bab ii burning -...

15
16 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tabel Penelitian Terdahulu No Judul Hasil Relevansi 1. Sumantri Raharjo (2010), dengan judul Wacana Kritis Komodifikasi Pangkur Jenggleng di TVRI DIY Penelitian ini menemukan adanya praktek komodifikasi pada program seni budaya Pangkur Jenggleng. Program Pangkur Jenggleng merupakan kesenian musik Gamelan Jawa, Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa program tersebut dijadikan suatu komoditas, karena isi dan makna dari program tersebut mengalami ketidakautentikan, berbeda dari budaya aslinya. Hal ini terjadi karena media berorientasi pada kepentingan bisnisnya sehingga program seni budaya yang diproduksi tidak lagi didasarkan pada kualitas/keautentikan akan tetapi diubah menurut selera pasar. Penelitian yang di lakukan oleh Sumantri Raharjo ini berfokus pada ketidakautentikan anatara kebudayan Pangkur Jenggleng yang nyata dengan yang di siarkan oleh stasiun TV sehinga didalam penayangan acara tersebut terdapat komodifikasi kebudayaan. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, adalah berfokus pada pengunaan bahasa daerah yang digunakan oleh acara Pojok Kampung yang tidak sesuai dengan kaidah dalam berbahasa. 2. Ambar Susatyo Murti (2009), dengan judul: Komodifikasi budaya tradisional di televisi: studi Hasil penelitian menemukan bahwa terjadi komodifikasi konten yaitu program Wayang Kulit Purwa di televisi tidak otentik, dimana pesan (teks media) dalam program pada penelitian yang telah dilakukan oleh Ambar ini menjelaskan tentang adanya ketidak sesuaian karakter wayang yang ditayangkan oleh media massa televise, sehingga nantnya

Upload: others

Post on 16-Feb-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Tabel Penelitian Terdahulu

No Judul Hasil Relevansi

1. Sumantri Raharjo

(2010), dengan

judul Wacana Kritis

Komodifikasi

Pangkur Jenggleng

di TVRI DIY

Penelitian ini menemukan

adanya praktek komodifikasi

pada program seni budaya

Pangkur Jenggleng. Program

Pangkur Jenggleng merupakan

kesenian musik Gamelan Jawa,

Hasil dari penelitian ini

membuktikan bahwa program

tersebut dijadikan suatu

komoditas, karena isi dan

makna dari program tersebut

mengalami ketidakautentikan,

berbeda dari budaya aslinya.

Hal ini terjadi karena media

berorientasi pada kepentingan

bisnisnya sehingga program

seni budaya yang diproduksi

tidak lagi didasarkan pada

kualitas/keautentikan akan

tetapi diubah menurut selera

pasar.

Penelitian yang di lakukan oleh

Sumantri Raharjo ini berfokus

pada ketidakautentikan anatara

kebudayan Pangkur Jenggleng

yang nyata dengan yang di

siarkan oleh stasiun TV sehinga

didalam penayangan acara

tersebut terdapat komodifikasi

kebudayaan. Sedangkan

penelitian yang akan dilakukan

oleh peneliti, adalah berfokus

pada pengunaan bahasa daerah

yang digunakan oleh acara Pojok

Kampung yang tidak sesuai

dengan kaidah dalam berbahasa.

2. Ambar Susatyo

Murti (2009),

dengan judul:

Komodifikasi

budaya tradisional

di televisi: studi

Hasil penelitian menemukan

bahwa terjadi komodifikasi

konten yaitu program Wayang

Kulit Purwa di televisi tidak

otentik, dimana pesan (teks

media) dalam program

pada penelitian yang telah

dilakukan oleh Ambar ini

menjelaskan tentang adanya

ketidak sesuaian karakter wayang

yang ditayangkan oleh media

massa televise, sehingga nantnya

Page 2: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

17

analisis wacana

Wayang Kritis

terhadap

komodifikasi isi

pagelaran Wayang

Kulit Purwa di

televise Indosiar

Pagelaran Wayang Kulit Purwa

mengalami perubahan karakter,

menjadi" karakter wayang

tayangan televisi". Karakter

wayang televisi memiliki

kecenderungan bersifat padat,

ringkas dan menghibur

sehingga audience tidak

mendapatkan pelajaran

kehidupan setelah selesai

menontonnya, artinya penonton

harus mencari dan

mendapatkan makna/nilai

sebagai pegangngan kehidupan

dalam tayangan wayang

tersebut.

akan berdampak pada perubahan

nilai budaya dan makna.

Sementara itu peneliti dalam

penelitian ini juga difokuskan

pada terjadinya pergeseran

makna yang nantinya ditakutkan

akan menjadi hal yang biasa

sehingga kebenaran nilai atau

makna sudah tidak lagi menjadi

perhitungan karena yang

diutamakan adalah bagaimana

meraup keuntungan.

3. Jurnal karya

Ronny Yudhi Septa

Priana (mahasiswa

sosial, ekonomi dan

Humaniora

Universitas Islam

Bandung)

“Komodifikasi

Budaya Pada

Program Berita

Televisi”

(Studi Kasus

Televisi Lokal Di

Jurnal ini menjelaskan

Komodifikasi khalayak dimana

khalayak dijadikan komoditi

oleh media untuk mendapatkan

iklan dan pemasukan. Dengan

memakai wacana yang

dipopulerkan oleh Smythe

(1977) dalam the audience

commodity, komodifikasi

khalayak ini menjelaskan

bagaimana sebenarnya

Dalam jurnal yang ditulis oleh

Ronny Yudhi ini memaparkan

bahwa dalam hal komodifikasi

segala aspek dalam kehidupan

memang dimanfaatkan

sedemikian mungkin untuk

hanya meraup keuntungan,

senentara dalam penelitian ini

peneliti hanya berfokus pada

kebudayaan yaitu penggunaan

bahasa yang tidak sesuai dengan

Page 3: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

18

Kota Serang

Provinsi Banten)

khalayak tidak secara bebas

hanya sebagai penikmat dan

konsumen dari budaya yang

didistribusikan melalui media.

Khalayak pada dasarnya

merupakan entitas komoditi itu

sendiri yang bisa dijual. Dalam

industri media massa saat ini,

dicontohkan Smythe dengan

berbagai program acara di

industri pertelevisian.

tatanan bahasa yang digunakan

oleh media massa televise dalam

penayangan program acara.

2.1.2 Tinjauan Pustaka

a. Komodifikasi

Barker mendefinisikan komodifikasi sebagai proses asosiasi terhadap

kapitalisme, yaitu objek, kualitas dan tanda dijadikan sebagai komoditas

(Pradjnaparamita Zebrina 2012: 16), Komoditas adalah sesuatu yang tujuan

utamanya adalah untuk dijual ke pasar. Dalam pengertian ini, Marx memberinya

makna sebagai apapun yang diproduksi danuntuk diperjualbelikan. Tidak ada nilai

guna murni yang dihasilkan, namun hanya nilaijual, diperjualbelikan bukan

digunakan.(Karl Marx dalam Evans 2004: 16), Komodifikasi menggambarkan

proses dimana sesuatu yang tidak memiliki nilai ekonomis diberi nilai dan

karenanya bagaimana nilai pasar dapat menggantikan nilai-nilai sosial lainnya.

Sebagai komoditas ia tidak hanya penting untuk berguna, tetapi juga berdaya jual.

(Norman Faiclough 1995: 16-17), Komodifikasi tidak hanya bertolak pada

produksi komoditas barang dan jasa yang diperjualbelikan, namun bagaimana

Page 4: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

19

distribusi dan konsumsi barang terdapat seperti yang diungkapkan Fairclough,

komodifikasi adalah proses. Domain-domain dan institusi-institusi sosial yang

perhatiannya tidak hanya memproduksi komoditas dalam pengertian ekonomi

yangsempit mengenai barang-barang yang akan dijual, tetapi bagaimana

diorganisasikan dan dikonseptualisasikan dari segi produksi, distribusi, dan

konsumsi komoditas. (Burton 2008: 198), Komodifikasi merupakan kata kunci

yang dikemukakan Karl Marx sebagai ‘ideologi’ yang bersemayam di balik

media. Menurutnya, kata itu bisa dimaknai sebagai upaya mendahulukan peraihan

keuntungan dibandingkan tujuan-tujuan lain.

(Pristiwanto 2011: 98), Ekonomi politik Marxis, komodifikasi terjadi

ketika nilai ekonomi yangditugaskan untuk sesuatu yang sebelumnya tidak

dipertimbangkan dalam istilah ekonominya, misalnya ide, identitas atau jenis

kelamin. Jadi komodifikasi mengacu pada perluasan perdagangan pasar

sebelumnya daerah non-pasar, dan untuk perawatan hal seolah-olah mereka

adalah komoditas yang bisa diperdagangkan. Komodifikasi sering dikritik dengan

alasan bahwa beberapa halyang seharusnya tidak dijual dan tidak seharusnya

diperlakukan seolah-olah mereka adalah komoditi.

(George Ritzer 2009: 37), Pandangan Marx tentang komoditas berakar

pada orientasi materialisnya, denganfokus pada aktifitas-aktifitas produktif pada

aktor. Pandangan Marx adalah bahwa didalam interaksi-interaksi mereka dengan

alam dan dengan para aktor lain, orang-orang memproduksi objek-objek yang

mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Objek-objek ini diproduksi untuk

digunakan oleh dirinya sendiri atau orang lain di dalam lingkungan terdekat.

Inilah yang disebut dengan nilai guna komoditas. Proses ini di dalam kapitalisme

Page 5: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

20

merupakan bentuk baru sekaligus komoditas. Para aktor bukannya memproduksi

untuk dirinya atau asosiasi langsung mereka, melainkan untuk orang lain

(kapitalis). Produk-produk memiliki nilai-tukar, artinya bukannya digunakan

langsung, tapi dipertukarkan di pasar demi uang atau demi objek-objek yang lain.

(Vincent Mosco 2009: 129) Sementara Vincent Mosco menyoroti aspek isi

media, khalayak, dan pekerja sebagai aspek-aspek komodifikasi atau komoditas

yang diterima pasar. Dengan kekuataan penyebarannya yang begitu luas, media

massa kemudian dianggap tidak hanya mampu menentukan dinamika sosial,

politik dan budaya baik dalam tingkat lokal, maupun global, akan tetapi media

massa juga mempunyai peran yang sangat signifikan dalam peningkatan surplus

secara ekonomi. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa media massa berperan

sebagai penghubung antara dunia produksi dan konsumsi. Melalui pesan-pesan

yang disebarkan lewat iklan di media massa, peningkatan penjualan produk dan

jasa sangat memungkinkan untuk terjadi ketika audiences terpengaruh terhadap

pesan yang tampilkan melalui media massa tersebut.

Untuk dapat memahami konsep ekonomi politik media secara keseluruhan,

Vincent Mosco (1996) menawarkan tiga konsep dasar yang harus dipahami, yaitu

komodifikasi (commodification), spasialisasi (spasialization), dan strukturasi

(structuration). Terdapat beberapa bentuk komodifikasi menurut Mosco, yakni

komodifikasi isi, komodifikasi audiens/khalayak dan komodifikasi pekerja.

Kemudian ada dua bentuk komodifikasi lain yang menjadi bagian dari

komodifikasi audiens yakni komodifikasi intrinsik dan komodifikasi ekstensif :

1. Komodifikasi Isi atau Content

Page 6: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

21

Bentuk pertama yang tentu kita kenali adalah komodifikasi isi media

komunikasi.Komoditas pertama dari sebuah media massa yang paling pertama

adalah content media. Proses komodifikasi ini dimulai ketika pelaku media

mengubah pesan melalui teknologi yang ada menuju sistem interpretasi yang

penuh makna hingga menjadipesan yang menjual atau marketable.

2. Komodifikasi Khalayak atau Audiens

Salah satu prinsip dimensi komodifikasi media massa menurut Gamham

dalam buku yang ditulis Mosco menyebutkan bahwa pengguna periklanan

merupakan penyempurnaan dalam proses komodifikasi media secara ekonomi.

Audiens merupakan komoditi penting untuk media media massa dalam

mendapatkan iklan danpemasukan. Media dapat menciptakan khalayaknya sendiri

dengan membuat program semenarik mungkin dan kemudian khalayak yang

tertarik tersebut dikirimkan kepada para pengiklan.Media biasanya menjual

audiens dalam bentuk ratting atau sharekepada advertiser untuk dapat

menggunakan air time mereka. Cara yang paling jituadalah dengan membuat

program yang dapat mencapai angka tertinggi dari pada program di stasiun lain.

3. Komodifikasi Pekerja atau Labour

Pekerja merupakan penggerak kegiatan produksi. Bukan hanya produksi

sebenarnya, tapi juga distribusi. Pemanfaatan tenaga dan pikiran mereka

secaraoptimal dengan cara mengkonstruksi pikiran mereka tentang bagaimana

menyenangkannya jika bekerja dalam sebuah institusi media massa, walaupun

dengan upah yang tak seharusnya.

Komodifikasi tenaga kerja ini terdapat dua proses yang bisa diperhatikan.

Pertama, komodifikasi tenaga kerja dilakukan dengan cara menggunakan sistem

Page 7: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

22

komunikasi dan teknologi untuk meningkatkan penguasaaan terhadap tenaga

kerjadan pada akhirnya mengomodifikasi keseluruhan proses penggunaan tenaga

kerja termasuk yang berada dalam industri komunikasi. Kedua, ekonomi politik

menjelaskan sebuah proses ganda bahwa ketika para tenaga kerja sedang

menjalankan kegiatan mengomodifikasi, mereka pada saat yang sama juga

dikomodifikasi.

a. Spasialisasi :

Spasialisasi berkaitan dengan sejauh mana media mampu menyajikan

produknyadi depan pembaca dalam batasan ruang dan waktu. Pada arah ini maka

struktur kelembagaan media menentukan perannya di dalam memenuhi jaringan

dan kecepatan penyampaian produk media dihadapan khalayak. Perbincangan

mengenai spasialisasi berkaitan dengan bentuk lembaga media, apakah berbentuk

korporasi yang berskala besar atau sebaliknya, apakah berjaringan atau tidak,

apakah bersifat monopoli atau oligopoli, konglomerasi atau tidak. Acapkali

lembaga-lembaga ini diatur secara politis untuk menghindari terjadinya

kepemilikan yang sangat besar dan menyebabkan terjadinya monopoli produk

media.

b. Strukturasi :

Strukturasi berkaitan dengan relasi ide antar agen masyarakat, proses

sosial danpraktik sosial dalam analisis struktur. Strukturasi dapat digambarkan

sebagai prosesdimana struktur sosial saling ditegakkan oleh para agen sosial, dan

bahkan masing-masing bagian dari struktur mampu bertindak melayani bagian

yang lain. Hasil akhirdari strukturasi adalah serangkaian hubungan sosial dan

proses kekuasaan diorganisasikan di antara kelas, gender, ras dan gerakan sosial

Page 8: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

23

yang masing-masing berhubungan satu sama lain. Gagasan tentang strukturasi ini

pada mulanya dikembangkan oleh Anthony Giddens.

Hubungan komodifikasi dan komunikasi dapat digambarkan dari dua

dimensi hubungan. Pertama, proses komunikasi dan teknologi memiliki

konstribusi terhadap proses umum komodifikasi secara keseluruhan. Kedua,

proses komodifikasi yang terjadi secara keseluruhan menekan proses komunikasi

dan institusinya, jadi perbaikan dan bantahan dalam proses komodifikasi sosial

mempengaruhi komunikasi sebagai praktik sosial.

Proses komodifikasi erat kaitannya dengan produk, proses produksi

berkaitan dengan pekerja dan hasil produk. Pemilik modal terkadang

mengeksploitasi pekerjadan hasil produk. Oleh sebab itu, komodifikasi tak

berbeda dengan bentuk komersialisasi segala bentuk nilai dari buatan manusia.

Proses komodifikasi erat kaitannya dengan produk, proses produksi

berkaitan dengan pekerja dan hasil produk. Pemilik modal terkadang

mengeksploitasi pekerjadan hasil produk. Oleh sebab itu, komodifikasi tak

berbeda dengan bentuk komersialisasi segala bentuk nilai dari buatan manusia.

Baik Lukacs, Baran dan Davis, maupun Mosco, sama-sama menekankan

adanyaperubahan nilai guna menjadi nilai tukar. Bahkan, Lukacs, serta Baran dan

Davis, mengidentifikasi keberadaan komodifikasi sebagai kegiatan produksi dan

distribusi komoditas yang lebih mempertimbangkan daya tarik, agar bisa dipuja

oleh orang sebanyak-banyaknya. Bahkan, praktik itu tissdak membutuhkan lagi

pertimbangan konteks sosial, selain aktualisasi tanpa henti di area pasar bebas.

Dengan kata lain, muara komodifikasi itu adalah manfaat bisnis.

b. Media Massa Televisi

Page 9: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

24

(J.B Wahyudi, 1985:28) Televisi sebagai media komunikasi massa, berasal

dari dua suku kata, yaitu “tele”yang berarti "jarak” dalam bahasa yunani dan

“visi” yang berarti “citra atau gambar” dalam bahasa latin. Jadi, kata televisi

berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang

berjarak jauh. Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya yaitu

memberi informasi, mendidik, membujuk, dan menghibur. Tetapi fungsi

menghibur lebih dominan pada mdia televisi. Umumnya tujuan khalayak

menonton televisi adalah untuk memperoleh informasi dan hiburan

(Kuswandi 2011: 8) Seiring dengan berjalannya waktu media komunikasi

terus berkembang mengikuti perkembangan zaman yang ada, antara lain seperti

radio, televisi, internet, telepon, handphone, dan lain sebagainya. Sehingga dengan

teknologi tersebut maka urusan manusia akan menjadi lebih mudah dan bisa

selesai dengan cepat. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan media

gambar yang pesannya berupa informatif, hiburan dan pendidikan atau bahkan

gabungan dari ketiga unsur tersebut.

(J.B. Wahyudi, B.A., Jurnalistik Televisi, 1983) Pada hakikatnya televisi

lahir karena perkembangan teknologi dalam mengirim suara dan gambar. Bermula

dengan ditemukannya “electricse telescope”sebagai perwujudan gagasan

seseorang mahasiswa Berlin yang bernama Paul Nipkow. Untuk mengirim

gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat yang lain. Hal ini terjadi antara

tahun 1883-1884. Pada saat itulah Paul Nipkow mendapat julukan Bapak Televisi.

c. Penggunaan Bahasa Jawa Secara Umum

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan

sehari-hari di daerah Jawa, khususnya Jawa Tengah. Hal ini tidak mengherankan

Page 10: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

25

karena kejayaan kehidupan keraton di masa lampau banyak terdapat di daerah

Jawa Tengah dibanding di daerah Jawa yang lain. Dengan demikian, bahasa Jawa

merupakan bahasa asli masyarakat Jawa di Indonesia, khususnya di daerah Jawa

Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan daerah di sekitarnya.Bahasa Jawa adalah

bahasa ibu yang menjadi bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat Jawa. Bahasa

Jawa juga merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan

dan dijaga karena jika tidak bahasa Jawa dapat terkikis dan semakin hilang dari

Pulau Jawa.

Dalam penggunaannya, bahasa Jawa memiliki aksara sendiri, yaitu aksara

jawa, dialek yang berbeda dari tiap daerah, serta Unggah-ungguh bahasa atau

etika berbahasa Jawa yang berbeda. Bahasa Jawa dibagi menjadi tiga tingkatan

bahasa yaitu ngoko (kasar), madya (biasa), dan krama (halus). Dalam tingkatan

bahasa ini, penggunaannya berbeda-beda sesuai dengan lawan bicara.

Bahasa ngoko digunakan untuk berbicara dengan teman sebaya atau yang

lebih muda, bahasa madya digunakan untuk berbicara dengan orang yang cukup

resmi, dan bahasa krama digunakan untuk berbicara dengan orang yang dihormati

atau yang lebih tua. Oleh sebab itu, bahasa Jawa memiliki etika bahasa yang baik

untuk digunakan. Bahasa Jawa yang dulu merupakan bahasa yang besar, dengan

ber-tambahnya waktu, penggunaannya semakin berkurang.

Saat ini para kaum muda di Pulau Jawa, khususnya yang masih di usia

sekolah, sebagian besar tidak menguasai bahasa Jawa. Hal ini bisa disebabkan

oleh gencarnya serbuan beragam budaya asing dan arus informasi yang masuk

melalui bermacam sarana seperti televisi dan lain-lain.Pemakaian bahasa gaul,

Page 11: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

26

bahasa asing, dan bahasa seenaknya sendiri (campuran Jawa-Indonesia Inggris)

juga ikut memperparah kondisi bahasa Jawa yang semakin lama semakin surut.

d. Penggunaan Bahasa Daerah Dalam Acara Pojok Kampung JTV

Surabaya.

Acara Pojok Kampung pertama kali disiarkan pada 7 Juli 2003. Program

ini diadakan karena bahasa Suroboyoan dinilai khas, dan unik. Untuk telinga

orang luar, bahasa Surabaya terkesan kasar, tapi lucu. Salah satu program acara

yang menjadi favorit di chanel JTV adalah Pojok Kampung, Pojok Kampung

merupakan salah satu dari sekian banyak program acara yang ditayangkan oleh

JTV yang mengemas Berita dengan menggunakan bahasa Jawa. Penggunaan

bahasa Jawa dalam program acara Pojok Kampung JTV ini memang menjadi khas

yang sangat bisa di ingat-ingat. Penggunaan bahasa yang terkesan lucu dan

menghibur bagi para konsumen media ini memang menjadi salah satu modal

untuk menarik minat konsumen.

Bahasa Jawa dalam penggunaannya pada program acara Pojok Kampung

sebenarnya dari pihak Pojok Kampung sendiri kurang meningkatkan nilai tata

karma dalam berbahasa, sehingga justru lebih memilih kosakata ngoko yang

kasar. Dalam penayangannya, redaksi Pojok Kampung lebih memilih kosakata

lonte sebagai pengganti kata pelacur atau WTS. Bagi redaksi Pojok Kampung,

bahasa Suroboyoan yang "asli" adalah bahasa ngoko yang kini banyak dikritik

sebagai bahasa yang vulgar tersebut. Karena itu, dalam siaran Pojok Kampung

bisa ditemukan kosakata yang hampir punah, seperti montor muluk (pesawat) dan

bronpit (sepeda motor).

2.2 Landasan Teori

Page 12: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

27

2.2.1 Ekonomi Politik Media

Menurut Mosco (2009: 2-3), pengertian ekonomi politik bias dibedakan

dalam pengertian sempit dan luas. Dalam pengertian sempit berarti kajian relasi

social, khususnya relasi kekuasaan, yang bersama-sama membentuk produksi,

distribusi dan konsumsi sumber daya termasuk daya komunikasi. Dalam

pengertian luas kajian mengenai kontrol dan pertahan kehidupan social. Mosco

menawarkan tiga konsep penting untuk mengaplikasikan pendekatan-pendekata

ekonomi politik pada kajian komunikasi: komodifikasi, spasialisasi, dan

strukturasi. Analisa ekonomi politik kritis memperhatikan perluasan dominan

perusahaan media, baik melalui peningkatan kuantitas dan kualitas produksi

budaya yang langsung dilindungi oleh pemilik modal. Tentu saja, ekstensifikasi

dominasi media dikontrol melalui dominasi produksi isi media yang sejalan

dengan preferensi pemilik modal.

Awal kemunculan dari teori ini didasari pada besarnya pengaruhmedia

massa terhadap perubahan kehidupan masyarakat.Dengan kekuataan

penyebarannya yang begitu luas, media massa kemudian dianggaptidak hanya

mampu menentukan dinamika sosial, politik dan budaya baik dalam tingkatlokal,

maupun global, akan tetapi media massa juga mempunyai peran yang

sangatsignifikan dalam peningkatan surplus secara ekonomi.

2.2.2 Komodifikasi

Komodifikasi berhubungan dengan bagaimana proses transformasi barang

dan jasa beserta nilai gunanya menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai

Page 13: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

28

tukar di pasar. Memang terasa aneh, karena produk media umumnya adalah

berupa informasi danhiburan. Sementara kedua jenis produk tersebut tidak dapat

diukur seperti halnya barang bergerak dalam ukuran-ukuran ekonomi

konvensional. Meskipun keterukuran tersebut dapat dirasakan secara fisikal, tetap

saja produk media menjadi barang dagangan yang dapat dipertukarkan dan

bernilai ekonomis. Dalam lingkup kelembagaan, awak media dilibatkan untuk

memproduksi dan mendistribusikannya ke konsumen yang beragam. Boleh jadi

konsumen itu adalah khalayak pembaca media cetak, penonton televisi, pendengar

radio, bahkan Negara sekalipun yang mempunyai kepentingan dengannya. Nilai

tambahnya akan sangat ditentukan oleh sejauhmana produk media memenuhi

kebutuhan individual maupun sosial.

(Vincent Mosco 2011: 116), Proses komodifikasi justru menunjukkan

menyempitnya ruang kebebasan bagi para konsumen media untuk memilih dan

menyaring informasi. Tidak mengheran apabila peran media disini justru menjadi

alat legitimasi kepentingan kelas yang memiliki dan mengontrol media melalui

produksi kesadaran dan laporan palsu tentang realitas objektif yang sudah bias

karena dibentuk oleh kelompok kepentingan baik secara politik maupun

ekonomis. Ada beberapa bentuk komodifikasi menurut Mosco, yakni

komodifikasi isi/konten, komodifikasi audiens/khalayak dan komodifikasi

pekerja.

a. Komodifikasi Isi atau Content

Bentuk pertama yang tentu kita kenali adalah komodifikasi isi media

komunikasi.Komoditas pertama dari sebuah media massa yang paling pertama

Page 14: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

29

adalah contentmedia. Proses komodifikasi ini dimulai ketika pelaku media

mengubah pesan melalui teknologi yang ada menuju sistem interpretasi yang

penuh makna hingga menjadipesan yang menjual atau marketable. Akibatnya,

akan terjadi keragaman dari isi media untuk dapat menerima perhatian konsumen.

b. Komodifikasi Khalayak atau Audiens

Audiens merupakan komoditi penting untuk media massa dalam

mendapatkan iklan dan pemasukan. Media dapat menciptakan khalayaknya

sendiri dengan membuat program semenarik mungkin dan kemudian khalayak

yang tertarik tersebut dikirimkan kepadapara pengiklan. Media biasanya menjual

audiens dalam bentuk ratting atau sharekepada advertiser untuk dapat

menggunakan air time mereka. Cara yang paling jituadalah dengan membuat

program yang dapat mencapai angka tertinggi dari pada program di stasiun lain.

c. Komodifikasi Pekerja atau Labour

Pekerja merupakan penggerak kegiatan produksi. Bukan hanya produksi

sebenarnya, tapi juga distribusi. Pemanfaatan tenaga dan pikiran mereka

secaraoptimal dengan cara mengkonstruksi pikiran mereka tentang bagaimana

menyenangkannya jika bekerja dalam sebuah institusi media massa.

Proses komodifikasi yang terjadi pada tayangan Pojok Kampung JTV

Surabaya dalam pemanfaatan budaya yaitu bahasa daerah, seperti yang banyak

kita ketahui pada acara berita Pojok Kampung yang disiarkan oleh pihak JTV

Surabaya, jika kita telaah atau kita amati lebih mendalam bahasa-bahasa yang

digunakan pada setiap penyiaran program acara Pojok Kampung ini lebih terkesan

seronok atau tidak pantas di ucapkan apalagi harus di publis di media massa

televisi, mengingat tidak semua konsumen pada acara ini mampu menirima begitu

Page 15: BAB II BURNING - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/44213/3/jiptummpp-gdl-adeirmasor-48258-3-babii.pdf · harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangngan kehidupan dalam

30

saja, seharusnya hal ini harus lebih dipertimbangkan kembali oleh pihak yang

bersangkutan karena dikhawatirkan akan menjadi hal yang biasa nantinya dan

ditakutkan akan berdampak pada tatanan bahasa Jawa baku.

Penggunaan bahasa dan kosakata-kosakata yang tidak baku ini merupakan contoh

terjadinya komodifikasi pada penggunaan bahasa daerah di program acara Pojok

Kampung. Pada program acara ini komodifikasi isi/konten dapat diwujudkan

dalam bentuk penggunaan bahasa yang tidak baku dan tidak sesuai dengan

kaidah-kaidah dalam bahasa jawa, pemilihan kosakata yang tidak sesuai, dan

kosakata yang dipilih tidak layak untuk dipublikasikan. Para pemilik industri

media massa dalam hal ini stasiun JTV Surabaya tidak lagi memperhatikan

kaidah-kaidah baku dalam bahasa jawa dan pemilihan kosakata yang tepat,

mereka hanya meningkatkan nilai ekonomi tanpa mengutamakan kualitas dari

program acara mereka.