bab ii (2)ok

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pengendalian Vektor 2. 1. 1.Definisi Pengendalian vektor Usaha pemberantasan DBD dilakukan dengan memutuskan matarantai penularan dari Aedes aegypti. Usaha pemberantasan ini terutama ditujukan kepada vector penularan larva Aedesa egypti yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah atau membunuh virus tersebut. Aedes aegypti merupakan vector penyakit DBD, Untuk mengatasi penyakit DBD sampai saat ini masih belum ada cara yang efektif, karena sampai saat ini masih belum ditemukan obat anti virus dengue. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara penanggulangan penyakit DBD dengan melalui pengendalian terhadap nyamuk Aedesa egypti (Hadi, 2001). Tujuan pengendalian vector adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai 5

Upload: rosiana-ochi

Post on 05-Dec-2014

76 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II (2)OK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengendalian Vektor

2. 1. 1.Definisi Pengendalian vektor

Usaha pemberantasan DBD dilakukan dengan memutuskan

matarantai penularan dari Aedes aegypti. Usaha pemberantasan ini

terutama ditujukan kepada vector penularan larva Aedesa egypti yang

sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat mencegah atau

membunuh virus tersebut. Aedes aegypti merupakan vector penyakit DBD,

Untuk mengatasi penyakit DBD sampai saat ini masih belum ada cara

yang efektif, karena sampai saat ini masih belum ditemukan obat anti virus

dengue. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara penanggulangan penyakit

DBD dengan melalui pengendalian terhadap nyamuk Aedesa egypti (Hadi,

2001).

Tujuan pengendalian vector adalah upaya untuk menurunkan

kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti sampai serendah mungkin

sehingga kemampuan sebagai vector menghilang. Berbagai upaya telah

dilakukan untuk mengatasi masalah DBD di Indonesia (Hasimi dkk,

2005).

2. 1. 2. Macam – macam pengendalian vektor

2.1.2.1. Secara kimia

Cara ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida

kesarang-sarang nyamuk, seperti got, semak, dan ruangan rumah.

5

Page 2: BAB II (2)OK

6

Banyak sekali jenis insektisida anti nyamuk yang saat ini beredar

di pasaran. Selain penyemprotan, bisa juga dilakukan dengan

penaburan insektisida butiran ketempat jentik atau larva nyamuk

demam berdarah biasa bersarang, seperti tempat penampungan air,

genangan air, atau selokan yang airnya jernih. Penggunaan obat

nyamuk bakar juga digolongkan kedalam pengendalian secara

kimia (Kardinan, 2003).

Bahan kimia yang diguna kan mengandung racun yang

berbahaya bagi kesehatan manusia, misalnya pada saluran

pernafasan, prostat, otak, dan testis (Utariningsih, 2010).

Menurut Gandahusada dkk (2000) bahan kimia yang

digunakan adalah senyawa kimia yang termasuk organofosfat,

diantaranya adalah: Fenitrotion 40 WP, Temefos, Malathion,

Dieldrin, Pietrum, Klorfirifos, Bendiocarp, Permetrin,

Lamdasihalotrin, Metopren, Diflubenzuron, Diquatdan MCPA,

Penoxylen.

2.1.2.2. Secara mekanis / Fisik

Cara ini dikenal dengan 3 M (menguras, menutup,

mengubur) yaitu menguras bak mandi, bak wc, menutup tempat

penampungan air rumah tangga, (tempayan, drum, dan lain-lain)

serta mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas

( Kardinan, 2003).

Page 3: BAB II (2)OK

7

2.1.2.3. Secara biologis

Dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai

musuh alami bagi serangga, dapat dilakukan pengendalian serangga

yang menjadi vector atau hospes perantara. Pemangsa yang biasa

digunakan untuk mengendalikan nyamuk dewasa adalah dari

golongan Arthropoda, yaitu Arrenurusmadarazzi (Gandahusada

dkk, 2000).

2.1.2.4. Larvasida

Larvasida merupakan insektisida untuk membunuh

stadium larva atau nimfa (Safar, 2009).Larvasida seharusnya

mempunya itoksifitas yang sangat rendah terhadap mamalia dan

tidak menyebabkan perubahan rasa, bau, atau warna dari pada air

karena Aedes aegypti berkembang biak di bak penampungan air

(Sucipto, 2011).

Berdasarkan atas tempat masuknya kedalam tubuh

seranga, Safar ( 2009) membagi insektisida menjadi :

2.1.2.4.1. Racun kontak (contact poison)

Digunakan untuk pemberantasan serangga

yang memiliki mulut tusuk – isap. Insektisida masuk

melalui ekasoskelet kedalam serangga dengan

perantaraan tarsus (jari – jari kaki) pada saat istirahat

dipermukaan yang mengandung residu insektisida.

Page 4: BAB II (2)OK

8

2.1.2.4.2. Racun perut (stomach poison)

Insektisida masuk kedalam badan

serangga melalui mulut. Serangga yang diberantas

dengan cara ini mempunyai mulut untuk menggigit,

lekatisap, dan bentuk menghisap.

2.1.2.4.3. Racun pernafasan (fumigant)

Insektisida masuk melalui spirakel (sistem

pernafasan) dan juga permukaan badan serangga.

2. 2. Larva Aedes aegypti

2.2.1. Taksonomi

Menurut Nababan (2006), taksonomi larva Aedes aegypti adalah:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Aedes aegypti

Spesies :Aedes aegypti

2.2. 2. Morfologi larva Aedes aegypti

Semua larva nyamuk hidup serta mendapatkan makanan dari

dalam air berupa partikel organik di dasar atau sisi tempat

hidupnya (Plant dan Self, 1993). Larva Aedes aegypti biasanya

ditemukan di tempayan, gentong atau bak mandi di rumah

keluarga yang kurang memperhatikan kebersihan. Larva berukuran

Page 5: BAB II (2)OK

9

7x4 mm, memiliki siphon pada segmen abdomen VIII dengan ujung

siphon tanpa katub penembus dan tidak menancap pada tumbuhan

air. Pada siphon terdapat satu berkas rambut disebelah distal

pektin. Larva Aedes aegypti membentuk sudut dengan permukaan air

(WHO, 2004).

Bagian tubuh larva Aedes aegypti terdiri dari kepala,

thoraks, dan abdomen menurut WHO (2004). Kepala: Bentuk lebar,

agak rata, dan pada tiap sisi mempunyai antena dan mata. Mulut

agak ke bawah serta mempunyai satu deret rambut untuk memutar

bawah serta satu deret rambut untuk memutar atau memegang.

Thoraks: Lebih lebar daripada kepala. Abdomen: Terdiri dari 9

segmen dan tiap segmen terdapat alat pernafasan. Segmen ke-9

dikenal sebagai analgillatau insang anal. Ada empat tahapan dalam

perkembangan larva yang disebut instar.

Larva instar I

berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau satu sampai dua hari

setelah telur menetas, duri - duri (spinae) pada dada belum jelas dan

corong pernapasan pada siphon belum menghitam (Asiah dkk,

2009).

Larva instar II

mempunyai ukuran larva 2,5-3,9 mm, spinae belum jelas,

dan penampakan secara umum, yaitu kulitnya sudah kelihatan

menutupi permukaan tubuh (Hoedojo, 1998).

Page 6: BAB II (2)OK

10

Larva instar III

berukuran 4-5 mm berumur tiga sampai empat hari setelah

telur menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan

berwarna coklat kehitaman (Asiah dkk, 2009).

Larva instar IV

Mempunyai berukuran kira-kira 7x4 mm, mempunyai

pelana terbuka, siphon pendek dan gemuk, bulu siphon 1 pasang dan

gigi sisir berduri lateral. Tingkat kegelapan pada siphon mulai

berkurang dan badannya yang semula pucat bertahap berubah

menjadi kuning kemudian coklat. Larva Aedes aegypti dapat hidup

di wadah yang mengandung air ber pH 5,8-8,6 (Hoedojo, 1998).

Gambar 2. Larva Aedes Aegypti (Gama dkk, 2010).

2.2.3. Bionomik Larva Aedes Aegypti

Tempat perindukan larva nyamuk Aedes Aegypti berupa

wadah yang menjadi tempat penampungan air bersih yang airnya

digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya yang

ditemukan baik didalam rumah seperti tempayan, tong, drum, bak

Page 7: BAB II (2)OK

11

mandi, talang air, akuarium, maupun yang ditemukan di luar rumah

seperti ban mobil, kaleng, botol, dan perabotan rumah tangga lainnya

yang tidak terpakai lagi dan dibuang di halaman rumah atau di kebun

yang menjadi tempat penampungan air hujan. Tempat penampungan

larva ini biasanya terlindung dari pancaran langsung sinar matahari

dan mengandung air bersih (Cahyati, Suharyo, 2006).

2.3. Tanaman Jeruk Nipis

2.3.1. Sejarah

Jeruk nipis atau sering disebut dengan jeruk mipis (Sunda), jeruk

pecel (Jawa), dan jeruk dhurga (Madura) bukanlah tanaman asli dari

negara Indonesia dari sejumlah ekspedisinikolai ivanivich vavilov (1887 -

1942)seorang ahli botani Soviet menemukan tiga setrum daerah asal suku

jeruk – jerukan yaitu dataran Cina , India, dan Indomalaya. Didataran

Cina terdapat plasma nutfah berbagai jeruk, di India ditemukan jeruk

manis, jeruk keprok dan jeruk lemon. Sedangkan dikawasan Indo malaya

ditemukan jeruk purut dan jeruk besar.

Jeruk nipis diduga berasal dari kawasan asia tenggara, terutama

dataran Cina. Dari kawasan ini kemudian menyebar diberbagai negara di

dunia. Termasuk wilayah Indonesia, jeruk nipis telah ditanam diberbagai

daerah diseluruh wilayah nusantara, sehingga seolah – olah merupakan

tanaman lokal (asli) Indonesia.

Page 8: BAB II (2)OK

12

2.3.2. Morfologi

Jeruk nipis adalah sejenis buah jeruk yang mengandung air, tapi

rasa airnya sangat masam sekali, walau aromanya sangat sedap, tanaman

ini berbentuk perdu kecil, tingginya 1,5 – 3,5 meter. Dahan bulat,

cabangnya banyak dan berduri. Warna kulit batang hijau tua, penuh

bintik – bintik kecil yang berkelenjar. Durinya pendek – pendek , tapi

runcing. helaian daun berbentuk bulat telur, ujungnya agak tumpul, dan

kakinya agak membulat. Permukaan daun sebelah atas warnanya hijau

tua mengkilat, tapi bagian bawahnya hijau muda. Baunya beraroma

sedap. Tangkai daun bersayap agak lebar, warnanya persis seperti helaian

daunnya.

Tanaman ini berbunga majemuk, keluar dari kertiak daun atau

pada ujung tangkai. Bentuk bunganya agak kecil, tangkainya sangat

pendek, dan warnanya kuning putih. Kelopak bunga bentuknya seperti

cawan, warnayanya merah. Daun bunya terdiri dari 4 – 5 lembar,

bentuknya panjang. Benang sari berbentuk berkas daun, kuncup bunga

dan tunas mirip jeruk manis. Bakal buah bentuknya bulat seperti bola.

Kulit buah berwarna hijau ketika masih muda, dan berubah menjadi

kuning setelah tua dan masak. Besar buah yang telah tua berukuran

diameter 3,5 – 5 cm, dan tebal kulit antara 0,2 – 0,5 mm. Warna daging

buah kuning kehijauan, bijinya banyak. Buah bulat licin, kadar vitamin C

nya tinggi. Buah ini merupakan bahan penting untuk pembuatan asam

nitrat (Sarwono, 2003).

Page 9: BAB II (2)OK

13

2.3.3. Taksonomi tanaman jeruk nipis

Kingdom : plantae (tumbuh – tumbuhan)

Devisi : spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub devisi : angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : dicotyledonase (biji berkeping dua)

Ordo : rutales

Famili : rutaceae

Genus : citrus

Spesies : citrus aurantifolia swingle(Rahmat, 2003).

Gambar 3.Jeruk nipis citrus aurantifolia (Utariningsih, 2010).

2.3.4. Kandungan biji jeruk nipis (citrus aurantifolia)

Komponen yang terdapat di dalam biji jeruk nipis setelah yang

terkandung di dalamnya adalah acetaldehyde, α penen, sabinen, myrcene,

octano, talhinen, limonoida, T trans-2 hex-1 ol, terpinen, trans ocimen,

cymeno, terpinolene, cis-2 pent-1 ol. Senyawa organik yang terdapat di

dalamnya antara lain vitamin, asam amino, protein, steroid, alkaloid,

senyawa larut lemak, senyawa tak larut lemak. Senyawa yang khas

Page 10: BAB II (2)OK

14

adalah senyawa golongan terpenoid yaitu senyawa limonoida. Senyawa

ini yang berfungsi sebagai larvasida (Ferguson, 2002).

Senyawa limonoida terdapat dalam 2 bentuk yaitu limonoida

aglicones (LA) dan limonoida glucosides (LG). Limonoida

aglicones(LA) menyebabkan rasa pahit pada jeruk dan tidak larut dalam

air. Sedangkan limonoida glucosoides tidak menyebabkan rasa pahit pada

jeruk dan dapat larut dalam air. Limonoida aglicones selama proses

maturasi (pemasakan) dari buah proses ini disebut natural debithoring

process (Jiaxing,2001). Limonoida aglycones dibagi lagi menjadi 4

golongan yaitu limonin, colamin, ichangensin dan 7a-acetate limonoida.

Diantara empat golongan tersebut yang paling dominan dan

menyebabkan rasa pahit pada jeruk dan mempunyai efek larvasida paling

potensial adalah limonoida. Kandungan senyawa limonoida paling tinggi

pada tanaman jeruk didapatkan pada bagian biji yaitu 927 μg/100 mg,

pada bagian daun tanaman adalah 36,6 μg/100mg, pada bagian kulit 2,5

μg/100 mg, dan yang paling sedikit pada buah yaitu hanya 0,7 μg/100mg

(Gunawan dan Mulyani,2004).

2.4.Hubungan antara biji jeruk nipis dengan larva Aedes aegypti

Senyawa limonoid merupakan monoterpenoid yang terdapat dalam

biji jeruk nipis (Robinson, 1995) yang berpotensi sebagai antifeedant

terhadap serangga, zat pengatur tumbuh dan zat toksik pada kutu beras,

larvasida, anti mikroba, penolak serangga (repelent) dan penghambat

reproduksi (Jiaxing, 2001).

Page 11: BAB II (2)OK

15

Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga dengan berbagai

cara, diantaranya sebagai racun kontak, yang dapat masuk ke dalam tubuh

melalui kulit atau dinding tubuh serangga, racun perut atau mulut, masuk

melalui alat pencernaan serangga dan yang terakhir dengan fumigant, yang

merupakan racun yang masuk melalui pernafasan serangga. Limonoid bersifat

sebagai racun (Kardinan, 2001), Sebagai racun perut limonoid dapat masuk

ke dalam tubuh larva nyamuk Aedes aegypti melalui makanan yang mereka

makan. limonoid akan masuk ke organ pencernaan larva dan diserap oleh

dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan

seperti meracuni sel-sel lambung (Untung, 1993). Limonoid bekerja untuk

menurunkan ketegangan mukosa traktus digestivus larva, sehingga dinding

traktus digestivus menjadi korotif ( Aminah dkk, 2001).

2. 5. Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan larva

Adapun yang mempengaruhi larva Aedes aegypti yaitu:

2.5.1. Suhu

Rata-rata suhu optimum yang di perlukan untuk pertumbuhan

larva adalah 25-270C ( Vidiyani, 2008).

2. 5. 2. pH

Larva Aedes aegypti dapat hidup pada air dengan PH 5,8 – 8,6

(Gandahusada dkk, 2000).

2. 5. 3. Media

Larva Aedes aegypti tumbuh baik dalam media air jernih

(Sungkar, 2005).

Page 12: BAB II (2)OK

16

2. 5. 4. kelembaban udara

Kelembapan udara berkisar 81,5% - 89,5% merupakan

kelembapan paling optimal proses embriosasi dan ketahanan hidup

embrio nyamuk (Vidiyani, 2008).

2.6.Kerangka teori

Racun perut

Limonoida

Ekstrak biji jeruk nipis

( citrus aurantifolia )

Kematian larva

Aedes

korosif

pH

SUHU

Kelembapan

Media

Page 13: BAB II (2)OK

17

2.7. Kerangka konsep

2.8. Hipotesis

Ada uji efektivitas biji jeruk nipis( citrus aurantifolia ) terhadap

kematian larva Aedes aegypti.

Ektrak Biji Jeruk nipis

( citrus aurantifolia )

Kematian Larva Aedes aegypti