bab ii appendiks
DESCRIPTION
D 3 KeperawatanTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Apendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong
dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih
memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin 2006
hal: 175).
Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering
terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda, angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik
(Sylvia A.Price & Lorraine M.wilson 2005 hal: 448).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer,
dkk 2003 hal : 307).
Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat
dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan
endoskopi (Doenges, 2000 hal : 508).
Menurut penulis apendiksitis adalah peradangan pada apendiks yang
disebabkan oleh adanya benda asing yang masuk kedalam apendiks.
Sedangkan apendiktomi adalah pembedahan pada apendiks yang
mengalami peradangan.
7
8
2. Etiologi
Adanya obstruksi lumen yang biasa disebabkan oleh fekalit ( feses
keras yang disebabkan oleh serat). Penyumbtan pengeluaran sekret
mukus mengakibatkan, terjadinya pembengkakan infeksi dan ulserasi.
Peningkatan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteria
terminalis (end artery) apendikularis bila keaadan ini dibiarkan
berlangsung terus, biasnya mengakibatkan nekrosis, ganggren, dan
perforasi. Penelitain trakhir menunjukkan bahwa ulserasi mukosa
berjumlah sekitar 60 hingga 70% kasus lebih sering daripada
sumbatan lumen, penyebab ulserasi belum diketahui, walaupun
sampai sekarang disebabkan oleh virus, akhir-akhir ini peneybab
infeksi yang paling diperkirakan adalah Yerisinia enterocolitica
(Sylvia A.price & Lorraine M.wilson 2005 hal: 448).
3. Patofisiologi
Apendiks terinflamsi dan mengalami endema sebagai akibat
terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari
feses), tumor atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Penurunan stimulasi pankreas karena pintasan duodenal : pencampuran
makanan empedu enzim pankreas yang buruk, penurunan faktor
intrinsik, stasis bakterial dalam lengkung aferel. Penurunan aktivitas
9
enzim pankreas intraluminal dengan maldigesti lipid dan protein.
Kehilangan permukaan pengabsrobsi ileum menimbulkan penurunan
jumlah penumpukan garam empedu dn penurunan absropsi vitamin B,
empedu dalam kolon menghambat absropsi cairan. Pertumbuhan
berlebihan dari bakteri usus intraluminal khususnya organisme sampai
lebih besar dari 10/6ml mengakibatkan dekunjugasi garam empedu
menimbulkan penurunan ukuran penumpukan garam empedu efektif
dan pengguanaan baketeri dari vitamin B12 hiperasiditas dalam
duodenum yang mengaktivitas enzim pankreas. Defisiansi laktase usus
mengakibatkan konsentrasi tinggi intraluminal disertai diare osmotik.
Respon toksik pada fraksi gluten oleh permukaan epitelium, atrofil vill
parsial. Faktor toksik yang tidak diketahui mengakibatkan inflamasi
mukosal, penurunan pertahanan usus lokal, hiperplasi limfoid,
limfopenia (smeltzer, 2000 hal : 1098).
4. Manifestasi klinis
a. Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam
derajat rendah, mual dan sering kali muntah.
b. Pada titik mc Burney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan
spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan
sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.
c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan
sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare.
10
d. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah
kiri, yang secara paradoksial menybabkan nyeri yang terasa pada
kuadran kanan bawah.
e. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan lebih menyebar,
terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi
memburuk. (Smeltzer, 2001 hal : 1097)
5. Pemeriksaan Penunjang
Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) dengan
meningkatkan jumlah netrofil. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan
unuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih.
Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema,
sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.
Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrat apendikularis
(Arif Mansjoer, dkk 2003 hal : 307).
6. Penatalaksanaan
a. Pada Saat Opersi
1) Apendiktomi merupakan satu-satunya pengobatan apendiksitis
sederhana atau apendiksitis perforasi yang disertai peritonitis
kalau tersedia fasilitas serta personalitas yang adekuat. Kalau
tidak, sebagai gantinya diberikan antibiotika IV dosis tinggi.
11
2) Appendiks dibuang. Kalau appendiks mengalami perforasi
bebas. Maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotika IV dosis tinggi.
3) Abses appendiks diobati dengan antibotika IV. Massanya
mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase
dalam jangka waktu beberapa hari. Appendiktomi dilakukan
apabila abses di drainase atau dilakukan operasi elektip sesudah
6 minggu sampai 3 bulan.
b. Perawatan Sesudah Operasi
1) Appendiksitis sederhana. Pada hari pertama pasien sudah mulai
berjalan, tidak perlu dilakukan pengisapan nasogastrik.
Antibiotka tidak diperlukan, cairan IV dihentikan jika cairan
oral sudah mulai diberikan pada hari kedua dan ketiga. Diet
diberikan dengan cepat. Katartik dan enema yang kuat
merupakan kontra indikasi. Pasien dapat meninggalkan rumah
sakit dalam 3-5 hari, sesudah operasi dan sudah dapat aktif
kembali seperti semula dalam jangka waktu 3 minggu.
2) Appendiksitis perforasi. Pengobtan tergantung dari berat
tidaknya penyakit. Biasanya diperlukan pengisapan
nasogastrik, antibiotika untuk 5-7 hari dan pemberian cairan IV
untuk jangka waktu yang lama. Pasien yang penyakitnya kritis
memerlukan perawatan yang intesif.
12
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Adapun pengkajian pada klien post operasi apendiktomi yang perlu
dikaji adalah sebagai berikut:
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia
c. Eliminasi
Gejala : konstipasi pada awal
Diare (kadang kadang)
Tanda : distensia abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas,
kekakuan penurunan atau tidak ada bising usus
d. Makanan/ cairan
Gejala : anoreksia
Mual/ muntah
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terokalisasi pada titik mc
burney (setelah jarak antara umbikulus dan tulang
ileum kanan). Meningkat karena berjalan, bersin,
batuk, atau infrak pada apendiks.
13
Tanda : perilaku berhati-hati: meningkatkan nyeri pada
kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/ posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri
diduga inflamasi peritoneal.
f. Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
g. Pernafasan
Tanda : takipnea, pernafasan dangkal
h. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri
abdomen, contoh pielitis akut, batu uretra salpingitis
akut, ileitis regional. Dapat terjadi pada berbagai
usia.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien
apendiktomi menurut (Doengoes 2000, hal : 509) adalah :
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invansif, insisi bedah, dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pasca operasi (puasa).
14
c. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah yang ditandai
dengan laporan nyeri, wajah mengkerut, prilaku distraksi, otot
tegang.
d. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi,
yang ditandai dengan adanya pertanyaan: meminta informasi, tidak
tepat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
2. Perencanaan
Adapun rencana asuhan keperawatan pada klien post operasi
apendiktomi menurut (Doegoes 2000,hal : 509) adalah:
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan insisi bedah, tidak
adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan: meningkatkan penyembuhan luka dengan benar.
Meningkatkan penyembuhan pada waktu.
Kriteria Hasil: penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi
inflamasi. Intervensi: 1) awasi tanda vital, perhatikan deman,
menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri
abdomen. Rasional: dengan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses,
peritonitis. 2) lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka
aseptic. Berikan perawatan paripurna. Rasional: menurunkan resiko
penyebaran infeksi. 3) lihat insisi dan balutan, catat karakteristik
drainase luka/drein (bila dimasukkan) adanya eritema. Rasional:
memberikan deteksi dini terjadinya infeksi, dan/atau pengawasan
15
peneymbuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. 4) berikan
informasi yang tepat, dan jujur pada klien/orang yang tepat. Rasional:
pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi,
membantu menurunkan ansietas. 5) ambil cintoh drainase bila
diindikasikan. Rasional: kultur pewarnaan gram dan sensifitas berguna
mengidentifikasikan organism penyebab dan pilihan terapi. 6) berikan
antibiototik sesuai indikasi. Rasional: mungkin diberikan secara
pofilaltik atau menurunkan jumlah organism (pada infeksi yang telah
ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan pada
rongga abdomen. 7) bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.
Rasional: dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pembatasan pasca operasi (puasa)
Tujuan: mempertahankan keseimbangan cairan dengan kebutuhan
tubuh.
Kriteria Hasil: mempertahakan keseimbangan cairan dibuktikan oleh,
kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik,tanda-tanda vital
stabil, dan individual haluaran urin adekuat. Intervensi: 1) awasi
tekanan darah dan nadi. Rasional: tanda yang membantu
mengidentifikasikan fluktuasi volume intravaskuler. 2) lihat membrane
mukosa, kaji turgor kulit, dan pengisian kapiler. Rasional: indicator
keadekuatan sirkulasi parifer dan hidrasi seluler. 3) awasi masukan dan
haluan, catat warna urin/konsentrasi, berat jenis. Rasional: penurunan
16
haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan 4) auskultasi bising usus, catat
keluaran flaktus, gerkan usus. Rasional: indicator kembalinya
paristaltik, kesiapan untuk per oral. 5) berikan sejumlah kecil minuman
jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan dilanjutkan dengan diet
sesuai toleransi. Rasional: menurunkan iritasi gaster/muntah untuk
meminimalkan kehilangan cairan. 6) berikan perawatan mulut sering
dengan perhatian khusus pada lindungan bibir. Rasional: dehidrasi
mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah. 7) pertahan
pengisian gaster/usus. Rasional: selang NGT biasanya dimasukkan pada
pra operasi dan pertahanan pada fase segera pasca operasi untuk
dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah. 8)
berikan cairan intra vena dan elektrolit. Rasioanal: peritonium beraksi
terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang
dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.
Dehidarsi dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
c. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.
Tujuan: rasa nyeri hilang/terkontrol.
Krteria Hasil: melaporkan nyeri hilang/terkontrol. Intervensi: 1) kaji
nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya, (skala 0-10) selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan cepat. Rasional: berguna dalam
pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan
karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis,
17
memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi. 2) pertahankan
istirahat semi-fowler. Rasional: grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi
dalam abdomen bawah atau pelvis, meghilangkan tegangan abdomen
yang bertambah dengan posisi terlentang. 3) dorong ambulasi dini.
Rasional: meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang
paristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan
abdomen. 4) berikan aktivitas hiburan. Rasional: focus perhatian
kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan
koping. 5) pertahankan puasa/pengisapan nasogastrik pada awal.
Rasional: menurnkan ketidaknyamanan pada paristaltik usus dini dan
iritasi gaster/muntah. 6) berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional:
menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi
lain contoh ambulasi, batuk. 7) berikan kantong es pada abdomen.
Rasional: menghilangkan dan mengurangi melalui penghilang rasa
ujung saraf. Catatan jangan lakukan kompres panas karena dapat
menyebabkan kongesti jaringan.
d. Kurangnya tentang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan: berpartisipasi dalam program pengobatan
Kriteria Hasil: menyatakan program penyakit, pengobatan dan
potensial dan komplikasi. Intervensi: 1) kaji ulang pembatasan
aktivitas pasca operasi contoh mengangkat beban, olahraga, seks,
latihan, menyetir. Rasional: memberikan informasi pada klien
18
merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah. 2)
dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodic.
Rasional: mencegah kelemahan, meningkatkan pyembuhan, dan
mempermudah kembali aktivitas normal. 3) anjurkan menggunakan
laksatif/pelembek feses ringan bila dan hindari enema. Rasional:
membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah mengejan saat
defekasi. 4) diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan,
pembatas mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat
jahitan/pengikat. Rasional: pemahaman meningkatkan kerjasama
denagan program tetapi, meningkatklan penyembuhan dan proses
perbaikan. 5) identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic,
contoh peningkatan nyeri,edema atau erittema luka adanya drainase,
demam. Rasional: upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi
serius contoh penyembuhan, peritonitis.
3. Implementasi
Implementasi mengacu pada pelaksnaan keperawatan yang
telah disusun, mencakup pelaksanaan intervensi dan masalah-masalah
kolaboratif pasien serta memenuhi kebutuhan pasien. Rencana
keperawatan menjadi landasan untuk implementasi. Sasaran jangka
pendek, menegah dan jangka panjang digunakan sebagai focus untuk
implementasi dari intervensi keperawatan yang dibuat. Saat
pengemplementasikan dari intervensi keperawatan yang dibuat saat
pengemplementasikan asuhan keperawatan, perawat
19
berkesinambunangan mengkaji pasien dan responnya terhadap asuhan
keperawatan. Perubahan dibuat dalam rencana keperawatan sesuai
perubahan kondisi. Masalah dan respon hasil jika dibutuhkan
penyusunan ruang prioritas. Fase implementasi dari proses keperawatan
di akhiri ketika intervensi keperawatan sudah di selesaikan dan respon
pasien terhadap sudah dicatat (Smeltzel,2001 hal : 36-37).
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan
diarahkan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi
keperawatan dan sebatas mana tujuan yang telah dicapai. Rencana
keperawatan memberikan landasan bagi evaluasi: diagnose
keperawatan, masalah-masalah. Kolaboratif, tujuan-tujuan, intervensi
keperawatan dan hasil yang diperkirakan memberikan panduan yang
spesifik yang menentukan focus evaluasi (Smeltzel,2001 hal : 37).