bab ii analisis data · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi...

99
33 BAB II ANALISIS DATA Analisis data pada bab II ini menguraikan tentang kajian filologis dan kajian isi dari naskah SPT. Kajian filologis berdasarkan cara kerja filologi digunakan untuk mendapatkan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian filologis digunakan untuk membahas permasalahan yang ada dalam naskah seperti varian-varian yang ditemukan dalam naskah SPT. Langkah kerjanya meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah, penentuan naskah yang asli (autografi), transliterasi, suntingan teks dan aparat kritik, serta terjemahan (Edwar Djamaris, 2002:10). Kemudian dilanjutkan dengan kajian isi untuk memaparkan isi yang terkandung dalam naskah SPT. A. Kajian Filologis Langkah kerja filologi yang diterapkan pada penelitian ini ialah menggunakan metode penelitian filologi menurut Edwar Djamaris. Akan tetapi, tidak dilakukan tahapan pengguguran dan penentuan naskah asli karena jumlah naskah yang tunggal, sehingga tidak ada naskah lain sebagai bahan pembandingnya. Berikut langkah kerja filologi terhadap naskah SPT. 1. Deskripsi Naskah Deskripsi naskah ialah penggambaran tentang naskah atau uraian ringkas tentang naskah. Uraian mengenai naskah dideskripsikan atau dipaparkan secara apa adanya. Metode yang digunakan dalam deskripsi naskah ini adalah metode deskriptif. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

33

BAB II

ANALISIS DATA

Analisis data pada bab II ini menguraikan tentang kajian filologis dan kajian

isi dari naskah SPT. Kajian filologis berdasarkan cara kerja filologi digunakan

untuk mendapatkan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian filologis digunakan

untuk membahas permasalahan yang ada dalam naskah seperti varian-varian yang

ditemukan dalam naskah SPT. Langkah kerjanya meliputi inventarisasi naskah,

deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah, penentuan naskah yang

asli (autografi), transliterasi, suntingan teks dan aparat kritik, serta terjemahan

(Edwar Djamaris, 2002:10). Kemudian dilanjutkan dengan kajian isi untuk

memaparkan isi yang terkandung dalam naskah SPT.

A. Kajian Filologis

Langkah kerja filologi yang diterapkan pada penelitian ini ialah

menggunakan metode penelitian filologi menurut Edwar Djamaris. Akan tetapi,

tidak dilakukan tahapan pengguguran dan penentuan naskah asli karena jumlah

naskah yang tunggal, sehingga tidak ada naskah lain sebagai bahan

pembandingnya. Berikut langkah kerja filologi terhadap naskah SPT.

1. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah ialah penggambaran tentang naskah atau uraian ringkas

tentang naskah. Uraian mengenai naskah dideskripsikan atau dipaparkan secara apa

adanya. Metode yang digunakan dalam deskripsi naskah ini adalah metode

deskriptif. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor

Page 2: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

34

naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan, bahasa, kolofon dan garis besar isi

cerita (Edwar Djamaris, 2002: 11). Secara lengkap deskripsi naskah meliputi: judul

naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal-usul naskah, keadaan

naskah, ukuran naskah, tebal naskah, jumlah baris per halaman, huruf atau aksara,

tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk teks, umur naskah,

pengarang atau penyalin, usul naskah, fungsi sosial naskah, dan ikhtisar teks atau

cerita. Berikut pemaparan mengenai hal tersebut.

a. Judul Naskah

Serat Panglipur Tis-Tis. Judul ini tidak terdapat di dalam cover melainkan

berada di dalam teks halaman 1 (lihat gambar 1).

b. Nomor Naskah

Tidak ada

c. Tempat Penyimpanan Naskah

Naskah ini merupakan naskah milik pribadi saudara Ari Mukti yang

beralamat di Jl. Sri Rejeki 20, Munggut, Madiun, Jawa Timur, Indonesia.

d. Asal Naskah

Naskah hasil pembelian dari pemilik barang antik di wilayah Gladag,

Surakarta.

e. Keadaan Naskah

Keadaan fisik naskah:

1) Cover

Cover atau sampul depan dan belakang berwarna biru keungu-

unguan dengan jilidan menggunakan benang berwarna putih. Keadaan

Page 3: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

35

cover sedikit rusak yaitu bagian jilidan yang sedikit sobek. Pada sampul

depan terdapat mantra, keterangan angka dan nomor I berhuruf Jawa.

Gambar 17

Cover Depan

Berbunyi : “salaradakatatadapasaga . 1952 .

kadadadamapala – lapalasapalaca

hasagamadanacahasagakagarasa

bapatsadangapata – .

hosi. no. I

Sadamadamasantatajana.”

Pada cover tersebut terdapat mantra untuk mengawali penulisan

naskah. Dalam KBBI (2007: 713), mantra diartikan sebagai susunan kata

yang berunsur puisi seperti rima dan irama yang dianggap mengandung

kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk

menandingi kekuatan gaib yang lain. Menurut Herman J Waluyo (1995:

5), di dalam mantra tercermin hakikat sesungguhnya dari puisi, yakni

bahwa pengkonsentrasian kekuatan bahasa itu dimaksudkan oleh

Angka :

1952

Tulisan berbahasa

belanda :

“internationale

crediet- en

handelsvereeniging

,,Rotterdam”

Page 4: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

36

penciptanya untuk menimbulkan daya magis atau kekuatan gaib. Mantra

merupakan ragam puisi lisan yang berbentuk bebas.

Mantra memiliki struktur batin karena mantra merupakan bentuk

doa. Hal ini sesuai dengan pendapat narasumber bahwa, mantra yang

tertulis pada cover tersebut digunakan sebagai pengganti mangajapa

baca yaitu berupa doa pengharapan untuk memulai penulisan naskah

(Arif, 24 Juni 2016). Mangajapa berasal dari kata ajap/ajab,

ngajap/ngajab yang berarti pengharapan atau mengharapkan, sedangkan

baca berarti bêcik, baik atau bagus. Mangajapa baca berarti mangajap

bêcik, mengharapkan yang baik selama penulisan naskah.

Selain itu terdapat keterangan angka 1952 dan nomor I

Keterangan angka ini diperkirakan sebagai kolofon naskah dan juga jilid

naskah. Hal ini dilihat dari cap buku atau kertas yang digunakan karena

dalam penelitian filologi, watermark atau cap kertas dapat membantu

menentukan umur naskah (Sudardi, 2003:92). Tulisan bahasa Belanda

“internationale crediet- en handelsvereeniging ,,Rotterdam” merupakan

nama bank swasta yang didirikan tahun 1863. Hal ini memberikan

keterangan kesesuaian antara umur kertas dengan penulisan naskah tidak

terpaut jauh, yaitu sekitar abad ke-18 dan 19.

Kemudian keterangan nomor I tersebut diidentifikasikan sebagai

keterangan jilid I. Tembang terakhir naskah SPT adalah tembang Durma

yang memiliki jumlah gatra (jumlah baris tembang) 7 baris, namun baru

tertulis 6 baris. Meskipun demikian, isi naskah SPT telah selesai

diceritakan.

Page 5: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

37

2) Isi

Keadaan isi masih baik dan lengkap. Keadaan naskah adalah sebagai

berikut: halaman naskah dimulai dari halaman 1 sampai dengan halaman

35; lembaran kertasnya terisi penuh, tidak ada lembar yang kosong.

Keadaan kertasnya masih baik, tanpa ada lubang-lubang kecil maupun

sobekan-sobekan.

f. Ukuran Naskah

Ukuran kertas

Panjang naskah : 20,5 cm

Lebar naskah : 16 cm

Ukuran teks

Panjang : 17,5 cm

Lebar : 15 cm

Ukuran margin

Kanan : 0,5 cm Atas : 2,5 cm

Kiri : 0,5 cm Bawah : 0,5 cm

g. Tebal Naskah

Tebal naskah ini 0,2 cm dengan jumlah halaman ada 35 halaman dan tidak

ada halaman yang kosong.

h. Jumlah Baris Perhalaman

Mulai dari halaman 1 sampai halaman 35 terdapat 24 baris.

i. Huruf, Aksara, Tulisan

1. Jenis huruf/aksara : Jawa carik

2. Ukuran huruf : ukuran huruf kecil rata-rata 0,3 cm.

3. Bentuk huruf : miring ke kanan (kursif).

4. Keadaan tulisan : cukup jelas dan mudah dibaca.

Page 6: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

38

5. Jarak antarhuruf : rapat dan rapi. Jarak tulisan antarbaris juga rapi.

6. Bekas pena : tebal dan tipis sehingga banyak tulisan yang tembus

pandang.

7. Warna tinta : tinta berwarna biru.

j. Cara Penulisan

Ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi

pada kedua halaman muka dan belakang. Penulisan searah dengan lebar

naskah. Artinya teks ditulis dari kiri ke kanan. Pengaturan ruang tulisan,

larik-lariknya ditulisi secara berdampingan lurus ke samping diteruskan ke

bawahnya dan seterusnya.

Naskah SPT tembus pandang karena kertasnya tipis dan ditulis

menggunakan tinta warna biru. Selain itu, tinta tidak merata, maksudnya

penulisan dengan ketebalan tinta yang berbeda-beda. Ada kalanya

penekanan tinta sangat tipis dan kadang tebal sehingga menyulitkan

pembacaan. Meskipun demikian naskah ini tetap bisa dibaca dengan

ketelitian tertentu.

k. Bahan Naskah

Bahan naskah dari kertas polos, berwarna putih kecoklatan.

l. Bahasa Naskah

Bahasa Jawa Baru ragam Krama dan Ngoko serta beberapa kosakata

Bahasa Indonesia.

m. Bentuk Teks

Naskah berbentuk tembang terdiri dari 8 pupuh, yaitu: (1) Dhandhanggula

36 bait; (2) Mijil 47 bait; (3) Sinom 26 bait; (4) Pangkur 15 bait; (5) Kinanthi

Page 7: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

39

20 bait; (6) Pangkur 33 bait; (7) Maskumambang 39 bait; dan (8) Durma 44

bait. Setiap pergantian pupuh ada sasmita têmbang yang umumnya terletak

di awal namun, beberapa ada yang terletak di akhir sebelum pergantian

pupuh baru.

n. Umur Naskah

Umur naskah tidak disebutkan secara jelas, namun diperkirakan naskah

ditulis pada tahun 1952 sesuai dengan keretangan dari cap kertas dan isi

naskah. Naskah SPT berisi tentang sejarah kemerdekaan Indonesia (1942-

1945). Naskah ini tergolong naskah baru yang menggunakan bahasa Jawa

baru dengan beberapa kosakata Bahasa Indonesia.

o. Pengarang

Anonim

p. Asal-usul Naskah

Milik perorangan/ pribadi.

q. Fungsi Sosial Naskah

-

r. Ikhtisar Teks/ Cerita

Naskah ini berjudul Serat Panglipur Tis-Tis dalam Bahasa Indonesia

artinya “penghibur kesedihan” yang berisi tentang cuplikan peristiwa

sejarah kemerdekaan Indonesia (1942-1945), khusunya di Surakarta dan

hikmah di balik peristiwa sejarah. Naskah ini menceritakan kehidupan

masyarakat Surakarta sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia.

Sebelum merdeka, pada masa itu di Indonesia terjadi banyak peperangan

akibat penjajahan Inggris, Belanda dan Jepang. Hal ini menyebabkan rakyat

Page 8: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

40

terutama masyarakat kecil di pedesaan mengalami krisis ekonomi (sandang

dan pangan). Harga-harga pangan melambung tinggi hingga memaksa

rakyat meninggalkan keluarga dan harta benda untuk berkerja Romusha.

Rakyat sangat menderita karena krisis yang melanda sedangkan

pemerintah tidak memiliki kuasa. Setelah kemerdekaan, Indonesia masih

mengalami peperangan. Banyak perlawanan yang dilakukan oleh pemuda-

pemudi Indonesia untuk merebut kemerdekaan dan terbebas dari

penjajahan. Perlawanan tersebut terjadi di berbagai daerah di Indonesia

antara lain Surabaya, Semarang dan Surakarta. Hal ini membuat ketakutan

yang luar biasa terhadap rakyat karena Indonesia tak kunjung merdeka.

Maka dalam memperoleh kemerdekaan, sebagai makhluk Tuhan, manusia

harus selalu berusaha/berikhtiar serta berserah kepada Yang Maha Kuasa.

Catatan lain

a. Nomor halaman ditulis menggunakan angka Arab

(lihat gambar 10)

b. Pada lembar kedua setelah cover terdapat lembaran yang hampir

kosong. Lembar ini bukan merupakan halaman 1, terdapat tulisan

yang membentuk sudut siku-siku.

Page 9: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

41

Gambar 18

Halaman sesudah Cover

Terdapat dua tipe tulisan yaitu tulisan yang menjorok ke

kanan/horizontal dan ke bawah/vertikal. Tulisan yang menjorok ke

kanan agak sulit dipahami, tulisan ini hampir mirip dengan yang

tertara pada cover. Menurut Arif, tulisan ini juga merupakan mantra

namun tidak ada maksudnya yang disebut sebagai mantra nirguna.

Kata-kata tersebut ditulis hanya sebagai simulasi pengucapan bunyi

atau olah suara yang letak bunyinya berasal dari tenggorokan disebut

caksu (Arif, 24 Juni 2016). Mantra nirguna adalah mantra yang

tanpa bentuk, maksudnya tidak ada dewa atau aspek pribadi dari

Allah yang akan dipanggil (www.rudraksa-world.com/nirguna-

saguna-mantras-24-mantra.html : 20 juli 2016).

Hadatalatahalanasa

gangada

Asagakabasadama

samadara

dara

Artinya : ada tempat

yang tidak baik di dunia

ini

da

mra

hya

si

lu

ke

no

gang

wah

tar

Page 10: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

42

Tulisan yang ke bawah/vertikal merupakan simulasi

penulisan aksara oleh pengarang. Simulasi atau pelatihan awal

sebelum menulis ini dapat dilihat dari pola yang telah dibuat.

Pengarang menuliskan semua jenis sandhangan mulai dari:

1). Sandhangan swara : /a/, /i/, /u/, /e/, /è/, /ê/, dan /o/ dalam (da, si,

lu, ke, pê,no).

2). Sandhangan panyigeg wanda : /ha/, /ra/, /nga/ dalam (wah,

tar,gang).

3). Sandhangan wyanjana : /ra/, /ya/, dalam (mra, hya).

Maka dapat disimpulkan bahwa lembar pertama pada naskah SPT ini

hanya berisi simulasi baik pengucapan bunyi maupun penulisan

macam-macam sandhangan.

2. Kritik Teks

Kritik teks merupakan upaya evaluasi terhadap teks, meneliti dan

menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritiks teks bertujuan

untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya. Teks yang

sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan dan telah tersusun kembali seperti

semula dapat dipandang sebagai arketip yang dapat dipertanggungjawabkan

sebagai sumber untuk kepentingan berbagai penelitian dalam bidang ilmu-ilmu

lain. Setiap kesalahan kata-kata maupun bacaan tesebut memerlukan penjelasan dan

refensi sebagai bentuk pertanggungjawaban ilmiah (Baried,dkk, 1985:61).

Kelainan atau varian yang terdapat dalam naskah SPT dapat dikelompokan

sebagai berikut:

Page 11: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

43

a. Lacuna : bagian yang terlampaui atau terlewati, baik suku kata, kata,

kelompok kata ataupun kalimat.

b. Adisi : bagian yang kelebihan baik suku kata, kata, kelompok kata,

ataupun kalimat.

c. Hypercorrect : kesalahan penulisan maksudnya kesalahan penulisan

dilihat dari acuan ejaan yang baku. Perubahan ejaan karena pergeseran

lafal.

d. Corrupt : bagian naskah yang tidak bisa dipakai lagi, tidak bisa dibaca,

dan tidak tahu artinya.

Pengelompokan varian naskah SPT disusun dalam bentuk tabel untuk

mempermudah pemahaman maka dibuat singkatan sebagai berikut:

No : menunjukkan nomor urut

* : edisi teks berdasarkan pertimbangan linguistik

@ : edisi teks berdasarkan pertimbangan konteks kalimat

# : edisi teks berdasarkan interpretasi peneliti

Hlm. : halaman

P : pupuh

B : bait

Br : baris

Edisi : teks yang dibetulkan

Ket. : keterangan

Page 12: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

44

Tabel 1. Varian Lacuna

No. Hlm P/B/Br Teks SPT Edisi Ket

1. 2 1/10/8 Kèh janma tan

kuwagang

Kèh janma datan

kuwagang

*#

2. 5 1/23/4 Praja lor lan kidul Praja lor lawan kidul *#

3. 7 1/35/5 Anggêntèni kang

ramaji

Anggêntèni ingkang

ramaji

*#

4. 10 2/20/5 Lan antuk jampi Tansah antuk jampi *#

5. 15 3/14/3 Sêmbarang kang

santosa

Sêmbarang ingkang

santosa

*#

6. 16 3/17/2 Mri Mring *@

7. 18 4/1/7 badera Bandera *@

8. 30 7/35/1 tuwi Tuwin *

9. 33 8/25/4 Sigra nêba Sigra nêbaa *#

10. 34 8/35/2 ngusi ngungsi *@

Berdasarkan tabel di atas ditemukan 10 lacuna pada naskah SPT.

Lacuna pada naskah SPT meliputi lacuna kata dan huruf. Lacuna kata

umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak

memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena

kurang tanda baca/sandhangan. Edisi dilakukan melalui pertimbangan

linguistik dan konteks kalimat yang telah dipertimbangkan oleh penulis.

Page 13: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

45

Tabel 2. Varian Adisi

No. Hlm P/B/Br Teks SPT Edisi Ket

1. 2 1/6/4 Awit wêktune wus

nyungul

Wit wêktune wus

nyungul

*#

2. 3 1/12/1 kamangnungsanèki kamanungsanêki *

3. 3 1/14/4 Mula sajroning

prang agung

Mula jroning prang

agung

*#

4. 8 2/2/5 Lir sinanapon rêsik Lir sinapon rêsik *@

5. 9 2/11/6 Bangsa Landi kang

kang wus

Bangsa Landi kang

wus

*@

6. 24 6/12/2 Duk sinisiksa nèng

kunjaran tan tuk mijil

Duk siniksa nèng

kunjaran tan tuk mijil

*@

7. 25 6/18/7 Kuncara asmaning

lalilis

Kuncara asmaning

lalis

*@

Berdasarkan tabel di atas ditemukan 7 adisi pada naskah SPT. Adisi

pada naskah SPT umumnya terjadi karena pengulangan kata. Edisi

dilakukan melalui pertimbangan linguistik dan konteks kalimat yang telah

dipertimbangkan oleh penulis.

Tabel 3. Varian Hypercorrect

No. Hlm P/B/Br Teks SPT Edisi Ket

1. 9 2/13/1 pamampin pamimpin *

2. 12 2/38/5 sêngkut sêngkud *

Page 14: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

46

3. 14 3/4/4 kêlut kêlud *

4. 22 6/1/4 optobêr oktobêr *#

5. 26 6/27/2 pamampinira pamimpinira *

6. 30 7/36/2 nompèngblêr nopèmbêr *@

7. 31 8/4/4 bandora bandera *@

Berdasarkan tabel di atas ditemukan 7 hypercorect pada naskah

SPT. Hypercorect pada naskah SPT umumnya terjadi karena penggunaan

aksara yang tidak sesuai dengan ejaan, misalnya penggunaan aksara ta dan

aksara da. Selain itu, kesalahan penggunaan sandhangan. Edisi dilakukan

melalui pertimbangan linguistik dan konteks kalimat yang telah

dipertimbangkan oleh penulis.

Tabel 4. Varian Corrupt

No. Hlm P/B/Br Teks SPT Edisi Ket

1. 7 1/31/3 Osiping dwine - -

Berdasarkan tabel di atas ditemukan 1 corrupt pada naskah SPT.

Corrupt tersebut tidak dapat diterjemahkan dan disesuiakan dengan konteks

cerita sehingga tidak diedisikan. Naskah SPT termasuk naskah baru

sehingga selain berbahasa Jawa juga mendapat pengaruh Bahasa Indonesia

serta pinjaman istilah-istilah. Kosakata Bahasa Indonesia dan istilah-istilah

yang terdapat dalam naskah SPT sebagai berikut.

Page 15: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

47

Tabel 5. Kosakata Bahasa Indonesia

No. Hlm P/B/Br Teks SPT Arti

1. 2 1/9/3 pandhudhuk penduduk

2. 4 1/21/5 nylidiki menyelidiki

3. 9 2/15/4 gêmbira gembira

4. 10 2/21/1 sêpanjang sepanjang

5. 2 1/7/8 Sabilollah sabilillah

6. 5 1/25/9 Rêmusha romusha

7. 9 2/9/2 Tokiyo tokyo

8. 22 5/16/6 pêblik publik

9. 26 6/30/7 ropêblik republik

Selain itu untuk menyesuaikan konvensi tembang terdapat beberapa

kosakata yang ditulis sesuai kebutuhan dhong-dhing tembang sebagai berikut.

Tabel 6. Kata-kata sesuai Konvensi Tembang

No. Hlm P/B/Br Teks SPT Arti

1. 5 1/24/5 dèsi desa

2. 9 2/11/4 indonesiai indonesia

3. 9 2/14/2 dhawoh perintah

4. 10 2/18/2 mungsoh musuh

5. 11 2/30/2 sinêbuteo disebut

6. 11 2/32/2 prajuriteo prajurit

Page 16: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

48

7. 12 2/35/1 wismi wisma

8. 22 6/9/1 ngêpang mengepung

3. Suntingan Teks, Aparat Kritik dan Terjemahan

Setelah naskah melalui tahapan kritik teks selanjutnya naskah disajikan

dalam bentuk suntingan teks. Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk

aslinya yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam

kritik teks. Dalam suntingan teks harus disertai aparat kritik sebagai bentuk

pertanggungjawaban ilmiah (Baried,dkk 1985:68). Kritik teks ditandai dengan

pemberian nomor kritik teks dan pembetulan berupa aparat kritik disajikan dalam

bentuk catatan kaki atau footnote (Edi S. Ekadjati, 1992:6).

Suntingan teks naskah SPT menggunakan metode edisi standar. Metode

edisi standar yaitu menerbitkan naskah dengan cara membetulkan kesalahan-

kesalahan kecil atau ketidak-ajegan ejaan dengan sistem ejaan yang berlaku. Pada

edisi ini dilakukan pekerjaan editing seperti pungtuasi, penulisan kata, kalimat dan

pemberian komentar terhadap kesalahan teks. Kesalahan-kesalahan dan

pembetulan dicatat di tempat khusus agar selalu dapat diperiksa dan dibandingkan

sehingga memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca (Baried,dkk 1985:68).

Selain suntingan dan aparat kritik, disertakan pula terjemahan dari naskah

SPT. Terjemahan adalah pengalihan bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan

mempertahankan makna yang ada. Naskah SPT merupakan naskah Jawa carik dan

berbahasa Jawa, sedangkan masyarakat saat ini tidak semuanya mengerti bahasa

Jawa sehingga perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tujuan dari

terjemahan adalah untuk memudahkan pembaca masa kini dalam membaca dan

Page 17: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

49

memahami teks dari naskah (Darusuprapta, 1989:27). Kemudian untuk

mempermudah pembacaan suntingan teks naskah SPT maka disertai pedoman atau

tanda-tanda yang sesuai kaidah tatabahasa, sebagai berikut:

a. Huruf kapital untuk penulisan nama tokoh, nama panggilan, nama

tempat, istilah-istilah, nama bulan, dan nama hari.

b. Pemakaian tanda hubung untuk penulisan kata ulang (reduplikasi),

misalnya: rupa-rupa, idham-idhaman, rontang-ranting.

c. Pembuatan tabel untuk mempermudah pembacaan. Tabel sisi kiri untuk

tembang dan sisi kanan terjemahannya.

d. Pemisahan pupuh dengan menggunakan Romawi I,II,III dan seterusnya

untuk menunjukkan pergantian pupuh.

Contoh: Pupuh I Dhandhanggula

e. Penggunaan angka Arab 1,2,3 dan seterusnya untuk menunjukkan bait

tembang.

f. Penggunaan angka Arab ukuran kecil 1,2,3 dan seterusnya di atas kata

atau kelompok kata dalam suntingan teks menunjukkan kritik teks pada

catatan kaki.

g. Penggunaan angka Arab dalam kurung [1],[2],[3] dan seterusnya untuk

menunjukkan pergantian halaman.

h. Tanda /e/ digunakan untuk menandai vokal e yang dibaca [e] seperti

pengucapan kata ‘sate’.

i. Tanda /ê/ digunakan untuk menandai vokal e yang dibaca [ə] seperti

pengucapan kata ‘sêga’.

Page 18: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

50

j. Tanda /è/ digunakan untuk menandai vokal e yang dibaca [E] seperti

pengucapan kata ‘bèbèk’.

Berikut sajian suntingan teks, aparat kritik serta terjemahan naskah SPT

setelah mengalami berbagai tahapan penelitian.

Pupuh I Dhandhanggula

1. Kudhandhangan: nglipur tyas kang tis-tis/

mrih jatmika linimput angarang/

sinêrat ingkang katêmbèn/

katon lagi manthungul/

patang warsi ingkang kawingking/

katon mratah lyan praja/

cêtha yèn dinulu/

tan kalingan suwasana/

suprandene kèh janma tan bisa ngèksi/

wit pêtêng jroning driya//

Kuiginkan : menghibur hati yang sedih/

agar menjadi sebuah karangan yang baik/

yang baru saja ditulis/

terlihat baru muncul/

empat tahun yang lalu/

terlihat sampai ke negara lain/

jelas jika dilihat/

tidak disembunyikan keadaannya/

akan tetapi banyak manusia yang tidak bisa

melihat/

karena gelap hatinya//

2. Milanira: kapêksa sun nganggit/

wruh pra janma sami nambut karya/

tan ngèlingi ing mangsane/

gandhèng lan paprangan gung/

dènya nglantih jurit prang sabil/

tan kêndhat sêmangatan/

siyang lawan dalu/

tan pilih priya wanita/

rupa-rupa dènira ambage kardi/

mrih golong jroning driya//

Maka : terpaksa saya mengarang/

melihat para manusia yang bekerja/

tidak mengingat pada masanya/

bersatu dan peperangan besar/

olehnya melatih prajurit perang sabil (perang

kemerdekaan)/

tidak berhenti semangatnya/

siang dan malam/

tidak pilih pria wanita/

banyak pembagian tugas yang dilakukan/

agar bersatu dalam hati//

3. Orêg janma maratah jro nagri /

Kalang kabut manusia berhamburan di dalam

negara/

Page 19: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

51

ing padesan tan beda lan praja /

têkan pucuk gunung kabèh /

wus sami golong kayun /

dènya mimpin saya ngukuhi /

kadi wus tan ana liya /

kang kaciptèng kalbu /

dènya mrih idham-idhaman /

kang ginotèk kamardikan sabênira/

raharja jroning praja //

di pedesaan tidak beda juga di keraton/

sampai ke puncak gunung semua/

sudah bersatu keinginan/

olehnya memimpin semakin kuat/

seperti sudah tidak ada lain/

yang diinginkan hati/

yang menjadi cita-cita/

kemerdekaan yang dibicarakan oleh setiap orang/

selamat dalam negara//

4. Kongsi ngetog karosan tan wigih /

kringêt atus tan rinasèng driya /

tan olih kasusahane /

wit kabèh janma idhup /

kadunungan apês kang tan wrin /

yèn kapêngkok ing bêbaya /

tan wurung amêsgul /

mula jroning nambut karya /

aywa ninggal duga prayoga kang titis /

mrih luputibèng papa //

Sampai mengeluarkan kekuatan tanpa ragu/

keringat kering tidak dirasakan/

tidak menjadi kesusahannya/

karena semua orang hidup/

mendapat rugi tidak ada yang tahu/

bila menemui bahaya/

sudah pasti susah/

maka di dalam bekerja/

jangan meninggalkan perkiraan yang tepat/

agar lepas dari celaka//

5. Prayitnaning jroning andon jurit /

aywa kongsi kalindhih ing driya /

sawijina ing ciptane/

dènira arsa gayuh/

kongsi kurban lara lan pati/

wus mratah sabên janma/

tan lyan kang ing gayuh/

ka [2] mardikan têmbe wuntak/

angrungkêbi tanah tumpah rah kang suci/

binantu jurit dibya//

Hati-hati dalam berperang/

jangan sampai kalah oleh hati/

satukan di pikirannya/

jika ingin menggapainya/

sampai berkorban sakit dan mati/

sudah umumnya setiap manusia/

tidak lain yang dicapai/

kemerdekaan baru saja meluap/

melingkupi tanah tumpah darah yang suci/

dibantu prajurit sakti//

6. Talitinên: jaman anyar iki/

wis sêdhênge sira babar cipta/

amrih lêstari ing têmbe/

Perhatikan : jaman baru ini/

sudah seharusnya kamu berpikir/

agar lestari nantinya/

Page 20: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

52

wit wêktune wus nyungul/1

paprangan gung kabèh nêgari/

pêpati tan wilangan/

sami rêbut unggul/

mung nênuwun karsaning Hyang/

kang paprangan aywa nganti angêlêbi/

mring praja Surakarta//

karena waktunya sudah muncul/

peperangan besar semua negara/

kematian tak terhitung/

saling berêbut kemenangan/

hanya memohon kepada Tuhan/

agar peperangan jangan sampai membanjiri/

di kota Surakarta//

7. Kadiparan solahirèng janmi /

lamun nganti katrajang prang dunya/

tan wurung rarêmpon gêdhe/

nêdhêng iki kang wêktu/

durung kongsi kambah ing jurit/

rasaning tyas wus prang yuda/

malah kèh wong lampus/

katrajang prang sabillolah2/

wrêdinira tan bisa nyabili pikir/

kongsi têkèng pralaya//

Bagaimana tingkahnya manusia/

apabila sampai diserang perang dunia/

sudah pasti banyak korban/

sekarang ini waktunya/

belum sampai terkena perang/

rasanya hati sudah perang besar/

lebih-lebih banyak manusia yang mati/

diserang perang sabillilah (perang di jalan

Tuhan)/

artinya tidak bisa mencegah pikir/

sampai tiba kematian//

8. Pra priyagung: tumêkèng priyalit /

saya kêncêng dènya nambut karya/

mrih sampurna ing pangrèhe/

karya bantu prang agung/

aywa kongsi nguciwani/

wit kang sami don yuda/

tan bisa angurus/

kang kacipta mung ngayuda/

nadyan papa apa manèh têkèng pati/

gumantung karsaning Hyang//

Para bangsawan : sampai para rakyat/

semakin keras dalam bekerja/

agar sempurna memerintahnya/

bekerja membantu perang besar/

jangan sampai mengecewakan/

karena yang saling berperang/

tidak bisa mengurus/

yang dilakukan hanya berperang/

walaupun sengsara apalagi sampai mati/

tergantung kehendak Tuhan//

9. Wus gumêlar sejagad wêradin /

kang paprangan datan pilih janma/

Sudah digelar di seluruh dunia/

peperangan tidak pilih manusia/

1 Tertulis “awit wêktune wus nyungul” Adisi suku tembang (8u, Dhandhanggula seharusnya 7u) 2 Sabilolah merupakan pinjaman Bahasa Arab yang dikenal dengan istilah Sabilillah

Page 21: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

53

prajurit lan pandhudhuk3e/

gêng alit anèm sêpuh/

nora beda dènya ngajurit/

wingking kêlawan ngarsa/

wus golong ing kayun/

kayungyun arsa mardika/

kongsi lupa sanak kadang tan prêduli/

ngudi marga mrih harja//

prajurit dan penduduknya/

besar kecil muda tua/

tidak beda olehnya berperang/

belakang dan depan/

sudah satu harapan/

bersatu ingin merdeka/

sampai lupa anak saudara tidak perduli/

mengupayakan jalan agar selamat//

10. Yakinira jaman anyar iki /

kabèh janma wus krasa ing driya/

kandhas ing sanobarine/

tan pilih alit agung/

tuwa anom jalu lan èstri/

sêngkut anambut karya/

tan olih pakewuh/

kèh janma datan kuwagang/ 4

nanggulangi prang sabiling lair batin/

rina wêngi abranta// [3]

Yakinilah jaman baru ini/

semua orang sudah merasa di hati/

mendasar di dalam hatinya/

tidak pilih kecil besar/

tua muda laki-laki dan perempuan/

sungguh-sungguh dalam bekerja/

tidak boleh sungkan/

banyak manusia yang tidak kuat/

menanggulangi perang sabil lahir batin/

siang malam susah//

11. Brantanira têmah jungkir walik/

kelambrangan tan kamot ing driya/

têmah gunjing rusak kabèh/

lêbur jroning jagad gung/

bawur kuwur tan bisa ngèksi/

apa kang katon ngarsa/

kinêmah ginugut/

tan wrin sanak tuwin kadang/

luwih-luwih lawan sawènèhing janmi/

cakot-cinakot gantya//

Keluhannya sampai jungkir balik/

meronta-ronta tidak muat di hati/

hingga bergoyah rusak semua/

hancur lêbur dalam dunia/

sampai bingung tidak bisa melihat/

apa yang ada di depan/

dikunyah digigit/

tidak ingat anak dan juga saudara/

terlebih dengan sesama manusia/

saling gigit-menggigit//

12. Ilang sakèh kamanungsannèki5/ Hilang sifat kemanusiaannya/

3 Pandhudhuk merupakan kosakata Bahasa Indonesia 4 Tertulis “Kèh janma tan kuwagang” Lacuna suku tembang (7a, Dhandhanggula seharusnya 8a) 5 Tertulis “kamangnungsannèki” Adisi suku kata

Page 22: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

54

nanging janma kang nglêluri kuna/

ngêntêbi ing satriyane/

prasêtyanya pinikut/

nging dilalah karsaning Widhi/

karya obah ing janma/

tan mokal dinulu/

kabèh musthi kalampahan/

awit janma agung kalawan kang alit/

tan beda panduming Hyang//

tetapi manusia yg mempertahankan kuna/

mempertahankan sikap satrianya/

janjinya dipegang/

tetapi sudah menjadi kèhendak Tuhan/

usaha yang dilakukan manusia/

tidak mungkin dilihat/

sudah pasti terlalui/

karena manusia besar dan kecil/

tidak beda bagi Tuhan//

13. Têkèng janma kang tinitah luwih/

luwih sangking sêsamining gêsang/

wibawa lan pangwasane/

dadi tunggul praja gung/

dalah senapati kang sêkti/

lêbur sajroning aprang/

wit tan kiyat ngangkut/

angkutan sajroning praja/

ing padesan tumêkaning pucuk wukir/

kèh janma kapêrwasa//

Sampai manusia yang ditakdirkan lebih/

lebih daripada orang lain/

wibawa dan kekuasaanya/

jadi tonggak negara besar/

serta senapati yang sakti/

melebur ke dalam perang/

karena tidak kuat mengangkat/

angkutan di dalam kota/

di pedesaan sampai ke puncak gunung/

banyak manusia dianiaya//

14. Arsa ngobah pangwasa wus ênting/

angur mati kalamun tan bisa/

nata kaharjan prajane/

mula jroning prang agung/ 6

kèh praluhur tumêkèng lalis/

wit putêg ing tyasira/

têlas ing pangayun/

sumrambah têkèng kawula/

rontang-ranting dènira ngupaya bukti/

kèh janma nandhang papa//

Usaha penguasa sudah habis/

lebih baik mati namun tidak bisa/

menjaga ketentraman negaranya/

maka di dalam perang besar/

banyak para leluhur yang gugur/

karena buntu dalam hatinya/

habis pengharapannya/

menyebar sampai ke rakyat/

terlunta-lunta olehnya mencari makan/

banyak manusia menyandang sengsara//

15. Papanira wus êntèk kang budi/ Tempatnya sudah habis yang baik/

6 Tertulis “Mula sajroning prang agung” Adisi jumlah suku tembang (8u, Dhandhanggula seharusnya 7u)

Page 23: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

55

kang kabudi tan bisa kapanggya/

ngalor ngidul sêpi kabèh/

ngêrambyang turut lurung/

karya ngêrês janma kang ngèksi/

kang wrin tan mêntala/

têmah rigol kang luh/

puluh-puluh kadiparan/

wit manungsa mung sakdarma anglakoni/

bêja lawan cilaka//

yang diupayakan tidak bisa ketemu/

ke utara ke selatan sepi semua/

mengembara sepanjang jalan/

membuat sedih orang yang melihat/

yang melihat tidak tega/

sehingga keluar air mata/

berpuluh-puluh sebagaimana mestinya/

karena manusia hanya bisa menjalankan/

beruntung dan celaka//

16. Dèn kumpulke sakèh pêkir miskin/

tan wilangan tuwa lawan mudha/

lanang wadon datan kècèr/

sih akèh ingkang kantun/

sabên [4] ari kèh kang prapti/

sangking liyan padesan/

dalah sangking gunung/

wit kasrakat uripira/

datan omah pêkarangan tuwin têgil/

têmah sami ngumbara//

Dikumpulkan banyak fakir miskin/

tidak terhitung tua dan muda/

laki-laki perempuan tidak ketinggalan/

masih banyak yang tertinggal/

setiap hari banyak yang datang/

dari lain pedesaan/

juga dari gunung/

karena kekurangan hidupnya /

tidak punya rumah pekarangan dan kebun/

akhirnya mengembara//

17. Kongsi gêring badan kari lunglit/

tapih klasa sruwal bago tan wêtah/

wirang isin tan tinolèh/

kosobali kang punjul/

kadi lumban anèng jaladri/

sêngkuran dènya mrih donya/

wit barêngi wêktu/

laris sakèh kang dinagang/

kongsi rêga tikêl ping pitu : tan bali/

tikêl tanpa watêsan//

Sampai kurus badan tinggal kulit/

bawahan tikar celana dari goni tidak utuh/

malu tidak dihiraukan/

kebalikannya dari orang yang mampu/

seperti berenang di lautan/

terlena oleh harta/

karena bersamaan waktu ini/

laris sekali yang dijual/

sampai harga lipat tujuh kali : tak kembali/

berlipat tak terbatas//

18. Nadyan pangan rêgan saya mêncit/

samubarang butuhing manungsa/

tanpa watêsan mundhake/

Walaupun harga pangan semakin tinggi/

hal-hal kebutuhan manusia/

tanpa batasan naiknya/

Page 24: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

56

mung nari ingkang tuku/

arêp ora : tan kêna ngawis/

mangkono klêbu jaman/

prang sabil kang mucuk/

kang mundhak : dènurug tambah/

ingkang lêgok dèndhudhuki kongsi ênting/

kaprah uriping janma//

hanya menawarkan kepada pembeli/

mau tidak mau: tidak bisa menawar/

seperti itu termasuk jaman/

perang sabil yang memuncak/

yang naik : ditutup tambah/

yang cekung digali sampai habis/

sudah menjadi umumnya hidup manusia//

19. Karsanira kang para pamimpin/

anggènira ngudi karaharjan/

supaya padha uripe/

tinata amrih rukun/

bebarêngan anambut kardi/

lan sakèh ingkang bangsa/

dènatur para gung/

wis dilalah karsa Allah/

wus watake manungsa angumbar kapti/

anggulung jagad raya//

Kemauannya para pemimpin/

upayanya dalam menjaga ketentraman/

supaya bisa saling hidup/

tertata agar rukun/

bersama-sama bekerja/

dan banyak juga bangsa/

diatur para pemimpin/

sudah menjadi kehendak Allah/

sudah sifatnya manusia mengumbar keinginan/

menguasai dunia//

20. Yèn kinumpul kang amrih basuki/

jola-jola lir mina jinala/

ting garunêng pagrundêle/

kosok bali dènblithuk/

manthuk-manthuk lir cidhuk warih/

mangkono lamun janma/

kèh kleru panuju/

sumingkir mrih karaharjan/

ngalor ngidul tan wurung manggih bilahi/

lagi krasa ing driya//

Apabila berkumpul yang ingin selamat/

terkejut seperti ikan di jala/

saling bersautan keluhannya/

sebaliknya dibohongi/

manggut-manggut seperti gayung air/

seperti itulah bila manusia/

banyak salah tujuan/

menyingkir agar selamat/

ke utara ke selatan sudah pasti menemui

bahaya/

baru terasa di hati//

21. Yèn rinasa jroning jaman iki/

pra pamimpin dènira mrih harja/

kongsi mêrêsing budine/

tan ngetang siyang dalu/

Apabila dirasa jaman sekarang ini/

para pemimpin dalam menjaga ketentraman/

sampai memeras pikirannya/

tidak menghitung siang malam

Page 25: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

57

talusuran dènya nylidhiki7/

kadiparan marganya/

bisane rahayu/

priyagung [5] tuwin pangarsa/

anêtêpi prentah dhawuhirèng nagri/

mrih kumpul dadi juga//

mencari dengan teliti dalam menyelidiki/

sebagaimana jalannya/

agar bisa selamat/

bangsawan dan penguasa/

memenuhi perintah negara/

agar berkumpul jadi satu//

22. Kadi-kadi wus kèh janma myarsi/

wêcanira kang para pujangga/

tumrap kahanane têmbe/

wus têkèng mangsanipun/

mula aywa kongsi kalindhih/

datan amilih janma/

kabèh iku makluk/

bangsawan kang wus prasêtya/

angur sirna katimbang singkêl ing galih/

têtêp satriya tama//

Seperti yang banyak manusia saksikan/

katanya para pujangga/

terhadap keadaanya nanti/

sudah sampai waktunya/

maka jangan sampai kalah/

tidak memilih manusia/

semua itu makhluk/

bangsawan yang sudah berjanji/

lebih baik mati daripada susah di hati/

tetap menjadi satria utama//

23. Jaman anyar : ngancik patang warsi/

kèh bangsawan kang sami pralaya/

dalah kang mêngku kratone/

praja lor lawan kidul/8

karya tistis kaliwula alit/

dènya ngabdi wus lama/

tinilar akundur/

sanadyan ginanti nata/

mêksa branta kadi kecalan mêmanik/

rong praja padha uga//

Jaman baru : menginjak empat tahun/

banyak bangsawan yang meninggal/

juga yang memimpin keratonnya/

keraton utara (Mangkunegaran) dan selatan

(Kasunanan Surakarta)/

membuat sedih para rakyat/

olehnya mengabdi sudah lama/

ditinggalkan pulang (meninggal)/

walaupun diganti raja/

memaksa hati bagai kehilangan permata/

dua keraton sama juga//

24. Rupa sandhang tan bisa dhuwiti/

têmah wuda kongsi jarik klasa/

klasa bae klasa suwèk/

Pakaian tak bisa membeli/

sehingga telanjang sampai memakai tikar/

tikar saja tikar sobek/

7 Nyidhiki merupakan kosakata bahasa Indonesia 8 Tertulis “Praja lor lan kidul” Lacuna jumlah suku tembang (6u, Dhandhanggula seharusnya 7u)

Page 26: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

58

wit awis rêginipun/

godhong kayu kang sangking desi9/

ngêndi-êndi tan beda/

pakaryan tan urup/

nandyan tinêdha priyangga/

apa manèh karya nêdha anak rabi/

sapisan tan warata//

karena mahal harganya/

daun kayu yang dari desa/

dimana-mana tidak beda/

pekerjaan tidak hidup/

walaupun dimakan sendiri/

apa lagi untuk dimakan anak istri/

sama sekali tidak cukup//

25. Yakinira janma kèh kang tis-tis/

bingung sami ngudi ing pakaryan/

nging pakaryan lèrèn kabèh/

kahanan kabèh kantu/

samubarang butuhing janmi/

susah dènya ngupaya/

pangan saya nglangut/

mula sukaring pakaryan/

kongsi kurban lumêbu Remusha10 nagri/

lunga mring [6] liyan praja//

Yakinilah manusia banyak yang sedih/

bingung dalam mencari pekerjaan/

sebab pekerjaan berhenti semua/

keadaan semua lemah/

semua barang kebutuhan manusia/

susah olehnya mengusahakan/

pangan semakin tinggi/

seperti itu susahnya pekerjaan/

sampai berkorban masuk Romusha negara/

pergi ke kota lain//

26. Ninggal desa : anak tuwin rabi/

apa manèh têgal miwah sawah/

malah barang ngomah kabèh/

tininggal lunga mamprung/

wusanane têkèng lyan nagri/

dènira nambut karya/

tinêdha tan cukup/

wit sangking awising têdha/

kèh wong ngêlih wusana minggat ing

wêngi/

sangsara turut marga//

Meninggalkan desa : anak dan istri/

apa lagi kebun dan sawah/

terlebih semua benda rumah/

ditinggalkan pergi lantas/

akhirnya sampai negara lain/

olehnya bekerja/

dimakan tidak cukup/

karena mahalnya harga pangan/

banyak manusia kelaparan akhirnya pergi di

waktu malam hari/

sengsara di jalanan//

27. Pangrasane sih ngeman mring ragi/

tan wuninga lamun tibèng papa/

Perasaanya kasihan melihat harga/

tidak tahu jika jatuh dalam sengsara/

9 menyesuaikan konvensi tembang, seharusnya “desa” 10 Romusha (istilah untuk menyatakan kerja paksa jaman Jepang)

Page 27: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

59

aluwung sira ywa mêngeng/

lumêbu prajurit nung/

tan kuciwa asmaning janmi/

wit jroning jaman anyar/

janma kang misuwur/

tan njrih mati jroning yuda/

kang kinudang ing siyang kêlawan ratri/

mati nglabuhi praja//

lebih baik kamu jangan melarang/

masuk menjadi prajurit handal/

tidak mengecewakan namanya/

karena dalam jaman baru/

manusia yang terkenal/

tidak takut mati dalam perang/

yang digadang di siang dan malam/

mati membela negara//

28. Byar rahina radhio wus muni/

pidhatone kang para pangarsa/

lan para priyagung kabèh/

tan pêgat siyang dalu/

dènya nyêbar sakèh pawarti/

supadi sakèh janma/

wruh kartine luhur/

kaluhuraning praja/

lan prajurit kang don yuda tan njrih pati/

bela amrih mardika//

Byar siang hari radio sudah berbunyi/

pidhatonya para penguasa/

dan para bangsawan semua/

tidak putus siang malam/

olehnya menyebarkan banyak berita/

supaya banyak manusia/

tahu pekertinya luhur/

keluhuranya negara/

dan prajurit yang perang tidak takut mati/

membela agar merdeka//

29. Wus kèh sirna kang samya don jurit/

kang kawuri kang bantu ing yuda/

yèn durung luluh mungsuhe/

iku kang têtêp luhur/

prasêtyane jurit utami/

utama : sirna jroning prang/

luhur asmanipun/

nadyan mungsuh yutan wendran/

dora wêgah yèn kang sêdya durung

panggih/

lêbur barêng ngayuda//

Sudah banyak meninggal yang berperang/

yang di belakang membatu perang/

bila belum kalah musuhnya/

itu yang tetap luhur/

janjinya prajurit utama/

utama : mati di dalam perang/

luhur namanya/

walaupun musuh jutaan/

tidak mau jika yang diinginkan belum didapat/

hancur bersama dalam perang//

30. Tan prabeda sêdyaning pra janmi/

kang nèng wingking garising paprangan/

pêmudha pêmudhi kabèh/

Tidak berbeda keinginannya para manusia/

yang di belakang garis peperangan/

pemuda pemudi semua/

Page 28: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

60

saiyêg dènya bantu/

lan pandhudhuk jalu lan èstri/

tan awrat têkèng palastra/

lêga lileng kalbu/

janma kang akèh donyanya/

dènya bantu tan bandha kêlawan ragi/

bêrjuwang wêngi rina//

bersatu olehnya membantu/

dan penduduk laki-laki dan perempuan/

tidak takut sampai mati/

lega rela di hati/

manusia yang banyak hartanya/

olehnya membantu tidak harta maupun harga/

berjuang malam dan siang//

31. Sangking gêngnya dènya nunggil kapti/

[7]wus kacihnan kumpul ingkang janma/

duk nglantih osiping dwi11ne/

nêdhêng kalaning dalu/

rêmêng-rêmêng wulan dadari/

ewon janma kang neba/

pinêtha prang pupuh/

gurilya kang ngrabasèng prang/

magunturan surakira kapiyarsi/

kiwul dènya ngayuda//

Karena besar keinginannya untuk bersatu/

sudah semestinya manusia berkumpul/

ketika melatih prajurit osiping/

sampai waktu malam hari/

remang-remang bulan purnama/

ribuan orang yang berkumpul/

pertanda perang besar/

gerilya yang merusak perang/

berguguran seruannya kedengaran/

menanggulangi perang//

32. Dènjênêngi lan kang mêngku nagri/

kalihira sami sukèng driya/

amresani kawulane/

dènya nglantih prang pupuh/

de : saiyêg saeka-kapti/

pratandha kèh janma/

wus srah pati idhup/

mring praja dènyarsa bela/

ngrabasèng prang kalamun nèng

mungsuh prapti/

tan nêndya ngundurana//

Yang diangkat (raja) dan yang memangku

negara (presiden)/

keduanya bersenang hati/

menyaksikan rakyatnya/

olehnya melatih perang (latihan perang)/

yaitu : bersama bersatu/

pertanda banyak manusia/

sudah berserah mati hidup/

kepada negara mau membela/

menumpas perang apabila musuh datang/

tidak berniat mundur//

33. Karya giris janma kang miyarsi/

ing panyipta aboting ngayuda/

Membuat takut orang yang melihat/

yang dipikirkan beratnya perang/

11 Nama prajurit

Page 29: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

61

katêmbèn wruh latihane/

iba yêkti prang pupuh/

ing praja gung kang nêmbe jurit/

sajroning patang warsi/

malah saya mucuk/

mula priyagung : duk pirsa/

solahira janma kang linantih jurit/

tan siwah ing ngayuda//

baru tahu latihannya/

sangat nyata latihan perangnya/

di negara besar yang sedang perang/

selama 4 (empat) tahun/

semakin memuncak/

maka bangsawan : ketika melihat/

gerakan manusia yang berlatih perang/

tidak beda di peperangan//

34. Priyagung kang : sami anjênêngi/

duk ing dalu wus sami bibaran/

gya kundur mring kêdhatone/

kadi puh woting kalbu/

mratanani tan antara : ri/

pawarta wus sumêbar/

priyagung wus surud/

karya eram kang miyarsa/

lagi antuk pirang dina : sih jênêngi/

warti wus tilar praja//

Bangsawan yang : sudah dilantik/

pada waktu malam sudah pada bubar/

segera pulang ke keratonnya/

seperti diperas dalam hati/

meratalah tidak selang beberapa : hari/

berita sudah tersebar/

bangsawan sudah menyerah/

membuat heran yang merlihat/

baru dapat beberapa hari : dilantiknya/

kabar sudah meninggalkan negara//

35. Karya tis-tis kaliwula alit/

dèrèng lami dènira ngawula/

wit dènya gumanti rajèng/

dèrèng antuk sawindu/

anggêntèni ingkang ramaji/12

mila kèh kang sungkawa/

gya sami pinupus/

ywa kongsi kadawa-dawa/

puluh-puluh bêjane kawula alit/

wus takdiring Hyang Sukma//

Membuat sedih para rakyat /

belum lama olehnya mengabdi/

karena olehnya berganti raja/

belum sampai sewindu/

menggantikan sang raja/

maka banyak yang berduka/

sehingga diterima dengan ikhlas/

jangan sampai berkepanjangan/

berpuluh-puluh keberuntungan para rakyat/

sudah menjadi takdir Tuhan//

36. Mung nênuwun ing ngarsaning Widhi/

mugi-mugi kahananing yuda/

Hanya memohon kepada Tuhan/

semoga keadaan perangnya/

12 Tertulis “Anggènteni kang ramaji” Lacuna jumlah suku tembang (8i, Dhandhanggula seharusnya 9i)

Page 30: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

62

ingkang sirêp sakabèhe/

prajurit kang don pupuh/

unggu-[8]-ling prang ywa nguciwani/

nagri Indonesia/

kondhang asmanipun/

pulih duk jamaning kuna/

kang don jurit samya bali kèh basuki/

têntu kèh mijil waspa//

dapat berakhir semuanya/

prajurit yang berlatih perang/

bisa menang perang jangan mengecewakan/

negari Indonesia/

terkenal namanya/

kembali seperti jaman dulu/

yang perang bisa kembali dengan selamat/

tentu banyak mengeluarkan air mata//

Pupuh II Mijil

1. Dèrèng dangu dènira kang nganggit/

nuli wontên wartos/

kang lyan praja kang nêmpuh prang

gêdhe/

kèh pêpati lir babatan Pacing/

wit katiban mimis/

kang nama bom atum//

Belum lama olehnya mengarang/

lalu ada berita/

di negara lain yang menempuh perang besar/

banyak kematian seperti mengkudu yang

ditebas/

karena terkena tembakan/

yang bernama bom atum//

2. Pablêdhosing : mimis angêbêki/

sakutha lir jêmblong/

nadyan tikus mati sakcindhile/

apa manèh kewan gung lan janmi/

lir sinapon rêsik/13

kabèh padha lampus//

Meletusnya : tembakan memenuhi/

seluruh kota seperti tenggelam/

kalaupun tikus mati beserta anak-anaknya/

apa lagi hewan besar dan manusia/

seperti tersapu bersih/

semuanya mati//

3. Wlasing galih ngrungu ingkang lalis/

sêpuh tuwin anom/

gêdhe cilik lan raja kayane/

datan ana kang kari sawiji/

kandhêg angajurit/

gya sami amundur//

Prihatin hati mendengar yang meninggal/

tua dan muda/

besar kecil dan hewannya (kuda,sapi,kerbau)/

tidak ada yang tertinggal satu pun/

berhenti peperangan/

segera menyerah//

13 Tertulis “Lir sinanapon resik” Adisi suku tembang (7i, Mijil seharusnya 6i)

Page 31: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

63

4. Pangagênging wadya ing jaladri/

kalanirèng anon/

jumêgur ingkang mimis plêthèke/

cêtha lamun kèh janma kang lalis/

ngunadikèng galih/

tan wurung alêbur//

Pembesarnya prajurit di lautan/

pada saat melihat/

bergelegar jatuhnya tembakan/

jelas apabila banyak orang yang mati/

bergumam dalam hati/

sudah pasti mati//

5. Tur wuninga kang jumênèng aji/

ing nagri Tokiyo/

kawontênan dènira prang rame/

yèn linantur dènya andon jurit/

mung karya pêpati/

tan wontên kinukup//

Juga terlihat yang memimpin/

di negara Tokyo/

terdapat banyak perang/

apabila terlalu lama terjadi perang/

hanya menyebabkan kematian/

tidak memperoleh apa-apa//

6. Wus dilalah karsaning Hyang Widhi/

sang nata Tokiyo/

duk amirêng aturing mantrine/

saknalika trênyuh ing panggalih/

gung wlas mring pra janma/

sakpraja wus lampus//

Sudah menjadi kehendak Tuhan/

yang memerintah Tokyo/

saat mendengarkan laporan menterinya/

seketika bersedih dalam hati/

besar prihatin kepada para manusia/

se-kota sudah mati//

7. Gya ngandika mring prêdana mantri/

pamimpin prang pupuh/

kang supaya lèrèn ing perange/

sakèh wadya kinèn sami bali/

mring nagri pribadi/

lan kinèn sung wêruh//

Segera berkata kepada perdana menteri/

pemimpin perang besar/

agar berhenti perangnya/

banyak prajurit diperintahkan kembali/

ke negara masing-masing/

dan diperintahkan untuk memberitahu//

8. Mring pamimpin mungsuh kang don jurit/

kanthi layang waton/

aprajanji yèn lèrèn perange/

sinêksè-[9]-nan lan pra panggêdhèning/

pirang-pirang nêgri/

kang sami dènutus//

Kepada pemimpin musuh yang berperang/

melalui surat keterangan/

berjanji jika berhenti perangnya/

disaksikan oleh para pembesarnya/

dari banyak negara/

yang telah diutus//

9. Sêsarêngan lampahnya nèng jladri/ Bersama-sama langkahnya di lautan/

Page 32: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

64

mring nagri Tokiyo14/

lan dèniring prajurit lan gêdhe/

kang miranti nanggulangi jurit/

kèndêl têngah jladri/

tan minggir alabuh//

ke kota Tokyo/

dan diiringi prajurit dan pemimpin/

yang siap menanggulangi perang/

berhenti di tengah laut/

tidak menepi berlabuh//

10. Têbihira taksih sadasa mil/

dènya sami ngêntos/

kêmpalira kang para prang gêdhe/

kang kinarya sami anêksèni/

kontaping pawarti/

pêrtamuan agung//

Jaraknya masih 10 mil/

olehnya saling menunggu/

berkumpulnya yang akan berperang besar/

untuk saling menyaksikan/

munculnya berita/

pertemuan agung//

11. Dènirarsa ngèstu dhêdhawuhing/

nata ing Tokiyo/

dènya paring ing kamardikane/

pandhudhuk ing Indonesiai15/

ginêgêm prentahing/

bangsa Landi kang wus//16

Keinginannya melakukan pertemuan/

raja di Tokyo/

yang akan memberi kemerdekaan/

(kepada) penduduk di Indonesia/

digenggam perintahnya/

seperti bangsa Belanda yang sudah-sudah//

12. Dènya labuh dènya nglawan jurit/

tan ngetung kang layon/

ewon gêdhèn mati ting bewèwèr/

dènya pêrang jroning kawan warsi/

sawêg kèndêl jurit/

labêt wlasing kalbu//

Olehnya membela olehnya berperang/

tidak terhitung yang mati/

ribuan besar mati berceceran/

olehnya perang dalam empat tahun/

sedang berhenti perang/

oleh karena prihatin hatinya//

13. Duk anampi aturing pamimpin17/

rusaking rarêmpon/

wus kanyatan rusak sakuthane/

kamiwlasên sajroning panggalih/

mila kinèn nyapih/

dènira prang pupuh//

Saat menerima perintah pemimpin/

rusak banyaknya korban/

sudah nyata rusak se-kotanya/

semakin prihatin di dalam hati/

maka disuruh melerai/

olehnya perang besar//

14 Tokyo 15 Meneyesuaikan konvensi tembang, maksudnya “Indonesia” 16 Tertulis “Bongsa Landi kang kang wus” Adisi jumlah suku tembang (7u, Mijil seharusnya 6u) 17 Tertulis “Pamampin” Hipercorect

Page 33: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

65

14. Datan liya prasêtya ing galih/

dènya paring dhawoh18/

amutusi kangge mardikane/

dènsêksèni para panggêdhèning/

perang sanès nagri/

kang amrih rahayu//

Tidak lain janji dalam hati/

olehnya memberi perintah/

memutuskan untuk merdekanya/

disaksikan para pembesarnya/

perang negara lain/

agar selamat//

15. Pra pandhudhuk ing Asia wradin/

duk mirêng pawartos/

kèndêling prang lan karusakane/

gung gembira19 sithik ngêmu tis-tis/

wartosing rusaking/

nêgri kang wus lêbur//

Para penduduk di Asia semua/

saat mengetahui berita/

berhentinya perang dan kerusakannya/

besar gembira sedikit bersedih/

berita kerusakannya/

negara yang sudah hancur//

16. Anjalari kang katiban mimis/

rêsik lir sinapon/

wit mawa gas têmah mati kabèh/

nging tan ngapa : wit datan ngrawuhi/

mung kaciptèng galih/

wus lêbur prang pupuh//

Menyebabkan yang kejatuhan tembakan/

bersih seperti disapu/

karena kandungan gas menyebabkan mati

semua/

tetapi tidak mengapa : karena tidak

mendatangi/

hanya terpikirkan hati/

sudah selesai perang besar//

17. Horêg janma kabèh wus miyarsi/

kêbak kang pawartos/

mardikane ra-[10]-yat kang dèname/

rina wêngi kang tansah mêmuji/

wus lêbur don jurit/

tan ngandhut rêridhu//

Terguncang semua manusia yang mengetahui/

penuh dengan berita/

merdekanya rakyat yang diinginkan/

siang malam selalu memohon/

sudah selesai perangnya/

tidak membawa godaan//

18. Kadi kang wus siyang lawan ratri/

mar : katêkan mungsoh20/

kèh parentah kinèn nyêpakake/

Seperti biasanya siang dan malam/

khawatir : kedatangan musuh/

banyak perintah disuruh menyiapkan/

18 Menyesuaikan konvensi tembang, maksudnya “dhawuh” 19 Gêmbira merupakan kosakata bahasa Indonesia 20 Menyesuaikan konvensi tembang, maksudnya “mungsuh”

Page 34: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

66

kang piranti karya nanggulangi/

yèn mungsuhnya prapti/

nibani gas murub//

peralatan untuk menanggulangi/

jika musuhnya datang/

menjatuhkan gas berapi//

19. Karya nyirêp dahana kang bêsmi/

ywa mrèntèk angobong/

lan jugangan karya dhêlikane/

aja nganti kêna blêdhosaning/

mimis kang dèn isi/

piranti ambunuh//

Mematikan api yang membakar/

jangan sampai merambat membakar/

dan parit sebagai persembunyiannya/

jangan sampai terkena letusannya/

tembakan yang diisi/

bahan yang membunuh//

20. Marmanira wêktu dina iki/

nyipta wus kêlakon/

mring pra janma idham-idhamane/

pama : udun wus miwah kang wanci/

tansah antuk jampi/21

èstri tuwin kakung//

Sehingga waktu hari ini/

keinginan sudah tercapai/

kepada para manusia cita-citanya/

seumpama : penyakit kulit (wudun) sudah

waktunya meletus/

selalu mendapat obat/

perempuan dan laki-laki//

21. Gung gêmbira ing sêpanjang22 margi/

kang tansah mong-omong/

mung mardika kang dèncritakake/

lan pungkasan kang sami don jurit/

kèh sami miyarsi/

nèng radhiyo umum//

Besar gembira di sepanjang jalan/

yang selalu dibicarakan/

hanya merdeka yang diceritakan/

dan berakhirnya peperangan/

banyak yang mendengarkan/

di radio umum//

22. Gêgrombolan anèng pinggir margi/

sawènèh mêlancong/

apa manèh kalanirèng sore/

têkèng ratri kèh janma nèng margi/

wit dilah dalègtris/

kathah sami murub//

Bergerombol di pinggir jalan/

sebagian jalan-jalan/

apalagi di waktu sore/

sampai malam banyak orang di jalan/

karena lampu listrik/

banyak yang menyala//

23. Tan kacrita gunging tyas pra janmi/

kadi wus tan pêdhot/

Tidak terceritakan besarnya hati manusia/

seperti sudah tidak putus/

21 Tertulis “Lan antuk jampi” Lacuna jumlah suku kata (5i, Mijil seharusnya 6i) 22 Sêpanjang merupakan Kosakata bahasa Indonesia

Page 35: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

67

isih akèh janma prihatine/

labêtira kêntèkan kang bukti/

rusaking pambudi/

wit dènira nganggur//

masih banyak keprihatinannya/

oleh karena kèhabisan pangan/

rusaknya budi pekerti/

karena olehnya menganggur//

24. Patang warsi datan nambut kardi/

labêtirèng jrompo/

kang sih rosa jubêl pintirane/

kang sawènèh karya ngumbar kapti/

lumuh ing pakardi/

gêsangnya wus brundhul//

Empat tahun tidak bisa bekerja/

karena dipenjara/

yang masih kuat ikatannya/

yang lainnya menebarkan keinginan/

malas dalam bekerja/

hidupnya sudah gersang//

25. Nandhang papa rina lawan wêngi/

têmah angêloyo/

ngalor ngidul sakparan-parane/

kongsi ilang sipatirèng janmi/

têkèng jaman iki/

karya ngrês kang dulu//

Menyandang sengsara siang dan malam/

sehingga menjadi lemah/

ke utara ke selatan kemana-mana/

sampai hilang sipatnya manusia/

sampai dengan jaman ini/

membuat sedih yang melihat//

26. Mung bêkjane janma kang sih eling/

santosa kang batos/

nadyan garing nora de-[11]-nya

mêngeng/

aywa kongsi ilang sipat janmi/

mung nuwun Hyang Widhi/

paringana kemut//

Beruntung bagi orang yang masih ingat/

sentosa batinnya/

walaupun kering tidak bisa olehnya melarang/

jangan sampai hiang sifat manusia/

hanya memohon kepada Tuhan/

agar selalu diingatkan//

27. Wus dilalah karsaning Hyang Widhi/

dènya karya lakon/

kongsi têpung jagad raya kabèh/

kang supadi janma bisa eling/

nêmbah mring Hyang Widhi/

ja : nak mangan turu//

Sudah menjadi kehendak Tuhan/

olenya menjalani/

sampai merata ke seluruh alam/

agar manusia bisa ingat/

menyembah kepada Tuhan/

jangan : enak makan tidur//

28. Lali dènya manêmbah Hyang Widhi/

wit kaselan lakon/

kongsi ilang ing kasubratane/

Lupa olehnya menyembah Tuhan/

karena dalam menjalankan perintah/

sampai hilang keluhurannya/

Page 36: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

68

kang kacipta nikmating ngaurip/

tan wruh samêng janmi/

kinèn sami rukun//

yang diinginkan hanya kenikmatan hidup/

tidak tahu sesama manusia/

diperintahkan selalu rukun//

29. Anêruske caritaning janmi/

jroning jaman anom/

kèh kang ngrasa luwasing susahe/

wit kahanan beda lan kang uwis/

mung kari ngupadi/

têdha karya idhup//

Meneruskan ceritanya manusia/

di dalam jaman baru/

banyak yang merasa sangat susah/

karena keadaan beda dari yang biasanya/

hanya tinggal mencari/

makan untuk hidup//

30. Anyarêngi wangsuling prajurit/

kang sinêbuteo23/

miwah jurit pambela tanahe/

sêsarêngan Rumusha don kardi/

sing liyaning nagri/

sadaya wus wangsul//

Bersamaan dengan pulangnya prajurit/

yang disebut tadi/

serta prajurit pembela tanahnya/

bersamaan dengan Romusha yang dilakukan/

di lain negara/

semua sudah pulang//

31. Gumarudug sabên ari prapti/

kongsi karya repot/

ingkang ngurus karya sandhangane/

lan sandhangan dèrèng dipuntampi/

têka lunga dlidir/

mantuk datêng dhusun//

Berbondong-bondong setiap hari datang/

sampai membuat repot/

yang mengurusi pakaiannya/

dan pakaiannya belum diterima/

datang dan pergi begitu saja/

pulang ke desa//

32. Tan wilangan Rumusha kang prapti/

lan prajuriteo24/

sêsarêngan nampi gancarane/

kang sandhangan mring kantor nagari/

kongsi kang ngêbêki/

kantor karya ngêdum//

Tidak terhitung Romusha yang datang/

dan prajuritnya/

bersama-sama menerima imbalannya/

pakaian ke kantor negara/

sampai memenuhi/

kantor sebagai tempat pembagian//

33. Ngetan ngulon dalidir nèng margi/

ngidul miwah ngalor/

kadi ana karameyan gêdhe/

Ke timur ke barat pergi ke jalan/

ke selatan dan ke utara/

seperti ada keramaian besar/

23 Menyesuaikan konvensi tembang, “sinebuta” 24 Menyesuaikan konvensi tembang, “prajurite”

Page 37: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

69

wêktunira sêsarêngan janmi/

pandhudhuk kang sami/

nyadhong komponipun//

waktunya bersama-sama manusia/

penduduk yang saling/

datang meminta beras bagiannya//

34. Adhiyahing mardikaning nagri/

kaparingan gantos/

wus kas têpêg nuju ing wulane/

bangsa Jawi dungkap ari adi/

umum karya ganti/

kèh tan gadhah santu-[12]-n//

Hadiah kemerdekaan negara/

mendapatkan ganti/

sudah baru saja sampai pada bulannya/

bangsa Jawa merayakan lebaran/

umumnya mendapat ganti/

banyak yang tidak punya pakaian//

35. Janma ingkang baku bale wismi25/

kang gadhah kompon wos/

wontên kang tan antuk adhiyahe/

mung malompong katon wêlas asih/

mung narimèng Widhi/

baya durung wêktu//

Manusia yang pokok dalam rumah/

yaitu mempunyai beras/

ada yang tidak memperoleh hadiahnya/

hanya bengong terlihat kasihan/

hanya pasrah menerima/

mungkin belum waktunya//

36. Wit bêjane manungsa tan sami/

sih karya lêlakon/

mung ywa pêgat nyuwun ngapurane/

aywa kantu Gusti amaringi/

siyang tuwin ratri /

sihira Hyang Agung//

karena keburuntungan manusia tidak sama/

maka dalam melangkah/

jangan putus meminta ampunan/

tak habis-habis Tuhan memberikan/

siang maupun malam/

kasihnya Yang Maha Kuasa//

37. Jroning wartos mardikaning nagri/

karya horêging wong/

rupa-rupa janma kahanane/

awit janma umume ngupadi/

dalajat kang inggil/

bisaa amêngku//

Dalam berita merdekanya negara/

membuat panik orang/

bermacam-macam keadaan manusia/

karena manusia umumnya mencari/

derajat yang tinggi/

keinginan untuk menguasai//

38. Pangwasane bisaa kang luwih/

lir lurahing kantor/

saparane ana kang dhèrèkke/

yèn wong kriya lir sudagar nêgri/

Kekuasaanya ingin menjadi lebih/

seperti lurah di kantor/

kemana-mana ada yang mengikuti/

jika orang bekerja seperti pedagang negara/

25 Menyesuaikan konvensi tembang, maksednya “wisma”

Page 38: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

70

sêngkud26 nambut kardi/

bandha tumpuk-tumpuk//

rajin dalam bekerja/

harta bertumpuk-tumpuk//

39. Nadyan wêktu jaman anyar iki/

isih ngêmu raos/

pra priyayi tuwin sudagare/

durung wêruh kahanan kang prapti/

bot ènthènging kardi/

pangkat munggah mêdhun//

Walaupun waktu jaman baru ini/

masih dapat terasa/

para bangsawan dan pedagangnya/

belum tahu keadaan yang ada/

berat ringannya pekerjaan/

pangkat naik turun//

40. Bab dagangan mundhak suda rêgi/

jrih lamun kêplorot/

nora ngetung kang wus bêbathène/

tikêl satus tan rinasèng galih/

wêktunira isih/

awis rêginipun//

Bab jualan semakin berkurang nilai jualnya/

takut bila semakin jatuh/

tidak menghitung keuntungannya/

seratus kali lipat tidak terasa/

waktu sekarang ini/

mahal harganya//

41. Pra pamimpin jrih lamun kêbalik/

pangkatnya kêplorot/

wit tatanan mêsthi kèh bedane/

bêja ingkang sinêngkake inggil/

wontên kang gung tis-tis/

pocot pangkatipun//

Para pemimpin takut bila terbalik/

pangkatnya terjatuh/

karena tatanan pasti banyak bedanya/

beruntung yang (pangkatnya) dinaikkan/

ada juga yang sangat bersedih/

lepas pangkatnya//

42. Gung tis malih kang tan antuk kardi/

wit tutup kang kantor/

rupa-rupa pakaryan kèh lèrèn/

margi sangking pamimpin kèh mulih/

mring nagri pribadi/

ing dhawuh nata gung//

Sangat sedih lagi yang tidak punya pekerjaan/

karena tutup kantornya/

banyak pekerjaan yang berhenti/

karena banyaknya pemimpin yang pulang/

ke negaranya masing-masing/

diperintah raja besar//

43. Sigêg janma kang sami [13] gung tis-tis/

nyarêngi lêlakon/

dhatêngira kang montor mabure/

anyar katon ibêre tan inggil/

kèh kagèt kang ngèksi/

Berhenti manusia yang sangat bersedih/

bersamaan dengan adanya/

kedatangan pesawat terbang/

baru terlihat saat terbang rendah/

membuat kaget yang melihat/

26 Tertulis “sengkut” Hypercorrect

Page 39: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

71

cêtha lamun mungsuh// jelas bahwa itu musuh//

44. Mawa ciri bandera Wêlandhi/

ngubêngi kêdhaton/

bola-bali sansaya ngêlèmprèh/

kongsi cêtha kang sami kang ngèksi/

samya was ing galih/

cêtha montor mungsuh//

Membawa tanda bendera Belanda/

mengitari keraton/

berulang kali semakin terbang rendah/

sampai terlihat jelas yang melihat/

semakin khawatir di hati/

jelas bila pesawat musuh//

45. Ajrih lamun anibani mimis/

tan wurung kèh layon/

nadyan wartos wus kèndêl perange/

bok manawi dèrèng wrin kang warti/

sinèngguh sih jurit/

angsêg perangipun//

Takut bila menjatuhi tembakan/

sudah pasti banyak kematian/

walaupun berita sudah berhenti perangnya/

mungkin saja belum tahu beritanya/

dianggap masih perang/

(sehingga) didesak perangnya//

46. Duk nalika janma sami ngèksi/

ibêrirèng montor/

wela-wela wruh anyêbarake/

koranira gya kabuncang anging/

kèh janma nututi/

wit dènya awêruh//

Pada saat manusia menyaksikan/

terbangnya pesawat/

jelas sekali terlihat menyêbarkan/

korannya segera terbawa angin/

banyak orang mengikuti/

karena ingin mengetahui//

47. Bibar nyêbar : bablas tanpa bali/

anuju mangulon/

jroning koran apa ing unine/

nora susah pun gatèkên tulis/

mung sami mêmuji/

dwi nata rahayu//

Setelah menyebar : pergi tidak kembali/

menuju ke barat/

di dalam koran apakah bunyinya/

tidak susah membaca tulisannya/

hanya bisa bersyukur/

dua raja selamat//

Pupuh III Sinom

1. Sinome katon ngalela/

isih atunggil kang warsi/

horêging kang para janma/

kang ginotèk sabên ari/

Sinomnya terlihat jelas/

masih sama tahunnya/

gemparnya para manusia/

yang dibicarakan setiap hari/

Page 40: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

72

siyang dalu kapyarsi/

tan liyan ingkang rinêmbug/

mung mardikaning praja/

wus kacihnan jroning nagri/

wanci ratri mubyaring dilah warata//

siang malam terdengar/

tidak lain yang dibicarakan/

hanya merdekanya negara/

sudah menjadi ciri dalam negara/

saat malam lampu-lampu hidup merata//

2. Pêmudhi tuwin pêmudha/

kèh sarimbit turut margi/

katon suka solahira/

tumêkaning wanci ratri/

saya kathah kang prapti/

kang ngrasa kinarya lipur/

labêt mêntas sungkawa/

pêtêng dhêdhêt sabên ratri/

rina wêngi tan têntrêm raosing driya//

Pemudi dan pemuda/

banyak berpasangan turun ke jalan/

terlihat senang tingkahnya/

hingga sampai malam hari/

semakin banyak yang datang/

yang merasa mendapat penghiburan/

oleh karena terlepas dari kesusahan/

gelap gulita setiap malam/

siang malam tidak tentram yang

dirasakan//

3. Pangrasane wus mardika/ [14]

kadi kang kacritèng ngarsi/

durung rinasa ing driya/

kandhas jroning sanubari/

raos mardika yêkti/

lan sapa ingkang amêngku/

aja amung ubyang-ubyung turut marga//

Perasaannya sudah merdeka/

seperti yang diceritakan di atas/

belum terasa di hati/

hancur dalam sanubari/

rasa merdeka nyata/

dan siapa yang akan memerintah/

jangan hanya bergerombol di jalan//

4. Waspadakna kang pramana/

lan tolèhên ing kawingking/

nèng sajroning jaman anyar/

ywa kongsi kêlud27 pawarti/

kamardikaning nagri/

apa wus sêpèn kang butuh/

awit umuming janma/

tan sawiji kang pinitir/

nadyan uwis jamanira kang mardika//

Pehatikan sungguh-sungguh/

dan tengoklah ke belakang/

di dalam jaman baru/

jangan sampai disapu berita/

kemerdekaan negara/

apa sudah sepi kebutuhannya/

karena umumnya manusia/

tidak satupun yang terputus/

walaupun jamannya sudah merdeka//

27 Tertulis “kelut” Hypercorrect

Page 41: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

73

5. Mung padhanging dilah marga/

abyor kalanirèng ratri/

sabên wisma wus warata/

dilah tanpa aling-aling/

prandene maksih sêpi/

suwara kalaning dalu/

labêt durung mardika/

ing lair tumêkèng batin/

nadyan padhang : mung netra pirsa

pramana//

Hanya terangnya lampu jalan/

menyala saat malam hari/

setiap rumah sudah merata/

lampu tanpa penghalang/

walaupun masih sepi/

suara di malam hari/

sebab belum merdeka/

di lahir dan juga batin/

walaupun terang : hanya mata yang

melihat terang//

6. Pramanakna kang waspada/

kahananing sabên ari/

isih panggah samubarang/

kabutuhaning pra janmi/

aywa kliru panampi/

kang sabar dènira nunggu/

rêja-rêjaning jaman/

ywa girang kalamun prapti/

jroning suka : èngêta ing panalangsa//

Perhatikan sungguh-sungguh/

keadaan setiap hari/

masih kuat semua hal/

kebutuhannya para manusia/

jangan salah terima/

yang sabar olehmu menunggu/

tentramnya jaman/

jangan senang apabila datang/

dalam suka : ingatlah pada penderitaan//

7. Tan gampang janma mardika/

yèn durung putus ing budi/

kadi rêsi pucak arga/

kang kapandèng mung sawiji/

muji manêmbah Gusti/

mrih angsal kang suwarga gung/

beda-bedaning janma/

kang anèng sajroning nagri/

kang kacipta mung sandhang kêlawan

têdha//

Tidak mudah manusia merdeka/

jika belum selesai pekertinya/

seperti pendeta puncak gunung/

yang dilakukan hanya satu/

berdoa menyembah Tuhan/

agar mendapat surga yang besar/

berbeda-beda manusia/

yang ada di dalam negara/

yang dipikirkan hanya sandang dan

pangan//

8. Janma kang wus numpuk bandha/

saya tambah sabên ari/

tan kaprentah liyan janma/

Manusia yang sudah mengumpulkan harta/

semakin bertambah setiap hari/

tidak diperintah orang lain/

Page 42: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

74

kajaba tatanan nagri/

tan kurang kang binukti/

sandhang malah tumpuk-tumpuk/

suprandene kèh ngupaya/

bandha kang luwih kadyèki/

karêpira jagade gulung [15] sadaya//

kecuali tatanan negara/

tidak kekurangan pangan/

sandang semakin bertumpuk-tumpuk/

walaupun begitu banyak mencari/

harta yang semakin banyak/

keinginannya menguasai semua alam//

9. Saya gung ngumbar kang murka/

apa tan wêruh ing margi/

janma ingkang nyandhang papa/

kongsi wuda tan têtapih/

klasa karya nutupi/

prandene tan bisa brukut/

yèn kapêthuk anèng marga/

malingos lir panggih anjing/

jroning nala : nutuh salahnya priyangga//

Semakin besar mengumbar keserakahan/

apa tidak tahu di jalan/

manusia yang mengalami sengsara/

sampai telanjang tidak berpakaian/

tikar sebagai penutupnya/

itupun tidak bisa menutupi seluruhnya/

jika bertemu di jalan/

berpaling seperti bertemu anjing/

dalam hati : menyalahkan diri orang

tersebut//

10. Tan pisan wêlas mring janma/

mangkono watake janmi/

dudu sanak dudu kadang/

tanda yèn wong kêsèt kardi/

apamanèh pra inggil/

kang duwe pangwasa luhur/

durung nêmahi papa/

wiwit alit dènya mukti/

yèn ngrèh janma : sak karsanira

priyangga//

Tidak pernah kasihan kepada manusia/

seperti itu sifatnya manusia/

bukan anak bukan saudara/

tanda jika malas bekerja/

apalagi para penguasa/

yang punya penguasaan tinggi/

belum pernah merasa sengsara/

dari kecil selalu kecukupan/

bila memerintah manusia : seenaknya

sendiri//

11. Kalêbu ing jaman mangkya/

karsaning kang nata nagri/

mrih warata gêsangira/

sêsarêngan nambut kardi/

aywa ana kang bêngkrik/

angudi kang amrih rukun/

Termasuk di jaman nanti/

keinginan yang memerintah negara/

agar merata hidupnya/

bersama-sama bekerja/

jangan ada yang bertengkar/

berusaha agar saling rukun/

Page 43: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

75

kang supaya santosa/

bisa têntrêm jroning nêgri/

gung kuncara kalamun nagri mardika//

agar sentosa/

bisa tentram dalam negara/

besar terkenal apabila negara merdeka//

12. Tan gampang janma mardika/

yèn isih dadya makardi/

kinêrèh kang asung blanja/

yèn salah dipundukani/

satêmah dadya runtik/

tansah perang jroning kalbu/

nadyan kang asung duka/

yèn asih kablanja nagri/

isih dènrèh : nindake ing wajibira//

Tidak mudah manusia merdeka/

bila masih menjadi pekerjaan /

diperintah yang memberi bayaran/

bila salah dimarahi/

akhirnya menjadi sakit hati/

menjadi perang dalam hati/

walaupun yang memberi marah/

bila kasihan dibayari negara/

masih diperintah : melakukan

kewajibannya//

13. Jaba kang jumênèng nata/

kang wus mardika kang nêgri/

tan rinêrèh liyan raja/

nama mardikaning nagri/

sêmbarang kang kinapti/

tan ana kang ngaru biru/

nanging panduganingwang/

kang gampang mardikèng aji/

samubarang kang kudu yasa priyangga//

Kecuali yang menjadi raja/

yang sudah merdeka negaranya/

tidak diperintah lain raja/

namanya telah merdeka negaranya/

macam-macam yang diinginkan/

tidak ada yang mengganggu/

namun perkiraan saya/

yang mudah merdeka itu/

semua hal yang harus dibuat sendiri//

14. Tan sekedhik prabot praja/

aywa kongsi nguciwani/

sêmbarang ingkang santosa/28

guru bakal guru dadi/

tan gampang dadya kardi/

asal sangking prajanipun/

sanadyan datan ngayuda/

kudu duwèni prajurit/

Tidak sedikit keperluan negara/

jangan sampai mengecewakan/

apa saja yang sentosa/

bahan baku dan barang jadi/

tidak mudah menjadi pekerjaan/

berasal dari kotanya/

walaupun tidak berperang/

harus mempunyai prajurit/

28 Tertulis “sêmbarang kang santosa” Lacuna suku tembang (7a, Sinom seharusnya 8a)

Page 44: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

76

kang sêmbada a-[16]-dêging kang wadya

bala//

yang kuat berdirinya barisan prajurit//

15. Tan usah dèncritakna

kahanan sajroning nagri/

sabên janma wus uninga/

wit alit tumêkèng akir/

mila sami ginalih/

kawontênan nêmbe muncul/

labêt kèh janma papa/

sajroning prang kawan warsi/

karisakan kang sandhang kalawan

têdha//

Tidak usah diceritakan/

keadaan di dalam negara/

setiap manusia sudah mengetahui/

karena kecil sampai akhir/

maka menjadi pikiran/

keadaanya baru muncul/

sebab banyak yang sengsara/

di dalam perang 4 tahun/

kerusakan sandang dan pangan//

16. Jro wulan wolu lan sanga/

maksih anunggil kang warsi/

janma kang anandhang papa/

sami pinaringan salin/

kanthi tumbas tan awis/

nging tan radin angsalipun/

tan taliti mreksanya/

tan waradin dènya paring/

taksih kathah janma kang kêlantur papa//

Dalam bulan ke-8 dan 9/

masih di tahun yang sama/

manusia yang menyandang sengsara/

saling mendapatkan ganti/

yaitu membeli yang tidak mahal/

tapi tidak semua mendapatkannya/

tidak teliti memeriksanya/

tidak rata olehnya memberi/

masih banyak orang yang lebih sengsara//

17. Gung wêlas lamun tumingal/

mring29 janma kang maksih tis-tis/

kadiparan marganira/

dènya ngupadi pisalin/

kadi maksih binudi/

wit wanci barêngi waktu/

karêpotaning praja/

tatananira dèn ganti/

wus sêsasi wiwitnya nagri mardika//

Besar rasa kasihan jika terlihat/

kepada manusia yang masih sedih/

bagaimanapun jalannya/

olehnya mencari pengganti/

seperti masih dipikirkan/

karena bersamaan dengan waktu/

kesibukannya negara/

tatanannya diganti/

sudah sebulan dari awalnya negara

merdeka//

29 Tertulis “mri” Lacuna suku kata

Page 45: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

77

18. Kêlap-kêlaping bandera/

kang abang kêlawan putih/

kadi sasmita kang nyata/

anggunggah raosing galih/

dha sarana kang suci/

ywa ajrih tumêkèng lampus/

kang santosa tyasira/

lan sabar dènira nganti/

arjanira praja kang lagi tinata//

Terlihat gebyar bendera/

yang merah dan putih/

seperti pertanda yang nyata/

membangunkan rasa hati/

sebagai sarana yang suci/

jangan takut sampai mati/

yang sentosa hatinya/

dan sabar olehnya menanti/

tentramnya negara yang baru saja ditata//

19. Sabên janma wus warata/

nganggo pita abang putih/

kang satuhu aywa lupa/

karêping pita bang putih/

aja cidra ing janji/

kalamun nanggulang mungsuh/

labêting gagrag anyar/

kang manthungul durung kèksi/

waspadakna kang kanthi wêninge driya//

Setiap manusia sudah merata/

memakai pita merah putih/

yang sebenarnya jangan lupa/

maksudnya pita merah putih/

jangan meningkari janji/

apabila melawan musuh/

sebab jaman baru/

yang muncul belum terlihat/

waspadalah dengan hati yang bening//

20. Gatèkna surasèng warta/

kang kamot sajroning tulis/

wus sumêbar jroning praja/

warata jaban nagari/

aja salah panampi/

yèn kahanan sih kalimput/

têmah nglimputi sira/

tan wurung kêlut mring iblis/

nama tuna nèng ja-[17]-man ingkang

mardika//

Perhatikan maksud berita/

yang termuat di dalam tulisan/

sudah tersebar di dalam negara/

rata sampai luar negara/

jangan salah pemahaman/

bila keadaan masih tertutupi/

sehingga menutupimu/

sudah pasti dihasut iblis/

namanya kekurangan di jaman yang

merdeka//

21. Aywa kasusu gunging tyas/

masuka-suka tan sipi/

solah suwaraning janma/

nèng marga kèh kapiyarsi/

Jangan tergesa-gesa hati/

besenang-senang tidak berlebihan/

tingkah suaranya manusia/

di jalan banyak terdengar/

Page 46: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

78

kadi wus cêtha panggih/

kang dadi tujuwanipun/

satêmah cuwa ing tyas/

praptèng wisma maksih sêpi/

liring sêpi : sêpèn sandhang tuwin têdha//

seperti sudah nyata ditemui/

yang menjadi tujuannya/

sebab kecewa di hati/

datang ke rumah masih sepi/

terlihat sepi : sepi sandang dan pangan//

22. Tumraping janma kang papa/

tan siwah ing sabên ari/

nadyan ngupadi kang têdha/

kadi jaman ingkang uwis/

mung kacèn tan kuwatir/

kadi kalaning prang agung/

nandyan priyayi madya/

lan janma kang mampu picis/

sih ngrêsula sabên dina kang suwara//

Terhadap manusia yang sengsara/

tidak beda setiap hari/

walaupun mengupayakan pangan/

seperti jaman yang sudah/

hanya dimarahi tidak takut/

seperti saat perang besar/

walau bangsawan tengahan/

dan manusia yang kaya uang/

masih mengeluh setiap hari yang

terdengar//

23. Kabutuhaning pra janma/

sih panggah lir sabên ari/

aja garantès ing driya/

kang sabar dènira nganti/

arja-arjaning nagri/

kang satiti mrih rahayu/

ayu-ayuning praja/

yèn wus tumêkaning sandi/

mung mêmuji bisane inggal raharja//

Kebutuhannya para manusia/

masih banyak setiap hari/

jangan bersedih di hati/

sabarlah olehmu menunggu/

tetramnya negara/

yang teratur agar selamat/

selamatnya negara/

bila sudah datangnya pertanda/

hanya berdoa supaya cepat selamat//

24. Tan amung janma sajuga/

kang kataman gunging tis-tis/

jroning prang gung patang warsa/

maratah liya nagari/

sansaya kang angluwih/

praja kang wus ajur mumur/

tumraping tanah Jawa/

isih pinayungan Widhi/

Tidak hanya satu manusia/

yang terkena besarnya kesedihan/

selama perang besar 4 tahun/

merata ke lain negara/

terlebih-lebih/

negara yang sudah hancur lebur/

terhadap tanah Jawa/

masih dilindungi Tuhan/

Page 47: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

79

nadyan rusak mung sandhang kêlawan

têdha//

walapun rusak hanya sandang dan pangan//

25. Kang narima paringing Hyang/

kalamun wus têkèng pasthi/

dèn udiya kaya ngapa/

yèn durung titi kang wanci/

kalamun wus winanci/

purwane janma tan wêruh/

sangkan paraning ana/

manungsa amung anampi/

ywa gung suka : yèn nampi paringing

Sukma//

Hanya menerima pemberian Tuhan/

apabila sudah tiba saatnya/

diupayakan seperti apa/

bila belum tiba waktunya/

namun bila sudah waktunya/

berakhirnya manusia tidak ada yang tahu/

asal mulanya apa/

manusia hanya menerima/

jangan bersuka-suka : bila menerima

pemberian Tuhan//

26. Ywa branta dènya mangarsa//

ngêbun-bun siyang lan ratri/

mung jumurung karsaning Hyang/

dènira arsa pêparing/

kamirahaning Gusti/

supadi sampun kalantur/

kang ngantia sawêtara/

kadi-kadi datan lami/

kang prasêtya mantêp madhêping [18]

Hyang Sukma//

Jangan gila olehnya berharap/

berhujan-hujan siang dan malam/

hanya pertolongan dari Tuhan/

olehnya memberikan/

kemurahannya Tuhan/

supaya jangan terlanjur/

menunggulah sementara/

seperti sudah tidak lama/

janjinya yakin kepada Tuhan//

Pupuh IV Pangkur

1. Pangkur trusaning mardika/

nunggil sasi kadya kasêbut ing inggil/

nuju tanggal pitulikur/

tumrap ing Surakarta/

wus kaèksi pêmudha ingkang angrêbut/

gêndera liyaning praja/

Pangkur kelanjutan merdeka/

sama bulannya seperti tersebut di atas/

pada tanggal 27 (September)/

di Surakarta/

sudah terlihat pemuda yang merebut/

bendera lain negara (Jepang)/

Page 48: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

80

sinalin bandera30 nagri// diganti bendera negara (Indonesia)/

2. Jêpan kang tinitah jagi/

nindakake pulisi nèng jroning nagri/

sih manjêr banderanipun/

ginanti datan suka/

dadya rêbut lan pamudha kang dènutus/

anggantèni kang bandera/

kang mardika tanah Jawi//

Jepang yang diperintah jaga/

memerintah polisi di dalam negara/

masih memasang benderanya/

diganti tidak suka/

diambil paksa oleh pemuda yang diutus/

menggantikan benderanya/

yang merdeka tanah Jawa//

3. Karya gègèring pêmudha/

gya kinêpung griya kang kinarya jagi/

pêmudha kongsi apênuh/

pêmimpin Surakarta /

gya lumêbu angrêbut utusanipun/

angkataning pra pêmudha/

nèng jêro tan antuk mijil//

Membuat gemparnya pemuda/

segera dikepung rumah yang sedang

dijaga/

pemuda sampai penuh/

pemimpin Surakarta/

segera masuk merebut utusannya/

angkatannya para pemuda/

di dalam tidak boleh keluar//

4. Nadyan dènpambêng dènjaga/

anèng kori miwah angacungi bêdhil/

pêmimpin lulus lumêbu/

tan kêguh lan sênjata/

dènsingkirkên lan asta kêlawan kukuh/

tan samar lamun kataman/

bayonèt kang mingis-mingis//

Walaupun dihalangi dijaga/

di kori hingga diacungi senjata/

pemimpin sudah bisa masuk/

tidak takut dan senjata/

disingkirkan dan dipegang dengan kuat/

tidak takut kalau terkena/

ujung senjata yang tajam sekali//

5. Nadyan muni kang sênjata/

nora kagèt têtêp sajroning galih/

lêstari ing tindakipun/

panggih lawan pêmudha/

saknalika binêkta mêdal sadarum/

sinambut pra pêmudha/

bêndera gya dèngantèni//

Walaupun berbunyi senjatanya/

tidak terkejut tetap kuat hatinya/

tetap tidak berubah tindakannya/

bertemu musuh pemuda/

ketika dibawa keluar semua/

disambut para pemuda/

bendera segera digantikan//

6. Sumêbaring wartanira/ Tersebarnya berita/

30 Tertulis “badera” Lacuna suku kata

Page 49: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

81

lir ginugah pêmudha kang sami myarsi/

ing marga kongsi apênuh/

pêmudha trus anjaga/

saknagara pawarta inggal kaprungu/

siyap sadhiya anjaga/

mrih têntrêm mardikeng nagri//

seperti membangunkan pemuda yang

mendengarkan/

di jalan sampai penuh/

pemuda terus menjaga/

senegara berita cepat terdengar/

siap sedia menjaga/

agar tentram merdeka negara//

7. Ing dalu wontên kapyarsa/

prênah siyap sadhiya sêpanjang margi/

pandhudhuk saiyêg mêtu/

sami anungsung warta/

wus winartan yèn arining kapungkur/

katiba-[19]-n layang panantang/

sangking Indho nyalawadi//

Di waktu malam ada terdengar/

harus siap sedia di sepanjang jalan/

penduduk serentak keluar/

saling menelusuri berita/

sudah diberitakan bila di hari yang lalu/

ada surat penantang/

dari Indonesia yang tidak beres//

8. Tumiba ing sakolahan/

lan pênggawe sêpur dèn ancam pati/

ing niyat arsa linêbur/

kinarya karang-abang/

janjinira ping slawe dènira gêmpur/

ing dalu sampun sadhiya/

kongsi kang ngêbêki margi//

Jatuh di sekolah/

dan penjaga kereta api diancam mati/

niat ingin merusak/

keinginan merusak dengan membakar/

janjinya 25 kali ingin merusak/

di malam hari sudah siap/

sampai memenuhi jalan//

9. Pra pêmudha sekolahan/

lan panggawe sêpur kang katiban tulis/

sadhiya kalaning dalu/

binantu pra pêmudha/

ing kampungan malah sakabèh

pandhudhuk/

duk mirêng swara sadhiya/

brol : mêtu ngêbêki margi//

Para pemuda sekolahan/

dan penjaga kereta yang diteror tulisan/

sedia di waktu malam/

dibantu para pemuda/

di dalam kampung malah semua penduduk

(ikut membantu)/

saat mendengarkan aba-aba/

seketika : keluar memenuhi jalan//

10. Punggawa sêpur sadhiya/

setatsiun jinaga tan nguciwani/

ing dalu tan ana rawuh/

Penjaga kereta sedia/

stasiun dijaga tidak mengecewakan/

di malam hari tidak ada yang datang/

Page 50: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

82

mêngsah kang arsa nêba/

têkèng injing kèh janma kang datan turu/

sangking dènira anjaga/

tan wêgah ngadoni jurit//

musuh yang ingin menjajah/

sampai pagi banyak orang yg tidak tidur/

karena olehnya menjaga/

tidak mau bila berperang//

11. Injang sami nambut karya/

sakgon-ênggon tansah ganti-ganti jagi/

kalamun katonjol mungsuh/

ingkang namur tindaknya/

wus warata sakutha mranti pakewuh/

sanadyan bocah sakolah/

gêgaman kèh sinangkêlit//

Pagi saling bekerja/

dimana-mana selalu bergantian yang jaga/

kalau nanti diserang musuh/

yang disamarkan geraknya/

sudah rata sekota ikut serta/

walaupun anak sekolah/

membawa sanjata disembunyikan di

samping pinggang//

12. Ing siyang wontên pawarta/

sêbaran srat kang tinèmpèl pinggir margi/

kang dèn waca janma umum/

sakèh ingkang pawarta/

kongsi kêbak janma maca pinggir

dlanggung/

sakgon-gon sami grombolan/

dènirarsa wruh pawarti//

Di siang ada berita/

selembaran surat yang ditempel di pinggir

jalan/

yang dibaca manusia umum/

banyak terdapat berita/

sampai penuh orang membaca di pinggir

jalan raya/

dimana-mana bergerombolan/

olehnya ingin mengetahui berita//

13. Pawarta sangking Jakarta/

bab mardika : Indhonesia kang nagri/

kèh nêgri kang sami rujuk/

muji ing katêntrêman/

kamardikan ywa ana kang nêdya ganggu/

yèn ana kang murang tata/

prasêtya saguh bantuni//

Berita dari Jakarta/

bab merdeka : negara Indonesia/

banyak negara yang saling rukun/

berdoa untuk ketentraman/

kemerdekaan jangan ada yang menggangu/

bila ada yang tidak mematuhi aturan/

janjinya siap menbantu//

14. Wontên malih srat sêbaran/

bangsa Cina Ja-[20]-karta nyêbar pawarti/

pamimpin cungking wus ngaku/

mêmuji karaharjan/

Ada lagi surat sebaran/

bangsa Cina Jakarta menyebar berita/

pemimpin cungking sudah mengaku/

berdoa untuk ketentraman/

Page 51: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

83

kang supaya bisaa barêngan idhup/

sêsarêngan nambut karya/

jagi mardikaning nagri//

supaya bisa bersama-sama hidup/

bersama-sama bekerja/

menjaga merdekanya negara//

15. Sigra angkatan pêmudha/

jaga nata : anjaga têntrêming nagri/

aniti ing adêgipun/

sakèh ingkang bêndera/

ambukaki urup Jêpan pinggir dlanggung/

ting bilulung turut marga/

rupa-rupa kang kinanthi//

Segera angkatan pemuda/

menjaga kota : menjaga tertramnya negara/

menjaga berdirinya/

banyaknya bendera/

membuka mengganti (bendara) Jepang di

pinggir jalan besar/

saling berhamburan ke jalan/

banyak yang digandeng//

Pupuh V Kinanthi

1. Kinanthi karya pêpemut/

ing Surakarta nagari/

nuju tanggal ping sapisan/

Oktobêr nunggil kang warsi/

adêging angkatan mudha/

dènira sami anampi//

Kinanthi sebagai pengingat/

di kota Surakarta/

pada tanggal yang kesatu/

Oktober masih di tahun yang sama/

berdirinya angkatan muda/

olehnya saling menerima//

2. Prentah gupênur lumutur/

wêwaton sajroning nagri/

kang nêmbe mardikanira/

kasêksèn liyaning nagri/

duk wanci jam kalih wêlas/

siyang dènira ngurmati//

Perintah gubernur turun/

aturan dalam negara/

yang baru saja merdeka/

disaksikan oleh negara lain/

saat waktu pukul 12.00/

siang dalam menghormati//

3. Dènarak para pandhudhuk/

lan sakèh panggawe nagri/

kêbak anèng têngah marga/

plataran gupêrnur loji/

pra penggêdhe lan panitya/

sadaya sami nêksèni///

Diarak para penduduk/

dan banyak pegawai negara/

penuh di tengah jalan/

pekarangan rumah gubernur/

para penguasa dan panitia/

semuanya ikut menyaksikan//

Page 52: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

84

4. Ri wus slêsih sumpahipun/

gya dènarak turut margi/

nadyan panas gêgênthangan/

samya tan rinasèng galih/

kaslimur asuka-suka/

lampahnya dèniring mungsik//

Saat sudah selesai sumpahnya/

lalu diarak di sepanjang jalan/

walaupun panas sekali/

semakin tidak terasa/

karena terhibur bersuka ria/

langkahnya diiringi musik (gamelan eropa)//

5. Ting klêbêt bênderanipun/

kalamun katiyup angin/

magunturan surakira/

pêmudha tansah ngabani/

tinampi sakèh ing janma/

mardika sarêng kapyarsi//

Saling berkibar benderanya/

waktu tertiup angin/

terdengar ramai soraknya/

pemuda memberikan aba-aba/

diterima oleh banyak orang/

merdeka bersama yang terdengar//

6. Barisan pêmudha kêmput/

dèniring nèng jroning nagri/

têlas ing arak-arakan/

jumujug ngajêng pandhapi/

karaton Mangkunegaran/

dènjenèngi Kanjêng Gu-[21]-sti//

Barisan pemuda mengitari/

diiring di dalam negara/

setelah di arak-arakan/

sampai ke depan pendapa/

keraton Mangkunegaran/

dilantik Kanjeng Gusti//

7. Dènadhêp abdi sêdarum/

dhawuh kinèn aningali/

gya kumpul sakèh bêndera/

barisan tinata rapih/

plataran kêbak kang janma/

mirêngkên dhawuhing Gusti//

Dihadap oleh semua abdi/

perintah disuruh melihat/

segera berkumpul banyak bendera/

barisan tertata rapi/

pekarangan banyak oleh orang/

memerhatikan perintah rajanya//

8. Kangjêng Gusti ngandika rum/

bangêt ing panrima mami/

têkane angkatan mudha/

miwah pra panggawe nêgri/

kalawan para kawula/

pandhudhuk sajroning nagri//

Kanjeng Gusti berkata/

senang sekali dalam menerima/

datanganya angkatan muda/

dan juga pegawai negara/

juga para rakyat/

penduduk di dalam negara//

9. Rampungira dènya nyambut/

sakèhing pamrentah nagri/

Selesai olehnya menyambut/

banyaknya pemerintah negara/

Page 53: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

85

sinêksan para panitya/

gung alit sami ngastuti/

titi Jêng Gusti dhawuhnya/

paring dhawuh bibar sami//

disaksikan para panitia/

besar kecil saling berdoa/

selesai perintahnya Jeng Gusti/

memberi perintah lalu bubar semua//

10. Barisan lèngsèr sing ngayun/

sowangan dènira mijil/

gambiranira pra mudha/

tan sagêd tinimbang tulis/

tan pêgat suwaranira/

mardika duk panggih janmi//

Barisan bubar setelah berdoa/

beriringan olehnya keluar/

gembiranya para pemuda/

tidak bisa dituliskan kata-kata/

tidak berhenti suaranya/

merdeka saat bertemu orang//

11. Sigêg ing caritanipun/

wit janma tan bisa : sami/

sawènèh gagas mardika/

ing griya sêpèn kang têdhi/

têmah gung yuda ing driya/

sabar mardikaning galih//

Berhenti ceritanya/

karena manusia tidak bisa : saling/

menerangkan dengan jelas tentang merdeka/

di rumah tidak ada makanan/

sehingga perang besar dalam hati/

sabar merdekanya hati//

12. Aywa kaliru panêmu/

mardika kang sira tampi/

sêmbarang dèn wasdakna/

suwara kêlawan yêkti/

bab kamardikaning praja/

lawan mardikaning janmi//

Jangan salah mengartikan/

merdeka yang kamu terima/

semuanya harus diperhatikan/

suara maupun kenyataan/

bab kemerdekaan negara/

dibanding kemerdekaan manusia//

13. Nadyan nêgri mardika gung/

yèn janma kèh salang-sarik/

wit janma isining praja/

kadi mina ning jro kêpis/

kang ngrasake kamardikan/

kajaba makluking Gusti//

Walaupun negara merdeka besar/

bila manusia masih salah paham/

karena manusia di negara/

seperti ikan dalam perangkap/

yang merasakan kemerdekaan/

kecuali makhluk Tuhan//

14. Nanging kosok balinipun/

dyan mardika gung kang janmi/

yèn praja sih rêtu yuda/

tan wurung kang para janmi/

Tetapi kebalikannya/

lalu merdeka besar para manusia/

bila negara masih ada perang/

sudah pasti para manusia/

Page 54: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

86

uga lir mina jinala/

ting bilulung ngudi urip//

juga seperti ikan di jala/

kesana-kemari mengupayakan hidup//

15. Mula kang sarèh ing kalbu/

dènira sira kang ngrakit/

suwara : kalawan nyata/

mrih kumpul dadi sawiji/

sawijèkna jroning nala/

dèn ikêt [22] nèng sanubari//

Maka bersabarlah dalam hati/

olehmu mengatur/

suara : dibanding kenyataan/

agar berkumpul jadi satu/

satukanlah dalam hati/

dan ikatlah di sanubari//

16. Wit nêgri lagi rinêmuk/

tatanan kang mrih lêstari/

sakgon-gon akèh prakara/

kang karya ribêting nagri/

nadyan wêwêngkoning praja/

tuwin wêwêngkoro pêblik//31

Karena negara sedang rusak/

tatanan yang lestari/

dimana-mana banyak masalah/

yang mebuat repotnya negara/

walaupun dikuasai keraton/

juga dikuasai republik//

17. Wantunira maksih kiwul/

dènya brantas satru julig/

sakgon-gon tan pêgat warta/

ananing dahuru nêgri/

kadi ing wus mêsthinira/

nêgri anyar kang tinampi//

Ditambah masih menanggulangi/

olehnya memerangi musuh yang licik/

dimana-mana tidak putus beritanya/

adanya masalah dalam negara/

seperti sudah semestinya/

diterima oleh negara baru//

18. Kathah salang sarikipun/

wit ing pulo tanah Jawi/

wiwit duk ing jaman kuna/

kèh ratu kang samya melik/

kagawa : tata raharja/

janma kèh alim ing dhiri//

Banyak masalahnya/

karena di pulau Jawa/

sejak jaman dulu/

banyak raja yang ingin menguasai/

terbawa : tertata tentram/

banyak manusia yang tidak suka

keangkuhan//

19. Nêgri kawêngku ing ratu/

turunaning para nabi/

kaloka kaunang-unang/

wit ing Kartasura nagri/

Negara dikuasai oleh raja/

keturunannya para nabi/

sangat terkenal sekali/

karena di Kartasura/

31 Kosakata bahasa Indonesia yang dimaksud “publik” adalah “Republik”

Page 55: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

87

wus kasusra sakèh praja/

tan wontên lir tanah Jawi//

sudah terkenal di banyak kota/

tidak ada yang seperti tanah Jawa//

20. Tinata jroning dwi minggu/

puyèngan janma makardi/

sakèh kantor nama inggal/

lan pindah panggènanèki/

karya gidhuh palayangan/

mungkur sing panggèn lami//

Ditata dalam 2 (dua) minggu/

bingung manusia bekerja/

banyak kantor dengan nama baru/

dan pindah tempatnya/

pekerjaan rusuh sekali/

meninggalkan tempat lama//

Pupuh VI Pangkur

1. Pangkur tumrap Surakarta/

amèngêti kang karya rêtuning nagri/

ping sawêlas tanggalipun/

Oktobêr32 wulanira/

nunggil warsi kadya kang kasêbut wuwur/

wiwit dina Kêmis siyang/

samêkta praboting jurit//

Pangkur di Surakarta/

memperingati bekas kerusuhan negara/

11 tanggalnya/

Oktober bulannya/

masih di tahun yang sama disebut di atas/

mulai hari Kamis siang/

sudah lengkap perlengkapan perang//

2. Pra angkataning pamudha/

sigra budhal dènirarsa andon jurit/

mring Mangkubumèn angêpung/

bètènging wadya Jêpan/

têpung gêlang pamudha kang sami

ngêpung/

manganti janjianira/

dènirarsa srah kang bêdhil//

Para angkatan pemuda/

segera berangkat untuk berperang/

ke Mangkubumen mengepung/

bentengnya tentara Jepang/

pemuda mengepung seluruh sisi (benteng)/

menunggu janjinya/

untuk menyerahkan seluruh senjata//

3. Kang kanthi eklasing driya/

aywa karya nyidrani janji lan nêgri/

dèn anti têkèng surup/

rêbut dènira nata/

Harus ikhlas hatinya/

jangan mengingkari janji dan negara/

ditunggu sampai malam/

merebut kekuasaannya/

32 Tertulis “Optobêr” Hypercorrect berdasarkan ejaan linguistik

Page 56: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

88

gya dèn srahkên senjata kang wus dèn atur/

tinampi lan pra pêmudha/

kalawan sucining galih//[23]

segera diserahkan senjata yang sudah

ditata/

diterima oleh para pemuda/

dengan hati yang suci//

4. Dènangkati saknalika/

tan suwala nganti tumêkèng enjing/

kocapa ing wanci dalu/

gantos sanès panggènan/

wadya Jêpan kapulisèn karyanipun/

arsa balela tan suka/

sênjatanira dènambil//

Diangkati seketika/

tidak melawan sampai pagi/

diceritakan di waktu malam/

ganti di suatu tempat/

tentara Jepang kepolisiannya/

hendak menentang tidak suka/

senjatanya diambil//

5. Ing dalu nuli jinaga/

têkèng injang dènanti têkèng sahari/

mêksa ing sêdya akukuh/

tan pisan ulungêna/

têkèng dalu pêmudha dènira nunggu/

wus sami golong ing driya/

dènbrondong kêlawan mimis//

Di waktu malam baru dijaga/

sampai pagi ditunggu sampai sehari/

memaksa niat yang kuat/

tidak mau menyerahkan/

sampai malam pemuda menunggu/

sudah satu tujuannya/

diserang dengan tembakan//

6. Ing dalu trusing ngayuda/

swaranira kang grênat kêlawan bêdhil/

karya tis-tis kang angrungu/

siyap janma jro praja/

kang kaperang : pra èstri kêlawan sunu/

kinèn angungsi sadaya/

ywa kongsi manggih bilai//

Di waktu malam kelanjutan dari perang/

suara granat dan juga pistol/

membuat sedih yang mendengar/

siap manusia di dalam kota/

yang dikumpulkan : para wanita dan anak/

disuruh mengungsi semua/

jangan sampai terkena celaka//

7. Sêdalu dènira yuda/

karêpotan dènira sami ngulati/

janma Jêpan kang wus mêtu/

tan uningan kang jaga/

nyandhang Jawa nèng jaba anamur laku/

sarta anggawa gaman/

wus ambyar nèng jroning nêgri//

Semalam dalam berperang/

kerepotan yang terlihat/

orang Jepang yang sudah keluar/

tidak tahu yang menjaga/

memakai pakaian Jawa di luar menyamar/

serta membawa senjata/

sudah tersebar di dalam negara//

Page 57: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

89

8. Ing dalu warta sumêbar/

saya titi janma kang sami jagi/

nèng marga miwah jro kampung/

sak praja pepuyèngan/

sanadyana nyandhang Jawa toh kapikut/

bêja mati bêja gêsang/

tan ana cicir sawiji//

Di waktu malam berita tersebar/

semakin hati-hati orang yang menjaga/

di jalan dan di kampung/

sekota kebingungan/

walaupun memakai pakaian Jawa

tertangkap juga/

baik mati baik hidup/

tidak ada satupun yang tersisa//

9. Têkèng injang dènya ngêpang/33

wis tan bisa owal sing bêbaya pati/

byar rahina gya kinruntug/

grênat miwah sênjata/

wus jam wolu tan pisan anêdya nungkul/

pêmudha kaku tyasira/

mriyêm tinata kêkalih//

Sampai pagi dalam mengepung/

sudah tidak bisa lepas dari bahaya mati/

pada siang hari segera berurutan/

granat dan senjata/

sudah pukul 08.00 tak sekali berniat

menyerah/

pemuda kuat hatinya/

meriam ditata keduanya//

10. Waspada dènya tumingal/

gya linêpas mriyêm kalih gênti-gênti/

swaranira kadi guntur/

wadya Jêpan duk myarsa/

saknalika ebah pangraosaning kalbu/

tita yèn tan kiyat nyangga/

wit ka-[24]-roban kèh ing bêdhil//

Waspada dalam melihat/

segera dilepas meriam keduanya

bergantian/

suaranya seperti guntur/

tentara Jepang saat mendengar/

seketika bergerak perasaannya/

sudah merasa bila tidak kuat mengangkat/

karena kebanjiran banyak tembakan//

11. Tan dangu mêdal sadaya/

nyasmitani : angangkat asta kêkalih/

mratandani lamun têluk/

arsa srahkên gêgaman/

duk nalika pamimpin pamudha dulu/

wadya Jêpan sami mêdal/

nadyan wus takluking jurit//

Tidak lama keluar semua/

memberi tanda : mengakat kedua tangan/

menandakan kalau menyerah/

bersedia menyerahkan senjata/

ketika pemimpin pemuda melihat/

tentara Jepang keluar/

walaupun sudah kalah perang//

33 Menyesuaikan konvensi tembang, maksudnya “ngepung”

Page 58: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

90

12. Èngêt purwa bukanira/

duk siniksa nèng kunjaran tan tuk mijil34

pisah garwa lawan sunu/

dènangkat ruda-pêksa/

wus prasêtya dènirarsa balês ukum/

mung nêdya malêsaning mati//

Ingat awal mulanya/

saat disiksa di penjara tidak bisa keluar/

berpisah dengan istri dan anak/

diangkat paksa/

sudah berjanji olehnya membalas dendam/

hanya berniat membalas mati//

13. Kèngêt yèn trahing kusuma/

wus kaloka kakonang-konang jro nagri/

dhasar putranirèng ratu/

kuncara ingkang asma/

saknalika malumpat angasta pistul/

dèntuju jajaning Jêpan/

sapisan tiba kêbanting//

Terkejut bila keturunannya bangsawan/

sudah terkenal sekali di dalam negara/

yaitu seorang putra raja/

terkenal namanya/

seketika melompat memegang pistol/

ditujukan dadanya Jepang/

seketika jatuh terbanting//

14. Duk pêmudha sami pirsa/

pamimpinya wus malumpat sarwi bêdhil/

gya malumpat sarêng ngêbyuk/

rêbut dhucung angêring/

wadya Jêpan sadaya sami pinikut/

dènangkati sanjatanya/

gya dèniring mring jro buwi//

Saat pemuda melihat/

pemimpinnya sudah melompat memegang

senjata/

segera melompat lalu menyerang/

berebutan mendahului/

tentara Jepang juga ikut/

diangkati senjatanya/

segera diiring ke dalam penjara//

15. Pra pêmudha inggal mriksa/

mayitira wadya Jêpan kang wus lalis/

sinêrèt sami kinumpul/

titi dènya amriksa/

gya kêpanggih mayit pêmudha

gumluntung/

rinungkêpan pra pêmudha/

gya dèn angkat lir mêmanik//

Para pemuda segera memeriksa/

mayatnya tentara Jêpang yang sudah mati/

diseret dan dikumpulkan/

teliti olehnya meriksa/

lalu ditemukan mayat pemuda tergeletak/

dirangkul para pemuda/

segera diangkat seperti intan//

16. Tinandhua pra pêmudha/ Ditandu oleh para pemuda/

34 Tertulis “duk sinisiksa nèng kunjaran tan tuk mijil” Adisi suku tembang (13i, Pangkur seharusnya 12i)

Page 59: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

91

anèng ngasta kadi amboyong kang putri/

rêbut dhucung ingkang ngrangkul/

tan kaguh gubrah kang rah/

gya binêkta mangetan lan montor agung/

têlêng praja Surakarta/

kurbaning jurit utami//

di tangan seperti membawa putri/

berebutan yang merangkul/

tidak takut terkena darah/

segera dibawa ke timur dengan motor

besar/

bunganya kota Surakarta/

jadi koban prajurit utama//

17. Wus slêsih pramiksanira/

asalira pamudha sing nagri Ngawi/

dènurus rama lan ibu/

kapangya ingkang nama/

gya winartan lan tilpun tan dangu rawuh/

panggih [25] putra wus palastra/

dadi kurbaning nagari//

Sudah selesai pemeriksaannya/

asalnya pemuda dari kabupaten Ngawi/

diurus oleh ayah dan ibu/

ketemulah namanya/

segera dikabarkan dan ditelpon tidak lama

lalu datang/

bertemu dengan putranya yang meninggal/

jadi korban negara//

18. Pinuwus papêsthaning Hyang/

wit manungsa mung sakdarma anglakoni/

nadyan sirna asma luhur/

luhur nglabuhi praja/

ewon janma si : Aripin kurbanipun/

dadi kêmbanging praja/

kuncara asmaning lalis//35

Sudah menjadi kehendak Tuhan/

karena manusia hanya bisa menjalani/

walaupun mati tapi luhur namanya/

luhur membela negara/

ribuan manusia nama : Aripin korbannya/

jadi bunganya negara/

terkenal namanya//

19. Miwiti kurbaning yuda/

mayitira pêmudha ingkang nucèni/

dènjenèngi lan priyagung/

tan kurang mulyanira/

angungkuli sedane priyayi luhur/

dalah uparêngganira/

kêmbang ukêt warni-warni//

Awal korbannya perang/

mayatnya pemuda yang dimandikan/

dinamakan dan bangsawan/

tidak kurang kemulyaannya/

melebihi matinya para bangsawan/

dan juga pepajangannya/

bunga-bunga warna-warni//

20. Sumbangan bukêt kêmbangan/

Sumbangan buket bunga/

35 Tertulis “kuncara asmaning lalilis” Adisi suku tembang (9i, pangkur seharusnya 8i)

Page 60: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

92

têkèng sore layon sipêng sêratri/

tinunggu sawêngi muput/

kêbak para pêmudha/

tan wilangan kumpul lan priyayi luhur/

tan têlas dènucapêna/

mulyaning layon utami//

sampai sore peziarah menginap sampai

malam/

ditunggu semalam suntuk/

banyak para pemuda/

tidak terhitung kumpul dan para

bangsawan/

tidak habis diucapkan/

mulianya peziarah utama//

21. Têkèng siyang wancinira/

layon pangkat rinompa-rompa pra inggil/

kang ngiring maèwu-èwu/

janma tan bisa ngetang/

kèh pra janma jroning ngiring nèng dêlang

gung/

jroning tyas kadya belaa/

kumantar-kantar jro galih//

Sampai siang hari/

peziarah berangkat digotong para petinggi/

yang mengiringi beribu-ribu/

manusia tidak terhitung/

banyak para manusia yang mengiring ke

jalan/

dalam hati seperti membela/

menyala-nyala dalam hati//

22. Ngunadika njoning nala/

baya kawan ana andon jurit malih/

prasêtya tan nêdya mundur/

arsa ngrabosèng yuda/

nora gigrig lan Jêpan kang sêdya ngamuk/

apa manèh bangsa Londha/

sun kêmbuli andon jurit//

Berkata dalam hati/

jika ada perang lagi/

janji tidak boleh mundur/

ingin menanggulangi perang/

tidak takut kepada Jepang yang mengamuk/

apalagi bangsa Belanda/

harus ikut perang//

23. Layon wus têkèng kuburan/

Purwalaya makam umum jro nagri/

duk nyêmplung kenjisimipun/

dènurmati sênjata/

rambah-rambah karya ngrês kang samya

ngrungu/

wiwit ing dintên punika/

arwahnya mugi tinampi//

Peziarah sudah sampai kuburan/

Purwalaya makam umum dalam negara/

saat dimasukan peti matinya/

dihormati senjata/

berkali-kali membuat sedih yang

mendengar/

mulai di hari itu/

arwahnya semoga diterima//

24. Ing ngayunaning Pangeran/ Di sisinya Tuhan/

Page 61: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

93

kabèh janma kadi anggèningke galih/

wus slêsih samya wê-[26]-wangsul/

sowangan anèng marga/

rangu-rangu pêmudha katon arêngu/

wiwit dintên ing punika/

pra janma sami miranti//

semua orang mengheningkan hati/

sudah selesai lalu pulang/

beriringan di jalan/

samar-samar pemuda terlihat bertekad/

mulai di hari itu/

para manusia akan mempersiapkan//

25. Ya sagamaning ngayuda/

rupa-rupa pra janma ingkang kinanti/

sinangkêlit anèng lambung/

sawènèh dipun anggar/

kadya pedhang nadyan cêndhak nora saru/

tuwa mudha tan prabeda/

ngayu-ayu dènya kardi//

Yaitu persenjataan perang/

bermacam-macam yang dibawa manusia/

diselipkan di perut/

sebagian di samping pinggang/

seperti pedang walau pendek tapi pantas/

tua muda tidak beda/

supaya baik olehnya bekerja//

26. Kaya andêling jro nala/

yèn katêmpuh bêbaya anèng margi/

sakala klêbu umum/

malah para wanita/

nora ketung lading buntung dipunkandhut/

nèng sajroning tas cangkingan/

tan samar sajroning galih//

Seperti percaya dalam hati/

bila diserang bahaya di jalan/

semuanya termasuk umum/

terlebih para wanita/

tidak terhitung pisau buntung dibawanya/

di dalam tas jinjingnya/

tidak kuwatir dalam hati//

27. Wanita pasisir wetan/

gung sêmangat pamimpinira36 pra putri/

kongsi grênat kang kinandhut/

tan arta karya wadhah/

lamun glathi wanita wetan wus umum/

wiwit jamanira kuna/

wus kalêbu kang piranti//

Wanita pesisir timur/

besar jiwa kepemimpinannya para putri/

sampai granat yang dibawanya/

tempat uang sebagai wadah/

bila belati sudah menjadi umumnya wanita

timur/

sejak jaman dahulu/

sudah menjadi peralatannya//

28. Wiwit jaman rêtu anyar/

rina wêngi pra janma siyap ing galih/

tan tilar prayitnanipun/

Mulai jaman baru/

siang malam para manusia siap hatinya/

tidak ketinggalan kehati-hatiannya/

36 Tertulis “pamampinira” Hypercorrect

Page 62: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

94

ngupadi mrih raharja/

yèn karungu sêsorah radhiyo umum/

lan srat kabar warna-warna/

kahanan sanès nagari//

berusaha agar tentram/

bila mendengar pidato di radio umum/

dan surat kabar macam-macam/

keadaan negara lain//

29. Mungsuh rupa-rupa bangsa/

tindakira sakwênang-wênang mring janmi/

kanthi akaling panyamun/

ngrampogi pulan bêgal/

wus kabrantas tindak kang karya

pangridhu/

thukul nèng liyaning praja/

pamudha saya gung wêngis//

Musuh berbagai bangsa/

perlakuannya sewenang-wenang terhadap

manusia/

dengan cara menyamar/

mencuri dan mengambil secara paksa/

sudah diberantas tindakan yang membuat

masalah/

tumbuh di negara lain/

pemuda semakin marah besar//

30. Kang swara janma mardika/

mung nyatane paprangan gung wus

sinapih/

kongsok bali kang tinêmu/

wiwit antuk mardika/

wus tan pêgat dènira nanggulang pupuh/

ambrantas satru kang nêdya/

ngrêbut mardika Ropêblik37//[27]

Suaranya manusia merdeka/

kenyataannya perang besar sudah berhenti/

kabalikannya yang ditemui/

mulai mendapat merdeka/

sudah tidak putus olehnya menanggulangi

perang/

memberantas musuh yang ada/

merebut kemerdekaan Republik//

31. Saya gung ing wantêrira/

pra manggala pêmudha kang wus don jurit/

mring liyan praja ambantu/

kang katêmpuh prang muka/

kongsi resik tan bali yèn durung rampung/

gêntèn kang katêmpuh yuda/

saya gung adêging jurit//

Semakin besar keberaniannya/

para pemuda posisi terdepan yang sudah

berperang/

membantu kepada kota lain/

yang menempuh perang/

sampai bersih tak kembali bila belum

selesai/

bergantian yang menempuh perang/

semakin besar menegakkan peperangan//

37 Republik

Page 63: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

95

32. Ewon kang para pamudha/

kang wus tahu anjêlajah andon jurit/

tan cinêlu têka ngêbyuk/

minta ngêbyuk ngayuda/

sukan kèri belani mring prajanipun/

suka lêbur jroning yuda/

timbang jinajah Wêlandi//

Ribuan para pemuda/

yang sudah pernah menjelajahi perang/

tidak harus datang serentak/

meminta serentak berperang/

sungkan tertinggal membela negaranya/

rela mati dalam perang/

daripada dijajah Belanda//

33. Saya gung panyuwunira/

kang pra janma ukuman nèng jroning buwi/

prasêtya mlêbu prang pupuh/

dadi prajurit ngarsa/

tan garantês kalamun tumêkèng lampus/

dadia kurbaning praja/

ngumambang nèng banjir gêtih//

Semakin besar permintaannya/

hukuman para manusia di dalam penjara/

janji ikut berperang/

jadi prajurit terdepan/

tidak sedih walaupun sampai mati/

jadilah korbannya negara/

mengambang di banjir darah//

Pupuh VII Maskumambang

1. Wus pinasthi sangking karsaning Hyang

Widhi/

kutha ing Sêmarang/

kang têmbe katêmpuh jurit/

prang sabil kèh wong palastra//

Sudah ditetapkan oleh Tuhan/

kota di Semarang/

yang baru saja mengalami peperangan/

perang sabil banyak orang meninggal//

2. Awit wadya Jêpan kang wus kasor jurit/

anèng tanah Jawa/

anyipta tan bisa bali/

mring nêgrinira priyangga//

Sebab tentara Jepang yang sudah kalah

perang/

di tanah Jawa/

tidak bisa kembali/

ke negaranya sendiri//

3. Luwung sirna katimbang papa ing dhiri/

ewon janma Jêpan/

wus golong sae kakapti/

nêdya ngrusak jroning kutha//

Lebih baik mati daripada sengsara/

ribuan orang Jepang/

sudah bersatu keinginannya/

niat merusak dalam kota//

4. Gya binage sumêbar mring jroning nagri/ Segera menyebar di dalam negara/

Page 64: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

96

ngrabosèng ngayuda/

tan pilih janma gung alit/

kang kacêpêng dipunsiksa//

menempuh peperangan/

tidak memilih manusia besar kecil/

yang tertangkap disiksa//

5. Rupa-rupa paniksanira mring janmi/

sak ponthang sênjata/

lan mintliyur kèh wong mati/

sawènèh ambêsmi wisma//

Macam-macam siksaan terhadap manusia/

dengan berbagai senjata/

dan seketika banyak orang mati/

sebagian membakar rumah//

6. Pepuyèngan janma gung alit jro nagri/

bangke turut marga/

kèh janma mati kabêsmi/

ing dalu kalawan rina//

Bingung manusia besar kecil di dalam negara/

mayat di jalanan/

banyak manusia mati terbakar/

di malam dan juga siang//

7. Gung bramantya pêmudha kang andon

jurit/

binantu lyan praja/

sadaya sami ngêmbuli/

dhinga lena musthi mati//

Besar kemarahannya pemuda yang berperang/

dibantu (pemuda) lain kota/

semua ikut berperang/

siapa saja mati harus rela mati//

8. Wus rong èwu gung alit janma kang lalis/

gangsal atus Jêpan/

wus sirna sêpanjang margi/ [28]

nêm atus kang nandhang papa//

Sudah dua ribu orang besar kecil manusia

yang mati/

500 ratus Jepang/

sudah mati di sepanjang jalan/

600 ratus yang terluka//

9. Sih dènubrês ing siyang kêlawan ratri/

awit janma Jêpan/

sih akèh kang sami dhêlik/

yèn dalu dènya ngumbara//

Masih dicari di siang dan malam/

karena orang Jepang/

masih banyak yang bersembunyi/

bila malam ia mengembara//

10. Pra pêmudha tan kèndêl dènya ngupadi/

pêmbantu lyan praja/

sansaya kèh ingkang prapti/

anêba mèlu ngupaya//

Para pemuda tidak berhenti dalam berusaha/

membantu lain kota/

semakin banyak yang datang/

bersama-sama ikut membantu//

11. Kongsi ewon janma kang wus sami lalis/

dyan tan mèlu yuda/

katut katrajang ing mimis/

Sampai ribuan manusia yang sudah mati/

lalu yang tidak ikut perang/

ikut terkena tembakan/

Page 65: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

97

tan pilih kang gadhah dosa// tidak pilih yang punya dosa//

12. Pitung atus Jêpan kang nêmahi pati/

nêm atus kang papa/

tan bisa ngajurit malih/

gya pinikut srah kang raga//

700 ratus Jepang yang menemui pati/

600 ratus yang terluka/

tidak bisa berperang lagi/

segera ditangkap menyerahkan diri//

13. Jroning kutha tri ari wus katon sêpi/

dalu tuwin siyang/

tan ana janma nèng margi/

kajaba janma kang jaga//

Di dalam kota tiga hari sudah terlihat sepi/

malam dan siang/

tidak ada manusia di jalan/

kecuali manusia yang jaga//

14. Ngalor ngidul pra samya anggawa

bêdhil/

ngupadi mungsuhnya/

kadhang krungu swara anjrit/

saya tis kang sami myarsa//

Ke utara selatan semua membawa senjata/

mencari musuhnya/

terkadang mendengar suara jeritan/

semakin sedih yang mendengarkan//

15. Sigêg janma Sêmarang kang samya lalis/

ganti kang carita/

ing Surabaya nagari/

kang wus dwi condra mardika//

Berhenti cerita orang Semarang yang mati/

berganti ceritannya/

di kota Surabaya/

yang sudah dua bulan merdeka//

16. Kalanira ping sangalikur marêngi/

ari Sênèn siyang/

lan Sêmarang nunggil sasi/

kang têkan kapal : prang Londa//

Waktunya tanggal 29 bersamaan dengan/

hari Senin siang/

dan Semarang sama bulannya (Oktober)/

kedatangan kapal : perang Belanda//

17. Wadya Inggris kang karsa bantu anjagi/

mring têntrêming praja/

sadaya ing pulo Jawi/

wusana cidra ubaya//

Tentara Inggris yang mau membatu jaga/

untuk ketentraman negara/

semua di pulau Jawa/

akhirnya mengingkari janji//

18. Kadi-kadi kaselan Landa kang julig/

kang wus surawa cidra/

sak gon-gon tansah ngapusi/

mung karya rêtuning donya//

Seperti terpengaruh Belanda yang licik/

yang sudah meningkari/

dimana-mana membohongi/

hanya ingin mendapatkan kekayaan//

19. Duk andharat wadya Inggris pinggir

jladri/

Saat mendarat tentara Inggris dipinggir laut/

Page 66: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

98

pinêthuk pêmudha/

ewon miranti don jurit/

anung-[29]-gu prasêtyanira//

dihadang pemuda/

ribuan membawa peralatan perang/

menunggu janjinya//

20. Wus rinasa yèn balenja ing janji/

têmah dadi yuda/

gêgêmpuran wus sahari/

tanêdya angundurana//

Sudah terasa bila mengingkari janji/

sehingga menjadi perang/

peperangan sudah sehari/

tidak bersedia mundur//

21. Jroning yuda ing gêgana ana kèksi/

montor mabur prapta/

anganglang inggil lir jurit/

waspada wruh ingkang yuda//

Di dalam perang di langit ada terlihat/

pesawat terbang datang/

melayang tinggi seperti perang/

waspada melihat yang perang//

22. Arsa dharat tan bisa wit dèn bêdhili/

mring wadya pêmudha/

sinèngguh mungsung kang prapti/

tan wêruh pamimpinira//

Mau mendarat tidak bisa karena ditembaki/

oleh angkatan pemuda/

disangka musuh yang datang/

tidak tahunya pemimpinnya//

23. Wèh sasmita supadi aja binedhil/

pêmudha prasêtya/

tan pisan ngandêl ing galih/

gya ana sasmita cêtha//

Memberi tanda supaya jangan menembaki/

pemuda berjanji/

tidak sekali langsung percaya/

segera ada pertanda yang jelas//

24. Wus waspada montor maburnya

pamimpin/

kang sami don yuda/

wus sami kèndêl ambêdhil/

gya dharat sami jinaga//

Sudah diperhatikan bahwa itu pesawatnya

pemimpinnya/

yang saling berperang/

sudah saling berhenti menembaki/

segera mendarat berjaga//

25. Gya sinapih wus slêsih ingkang prajanji/

kang sami ngayuda/

kinèn kèndêl angajurit/

arsa rinambug mrih arja//

Segera berhenti sudah selesai yang berjanji/

yang saling berperang/

disuruh berhenti berperang/

keinginan untuk dibicarakan agar tentram//

26. Ing sêla tri mungsuh kinêpung tan mijil/

kukuh dènya jaga/

siji tan ana kang wani/

Di sela-sela 3 musuh dikepung tidak bisa

keluar/

kuat olehnya menjaga/

satupun tidak ada yang berani/

Page 67: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

99

mêtu sangking jroning wisma// keluar dari dalam rumah//

27. Têkèng injang pêmudha saya ngêbyuki/

bantu dènya jaga/

saya kêncêng sambi nganti/

putusan ing janjinira//

Sampai pagi pemuda semakin serentak/

membantu olehnya jaga/

semakin kuat sambil menanti/

keputusan janjinya/

28. Kongsi surya sumorot krasa gatêli/

rah ajur warata/

tumus sêrênging panggalih/

tan kiyat nunggu prasêtya//

Sampai matahari menyinari terasa sekali/

darah hancur rata/

bercucuran marahnya hati/

tidak kuat menunggu janji//

29. Datan sabar dangu dènira kang nganti/

wus golong ing karsa/

binrondong mrih sung pawarti/

pamimpin asung sasmita//

Tidak sabar lama olehnya menanti/

sudah bersatu harapan/

bersaut-sautan agar memberi berita/

pemimpin memberikan tanda//

30. Kang supadi kèndêl dènira ambêdhil/

sekalapan arsa/

dènangkat kang wadya Inggris/

mring kapalira priyangga//

Supaya berhenti olehnya menembak/

seketika mau/

diangkat tentara Inggris/

ke kapalnya sendiri//

31. Pra panglawan supadi sumingkir dhisik/

ywa kongsi katingal/

dèntêtêp dènira jagi/

sigra [30] dènangkat mring palwa//

Para pahlawan supaya menyingkir dulu/

jangan sampai terlihat/

supaya tetap berjaga/

lalu diangkat ke kapal//

32. Wus tan kèksi lampahnya palwane jladri/

ngalor tujunira/

panglawan bibaran sami/

nging têtêp maksih jinaga//

Sudah tidak terlihat langkahnya kapal di laut/

ke utara tujuannya/

pahlawan lalu bubar/

tetapi masih tetap berjaga//

33. Tan kacrita kurbaning janma kang jurit/

rinukti sadaya/

linukur kenjisimnèki/

sirna nglabuhi nagara//

Tidak diceritakan korbanya manusia yang

perang/

disediakan semua//

diukurkan peti mati/

mati membela negara//

34. Wus dêlalah karsaning Hyang Maha Suci/

tan dangu sêlangnya/

Sudah menjadi kèhendak Yang Maha Suci/

tidak lama selangnya/

Page 68: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

100

katêkan mungsuh gung malih/

palwa Inggris kang samêkta//

kedatangan musuh besar lagi/

kapal Inggris yang lengkap dengan

peralatannya//

35. Ngêmot wadya Girkha : Nirkha tuwin38

Inggris/

lêngkap sênjatanya/

thê mriyam palwa mêpaki/

montor mabur nèng gêgana//

Membawa tentara Girkha : Nirkha dan

Inggris//

lengkap senjatannya/

meriyam melengkapi kapal/

pesawat terbang di langit//

36. Sun pèngêting sadasa dènya jurit/

Nopèmbêr39 kang condra/

maksih anunggil kang warsi/

kang kaping kalih ngayuda//

Diperingati setiap tanggal 10 olehnya perang/

Nopember bulannya/

masih dalam tahun yang sama/

kedua kalinya berperang//

37. Kongsi kewran dènira nanggulang jurit/

sangking boting yuda/

wit mriyêm kang nèng jeladri/

linêpaskên sangking palwa//

Sampai kerepotan olehnya menanggulangi

perang/

sebab beratnya perang/

karena mriyem yang di laut/

dilepaskan dari kapal//

38. Rambah-rambah ing dharat katiban

mimis/

kang katiban sirna/

tèng : madharat sigra bêdhil/

montor mabur nèng gêgana//

Samar-samar di darat kejatuhan tembakan/

yang terkena mati/

teng : kedarat lalu menembaki/

pesawat di langit//

39. Ambrondongi sangking inggil bola-bali/

nging panglawan kita/

têtêp dènira ngajurit/

ing sêdya tan ngudurana//

Menembaki dari atas bolak-balik/

tetapi pahlawan kita/

tetap olehnya berperang/

niatnya tidak untuk menyerah//

38 Tertulis “ Tuwi” Lacuna suku kata 39 Tertulis “Nompèngblêr” Hipercorrect

Page 69: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

101

Pupuh VIII Durma

1. Wus prasêtya panglawaning Surabaya/

dènira labuh nêgri/

wus srah jiwa raga/

katimbang bumi dira/

jinajah bangsa Walandi/

kangur sirnaa/

lan urip tanpa aji//

Sudah berjanji pahlawan Surabaya/

olehnya membela negara/

sudah serah jiwa raga/

daripada bumi menderita/

dijajah bangsa Belanda/

lebih baik mati saja/

dan hidup tanpa kekuatan//

2. Gung bramantya pahlawan jroning

ngayuda/

datan anolèh pati/

tyas saya gambira/

dyan wus akèh kang sirna/

mung cipta ngrabosèng jurit/

dhinga kang lena/

adu prayitnèng jurit//

Besar sekali kemarahan pahlawan dalam

perang/

tidak menghiraukan pati/

hati semakin gembira/

sudah banyak yang mati/

yang terpikir hanya menempuh perang/

siapa saja rela mati/

melawan dengan hati-hati dalam perang//

3. Sanadyana kang mungsuh lêngkap

gamannya/

prasasat dudu tandhing/ [31]

boboting ngayuda/

tan rinasa ing driya/

mung têtêp adêging jurit/

wani palastra/

gayuh mulyaning nagri//

Walaupun musuh lengkap senjatanya/

seperti bukan tandingan/

beratnya peperangan/

tidak dirasakan hati/

dan tetap menegakkan perang/

berani mati/

mencapai kemuliaan negara//

4. Kadi kang wus ginotèk ing sabên janma/

mrantah sêjagad wradin/

kajaba mardika/

lir adêging bandera/40

yèn kongsi rinêbut janmi/

sing liyan praja/

Seperti yang sudah dibicarakan oleh setiap

orang/

merata di seluruh dunia/

kecuali merdeka/

seperti berdirinya bendera/

bila sampai direbut orang/

dari negara lain/

40 Tertulis “ bandora” Hypercorrect

Page 70: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

102

suka lêbur ing jurit// lebih baik mati dalam perang//

5. Wus dwi ari dènira nanggulang yuda/

sih panggah kang ngêmbuli/

wantune pêmudha/

tan awrat têkèng lena/

wit gung gayuhaning wingking/

yèn manggih arja/

klêbu jurit utami//

Sudah dua hari olehnya menanggulangi

perang/

masih kuat yang ikut perang/

keberaniaannya pemuda/

tidak takut sampai mati/

karena besar harapannya nanti/

bila bisa tentram/

termasuk prajurit utama//

6. Kongsi ngetog kawantêraning ngayuda/

mung pasrah ing Hyang Widhi/

janma mung sakdrêma/

ngèstu dhawuhi Sukma/

ambrantas satru kang julig/

kang wus aniksa/

mring sêkathahing janmi//

Sampai mengeluarkan kekuatannya

berperang/

hanya berserah kepada Tuhan/

manusia hanya bisa menjalankan/

yang mengabulkan Tuhan/

memberantas musuh yang licik/

yang sudah menyiksa/

terhadap banyak orang//

7. Jroning yuda pamimpin asung pawarta/

kang supadi pra janmi/

kang anèng jro praja/

tuwin Jawining kitha/

sadhingah bangsa miyarsi/

amrih bantua/

klawan eklasing galih//

Dalam perang pemimpin memberi berita/

supaya para manusia/

yang berada di dalam negara/

juga di luar kota/

semua bangsa mendengar/

diminta membantu/

dengan ikhlas hati//

8. Awit pulo tanah Jawa wus kasusra/

kèh rupa-rupa janmi/

pirang-pirang warsa/

bêbrayan kongsi tuwa/

turut-tumurut kèh mukti/

mula sakmangkya/

patut bantu ngajurit//

Karena pulau Jawa sudah terkenal/

banyak macam-macam orang/

sudah bertahun-tahun/

rukun sampai tua/

turun-temurun banyak berbahagia/

maka dari itu/

hendaknya membantu perang//

Page 71: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

103

9. Bangsa Tyong Hwa : lan Arab dupi

miyarsa/

sêsorahnya pemimpin/

inggal bantu yuda/

wit krungu pawarta/

lyan bangsa tan ajrih lalis/

tan mèlu yuda/

muntap sajroning galih//

Bangsa Tyong Wha : dan Arab juga

mendengar/

pidatonya pemimpin/

segera membantu perang/

karena mendengar berita/

bangsa lain tidak takut mati/

tidak ikut perang/

marah dalam hati//

10. Dyan angkatan panglawan sanès nagara/

muntap marang pawarti/

samêkta gya buncal/

rupa-rupa kang bangsa/

mring Surabaya don jurit/

tan kèndêl marga/

mrih inggal dènya prapti//

Lalu angkatan pahlawan lain negara/

marah saat mengetahui berita/

seketika langsung dibuang/

banyak bangsa-bangsa/

ke Surabaya berperang/

tidak berhenti di jalan/

agar cepat ia tiba//

11. Wadya Jêpan awon kang sami tinawan/

nèng Surabaya nêgri/

sadaya prasêtya/

tanêdya mungsuh kita/

yêkti-[32]-ne duk jaman Inggris/

ingkang kapisan/

têka ngrabosèng jurit//

Tentara Jepang jahat yang tertawan/

di kota Surabaya/

semua berjanji/

tidak menjadi musuh kita/

kenyataannya pada jaman Inggris/

yang pertama/

datang menanggulangi perang//

12. Wadya Jêpan dènwêdalakên sadaya/

dènwènèhi kang bêdhil/

kinèn mangun yuda/

mangsah mring wadya kita/

(maju bêdhilnya pinundhi)/

asung sasmita/

tanêdya nglawan jurit//

Tentara Jepang dikeluarkan semua/

diberikan senjata (senjata)/

disuruh untuk ikut perang/

maju perang untuk tentara kita/

(maju senjatanya diterima)/

memberi pertanda/

mau membantu perang//

13. (sênjatanya : dènsrahkên kita sadaya/

mlêbu mring tawan malih)/

têtêp kang prasêtya/

(senjatanya : diserahkan kita semua/

masuk lagi sebagai tawanan)/

tetap janjinya/

Page 72: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

104

Jêpan ing Surabaya/

wong Inggris kabèh kêcelik/

sigra anêba/

prangira tan tuk asil//

Jêpang di Surabaya/

orang Inggris semua tertipu/

segera bersamaan/

perangnya tidak mendapat hasil//

14. Mung tri ari perangira Surabaya/

rinukti ingkang lalis/

yèn ora cinêgah/

lawan pamimpin kita/

bangêt dènira angincim/

mula sakmangkya/

têka kang : kaping kalih//

Hanya 3 hari perangnya Surabaya/

dicari yang mati/

bila tidak dicegah/

oleh pemimpin kita/

banyak sekali yang menjadi incaran/

maka dari itu/

sampai yang : (hari) ke-2//

15. Samêkta prang sênjatanya tan kuciwa/

nêdya angrêmbuk malih/

gya sak wênang-wênang/

tindaknya nèng payudan/

nora ketung bocah cilik/

musthi sampurna/

tiwas katiban mimis//

Lengkap senjata perangnya tidak

mengecewakan/

mau membicarakan lagi/

sewenang-wenang/

tindakannya di peperangan/

tidak terhitung anak kecil/

membawa senjata sempurna/

mati terkena tembakan//

16. Dènudani : mimis mariyêm sing palwa/

montor mabur nibani/

grênat sing gêgana/

tèng :bêdhil dharatan/

prandene panglawan mami/

têtêp ngayuda/

tumêkèng limang latri//

Dihujani : tembakan meriam di kapal/

pesawat menjatuhi/

granat di langit/

teng : menembaki daratan/

meskipun demikian pahlawan kita/

tetap berperang/

sampai 5 malam//

17. Wadya Jêpan kang sami mirêng pawarta/

kahananing ngajurit/

arsa labuh yuda/

awit wadya Tyong Hwa/

bandera wus ginibar kalih/

ambantu yuda/

Tentara Jepang yang mengetahui berita/

keadaan perang/

mau ikut perang/

juga tentara Tyong Hwa/

bendera sudah dikibarkan keduannya/

membantu perang/

Page 73: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

105

gayuh tatanan inggil// mencapai tatanan tinggi//

18. Surabaya kêbak panglawaning yuda/

têka sing liyan nagri/

rupa-rupa bangsa/

wus golong dadi juga/

garis wingking kèh pêmudhi/

sami dum têdha/

tan ajrih kenèng mimis//

Surabaya penuh dengan pahlawan perang/

datang dari lain negara/

berbagai bangsa/

sudah menjadi satu/

garis belakang banyak pemudi/

ikut memberi makan/

tidak takut terkena tembakan//

19. Ing panyipta ambantu mring panglawanya/

kang wus asrah ing pati/

ambelani praja/

ywa kongsi jinajah/

suka lêbur jroning jurit/

mula wanita/

kèh kang dadi prajurit// [33]

Keinginan membantu pahlawannya/

yang sudah berserah pati/

membela negara/

jangan sampai terjajah/

rela mati dalam perang/

maka wanita/

banyak yang jadi prajurit//

20. Saya mubal dahana para pêmudha/

wruh têrjangnya pêmudhi/

nèng madyaning rana/

nora mung andum têdha/

nyangklong grênat nyangking bêdhil/

ngampingi têdha/

kadhang glêsaskên mimis//

Semakin besar api para pemuda/

tahu terjangnya pemudi/

di têngah peperangan/

tidak hanya memberi makan/

membawa granat dan senjata/

mendampingi perang memberi makanan/

kadang melepaskan tembakan//

21. Ciptanira janma kang sami don jurit/

mung pasrah mring Hyang Widhi/

sor ungguling yuda/

kawula amung sakdrêma/

nglampahi dhawuhing Gusti/

tan kêna cidra/

têtêp prasêtyèng galih//

Yang dipikirkan manusia yang berperang/

hanya berserah kepada Tuhan/

kalah menangnya perang/

manusia hanya bisa menjalankan/

melakukan perintah Tuhan/

tidak boleh mengingkari/

tetap berjanji dalam hati//

22. Mung nênuwun ing Gusti kang murbèng

jagad/

janma kang sami jurit/

Hanya memohon kepada Tuhan yang

membuat jagad raya/

manusia yang berperang/

Page 74: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

106

ungguling ngayuda/

aywa akèh kang sirna/

dènya kang nglabuhi bumi/

wutah rahira/

cumadhong karsaning Widhi//

menangnya peperangan/

jangan banyak yang mati/

olehnya membela bumi/

tumpah darahnya/

bersedia melaksanakan perintah Tuhan//

23. Wus dilalah wêktuning sih jroning yuda/

ping salawe marengi/

Nopèmbêr wulannya/

isih nunggil kang warsa/

Minggu injing ingkang wanci/

(ing Surakarta) wontên bêbaya prapti//

Sudah menjadi kehendak waktunya masih

dalam peperangan/

pada tanggal 25/

Nopember bulannya/

masih dalam tahun yang sama/

Minggu pagi waktunya/

(di Surakarta) ada bahaya datang/

24. Montor mabur anyêbar yulayang pawarta/

sung sasmita mring janmi/

kinèn angungsia/

janma kang cêlak gênya/

gêdhong radiyo dènaglis/

arsa rinusak/

tinibanan bom mimis//

Pesawat menyebar surat berita/

memberi pesan kepada manusia/

untuk mengungsi/

manusia yang dekat tempatnya/

gedung radio segera/

akan dirusak/

dijatuhi tembakan bom//

25. Dèrèng dangu dènira nyêbar pawarta/

montor mabur wus bali/

tiga nèng gêgana/

sigra anêbaa/ 41

nganglang dènira dupèksi/

dèrèng wuninga/

kang arsa dèn tibani/

Belum lama olehnya menyêbar berita/

pesawat sudah kembali/

3 di langit/

seperti bersamaan/

terbang tidak terlihat/

belum terdengar/

yang akan dijatuhi/

26. Mata-mata : dèrèng sami sung sasmita/

waspada aningali/

kang arsa sinêja/

gya linepas bomira/

ganti-ganti anibani/

Mata-mata : belum memberi pertanda/

waspada dalam melihat/

yang bersedia/

segera dilepas bomnya/

bergantian menjatuhi/

41 Tertulis “Sigra anêba” Lacuna suku tembang (5a, Durma seharusnya 6a)

Page 75: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

107

tan mawi ringa/

dènarsa karya pati//

tidak diduga-duga/

seketika membuat kematian//

27. Rambah-rambah kaplêsat tujuwanira/

tan ana kang ngênani/

tiba kiri kanan/

sigra kang mata-mata/

sung sasmita lawan bêdhil/

têlat tinampa/

têmah tan migunani//

Samar-samar jatuhnya semakin jauh/

tidak ada yang mengenai/

jatuh kiri kanan/

segera sang mata-mata/

memberi tanda melawan dengan senjata/

terlambat diterima/

sehingga tidak berfungsi//

28. Kèh kapikut mata-mata gya binonda/

gègèr janma lumaris /

bom wus kèh tibanya/

jumêgar swaranira/

kèh janma tan ngrasèng galih/

lamun tinêmu/

tinêmpuh prang sing inggil//

Banyak mata-mata yang tertangkap segera

diborgol/

panik manusia yang bepergian/

bom sudah banyak yang dijatuhkan/

bergelegar suaranya/

banyak manusia tidak merasakannya/

apabila ketemu/

menempuh perang dari atas//

29. Kèh sinèngguh lamu-[34]-n dora kang

pawarta//

mila kèh ngetan ngungsi/

wit durung kalaknyan/

katêmpuh kadya tika/

mila tan rinasèng galih/

eca nèng wisma/

tan kobêr karsa ngungsi//

Banyak perkiraan apabila berita bohong/

maka banyak yang ke timur mengungsi/

karena belum terbukti/

ditêmpuh seperti itu/

maka tidak terasa dalam hati/

enak di rumah/

tidak punya waktu untuk mengungsi//

30. Ting bilulung dènyarsa ngumpêtke raga/

jugangan wus dèn isi/

wuhira wus kêbak/

wus tan ana ndhênglikan/

wit jaman mardika nguni/

têlasing yuda/

Pada pergi kemana-mana untuk

menyembunyikan diri/

parit-parit sudah diisi/

semak-semak sudah penuh/

sudah tidak ada tempat persembunyian/

karena jaman merdeka dulu/

setelah habis peperangan/

Page 76: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

108

tan ana perang malih// masih ada perang lagi//

31. Pepuyèngan janma nèng sajroning praja/

giris sajroning galih/

mirêng swaranira/

gumlêgêr pêcahnya/

rambah-rambah anibani/

baya warata/

jro kutha dèn tibani//

Panik manusia di dalam kota/

takut dan miris dalam hati/

mendengar suaranya/

pecah berdebur/

samar-samar menjatuhi/

jangan sampai merata/

dalam kota dijatuhi//

32. Tan sapira kèhing bom ingkang tumiba/

kèh kaplêsat tan keni/

lan tan ana kurban/

nadyan rusak kang wisma/

mung kaca lawan piranti/

tan kabèh pêgat/

kalêbu mung sathithik//

Tidak seberapa banyaknya bom yang jatuh/

banyak dilepaskan tidak terduga/

dan tidak ada korban/

walaupun rusak rumahnya/

hanya kaca dan perabotan/

tidak semua rusak/

termasuk hanya sedikit//

33. Wus dilalah karsaning Hyang Maha

Kwasa/

dènya paring pêpeling/

mring sêkabèh janma/

tuwa nom èstri priya/

dènagung dènya prihatin/

ywa ngumbar suka/

jamanira prang sabil//

Sudah menjadi kehendak Tuhan/

olehnya memberi peringatan/

kepada seluruh manusia/

tua muda wanita laki-laki/

harus besar prihatin/

jangan mengumbar kesenangan/

jamannya sekarang perang sabil//

34. Kêmayangan duk katêmpuh ing bêbaya/

tan dangu wus lumaris/

tan akèh kang prapta/

musna tan malih prapta/

dèn anti têkèng sehari/

tita tan prapta/

bêja raosing galih//

Beruntung sekali saat terdapat bahaya/

tidak lama sudah pergi/

tidak banyak yang datang/

mati tidak lagi datang/

ditungggu sampai sehari/

sudah tidak datang/

beruntung rasanya hati//

35. Duk miyarsa : bêngung : tandha têk

bêbaya/

Saat mendengar : firasat : tanda datang

bahaya/

Page 77: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

109

arsa ngungsi42 mring desi/

sakala sadhiya/

kèh was ing nala/

ngupadi papan kang sêpi/

datan wuninga/

yèn ana mungsuh prapti//

mau mengungsi ke desa/

semua disediakan/

banyak kecemasan dalam hati/

berusaha mencari tempat yang sepi/

tidak tahu/

bila ada musuh datang//

36. Ing panyipta ing desa sêpèn bêbaya/

luput tibaning pati/

bandha kèh ginawa/

tininggal ingkang wisma/

jrih lamun tinêmpuh malih/

datan rinasa/

donya : panggonan pati/

pikirnya di desa sepi dari bahaya/

jauh dari bahaya pati/

harta banyak yang dibawa/

ditinggalkan rumahnya/

takut bila mendapati lagi/

tidak terasa/

harta : tempatnya pati//

37. Hyang Wasesa wus paring mring kabèh

janma/ [35]

urip kêlawan pati/

bêja lan cilaka/

sugih mêskin tan beda/

bungah lan susah ing galih/

sêgêr lan lara/

(lukil makl) wus tinulis//

Tuhan sudah memberi kepada manusia/

hidup dan mati/

beruntung dan cilaka/

kaya miskin tidak beda/

senang dan susah di hati/

sehat dan sakit/

(lukil makl) sudah tertulis//

38. Sanadyan angungsi mring dhuwuring

mega/

yèn titi têkèng pati/

tiba trus palastra/

pinêndhêm bumi sapta/

tan brojol sangking pêpati/

amung ihtiyar/

tan ina wong ngaurip//

Walaupun mengungsi ke atas langit/

bila sudah tiba waktu meninggalnya/

jatuh lalu meninggal/

terpendam bumi tujuh/

tidak lolos dari kematian/

hanya ikhtiyar/

tidak hina orang hidup//

39. Kang kumandêl-bandêla srah Hyang Maha

Kwasa/

Percayalah berserah kepada Yang Maha

Kuasa/

42 Tertulis “ngusi” Lacuna suku kata

Page 78: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

110

ywa was têkèng pati/

kang kanthi waspada/

aja tilar weweka/

mring kahanan kang kaèksi/

ywa sulap sira/

janma darma nglakoni//

jangan khawatir sampai mati/

harus waspada/

jangan maninggalkan kehati-hatian/

terhadap keadaan yang terlihat/

jangan tegoda kamu/

manusia hanya menjalankan//

40. Jro ihtiyar nênuwun ngarsaning sukma/

nalangsa lahir batin/

mrih luput bêbaya/

yèn durung têkèng mangsa/

wit wus karsaning Hyang Widhi/

dènya kang nglimbang/

sinaring kadi warih//

Dalam ihtiyar memohon kepada Tuhan/

menderita lahir batin/

agar terlepas dari bahaya/

bila belum tiba waktunya/

karena sudah kehendak Tuhan/

seperti nglimbang (memisahkan beras

dengan kotorannya)/

cahayanya seperti air//

41. Rong prakara: katut sinaring lan ora/

yèn rêgêt musthi kèri/

nèng saringanira/

lir ampas dadi akisma/

mula kang suci ing galih/

ywa pêgat nêmbah/

mring Hyang anyuwun kang sih//

Dua perkara : ikut sinarnya dan tidak/

bila kotor pasti tertinggal/

di saringannya/

seperti ampas jadi tanah/

maka yang suci hatimu/

jangan berhenti berdoa/

kepada Tuhan meminta kebaikan//

42. Wit manungsa kang luhur/

kang kèh donyanya/

lumrah jrih têkèng pati/

eman luhurira/

lan eman donyanira/

rong prakara sira pilih/

apa bot bandha/

apa raga dènboti//

Karena manusia yang luhur/

yang banyak hartanya/

patutlah jika takut mati/

menyayangkan keluhurannya/

dan menyayangkan hartanya/

2 perkara kamu pilih/

apa berat harta/

apa berat raga//

43. Yèn bot raga : dèntêntrêm dhahar kang

eca/

bandha aywa ginalih/

Bila berat raga : akan tentram makan yang

enek-enak/

harta jangan dipikirkan/

Page 79: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

111

yèn abot kang bandha/

aywa galih mring raga/

wit sukma tan mundhut bukti/

amung dèn pana/

loro-loroning tunggil//

bila berat harta/

jangan memikirkan raga/

karena jiwa tidak membutuhkan makan/

namun yang sebaiknya/

keduanya menyatu//

44. Janma kabèh kadi wus sami uninga/

mungguh paprangan iki/

mung karya sarana/

nêtêpi janmanira/

kadi wecaning winasis/

tan bisa cidra/

Manusia semuanya sudah saling mengerti/

tentang peperangan ini/

hanya sebagai sarana/

bagi manusia/

seperti dikatakan orang yang pintar/

tidak bisa ingkar/

Page 80: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

112

B. Kajian Isi

Naskah SPT berisi tentang cuplikan peristiwa sejarah kemerdekaan

Indonesia (1942-1945) dan hikmah di balik peristiwa sejarah. Peristiwa tersebut

terjadi di kota-kota besar Indonesia, khusunya di Surakarta. Naskah ini

menceritakan kehidupan masyarakat Surakarta sebelum dan setelah kemerdekaan

Indonesia. Sebelum merdeka, pada masa itu di Indonesia terjadi banyak peperangan

akibat penjajahan Inggris, Belanda dan Jepang. Hal ini menyebabkan rakyat

terutama masyarakat kecil di pedesaan mengalami krisis ekonomi (sandang dan

pangan). Harga-harga pangan melambung tinggi hingga memaksa rakyat

meninggalkan keluarga dan harta benda untuk berkerja Romusha kepada Jepang.

Rakyat sangat menderita karena krisis yang melanda sedangkan pemerintah

tidak memiliki kuasa. Setelah kemerdekaan, Indonesia masih mengalami

peperangan. Banyak perlawanan yang dilakukan oleh pemuda-pemudi Indonesia

untuk merebut kemerdekaan dan terbebas dari penjajahan. Perlawanan tersebut

terjadi di berbagai daerah di Indonesia antara lain Surabaya, Semarang dan

Surakarta. Hal ini membuat ketakutan yang luar biasa terhadap rakyat karena

Indonesia tak kunjung merdeka. Maka dalam memperoleh kemerdekaan, sebagai

makhluk Tuhan, manusia harus selalu berusaha/berikhtiar serta berserah kepada

Yang Maha Kuasa.

Kajian isi dari naskah SPT ini fokus pada peristiwa sejarah yang termuat

dalam teks serta hikmah di balik peristiwa tersebut. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui seluk-beluk cerita yang terdapat di dalamnya. Sesuai dengan fungsi

sejarah secara intrinsik yaitu untuk mengetahui masa lampau dan kegunaan

ekstrinsik sejarah sebagai ajaran moral. Naskah SPT berisi tentang cuplikan sejarah

Page 81: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

113

kemerdekaan Indonesia (1942-1945) dan berisi tentang ajaran moral berupa hikmah

di balik peristiwa sejarah.

Naskah SPT menceritakan sejarah secara umum yaitu peristiwa sejarah

kemerdekaan Indonesia. Alur cerita tertulis berdasarkan urutan waktu yang runtut,

yaitu mulai tahun 1942 hingga 1945. Namun yang menjadi fokus pembahasan

dalam kajian isi ini adalah peristiwa yang terjadi di Surakarta dalam waktu yang

bersamaan dengan peristiwa besar tersebut. Selain itu, untuk mengetahui hikmah di

balik cerita berupa sifat-sifat manusia dalam menghadapi ujian hidup berupa

peperangan. Penjabaran isi dari naskah SPT dibagi dalam 4 subbab, sebagai berikut:

1. Sejarah Kemerdekaan Indonesia (1942-1945), termuat dalam pupuh 1-3

Indonesia pada tahun 1942 di dalam masa penjajahan Jepang. Pada masa itu

dikenal dengan perang dunia II yang menimbulkan banyak peperangan antara

Belanda, Inggris melawan Jepang dan Indonesia dengan ketiga negara penjajah

tersebut. Perang Indonesia dalam merebut kemerdekaan disebutkan sebagai Prang

Sabil.

Keterangan tersebut terdapat dalam pupuh I bait ke-2 dan 7 yang

menceritakan tentang upaya persiapan kemerdekaan. Salah satunya dengan

mempersiapkan pasukan perang sekaligus pasukan keamanan rakyat. Pasukan ini

merupakan tentara sukarela bukan wajib militer yang membantu dalam

mempertahankan pulau Jawa.

Page 82: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

114

Halaman 1 (SPT:I/2)

Milanira: kapêksa sun nganggit/

wruh pra janma sami nambut karya/

tan ngèlingi ing mangsane/

gandhèng lan paprangan gung/

dènya nglantih jurit Prang Sabil/

tan kêndhat sêmangatan/

siyang lawan dalu/

tan pilih priya wanita/

rupa-rupa dènira ambage kardi/

mrih golong jroning driya//

Maka : terpaksa saya mengarang/

melihat para manusia yang bekerja/

tidak mengingat pada masanya/

kebersamaan dan peperangan besar/

olehnya melatih prajurit Perang Sabil/

tidak berhenti semangatnya/

siang dan malam/

tidak pilih pria wanita/

banyak pembagian tugas yang dilakukan/

agar bersatu dalam hati//

Halaman 2 (SPT:I/7)

Kadiparan solahirèng janmi/

lamun nganti katrajang prang dunya/

tan wurung rarêmpon gêdhe/

nêdhêng iki kang wêktu/

durung kongsi kambah ing jurit/

rasaning tyas wus prang yuda/

malah kèh wong lampus/

katrajang Prang Sabillolah/

wrêdinira tan bisa nyabili pikir/

kongsi têkèng pralaya//

Bagaimana sikap manusia/

jika sampai diserang perang dunia/

sudah pasti banyak korban/

sekarang ini waktunya/

belum sampai terkena perang/

rasanya hati sudah perang/

lebih-lebih banyak manusia mati/

diserang Perang Sabillilah (perang di jalan

Tuhan)/

artinya tidak bisa mencegah pikir/

sampai tiba kematian//

Hal ini sesuai dengan tulisan Ricklefs (1989:306), bahwa pihak Jepang

menginginkan agar Perang Dunia II dinyatakan sebagai suatu Perang Sabil. Maka

dengan tegas ditolak oleh orang-orang muslim karena orang-orang Jepang, seperti

halnya Sekutu adalah orang kafir dan peperangan atas nama mereka tidak dapat

disebut sebagai Perang Sabil. Sedangkan menurut versi lain yang dimaksud dengan

Prang Sabillolah dalam cuplikan naskah di atas adalah upaya manusia dalam

melawan hawa nafsu, baik secara lahir maupun batin.

Pada masa kedudukan Jepang, terjadi kerja paksa bagi orang Indonesia yang

disebut Romusha. Pada Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani dan

Page 83: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

115

pemuda pengangguran yang berasal dari desa-desa untuk dipekerjakan sebagai

buruh sukarela di perusahaan-perusahaan milik Jepang. Pihak Jepang juga

memberlakukan peraturan-peraturan baru bagi penjualan beras secara wajib kepada

pemerintah dengan harga rendah, yang sesungguhnya merupakan sistem

penyerahan secara paksa guna memenuhi kebutuhan balatentara Jepang.

Keterangan Romusha tersebut terdapat dalam pupuh I bait ke-25, tentang

kesedihan manusia yang dipekerjakan oleh Jepang. Para pekerja diperlukan untuk

membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan

raya, jembatan, pangkalan udara, dan pabrik-pabrik milik Jepang. Romusha bahkan

tidak hanya di Jawa, juga dikirim keluar Indonesia seperti Birma, Muang Thai,

Vietnam dan Malaysia (http://kumpulanbiografiindonesia.blogspot.co.id : Februari

2013). Berikut ini cuplikan tembang dalam naskah SPT tentang keadaan Romusha.

Halaman 5 (SPT:I/25)

Yakinira janma kèh kang tis-tis/

bingung sami ngudi ing pakaryan/

nging pakaryan lèrèn kabèh/

kahanan kabèh kantu/

samubarang butuhing janmi/

susah dènya ngupaya/

pangan saya nglangut/

mula sukaring pakaryan/

kongsi kurban lumêbu Remusha nagri/

lunga mring [6] liyan praja//

Yakinilah manusia banyak yang sedih/

bingung dalam mencari pekerjaan/

sebab pekerjaan berhenti semua/

keadaan semua lemah/

semua barang kebutuhan manusia/

susah olehnya mengusahakan/

pangan semakin tinggi/

seperti itu susahnya pekerjaan/

sampai berkorban masuk Romusha negara/

pergi ke negara lain//

Romusha adalah bentuk penyiksaan yang paling keras pada masa penjajahan

Jepang. Rakyat diperas tenaga dan hartanya sehingga banyak menyebabkan

kematian. Tidak terhitung jumlah orang yang masuk dalam Romusha, tetapi

kemungkinan besar 200.000 orang bahkan sampai setengah juta orang, yang

Page 84: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

116

diantara mereka tidak lebih dari 70.000 orang yang masih hidup pada akhir perang.

Keluarga mereka ditinggalkan dalam keadaan yang menyedihkan (Ricklefs,

1989:308). Adanya Romusha membuat perekonomian masyarakat tidak stabil,

karena harga produk pertanian yang rendah dan harga-harga kebutuhan lain

menjadi tinggi sehingga terjadi kesenjangan harga. Akibatnya masyarakat tidak

mampu membeli kebutuhan sandang dan pangan.

Keadaan manusia yang bekerja Romusha sangat memprihatinkan, kesehatan

tidak dijamin, makanan tidak cukup, serta pekerjaan yang sangat berat membuat

badan mereka kurus kerontang. Pakaian untuk para Romusha hanya dari goni yang

tidak nyaman dikenakan. Keadaan sedemikian itu menyebabkan berbagai penyakit,

sehingga banyak Romusha yang meninggal karena sakit, kelaparan, dan kecapaian

atau kecelakaan. Hal ini seperti yang termuat dalam pupuh I bait ke-17 sebagai

berikut.

Halaman 4 (SPT:I/17)

Kongsi gêring badan kari lunglit/

tapih klasa sruwal bago tan wêtah/

wirang isin tan tinolèh/

kosobali kang punjul/

kadi lumban anèng jaladri/

sêngkuran dènya mrih donya/

wit barêngi wêktu/

laris sakèh kang dinagang/

kongsi rêga tikêl ping pitu : tan bali/

tikêl tanpa watêsan//

Sampai kurus badan tinggal kulit/

bawahan tikar celana dari goni tidak utuh/

malu tidak dihiraukan/

kebalikannya dari orang yang mampu/

seperti berenang di lautan/

terlena oleh harta/

apalagi bersamaan waktu ini/

laris sekali yang dijual/

sampai harga lipat tujuh kali : tak kembali/

berlipat tak terbatas//

Keadaan perekonomian rakyat krisis sebab harga-harga melambung tinggi.

Sedangkan dalam bekerja Romusha mereka tidak mendapatkan gaji sehingga

kondisi di rumah tangga memprihatinkan. Lama terjadi Romusha, hingga keadaan

Page 85: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

117

ini berhenti karena negara Jepang dihancurkan oleh Sekutu pada tahun 1945. Dua

kota di Jepang dijatuhi bom atom secara berturut-turut yaitu Hiroshima (6 Agustus)

dan Nagasaki (9 Agustus). Pengeboman ini menyebabkan pemerintahan Jepang

takluk kepada Sekutu dan menjadi gerbang awal bagi Indonesia untuk merdeka.

Keterangan kejatuhan bom atom itu terdapat dalam pupuh II bait pertama.

Posisi Jepang sudah tidak aman karena pihak Sekutu telah membumihanguskan

negaranya dan menyebabkan banyak kematian rakyat Jepang. Maka tidak ada

alternatif lain bagi Jepang kecuali menyerah. Selanjutnya pemerintah Jepang juga

hendak memberikan kemerdekaan bagi Indonesia dengan membentuk BPUPKI.

Perundingan ini termuat dalam pupuh II bait ke-11sebagai berikut.

Halaman 8 (SPT:II/1)

Dèrèng dangu dènira kang nganggit/

nuli wontên wartos/

kang lyan praja kang nêmpuh prang gêdhe/

kèh pêpati lir babatan pacing/

wit katiban mimis/

kang nama bom atum//

Belum lama olehnya mengarang/

lalu ada berita/

di negara lain yang menempuh perang

besar (Jepang)/

banyak kematian seperti mengkudu yang

ditebas/

karena terkena tembakan/

yang bernama bom atum//

Halaman 9 (SPT:II/11)

dènirarsa ngèstu dhêdhawuhing/

nata ing Tokiyo/

dènya paring ing kamardikane/

pandhudhuk ing Indonesiai/

ginêgêm prentahing/

bangsa Landi kang wus//

keinginannya merestui pertemuan/

raja di Tokyo/

yang akan memberi kemerdekaan/

penduduk di Indonesia/

digenggam perintahnya/

seperti bangsa Belanda yang sudah-sudah//

Page 86: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

118

Akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat dan Indonesia dapat

memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Situasi

kemerdekaan tersebut digambarkan penuh dengan suka cita. Rakya menyambut

gembira berita kemerdekaan. Seperti yang termuat dalam pupuh III sebagai berikut.

Halaman 13 (SPT:III/1)

Sinome katon ngalela/

isih antunggil kang warsi/

horêging kang para janma/

kang ginotèk sabên ari/

siyang dalu kapyarsi/

tan liyan ingkang rinêmbug/

mung mardikaning praja/

wus kacihnan jroning nagri/

wanci ratri mubyaring dilah warata//

Sinomnya terlihat jelas/

masih sama tahunnya/

gemparnya para manusia/

yang dibicarakan setiap hari/

siang malam terdengar/

tidak lain yang dibicarakan/

hanya merdekanya negara/

sudah ada tandanya dalam negara/

saat malam lampu-lampu hidup merata//

Di dalam naskah SPT, pengarang juga menuliskan pengharapnya terhadap

kota Surakarta agar tidak terjadi peristiwa peperangan yang sangat membahayakan

dan memakan banyak korban jiwa. Berikut harapan dari pengarang termuat dalam

pupuh I bait ke-6.

Halaman 2 (SPT:I/6)

Talitinên: jaman anyar iki/

wis sêdhênge sira babar cipta/

amrih lêstari ing têmbe/

wit wêktune wus nyungul/

paprangan gung kabèh nêgari/

pêpati tan wilangan/

sami rêbut unggul/

mung nênuwun karsaning Hyang/

kang paprangan aywa nganti angêlêbi/

mring praja Surakarta//

Perhatikan : jaman baru ini/

sudah seharusnya kamu berpikir/

agar lestari nantinya/

karena waktunya sudah muncul/

peperangan besar semua negara/

kematian tak terhitung/

saling berêbut kemenangan/

hanya memohon kepada Tuhan/

agar peperangan jangan sampai

membanjiri/

di kota Surakarta//

Page 87: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

119

Pada masa perang kemerdekaan, di Surakarta ada yang membuat rakyat

bersedih yaitu bersamaan dengan meninggalnya para raja keraton. Dua kerajaan

yang ditinggal mangkat oleh rajanya yaitu Kasunanan Surakarta dan Kadipaten

Mangkunegaran. Hal ini termuat dalam pupuh I bait ke-23 yang menjelaskan

banyak bangsawan yang meninggal dari praja lor (Mangkunegaran) dan praja kidul

(Kraton Surakarta).

Halaman 5 (SPT:I/23)

Jaman anyar : ngancik patang warsi/

kèh bangsawan kang sami pralaya/

dalah kang mêngku kratone/

praja lor lawan kidul/

karya tis-tis kaliwula alit/

dènya ngabdi wus lama/

tinilar akundur/

sanadyan ginanti nata/

mêksa bronta kadi kecalan mêmanik/

rong praja padha uga//

Jaman baru : menginjak empat tahun/

banyak bangsawan yang meninggal/

juga yang memimpin keratonnya/

keraton utara (Mangkunegaran) dan selatan

(Kraton Surakarta)/

membuat sedih para rakyat/

olehnya mengabdi sudah lama/

ditinggalkan pulang (meninggal)/

walaupun diganti raja/

memaksa hati bagai kehilangan permata/

dua keraton sama juga//

Berdasarkan biografi raja-raja Jawa yang terdapat dalam wikipedia.com, di

Surakarta pada masa menjelang kemerdekaan telah ditinggalkan mangkat oleh

rajanya. Dari Mangkunegaran yaitu Mangkunegaran VII (1916-1944) yang dikenal

sebagai bangsawan modern. Ia juga turut menjadi tokoh dalam organisasi

pergerakan Boedi Oetomo, seorang perwira KNIL sebagai kolonel, dan Komandan

Legiun Mangkunegaran (http://id.m.wikipedia.org/wiki/Mangku negara_VII : 19

Juni 2016). Sedangkan dari Kasunanan Surakarta telah wafat Pakubuwono XI pada

1 Juni 1945. Pemerintahan Pakubuwono XI terjadi pada masa sulit, yaitu bertepatan

dengan meletusnya Perang Dunia Kedua. Ia juga mengalami pergantian pemerintah

Page 88: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

120

jajahan dari tangan Belanda ke tangan Jepang ( https://id.m.wikipedia.org/

wiki/Pakubuwana_XI : 6 Februari 2016).

2. Peristiwa Heroik di Surakarta (27 September 1945), termuat dalam pupuh

4-6

Peristiwa heroik di berbagai daerah umumnya para pemuda melakukan

peperangan, merebut tempat-tempat strategis dan melucuti senjata Jepang.

Tindakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada pupuh 4-

6 bercerita tentang keadaan di Surakarta setelah merdeka.

Salah satu peristiwa yang diceritakan adalah peristiwa heroik di Surakarta.

Peristiwa ini diawali dengan insiden pergantian bendera Jepang oleh para pemuda

di Surakarta yang termuat dalam pupuh VI bait pertama.

Halaman 18 (SPT:VI/1)

Pangkur trusaning mardika/

nunggil sasi kadya kasêbut ing inggil/

nuju tanggal pitulikur/

tumrap ing Surakarta/

wus kaèksi pêmudha ingkang angrêbut/

gêndera liyaning praja/

sinalin bandera nagri//

Pangkur kelanjutan merdeka/

sama bulannya seperti tersebut di atas/

pada tanggal 27 (September)/

di Surakarta/

sudah terlihat pemuda yang merebut/

bendera lain negara (Jepang)/

diganti bendera negara (Indonesia)/

Jika di Surabaya pada 19 September 1945 terjadi insiden penurunan bendera

milik Belanda di Hotel Yamato. Maka di Surakarta juga terjadi peristiwa yang

sama, yaitu insiden bendera milik Jepang yang diganti oleh para pemuda pada 27

September 1945. Kemudian untuk menguatkan pertahanan didirikan pula angkatan

muda. Pendirian angkatan muda ini termuat dalam pupuh V bait pertama sebagai

berikut.

Page 89: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

121

Halaman 20 (SPT:V/1)

Kinanthi karya pêpemut/

ing Surakarta nagari/

nuju tanggal ping sapisan/

Oktobêr nunggil kang warsi/

adêging angkatan mudha/

dènira sami anampi//

Kinanthi sebagai pengingat/

di Surakarta negara/

pada tanggal ke- 1/

Oktober masih di tahun yang sama/

berdirinya angkatan muda/

olehnya saling menerima//

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia tepatnya tanggal 1 Oktober 1945,

Pemerintah Sipil Jepang telah menyerahkan kekuasaan pada Ketua Komite

Nasional di Surakarta. Panglima pasukan tentara Nippon T.Masse juga telah

menyerahkan semua persenjataan tetapi Kempeitai tidak mau menyerahkan

kekuasaan dengan alasan Kempetai tidak berada di bawah komando T.Masse

melainkan langsung dibawah komando Jawa Kenpeitaicho

(http://mpn.kominfo.go.id : 16 Agustus 2012).

Hal ini menimbulkan kemarahan angkatan muda dan Badan Keamanan

Rakyat. Maka pada tanggal 11 Oktober 1945 para angkatan muda mendapat tugas

untuk mengepung markas Kempeitai di Mangkubumen. Peristiwa ini dalam naskah

SPT termuat dalam pupuh VI bait pertama dan ke-2

Halaman 22 (SPT:VI/1-2)

Pangkur tumrap Surakarta/

amèngêti kang karya rêtuning nagri/

ping sawêlas tanggalipun/

Oktobêr wulanira/

nunggil warsi kadya kang kasêbut wuwur/

wiwit dina Kêmis siyang/

samêkta pratoting jurit//

Pangkur di Surakarta/

memperingati bekas kerusuhan negara/

11 tanggalnya/

Oktober bulannya/

masih di tahun yang sama disebut di atas/

mulai hari Kamis siang/

sudah lengkap perlengkapan perang//

pra angkataning pamudha/

sigra budhal dènirarsa andon jurit/

mring Mangkubumèn angêpung/

bètènging wadya Jêpan/

para angkatan pemuda/

segera berangkat untuk berperang/

ke Mangkubumen mengepung/

bentengnya tentara Jepang/

Page 90: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

122

têpung gêlang pamudha kang sami

ngêpung/

manganti janjia nira/

dènirarsa srah kang bêdhil//

pemuda mengepung seluruh sisi (benteng)/

menunggu janjinya/

untuk menyerahkan seluruh pistol

(senjata)//

Pertempuran berjalan sengit dan pada pagi harinya Kempetai menyerah

total. Dalam pertempuran itu jatuh korban bernama Arifin, sesuai dengan yang

termuat dalam naskah pada pupuh VI bait ke-18.

Halaman 25 (SPT:VI/18)

Pinuwus papêsthaning Hyang/

wit manungsa mung sakdarma anglakoni/

nadyan sirna asma luhur/

luhur nglabuhi praja/

ewon janma si : Aripin kurbanipun/

dadi kêmbanging praja/

kuncara asmaning lalis//

Sudah menjadi kehendak Tuhan/

karena manusia hanya bisa menjalani/

walaupun mati tapi luhur namanya/

luhur membela negara/

ribuan manusia nama : Aripin korbannya/

menjadi bunga negara/

yang terkenal namanya//

Arifin adalah salah satu pahlawan yang gugur dalam pelucutan senjata

Jepang di Surakarta. Pemuda yang berasal dari Ngawi ini rela mati demi

mempertahankan kemerdekaan. Keberaniannya mencerminkan sifat prajurit utama,

yaitu prajurit yang rela mati demi membela negara.

3. Pertempuran Surabaya (10 November 1945), termuat dalam pupuh 7-8

Setelah peristiwa heroik di Surakarta, terjadi pula peristiwa-peristiwa heroik

di kota-kota besar di Indonesia seperti di Semarang dan Surabaya. Pertempuran di

Semarang terjadi karena Jepang yang telah hancur negaranya tidak bisa kembali

dan mencoba merebut pusat-pusat pemeritahan salah satunya kota Semarang.

Peristiwa disebut sebagai pertempuran lima hari di Semarang. sebagaimana termuat

dalam pupuh VII bait pertama dan ke-2 sebagai berikut.

Page 91: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

123

Halaman 27 (SPT:VII/1-2)

Wus pinasthi sangking karsaning Hyang Widhi/

kutha ing Sêmarang/

kang têmbe katêmpuh jurit/

prang sabil kèh wong palastra//

Sudah ditetapkan oleh Tuhan/

kota di Semarang/

yang baru saja mengalami peperangan/

perang sabil banyak orang meninggal//

Awit wadya Jêpan kang wus kasor jurit/

anèng tanah Jawa/

anyipta tan bisa bali/

mring nêgrinira priyongga//

Sebab tentara Jepang yang sudah kalah perang/

di tanah Jawa/

tidak bisa kembali/

ke negaranya sendiri//

Pada tanggal 14 Oktober pasukan Jepang mulai merebut kembali Semarang.

Pihak Inggris tiba di Semarang enam hari kemudian ketika pihak Jepang sudah

hampir berhasil merebut kekuasaan atas kota itu. Korban kira-kira 500 orang

Jepang dan sekitar 2.000 orang Indonesia Tewas (Ricklefs, 1989: 325).

Kemudian terjadi peperangan lagi pada tanggal 29 Oktober merupakan

upaya gencatan senjata yang puncaknya terjadi di Surabaya. Peristiwa Surabaya

diawali oleh tewasnya Brigjend Mallaby (komando tentara Inggris) di gedung

Internasio Surabaya. Akibat peristiwa ini, Monseg (pengganti Mallaby)

mengeluarkan ultimatum yang isinya: semua pimpinan Indonesia termasuk

pimpinan pergerakan pemuda, polisi dan petugas radio yang bersenjata dan

meletakkan senjata itu di tempat-tempat yang telah ditentukan. Ultimatum ini tidak

dihiraukan rakyat Surabaya dan pecahlah pertempuran melawan Sekutu. Akhirnya

pada tanggal 10 November 1945, pasukan Inggris mulai melancarkan serangan di

darat, laut, udara (Kartasasmita, 1985:58). Gambaran peperangan ini termuat dalam

pupuh VII bait ke-16 sebagai berikut.

Page 92: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

124

Halaman 32 (SPT:VII/16)

Dènudani : mimis mariyêm sing palwa/

montor mabur nibani/

grênat sing gêgana/

tèng :bêdhil dharatan/

prandene panglawan mami/

têtêp ngayuda/

tumêkèng limang latri//

Dihujani : musibah mariyem di kapal/

pesawat menjatuhi/

granat di langit/

teng : menembaki daratan/

meskipun demikian pahlawan kita/

tetap berperang/

sampai 5 malam//

Meskipun Inggris dilengkapi dengan pesawat-pesawat terbang dan senapan

dalam pertempuran di pelabuhan, serta setelah pertempuran yang lama dan pahit

akhirnya berhasil menguasai kota. Perang itu masih dianggap kemenangan oleh

orang Indonesia. Ini merupakan suatu demonstrasi di hadapan Inggris tentang

kekuatan berperang dan kesediaan mengorbankan jiwa raga (Kahin, 1995:182).

Pertempuran Surabaya pada tanggal 10 Nopember itu diperingati sebagai hari

pahlawan sebagaimana keterangan dalam pupuh VII bait ke-36.

Halaman 30 (SPT:VII/36)

Sun pèngêting sadasa dènya jurit/

Nopèmbêr kang condra/

maksih anunggil kang warsi/

kang kaping kalih ngayuda//

Diperingati tanggal 10 olehnya

berperang/

Nopember bulannya/

masih dalam tahun yang sama/

kedua kalinya berperang//

Surabaya menjadi ajang pertempuran yang sangat hebat selama Revolusi,

sehingga pada tanggal 10 November diperingati sebagai hari pahlawan.

Pertempuran di Surabaya banyak melibatkan pasukan-pasukan dan pahlawan dari

seluruh penjuru negara Indonesia. Bahkan bangsa Cina dan Arab di Jawa ikut

membela negara Indonesia. Pertempuran Surabaya banyak melahirkan tokoh-tokoh

pahlawan nasional.

Page 93: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

125

Saat masih terjadi pertempuran, di Surakarta juga terjadi teror dari pihak

Inggris yang mengancam menjatuhkan bom di daerah pemancaran radio. Masa itu

radio menjadi alat melancarkan strategi dan propaganda perang sehingga Inggris

memblokade seluruh pemancar radio untuk melemahkan komunikasi. Peristiwa ini

termuat dalam pupuh VIII bait ke-23 dan 24 sebagai berikut.

Halaman 33 (SPT:VIII/23)

Wus dilalah wêktuning sih jroning yuda/

ping salawe marengi/

Nopèmbêr wulannya/

isih nunggil kang warsa/

Minggu injing ingkang wanci/

(ing Surakarta) wontên bêbaya prapti//

Sudah menjadi kehendak waktunya masih

dalam peperangan/

pada tanggal 25/

Nopember bulannya/

masih dalam tahun yang sama/

Minggu pagi waktunya/

(di Surakarta) ada bahaya datang/

Pemboman di Surakarta ini terjadi di RRI Surakarta pada tanggal 25

Nopember 1945. Maka seluruh masyarakat Surakarta diperintahkan untuk

mengungsi ke tempat-tempat yang aman. Seperti yang termuat dalam pupuh VIII

bait ke-24 ini.

Halaman 33 (SPT:VIII/24)

Montor mabur anyêbar yulayang

pawarta/

sung sasmita mring janmi/

kinèn angungsia/

janma kang cêlak gênya/

gêdhong radiyo dènaglis/

arsa rinusak/

tinibanan bom mimis//

Pesawat menyebar surat berita/

memberi pesan kepada manusia/

untuk mengungsi/

manusia yang dekat tempatnya/

gedung radio segera/

akan dirusak/

dijatuhi tembakan bom//

Page 94: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

126

Berdasarkan keterangan dalam naskah SPT, kerusakan yang terjadi tidak

terlalu parah. Hanya sebagian rumah yang rusak dan tidak ada korban jiwa.

Kerusakan tersebut dijelaskan dalam pupuh VIII bait ke-32.

Halaman 34 (SPT:VIII/32)

Tan sapira kèhing bom ingkang tumiba/

kèh kaplêsat tan keni/

lan tan ana kurban/

nadyan rusak kang wisma/

mung kaca lawan piranti/

tan kabèh pêgat/

kalêbu mung sathithik//

Tidak seberapa banyaknya bom yang

jatuh/

banyak dilepaskan tidak terduga/

dan tidak ada korban/

walaupun rusak rumahnya/

hanya kaca dan perabotan/

tidak semua rusak/

termasuk hanya sedikit//

Dalam arsip sejarah RRI, Studio RRI Surakarta tidak luput dari pemboman

angkatan udara Inggris. Pada tanggal 25 November RRI Surakarta dihujani dengan

bom dan roket, tetapi hanya mengalami kerusakan ringan. Sekalipun terkena tepat,

siaran dari solo tidak akan berhenti karena di studio sudah tidak ada pemancar pun.

Dua buah pemancar besar sudah diamankan. Sebuah di Tawangmangu dan sebuah

lagi di Jebres, Solo.

Berdasarkan cuplikan-cuplikan peristiwa sejarah tersebut telah banyak

peperangan yang melanda Indonesia khususnya di Surakarta. Hal ini perlu

direnungkan kembali sebagai upaya menghargai jasa-jasa pahlawan serta belajar

dari masa lalu. Sejarah tentu ditulis bukan tanpa tujuan seperti pesan Bung Karno

“Jasmerah” (jangan sekali-kali melupakan sejarah), sebab dalam sejarah pasti

mengandung hikmah yang dapat diambil manfaatnya.

Page 95: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

127

4. Hikmah di Balik Peristiwa Sejarah: Arti Kemerdekaan Bagi Manusia

Pengertian hikmah dalam KBBI adalah arti atau makna yang dalam;

manfaat; wejangan yang penuh – berguna, bermanfaat dan memiliki kesaktian.

Hikmah adalah buah pelajaran atau pesan yang dapat diambil dari sebuah cerita.

Pada baris terakhir naskah SPT memberikan informasi bahwa peperangan di atas

adalah sebagai sarana untuk pembelajaran. Sejarah sebagai sarana ini adalah

sebagaimana yang termuat dalam pupuh VIII bait ke-41.

Halaman 35 (SPT:VIII/41)

Janma kabèh kadi wus sami uninga/

mungguh paprangan iki/

mung karya sarana/

nêtêpi janmanira/

kadi wecaning winasis/

tan bisa cidra/

Manusia semuanya sudah saling mengerti/

tentang peperangan ini/

hanya sebagai sarana/

bagi manusia/

seperti dikatakan orang yang pintar/

tidak bisa ingkar/

Hikmah yang disampaikan dalam naskah SPT adalah bagaimana

masyarakat menyikapi peristiwa pedih yang menimpa mereka pada masa

peperangan, sebagai berikut:

Naskah SPT menceritakan tentang sejarah Indonesia dalam memperoleh

kemerdekaan. Kemerdekaan merupakan hal yang menjadi cita-cita seluruh rakyat

Indonesia. Keinginan rakyat untuk merdeka agar terbebas dari penjajahan yang

telah bertahun-tahun membelenggu rakyat Indonesia. Maka seluruh rakyat

Indonesia telah bersatu menumpas penjajah dengan peperangan. Cita-cita akan

kemerdekaan ini termuat dalam pupuh I bait ke-3 sebagai berikut.

Page 96: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

128

Halaman 1 (SPT:I/3)

Orêg janma maratah jro nagri /

ing padesan tan beda lan praja /

têkan pucuk gunung kabèh /

wus sami golong kayun /

dènya mimpin saya ngukuhi /

kadi wus tan ana liya /

kang kaciptèng kalbu /

dènya mrih idham-idhaman /

kang ginotèk kamardikan sabênira/

raharja jroning praja //

Kalang kabut manusia berhamburan di dalam negara/

di pedesaan tidak beda juga di keraton/

sampai ke puncak gunung semua/

sudah bersatu keinginan/

olehnya memimpin semakin kuat/

seperti sudah tidak ada lain/

yang diinginkan hati/

yang menjadi cita-cita/

kemerdekaan yang dibicarakan oleh setiap orang/

selamat dalam negara//

Berbagai peperangan telah dilalui oleh bangsa Indonesia mulai dari

penjajahan Belanda, Inggris dan Jepang. Hingga akhirnya, negara Indonesia telah

berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Meskipun negara

telah merdeka namun tidak menjamin kemerdekaan bangsa/manusianya. Sebab

bekas-bekas penjajahan masih mengakar di negara Ini. Maka setelah negara

merdeka pun kehidupan rakyatnya masih sangat memprihatinkan, seperti

kesenjangan ekonomi, banyaknya pengangguran, dan rusaknya budi pekerti.

Keadaan rakyat yang demikian itu termuat dalam pupuh II bait ke-23.

Halaman 10 (SPT:II/23)

Tan kacrita gunging tyas pra janmi/

kadi wus tan pêdhot/

isih akèh janma prihatine/

labêtira kêntèkan kang bukti/

rusaking pambudi/

wit dènira nganggur//

Tidak terceritakan besarnya hati manusia/

seperti sudah tidak putus/

masih banyak keprihatinannya/

oleh karena kehabisan pangan/

rusaknya budi pekerti/

karena olehnya menganggur//

Kemerdekaan suatu negara itu dapat diukur melalui sumpah atau hukum

yang diikrarkan. Akan tetapi, kemerdekaan manusia itu tidak tertulis dan tidak

Page 97: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

129

terbatas. Jangan salah mengartikan kemerdekaan, meskipun teknologi semakin

canggih, pembangunan sudah merata ke desa-desa, jika permasalahan sandang

pangan dan moral belum selesai maka belum bisa dikatakan merdeka. Hal ini sesuai

yang terdapat dalam naskah SPT bait ke-11 dan 12 di bawah ini.

Halaman 21 (SPT:V/11-12)

Sigêg ing caritanipun/

wit janma tan bisa : sami/

sawènèh gagas mardika/

ing griya sêpèn kang têdhi/

têmah gung yuda ing driya/

sabar mardikaning galih//

Berhenti ceritanya/

karena manusia tidak bisa : saling/

menerangkan dengan jelas tentang merdeka/

di rumah tidak ada makanan/

sehingga perang besar dalam hati/

sabar merdekanya hati//

Aywa kaliru panêmu/

mardika kang sira tampi/

sêmbarang dèn wasdakna/

suwara kêlawan yêkti/

bab kamardikaning praja/

lawan mardikaning janmi//

Jangan salah mengartikan/

merdeka yang kamu terima/

semuanya harus diperhatikan/

suara maupun kenyataan/

bab kemerdekaan negara/

dan kemerdekaan manusia//

Kemerdekaan negara berarti terbebas dari gangguan dan ancaman

(penjajahan) dari negara lain. Negara berhenti berperang satu sama lain dan hidup

saling rukun dalam bermasyarakat. Sedangkan kemerdekaan manusia berarti

tercukupi kebutuhan lahir dan batinnya. Kebutuhan lahir meliputi tempat tinggal

yang nyaman, tercukupi sandang dan pangan. Sedangkan kebutuhan batin manusia

berkaitan dengan hidup tentram dalam beragama dan berbuat baik kepada sesama

manusia. Dalam kehidupan sekarang manusia masih belum merdeka karena banyak

manusia yang serakah, tidak perduli kepada sesamanya, banyak pemimpin yang

sewenang-wenang. Keserakahan manusia sebagaimana termuat dalam pupuh I bait

ke-11.

Page 98: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

130

Halaman 3 (SPT:I/11)

Brantanira têmah jungkir walik/

kelambrangan tan kamot ing driya/

têmah gunjing rusak kabèh/

lêbur jroning jagad gung/

bawur kuwur tan bisa ngèksi/

apa kang katon ngarsa/

kinêmah ginugut/

tan wrin sanak tuwin kadang/

luwih-luwih lawan sawènèhing janmi/

cakot-cinakot gantya//

Keluhannya sampai jungkir balik/

meronta-ronta tidak muat di hati/

hingga bergoyah rusak semua/

hancur lebur dalam dunia/

sampai bingung tidak bisa melihat/

apa yang ada di depan/

dikunyah digigit/

tidak ingat anak dan juga saudara/

terlebih dengan sesama manusia/

saling gigit-menggigit//

Bab kemerdekaan negara dan kemerdekaan manusia harus saling

melengkapi. Manusia berjuang melawan penjajah untuk mendapat kemerdekaan.

Kita sebagai manusia harus mengisi kemerdekaan itu dengan hal-hal yang dapat

membantu pembangunan negara dan menunjang kesejahteraan. Namun perlu

diingat bahwa kemerdekaan itu sejatinya datangnya dari Yang Maha Kuasa. Sebab

alam dan manusia di muka bumi merupakan ciptaannya. Manusia hanya

menjalankan apa yang sudah menjadi kewajibannya.

Mengutip kata-kata mutiara “manungsa saderma nglakoni” artinya manusia

boleh merencanakan, akan tetapi Tuhan yang menentukan. Hal ini juga dapat

memberikan pemahaman kepada orang Jawa untuk tidak ngangsa, memaksakan

diri atau berambisi, karena yang terjadi atas kehendak Tuhan. Dengan demikian

manusia harus percaya kepada takdir dan keadilan Tuhan, agar manusia tidak

mudah patah semangat dan miskin hati (Syuropati, 2015: 99).

Kewajiban manusia sebagai makhluk adalah senantiasa berikhtiar dan

bersabar dalam menghadapi segala macam cobaan. Manusia harus selalu

Page 99: BAB II ANALISIS DATA · umumnya terjadi pada baris tembang sehingga baris tersebut tidak memenuhi konvensi tembang. Lacuna huruf umumnya terjadi karena kurang tanda baca/sandhangan

131

menjalankan perintah-Nya seperti beribadah, dan menjaga hawa nafsunya seperti

berpuasa. Sebagaimana yang termuat dalam naskah SPT pada pupuh II bait ke-27.

Halaman 11 (SPT:II/27)

Wus dilalah karsaning Hyang Widhi/

dènya karya lakon/

kongsi têpung jagad raya kabèh/

kang supadi janma bisa eling/

nêmbah mring Hyang Widhi/

ja : nak mangan turu//

Sudah menjadi kehendak Tuhan/

olenya memberi perintah/

sampai merata ke seluruh alam/

agar manusia bisa ingat/

menyembah kepada Tuhan/

jangan : enak makan tidur//

Hanya orang yang ingat yang beruntung, orang yang senantiasa mengingat

sang Pencipta. Manusia selalu dihadapkan dengan perang sabilillah yaitu perang

dengan dirinya sendiri dalam melawan hawa nafsu. Manusia yang ingin merdeka

harus selalu berusaha/berikhtiar dan bersabar setelahnya diserahkan kepada Yang

Maha Esa. Sedangkan bentuk penghibur kesedihannya terletak pada upaya manusia

dalam berikhtiar, karena hidup dan mati, beruntung dan celaka, kaya dan miskin,

senang dan susah merupakan takdir seorang makhluk.