bab ii etika+ -...
TRANSCRIPT
17
BAB II
ETIKA PEMBERITAAN MEDIA MASSA DAN TABLOID
2.1. Media Massa
2.1.1. Pengertian Media Massa
Salah satu unsur penting yang dapat berperan dalam
penyebaran informasi dan menumbuhkan kesadaran serta motivasi
bagi sebuah perubahan masyarakat adalah media. Apalagi di era
modern seperti sekarang ini, kehidupan masyarakat tidak dapat
dipisahkan lagi dari kebutuhan komunikasi. Hal ini didasarkan pada
satu persepsi bahwa salah satu kebutuhan manusia yang sangat
mendasar baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat
adalah adanya kebutuhan komunikasi untuk berbagai tujuan. Dalam
hubungan ini kehadiran media sebagai sarana penyampaian informasi
menjadi penting artinya.
Kebutuhan manusia terhadap informasi semakin banyak
disebabkan tuntutan kehidupan. Hal ini sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Tanpa informasi manusia akan mengalami kebuntuan
dalam menjalani hidup dan kehidupan. Selain sekedar mengetahui
informasi, manusia senantiasa memerlukan informasi untuk
merencanakan dan menentukan langkah yang akan ditempuh besuk.
Bagi seorang pengusaha dan pedagang, informasi mengenai ekonomi
sangat diperlukan. Bagi petani tentu juga membutuhkan informasi
18
mengenai harga produk pertanian. Pada prinsipnya setiap manusia
yang berfikir selalu memerlukan informasi sesuai dengan kebutuhan
hidup dan kehidupan. Untuk itu media sebagai alat komunikasi harus
mampu menyampaikan informasi. Beberapa hal diatas sebenarnya
hanya untuk memberikan penjelasan berkaitan dengan komunikasi,
penggunaan media dan pada akhirnya akan mempermudah dalam
memberikan definisi terhadap media massa.
Secara umum para ahli komunikasi memberikan batasan
terhadap media massa yakni sebagai sarana penghubung dengan
masyarakat seperti surat kabar, radio, televisi, film dan lain-lain.
Drs. J.B Wahyudi (1991:55) memberikan batasan media
massa, yaitu sarana untuk "menjual" informasi atau berita kepada
konsumen yang dalam hal ini adalah pembaca untuk media massa
tercetak, pendengar untuk media massa radio dan pemirsa untuk
media massa televisi. Baik pembaca, pendengar, maupun pemirsa
lazim disebut audience.
M. Rachmadi memberikan definisi media massa yaitu berkisar
pada media elektronik dan media cetak. Media elektronik seperti
radio, televisi, film dan sebagainya, sedangkan media cetak (print
media) seperti surat kabar, majalah dan lain-lain.
Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi, M.A, memberikan prinsip
bahwa majalah, bulletin dan sebagainya termasuk dalam kategori
media massa (Mafred Oepen, 1998: 113).
19
Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan
berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat
kabar, televisi dan radio, yang beroperasi dalam bidang informasi,
edukasi, dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan
dan hiburan (Onong Uchjana, 1993: 10). Surat kabar, misalnya
menyiarkan informasi dalam bentuk berita dan iklan, edukasi dalam
bentuk artikel dan tajuk rencana, rekreasi dalam bentuk cerita
bersambung, cerita pendek, teka-teki silang dan sebagainya.
Sedangkan Ja'far H. Assegaf (1983:129) mengartikan media
massa sebagai sarana penghubung dengan masyarakat seperti surat
kabar, majalah, buku, radio dan televisi.
Sebagaimana disebutkan oleh Drs. Jalaludin Rahmat, M.Sc,
bahwa komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan
anonim melalui media massa cetak atau elektronik sehingga pesan
yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Jalaludin, 1999:
189).
Dari beberapa definisi media massa yang telah dijelaskan
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa, media massa digunakan
dalam proses komunikasi yang dilakukan secara massal dengan
menggunakan media teknologi komunikasi massa.
20
2.1.2. Perkembangan Media Massa
Usaha manusia mengirim pesan dari seseorang kepada orang
lain sudah dilakukan sekitar tahun 300.000 SM (Wahyudi, 1991: 67).
Hal ini dibuktikan dengan penemuan batu bergores atau terpahat, pada
abad pertengahan. Batu bergores tersebut lazim dinamakan pictogram
yang saat ini disimpan di museum kerajaan Ontario, Toranto, Canada.
Dari hasil penelitian laboratories menunjukkan bahwa batu bergores
itu berusia sekitar 300.000 tahun.
Batu bergores (pictogram) banyak ditemukan di Timur
Tengah. Goresan atau pahatan itu merupakan catatan manusia saat itu
tentang kondisi tanah dan hasil produksi pertanian.
Batu bergores semacam ini biasa ditemukan di goa-goa, dan
ini membuktikan bahwa tempat tinggal manusia pra sejarah adalah di
goa-goa. Manusia pra sejarah belum mengenal tulisan dan huruf,
untuk itulah mereka mengirim pesan melalui goresan atau pahatan
batu.
Di mesir, sekitar tahun 3000 SM, sudah menerapkan goresan-
goresan yang mengandung makna dan ideogram yang lazim disebut
hieroglip atau tanda suci.
Awal perkembangan media massa dimulai pada abad 15 dan
berlanjut hingga abad 18. Pada awal abad 18 muncul alat cetak yang
dikerjakan dengan tangan atau hand press. Pada tahun 1969 James
Watt menciptakan mesin uap. Dan mesin uap ini digunakan untuk
21
menggerakkan mesin cetak. Dengan demikian penemuan huruf dan
mesin cetak sederhana menjadi awal perkembangan media massa
tertua (media cetak).
Pada dasarnya sejarah jurnalistik tidak dapat dipisahkan
dengan sejarah penemuan huruf, sejarah penemuan alat cetak huruf,
sejauh grafika dan penemuan baru dibidang teknologi informasi.
Ide surat kabar sendiri sudah setua zaman Romawi kuno,
waktu itu pemerintahan yang dipegang oleh Gayus Julius Caesar (100-
44 SM). Pada pemerintahan itulah dipasang papan pengumuman
berwarna putih yang berisikan berita-berita kekaisaran, disamping
pengumuman-pengumuman resmi pemerintahan. Papan putih tersebut
disebut acta diurnal, sedangkan tempat dimana papan dipasang
disebut forum romanum. Acta diurna ini merupakan alat propaganda
pemerintah Romawi yang memuat berita mengenai peristiwa-
peristiwa yang perlu diketahui oleh rakyatnya (Wahyudi, 1991: 72).
Sebagaimana telah disebutkan bahwa media massa yang paling
pertama ditemukan adalah media cetak, baik itu surat kabar, majalah,
tabloid dan lain-lain. Setelah beberapa tahun kelahirannya, media
cetak banyak mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring
dengan perkembangan teknologi komunikasi. Ditemukannya sistem
perwajahan dalam surat kabar oleh Petter Pallazo menambah
kemajuan surat kabar tersebut. Begitu juga ditemukannya sistem
22
grafis dengan komputer menambah makin bergairahnya kehidupan
surat kabar, sebagaimana yang digambarkan Assegaf sebagai berikut:
Pada awal abad 20an ditemukan media massa baru, yang dapat lebih cepat untuk menyampaikan pesan, yakni radio. Radio pada awal pertumbuhannya hanyalah dipergunakan untuk hiburan dan informasi. Kemudian ternyata dapat dikembangkan untuk menyampaikan berita-berita secara lebih cepat dan dapat mencapai jarak yang jauh. Karena itu istilah jurnalisme mulai mendapat tambahan baru, yakni jurnalistik radio (radio jurnalism, broad casting jurnalism) (Dja'far Assegaf, 1983: 10).
Setelah perkembangan teknologi menyampaikan pesan atau
berita tidak hanya melalui radio karena perkembangan itulah, muncul
media televisi. Media televisi ini bermula dari ditemukannya
elektrisce teleskop sebagai perwujudan gagasan seorang mahasiswa
dari Berlin yang bernama Paul Nipkov untuk mengirim gambar dari
udara ke satu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi antara tahun 1883-
1884, sehingga Nipkov diakui sebagai Bapak Televisi (Wawan
Kuswandi, 1996: 6).
Televisi mulai dinikmati masyarakat Amerika Serikat pada
tahun 1939, yaitu ketika berlangsungnya "World Fair" di New York.
Namun sempat berhenti ketika terjadi Perang Dunia II. Baru setelah
tahun 1946 kegiatan dalam bidang televisi dimulai lagi. Dengan
situasi dan kondisi yang mengizinkan serta pesatnya perkembangan
teknologi, maka jumlah studio atau pemancar bertambah pesat,
menurut Wawan Kuswandi pada tahun 1996 di negeri Paman Sam
berdiri sekitar 75 stasiun televisi.
23
Media televisi muncul setelah media cetak. Walaupun begitu
televisi telah berperan selama 67 tahun. Kotak ajaib ini lahir setelah
adanya beberapa penemuan teknologi, seperti telephone, telegram,
fotografi serta rekaman suara.
Dengan semakin bertambah pesatnya perkembangan teknologi
komunikasi, ditambah ditemukannya sistem satelit dan antena
parabola, perkembangan media televisi sangat menggembirakan.
Seiring dengan hal tersebut muncul dalam istilah jurnalistik yakni
(elektronic jurnalism) dimana mencakup televisi dan radio.
2.1.3. Ciri-ciri Media Massa
Untuk suksesnya komunikasi massa kita perlu mengetahui
sedikit banyak ciri-ciri komunikasi itu yang meliputi sifat-sifat, unsur-
unsur yang dicakupnya. Prof. Drs. Onong Uchjana, MA, memberikan
lima ciri (Onong Uchjana, 1993: 51-54), diantaranya:
a. Sifat komunikan
Artinya komunikan ini ditujukan kepada khalayak yang
jumlahnya relatif besar, heterogen dan anonim. Sebagai contoh
orang yang sedang menonton televisi dalam jumlah besar. Jadi
sasaran komunikasi melalui media massa seperti surat kabar,
radio, televisi dan film meskipun tidak tampak oleh komunikator
yang menyampaikan pesan, dan ciri khas dari komunikan
komunikasi melalui media massa yang pertama, bahwa jumlah
besar itu hanya dalam periode waktu yang singkat saja. Kedua,
24
komunikan massa sifatnya heterogen, maksudnya komunikan
tempatnya berbeda-beda letaknya, selain itu unsur pendidikan,
pekerjaan, pengalaman, agama, suku, bangsa dan sebagainya juga
berbeda. Ketiga, komunikan massa bersifat anonim, komunikator
tidak mengenal mereka, selain itu komunikator juga tidak tahu
apakah pesan yang disampaikan itu menarik perhatian mereka atau
tidak.
b. Sifat Media Massa
Sifat media massa adalah serempak, maksudnya adalah
keserempakan kontak antara komunikator dan komunikan yang
demikian besar jumlahnya. Selain itu, sifat media massa ialah
cepat. Dalam arti kata pesan yang disampaikan kepada banyak
orang dalam waktu yang cepat.
c. Sifat Pesan
Sifat pesan melalui media massa ialah umum (universal).
Media massa adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada
khalayak, bukan untuk sekelompok orang tertentu. Sifat lain dari
media massa adalah sejenak (itrancient), hanya sajian seketika.
Surat kabar merupakan bahan bacaan yang setelah isi beritanya
dibaca, kemudian dipakai bungkus dan dibuang. Pesan melalui
radio hanya sekilas sampai di telinga pendengarnya, lalu hilang
diganti oleh pesan lain, begitu juga yang terjadi pada pesan
25
melalui televisi, setelah didengar, dilihat, kemudian tiada lagi,
diganti dengan pesan berikutnya.
d. Sifat Komunikator
Karena media massa merupakan lembaga atau organisasi,
maka komunikator pada komunikasi massa, seperti karyawan,
sutradara, penyiar radio, penyiar televisi, adalah komunikator
terlembagakan (institutionalized comunikator).
Media massa adalah organisasi yang rumit, pesan-pesan
yang disampaikan pada khalayak adalah hasil kerja kolektif, oleh
karena itu, berhasil tidaknya komunikasi massa ditentukan oleh
berbagai faktor yang terdapat dalam organisasi media masa, berita
yang susun oleh seorang wartawan tidak akan sampai pada
pembaca kalau tidak dikerjakan oleh redaktur, juru tata letak, juru
cetak dan karyawan lain dalam organisasi surat kabar tersebut.
e. Sifat efek
Sifat efek komunikasi melalui media massa yang timbul
pada komunikan bergantung pada tujuan komunikasi yang
dilakukan oleh komunikator. Apakah tujuannya agar tahu saja,
atau agar komunikan berubah sikapnya dan pandangannnya, atau
komunikan berubah tingkah lakunya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
yang menghasilkan teori "Two Step Flow of Communication", para
26
ahli berpendapat bahwa media massa tidak mampu mengubah
tingkah laku khalayak. Baru perilaku khalayak berubah setelah
pesan di media massa diteruskan oleh opinion leader yang dengan
komunikasi antar persona.
2.1.4. Fungsi dan Peran Media Massa
a) Fungsi media massa
Sebagaimana diketahui bahwa setiap institusi mempunyai
fungsi sendiri. Misalnya birokrasi pemerintahan, organisasi dan
lain-lain mempunyai fungsi dan peran masing-masing. Demikian
pula media massa sebagai institusi sosial mempunyai fungsi yang
penting dalam komunikasi massa. Melalui media massa manusia
ingin mencapai komunikasi dengan masyarakat luas, tidak hanya di
suatu daerah kecil, tetapi juga di daerah luas, bahkan sampai
masyarakat dunia.
Fungsi media massa pada hakekatnya bersifat relatif dan
bertalian dengan keperluan yang beraneka ragam didalam
masyarakat pada negara-negara yang berbeda. Dan penerapan
fungsi media massa ditentukannya berbeda di negara satu dengan
negara lainnya. Misalnya fungsi pers di negara barat tentu beda
dengan penerapan fungsi pers di negara berkembang, selain itu,
penerapan pers juga dipengaruhi oleh sistem sosial dan sistem
politik yang dianut.
27
Dalam hal ini, walaupun pada hakekatnya media jenis
massa yang satu dengan yang lain berbeda, namun pada prinsipnya
mempunyai kesamaan fungsi (Wahyudi, 1991: 91-92), yaitu:
1. The Surveillance of the Environment
Yakni mengamati lingkungan atau dengan kata lain perkataan
berfungsi sebagai penyaji berita atau penerangan. Dalam hal ini
media massa harus memberikan informasi yang obyektif
kepada pembaca mengenai apa yang terjadi didalam
lingkungannya, negaranya dan yang terjadi di dunia. Dalam
kaitan ini fungsi utama media massa adalah sebagai penyebar
informasi atau pemberitaan kepada khalayak.
2. The Correlation of the Parts of Society in Responding to the
Environment
Artinya bahwa setelah media massa berfungsi sebagai sarana
pemberitaan yang ada di lingkungannya, juga mengadakan
korelasi antara informasi yang diperoleh dengan kebutuhan
khalayak sasaran, karenanya pemberita atau komunikasi lebih
menekankan pada seleksi, evaluasi dan interprestasi.
3. The Transmission of the social Heritage From one Generation
to The Next
Yakni sebagai penyalur aspirasi nilai-nilai atau warisan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Atau dengan kata lain
28
perkataan sebagai penyampai seni budaya dan penunjang
pendidikan.
Dapat dikatakan bahwa di negara-negara berkembang yang
rakyatnya belum maju, media massa dalam banyak hal
merupakan sarana pelajaran sehari-hari, merupakan buku
pelajaran yang paling murah, bagi negara kita fungsi media
massa sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
dan banyak menunjang pendidikan masyarakat.
4. Entertainment (Hiburan)
Baik televisi, radio maupun surat kabar atau majalah
mempunyai hiburan bagi khalayak. Radio dengan kelebihan
audionya banyak menampilkan semacam lagu-lagu, sandiwara,
dan lain-lain. televisi dengan kekuatan audio visualnya mampu
memberikan hiburan yang cukup lengkap. Selain itu media
massa ini termasuk sarana hiburan yang relatif murah.
5. To Sell Goods For Us (Iklan)
Peran radio, televisi dan film mempunyai fungsi penyalur iklan
yang efektif. Radio, walaupun ini pesannya hanya audio
(suara), tetapi mempunyai daya jangkau yang relatif besar.
Film karena disajikan ke audio visual walaupun daya jangkau
relatif kecil tetapi mempunyai daya rangsang yang cukup
tinggi. televisi selain mempunyai daya jangkau yang relatif
29
besar juga mempunyai daya rangsang sangat tinggi, karena
audio visual sinkron dengan hidup.
Selain fungsi diatas, Asep Saeful Muhtadi, (1999 : 74)
juga menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Jurnalistik
Pendekatan Teori dan Praktek bahwa Fungsi media cetak (surat
kabar, majalah, tabloid dan lain-lain) pada dasarnya hampir sama
dengan media massa lainnya yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi mendidik
Yaitu sebagai sarana belajar atau buku pelajaran yang
murah yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Fungsi Menghubungkan
surat kabar ini menyelenggarakan suatu hubungan
sosial (social contact) antara warga negara satu dengan warga
negara yang lainnya.
3. Fungsi penyalur dan pembentuk pendapat umum
Bahwa surat kabar selain berisi berita, juga berisi
pandangan atau pendapat seseorang, sehingga memungkinkan
pembaca untuk ikut berpendapat.
4. Fungsi Kontrol Sosial
Fungsi ini merupakan fungsi yang sangat penting
terutama pada suatu negara yang menerapkan sistem
demokrasi. Media massa mempunyai fungsi sebagai pengawas
30
lingkungan, baik ditujukan pada pemerintah maupun
masyarakat.
b) Peran Media Massa
Sebagaimana telah disebutkan bahwa peran media massa di
negara berkembang dan negara maju terdapat perbedaan. Karena
itu peran media massa di negara berkembang sebagai sarana
penghibur yang mengambil tempat cukup penting, di dunia Barat
dianggap tidak relevan. Di negara berkembang peran pers lebih
menunjuk pada peran yang membangun untuk memberi informasi,
mendidik dan menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan. (Rahmadi, 1990: 17)
1. Peran media massa sebagai agen perubahan
Media massa mengemban peran penting yaitu sebagai
alat perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat media ini
jangkauannya luas sekali dan kecepakatannya tinggi. Termasuk
dalam pengertian media massa adalah media elektronik (radio,
televisi, film dan sebagainya), dan media tercetak (print media)
seperti surat kabar, majalah, tabloid, buletin dan sebagainya.
Peranan media massa yang cocok dalam hal ini adalah sebagai
agen perubahan (agent of change), demikian kata Wilbur
Sehramm, letak peranannya adalah dalam membantu
mempercepat proses peralihan masyarakat tradisional ke
31
modern. Media massa sebagai agen perubahan mempunyai
beberapa tugas yakni:
a. Memperluas cakrawala pandangan
b. Memusatkan perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang
ditulis
c. Menumbuhkan aspirasi
d. Menciptakan suasana membangun
2. Peran media massa sebagai pembentuk pendapat umum
Peran media massa selain memberitakan yang obyektif
kepada masyarakat juga berperan dalam pembentukan pendapat
umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan
kesadaran politik rakyat. Hal ini didasarkan bahwa selain isi
pesan media massa memuat berita atau uraian berita, juga
pendapat dari perorangan, lembaga media massa isi pesannya
juga bersifat umum, sehingga dapat menimbulkan reaksi pro
dan kontra dalam masyarakat. Pro dan kontra inilah yang
disebut pendapat umum. (Wahyudi, 1991: 99).
Pendapat umum (public opinion) menjadi sangat
penting bagi orang-orang politik praktis, karena melalui
pembentukan pendapat umum ini dapat dibentuk suatu
kekuatan masyarakat. Kekuatan ini dapat diarahkan guna
menuju suatu kehendak seperti apa yang diharapkan atau untuk
32
memaksakan suatu kehendak baik perorangan maupun
kelompok.
2.1.5. Macam-macam Media Massa
a. Media Cetak
Pers (media cetak) berasal dari bahasa Belanda, pers yang
artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan
dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan
atau mengepres. Jadi secara harfiah kata pers atau press mengacu
pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan
barang cetakan, dimana dalam perkembangannya media cetak
muncul lebih awal dibanding dengan media lain. Tetapi, sekarang
kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk pada semua
kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan
menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun
media cetak.
Dalam hal ini ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers
dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit
yaitu menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan oleh
perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti luas adalah
yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan
dengan media cetak maupun media elektronik seperti radio,
televisi maupun internet (Hikmat Kusumaningrat, 1995 : 17).
33
Maksud penulis dalam pengertian pers disini adalah media cetak
(surat kabar atau majalah).
Menurut sejarah pers, surat kabar tertua ialah Notazie
Scritte di Venesia yang terbit tahun 1566, sedangkan majalah yang
pertama-tama diterbitkan adalah Gentleman's magazine, pada
tahun 1731 di London (Onong Uchjana Effendi, 1993: 56).
Sejak diterbitkannya surat kabar dan majalah itu sampai
akhir abad 19, kegiatan komunikasi massa hanya dilakukan oleh
pers, terutama surat kabar.
b. Media Elektronik
Media elektronik dibagi menjadi 2 macam:
1. Media Audio Visual (Televisi)
Televisi merupakan media komunikasi yang sangat
dinikmati secara audio visual (suara dan gambar), program
televisi pertama dapat dinikmati khalayak ketika program
televisi disiarkan pada rapat dewan keamanan PBB di gedung
olah raga perguruan tinggi Hunter New York tahun 1946.
Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia
memang menghadirkan suatu peradaban khususnya dalam
proses komunikasi dan informasi yang bersifat massa. televisi
sebagai media massa muncul setelah media cetak dan radio
ternyata memberikan nilai yang sangat spektakuler dalam
kehidupan manusia.
34
Televisi mempunyai daya tarik yang luar biasa,
sehingga emosi dari perilaku khalayak dapat dengan mudah
dimainkan atau diciptakan dalam seketika. Media televisi
menjadi panutan baru (news religi) bagi kehidupan manusia.
Tidak menonton televisi sama saja dengan makhluk buta yang
hidup dalam tempurung (Wawan Kuswandi, 1996: 23).
Media televisi ini tidak kalah pentingnya jika
dibandingkan dengan surat kabar dan radio. Dengan
ditemukannya sistem satelit dan antena parabola, siaran televisi
mampu menembus tembok-tembok rumah dengan gambar dan
suara. Berbagai peristiwa dunia dapat dilihat dalam waktu
sekejap, begitulah kira-kira gambaran mengenai media televisi
sehingga tepat apa yang diistilahkan Jalaludin Rahmad bahwa
televisi berfungsi sebagai jendela dunia (Jalaludin Rahmad,
1996: 57).
2. Media Audio (radio)
Penyiaran informasi dalam bentuk berita dan penyajian
musik oleh radio dimulai hampir bersamaan. Tetapi yang
dikenal pertama kali oleh masyarakat luas adalah penyiaran
kegiatan pemilu presiden Amerika Serikat tanggal 2 November
1930.
35
Pertama kali radio siaran ditemukan di Amerika Serikat
oleh Dr. Lee De Forest dan Dr. Frant Conrad (Onong Uchjana
Effendi, 1993: 58).
Perkembangan radio sangat berpengaruh pada persurat
kabaran di Amerika Serikat, sehingga pada tahun 1920an
pernah terjadi apa yang disebut press-radio war. Dalam
suasana perang antara pers dan radio ini terjadi saling
memboikot. Tetapi karena stasiun radio banyak dimiliki para
pengusaha surat kabar, maka kedua media tersebut tidak perlu
melakukan peperangan, dan akhirnya terjadilah saling mengisi
dan saling menunjang.
Media radio mempunyai kelebihan yaitu dalam
menyampaikan pesan, jangkauannya tidak terhingga dan
mampu menembus daerah teritorial lintas negara, selain itu
mampu menembus kepelosok daerah yang tidak dapat
dijangkau oleh media massa.
Dengan sifat itulah radio pernah mendapat julukan "The
Fifth estate (Kekuasaan kelima)", setelah pers yang diberi
predikat "The fourth estate (Kekuasaan keempat)", ditambah
majunya teknologi dimana telah banyak membantu radio siaran
dalam bidang hard ware sehingga dengan sistem FM sebagai
pengganti AM, dapat mencapai sasaran lebih efektif, baik daya
pancar maupun dalam penyempurnaan program siarannya.
36
2.2. Tabloid
2.2.1. Pengertian Tabloid
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Tabloid merupakan
surat kabar ukuran kecil (setengah dari ukuran surat kabar biasa) yang
banyak membuat berita secara singkat, padat dan bergambar, mudah
dibaca umum, selain itu tabloid merupakan tulisan dalam bentuk
ringkas dan padat (tentang kritik, paparan dan sebagainya) (KBBI,
1995: 987).
Tabloid disini dikategorikan sebagai majalah, karena tipe
suatu majalah ditentukan oleh khalayak yang dituju. Maksudnya
redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya
apakah remaja, ibu-ibu, wanita dewasa bahkan anak-anak. Meskipun
banyak ragam tabloid yang diterbitkan, tetapi pada dasarnya berbeda.
2.2.2. Perkembangan tabloid
Tabloid merupakan surat kabar yang memuat berita-berita
ringan, dimana pertama kali di Inggris adalah tabloid review yang
diterbitkan oleh Daniel Depoe tahun 1784 bentuknya antara tabloid,
majalah dan surat kabar, hanya halamannya kecil, serta terbit tiga kali
satu minggu. Isinya mencakup berita, artikel, kebijakan nasional,
aspek moral dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1790 Richard Stede
membuat tabloid The Tatler, setelah itu dia dan Joseph Addison
menerbitkan The Spectator. Tabloid tersebut berisi masalah politik,
37
berita-berita internasional serta berita-berita hiburan (teater) dan
gosip (Nuraini Juliastuti, 2002).
Dari sinilah tabloid berkembang hingga ke Amerika yang
dipelopori oleh Benyamin Franklin tahun 1740. Hingga tahun 1821
tabloid berkembang pesat, saat itu nama tabloid tersebut adalah
Saturday evening Post dan North American Review.
Di Amerika atau negara-negara maju lainnya tabloid dikenal
sebagai bacaan kuning atau Yellow paper, yang hanya memuat berita-
berita ringan.
Akibat perkembangan teknologi komunikasi, tabloid
berkembang di Indonesia tahun 1986, pertama kali yang terbit adalah
tabloid bola, kemudian berkembang tidak hanya menyajikan berita-
berita sepak bola tetapi juga menyajikan berita-berita selebritis baik
dari dalam negeri maupun luar negeri yang dipelopori oleh Arswendo
Atmowiloto (Nuraini Juliastuti, 2002).
2.2.3. Fungsi Tabloid
Tabloid merupakan media yang paling simpel organisasinya,
mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal banyak, maka
tabloid dapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat, tetapi
dalam hal ini tabloid merupakan salah satu bentuk media massa
khususnya media cetak, dimana fungsi media massa adalah
menyiarkan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.
Untuk itulah tabloid juga mempunyai fungsi sama.
38
Dalam hal ini tabloid lebih mengacu pada sasaran
khalayaknya, karena tabloid banyak jenisnya, misalnya tabloid
Femina, isi dari tabloid tersebut adalah menginformasikan tips
masalah kewanitaan. Tabloid remaja memberitakan tentang masalah
kehidupan remaja dan untuk itulah fungsi tabloid sesuai sasaran
khalayak yang dituju karena sejak awal redaksi sudah menentukan
siapa yang akan menjadi pembacanya apakah anak-anak, remaja,
wanita remaja, bahkan ibu-ibu sekalipun. Jadi fungsi tabloid berbeda
satu dengan lainnya.
2.3. Berita
2.3.1. Pengertian Pemberitaan
Sebelum memaparkan pengertian pemberitaan, lebih dahulu
penulis menguraikan apa yang dimaksud dengan berita. Penjelasan
mengenai hal ini menjadi penting, karena banyaknya perbedaan
pendapat mengenai berita, apabila tidak ditentukan atau dibatasi,
maka akan menimbulkan salah tangkap atau salah pengertian.
Dalam hal in berita berasal dari bahasa Sansekerta "urit"
dalam bahasa Inggris disebut "Write" artinya "ada atau terjadi". Ada
juga yang menyebut dengan "Uritta" artinya "kejadian atau yang
telah terjadi". Uritta dalam bahasa Indonesia menjadi "berita atau
warta" (Toto Djuroto, 2003:1).
Menurut Kamus Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminta,
berita berarti "kabar atau warta". Kamus Besar Bahasa Indonesia
39
rumusan departemen pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia
yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, memperjelas arti berita, yakni
laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang terjadi. Misalnya
berita acara, yaitu catatan laporan yang dibuat oleh polisi mengenai
terjadinya peristiwa seperti waktu, tempat, keterangan dan petunjuk
lain sebagai sesuatu perkara atau peristiwa (Totok Djurato, 2003:1-2).
Secara terminologi ada beberapa definisi mengenai berita
yaitu Dean M. Lyle Spencer (pakar komunikasi), menurutnya berita
adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik
perhatian sebagian besar pembaca.
Menurut Mitshall V. Chaila berita merupakan laporan tercepat
dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting dan menarik
bagi sebagai besar pembaca, serta menyangkut kepentingan publik
(Asep Samsul Romli, 2003: 2).
2.3.2. Unsur-unsur berita
Agar berita layak diberitakan maka diperlukan unsur-unsur
berita (Hikmat Kusumaningrat dkk, 2005: 47-58), yaitu sebagai
berikut:
1. Berita harus akurat
Wartawan harus memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi
dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak yang luas
yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya kehati-hatian dimulai
dari kecermatannya terhadap ejaan nama, angka, tanggal dan usia
40
serta disiplin diri untuk senantiasa melakukan periksa ulang atas
keterangan dan fakta yang ditemuinya. Tidak hanya itu, akurasi
juga berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam
sudut pandang pemberitaan yang dicapai secara detail serta diberi
tekanan atas, fakta tersebut.
2. Berita harus lengkap, adil dan berimbang
Keakuratan suatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan
arti, yang dimaksudkan dengan sikap adil dan berimbang adalah
bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa sesungguhnya
yang terjadi. Misalnya, manakala seorang polisi memperoleh
tepukan tangan yang hangat dari hadirin ketika menyampaikan
pidatonya, peristiwa itu haruslah ditulis apa adanya, tetapi ketika
sebagian hadirin walked out sebelum pidato berakhir, itu juga
harus ditulis apa adanya. Jadi, ada situasi yang berbeda, keduanya
harus termuat dalam berita yang ditulis.
Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama
sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan
fakta.
3. Berita harus obyektif
Selain memiliki ketepatan (akurasi) dan kecepatan dalam
bekerja. Seseorang wartawan dituntut untuk bersikap obyektif
dalam menulis. Dengan sikap obyektifnya, berita yang tidak
41
dimuat pun akan obyektif, artinya berita yang dibuat itu selaras
dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka.
4. Berita harus ringkas dan jelas
Mitchel V. Charmey berpendapat, bahwa pelaporan berita
dibuat dan ada untuk melayani. Untuk melayani sebaik-baiknya,
wartawan harus mengembangkan ketentuan-ketentuan yang
disepakati tentang bentuk dan cara membuat berita. Berita yang
disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu
tulisan yang ringkas, jelas dan sederhana. Tulisan berita tidak
banyak menggunakan kata-kata, harus langsung dan padu.
5. Berita harus hangat
Berita adalah padanan kata News dalam bahasa Inggris.
Kata news sendiri menunjukkan adanya unsur waktu - apa yang
New, apa yang baru, yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu
baru, selalu hangat.
Penekanan pada konteks waktu dalam berita kini dianggap
sebagai hal biasa. Konsumen berita tidak pernah mempertanyakan
hal itu. Dalam hal ini dunia bergerak dengan cepat, untuk
mengikuti kecepatan gerakannya, konsumen berita menginginkan
informasi segar, hangat karena peristiwa nampak benar hari ini
belum tentu benar esok hari.
42
2.3.3. Nilai-nilai berita
Selain unsur-unsur berita terdapat nilai-nilai yang harus
dimiliki sehingga berita layak untuk dimuat. Menurut Dja'far H.
Assegaf (1983: 25-35), nilai-nilai tersebut antara lain:
1. Aktualitas (actuality)
Sesuatu yang baru atau aktual biasanya memiliki nilai
jurnalistik sendiri. Sebaiknya, sesuatu yang tidak aktual biasanya
tidak menarik lagi untuk diberitakan (Aceng Abdullah, 2000: 53).
Pengertian aktual disini memang amat beragam, aktual bisa berarti
masih hangat, artinya berita yang disajikan bukan berita basi,
sehingga berita hari ini harus dibuat hari ini juga.
Aktualitas pun bisa berarti hangat, dalam arti meskipun
peristiwa tersebut sudah terjadi lama dan merupakan termasuk
peristiwa sejarah (terjadi 50 tahun yang lalu) bisa menjadi aktual
jika kurun waktu tersebut dalam diangkat oleh media massa.
2. Kedekatan (Proximity)
Unsur kedekatan atau proximity menjadi bagian yang
penting bagi media massa dengan pembacanya. Kedekatan ini
menjadi berbeda nilai jurnalistiknya antara satu media dengan
media lainnya. Kedekatan disini dapat berarti secara geografis,
disini dapat berarti kedekatan secara geografis, psikologis atau
emosional antara pembaca dengan medianya.
43
Sebagai contoh berita tabrakan sebuah bus yang
menewaskan 20 orang di Inggris, daya tariknya akan kalah dengan
berita tabrakan di Indonesia yang menewaskan enam orang. Jika
ditarik ke lokal media, Suara Merdeka akan memberi nilai lebih di
hati masyarakat Jawa Tengah dari pada media Kompas.
Karena itu, terkadang media yang satu bisa memuat berita
lembaga tertentu dengan panjang kolom yang lebih besar serta
penempatan yang baik, sedangkan media yang lain memuat hanya
seadanya saja.
3. Penting
Penting disini mengandung beberapa pengertian: pertama,
peristiwa yang akan disiarkan menyangkut orang penting atau
orang terkenal. Kedua, peristiwa atau kegiatan yang dilakukan
menyangkut kepentingan orang banyak sehingga bisa menarik
perhatian publik. Dapat juga penting karena menyangkut
kepentingan bangsa dan negara.
a. Orang penting atau ternama
Name makes news artinya orang terkenal atau orang penting
selalu menarik untuk diberitakan, menarik untuk ditulis. Orang
penting disini meliputi pejabat pemerintahan, artis, pakar,
ilmuwan, pengusaha, atlet, seniman, politikus atau sederetan
profesi yang akrab bagi masyarakat, sehingga menjadi public
figure. Selain aktifitasnya, ucapan atau opininya layak untuk
44
diberitakan. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin tinggi
popularitas dan nilai beritanya.
b. Peristiwa Penting
Penting atau tidak pentingnya suatu berita relatif ukurannya,
tergantung media itu sendiri yang berkaitan dengan pembaca.
Sebagai contoh, Suara Karya yang merupakan koran bagi
pegawai negeri akan menganggap penting berita seputar
pegawai negeri dan anggota korpri.
c. Keluarbiasaan:
Sesuatu yang ada di luar kebiasaan suatu lingkungan
masyarakat sudah pasti menarik perhatian orang.
Keluarbiasaan dapat berupa perbedaan sosial, budaya, politik,
dan ekonomi. Keluarbiasaan ini bisa identik dengan
kekontrasan yang biasanya memiliki daya tarik jurnalistik.
misalnya tulisan tentang pengangguran dan kemiskinan di
negara-negara maju, bagi masyarakat di negara berkembang
merupakan sesuatu yang tidak biasa, maka dalam hal ini layak
untuk disiarkan kepada publik. Dibebaskannya Akbar
Tandjung selaku ketua Golkar yang menjadi tersangka kasus
Bulog menjadi daya tarik yang luar biasa ketika disampaikan
kepada publik.
45
4. Akibat yang Ditimbulkan
Suatu peristiwa atau kebijakan pemerintah yang bisa
menyebabkan akibat yang luas akan menjadi daya tarik bagi
media massa. Misalnya pemerintah menaikkan tarif listrik dan
telepon atau BBM, sehingga masyarakat bereaksi. Kemudian
mahasiswa melakukan demonstrasi yang menuntut penolakan
kenaikan tarif tersebut. Maka efek dari kebijakan peristiwa ini
layak untuk diberitakan.
Selain itu, peristiwa bencana alam, kemarau yang
berkepanjangan, perang serta persoalan ekonomi seperti
merosotnya nilai tukar rupiah layak untuk diberitakan oleh media
massa. Kegiatan kehumasan pun patut untuk ditulis sebagai berita
seperti, seminar yang diselenggarakan oleh universitas, LSM atau
lembaga sosial lainnya. Tidak hanya kegiatan seminar, pakar,
ilmuwan atau politikus dapat mengundang wartawan untuk
berdiskusi atau menyiarkan informasi yang terbaru. Kegiatan ini
disebut press release.
5. Ketegangan
Sesuatu yang menegangkan sudah pasti mengandung
berita. Ketegangan disini bisa berakhir dengan keberhasilan atau
kegagalan dari pelaku peristiwa. Misalnya proses penangkapan
pelaku pengeboman oleh aparat kepolisian. Begitu juga usaha
percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh pengusaha pada suatu
46
gedung yang tinggi. Konflik antar suku, ras dan agama di
beberapa pulau di luar Jawa layak untuk dijadikan berita bahkan
terkadang menjadi headline.
6. Konflik atau Pertentangan Pribadi.
Kasus penggugatan artis kepada prosedurnya, mahasiswa
yang melaporkan dosennya atau murid yang menggugat gurunya
merupakan berita yang menarik. Pertentangan yang melibatkan
dua pihak dapat diartikan sebagai dalam ajang kompetisi olahraga.
Karena olahraga mempertemukan dua kekuatan untuk
dipertandingkan sehingga ada yang kalah dan menang. Biasanya
orang mempunyai keberpihakan terhadap salah satu pihak
tersebut.
7. Seks
Orang cenderung menyukai berita atau gambar yang
sensual, apalagi yang berkaitan dengan perselingkuhan orang-
orang terkenal, atau perselingkuhan oleh orang biasa yang
berakhir dengan kriminalitas. Liputan investigasi tentang wanita
panggilan, penyimpangan seksual atau pemerkosaan.
Bukan hanya pemberitaan, rubrik konsultasi seksual atau
reproduksi ketika ditampilkan pasti akan menarik pembaca.
Singkatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan seksual akan
menarik pembaca jika diberitakan.
47
8. Kemajuan
Sesuatu yang berkaitan dengan kemajuan suatu lembaga
atau individu selalu menarik untuk diikuti. Keberhasilan ITB
dalam menciptakan Kwh-meter atau meteran yang dioperasikan
melalui komputerisasi pantas diberitakan, atau keberhasilan
ilmuwan karena akhir-akhir ini sukses dalam pengkloningan
manusia.
Selain mengandung nilai berita, berita yang bagus juga
mengandung unsur yang terkenal dengan 5W+l H (What, Who,
When, Where, Why, dan How). What merupakan peristiwa yang
terjadi dan ditulis, sedangkan who adalah siapa pelaku atau nara
sumber. When adalah kapan peristiwa itu terjadi. Where dimana
peristiwa itu terjadi, why mengapa peristiwa itu terjadi serta how,
bagaimana peristiwa itu ditulis dan digambarkan oleh wartawan.
2.3.4. Jenis-jenis berita
Ada beberapa jenis berita yang disajikan wartawan (Haris
Sumadirin, 2005: 69-71).
1. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Misalnya, sebuah pidato biasanya merupakan berita-
berita langsung yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam
waktu singkat. Berita memiliki nilai penyajian obyektif tentang
fakta-fakta yang dapat dibuktikan. Berita jenis ini ditulis dengan
48
unsur-unsur yang dimulai dari What, Who, When, Where, Why,
dan How (5W1H).
2. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda
dengan Straight News report, yaitu berita mendalam,
dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari
berbagai sumber.
3. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang
bersifat menyeluruh ditinjau dari beberapa aspek, maksudnya
mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu
bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terlihat
dengan jelas.
4. Interpretetive report, berita ini memfokuskan sebuah isu, masalah
atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun demikian, fokus
laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti
bukan opini.
5. Feature Story adalah berita yang menyajikan suatu pengalaman
atau berita yang pada gaya penulisan dan humor daripada
pentingnya informasi yang disajikan. Berita yang berisi cerita atau
karangan khas yang berpijak pada fakta dan data yang diperoleh
melalui proses jurnalistik.
6. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat
mendalam, tajam, lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa
fenomena atau aktual.
49
7. Investigative Reporting adalah berita yang dikembangkan
berdasarkan hasil penelitian dan penyelidikan untuk memperoleh
fakta yang tersembunyi demi tujuan.
8. Editorial Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji
didepan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta
dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan
mempengaruhi pendapat umum.
2.4. Kode Etik Jurnalistik
2.4.1. Pengertian Etika
Etika dalam istilah Islam lebih dikenal dengan kata "akhlaq"
perkataan akhlaq berasal dari bahasa Arab " اخلق ". Secara luas akhlaq
dapat diartikan sebagai interaksi seorang hamba dengan Allah dan
sesama manusia.
Secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani kuno
"ethos" dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu, padang
rumput, kadang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Dalam bentuk jama' (La etha) artinya adat kebiasaan
(Bertens, 1993: 3).
Ada beberapa definisi makna etika secara terminologi
diantaranya, dalam kamus filsafat, diungkapkan ethies (berasal dari
bahasa Yunani, Ethics, berarti penggunaan, karakter, kebiasaan,
kecenderungan, sikap) ada 3 makna yaitu, pertama analisis, konsep-
konsep seperti harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar salah,
50
wajib dan lain-lain. Kedua, pencarian kedalam watak moralitas atau
tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencarian kehidupan yang baik
secara moral (Tim Penulis Rosda 1995: 100).
Menurut K Bertens, latar belakang terbentuknya istilah etika
telah dikenal sejak lama oleh filsuf besar Yunani Aristoteles (384-322
SM) yaitu untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, apabila kita
menggunakan istilah etika dengan membatasi pada asal usul kata ini,
maka etika berarti ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (K. Bertens, 1993: 4). Meski demikian,
menelusuri makna etika hanya dari segi etimologis, tentu saja tidak
cukup, menurut K. Bertens, menunjuk pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ada tiga arti etika yang kemudian perumusannya dipertajam
lagi. Pertama, kata "etika" bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, misalnya jika berbicara
tentang etika suku-suku indian. Etika agama Budha dan sebagai ilmu,
melainkan agama secara tingkat dapat diartikan sebagai "sistem nilai".
Sistem nilai ini bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun pada taraf sosial.
Kedua, etika berarti juga kumpulan asas atau moral, yang
dimaksud disini adalah kode etik. Misalnya Departemen Kesehatan RI
menerbitkan kode etik untuk rumah sakit yang diberi judul Etika
51
Rumah Sakit Indonesia (1986) disingkat ERSI, jadi jelas bahwa yang
dimaksud disini adalah kode etik.
Ketiga, etika berarti juga mempunyai arti ilmu tentang yang
baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-
kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik dan
buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat seringkali
tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis
dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral (Amin
Syukur, Jurnal: Edisi No. 28).
Menurut Ahmad Amin, etika merupakan suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh setengah manusia kepada yang lainnya, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin,
1973: 15). M. Amin Abdullah mengungkapkan bahwa etika harus
dipahami tidak semata-mata dari pengertian tradisional yang mencoba
mempertahankan aspek normatifnya dan mengabaikan aspek-aspek
lainnya yang terlibat dalam pembentukan suatu sikap dan tindakan.
Wacana etika merupakan suatu bentuk diskursus praktis secara umum.
Pendeknya, mengungkapkan sikap keputusan tentang prinsip atau
peringatan tentang apa yang telah menjadi perhatian dan juga pokok-
pokok masalah penting dari etika (Abdullah, 2002: 37).
Dari perspektif yang lebih luas, M. Amin Abdullah menjelaskan
52
Jika cara berpikir seseorang berbeda, keseluruhan pengalaman hidupnya akan berbeda. Ia tidak saja akan berprilaku berbeda, tetapi juga memiliki pikiran, perasaan, sikap dan keinginan yang berbeda. Oleh karena pertimbangan utama inilah, "tidaklah etis" manusia tidak dapat dipisahkan dari "cara berpikir"nya. Terdapat semacam hubungan timbal balik antara keduanya. "cara berpikir" dapat dijelaskan dan digambarkan dari pemikiran etika manusia, dan "tindakan etis" merepresentasikan atau merefleksikan cara berpikir manusia (Abdullah, 2002: 38).
Dalam rangka menjernihkan istilah, juga perlu disimak
perbedaan antara "etika" dan "etiket" kerapkali keduanya dicampur
adukkan, padahal perbedaan keduanya sangat hakiki. Jika "etika"
disini berarti "moral" sementara "etiket" berarti "sopan santun".
Apabila dilihat dari asal usulnya sebenarnya tidak ada hubungan
antara keduanya. Hal ini menjadi jelas, dibandingkan bentuk kata
dalam bahasa Inggris yaitu ethics dan etiquette (Bertens, 1993: 8).
Apabila etiket menyangkut cara suatu perbuatan manusia dan
harus dilakukan manusia, artinya cara yang diharapan serta ditentukan
dalam kalangan tertentu, misalnya jika menyerahkan sesuatu kepada
atasan maka harus digunakan tangan kanan, dianggap melanggar
etiket bila menggunakan tangan kiri. Sedangkan etika tidak terbatas
pada cara melakukan suatu perbuatan, etika memberi norma pada
perbuatan itu, etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan
boleh dilakukan atau tidak. Disini tidak relevan, norma etis tidak
terbatas pada cara perbuatan, melainkan menyangkut perbuatan itu
sendiri (Bertens, 1993: 9).
53
Dilihat dari etika komunikasi massa, pengertian etika
komunikasi akan dititik beratkan pada pengertian etika itu sendiri.
Secara etimologi, kata etika diartikan yaitu pertama, tentang apa yang
baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Kedua,
kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga, nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Kata etika sering disebut dengan etik saja. Karena itu, etika
merupakan pencerminan dari pandangan masyarakat mengenai apa
yang baik dan buruk, serta membedakan perilaku atau sikap yang
dapat diterima atau ditolak guna mencapai kebaikan dalam kehidupan
bersama. Etika mengandung nilai-nilai sosial dan budaya yang telah
disepakati masyarakat sebagai norma yang bersama, karena nilai yang
disepakati bersama itu tidak selalu sama pada semua masyarakat,
maka norma etika berbeda antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat lainnya (Maffi Amir, 1999: 33-34).
Sedangkan yang dimaksud etika disini adalah kode etika
profesi yaitu, norma-norma yang harus dipindahkan oleh setiap tenaga
profesi dalam menjalankan tugas profesi dalam kehidupannya di
masyarakat. Norma-norma itu berisi apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan oleh tenaga profesi dan pelanggaran terhadap
norma-norma tersebut akan mendapatkan sangsi.
54
2.4.2. Pengertian Kode Etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik merupakan kumpulan aturan mengenai
perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh
media pers dalam siarannya (Yurnaldi, 1992: 117). Selain itu kode
etik jurnalistik adalah ikrar yang bersumber pada hati nurani
wartawan Indonesia dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan
pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh pasal 28 UUD 1945.
Dalam hal ini yang dinamakan "kode" adalah sistem
pengaturan-pengaturan atau sistem of rules, sedangkan "etik" adalah
norma, perilaku, yaitu perilaku para wartawan. Sebagai sistem
pengaturan yang bersifat normatif, maka kode etik sendirinya tidak
menentukan segala sesuatunya secara nyata dan konkrit, tetapi hanya
menetapkan nilai.
Nilai tingkah laku yang dicerminkan dalam kode etik bukan tingkah laku atau perangai yang aktual saja, lebih-lebih mengenai rumusan tentang bagaimana seharusnya dan bagaimana sepatutnya, tingkah laku yang benar dan salah, yang baik dan yang buruk menurut ukuran moralitas masyarakat yang bersangkutan. Karena masalah etik itu langsung menyangkut manusianya, maka hal itu dianggap hal yang penting bagi pers (T. Ahmadi, 1985: 61).
Pasal 5 dari kode etik PWI sendiri telah menentukan bahwa
kode etik jurnalistik wartawan Indonesia dibuat atas prinsip bahwa
pertanggung jawaban tentang pentaatannya terutama terletak pada hati
nurani setiap warga Indonesia.
Dalam kode etik tersebut mempunyai sanksi hukum yaitu
diatur dalam delik pers. Delik pers adalah delik yang terdapat dalam
55
KUHP tetapi tidak merupakan delik yang berdiri sendiri. Karena yang
sering melakukan pelanggaran atas delik itu adalah pers, maka tindak
pidana itu dikatakan sebagai delik pers. Jadi sama dengan tindak
pidana yang dilakukan oleh umum atau delik yang berlaku bagi umum
tentang penghinaan, pencemaran nama baik, fitnah kesusilaan, tetapi
kalau dilakukan oleh pers disebut delik pers (Haris Humandiria, 2005:
231-232).
Dalam Pasal 6 PWI menjelaskan bahwa pengawasan pentaatan
kode etik jurnalistik ini dilakukan oleh dewan kehormatan pers yang
menentukan sanksi yang diperlukan. Kesimpulannya bahwa kode etik
jurnalistik wartawan Indonesia merupakan pagar bagi perumahan pers
Indonesia, yang sekaligus menunjukkan batas-batas kebebasan yang
mereka bisa lakukan, demi pengembangan integritas dan kekuasaan
profesional pers Indonesia (T. Ahmadi, 1985: 62).
Dengan demikian, ada rambu-rambu bagi wartawan dalam
menjalankan kebebasannya, yaitu Kode Etik Jurnalistik selain
peraturan perundang-undangan maupun kendala-kendala lainnya kode
etik ini meskipun tidak menetapkan sanksi tegas seperti undang-
undang KUHP, namun ketentuan-ketentuannya dipatuhi oleh setiap
wartawan karena jika tidak, martabat profesi wartawan akan terpuruk.
Dengan demikian tegaknya professional code ini sangat
mengandalkan pada kata hati atau hati nurani wartawan sendiri
(Hikmat Kusumaningrat, 2005: 106).
56
Dalam hal ini, di Indonesia terdapat tiga kode etik yang
dirumuskan dan diberlakukan oleh organisasi wartawan yaitu: PWI
(Persatuan Wartawan Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen),
dan KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia).
Tabel 1
Perbandingan kode etik jurnalistik PWI, AJI dan KEWI
No. PWI AJI KEWI 1. Ada 17 pasal Ada 18 pasal Ada 7 pasal 2. Terdiri dari 4 bab
- Kepribadian dan integritas
- Cara pemberitaan - Sumber berita - Kekuatan Kode Etik
Jurnalistik
Tidak ada
Tidak ada
3. Mengalami dua kali perubahan yaitu di Manado tahun 1983 dan di Riau tahun 1994
Tidak mengalami perubahan sampai tahun 1993
Tidak mengalami perubahan karena berdiri di era kebebasan pers.
4. Terdapat nilai agama yaitu pada pasal 1, 2 dan 3.
Terdapat nilai agama tetapi tidak tertuang secara eksplisit.
Terdapat nilai agama yaitu pada pasal 1, 2, 3, 4, dan 6.
Dalam kode etik jurnalistik ini, penulis tidak akan
memaparkan secara keseluruhan kode etik jurnalistik, tetapi hanya
mengambil poin-poin yang mendukung dan berkaitan dengan
penelitian ini yaitu yang berkaitan dengan etika pemberitaan Tabloid
infotaimen Cek & Ricek.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kode etik versi
PWI. Hal ini disebabkan karena kode etik yang dipakai di Tabloid
57
Infotainmen Cek & Ricek adalah PWI. Ini dibuktikan setelah penulis
melakukan wawancara dengan salah satu wartawan Cek & Ricek
yaitu Depriyana. Ia menyatakan kode etik merupakan polisinya para
wartawan, untuk itu para wartawan Tabloid Cek & Ricek dianjurkan
untuk menggunakan kode etik versi PWI, dimana kode etik ini
dianggap paling lengkap karena didalamnya terdapat pasal-pasal yang
berkaitan dengan pemberitaan. Selain itu, kode etik PWI bahasanya
mudah dipahami.
Adapun dalam kode etik PWI tersebut terdiri atas 4 bab. Bab
pertama tentang kepribadian dan integritas wartawan. Bab kedua
tentang cara pemberitaan. Bab ketiga tentang sumber berita dan bab
yang keempat yaitu tentang kekuatan kode etik jurnalistik.
Bab 1 tentang kepribadian dan integritas wartawan yaitu
dimulai pasal 1, 2, 3, 4. Pasal 1 berbunyi wartawan beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat
kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, kesatria,
menjaga harkat martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi
kepada kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya dalam
mengemban profesinya.
Pasal 2 berbunyi wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab
dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya
jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat
membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan
58
kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau
keyakinan suatu golongan yang dilindungi undang-undang.
Pasal 3 berbunyi wartawan tidak menyiarkan karya tulis
jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang
menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis
serta sensasional.
Pasal 4 berbunyi wartawan tidak menerima imbalan untuk
menyiarkan atau tidak menyiarkan tulisan, gambar, suara atau suara
dan gambar, yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang
atau suatu pihak.
Bab 2 berkaitan dengan cara pemberitaan adalah pasal 5, 6, 7,
8, 9 (Muhammad Budyatna, 2005: 307-310). Pasal 5 berbunyi:
wartawan menyajikan berita secara berimbang, dan adil,
mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak
mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi
dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Pasal 6 berbunyi: wartawan menghargai dan menjunjung
tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik
(tulisan, gambar, suara serta suatu dan gambar) yang merugikan nama
baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 7 berbunyi: wartawan dalam pemberitaan peristiwa yang
diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus
59
menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan
penyajian yang berimbang.
Pasal 8 berbunyi: wartawan dalam memberitakan kejahatan
susila tidak merugikan pihak korban.
Pasal 9 berbunyi: wartawan Indonesia menulis judul yang
mencerminkan isi berita.
Bab 3 mengenai sumber berita terdapat pada pasal 10, 11, 12,
13, dan 14. pasal 10 berbunyi: wartawan dengan kesadaran sendiri
secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian
ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan kepada hak jawab
secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.
Pasal 11 berbunyi: wartawan meneliti kebenaran bahan berita
dan memperhatikan kreatifitas serta kompetensi sumber berita.
Pasal 12 berbunyi: wartawan tidak melakukan tindakan
plagiat, tidak mengutip kerja jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
Pasal 13 berbunyi: wartawan harus menyebut sumber berita,
kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama
dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini.
Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala
tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.
Pasal 14 berbunyi: wartawan menghormati ketentuan
embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang
60
oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak
menyiarkan keterangan "off the record".
Bab ke-4 tentang kekuatan kode etik jurnalistik yang terdiri
dari tiga pasal yaitu pasal 15, 16, 17. Pasal 15 berbunyi wartawan
harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode
etik jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
Pasal 6 berbunyi wartawan menyadari sepenuhnya bahwa
penaatan kode etik jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani
masing-masing.
Pasal 17 berbunyi wartawan mengakui bahwa pengawasan dan
penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik ini adalah
sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
dan dilaksanakan oleh dewan kehormatan PWI. Tidak satupun pihak
diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap dan atau
medianya terbatas berdasar pasal-pasal dalam kode etik jurnalistik ini
2.4.3. Fungsi dan Tujuan Kode Etik Jurnalistik
Menurut Richard L. Johannsen sebagaimana dikutip Mashudi
(2003: 48-49) menyebutkan bahwa fungsi kode etik ada 3 macam:
a. Fungsi kemanfaatan
Fungsi ini meliputi pendidikan orang baru untuk
mengenali pedoman dan tanggung jawab etis profesinya,
mempersempit wilayah persoalan etis dalam profesi sehingga
orang tak perlu memperdebatkan persoalan etika yang tidak
61
relevan, membantu anggota profesi memahami tujuan
profesionalnya, cara-cara yang relevan dibenarkan untuk
mencapai tujuan.
b. Fungsi Argumentatif
Ialah menjadikan landasan terciptanya debat publik atas
kebingungan kasus-kasus dan perilaku etis sebuah profesi.
c. Fungsi penggambaran karakter
Adalah kode etik sebagai gambaran tentang sosok
profesional yang ingin dibentuk dan jadi harapan publik.
Kode etik secara tidak langsung memuat upaya perlindungan
konsumen media, selain itu kode etis jurnalis dijadikan ikatan moral
wartawan untuk mengkontrol dirinya dalam menjalankan tugas
profesinya. Selain bertanggungjawab kepada hati nuraninya setiap,
wartawan Indonesia wajib bertanggungjawab kepada Tuhan YME
serta kepada masyarakat, bangsa dan negara dalam melaksanakan hak
dan tanggung jawabnya dengan kode etik jurnalistik.
Dalam hal ini yang menjadi tujuan terpenting suatu kode etik
jurnalistik adalah melindungi hak masyarakat memperoleh informasi
obyektif di media massa dan memayungi kinerja wartawan dari segala
macam resiko kekerasan (Masduki, 2003: 51).
62
2.4.4. Macam-macam Kode Etik Jurnalistik
Adapun kode etik jurnalistik dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Kode Etik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Kode etik ini berdiri pertama kali di Surakarta, bulan
Februari 1946, dan dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1955. sesuai
dengan gerak pertumbuhan dan pengembangan pembangunan
bangsa Indonesia, kode etik jurnalistik ini mengalami beberapa
perbaikan demi kepentingan bangsa, maka pada tanggal 2
Nopember 1955 kode etik jurnalistik tersebut disahkan.
Kode etik jurnalistik ini akan terus berperan dan semakin
penting dalam menyongsong kemajuan dan perkembangan
teknologi di masa mendatang. Secara umum dapat digambarkan
bahwa, kode etik jurnalistik itu tersusun sebagai ikatan moral dan
penghormatan insan pers (wartawan) terhadap norma-norma yang
mulia, yang dijadikan dasar pertimbangan dalam setiap kegiatan.
2. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
Kode etik wartawan Indonesia oleh dewan pers di Banding
pada tanggal 5-7 Agstus 1999, Kode Etik Wartawan Indonesia
(KEWI) merupakan kode etik yang disepakati semua organisasi
wartawan cetak dan elektronik termasuk Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan
Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI), kode etik ini lahir
dengan semangat kemajuan jurnalisme di era kebebasan pers.
63
3. Kode etika Jurnalistik AJI (Aliansi Jurnalis Independen)
Adalah salah satu organisasi wartawan disamping PWI,
PWI reformasi, KEWI dan sebagainya. kode etik AJI ini tidak
mengalami perubahan sampai tahun 2003. sementara kode etik
jurnalistik persatuan wartawan Indonesia (PWI) pertama kali
dibuat tahun 1955 dan sempat mengalami dua kali perubahan,
yaitu di Manado tahun 1983 dan di Riau tahun 1994.
4. Kode Etik Jurnalistik Islami
Jurnalis Islam dapat dirumuskan dengan suatu proses
meliputi, mengolah, dan menyebarkan berbagai peristiwa dengan
muatan nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam,
khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam, serta
berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam kepada
khalayak melalui media massa (Asep Syamsul M. Romli, 2003:
34).
Karena jurnalistik Islam adalah jurnalistik dakwah, maka
setiap jurnalis muslim, yakni wartawan dan penulis yang
beragama Islam, berkewajiban menjadikan jurnalistik Islam
sebagai "ideologi" dalam profesinya.
Jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah (da'i) dibidang pers,
yakni mengemban dakwah bil qolam (dakwah melalui pena dan
tulisan). Dalam hal ini terdapat peran-peran jurnalis muslim yaitu
(Asep Syamsul M. Romli, 2003: 39-40).
64
1. Mendidik (muaddib) yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang
islami, mengajak khalayak pembaca agar melakukan perintah
Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu juga
melindungi umat dari pengaruh buruk dan perilaku yang
menyimpang dari syariat Islam.
2. Sebagai Pelurus Informasi (musaddiq)
Setidaknya ada 3 hal yang harus diluruskan oleh jurnalis
muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam,
informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. ketiga,
jurnalis muslim dituntut mampu menggali, melakukan
investigative reporting tentang kondisi umat Islam.
3. Sebagai Pembaharu (Mujaddid) yakni menyebarkan paham
pembaharuan akan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam
(reformasi Islam). Jurnalis muslim hendaknya menjadi juru bicara
dalam menyerukan umat Islam, memegang teguh Al-Qur'an dan
As-Sunnah untuk memurnikan pemahaman tentang Islam dan
pengalamannya (membersihkan di bid'ah, khurafat, takhayul dan
isme-isme yang tidak sesuai dengan ajaran Islam).
4. Sebagai pemersatu (Muwahid) yaitu harus mampu menjadi
jembatan yang mempersatukan umat Islam.
Untuk menjalankan peran-peran diatas maka, jurnalis muslim
mempunyai kode etik jurnalistik sesuai dengan ajaran Islam (Asep
Syamsul M. Romli, 2003: 41-43) diantaranya :
65
1. Menginformasikan atau menyampaikan yang benar saja (tidak
berbohong), juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
Sebagaimana firman Allah:
"Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta" (Qs. Al-Hajj: 30)
Nabi SAW juga menjelaskan dalam haditsnya:
"Hendaklah kamu berpegang teguh pada kebenaran karena
sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan
kebaikan itu membawa ke surga". (HR. Muttafaq 'Alaih)
2. Bijaksana, penuh nasehat yang baik, serta argumentasi yang jelas
dan baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman obyek
pembaca harus dipahami, sehingga tulisan berita yang dibuat pun
akan disesuaikan sehingga mudah dibaca dan dicerna "serulah
kejalan Tuhanmu dengan penuh kebijakan (Hikmah), nasehat
yang baik, serta bantahlah mereka dengan bantahan yang baik"
(Qs. An-Nahl: 125).
3. Meneliti kebenaran berita/fakta sebelum dipublikasikan harus
melakukan Check and Recheck.
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang
fasik membawa berita, carilah keterangan tentang kebenarannya
(tabayyun) supaya jangan kamu rugikan orang karena tidak tahu"
(Qs. Al-Hujurat: 6).
4. Hindari olok-olok, penghinaan, mengejek, atau caci maki
sehingga menumbuhkan permusuhan dan kebencian.
66
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah ada diantara kamu
yang mengejek orang lain, mungkin yang diejek itu lebih baik dari
mereka yang mengejek. Janganlah kamu saling mencaci dan
janganlah memberi nama ejekan …" (Qs. Al-Hujurat: 11).
5. Hindarkan prasangka buruk (suuzhan). Dalam istilah hukum,
pegang teguh "asas praduga tak bersalah" disebutkan dalam Qs.
49: 2. Kaum mukmin dilarang terlalu banyak prasangka, karena
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dilarang pula saling
memata-mematai (mencari kesalahan orang lain) dan saling
memfitnah atau menggunjing (ghibah, membicarakan aib orang
lain).
Dalam Al-Qur'an juga dijelaskan tentang larangan mencari
kesalahan orang lain (berprasangka buruk). Sebagaimana terdapat
dalam surat Al-Hujurat: 12
ن بعض الظن إثم واليـا أيهـا الـذين آمـنوا اجتنبوا كثريا من الظن إ يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه تجسـسوا وال
وت إن الله قوا اللهاتو وهمتتا فكرهيمحيمر اب
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah mencari-cari kesalahan orang dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang" (Departemen Agama RI, 1987: 847).
67
Selain itu didalam surat Al-Qalam juga terdapat seruan tentang
larangan untuk berprasangka dan menyebarkan fitnah.
هماز مشاء بنميم.ف مهني تطع كل حالوال
"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, dan kian kemari menghambur fitnah" (Qs. Al-Qolam: 10-11)
Rosulullah juga mengingatkan dalam haditsnya yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah
: وعـن اىب هريرة رضى اهللا عنه أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال .فان الظن اكذب احلديث. إياكم والظن
Dari Abi Hurairah ra. bahwasanya Rosulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu berprasangka, karena sangkaan itu adalah sedusta-dusta percakapan" (HR. Mutafaq 'Alaih) Minhajus Sholikhin, 1978: 282).
Selain kode etik jurnalistik muslim diatas, jurnalis muslim
juga mentaati kode etik jurnalistik umum (pers). Ketaatan atau
keterkaitan pada kode etik tersebut merupakan realisasi diri sebagai
seorang jurnalis profesional sekaligus menjadi "warga negara yang
baik dan konstitusional". Pasal 7 (2) UU No. 40/1999 tentang pers
menyebutkan "wartawan memiliki dan mentaati kode etik jurnalistik".
2.5. Hubungan Etika dan Dakwah
Dalam buku "Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam",
etika secara terminologi diartikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral, serta kumpulan nilai-nilai yang
68
berkenaan dengan akhlak, maka dengan standar akhlak, komunikasi akan
bernuansa Islami (Mafri Amir, 1999: 33-34).
Menurut H.M Syamsudin, Etika dapat diartikan secara sempit dan
secara luas, kalau secara sempit, etika sering dipahami sebagai hal-hal yang
bersifat evaluatif, menilai baik dan buruk. Sedangkan secara luas, etika
dikaitkan dengan Islam yang menganjurkan istilah akhlak (Mafri Amir,
1999: 39).
Dalam kehidupan sehari-hari pembicaraan kata etika dan akhlak
sering tumpang tindih, kedua istilah tersebut sama-sama menentukan nilai
baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada
standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur'an dan
sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran (Yunahar Ilyas,
2001: 3).
Sedangkan dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik dan
buruk, terpuji dan tercela, semata-mata karena syara' (Al-Qur'an dan As-
Sunnah). Dalam hal ini, Islam juga tidak menafikan peran hati nurani, akal
dan pandangan masyarakat. Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur'an
memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan
oleh manusia oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaan-
Nya (Qs. Ar-Rum: 30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian
dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan
kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak
akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.
69
Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik
karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan.
Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang perlu dipelihara dan
dikembangkan. Betapa banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati
nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran (Yunahar Ilyas, 2001: 4-5).
Oleh sebab itu, ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan
sepenuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata, semua itu
harus dikembalikan pada penilaian syara'. Semua keputusan syara' tidak akan
bertentangan dengan hati nurani manusia karena keduanya berasal dari
sumber yang sama yaitu Allah SWT (Yunahar Ilyas, 2001: 4).
Sebagaimana dakwah, merupakan seruan untuk mengajak kejalan
Allah untuk beramar ma'ruf nahi mungkar, dimana materi dakwah meliputi
segala aspek kehidupan yang mencakup segi tauhid, syari'ah dan akhlak.
Dari uraian diatas, pada dasarnya akhlak dan etika merupakan
dimensi ketiga (akhlak) dari ajaran Islam sebagai materi dakwah setelah
aqidah dan syari'ah. Kalau aqidah menyangkut permasalahan yang harus
diimani dan diyakini oleh manusia sebagai sesuatu yang hakiki. Syari'ah
menyangkut berbagai ketentuan berbuat dan menata hubungan baik dengan
Allah dan sesama makhluk. Sementara akhlak menyangkut berbagai masalah
kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan dan ukuran baik dan buruk atau
benar salahnya suatu perbuatan-perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir
dan batin. Jadi, manusia sebagai ciptaan Allah SWT harus tunduk kepada
70
ajaran-ajaran akhlak dan moral yang telah digariskan, dengan mentaati dan
mengikuti nilai-nilai moral yang telah ditetapkan oleh Allah.
Sebaliknya, apabila manusia melanggar ajaran-ajaran moral yang
telah ditentukan oleh Allah, berarti tidak patuh kepada-Nya dan ia kembali
kederajat yang paling rendah. Karena Allah sebagai penguasa tunggal yang
berhak mengeluarkan aturan-aturan dan perintah moral. Maka terdapat
keseragaman dan kestabilan dalam menetapkan tolak ukur moralitas dalam
Islam, yaitu wahyu Tuhan dan ajaran-ajaran Allah, yang dicontohkan secara
sempurna dalam praktik-praktik kehidupan Nabi Muhammad SAW. Itulah
sebabnya, Nabi SAW dipandang sebagai paripurna dan suri tauladan yang
baik yang sosok kepribadiannya digambarkan dalam Al-Qur'an,
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki budi pekerti yang luhur".
Nabi sendiri menyatakan bahwa salah satu misi pokok kerasulannya adalah
untuk mengajarkan dan menegakkan kemuliaan akhlak (Ismail, Faisal, 2002:
257).