bab ii etika+ -...

54
17 BAB II ETIKA PEMBERITAAN MEDIA MASSA DAN TABLOID 2.1. Media Massa 2.1.1. Pengertian Media Massa Salah satu unsur penting yang dapat berperan dalam penyebaran informasi dan menumbuhkan kesadaran serta motivasi bagi sebuah perubahan masyarakat adalah media. Apalagi di era modern seperti sekarang ini, kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan lagi dari kebutuhan komunikasi. Hal ini didasarkan pada satu persepsi bahwa salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat adalah adanya kebutuhan komunikasi untuk berbagai tujuan. Dalam hubungan ini kehadiran media sebagai sarana penyampaian informasi menjadi penting artinya. Kebutuhan manusia terhadap informasi semakin banyak disebabkan tuntutan kehidupan. Hal ini sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tanpa informasi manusia akan mengalami kebuntuan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Selain sekedar mengetahui informasi, manusia senantiasa memerlukan informasi untuk merencanakan dan menentukan langkah yang akan ditempuh besuk. Bagi seorang pengusaha dan pedagang, informasi mengenai ekonomi sangat diperlukan. Bagi petani tentu juga membutuhkan informasi

Upload: buinhu

Post on 09-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

17

BAB II

ETIKA PEMBERITAAN MEDIA MASSA DAN TABLOID

2.1. Media Massa

2.1.1. Pengertian Media Massa

Salah satu unsur penting yang dapat berperan dalam

penyebaran informasi dan menumbuhkan kesadaran serta motivasi

bagi sebuah perubahan masyarakat adalah media. Apalagi di era

modern seperti sekarang ini, kehidupan masyarakat tidak dapat

dipisahkan lagi dari kebutuhan komunikasi. Hal ini didasarkan pada

satu persepsi bahwa salah satu kebutuhan manusia yang sangat

mendasar baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat

adalah adanya kebutuhan komunikasi untuk berbagai tujuan. Dalam

hubungan ini kehadiran media sebagai sarana penyampaian informasi

menjadi penting artinya.

Kebutuhan manusia terhadap informasi semakin banyak

disebabkan tuntutan kehidupan. Hal ini sesuai dengan bidangnya

masing-masing. Tanpa informasi manusia akan mengalami kebuntuan

dalam menjalani hidup dan kehidupan. Selain sekedar mengetahui

informasi, manusia senantiasa memerlukan informasi untuk

merencanakan dan menentukan langkah yang akan ditempuh besuk.

Bagi seorang pengusaha dan pedagang, informasi mengenai ekonomi

sangat diperlukan. Bagi petani tentu juga membutuhkan informasi

18

mengenai harga produk pertanian. Pada prinsipnya setiap manusia

yang berfikir selalu memerlukan informasi sesuai dengan kebutuhan

hidup dan kehidupan. Untuk itu media sebagai alat komunikasi harus

mampu menyampaikan informasi. Beberapa hal diatas sebenarnya

hanya untuk memberikan penjelasan berkaitan dengan komunikasi,

penggunaan media dan pada akhirnya akan mempermudah dalam

memberikan definisi terhadap media massa.

Secara umum para ahli komunikasi memberikan batasan

terhadap media massa yakni sebagai sarana penghubung dengan

masyarakat seperti surat kabar, radio, televisi, film dan lain-lain.

Drs. J.B Wahyudi (1991:55) memberikan batasan media

massa, yaitu sarana untuk "menjual" informasi atau berita kepada

konsumen yang dalam hal ini adalah pembaca untuk media massa

tercetak, pendengar untuk media massa radio dan pemirsa untuk

media massa televisi. Baik pembaca, pendengar, maupun pemirsa

lazim disebut audience.

M. Rachmadi memberikan definisi media massa yaitu berkisar

pada media elektronik dan media cetak. Media elektronik seperti

radio, televisi, film dan sebagainya, sedangkan media cetak (print

media) seperti surat kabar, majalah dan lain-lain.

Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi, M.A, memberikan prinsip

bahwa majalah, bulletin dan sebagainya termasuk dalam kategori

media massa (Mafred Oepen, 1998: 113).

19

Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan

berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang

banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat

kabar, televisi dan radio, yang beroperasi dalam bidang informasi,

edukasi, dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan

dan hiburan (Onong Uchjana, 1993: 10). Surat kabar, misalnya

menyiarkan informasi dalam bentuk berita dan iklan, edukasi dalam

bentuk artikel dan tajuk rencana, rekreasi dalam bentuk cerita

bersambung, cerita pendek, teka-teki silang dan sebagainya.

Sedangkan Ja'far H. Assegaf (1983:129) mengartikan media

massa sebagai sarana penghubung dengan masyarakat seperti surat

kabar, majalah, buku, radio dan televisi.

Sebagaimana disebutkan oleh Drs. Jalaludin Rahmat, M.Sc,

bahwa komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui

media massa pada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan

anonim melalui media massa cetak atau elektronik sehingga pesan

yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Jalaludin, 1999:

189).

Dari beberapa definisi media massa yang telah dijelaskan

diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa, media massa digunakan

dalam proses komunikasi yang dilakukan secara massal dengan

menggunakan media teknologi komunikasi massa.

20

2.1.2. Perkembangan Media Massa

Usaha manusia mengirim pesan dari seseorang kepada orang

lain sudah dilakukan sekitar tahun 300.000 SM (Wahyudi, 1991: 67).

Hal ini dibuktikan dengan penemuan batu bergores atau terpahat, pada

abad pertengahan. Batu bergores tersebut lazim dinamakan pictogram

yang saat ini disimpan di museum kerajaan Ontario, Toranto, Canada.

Dari hasil penelitian laboratories menunjukkan bahwa batu bergores

itu berusia sekitar 300.000 tahun.

Batu bergores (pictogram) banyak ditemukan di Timur

Tengah. Goresan atau pahatan itu merupakan catatan manusia saat itu

tentang kondisi tanah dan hasil produksi pertanian.

Batu bergores semacam ini biasa ditemukan di goa-goa, dan

ini membuktikan bahwa tempat tinggal manusia pra sejarah adalah di

goa-goa. Manusia pra sejarah belum mengenal tulisan dan huruf,

untuk itulah mereka mengirim pesan melalui goresan atau pahatan

batu.

Di mesir, sekitar tahun 3000 SM, sudah menerapkan goresan-

goresan yang mengandung makna dan ideogram yang lazim disebut

hieroglip atau tanda suci.

Awal perkembangan media massa dimulai pada abad 15 dan

berlanjut hingga abad 18. Pada awal abad 18 muncul alat cetak yang

dikerjakan dengan tangan atau hand press. Pada tahun 1969 James

Watt menciptakan mesin uap. Dan mesin uap ini digunakan untuk

21

menggerakkan mesin cetak. Dengan demikian penemuan huruf dan

mesin cetak sederhana menjadi awal perkembangan media massa

tertua (media cetak).

Pada dasarnya sejarah jurnalistik tidak dapat dipisahkan

dengan sejarah penemuan huruf, sejarah penemuan alat cetak huruf,

sejauh grafika dan penemuan baru dibidang teknologi informasi.

Ide surat kabar sendiri sudah setua zaman Romawi kuno,

waktu itu pemerintahan yang dipegang oleh Gayus Julius Caesar (100-

44 SM). Pada pemerintahan itulah dipasang papan pengumuman

berwarna putih yang berisikan berita-berita kekaisaran, disamping

pengumuman-pengumuman resmi pemerintahan. Papan putih tersebut

disebut acta diurnal, sedangkan tempat dimana papan dipasang

disebut forum romanum. Acta diurna ini merupakan alat propaganda

pemerintah Romawi yang memuat berita mengenai peristiwa-

peristiwa yang perlu diketahui oleh rakyatnya (Wahyudi, 1991: 72).

Sebagaimana telah disebutkan bahwa media massa yang paling

pertama ditemukan adalah media cetak, baik itu surat kabar, majalah,

tabloid dan lain-lain. Setelah beberapa tahun kelahirannya, media

cetak banyak mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring

dengan perkembangan teknologi komunikasi. Ditemukannya sistem

perwajahan dalam surat kabar oleh Petter Pallazo menambah

kemajuan surat kabar tersebut. Begitu juga ditemukannya sistem

22

grafis dengan komputer menambah makin bergairahnya kehidupan

surat kabar, sebagaimana yang digambarkan Assegaf sebagai berikut:

Pada awal abad 20an ditemukan media massa baru, yang dapat lebih cepat untuk menyampaikan pesan, yakni radio. Radio pada awal pertumbuhannya hanyalah dipergunakan untuk hiburan dan informasi. Kemudian ternyata dapat dikembangkan untuk menyampaikan berita-berita secara lebih cepat dan dapat mencapai jarak yang jauh. Karena itu istilah jurnalisme mulai mendapat tambahan baru, yakni jurnalistik radio (radio jurnalism, broad casting jurnalism) (Dja'far Assegaf, 1983: 10).

Setelah perkembangan teknologi menyampaikan pesan atau

berita tidak hanya melalui radio karena perkembangan itulah, muncul

media televisi. Media televisi ini bermula dari ditemukannya

elektrisce teleskop sebagai perwujudan gagasan seorang mahasiswa

dari Berlin yang bernama Paul Nipkov untuk mengirim gambar dari

udara ke satu tempat ke tempat lain. Hal ini terjadi antara tahun 1883-

1884, sehingga Nipkov diakui sebagai Bapak Televisi (Wawan

Kuswandi, 1996: 6).

Televisi mulai dinikmati masyarakat Amerika Serikat pada

tahun 1939, yaitu ketika berlangsungnya "World Fair" di New York.

Namun sempat berhenti ketika terjadi Perang Dunia II. Baru setelah

tahun 1946 kegiatan dalam bidang televisi dimulai lagi. Dengan

situasi dan kondisi yang mengizinkan serta pesatnya perkembangan

teknologi, maka jumlah studio atau pemancar bertambah pesat,

menurut Wawan Kuswandi pada tahun 1996 di negeri Paman Sam

berdiri sekitar 75 stasiun televisi.

23

Media televisi muncul setelah media cetak. Walaupun begitu

televisi telah berperan selama 67 tahun. Kotak ajaib ini lahir setelah

adanya beberapa penemuan teknologi, seperti telephone, telegram,

fotografi serta rekaman suara.

Dengan semakin bertambah pesatnya perkembangan teknologi

komunikasi, ditambah ditemukannya sistem satelit dan antena

parabola, perkembangan media televisi sangat menggembirakan.

Seiring dengan hal tersebut muncul dalam istilah jurnalistik yakni

(elektronic jurnalism) dimana mencakup televisi dan radio.

2.1.3. Ciri-ciri Media Massa

Untuk suksesnya komunikasi massa kita perlu mengetahui

sedikit banyak ciri-ciri komunikasi itu yang meliputi sifat-sifat, unsur-

unsur yang dicakupnya. Prof. Drs. Onong Uchjana, MA, memberikan

lima ciri (Onong Uchjana, 1993: 51-54), diantaranya:

a. Sifat komunikan

Artinya komunikan ini ditujukan kepada khalayak yang

jumlahnya relatif besar, heterogen dan anonim. Sebagai contoh

orang yang sedang menonton televisi dalam jumlah besar. Jadi

sasaran komunikasi melalui media massa seperti surat kabar,

radio, televisi dan film meskipun tidak tampak oleh komunikator

yang menyampaikan pesan, dan ciri khas dari komunikan

komunikasi melalui media massa yang pertama, bahwa jumlah

besar itu hanya dalam periode waktu yang singkat saja. Kedua,

24

komunikan massa sifatnya heterogen, maksudnya komunikan

tempatnya berbeda-beda letaknya, selain itu unsur pendidikan,

pekerjaan, pengalaman, agama, suku, bangsa dan sebagainya juga

berbeda. Ketiga, komunikan massa bersifat anonim, komunikator

tidak mengenal mereka, selain itu komunikator juga tidak tahu

apakah pesan yang disampaikan itu menarik perhatian mereka atau

tidak.

b. Sifat Media Massa

Sifat media massa adalah serempak, maksudnya adalah

keserempakan kontak antara komunikator dan komunikan yang

demikian besar jumlahnya. Selain itu, sifat media massa ialah

cepat. Dalam arti kata pesan yang disampaikan kepada banyak

orang dalam waktu yang cepat.

c. Sifat Pesan

Sifat pesan melalui media massa ialah umum (universal).

Media massa adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada

khalayak, bukan untuk sekelompok orang tertentu. Sifat lain dari

media massa adalah sejenak (itrancient), hanya sajian seketika.

Surat kabar merupakan bahan bacaan yang setelah isi beritanya

dibaca, kemudian dipakai bungkus dan dibuang. Pesan melalui

radio hanya sekilas sampai di telinga pendengarnya, lalu hilang

diganti oleh pesan lain, begitu juga yang terjadi pada pesan

25

melalui televisi, setelah didengar, dilihat, kemudian tiada lagi,

diganti dengan pesan berikutnya.

d. Sifat Komunikator

Karena media massa merupakan lembaga atau organisasi,

maka komunikator pada komunikasi massa, seperti karyawan,

sutradara, penyiar radio, penyiar televisi, adalah komunikator

terlembagakan (institutionalized comunikator).

Media massa adalah organisasi yang rumit, pesan-pesan

yang disampaikan pada khalayak adalah hasil kerja kolektif, oleh

karena itu, berhasil tidaknya komunikasi massa ditentukan oleh

berbagai faktor yang terdapat dalam organisasi media masa, berita

yang susun oleh seorang wartawan tidak akan sampai pada

pembaca kalau tidak dikerjakan oleh redaktur, juru tata letak, juru

cetak dan karyawan lain dalam organisasi surat kabar tersebut.

e. Sifat efek

Sifat efek komunikasi melalui media massa yang timbul

pada komunikan bergantung pada tujuan komunikasi yang

dilakukan oleh komunikator. Apakah tujuannya agar tahu saja,

atau agar komunikan berubah sikapnya dan pandangannnya, atau

komunikan berubah tingkah lakunya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat

yang menghasilkan teori "Two Step Flow of Communication", para

26

ahli berpendapat bahwa media massa tidak mampu mengubah

tingkah laku khalayak. Baru perilaku khalayak berubah setelah

pesan di media massa diteruskan oleh opinion leader yang dengan

komunikasi antar persona.

2.1.4. Fungsi dan Peran Media Massa

a) Fungsi media massa

Sebagaimana diketahui bahwa setiap institusi mempunyai

fungsi sendiri. Misalnya birokrasi pemerintahan, organisasi dan

lain-lain mempunyai fungsi dan peran masing-masing. Demikian

pula media massa sebagai institusi sosial mempunyai fungsi yang

penting dalam komunikasi massa. Melalui media massa manusia

ingin mencapai komunikasi dengan masyarakat luas, tidak hanya di

suatu daerah kecil, tetapi juga di daerah luas, bahkan sampai

masyarakat dunia.

Fungsi media massa pada hakekatnya bersifat relatif dan

bertalian dengan keperluan yang beraneka ragam didalam

masyarakat pada negara-negara yang berbeda. Dan penerapan

fungsi media massa ditentukannya berbeda di negara satu dengan

negara lainnya. Misalnya fungsi pers di negara barat tentu beda

dengan penerapan fungsi pers di negara berkembang, selain itu,

penerapan pers juga dipengaruhi oleh sistem sosial dan sistem

politik yang dianut.

27

Dalam hal ini, walaupun pada hakekatnya media jenis

massa yang satu dengan yang lain berbeda, namun pada prinsipnya

mempunyai kesamaan fungsi (Wahyudi, 1991: 91-92), yaitu:

1. The Surveillance of the Environment

Yakni mengamati lingkungan atau dengan kata lain perkataan

berfungsi sebagai penyaji berita atau penerangan. Dalam hal ini

media massa harus memberikan informasi yang obyektif

kepada pembaca mengenai apa yang terjadi didalam

lingkungannya, negaranya dan yang terjadi di dunia. Dalam

kaitan ini fungsi utama media massa adalah sebagai penyebar

informasi atau pemberitaan kepada khalayak.

2. The Correlation of the Parts of Society in Responding to the

Environment

Artinya bahwa setelah media massa berfungsi sebagai sarana

pemberitaan yang ada di lingkungannya, juga mengadakan

korelasi antara informasi yang diperoleh dengan kebutuhan

khalayak sasaran, karenanya pemberita atau komunikasi lebih

menekankan pada seleksi, evaluasi dan interprestasi.

3. The Transmission of the social Heritage From one Generation

to The Next

Yakni sebagai penyalur aspirasi nilai-nilai atau warisan dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Atau dengan kata lain

28

perkataan sebagai penyampai seni budaya dan penunjang

pendidikan.

Dapat dikatakan bahwa di negara-negara berkembang yang

rakyatnya belum maju, media massa dalam banyak hal

merupakan sarana pelajaran sehari-hari, merupakan buku

pelajaran yang paling murah, bagi negara kita fungsi media

massa sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa

dan banyak menunjang pendidikan masyarakat.

4. Entertainment (Hiburan)

Baik televisi, radio maupun surat kabar atau majalah

mempunyai hiburan bagi khalayak. Radio dengan kelebihan

audionya banyak menampilkan semacam lagu-lagu, sandiwara,

dan lain-lain. televisi dengan kekuatan audio visualnya mampu

memberikan hiburan yang cukup lengkap. Selain itu media

massa ini termasuk sarana hiburan yang relatif murah.

5. To Sell Goods For Us (Iklan)

Peran radio, televisi dan film mempunyai fungsi penyalur iklan

yang efektif. Radio, walaupun ini pesannya hanya audio

(suara), tetapi mempunyai daya jangkau yang relatif besar.

Film karena disajikan ke audio visual walaupun daya jangkau

relatif kecil tetapi mempunyai daya rangsang yang cukup

tinggi. televisi selain mempunyai daya jangkau yang relatif

29

besar juga mempunyai daya rangsang sangat tinggi, karena

audio visual sinkron dengan hidup.

Selain fungsi diatas, Asep Saeful Muhtadi, (1999 : 74)

juga menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Jurnalistik

Pendekatan Teori dan Praktek bahwa Fungsi media cetak (surat

kabar, majalah, tabloid dan lain-lain) pada dasarnya hampir sama

dengan media massa lainnya yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi mendidik

Yaitu sebagai sarana belajar atau buku pelajaran yang

murah yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Fungsi Menghubungkan

surat kabar ini menyelenggarakan suatu hubungan

sosial (social contact) antara warga negara satu dengan warga

negara yang lainnya.

3. Fungsi penyalur dan pembentuk pendapat umum

Bahwa surat kabar selain berisi berita, juga berisi

pandangan atau pendapat seseorang, sehingga memungkinkan

pembaca untuk ikut berpendapat.

4. Fungsi Kontrol Sosial

Fungsi ini merupakan fungsi yang sangat penting

terutama pada suatu negara yang menerapkan sistem

demokrasi. Media massa mempunyai fungsi sebagai pengawas

30

lingkungan, baik ditujukan pada pemerintah maupun

masyarakat.

b) Peran Media Massa

Sebagaimana telah disebutkan bahwa peran media massa di

negara berkembang dan negara maju terdapat perbedaan. Karena

itu peran media massa di negara berkembang sebagai sarana

penghibur yang mengambil tempat cukup penting, di dunia Barat

dianggap tidak relevan. Di negara berkembang peran pers lebih

menunjuk pada peran yang membangun untuk memberi informasi,

mendidik dan menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pembangunan. (Rahmadi, 1990: 17)

1. Peran media massa sebagai agen perubahan

Media massa mengemban peran penting yaitu sebagai

alat perubahan sosial dan pembaharuan masyarakat media ini

jangkauannya luas sekali dan kecepakatannya tinggi. Termasuk

dalam pengertian media massa adalah media elektronik (radio,

televisi, film dan sebagainya), dan media tercetak (print media)

seperti surat kabar, majalah, tabloid, buletin dan sebagainya.

Peranan media massa yang cocok dalam hal ini adalah sebagai

agen perubahan (agent of change), demikian kata Wilbur

Sehramm, letak peranannya adalah dalam membantu

mempercepat proses peralihan masyarakat tradisional ke

31

modern. Media massa sebagai agen perubahan mempunyai

beberapa tugas yakni:

a. Memperluas cakrawala pandangan

b. Memusatkan perhatian khalayak dengan pesan-pesan yang

ditulis

c. Menumbuhkan aspirasi

d. Menciptakan suasana membangun

2. Peran media massa sebagai pembentuk pendapat umum

Peran media massa selain memberitakan yang obyektif

kepada masyarakat juga berperan dalam pembentukan pendapat

umum. Bahkan dapat berperan aktif dalam meningkatkan

kesadaran politik rakyat. Hal ini didasarkan bahwa selain isi

pesan media massa memuat berita atau uraian berita, juga

pendapat dari perorangan, lembaga media massa isi pesannya

juga bersifat umum, sehingga dapat menimbulkan reaksi pro

dan kontra dalam masyarakat. Pro dan kontra inilah yang

disebut pendapat umum. (Wahyudi, 1991: 99).

Pendapat umum (public opinion) menjadi sangat

penting bagi orang-orang politik praktis, karena melalui

pembentukan pendapat umum ini dapat dibentuk suatu

kekuatan masyarakat. Kekuatan ini dapat diarahkan guna

menuju suatu kehendak seperti apa yang diharapkan atau untuk

32

memaksakan suatu kehendak baik perorangan maupun

kelompok.

2.1.5. Macam-macam Media Massa

a. Media Cetak

Pers (media cetak) berasal dari bahasa Belanda, pers yang

artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan

dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan

atau mengepres. Jadi secara harfiah kata pers atau press mengacu

pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan

barang cetakan, dimana dalam perkembangannya media cetak

muncul lebih awal dibanding dengan media lain. Tetapi, sekarang

kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk pada semua

kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan

menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun

media cetak.

Dalam hal ini ada dua pengertian mengenai pers, yaitu pers

dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit

yaitu menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan oleh

perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti luas adalah

yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan

dengan media cetak maupun media elektronik seperti radio,

televisi maupun internet (Hikmat Kusumaningrat, 1995 : 17).

33

Maksud penulis dalam pengertian pers disini adalah media cetak

(surat kabar atau majalah).

Menurut sejarah pers, surat kabar tertua ialah Notazie

Scritte di Venesia yang terbit tahun 1566, sedangkan majalah yang

pertama-tama diterbitkan adalah Gentleman's magazine, pada

tahun 1731 di London (Onong Uchjana Effendi, 1993: 56).

Sejak diterbitkannya surat kabar dan majalah itu sampai

akhir abad 19, kegiatan komunikasi massa hanya dilakukan oleh

pers, terutama surat kabar.

b. Media Elektronik

Media elektronik dibagi menjadi 2 macam:

1. Media Audio Visual (Televisi)

Televisi merupakan media komunikasi yang sangat

dinikmati secara audio visual (suara dan gambar), program

televisi pertama dapat dinikmati khalayak ketika program

televisi disiarkan pada rapat dewan keamanan PBB di gedung

olah raga perguruan tinggi Hunter New York tahun 1946.

Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia

memang menghadirkan suatu peradaban khususnya dalam

proses komunikasi dan informasi yang bersifat massa. televisi

sebagai media massa muncul setelah media cetak dan radio

ternyata memberikan nilai yang sangat spektakuler dalam

kehidupan manusia.

34

Televisi mempunyai daya tarik yang luar biasa,

sehingga emosi dari perilaku khalayak dapat dengan mudah

dimainkan atau diciptakan dalam seketika. Media televisi

menjadi panutan baru (news religi) bagi kehidupan manusia.

Tidak menonton televisi sama saja dengan makhluk buta yang

hidup dalam tempurung (Wawan Kuswandi, 1996: 23).

Media televisi ini tidak kalah pentingnya jika

dibandingkan dengan surat kabar dan radio. Dengan

ditemukannya sistem satelit dan antena parabola, siaran televisi

mampu menembus tembok-tembok rumah dengan gambar dan

suara. Berbagai peristiwa dunia dapat dilihat dalam waktu

sekejap, begitulah kira-kira gambaran mengenai media televisi

sehingga tepat apa yang diistilahkan Jalaludin Rahmad bahwa

televisi berfungsi sebagai jendela dunia (Jalaludin Rahmad,

1996: 57).

2. Media Audio (radio)

Penyiaran informasi dalam bentuk berita dan penyajian

musik oleh radio dimulai hampir bersamaan. Tetapi yang

dikenal pertama kali oleh masyarakat luas adalah penyiaran

kegiatan pemilu presiden Amerika Serikat tanggal 2 November

1930.

35

Pertama kali radio siaran ditemukan di Amerika Serikat

oleh Dr. Lee De Forest dan Dr. Frant Conrad (Onong Uchjana

Effendi, 1993: 58).

Perkembangan radio sangat berpengaruh pada persurat

kabaran di Amerika Serikat, sehingga pada tahun 1920an

pernah terjadi apa yang disebut press-radio war. Dalam

suasana perang antara pers dan radio ini terjadi saling

memboikot. Tetapi karena stasiun radio banyak dimiliki para

pengusaha surat kabar, maka kedua media tersebut tidak perlu

melakukan peperangan, dan akhirnya terjadilah saling mengisi

dan saling menunjang.

Media radio mempunyai kelebihan yaitu dalam

menyampaikan pesan, jangkauannya tidak terhingga dan

mampu menembus daerah teritorial lintas negara, selain itu

mampu menembus kepelosok daerah yang tidak dapat

dijangkau oleh media massa.

Dengan sifat itulah radio pernah mendapat julukan "The

Fifth estate (Kekuasaan kelima)", setelah pers yang diberi

predikat "The fourth estate (Kekuasaan keempat)", ditambah

majunya teknologi dimana telah banyak membantu radio siaran

dalam bidang hard ware sehingga dengan sistem FM sebagai

pengganti AM, dapat mencapai sasaran lebih efektif, baik daya

pancar maupun dalam penyempurnaan program siarannya.

36

2.2. Tabloid

2.2.1. Pengertian Tabloid

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Tabloid merupakan

surat kabar ukuran kecil (setengah dari ukuran surat kabar biasa) yang

banyak membuat berita secara singkat, padat dan bergambar, mudah

dibaca umum, selain itu tabloid merupakan tulisan dalam bentuk

ringkas dan padat (tentang kritik, paparan dan sebagainya) (KBBI,

1995: 987).

Tabloid disini dikategorikan sebagai majalah, karena tipe

suatu majalah ditentukan oleh khalayak yang dituju. Maksudnya

redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya

apakah remaja, ibu-ibu, wanita dewasa bahkan anak-anak. Meskipun

banyak ragam tabloid yang diterbitkan, tetapi pada dasarnya berbeda.

2.2.2. Perkembangan tabloid

Tabloid merupakan surat kabar yang memuat berita-berita

ringan, dimana pertama kali di Inggris adalah tabloid review yang

diterbitkan oleh Daniel Depoe tahun 1784 bentuknya antara tabloid,

majalah dan surat kabar, hanya halamannya kecil, serta terbit tiga kali

satu minggu. Isinya mencakup berita, artikel, kebijakan nasional,

aspek moral dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1790 Richard Stede

membuat tabloid The Tatler, setelah itu dia dan Joseph Addison

menerbitkan The Spectator. Tabloid tersebut berisi masalah politik,

37

berita-berita internasional serta berita-berita hiburan (teater) dan

gosip (Nuraini Juliastuti, 2002).

Dari sinilah tabloid berkembang hingga ke Amerika yang

dipelopori oleh Benyamin Franklin tahun 1740. Hingga tahun 1821

tabloid berkembang pesat, saat itu nama tabloid tersebut adalah

Saturday evening Post dan North American Review.

Di Amerika atau negara-negara maju lainnya tabloid dikenal

sebagai bacaan kuning atau Yellow paper, yang hanya memuat berita-

berita ringan.

Akibat perkembangan teknologi komunikasi, tabloid

berkembang di Indonesia tahun 1986, pertama kali yang terbit adalah

tabloid bola, kemudian berkembang tidak hanya menyajikan berita-

berita sepak bola tetapi juga menyajikan berita-berita selebritis baik

dari dalam negeri maupun luar negeri yang dipelopori oleh Arswendo

Atmowiloto (Nuraini Juliastuti, 2002).

2.2.3. Fungsi Tabloid

Tabloid merupakan media yang paling simpel organisasinya,

mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal banyak, maka

tabloid dapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat, tetapi

dalam hal ini tabloid merupakan salah satu bentuk media massa

khususnya media cetak, dimana fungsi media massa adalah

menyiarkan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.

Untuk itulah tabloid juga mempunyai fungsi sama.

38

Dalam hal ini tabloid lebih mengacu pada sasaran

khalayaknya, karena tabloid banyak jenisnya, misalnya tabloid

Femina, isi dari tabloid tersebut adalah menginformasikan tips

masalah kewanitaan. Tabloid remaja memberitakan tentang masalah

kehidupan remaja dan untuk itulah fungsi tabloid sesuai sasaran

khalayak yang dituju karena sejak awal redaksi sudah menentukan

siapa yang akan menjadi pembacanya apakah anak-anak, remaja,

wanita remaja, bahkan ibu-ibu sekalipun. Jadi fungsi tabloid berbeda

satu dengan lainnya.

2.3. Berita

2.3.1. Pengertian Pemberitaan

Sebelum memaparkan pengertian pemberitaan, lebih dahulu

penulis menguraikan apa yang dimaksud dengan berita. Penjelasan

mengenai hal ini menjadi penting, karena banyaknya perbedaan

pendapat mengenai berita, apabila tidak ditentukan atau dibatasi,

maka akan menimbulkan salah tangkap atau salah pengertian.

Dalam hal in berita berasal dari bahasa Sansekerta "urit"

dalam bahasa Inggris disebut "Write" artinya "ada atau terjadi". Ada

juga yang menyebut dengan "Uritta" artinya "kejadian atau yang

telah terjadi". Uritta dalam bahasa Indonesia menjadi "berita atau

warta" (Toto Djuroto, 2003:1).

Menurut Kamus Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminta,

berita berarti "kabar atau warta". Kamus Besar Bahasa Indonesia

39

rumusan departemen pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia

yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, memperjelas arti berita, yakni

laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang terjadi. Misalnya

berita acara, yaitu catatan laporan yang dibuat oleh polisi mengenai

terjadinya peristiwa seperti waktu, tempat, keterangan dan petunjuk

lain sebagai sesuatu perkara atau peristiwa (Totok Djurato, 2003:1-2).

Secara terminologi ada beberapa definisi mengenai berita

yaitu Dean M. Lyle Spencer (pakar komunikasi), menurutnya berita

adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik

perhatian sebagian besar pembaca.

Menurut Mitshall V. Chaila berita merupakan laporan tercepat

dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting dan menarik

bagi sebagai besar pembaca, serta menyangkut kepentingan publik

(Asep Samsul Romli, 2003: 2).

2.3.2. Unsur-unsur berita

Agar berita layak diberitakan maka diperlukan unsur-unsur

berita (Hikmat Kusumaningrat dkk, 2005: 47-58), yaitu sebagai

berikut:

1. Berita harus akurat

Wartawan harus memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi

dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak yang luas

yang ditimbulkan oleh berita yang dibuatnya kehati-hatian dimulai

dari kecermatannya terhadap ejaan nama, angka, tanggal dan usia

40

serta disiplin diri untuk senantiasa melakukan periksa ulang atas

keterangan dan fakta yang ditemuinya. Tidak hanya itu, akurasi

juga berarti benar dalam memberikan kesan umum, benar dalam

sudut pandang pemberitaan yang dicapai secara detail serta diberi

tekanan atas, fakta tersebut.

2. Berita harus lengkap, adil dan berimbang

Keakuratan suatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan

arti, yang dimaksudkan dengan sikap adil dan berimbang adalah

bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa sesungguhnya

yang terjadi. Misalnya, manakala seorang polisi memperoleh

tepukan tangan yang hangat dari hadirin ketika menyampaikan

pidatonya, peristiwa itu haruslah ditulis apa adanya, tetapi ketika

sebagian hadirin walked out sebelum pidato berakhir, itu juga

harus ditulis apa adanya. Jadi, ada situasi yang berbeda, keduanya

harus termuat dalam berita yang ditulis.

Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama

sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan

fakta.

3. Berita harus obyektif

Selain memiliki ketepatan (akurasi) dan kecepatan dalam

bekerja. Seseorang wartawan dituntut untuk bersikap obyektif

dalam menulis. Dengan sikap obyektifnya, berita yang tidak

41

dimuat pun akan obyektif, artinya berita yang dibuat itu selaras

dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka.

4. Berita harus ringkas dan jelas

Mitchel V. Charmey berpendapat, bahwa pelaporan berita

dibuat dan ada untuk melayani. Untuk melayani sebaik-baiknya,

wartawan harus mengembangkan ketentuan-ketentuan yang

disepakati tentang bentuk dan cara membuat berita. Berita yang

disajikan haruslah dapat dicerna dengan cepat. Ini artinya suatu

tulisan yang ringkas, jelas dan sederhana. Tulisan berita tidak

banyak menggunakan kata-kata, harus langsung dan padu.

5. Berita harus hangat

Berita adalah padanan kata News dalam bahasa Inggris.

Kata news sendiri menunjukkan adanya unsur waktu - apa yang

New, apa yang baru, yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu

baru, selalu hangat.

Penekanan pada konteks waktu dalam berita kini dianggap

sebagai hal biasa. Konsumen berita tidak pernah mempertanyakan

hal itu. Dalam hal ini dunia bergerak dengan cepat, untuk

mengikuti kecepatan gerakannya, konsumen berita menginginkan

informasi segar, hangat karena peristiwa nampak benar hari ini

belum tentu benar esok hari.

42

2.3.3. Nilai-nilai berita

Selain unsur-unsur berita terdapat nilai-nilai yang harus

dimiliki sehingga berita layak untuk dimuat. Menurut Dja'far H.

Assegaf (1983: 25-35), nilai-nilai tersebut antara lain:

1. Aktualitas (actuality)

Sesuatu yang baru atau aktual biasanya memiliki nilai

jurnalistik sendiri. Sebaiknya, sesuatu yang tidak aktual biasanya

tidak menarik lagi untuk diberitakan (Aceng Abdullah, 2000: 53).

Pengertian aktual disini memang amat beragam, aktual bisa berarti

masih hangat, artinya berita yang disajikan bukan berita basi,

sehingga berita hari ini harus dibuat hari ini juga.

Aktualitas pun bisa berarti hangat, dalam arti meskipun

peristiwa tersebut sudah terjadi lama dan merupakan termasuk

peristiwa sejarah (terjadi 50 tahun yang lalu) bisa menjadi aktual

jika kurun waktu tersebut dalam diangkat oleh media massa.

2. Kedekatan (Proximity)

Unsur kedekatan atau proximity menjadi bagian yang

penting bagi media massa dengan pembacanya. Kedekatan ini

menjadi berbeda nilai jurnalistiknya antara satu media dengan

media lainnya. Kedekatan disini dapat berarti secara geografis,

disini dapat berarti kedekatan secara geografis, psikologis atau

emosional antara pembaca dengan medianya.

43

Sebagai contoh berita tabrakan sebuah bus yang

menewaskan 20 orang di Inggris, daya tariknya akan kalah dengan

berita tabrakan di Indonesia yang menewaskan enam orang. Jika

ditarik ke lokal media, Suara Merdeka akan memberi nilai lebih di

hati masyarakat Jawa Tengah dari pada media Kompas.

Karena itu, terkadang media yang satu bisa memuat berita

lembaga tertentu dengan panjang kolom yang lebih besar serta

penempatan yang baik, sedangkan media yang lain memuat hanya

seadanya saja.

3. Penting

Penting disini mengandung beberapa pengertian: pertama,

peristiwa yang akan disiarkan menyangkut orang penting atau

orang terkenal. Kedua, peristiwa atau kegiatan yang dilakukan

menyangkut kepentingan orang banyak sehingga bisa menarik

perhatian publik. Dapat juga penting karena menyangkut

kepentingan bangsa dan negara.

a. Orang penting atau ternama

Name makes news artinya orang terkenal atau orang penting

selalu menarik untuk diberitakan, menarik untuk ditulis. Orang

penting disini meliputi pejabat pemerintahan, artis, pakar,

ilmuwan, pengusaha, atlet, seniman, politikus atau sederetan

profesi yang akrab bagi masyarakat, sehingga menjadi public

figure. Selain aktifitasnya, ucapan atau opininya layak untuk

44

diberitakan. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin tinggi

popularitas dan nilai beritanya.

b. Peristiwa Penting

Penting atau tidak pentingnya suatu berita relatif ukurannya,

tergantung media itu sendiri yang berkaitan dengan pembaca.

Sebagai contoh, Suara Karya yang merupakan koran bagi

pegawai negeri akan menganggap penting berita seputar

pegawai negeri dan anggota korpri.

c. Keluarbiasaan:

Sesuatu yang ada di luar kebiasaan suatu lingkungan

masyarakat sudah pasti menarik perhatian orang.

Keluarbiasaan dapat berupa perbedaan sosial, budaya, politik,

dan ekonomi. Keluarbiasaan ini bisa identik dengan

kekontrasan yang biasanya memiliki daya tarik jurnalistik.

misalnya tulisan tentang pengangguran dan kemiskinan di

negara-negara maju, bagi masyarakat di negara berkembang

merupakan sesuatu yang tidak biasa, maka dalam hal ini layak

untuk disiarkan kepada publik. Dibebaskannya Akbar

Tandjung selaku ketua Golkar yang menjadi tersangka kasus

Bulog menjadi daya tarik yang luar biasa ketika disampaikan

kepada publik.

45

4. Akibat yang Ditimbulkan

Suatu peristiwa atau kebijakan pemerintah yang bisa

menyebabkan akibat yang luas akan menjadi daya tarik bagi

media massa. Misalnya pemerintah menaikkan tarif listrik dan

telepon atau BBM, sehingga masyarakat bereaksi. Kemudian

mahasiswa melakukan demonstrasi yang menuntut penolakan

kenaikan tarif tersebut. Maka efek dari kebijakan peristiwa ini

layak untuk diberitakan.

Selain itu, peristiwa bencana alam, kemarau yang

berkepanjangan, perang serta persoalan ekonomi seperti

merosotnya nilai tukar rupiah layak untuk diberitakan oleh media

massa. Kegiatan kehumasan pun patut untuk ditulis sebagai berita

seperti, seminar yang diselenggarakan oleh universitas, LSM atau

lembaga sosial lainnya. Tidak hanya kegiatan seminar, pakar,

ilmuwan atau politikus dapat mengundang wartawan untuk

berdiskusi atau menyiarkan informasi yang terbaru. Kegiatan ini

disebut press release.

5. Ketegangan

Sesuatu yang menegangkan sudah pasti mengandung

berita. Ketegangan disini bisa berakhir dengan keberhasilan atau

kegagalan dari pelaku peristiwa. Misalnya proses penangkapan

pelaku pengeboman oleh aparat kepolisian. Begitu juga usaha

percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh pengusaha pada suatu

46

gedung yang tinggi. Konflik antar suku, ras dan agama di

beberapa pulau di luar Jawa layak untuk dijadikan berita bahkan

terkadang menjadi headline.

6. Konflik atau Pertentangan Pribadi.

Kasus penggugatan artis kepada prosedurnya, mahasiswa

yang melaporkan dosennya atau murid yang menggugat gurunya

merupakan berita yang menarik. Pertentangan yang melibatkan

dua pihak dapat diartikan sebagai dalam ajang kompetisi olahraga.

Karena olahraga mempertemukan dua kekuatan untuk

dipertandingkan sehingga ada yang kalah dan menang. Biasanya

orang mempunyai keberpihakan terhadap salah satu pihak

tersebut.

7. Seks

Orang cenderung menyukai berita atau gambar yang

sensual, apalagi yang berkaitan dengan perselingkuhan orang-

orang terkenal, atau perselingkuhan oleh orang biasa yang

berakhir dengan kriminalitas. Liputan investigasi tentang wanita

panggilan, penyimpangan seksual atau pemerkosaan.

Bukan hanya pemberitaan, rubrik konsultasi seksual atau

reproduksi ketika ditampilkan pasti akan menarik pembaca.

Singkatnya segala sesuatu yang berhubungan dengan seksual akan

menarik pembaca jika diberitakan.

47

8. Kemajuan

Sesuatu yang berkaitan dengan kemajuan suatu lembaga

atau individu selalu menarik untuk diikuti. Keberhasilan ITB

dalam menciptakan Kwh-meter atau meteran yang dioperasikan

melalui komputerisasi pantas diberitakan, atau keberhasilan

ilmuwan karena akhir-akhir ini sukses dalam pengkloningan

manusia.

Selain mengandung nilai berita, berita yang bagus juga

mengandung unsur yang terkenal dengan 5W+l H (What, Who,

When, Where, Why, dan How). What merupakan peristiwa yang

terjadi dan ditulis, sedangkan who adalah siapa pelaku atau nara

sumber. When adalah kapan peristiwa itu terjadi. Where dimana

peristiwa itu terjadi, why mengapa peristiwa itu terjadi serta how,

bagaimana peristiwa itu ditulis dan digambarkan oleh wartawan.

2.3.4. Jenis-jenis berita

Ada beberapa jenis berita yang disajikan wartawan (Haris

Sumadirin, 2005: 69-71).

1. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu

peristiwa. Misalnya, sebuah pidato biasanya merupakan berita-

berita langsung yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam

waktu singkat. Berita memiliki nilai penyajian obyektif tentang

fakta-fakta yang dapat dibuktikan. Berita jenis ini ditulis dengan

48

unsur-unsur yang dimulai dari What, Who, When, Where, Why,

dan How (5W1H).

2. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda

dengan Straight News report, yaitu berita mendalam,

dikembangkan berdasarkan penelitian atau penyelidikan dari

berbagai sumber.

3. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang

bersifat menyeluruh ditinjau dari beberapa aspek, maksudnya

mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu

bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terlihat

dengan jelas.

4. Interpretetive report, berita ini memfokuskan sebuah isu, masalah

atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun demikian, fokus

laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti

bukan opini.

5. Feature Story adalah berita yang menyajikan suatu pengalaman

atau berita yang pada gaya penulisan dan humor daripada

pentingnya informasi yang disajikan. Berita yang berisi cerita atau

karangan khas yang berpijak pada fakta dan data yang diperoleh

melalui proses jurnalistik.

6. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat

mendalam, tajam, lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa

fenomena atau aktual.

49

7. Investigative Reporting adalah berita yang dikembangkan

berdasarkan hasil penelitian dan penyelidikan untuk memperoleh

fakta yang tersembunyi demi tujuan.

8. Editorial Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji

didepan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta

dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan

mempengaruhi pendapat umum.

2.4. Kode Etik Jurnalistik

2.4.1. Pengertian Etika

Etika dalam istilah Islam lebih dikenal dengan kata "akhlaq"

perkataan akhlaq berasal dari bahasa Arab " اخلق ". Secara luas akhlaq

dapat diartikan sebagai interaksi seorang hamba dengan Allah dan

sesama manusia.

Secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani kuno

"ethos" dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu, padang

rumput, kadang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara

berpikir. Dalam bentuk jama' (La etha) artinya adat kebiasaan

(Bertens, 1993: 3).

Ada beberapa definisi makna etika secara terminologi

diantaranya, dalam kamus filsafat, diungkapkan ethies (berasal dari

bahasa Yunani, Ethics, berarti penggunaan, karakter, kebiasaan,

kecenderungan, sikap) ada 3 makna yaitu, pertama analisis, konsep-

konsep seperti harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar salah,

50

wajib dan lain-lain. Kedua, pencarian kedalam watak moralitas atau

tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencarian kehidupan yang baik

secara moral (Tim Penulis Rosda 1995: 100).

Menurut K Bertens, latar belakang terbentuknya istilah etika

telah dikenal sejak lama oleh filsuf besar Yunani Aristoteles (384-322

SM) yaitu untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, apabila kita

menggunakan istilah etika dengan membatasi pada asal usul kata ini,

maka etika berarti ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu

tentang adat kebiasaan (K. Bertens, 1993: 4). Meski demikian,

menelusuri makna etika hanya dari segi etimologis, tentu saja tidak

cukup, menurut K. Bertens, menunjuk pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia, ada tiga arti etika yang kemudian perumusannya dipertajam

lagi. Pertama, kata "etika" bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan

norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu

kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, misalnya jika berbicara

tentang etika suku-suku indian. Etika agama Budha dan sebagai ilmu,

melainkan agama secara tingkat dapat diartikan sebagai "sistem nilai".

Sistem nilai ini bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan

maupun pada taraf sosial.

Kedua, etika berarti juga kumpulan asas atau moral, yang

dimaksud disini adalah kode etik. Misalnya Departemen Kesehatan RI

menerbitkan kode etik untuk rumah sakit yang diberi judul Etika

51

Rumah Sakit Indonesia (1986) disingkat ERSI, jadi jelas bahwa yang

dimaksud disini adalah kode etik.

Ketiga, etika berarti juga mempunyai arti ilmu tentang yang

baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-

kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik dan

buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat seringkali

tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis

dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral (Amin

Syukur, Jurnal: Edisi No. 28).

Menurut Ahmad Amin, etika merupakan suatu ilmu yang

menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya

dilakukan oleh setengah manusia kepada yang lainnya, menyatakan

tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan

menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin,

1973: 15). M. Amin Abdullah mengungkapkan bahwa etika harus

dipahami tidak semata-mata dari pengertian tradisional yang mencoba

mempertahankan aspek normatifnya dan mengabaikan aspek-aspek

lainnya yang terlibat dalam pembentukan suatu sikap dan tindakan.

Wacana etika merupakan suatu bentuk diskursus praktis secara umum.

Pendeknya, mengungkapkan sikap keputusan tentang prinsip atau

peringatan tentang apa yang telah menjadi perhatian dan juga pokok-

pokok masalah penting dari etika (Abdullah, 2002: 37).

Dari perspektif yang lebih luas, M. Amin Abdullah menjelaskan

52

Jika cara berpikir seseorang berbeda, keseluruhan pengalaman hidupnya akan berbeda. Ia tidak saja akan berprilaku berbeda, tetapi juga memiliki pikiran, perasaan, sikap dan keinginan yang berbeda. Oleh karena pertimbangan utama inilah, "tidaklah etis" manusia tidak dapat dipisahkan dari "cara berpikir"nya. Terdapat semacam hubungan timbal balik antara keduanya. "cara berpikir" dapat dijelaskan dan digambarkan dari pemikiran etika manusia, dan "tindakan etis" merepresentasikan atau merefleksikan cara berpikir manusia (Abdullah, 2002: 38).

Dalam rangka menjernihkan istilah, juga perlu disimak

perbedaan antara "etika" dan "etiket" kerapkali keduanya dicampur

adukkan, padahal perbedaan keduanya sangat hakiki. Jika "etika"

disini berarti "moral" sementara "etiket" berarti "sopan santun".

Apabila dilihat dari asal usulnya sebenarnya tidak ada hubungan

antara keduanya. Hal ini menjadi jelas, dibandingkan bentuk kata

dalam bahasa Inggris yaitu ethics dan etiquette (Bertens, 1993: 8).

Apabila etiket menyangkut cara suatu perbuatan manusia dan

harus dilakukan manusia, artinya cara yang diharapan serta ditentukan

dalam kalangan tertentu, misalnya jika menyerahkan sesuatu kepada

atasan maka harus digunakan tangan kanan, dianggap melanggar

etiket bila menggunakan tangan kiri. Sedangkan etika tidak terbatas

pada cara melakukan suatu perbuatan, etika memberi norma pada

perbuatan itu, etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan

boleh dilakukan atau tidak. Disini tidak relevan, norma etis tidak

terbatas pada cara perbuatan, melainkan menyangkut perbuatan itu

sendiri (Bertens, 1993: 9).

53

Dilihat dari etika komunikasi massa, pengertian etika

komunikasi akan dititik beratkan pada pengertian etika itu sendiri.

Secara etimologi, kata etika diartikan yaitu pertama, tentang apa yang

baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Kedua,

kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga, nilai

mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau

masyarakat.

Kata etika sering disebut dengan etik saja. Karena itu, etika

merupakan pencerminan dari pandangan masyarakat mengenai apa

yang baik dan buruk, serta membedakan perilaku atau sikap yang

dapat diterima atau ditolak guna mencapai kebaikan dalam kehidupan

bersama. Etika mengandung nilai-nilai sosial dan budaya yang telah

disepakati masyarakat sebagai norma yang bersama, karena nilai yang

disepakati bersama itu tidak selalu sama pada semua masyarakat,

maka norma etika berbeda antara masyarakat yang satu dengan

masyarakat lainnya (Maffi Amir, 1999: 33-34).

Sedangkan yang dimaksud etika disini adalah kode etika

profesi yaitu, norma-norma yang harus dipindahkan oleh setiap tenaga

profesi dalam menjalankan tugas profesi dalam kehidupannya di

masyarakat. Norma-norma itu berisi apa yang boleh dan apa yang

tidak boleh dilakukan oleh tenaga profesi dan pelanggaran terhadap

norma-norma tersebut akan mendapatkan sangsi.

54

2.4.2. Pengertian Kode Etik Jurnalistik

Kode etik jurnalistik merupakan kumpulan aturan mengenai

perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh

media pers dalam siarannya (Yurnaldi, 1992: 117). Selain itu kode

etik jurnalistik adalah ikrar yang bersumber pada hati nurani

wartawan Indonesia dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan

pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh pasal 28 UUD 1945.

Dalam hal ini yang dinamakan "kode" adalah sistem

pengaturan-pengaturan atau sistem of rules, sedangkan "etik" adalah

norma, perilaku, yaitu perilaku para wartawan. Sebagai sistem

pengaturan yang bersifat normatif, maka kode etik sendirinya tidak

menentukan segala sesuatunya secara nyata dan konkrit, tetapi hanya

menetapkan nilai.

Nilai tingkah laku yang dicerminkan dalam kode etik bukan tingkah laku atau perangai yang aktual saja, lebih-lebih mengenai rumusan tentang bagaimana seharusnya dan bagaimana sepatutnya, tingkah laku yang benar dan salah, yang baik dan yang buruk menurut ukuran moralitas masyarakat yang bersangkutan. Karena masalah etik itu langsung menyangkut manusianya, maka hal itu dianggap hal yang penting bagi pers (T. Ahmadi, 1985: 61).

Pasal 5 dari kode etik PWI sendiri telah menentukan bahwa

kode etik jurnalistik wartawan Indonesia dibuat atas prinsip bahwa

pertanggung jawaban tentang pentaatannya terutama terletak pada hati

nurani setiap warga Indonesia.

Dalam kode etik tersebut mempunyai sanksi hukum yaitu

diatur dalam delik pers. Delik pers adalah delik yang terdapat dalam

55

KUHP tetapi tidak merupakan delik yang berdiri sendiri. Karena yang

sering melakukan pelanggaran atas delik itu adalah pers, maka tindak

pidana itu dikatakan sebagai delik pers. Jadi sama dengan tindak

pidana yang dilakukan oleh umum atau delik yang berlaku bagi umum

tentang penghinaan, pencemaran nama baik, fitnah kesusilaan, tetapi

kalau dilakukan oleh pers disebut delik pers (Haris Humandiria, 2005:

231-232).

Dalam Pasal 6 PWI menjelaskan bahwa pengawasan pentaatan

kode etik jurnalistik ini dilakukan oleh dewan kehormatan pers yang

menentukan sanksi yang diperlukan. Kesimpulannya bahwa kode etik

jurnalistik wartawan Indonesia merupakan pagar bagi perumahan pers

Indonesia, yang sekaligus menunjukkan batas-batas kebebasan yang

mereka bisa lakukan, demi pengembangan integritas dan kekuasaan

profesional pers Indonesia (T. Ahmadi, 1985: 62).

Dengan demikian, ada rambu-rambu bagi wartawan dalam

menjalankan kebebasannya, yaitu Kode Etik Jurnalistik selain

peraturan perundang-undangan maupun kendala-kendala lainnya kode

etik ini meskipun tidak menetapkan sanksi tegas seperti undang-

undang KUHP, namun ketentuan-ketentuannya dipatuhi oleh setiap

wartawan karena jika tidak, martabat profesi wartawan akan terpuruk.

Dengan demikian tegaknya professional code ini sangat

mengandalkan pada kata hati atau hati nurani wartawan sendiri

(Hikmat Kusumaningrat, 2005: 106).

56

Dalam hal ini, di Indonesia terdapat tiga kode etik yang

dirumuskan dan diberlakukan oleh organisasi wartawan yaitu: PWI

(Persatuan Wartawan Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen),

dan KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia).

Tabel 1

Perbandingan kode etik jurnalistik PWI, AJI dan KEWI

No. PWI AJI KEWI 1. Ada 17 pasal Ada 18 pasal Ada 7 pasal 2. Terdiri dari 4 bab

- Kepribadian dan integritas

- Cara pemberitaan - Sumber berita - Kekuatan Kode Etik

Jurnalistik

Tidak ada

Tidak ada

3. Mengalami dua kali perubahan yaitu di Manado tahun 1983 dan di Riau tahun 1994

Tidak mengalami perubahan sampai tahun 1993

Tidak mengalami perubahan karena berdiri di era kebebasan pers.

4. Terdapat nilai agama yaitu pada pasal 1, 2 dan 3.

Terdapat nilai agama tetapi tidak tertuang secara eksplisit.

Terdapat nilai agama yaitu pada pasal 1, 2, 3, 4, dan 6.

Dalam kode etik jurnalistik ini, penulis tidak akan

memaparkan secara keseluruhan kode etik jurnalistik, tetapi hanya

mengambil poin-poin yang mendukung dan berkaitan dengan

penelitian ini yaitu yang berkaitan dengan etika pemberitaan Tabloid

infotaimen Cek & Ricek.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kode etik versi

PWI. Hal ini disebabkan karena kode etik yang dipakai di Tabloid

57

Infotainmen Cek & Ricek adalah PWI. Ini dibuktikan setelah penulis

melakukan wawancara dengan salah satu wartawan Cek & Ricek

yaitu Depriyana. Ia menyatakan kode etik merupakan polisinya para

wartawan, untuk itu para wartawan Tabloid Cek & Ricek dianjurkan

untuk menggunakan kode etik versi PWI, dimana kode etik ini

dianggap paling lengkap karena didalamnya terdapat pasal-pasal yang

berkaitan dengan pemberitaan. Selain itu, kode etik PWI bahasanya

mudah dipahami.

Adapun dalam kode etik PWI tersebut terdiri atas 4 bab. Bab

pertama tentang kepribadian dan integritas wartawan. Bab kedua

tentang cara pemberitaan. Bab ketiga tentang sumber berita dan bab

yang keempat yaitu tentang kekuatan kode etik jurnalistik.

Bab 1 tentang kepribadian dan integritas wartawan yaitu

dimulai pasal 1, 2, 3, 4. Pasal 1 berbunyi wartawan beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat

kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, kesatria,

menjaga harkat martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi

kepada kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya dalam

mengemban profesinya.

Pasal 2 berbunyi wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab

dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya

jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat

membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan

58

kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau

keyakinan suatu golongan yang dilindungi undang-undang.

Pasal 3 berbunyi wartawan tidak menyiarkan karya tulis

jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang

menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis

serta sensasional.

Pasal 4 berbunyi wartawan tidak menerima imbalan untuk

menyiarkan atau tidak menyiarkan tulisan, gambar, suara atau suara

dan gambar, yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang

atau suatu pihak.

Bab 2 berkaitan dengan cara pemberitaan adalah pasal 5, 6, 7,

8, 9 (Muhammad Budyatna, 2005: 307-310). Pasal 5 berbunyi:

wartawan menyajikan berita secara berimbang, dan adil,

mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak

mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi

dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.

Pasal 6 berbunyi: wartawan menghargai dan menjunjung

tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik

(tulisan, gambar, suara serta suatu dan gambar) yang merugikan nama

baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.

Pasal 7 berbunyi: wartawan dalam pemberitaan peristiwa yang

diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus

59

menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan

penyajian yang berimbang.

Pasal 8 berbunyi: wartawan dalam memberitakan kejahatan

susila tidak merugikan pihak korban.

Pasal 9 berbunyi: wartawan Indonesia menulis judul yang

mencerminkan isi berita.

Bab 3 mengenai sumber berita terdapat pada pasal 10, 11, 12,

13, dan 14. pasal 10 berbunyi: wartawan dengan kesadaran sendiri

secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian

ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan kepada hak jawab

secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.

Pasal 11 berbunyi: wartawan meneliti kebenaran bahan berita

dan memperhatikan kreatifitas serta kompetensi sumber berita.

Pasal 12 berbunyi: wartawan tidak melakukan tindakan

plagiat, tidak mengutip kerja jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.

Pasal 13 berbunyi: wartawan harus menyebut sumber berita,

kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama

dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini.

Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala

tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.

Pasal 14 berbunyi: wartawan menghormati ketentuan

embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang

60

oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak

menyiarkan keterangan "off the record".

Bab ke-4 tentang kekuatan kode etik jurnalistik yang terdiri

dari tiga pasal yaitu pasal 15, 16, 17. Pasal 15 berbunyi wartawan

harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode

etik jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.

Pasal 6 berbunyi wartawan menyadari sepenuhnya bahwa

penaatan kode etik jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani

masing-masing.

Pasal 17 berbunyi wartawan mengakui bahwa pengawasan dan

penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik ini adalah

sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

dan dilaksanakan oleh dewan kehormatan PWI. Tidak satupun pihak

diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap dan atau

medianya terbatas berdasar pasal-pasal dalam kode etik jurnalistik ini

2.4.3. Fungsi dan Tujuan Kode Etik Jurnalistik

Menurut Richard L. Johannsen sebagaimana dikutip Mashudi

(2003: 48-49) menyebutkan bahwa fungsi kode etik ada 3 macam:

a. Fungsi kemanfaatan

Fungsi ini meliputi pendidikan orang baru untuk

mengenali pedoman dan tanggung jawab etis profesinya,

mempersempit wilayah persoalan etis dalam profesi sehingga

orang tak perlu memperdebatkan persoalan etika yang tidak

61

relevan, membantu anggota profesi memahami tujuan

profesionalnya, cara-cara yang relevan dibenarkan untuk

mencapai tujuan.

b. Fungsi Argumentatif

Ialah menjadikan landasan terciptanya debat publik atas

kebingungan kasus-kasus dan perilaku etis sebuah profesi.

c. Fungsi penggambaran karakter

Adalah kode etik sebagai gambaran tentang sosok

profesional yang ingin dibentuk dan jadi harapan publik.

Kode etik secara tidak langsung memuat upaya perlindungan

konsumen media, selain itu kode etis jurnalis dijadikan ikatan moral

wartawan untuk mengkontrol dirinya dalam menjalankan tugas

profesinya. Selain bertanggungjawab kepada hati nuraninya setiap,

wartawan Indonesia wajib bertanggungjawab kepada Tuhan YME

serta kepada masyarakat, bangsa dan negara dalam melaksanakan hak

dan tanggung jawabnya dengan kode etik jurnalistik.

Dalam hal ini yang menjadi tujuan terpenting suatu kode etik

jurnalistik adalah melindungi hak masyarakat memperoleh informasi

obyektif di media massa dan memayungi kinerja wartawan dari segala

macam resiko kekerasan (Masduki, 2003: 51).

62

2.4.4. Macam-macam Kode Etik Jurnalistik

Adapun kode etik jurnalistik dibagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Kode Etik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)

Kode etik ini berdiri pertama kali di Surakarta, bulan

Februari 1946, dan dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1955. sesuai

dengan gerak pertumbuhan dan pengembangan pembangunan

bangsa Indonesia, kode etik jurnalistik ini mengalami beberapa

perbaikan demi kepentingan bangsa, maka pada tanggal 2

Nopember 1955 kode etik jurnalistik tersebut disahkan.

Kode etik jurnalistik ini akan terus berperan dan semakin

penting dalam menyongsong kemajuan dan perkembangan

teknologi di masa mendatang. Secara umum dapat digambarkan

bahwa, kode etik jurnalistik itu tersusun sebagai ikatan moral dan

penghormatan insan pers (wartawan) terhadap norma-norma yang

mulia, yang dijadikan dasar pertimbangan dalam setiap kegiatan.

2. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)

Kode etik wartawan Indonesia oleh dewan pers di Banding

pada tanggal 5-7 Agstus 1999, Kode Etik Wartawan Indonesia

(KEWI) merupakan kode etik yang disepakati semua organisasi

wartawan cetak dan elektronik termasuk Persatuan Wartawan

Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan

Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI), kode etik ini lahir

dengan semangat kemajuan jurnalisme di era kebebasan pers.

63

3. Kode etika Jurnalistik AJI (Aliansi Jurnalis Independen)

Adalah salah satu organisasi wartawan disamping PWI,

PWI reformasi, KEWI dan sebagainya. kode etik AJI ini tidak

mengalami perubahan sampai tahun 2003. sementara kode etik

jurnalistik persatuan wartawan Indonesia (PWI) pertama kali

dibuat tahun 1955 dan sempat mengalami dua kali perubahan,

yaitu di Manado tahun 1983 dan di Riau tahun 1994.

4. Kode Etik Jurnalistik Islami

Jurnalis Islam dapat dirumuskan dengan suatu proses

meliputi, mengolah, dan menyebarkan berbagai peristiwa dengan

muatan nilai-nilai kebenaran yang sesuai dengan ajaran Islam,

khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam, serta

berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam kepada

khalayak melalui media massa (Asep Syamsul M. Romli, 2003:

34).

Karena jurnalistik Islam adalah jurnalistik dakwah, maka

setiap jurnalis muslim, yakni wartawan dan penulis yang

beragama Islam, berkewajiban menjadikan jurnalistik Islam

sebagai "ideologi" dalam profesinya.

Jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah (da'i) dibidang pers,

yakni mengemban dakwah bil qolam (dakwah melalui pena dan

tulisan). Dalam hal ini terdapat peran-peran jurnalis muslim yaitu

(Asep Syamsul M. Romli, 2003: 39-40).

64

1. Mendidik (muaddib) yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang

islami, mengajak khalayak pembaca agar melakukan perintah

Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu juga

melindungi umat dari pengaruh buruk dan perilaku yang

menyimpang dari syariat Islam.

2. Sebagai Pelurus Informasi (musaddiq)

Setidaknya ada 3 hal yang harus diluruskan oleh jurnalis

muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam,

informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. ketiga,

jurnalis muslim dituntut mampu menggali, melakukan

investigative reporting tentang kondisi umat Islam.

3. Sebagai Pembaharu (Mujaddid) yakni menyebarkan paham

pembaharuan akan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam

(reformasi Islam). Jurnalis muslim hendaknya menjadi juru bicara

dalam menyerukan umat Islam, memegang teguh Al-Qur'an dan

As-Sunnah untuk memurnikan pemahaman tentang Islam dan

pengalamannya (membersihkan di bid'ah, khurafat, takhayul dan

isme-isme yang tidak sesuai dengan ajaran Islam).

4. Sebagai pemersatu (Muwahid) yaitu harus mampu menjadi

jembatan yang mempersatukan umat Islam.

Untuk menjalankan peran-peran diatas maka, jurnalis muslim

mempunyai kode etik jurnalistik sesuai dengan ajaran Islam (Asep

Syamsul M. Romli, 2003: 41-43) diantaranya :

65

1. Menginformasikan atau menyampaikan yang benar saja (tidak

berbohong), juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.

Sebagaimana firman Allah:

"Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta" (Qs. Al-Hajj: 30)

Nabi SAW juga menjelaskan dalam haditsnya:

"Hendaklah kamu berpegang teguh pada kebenaran karena

sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan

kebaikan itu membawa ke surga". (HR. Muttafaq 'Alaih)

2. Bijaksana, penuh nasehat yang baik, serta argumentasi yang jelas

dan baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman obyek

pembaca harus dipahami, sehingga tulisan berita yang dibuat pun

akan disesuaikan sehingga mudah dibaca dan dicerna "serulah

kejalan Tuhanmu dengan penuh kebijakan (Hikmah), nasehat

yang baik, serta bantahlah mereka dengan bantahan yang baik"

(Qs. An-Nahl: 125).

3. Meneliti kebenaran berita/fakta sebelum dipublikasikan harus

melakukan Check and Recheck.

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang

fasik membawa berita, carilah keterangan tentang kebenarannya

(tabayyun) supaya jangan kamu rugikan orang karena tidak tahu"

(Qs. Al-Hujurat: 6).

4. Hindari olok-olok, penghinaan, mengejek, atau caci maki

sehingga menumbuhkan permusuhan dan kebencian.

66

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah ada diantara kamu

yang mengejek orang lain, mungkin yang diejek itu lebih baik dari

mereka yang mengejek. Janganlah kamu saling mencaci dan

janganlah memberi nama ejekan …" (Qs. Al-Hujurat: 11).

5. Hindarkan prasangka buruk (suuzhan). Dalam istilah hukum,

pegang teguh "asas praduga tak bersalah" disebutkan dalam Qs.

49: 2. Kaum mukmin dilarang terlalu banyak prasangka, karena

sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dilarang pula saling

memata-mematai (mencari kesalahan orang lain) dan saling

memfitnah atau menggunjing (ghibah, membicarakan aib orang

lain).

Dalam Al-Qur'an juga dijelaskan tentang larangan mencari

kesalahan orang lain (berprasangka buruk). Sebagaimana terdapat

dalam surat Al-Hujurat: 12

ن بعض الظن إثم واليـا أيهـا الـذين آمـنوا اجتنبوا كثريا من الظن إ يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه تجسـسوا وال

وت إن الله قوا اللهاتو وهمتتا فكرهيمحيمر اب

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah mencari-cari kesalahan orang dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang" (Departemen Agama RI, 1987: 847).

67

Selain itu didalam surat Al-Qalam juga terdapat seruan tentang

larangan untuk berprasangka dan menyebarkan fitnah.

هماز مشاء بنميم.ف مهني تطع كل حالوال

"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, dan kian kemari menghambur fitnah" (Qs. Al-Qolam: 10-11)

Rosulullah juga mengingatkan dalam haditsnya yang

diriwayatkan oleh Abu Hurairah

: وعـن اىب هريرة رضى اهللا عنه أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال .فان الظن اكذب احلديث. إياكم والظن

Dari Abi Hurairah ra. bahwasanya Rosulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu berprasangka, karena sangkaan itu adalah sedusta-dusta percakapan" (HR. Mutafaq 'Alaih) Minhajus Sholikhin, 1978: 282).

Selain kode etik jurnalistik muslim diatas, jurnalis muslim

juga mentaati kode etik jurnalistik umum (pers). Ketaatan atau

keterkaitan pada kode etik tersebut merupakan realisasi diri sebagai

seorang jurnalis profesional sekaligus menjadi "warga negara yang

baik dan konstitusional". Pasal 7 (2) UU No. 40/1999 tentang pers

menyebutkan "wartawan memiliki dan mentaati kode etik jurnalistik".

2.5. Hubungan Etika dan Dakwah

Dalam buku "Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam",

etika secara terminologi diartikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang

buruk dan tentang hak dan kewajiban moral, serta kumpulan nilai-nilai yang

68

berkenaan dengan akhlak, maka dengan standar akhlak, komunikasi akan

bernuansa Islami (Mafri Amir, 1999: 33-34).

Menurut H.M Syamsudin, Etika dapat diartikan secara sempit dan

secara luas, kalau secara sempit, etika sering dipahami sebagai hal-hal yang

bersifat evaluatif, menilai baik dan buruk. Sedangkan secara luas, etika

dikaitkan dengan Islam yang menganjurkan istilah akhlak (Mafri Amir,

1999: 39).

Dalam kehidupan sehari-hari pembicaraan kata etika dan akhlak

sering tumpang tindih, kedua istilah tersebut sama-sama menentukan nilai

baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada

standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Al-Qur'an dan

sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran (Yunahar Ilyas,

2001: 3).

Sedangkan dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik dan

buruk, terpuji dan tercela, semata-mata karena syara' (Al-Qur'an dan As-

Sunnah). Dalam hal ini, Islam juga tidak menafikan peran hati nurani, akal

dan pandangan masyarakat. Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur'an

memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan

oleh manusia oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaan-

Nya (Qs. Ar-Rum: 30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian

dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan

kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak

akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.

69

Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik

karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan.

Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang perlu dipelihara dan

dikembangkan. Betapa banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati

nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran (Yunahar Ilyas, 2001: 4-5).

Oleh sebab itu, ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan

sepenuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata, semua itu

harus dikembalikan pada penilaian syara'. Semua keputusan syara' tidak akan

bertentangan dengan hati nurani manusia karena keduanya berasal dari

sumber yang sama yaitu Allah SWT (Yunahar Ilyas, 2001: 4).

Sebagaimana dakwah, merupakan seruan untuk mengajak kejalan

Allah untuk beramar ma'ruf nahi mungkar, dimana materi dakwah meliputi

segala aspek kehidupan yang mencakup segi tauhid, syari'ah dan akhlak.

Dari uraian diatas, pada dasarnya akhlak dan etika merupakan

dimensi ketiga (akhlak) dari ajaran Islam sebagai materi dakwah setelah

aqidah dan syari'ah. Kalau aqidah menyangkut permasalahan yang harus

diimani dan diyakini oleh manusia sebagai sesuatu yang hakiki. Syari'ah

menyangkut berbagai ketentuan berbuat dan menata hubungan baik dengan

Allah dan sesama makhluk. Sementara akhlak menyangkut berbagai masalah

kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan dan ukuran baik dan buruk atau

benar salahnya suatu perbuatan-perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir

dan batin. Jadi, manusia sebagai ciptaan Allah SWT harus tunduk kepada

70

ajaran-ajaran akhlak dan moral yang telah digariskan, dengan mentaati dan

mengikuti nilai-nilai moral yang telah ditetapkan oleh Allah.

Sebaliknya, apabila manusia melanggar ajaran-ajaran moral yang

telah ditentukan oleh Allah, berarti tidak patuh kepada-Nya dan ia kembali

kederajat yang paling rendah. Karena Allah sebagai penguasa tunggal yang

berhak mengeluarkan aturan-aturan dan perintah moral. Maka terdapat

keseragaman dan kestabilan dalam menetapkan tolak ukur moralitas dalam

Islam, yaitu wahyu Tuhan dan ajaran-ajaran Allah, yang dicontohkan secara

sempurna dalam praktik-praktik kehidupan Nabi Muhammad SAW. Itulah

sebabnya, Nabi SAW dipandang sebagai paripurna dan suri tauladan yang

baik yang sosok kepribadiannya digambarkan dalam Al-Qur'an,

"Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki budi pekerti yang luhur".

Nabi sendiri menyatakan bahwa salah satu misi pokok kerasulannya adalah

untuk mengajarkan dan menegakkan kemuliaan akhlak (Ismail, Faisal, 2002:

257).