bab ii dasar teori 2.1 sistem rem 2.pdf · 4 bab ii dasar teori 2.1 sistem rem kendaraan tidak...

16
4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Rem Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan dengan pemindah daya dan cenderung masih tetap bergerak. Kelemahan ini harus dikurangi dengan maksud untuk menurunkan kecepatan gerak kendaraan hingga berhenti. Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik (energi gerak) untuk menggerakkan kendaraan. Sebaliknya, rem mengubah energi kinetik kembali menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya, rem bekerja disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan melawan sistem gerak putar. Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua objek (Daryanto 2003). Jadi dari prinsip kerjanya sistem rem mempunyai fungsi untuk : 1. Mengurangi kecepatan kendaraan. 2. Menghentikan kendaraan yang sedang berjalan dan, 3. Menjaga kendaraan agar tetap berhenti. Gambar 2.1 Prinsip dari rem Sumber : (Daryanto 2003)

Upload: others

Post on 05-Dec-2019

82 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Sistem Rem

Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan

dengan pemindah daya dan cenderung masih tetap bergerak. Kelemahan ini harus

dikurangi dengan maksud untuk menurunkan kecepatan gerak kendaraan hingga

berhenti. Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik (energi gerak) untuk

menggerakkan kendaraan. Sebaliknya, rem mengubah energi kinetik kembali

menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya, rem bekerja

disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan melawan sistem gerak putar.

Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari adanya gesekan yang ditimbulkan

antara dua objek (Daryanto 2003). Jadi dari prinsip kerjanya sistem rem mempunyai

fungsi untuk :

1. Mengurangi kecepatan kendaraan.

2. Menghentikan kendaraan yang sedang berjalan dan,

3. Menjaga kendaraan agar tetap berhenti.

Gambar 2.1 Prinsip dari rem

Sumber : (Daryanto 2003)

5

2.1.1 Macam – Macam Bentuk Rem

Menurut Daryanto (2003) dari bentuknya sistem rem memiliki 2 macam yaitu :

1. Rem drum : adalah rem bekerja atas dasar gesekan antara sepatu rem dengan

drum yang ikut berputar dengan putaran roda kendaraan. Agar gesekan dapat

memperlambat kendaraan dengan baik maka, sepatu rem di buat dari bahan yang

mempunyai koefisien gesek yang tinggi. Rem drum memiliki kelemahan jika

terendam air, tidak dapat berfungsi dengan baik karena koefisien gesek berkurang

secara significant. Oleh karena itu parts ini mulai ditinggalkan dalam dunia otomotif

dan kemudian menggantinya dengan rem cakram.

Gambar 2.2 Rem Tromol/Drum

Sumber : (Daryanto 2003)

2. Rem cakram : adalah perangkat pengereman yang digunakan pada kendaraan

modern. Cara kerja rem ini ialah dengan cara menjepit cakram yang biasanya

dipasangkan pada roda kendaraan, untuk menjepit cakram digunakan caliper yang

digerakkan oleh piston untuk mendorong sepatu rem ( brake pads ) ke cakram.

6

Gambar 2.3 Rem Cakram/Disc

Sumber : (Daryanto 2003)

2.1.2 Cara Kerja Sistem Rem dan Komponennya

Daryanto (2003) juga menerangkan cara kerja rem pada kedua tipe sama yaitu

secara umum : Saat pedal rem di injak maka tenaga akan diteruskan ke booster rem.

Booster rem bekerja melalui bantuan mesin, sehingga kerja rem lebih kuat tetapi

tenaga yang kita keluarkan tidak terlalu besar. Setelah melalui Booster, maka piston

Booster akan mendorong piston-piston dalam reservoir yang terdapat dalam master

cylinder rem. Setelah terdorong maka piston-piston dalam reservoir akan mendorong

minyak rem menuju rem setiap roda. Setelah minyak rem sampai dalam rem tiap

roda maka minyak akan mendorong piston yang akan diteruskan mendorong brake

shoe (kampas rem) hingga terjadi gesekan antara brake shoe dengan disc brake.

Komponen – Komponen Utama dari sistem Rem :

1. Tuas Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penghubung dari gerakan

operator ke sistem rem.

2. Boster Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penambah tekanan yang

diberikan operator/pengguna melalui tuas rem.

7

3. Master rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat pembagi tekanan yang

diberikan ke sistem rem.

4. Minyak rem, yang berfungsi untuk meyalurkan tekanan ke setiap rem.

5. Silinder master, yang berfungsi sebagai rumah piston pada sistem rem yang

nanti piston akan menekan kampas rem agar bergesakan dengan tromol/disc.

6. Kanvas rem, yang berfungsi sebagai media yang akan bergesekan dengan

tromol/disc.

2.2 Kanvas Rem

Menurut Daryanto (2005) macam – macam jenis kampas rem yang ada yaitu

ada 4 seperti di bawah ini :

1. Bahan semi metal

Umumnya terbuat dari campuran metal seperti baja, tembaga, atau besi yang

dilapisi pelumas berupa grafit. Kelebihan dari kampas ini adalah

kemampuannya dalam suhu tinggi dibanding cakram organik. Sisi negatifnya

kampas jenis ini cenderung cepat habis dan memproduksi banyak ampas sisa

pengereman yang berimbas pada rusaknya cakram.

2. Bahan organik

Terbuat dari beberapa campuran material yang direkatkan dengan resin untuk

membentuk kampas. Biasanya bermaterikan kaca karbon dan kevlar. Karakter

kampas ini adalah lembut dan tak mengeluarkan banyak suara, namun

kekurangannya kampas ini tidak tahan suhu panas yang terlalu tinggi.

3. Bahan keramik

Terbuat dari paduan silicon dan karbon yang memiliki ketahanan cukup baik.

Kampas jenis ini cocok digunakan pada kendaraan balap sirkuit dan tidak

cocok untuk kendaraan di medan yang berat.

4. Bahan sinter

Lebih popular digunakan pada kendaraan motor. Tidak seperti kampas semi

metal, kampas sinter tidak memerlukan pemanasan agar bekerja secara

optimal. Keuntungannya ketahanan yang kuat,dan kelemahannya memiliki

harga yang mahal.

8

2.3 Komposit

Komposit adalah kombinasi dari dua macam bahan yang mempunyai sifat

berbeda sehingga dapat membentuk material baru, salah satunya disebut dengan fase

penguat baik dalam bentuk serat, lembaran, atau partikel. kemudian terkombinasi

dengan bahan lain yang disebut fase matriks. Bahan penguat dan bahan matriks dapat

berupa logam, keramik, atau polimer. Komposit biasanya tersusun dari fase serat

atau partikel yang lebih kaku dan lebih kuat dari fase matriks sedangkan matriks

merupakan media transfer/distribusi beban terhadap penguat.

Matriks lebih ulet dibandingkan serat dan dengan demikian matriks merupakan

sumber ketangguhan komposit. Matriks juga berfungsi untuk melindungi serat dari

kerusakan lingkungan selama dan setelah proses komposit. Ketika dirancang dengan

baik, material baru akan memiliki sifat material yang diinginkan sesuai dengan

kebutuhan. Aplikasi penggunaan komposit tidak hanya untuk struktural, tetapi juga

untuk kelistrikan, termal, dan aplikasi lingkungan (Avtar Singh Saroya 2011).

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa komposit yang dipilih untuk

aplikasi tertentu:

Low density

Ketahanan mulur tinggi

Kakuatan tarik tinggi meskipun pada temperatur tinggi

Hight thougness

2.3.1 Jenis Material Penguat Komposit

Menurut Avtar Singh Saroya (2011) penguat komposit terdiri dari 2 jenis :

a. Komposit Partikel

Dalam pembuatan komposit partikel adapun jenis penguat yang biasa

digunakan dapat berupa partikel sintetis, partikel alam dll. Partikel untuk komposit

dapat berbentuk bulat, kubik, tetragonal, trombosit atau tidak teratur. Secara umum,

partikel sangat tidak efektif dalam meningkatkan resistensi fracture tetapi dapat

meningkatkan ketahanan gesek/kekakuan komposit sampai batas tertentu. Penguat

partikel banyak digunakan untuk memperbaiki sifat dari bahan matriks seperti

memodifikasi konduktivitas termal dan listrik, mengurangi gesekan, meningkatkan

ketahanan keausan/abrasi, meningkatkan kekerasan permukaan dan mengurangi

penyusutan.

9

b. Komposit Serat

Serat ditandai dengan dimensi panjang yang jauh lebih besar dibandingkan

dengan dimensi luas penampangnya. Dimensi dari serat penguat menentukan sifat

dari komposit. Serat sangat efektif dalam meningkatkan ketahanan matriks, hal ini

dikarenakan penguat serat memiliki dimensi panjang yang dapat menghambat

timbulnya retakan awal penyebab kegagalan. Sehingga jenis dari serat penguat

merupakan faktor utama penyebab kegagalan komposit, terutama jika serat penguat

dikombinasikan dengan matriks yang sifatnya rapuh.

2.4 Hibrid Komposit

Hibrid komposit adalah penggabungan dua atau lebih fase serat penguat pada

matrik tunggal untuk mendapatkan karakteristik baru, atau sebaliknya adalah

terbentuk dari dua atau lebih matrik pengikat pada serat penguat tunggal (Ary

Subagia, Yonjing Kim et al. 2012). Metode hibridisasi merupakan metode baru

dalam proses pembuatan dan pengembangan karakteristik komposit FRP

konvensional. Komposit hibrid memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan

dengan komposit berpenguat serat. Hibrid komposit biasanya memiliki serat dengan

modulus elastisitas tinggi atau serat dengan modulus elastisitas rendah. Sifat mekanis

dari komposit hibrida adalah tergantung pada variasi fraksi berat dan susun urutan

lapisan (N.L.Hancox 1981).

2.5 Polimer

Polimer yang terdiri dari (poly = banyak , meros = bagian) adalah molekul

raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi yang dibangun dari unit-unit.

Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini disebut monomer,

sedangkan reaksi pembentukannya ialah polimerisasi. Polimer digolongkan menjadi

dua macam yaitu polimer alam dan polimer sintetik (Malcom P. Stevens and Iis

Sopyan 2001).

2.5.1 Pembagian Polimer berdasarkan Strukturnya

Menurut Maulana (2014) berdasarkan strukturnya polimer bisa dibagi 4 yaitu :

1. Polimer linier

Polimer linier tersusun atas unit yang berikatan satu sama lainnya membentuk

rantai polimer yang panjang. Bentuk polimer ini ujungnya bergabung bersama pada

ujung-ujungnya dalam rantai tunggal.

10

2. Polimer bercabang (branch)

Polimer Bercabang merupakan polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang

membentuk cabang pada rantai utama.

3. Polimer berikatan silang (cross-linked)

Polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu

sama lain pada rantai utamanya. Rantai linier bargabung satu sama lain pada

beberapa tempat dengan ikatan kovalen.

b. Polimer jaringan (network)

Polomer ini tersusun atas unit mer tri-functional yang mempunyai tiga ikatan

kovalen aktif membentuk jaringan 3 dimensi. Sehingga terjadi sambungan silang ke

berbagai arah sehingga terbentuk sambung silang tiga dimensi.

Gambar 2.4 Polimer berdasarkan susunan rantai (a) polimer linier ,(b) Polimer bercabang (c) Polimer

berikatan silang dan (d) Polimer jaringan

Sumber gambar: (Maulana 2014)

2.6 Basalt

Basalt adalah batuan beku yang ekstrusif, terbentuk dari solidifikasi magma

yang terjadi di permukaan bumi. Biasanya basalt berwarna abu-abu atau hitam,

karena pembekuannya cepat di permukaan bumi. Ciri-ciri utama batu basal terdiri

dari atas kristal-kristal yang sangat kecil, berwarna hijau ke abu-abuan dan

berlubang-lubang (Kunal Singha 2012). Batu basalt digunakan untuk berbagai tujuan

seperti halnya sebagai bahan bangunan. Basal yang telah dihancurkan digunakan

c. d.

a. b.

11

untuk dasar jalan, bahan campuran beton, pemberat kereta api, batu filter dalam

bidang pembuangan. Basalt juga dapat digunakan sebagai ubin lantai, bangunan

veneer, monumen dan objek batu lain.

a. b.

.

c.

Gambar 2.5 . Bahan Baku basalt, b. Serat basalt c. aplikasi serat basalt

(Sumber : motor.otomotifnet.com )

Material basalt adalah terdisi dari unsur unsur berat ; 52.8%SiO2, 17.5%Al2O3,

10.3Fe2O3, 4.63%MgO, 8.59CaO, 3.34%Na2O, 1.46%K2O, 1.38%TiO2, dan sisanya

adalah P2O5, MnO, dan Cr2O3 masing - masing 0.28%, 0.16%, dan 0.06% (Kunal

Singha 2012). Disamping itu serat basalt memiliki keunggulan yang lebih baik dari

pada serat glass dalam kekuatan mekanik seperti tegangan tarik dan lentur serta

modulus elastisitas. Serat basalt sangat tahan terhadap penyerapan air, termal

konduktifitas rendah yaitu 3.97 mcal/cm/sec/°C (R.D. Hyndman and Drury 2013),

density rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur tinggi dan tidak

beracun. Sifat fisik untuk serbuk basalt di tunjukkan seperti pada Tabel 2.1.

12

Tabel 2.1. Sifat fisik serbuk basalt

Physical Data (units) Value

Density (lbs.cu.ft.)

Tensile Strength (psi)

Sintering Temperature(°C)

Operating Temperature(°C)

Modulus of Elasticity (kg/mm3)

Creep

Mohs Hardness @20°C

Melting Point (deg. C)

Heat Resistance (deg.C)

Elongation At Break (%)

Refractive Index

Elastic Modulus

100 to 110

500k to 550k

1050

-265 to +700

9100-1100

None

5 to 9

1450

700-1,000

3.15

1.62

89

Sumber : (Basalt Rock 2014)

2.7 Serbuk Cangkang Kerang

Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada family

cardiidae yang merupakan satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan

sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat. Teknik budidayanya mudah

dikerjakan dan tidak memerlukan modal yang besar, sehingga panen kerang per

hektar per tahun bisa mencapai 200-300 ton kerang .

Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tulang di luar.

Kulit kerang mempunyai tiga bukaan inhalen, ekshalen dan pedal untuk mengalirkan

air serta untuk mengeluarkan kakinya. Kerang bergerak dengan membengkokkan dan

meluruskan kakinya. Karena kerang berbeda dari dwicangkerang lainnya,kerang

ialah hermafrodit (Siregar 2009).

Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit

kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakna sebagai campuran atau

tambahan pada pembuatan kampas rem.

13

Tabel 2.2 Komposisi Kimis Serbuk Kulit Kerang

No. Komponen Kadar ( % Berat )

1 CaO 66,70

2 SiO2 7,88

3 Fe2O3 0,03

4 MgO 22,28

5 Al2O3 1,25 Sumber : (Siregar 2009)

2.8 Aluminium (Al)

Aluminium (Al) merupakan logam berwarna putih keperakan dengan sifat

ringan, tahan korosi, kuat, namun mudah dibentuk. Aluminium juga merupakan

konduktor panas dan listrik yang sangat baik dari logam lainnya. Logam ini

merupakan elemen yang sangat reaktif dan membentuk ikatan kuat dengan oksigen.

Serbuk aluminium (Al) yang disinter memiliki sifat yang berbeda dengan

kebanyakan jenis material yang lainnya (Zuliana Sari Rahmawati and T.Sofyan

2010).

2.9 Resin Epoksi (Epoxy)

Resin epoksi atau secara umum dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu

dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Resin thermoset adalah

polimer cair yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang

dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Proses

pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat zat

kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar

didapatkan sifat optimum bahan.

Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat

tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan kuat sekali,

tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan

berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang

sangat getas.

Epoksi juga memiliki karakteristik yang baik seperti memiliki kemampuan

mengikat paduan metalik yang baik, hal ini disebabkan adanya gugus hidrolik yang

memiliki kemampuan membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga

dimiliki oleh oksida metal, dimana epoksi menyebar ke seluruh permukaan metal.

14

Hal ini yang menunjang terjadi ikatan antara atom epoksi dengan atom yang berada

pada material (N.L.Hancox 1981).

2.10 Teknik Pembuatan Komposit

Terdapat beberapa macam teknik yang dapat digunakan untuk membuat

komposit seperti Injection Moulding, Hand Lay Up (Romels C.A. Lumintang 2011),

Spray Lay-Up (P.C.Pandey 2004).

1. Injection Moulding

Proses injeksi dilakukan dengan cara memberikan tekanan injeksi pada bahan

plastik yang telah meleleh oleh sejumlah energi panas untuk dimasukkan kedalam

cetakan sehingga dapat dibentuk yang diinginkan. Kelebihannya adalah tingkat

produksi tinggi, dihasilkan produk tanpa proses pengerjaan akhir, dapat mencetak

produk yang sama, produk ukuran kecil dapat dibuat dan ongkos produksi murah.

2. Hand Lay Up

Proses pembuatan komposit dengan metode Hand Lay Up merupakan

pembuatan komposit dengan metode lapisan demi lapisan sampai diperoleh

ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap lapisan berisi matrik dan filler. Setelah

memperoleh ketebalan yang diinginkan digunakan roller untuk meratakan dan

menghilangkan udara yang terjebak diatasnya.

3. Spray Lay-Up

Sedangkan dalam metode Spray lay-up, serat acak dalam spray gun dan

dimasukkan ke dalam semprotan katalis resin cair kemudian diarahkan pada

cetakan. semprotan cairan resin dan katalis akan membasahi serat penguat, yang

secara bersamaan membasahi serat acak dalam spray gun. Terkadang material di

roller untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada material lalu disimpan

dan dibiarkan untuk mengeras dalam kondisi atmosfer standar (P.C.Pandey 2004)

4. Sintering Casting

Dalam pembuatan komposit dengan metode sintering casting selalu berkaitan

dengan alat bantu dan alat cetak. Bentuk komposit dapat disesuakan dengan

kebutuhan yang diinginkan mengikuti bentuk cetakan. Metode ini sangat baik untuk

mendapatkan kepresisian dimensi, porositas rendah, dan sangat cocok untuk

mencetak film/membran. Operator casting membran biasanya mengggunakan alat

bantu seperti casting knife atau stainless stick (A. Figoli 2014) (Sonjui 2009).

15

Kecepatan konstan casting knife/stainless stick sepanjang proses sangat

mempengaruhi kualitas membran, namun secara akurat sulit menentukan kecepatan

dan menjaga kecepatan konstan tangan operator (UNESCO)

2.11 Sintering

Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan

cara dipanaskan 0.7-0.9 dari titik lelehnya. Proses ini dapat disertai pemanasan, akan

tetapi suhu harus berada dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses

penekanan atau sesudah penekanan yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan

pengikatan partikel halus. Dengan demikian kekuatan dan sifat-sifat fisis lainnya

meningkat (Suryana 1996).

2.12 Analisis

Karakterisasi komposit tidak lepas dari proses analisis, scanning electronic

microscope, dan uji keausan/wear test sehingga nantinya didapat data-data dari setiap

variasi yang dilakukan.

2.12.1 Scanning Electronic Microscope (SEM)

Mikroskop elektron merupakan jenis mikroskop yang sering digunakan untuk

visualisasi struktur material berpori. SEM menggunakan sinar elektron untuk

memindai sampel dan menciptakan citra. Tujuan Uji SEM untuk mengetahui

fenomena yang terjadi pada material (objek) secara visualisasi kemudian sebagai

dasar kajian dalam melakukan analisa baik terhadap struktur permukaan/patahan

maupun fenomena lainya.

Gambar 2.6 SEM

(Sumber gambar : Das, 2014)

16

2.12.2 Uji Keausan (Wear Test)

Menurut Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. (2014) keausan dapat

didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan

material yang progesif akibat adanya gesekan antar permukaan padatan. Keausan

bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem

luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap

material yang mengalami gesekan dengan material lain. Material apapun dapat

mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam. Pengujian keausan

dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya

bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Ada beberapa mekanisme

keausan suatu material yaitu :

1. Keausan adhesive ( Adhesive wear )

Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan

adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada

akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan

pada gambar 2.7 di bawah ini :

Gambar 2. 7 Keausan Metode Adhesive

Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)

17

2. Keausan Abrasif ( Abrasive Wear )

Terjadi bila suatu partikel keras dari material tertentu meluncur pada

permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan

material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 di bawah ini.

Gambar 2.8 Keausan Metode Abrasif

Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)

3. Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )

Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di

permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan

pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material

induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface

antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan

permukaan itu akan tercabut.

Gambar 2. 9 Keausan Metode Oksidasi

Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)

4. Keausan Erosi ( Erosion wear )

Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan

yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang

dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut

18

gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle

failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di

bawah ini :

Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi

Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)

2.12.2.1 Gaya Gesek

Gaya Gesekan yaitu gaya sentuh yang muncul jika permukaan dua zat padat

bersentuhan secara fisik, dimana arah gaya gesekan sejajar dengan permukaan

bidang dan selalu berlawanan dengan arah gerak relatif antara ke dua benda tersebut.

Gambar 2.11 Gaya Gesek

……………………………………………………… (1)

Dimana :

F = Gaya gesek (N)

= Koefisien gesek

N = Gaya normal (N)

2.12.2.2 Laju Keausan

Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan / pengurangan material

(massa, volume, atau ketebalan) tiap satuan panjang luncur specimen dengan satuan

waktu. Menurut Dwi Tarina and Kaelani (2012) laju keausan dapat dicari dengan

rumus :

19

…………………………………………………………………. (2)

Dimana :

k’ = laju keausan (gr/s)

Wo = fraksi berat awal spesimen (gr)

W1 = fraksi berat akhir spesimen setelah pengausan (gr)

t = waktu atau lama pengausan (s)

W = fraksi berat goresan yang hilang (gr)

Gambar 2.12 Alat Uji Keausan

Sumber: Dokumen Pribadi

Dimana :

1. Control panel

2. Motor dinamo

3. Dudukan spesimen

4. Media untuk menggesek spesimen

5 Dudukan beban

1

2 3

4

5