

ditemukan penggunaan bunyi huruf-huruf unvoiced yaitu huruf cha>’, tha>’,

si>n, dan kha>’. Adanya penggunaan bunyi huruf-huruf unvoiced ini

Page 201: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

232

menimbulkan sugesti suasana yang tadinya mesra dan penuh kasih sayang

menjadi berat dan ada suatu beban yang mengganjal.

Sementara itu, bait keempat juga didominasi oleh penggunaan bunyi

huruf-huruf voiced yaitu huruf wau, la>m, nu>n, hamzah, ba>’, da>l, dha>d, ra>’,

dan dza>l pada kata walakinnana>, abadan, idhthira>b, biha>dzi>, dan al-bara>ri>.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

نا أبدا ف اضطراب .( 2009 :179العيسى، ) بذي الب راري! خوف و /ولكن

Walakinnana> abadan fi> idhthira>b/ Wakhaufin biha>dzi>l-bara>ri>! ( al-

‘I>sa>, 2009:179).

Akan tetapi kami selalu dalam kebingungan/ Dan ketakutan di padang

rumput ini! (al-‘I>sa>, 2009:179).

Dominasi penggunaan bunyi huruf-huruf voiced ini menimbulkan

sugesti suasana yang tenang dan ramah. Pada bait ini juga ditemukan

penggunaan bunyi huruf-huruf unvoiced yaitu huruf ka>f, fa>’, tha>’, kha>’, dan

ha>’ yaitu pada kata walakinnana>, fi>, idhthira>b, khaufin, dan biha>dzi>. Hadirnya

bunyi huruf-huruf unvoiced di dalam bait ini menjadikan sugesti suasana

yang tadinya tenang dan ramah berubah menjadi tidak menyenangkan dan

menakutkan. Suasana yang menekan juga ditunjukkan dengan penggunaan

tanda seru (!) di akhir baris kedua bait keempat ini.

Selanjutnya, bait kelima syair ini hanya terdiri dari satu baris syair

saja. Bait kelima ini didominasi oleh penggunaan bunyi huruf-huruf voiced

yaitu huruf la>m, mi>m, dza>l, hamzah, dan ba>’. Penggunaan bunyi huruf-huruf

voiced ini terdapat pada kata lima>dza> yang diulang dua kali, dan kata adz-

dziˈa>b, sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut ini:

Page 202: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

233

ئاب؟ .( 2009 :179العيسى، )لماذا، لماذا الذ

Lima>dza>, Lima>dza> adz-dziˈa>b? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Mengapa, mengapa serigala-serigala? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Hadirnya sejumlah bunyi huruf-huruf voiced ini menimbulkan sugesti

suasana yang mesra, manja dan penuh kelembutan. Penggunaan tanda baca

introgatif yaitu tanda tanya (?) menimbulkan sugesti suasana kegalauan dan

kebimbangan.

Selain penggunaan bunyi huruf-huruf voiced dan unvoiced serta

asonansi, di dalam syair ini juga ditemukan unsur kepuitisan bunyi yang lain

yaitu berupa Epifora. Epifora atau epistrofa adalah salah satu jenis repetisi

yang berupa pengulangan bunyi dalam bentuk kata pada akhir baris puisi

(Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada bait kedua baris kedua dan

ketiga sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan berikut:

.( 2009 :179العيسى، ) ..نوت بوف /نعيش بوف..

Na‘i>syu bikhaufin../ Namu>tu bikhaufin../ (al-‘I>sa>, 2009:179).

Kami hidup dalam ketakutan../ Kamipun mati dalam ketakutan ../ (al-

‘I>sa>, 2009:179).

Kata ‚bikhaufin..‛ diulang sebanyak dua kali. Pengulangan ini

menimbulkan sugesti suasana yang kuat dan menekan. Terlebih lagi kata-kata

yang diulang tersebut mengandung huruf unvoiced yaitu kha>’ dan fa>’. Hal ini

tentunya menambah kesan suasana yang berat dan tidak menyenangkan.

Selain epifora, pada bait kedua juga ditemukan bentuk repetisi berupa

anafora. Anafora merupakan pengulangan kata atau frasa pertama pada setiap

Page 203: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

234

baris atau kalimat berikutnya (Keraf, 2007:127). Pengulangan ini terjadi pada

baris keempat dan kelima, sebagai berikut:

.( 2009 :179)العيسى، ول ن ؤذ حيا /ول نن شيا

Walam najni syayya>/ Walam nuˈdzi chayya> (al-‘I>sa >, 2009:179).

Tiada sesuatupun kami dapatkan/ Dan kamipun tak merugikan

kehidupan (al-‘I>sa>, 2009: 179).

Pada kutipan di atas, kata “walam” diulang dua kali di awal baris.

Pengulangan inilah yang disebut dengan anafora. Hadirnya anafora pada bait

kedua ini memberikan penekanan dan memperoleh makna yang mendalam

pada kata, frasa atau kalimat yang diulang.

Selain epifora dan anafora, dalam syair ini juga ditemukan bentuk

repetisi lain yaitu epizeuksis. Epizeuksis merupakan pengulangan yang

bersifat langsung dengan cara mengulang kata yang dipentingkan beberapa

kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Epizeuksis di dalam syair ini terjadi

pada bait kelima berikut:

ئاب؟ .( 2009 :179العيسى، )لماذا، لماذا الذ

Lima>dza>, Lima>dza> adz-dziˈa>b? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Mengapa, mengapa serigala-serigala? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Pada kutipan di atas kata “lima>dza>” yang diulang dua kali secara

langsung dan berturut-turut. Dengan hadirnya pengulangan kata tanya

“lima>dza>” tersebut menimbulkan sugesti suasana yang mesra, lembut, namun

bias dan membingungkan. Sebagaimana jenis epifora yang lainnya,

Page 204: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

235

epizeuksis berfungsi untuk memberikan penekanan dan memperoleh makna

yang mendalam pada kata, frasa atau kalimat yang diulang.

Dengan mempertimbangkan aspek irama yang terdiri dari metrum

(bachr) dan ritme (qa>fiyah), maka syair ini dapat dikategorikan ke dalam

syi‘r churr. Syi‘r churr yaitu syair yang tidak terikat oleh aturan wazan,

qa>fiyah, maupun taf‘ila>t akan tetapi masih terikat dengan satuan irama

khusus yang menjadi karakteristik karya sastra bernilai tinggi. Penyair hanya

mengungkapkan perasaan dan imajinasinya sehingga iramanya bersifat

subjektif (Husein dalam Muzakki, 2006:53).

b. Lapis Arti

Lapis arti merupakan rangkaian yang terdiri dari satuan fonem, suku

kata, kata, frase, dan kalimat. Rangkaian kalimat selanjutnya membentuk

bait-bait puisi dan keseluruhan syair yang utuh (Pradopo, 2014:15).

Bait pertama syair Ughniyyatul-Chamal menceritakan tentang keluh

kesah anak domba kepada Tuhan. Analisis ini berdasarkan pada kutipan

berikut:

نا بذي الب راري /ا كتبت العذاب لماذ /إذلي! .( 2009 :179العيسى، )؟علي

Ilahi> ! Lima>dza> katabtal-‘adza>b/ ‘Alaina> biha>dzi>l-bara>ri>? (al-‘Isa>,

2009:179).

Tuhanku!/ Mengapa Engkau takdirkan penderitaan/ Kepada kami di

padang rumput ini? (al-‘Isa>, 2009:179).

Page 205: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

236

Anak domba bertanya-tanya dan mengeluhkan takdirnya kepada

Tuhan, karena penderitaan yang dia rasakan. Penderitaan itu datang dari

padang rumput tempat mereka berada.

Bait kedua menceritakan tentang asal dari gangguan yang membuat

mereka menderita. Hal ini dapat dilihat di dalam kutipan berikut:

ئاب؟ ول ن ؤذ حيا /ول نن شيا /نوت بوف.. /نعيش بوف.. /لماذا تكون الذ

.( 2009 :179)العيسى،

Lima>dza> taku>nudz-dziˈa>b?/ Na‘i>syu bikhaufin../ Namu>tu bikhaufin../ Walam najni syayya>/ Walam nuˈdzi chayya> (al-‘I>sa >, 2009:179).

Mengapa ada serigala-serigala?/ Yang membuat kami hidup dalam

ketakutan../ Hingga matipun ketakutan ../ Tiada sesuatupun kami

dapatkan/ Dan kamipun tak merugikan kehidupan (al-‘I>sa>, 2009:

179).

Pada bait kedua ini menjelaskan bahwa penderitaan yang datang dari

padang rumput sebagaimana disebutkan pada bait pertama, sejatinya

disebabkan karena adanya serigala-serigala. Anak domba bertanya kepada

Tuhan, mengapa ada serigala-serigala. Sosok yang membuat anak domba

beserta kawanannya hidup dan mati dalam ketakutan. Sementara selama

hidup, mereka tidak mendapatkan apapun, juga tidak pernah merugikan

kehidupan itu sendiri.

Bait ketiga menjelaskan tentang kebiasaan anak domba. Analisis ini

berdasarkan pada kutipan berikut:

خي /ب ون عطين .( 2009 :179العيسى، )االعطاء الس

Nuchibbu wanu‘thi>/ Al-‘atha>ˈas-sakhiyya> (al-‘I>sa>, 2009:179).

Kami mencintai dan memberi/ Pemberian yang mulia (al-‘I>sa >,

2009:179).

Page 206: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

237

Kebiasaan anak domba beserta kawanannya yaitu mereka saling

mencintai dan memberi, baik kepada sesamanya maupun kepada hewan lain.

Ketika memberi, mereka selalu mengutamakan pemberian yang baik dan

mulia.

Bait keempat berisikan tentang kondisi anak domba dan kawanannya

yang berbanding terbalik dengan kebiasaan mereka. Kondisi mereka dapat

dilihat dalam kutipan berikut:

نا أبدا ف اضطراب .( 2009 :179العيسى، ) بذي الب راري! خوف و /ولكن

Walakinnana> abadan fi> idhthira>b/ Wakhaufin biha>dzi>l-bara>ri>! (al-‘I>sa>,

2009:179).

Akan tetapi kami selalu dalam kebingungan/ Dan ketakutan di padang

rumput ini! (al-‘I>sa>, 2009:179).

Pada bait ketiga dijelaskan bahwa anak kambing beserta kawanannya

saling mencintai dan saling memberi. Sedangkan pada bait keempat ini

diceritakan kondisi mereka yang berbanding terbalik dengan kebiasan mereka

tersebut, yaitu mereka selalu hidup dalam kebingungan dan ketakutan di

padang rumput tempat mereka tinggal.

Bait kelima menceritakan tentang anak domba yang mempertanyakan

keadaan mereka kepada serigala. Hal ini tampak pada kutipan berikut:

ئاب؟ .( 2009 :179العيسى، ) لماذا، لماذا الذ

Lima>dza>, Lima>dza> adz-dziˈa>b? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Mengapa, mengapa serigala-serigala? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Page 207: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

238

Pada kutipan di atas, terlihat pertanyaan yang diajukan anak domba

kepada serigala. Pertanyaan “mengapa” diajukan anak domba kepada para

serigala, karena dialah sosok yang menjadikan kehidupan anak domba dan

kawanannya berada dalam kebingungan dan ketakutan, sebagaimana

dijelaskan pada bait-bait sebelumnya. Pertanyaan tersebut menggambarkan

kegalauan dan kepasrahan anak-anak domba pada kondisi mereka yang

menderita.

c. Lapis Hal-Hal yang Dikemukakan

Lapis satuan arti menimbulkan lapis ketiga yang berupa hal-hal yang

dikemukakan. Hal-hal yang dikemukakan tersebut yaitu subjek (pelaku),

latar, objek yang dikemukakan dan dunia pengarang (Pradopo, 2014:18).

Subjek atau pelaku di dalam syair Ughniyyatul-Chamal yaitu anak

domba. Anak domba menjadi subjek di dalam syair ini, karena dialah pelaku

yang bercerita mengenai penderitaan yang sedang dia alami. Hal ini nampak

pada keseluruhan cerita mulai dari bait pertama hingga bait kelima.

Berkenaan dengan hal tersebut, anak domba bisa dikatakan sebagai pelaku

utama dalam syair ini. Sedangkan pelaku kedua di dalam syair ini adalah

Tuhan dan serigala-serigala. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

نا بذي الب راري /لماذا كتبت العذاب /إذلي! .( 2009 :179سى،العي )؟علي

Ilahi> ! Lima>dza> katabtal-‘adza>b/ ‘Alaina> biha>dzi>l-bara>ri>? (al-‘Isa>,

2009:179)

Tuhanku!/ Mengapa Engkau takdirkan penderitaan/ Kepada kami di

padang rumput ini? (al-‘Isa>, 2009:179)

Page 208: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

239

ئاب؟ .( 2009 :179العيسى، ) لماذا تكون الذ

Lima>dza> taku>nudz-dziˈa>b? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Mengapa ada serigala-serigala? (al-‘I>sa>, 2009:179).

Keduanya menjadi pelaku kedua karena Tuhan dan serigala-serigala

berada di dalam cerita yang disampaikan oleh anak domba. Selain menjadi

pelaku, keduanya juga menjadi objek karena dikenai sasaran perbuatan si

anak domba.

Hal yang dikemukakan selanjutnya adalah latar. Latar atau setting

yang terdapat di dalam syair ini adalah latar tempat. Peristiwa-peristiwa yang

terdapat di dalam syair ini terjadi di padang rumput. Hal ini berdasarkan pada

kutipan berikut:

نا بذي الب راري؟ /لماذا كتبت العذاب .( 2009 :179العيسى، )علي

Lima>dza> katabtal-‘adza>b/‘Alaina> biha>dzi>l-bara>ri>? (al-‘Isa>, 2009:179).

Mengapa Engkau takdirkan penderitaan/ Atas kami melalui padang

rumput ini? (al-‘Isa>, 2009:179).

.( 2009 :179العيسى، ) بذي الب راري! خوف و

Wakhaufin biha>dzi>l-bara>ri>! (al-‘I>sa>, 2009:179).

Dan ketakutan di padang rumput ini! (al-‘I>sa>, 2009:179).

Dari dua kutipan di atas, nampak jelas bahwa peristiwa yang dialami

oleh anak domba sebagai pelaku dalam syair ini terjadi di padang rumput.

Dari padang rumput itulah penderitaan dan ketakutannya bermula.

Setelah latar, hal yang dikemukakan selanjutnya adalah objek. Di

dalam syair Ughniyyatul-Chamal objek yang dikemukakan pada tiap baitnya

Page 209: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

240

berbeda-beda. Pada bait pertama objeknya adalah Tuhan, penderitaan, dan

kami (anak domba dan kawanannya). Ketiga objek tersebut dapat dilihat

dalam kutipan berikut:

نا بذي الب راري /لماذا كتبت العذاب /إذلي! .( 2009 :179العيسى، )؟علي

Ilahi> ! Lima>dza> katabtal-‘adza>b/ ‘Alaina> biha>dzi>l-bara>ri>? (al-‘Isa>,

2009:179).

Tuhanku!/ Mengapa Engkau takdirkan penderitaan/ kepada kami di

padang rumput ini? (al-‘Isa>, 2009:179).

Tuhan merupakan objek di dalam bait ini karena menjadi sasaran

panggilan anak domba. Sedangkan penderitaan menjadi objek bagi pelaku

kedua yaitu Tuhan. Untuk domba beserta kawanannya menjadi objek kedua

yang dikenai sasaran perbuatan oleh pelaku kedua (Tuhan).

Objek yang dikemukakan pada bait kedua adalah sesuatu (yang tidak

didapatkan oleh anak domba) dan kehidupan. Kedua objek ini terdapat di

dalam kutipan berikut:

.( 2009 :179العيسى، ) ول ن ؤذ حيا / نن شياول

Walam najni syayya>/ Walam nuˈdzi chayya> (al-‘I>sa>, 2009: 179).

Tiada sesuatupun kami dapatkan/ Dan kamipun tak merugikan

kehidupan (al-‘I>sa>, 2009:179).

Sesuatu (شيا) dan kehidupan (حيا) menjadi objek karena keduanya

menjadi sasaran perbuatan anak domba dan kawanannya yang merupakan

pelaku utama di dalam syair ini.

Page 210: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

241

Pada bait ketiga, objek yang dikemukakan adalah pemberian yang

mulia. Analisis ini berdasarkan pada kutipan berikut:

ب ون عطي خي /ن .( 2009 :179العيسى، )االعطاء الس

Nuchibbu wanu‘thi>/ Al-‘atha>ˈas-sakhiyya> (al-‘I>sa>, 2009:179).

Kami mencintai dan memberi/ Pemberian yang mulia (al-‘I>sa>,

2009:179).

Pemberian yang mulia menjadi objek pada bait ketiga syair ini. Hal

ini disebabkan karena pemberian yang mulia digunakan oleh pelaku utama

(anak domba dan kawanannya) untuk melakukan aktivitas memberi.

Pada bait keempat tidak ditemukan objek yang menjadi sasaran

perbuatan pelaku utama maupun pelaku kedua pada syair ini. Selanjutnya,

pada bait kelima objek yang dikemukakan adalah serigala-serigala. Hal ini

dapat dilihat dalam kutipan berikut:

ئاب؟ .( 2009 :179العيسى، ) لماذا، لماذا الذ

Lima>dza>, Lima>dza> adz-dziˈa>b? (al-‘I>sa>, 2009: 179).

Mengapa, mengapa serigala-serigala? (al-‘I>sa>, 2009: 179).

Pada bait kelima ini, serigala-serigala menjadi objek karena mereka

merupakan sasaran pertanyaan pelaku utama syair ini yaitu anak domba.

Selain subjek (pelaku), latar, dan objek-objek, hal yang dikemukakan

selanjutnya yaitu dunia pengarang. Dunia pengarang adalah alur cerita yang

dibuat pengarang yang merupakan jalinan antara objek-objek yang

dikemukakan, latar, pelaku, dan ceritanya (Pradopo, 2014:19).

Page 211: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

242

Dunia pengarang di dalam syair Ughniyyatul-Chamal adalah sebagai

berikut:

Seekor anak domba sedang berkeluh kesah kepada Tuhannya. Dia

bertanya-tanya mengapa Tuhan menciptakan penderitaan di padang rumput

tempatnya tinggal bersama kawanannya. Penderitaan itu disebabkan karena

adanya serigala-serigala, sehingga membuat mereka hidup dan mati dalam

ketakutan. Hal ini membuat hidup mereka tidak mendapatkan apapun, juga

tidak merugikan siapapun. Anak domba dan kawanannya saling mencintai

dan memberikan pemberian yang mulia. Namun, tetap saja mereka hidup

dalam kebingungan dan ketakutan di padang rumput itu. Anak dombapun

akhirnya mempertanyakan hal ini kepada serigala-serigala.

d. Lapis Dunia

Lapis dunia adalah lapis keempat di dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Lapis dunia ini merupakan lapis yang tidak perlu

dinyatakan secara eksplisit di dalam sebuah syair, namun keberadaannya

sudah implisit di dalam syair tersebut (Pradopo, 2014:15).

Lapis dunia pada bait pertama yaitu bahwa sosok yang dipanggil oleh

anak domba untuk berkeluh kesah mengenai penderitaan yang dialami adalah

Tuhan, bukan yang lain. Hal ini telah diketahui secara umum, bahwa

Tuhanlah pusat segala jawaban dan pertolongan akan penderitaan yang

dialami setiap makhluk tanpa harus dinyatakan dalam syair.

Selanjutnya, pada bait kedua lapis dunianya adalah sesuatu yang

menjadikan anak domba hidup dan mati dalam ketakutan. Dalam hal ini

Page 212: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

243

serigala-serigala merupakan penyebabnya. Tanpa harus disebutkan oleh

penyair mengapa serigala menjadi penyebabnya, hal ini tentu sudah jelas,

karena serigala adalah hewan memakan daging. Jadi, ketakutan yang

dirasakan oleh anak domba dan kawanannya karena mereka takut di mangsa

oleh serigala-serigala, setiap kali anak domba beserta kawanannya sedang

berada di padang rumput untuk mencari makanan.

Lapis dunia yang ada di bait ketiga adalah berkenaan dengan

pemberian mulia yang diberikan oleh anak domba. Pemberian mulia yang

dimaksud adalah segala manfaat yang diberikan oleh domba kepada manusia

dan lingkungan sekitarnya. Bagi manusia, ada banyak hal yang diperoleh dari

domba misalnya manfaat bulu, daging, susu, kulit, dan lain sebagainya.

Sedangkan bagi rerumputan, kotoran domba merupakan nutrisi yang baik

untuknya.

Pada bait keempat, lapis dunia yang ditemukan yaitu berupa penyebab

kebingungan dan ketakutan yang dirasakan oleh anak domba dan

kawanannya. Hal ini disebabkan karena serigala-serigala yang selalu

mengintai setiap kali anak domba dan kawanannya sedang berada di padang

rumput. Pernyataan ini tidak disebutkan dalam bait keempat akan tetapi

sudah implisit dalam bait-bait yang sebelumnya.

Pada bait kelima tidak ada lapis dunia yang perlu dijelaskan, karena

pada bait ini hanya berisikan pertanyaan anak domba kepada serigala-

serigala.

Page 213: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

244

e. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis kelima dalam analisis strata norma

Roman Ingarden. Lapis inilah yang menyebabkan pembaca berkontemplasi

atau melakukan perenungan. Akan tetapi tidak semua karya sastra

mengandung lapis metafisis ini (Pradopo, 2014:15).

Karya sastra yang mengandung lapis metafisis merupakan karya sastra

yang mencapai tingkatan keempat atau niveau human dan kelima atau niveau

religius (filosofis) dalam tingkatan pengalaman jiwa. Adapun tingkatan

pertama atau niveau anorganis yang terjelma pada karya sastra hanya berupa

pola bunyi, irama, baris, sajak, alenia, kalimat, gaya bahasa dan sebagainya.

Untuk tingkatan kedua atau niveau vegetatif yang terjelma dalam karya sastra

berupa suasana-suasana yang ditimbulkan oleh rangkaian-rangkaian kata-kata

itu. Tingkatan ketiga atau niveau animal merupakan tingkatan yang dicapai

oleh binatang dan sudah ada nafsu jasmaniahnya. Tingkatan ini jika terjelma

dalam kata berupa nafsu-nafsu naluriah seperti makan, minum, dan

sebagainya (Pradopo, 1994:55-59).

Sementara itu, tingkatan pengalaman jiwa keempat atau niveau human

jika terjelma ke dalam karya sastra dapat berupa renungan-renungan batin dan

moral, konflik kejiwaan, rasa simpati dan segala pengalaman yang dirasakan

manusia. Adapun tingkatan kelima atau niveau religius (filosofis) berupa

renungan batin sampai hakikat, hubungan tuhan dengan manusia, renungan

filsafat dan metafisis, dan sebagainya (Pradopo, 1994:58).

Page 214: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

245

Renungan pada tingkatan niveau human pada syair Ughniyyatul-

Chamal yaitu bahwa di dalam kehidupan ini, manusia dianjurkan untuk saling

mencintai dan memberi. Dengan demikian akan tercipta rasa damai, tentram

dan tenang dalam kehidupan ini. Meskipun demikian, tidak menutup

kemungkinan terjadi gangguan, ancaman dan kejahatan yang akhirnya

mengusik rasa damai itu dan menimbulkan penderitaan. Manusia tidak boleh

tinggal diam terhadap hal ini, mereka harus mengupayakan berbagai macam

cara agar berbagai gangguan tersebut dapat diatasi, sehingga perdamaian

dapat tercipta kembali.

Selain itu, syair ini juga mengajarkan tentang usaha manusia untuk

mengatasi gangguan, ancaman, dan kejahatan yang menimpanya. Manusia

haruslah memiliki kesabaran dan kebijaksanaan dalam menanggapi ketiga hal

tersebut. Tidak selayaknya kejahatan dibalas dengan kejahatan. Manusia

hendaknya memilih jalan yang lembut dan jalan perdamaian selagi masalah

yang menimpanya tersebut masih bisa diatasi.

Sementara itu, renungan pada tingkatan niveau religius (filosofis)

terhadap syair ini yaitu jika segala ganguan dan ancaman yang membuat

seseorang menderita itu tidak mampu diatasi lagi, maka satu-satunya cara

yang bisa dilakukan adalah bersabar dan berpasrah diri kepada Tuhan.

Dengan melibatkan Tuhan pada setiap masalah yang sedang dihadapi oleh

seseorang, akan menjadikan orang tersebut selalu optimis dan percaya bahwa

selalu ada jalan bagi masalah yang sedang dia hadapi.

Page 215: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

246

Berdasarkan hasil analisis syair kedelapan dengan memanfaatkan teori

strata norma Roman Ingarden yang terdiri dari lapis bunyi, lapis arti, lapis

hal-hal yang dikemukakan, lapis dunia dan lapis metafisis, dapat disimpulkan

secara keseluruhan bahwa syair yang berjudul Ughniyyatul-Chamal karya

Sulaima>n al-I>sa> termasuk dalam kategori syi‘r churr. Syair ini mengusung

tema “ketakutan” ( اخلوف), yaitu menggambarkan ketakutan yang dialami oleh

anak domba dengan keberadaan serigala di padang rumput. Ketakutan yang

dialami oleh anak domba ini mengingatkan kepada pembaca bahwa dalam

kehidupan ini, manusia tidak bisa lepas dari segala ancaman dan gangguan.

Meskipun demikian, manusia harus selalu bersabar, optimis, dan berpasrah

diri kepada Tuhan.

2. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Syair merupakan salah satu genre sastra, karena itu tentunya mengandung

pesan dan amanat yang hendak disampaikan oleh mengarangnya. Terlebih puisi

yang ditujukan untuk pembaca anak-anak, pesan dan amanat yang berupa nilai-

nilai pendidikan karakter sangat ditekankan. Hal ini mengingat usia anak-anak

merupakan usia yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter.

Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter ini, bisa melalui berbagai

media, salah satunya syair. Hanya saja, tidak semua syair dapat ditangkap secara

langsung pesan dan amanatnya oleh anak-anak, untuk itu dibutuhkan peran orang

dewasa untuk membantu anak-anak dalam memaknai sebuah syair sehingga pesan

dan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair tersebut dapat

tersampaikan kepada anak-anak.

Page 216: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

247

Analisis nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam syair

Ughniyyatul-Chamal ini, berlandaskan pada sembilan pilar nilai-nilai karakter

menurut Kemendiknas dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106).

Berdasarkan sembilan pilar tersebut, nilai-nilai pendidikan karakter dalam syair

ini yaitu sebagai berikut:

a. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya

Nilai karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya adalah nilai

karakter pertama dalam sembilan pilar nilai-nilai karakter menurut

Kemendiknas dalam UU No.20 tahun 2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Nilai

karakter Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya harus ditanam pada diri anak-

anak sejak dini, sehingga si anak akan terbiasa untuk tidak menyakiti

sesamanya maupun makhluk hidup yang ada disekitarnya.

Nilai karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya di dalam syair

Ughniyyatul-Chamal terdapat pada kutipan berikut:

نا بذي الب راري /ب ا كتبت العذالماذ /إذلي! .( 2009 :179العيسى، )؟علي

Ilahi> ! Lima>dza> katabtal-‘adza>b/ ‘Alaina> biha>dzi>l-bara>ri>? (al-‘Isa>,

2009:179).

Tuhanku!/ Mengapa Engkau takdirkan penderitaan/ kepada kami di

padang rumput ini? (al-‘Isa>, 2009:179).

خي /ون عطي ب ن .( 2009 :179العيسى، )االعطاء الس

Nuchibbu wanu‘thi>/ Al-‘atha>ˈas-sakhiyya> (al-‘I>sa>, 2009:179).

Kami mencintai dan memberi/ Pemberian yang mulia (al-‘I>sa >,

2009:179).

Page 217: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

248

Kutipan pertama menampilkan bagaimana si pelaku utama (anak

domba) memanggil Tuhannya. Dia mengeluhkan penderitaan yang sedang

menimpanya. Di sini nampak suatu pemandangan akan kedekatan seorang

hamba kepada Tuhannya. Suasana kedekatan itulah yang mendasari rasa cinta

seorang hamba kepada Tuhannya.

Sedangkan pada kutipan kedua, menggambarkan kecintaan terhadap

sesama makhluk ciptaan-Nya. Hal ini ditampilkan oleh kebiasaan anak

domba beserta kawanannya yang saling mencintai dan memberi.

b. Dermawan

Dermawan merupakan karakter kelima dalam sembilan pilar nilai

pendidikan karakter menurut Kemendiknas berdasarkan UU No. 20 tahun

2003 pasal 3 (Samani, 2013:106). Karakter dermawan dalam syair ini

ditampilkan oleh perilaku anak domba sebagaimana terdapat dalam kutipan

berikut:

خي /ب ون عطين .( 2009 :179العيسى، )االعطاء الس

Nuchibbu wanu‘thi>/ Al-‘atha>ˈas-sakhiyya> (al-‘I>sa>, 2009:179).

Kami mencintai dan memberi/ Pemberian yang mulia (al-‘I>sa >,

2009:179).

Pada kutipan di atas disebutkan bahwa anak domba dan kawanannya

saling mencintai dan memberi dengan pemberian yang mulia. Karakter

dermawan ini perlu diperkenalkan kepada anak semenjak dini agar dia

terbiasa untuk memberi dan menolong orang lain ketika dewasa kelak. Dalam

memberipun, seorang anak perlu dibiasakan untuk melakukan pemberian

Page 218: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

249

yang mulia. Pemberian yang mulia yaitu memberi sesuatu yang terbaik untuk

orang lain dengan cara yang sebaik-baiknya dan dengan hati yang tulus.

c. Tabah, ikhlas, dan tidak pendendam

Ketiga karakter tersebut merupakan penjabaran dari karakter

kedelapan pada sembilan pilar nilai karakter menurut Kemendiknas dalam

UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yaitu karakter baik dan rendah hati (Samani,

2013:106).

Karakter tabah, ikhlas dan tidak pendendam ditampilkan oleh anak

domba dan kawanannya dalam menyikapi serigala-serigala sebagai penyebab

penderitaannya. Anak domba beserta kawanannya pasrah dan ikhlas dengan

takdir Tuhan yang telah menetapkan penderitaan melalui keberadaan

serigala-serigala di padang rumput. Mereka juga tidak balas dendam dengan

memusuhi serigala-serigala tersebut.

Karakter tabah dan ikhlas tersebut perlu ditanamkan pada diri anak

sejak dini agar anak memiliki karakter yang kuat sehingga sanggup mengatasi

berbagai kesulitan yang meliputi kehidupan manusia. Selain itu seorang anak

juga perlu diajari untuk tidak menjadi seorang yang pendendam, karena sifat

pendendam akan menghambat seseorang dalam berhubungan dan

berkomunikasi dengan orang lain. Dengan memaafkan kesalahan orang lain

dan tidak berlaku pendendam akan memudahkan seseorang untuk menjalin

hubungan dengan orang lain, memperbanyak teman, dan mengurangi lawan

(musuh).

Page 219: BAB II ISIcara mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut (Keraf, 2007:128). Pengulangan ini terjadi pada kata adh-dhaba>b yang diulang dua kali pada baris pertama

250

d. Tidak merugikan orang lain

Karakter tidak merugikan orang lain merupakan penjabaran poin

kesembilan dalam sembilan pilar pendidikan karakter menurut Kemendiknas

pada UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 yaitu nilai karakter toleransi, kedamaian,

dan kesatuan (Samani, 2013:106). Karakter ini dapat dilihat dalam kutipan

berikut:

.( 2009 :179سى،)العي ول ن ؤذ حيا

Walam nuˈdzi chayya> (al-‘I>sa>, 2009:179).

Dan kamipun tak merugikan kehidupan (al-‘I>sa>, 2009:179).

Tidak merugikan orang lain adalah salah satu bentuk toleransi

terhadap sesama. Karakter ini sebaiknya ditanamkan pada diri seorang anak

sejak dini agar kelak dia mudah diterima di manapun. Dengan tidak

merugikan orang lain akan membuat orang lain senang bergaul dengannya

dan menjadikan anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.