bab ii 11092014
DESCRIPTION
dsgfdsgdTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN UMUM LAPANGAN
Lapangan Jatibarang di kelola oleh perusahaan milik negara Pertamina
Operasi Ekplorasi dan Produksi yang berada didataran rendah sebelah Utara Jawa
Barat. Lapangan Jatibarang memiliki beberapa struktur lapisan yang mengandung
hidrokarbon yaitu salah satunya struktur lapisan “Y”. Sebagian besar dari struktur
lapisan tersebut terdapat di kabupaten Indramayu dan Majalengka.
2.1. Letak Geografis Lapangan Jatibarang
Lapangan “X” terletak di provinsi Jawa Barat, sekitar 200 Km sebelah Timur
Jakarta dan 30 Km Barat Laut Cirebon atau secara geografis terletak antara 108 o –
109 o BT dan 6 o LU – 7 o LS.
Gambar 2.1.Peta Lokasi Lapangan Jatibarang
( “Data lapangan Jatibarang ”, Pertamina EP Region Jawa, Cirebon. 2012)2.2. Geologi Lapangan Jatibarang
Lapangan Jatibarang termasuk dalam cekungan Jawa Barat Utara.
Cekungan Jawab Barat Utara terletak diantara Paparan Sunda di Utara. Jalur
perlipatan-Bogor di Selatan, daerah pengangkatan Karimun Jawa di Timur dan
Paparan Pulau Seribu di Barat. Cekungan Jawa Barat Dipengaruhi oleh sistem block
faulting yang berarah Utara – Selatan membagi cekungan menjadi graben atau
beberapa sub-basin, yaitu Jatibarang, Pasir Putih, Ciputa, Rangkas Bitung, dan
beberapa tinggian basement seperti Arjawinangun, Cimalaya, Pemanukan,
Kandanghaur - Waled, Rangasdengklok dan Tangerang.
Gambar 2.2.Penampang Geologi Cekungan Jawa Barat.
( “Data lapangan Jatibarang”, Pertamina EP Region Jawa, Cirebon. 2012)2.2.1. Statigrafi Lapangan Jatibarang
Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari Kala
Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen tengah, yaitu pada
Formasi Jatibarang yang terendapkan secara tidak selaras di atas Batuan Dasar.
Gambar 2.3.Stratigrafi Lapangan Jatibarang 12)
( “Data lapangan Jatibarang”, Pertamina EP Region Jawa, Cirebon. 2012)
Urutan stratigrafi regional dari yang paling tua sampai yang paling muda
adalah Batuan Dasar, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah (Talang Akar,
Baturaja), Formasi Cibulakan Atas (Massive, Main, Pre-Parigi), Formasi Parigi dan
Formasi Cisubuh.
1. Batuan Dasar
Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur Kapur
Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur Pra Tersier (Sinclair,
et.al, 1995). Lingkungan pengendapannya merupakan suatu permukaan dengan sisa
vegetasi tropis yang lapuk (Koesoemadinata, 1980).
2. Formasi Jatibarang
Formasi Jatibarang terletak secara tidak selaras di atas Batuan Dasar. Formasi
ini pada bagian bawah tersusun oleh tuff bersisipan dengan lava (aliran), sedangkan
pada bagian atas tersusun oleh batupasir. Umur formasi ini adalah dari Kala Eosen
Akhir sampai Oligosen Awal. Dari jumlah sedimen yang bervariasi, ditafsirkan
lingkungan pengendapan formasi ini adalah continental – fluviatil. Formasi ini
mempunyai ketebalan 1200 m di Cekungan Jatibarang yang terletak di sebelah Timur
Cekungan Ardjuna dan semakin menipis ke arah Barat. Minyak dan gas di beberapa
tempat dapat ditemukan pada rekahan-rekahan tuff tersebut (Budiyani, et.al, 1991).
3. Formasi Talang Akar
Formasi ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang.
Litologi penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari serpih gampingan dengan
sedikit kandungan pasir, batulanau dengan sisipan batupasir, terkadang juga dijumpai
konglomerat secara lokal. Pada bagian atas disusun oleh batuan karbonat. Formasi
ini terbentuk pada lingkungan delta sampai laut yang merupakan hasil dari fase
transgresi kedua pada Neogen (Sinclair, et.al, 1995). Adapun pembentuk formasi ini
terjadi dari Kala Oligosen sampai dengan Miosen Awal. Pada formasi ini juga
dijumpai lapisan batubara yang kemungkinan terbentuk pada lingkungan delta.
Batubara dan serpih tersebut merupakan batuan induk (source rock) untuk
hidrokarbon. Ketebalan formasi ini berkisar antara 50 – 300 m (Budiyani, et.al,
1991). Pada formasi ini dihasilkan minyak dan gas bumi.
4. Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar. Adapun
litologi penyusunnya terdiri dari batugamping terumbu dengan penyebaran tidak
merata. Pada bagian bawah tersusun oleh batugamping masif yang semakin ke atas
semakin berpori. Selain itu juga ditemukan dolomit, interkalasi serpih glaukonitan,
napal, chert dan batubara. Formasi ini terbentuk pada Kala Miosen Awal – Miosen
Tengah (terutama dari asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan formasi ini
adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari ada (terutama dari
melimpahnya foraminifera Spriroclypens Sp). Ketebalan formasi ini berkisar pada 50
m (Budiyani, et. aI, 1991).
5. Formasi Cibulakan Atas
Formasi ini terbagi menjadi 3 anggota formasi, yaitu Massive, Main, dan Pre-Parigi.
a) Massive Unit
Satuan ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja. Litologi
penyusun satuan ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir yang
mempunyai ukuran butir dari halus – sedang. Pada formasi ini dijumpai kandungan
hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil foraminifera
planktonik seperti Globigerina trilobus, foraminifera bentonik seperti Amphistegina
(Arpandi dan Patmosukismo, 1975).
b) Main Unit
Satuan ini terendapkan secara selaras di atas Massive Unit. Litologi penyusunnya
adalah batulempung berselingan dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir dari
halus – sedang (bersifat glaukonitan). Pada awal pembentukannya, berkembang
batugamping dan terdapat blangket-blangket pasir dimana pada bagian ini dibedakan
dengan Main Unit itu sendiri dan disebut dengan Mid Main Carbonat (Budiyani, et.
al, 1991).
c) Pre-Parigi Unit
Satuan ini terendapkan secara selaras di atas Main Unit. Adapun litologi penyusunnya
adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir dan batulanau. Formasi ini
terbentuk pada Kala Miosen Tengah – Miosen Akhir. Lingkungan pengendapannya
adalah neritik tengah – neritik dalam (Arpandi dan Patmosukismo, 1975), hal ini
dapat ditafsirkan dari dijumpainya adanya biota laut dangkal dan juga kandungan
batupasir glaukonitan.
6. Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Pre-Parigi. Litologi
penyusunnya sebagian besar adalah batugamping abu-abu terang, berfosil dan berpori
dengan sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun yang lain adalah serpih
karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah. Kandungan koral, alga, cukup
banyak dijumpai selain juga bioherm dan biostrom. Selain itu juga dijumpai
foraminifera besar seperti Alveolina quoyi, foraminifera bentonik kecil seperti
Quinqueloculina kirembatira, foraminifera plangtonik seperti Globigerina siakensis.
Lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut dangkal – neritik tengah (Arpandi
dan Patmosukismo, 1975). Batugamping pada formasi ini umumnya dapat menjadi
reservoar yang baik karena mempunyai porositas sekunder dan permeabilitas yang
besar. Ketebalan formasi lebih kurang 400 m. Dari hasil penelitian terdahulu, tidak
semua karbonat pada formasi ini menghasilkan hidrokarbon, hanya pada puncak
tutupan dari sembulan karbonat yang terbentuk di daerah shoal dan juga karena
tutupan tersebut berasosiasi dengan sesar yang berfungsi sebagai jalan migrasi
(Sinclair, et.al, 1995).
7. Formasi Cisubuh
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi
penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir dan serpih
gampingan, mengadung banyak glaukonit, lignit, sedikit chert, pirit dan fragmen
batuan beku volkanik. Pada bagian bawah terdapat kandungan fosil yang semakin ke
atas semakin sedikit. Umur formasi ini adalah dari Kala Miosen Akhir sampai Pliosen
– Pleistosen. Formasi Cisubuh diendapkan pada fase regresi pada Kala Neogen, hal
ini dapat dilihat dari semakin ke atas formasi ini semakin bersifat pasiran dengan
dijumpai batubara. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang
semakin ke atas menjadi lingkungan litoral – paralik (Arpandi dan Patmosukismo,
1975). Hidrokarbon tidak pernah ditemukan pada formasi ini. Ketebalan formasi ini
berkisar antara 100 m – 1200 m (Budiyani, et.al, 1991).
2.2.2. Struktur Geologi Lapangan Jatibarang
Sejarah tektonik Cekungan Jawa Barat Utara tidak lepas dari sejarah tektonik
global Indonesia bagian barat. Tatanan tektonik yang terjadi dapat dijelaskan dengan
sistim active margin. Elemen tektonik utamanya adalah adanya penunjaman
Lempeng Hindia, zona subduksi dan busur magmatik (magmatic arc).
Berawal dari Zaman Akhir Kapur hingga Awal Tersier, Jawa Barat Utara
dapat diklasifikasikan dalam cekungan busur depan (fore arc basin) dengan
dijumpainya orientasi struktur mulai dari Ciletuh, Sub Cekungan Bogor, Jatibarang,
Cekungan Muriah dan Cekungan Florence Barat yang mengindikasikan kontrol Tren
Meratus. Pada waktu Paleogen (Eosen – Oligosen), daerah Jawa Barat mengalami
sesar geser yang pada akhirnya membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull
apart basin. Pada fase ini terjadi proses pelebaran (extensional rifting) dan
membentuk sesar-sesar bongkah (half graben system). Half graben system
membentuk daerah Tinggian Pamanukan, Rendahan Ciputat, Rendahan Pasir Putih,
Rendahan Jatibarang dan Rendahan Cemara. Proses tektonik terus berlanjut dengan
terjadinya proses pengangkatan pada Kala Oligosen – Intra Miosen menyebabkan
timbulnya perubahan muka air laut dan membentuk Tinggian Rengasdengklok,
Tinggian Cimalaya dan Rendahan Kandanghaur. Pada akhir kala ini pola sesar yang
umum dijumpai berupa sesar normal berarah utara – selatan yang dinamakan Pola
Sesar Sunda.
Fase tektonik kedua terjadi pada permulaan Neogen (Oligosen – Miosen)
dimana jalur penunjaman baru terbentuk di selatan Jawa. Jalur volkanik periode
Miosen Awal pada waktu sekarang ini terletak di lepas Pantai Selatan Jawa. Deretan
gunungapi ini menghasilkan endapan gunungapi bawah laut yang sekarang disebut
andesit tua, tersebar sepanjang selatan Pulau Jawa. Pola tektonik ini disebut Pola
Tektonik Jawa yang merubah pola tektonik tua yang terjadi sebelumnya menjadi
berarah barat – timur yang menghasilkan suatu sistem sesar naik dimulai dari selatan
(Ciletuh) bergerak ke utara. Pola sesar ini sesuai dengan sistim sesar naik belakang
busur atau thrust foldbet system.
Pada fase ini terjadi proses kompresi yang membentuk perangkap-perangkap
struktur di seluruh Jawa Barat - Utara. Akibat terbentuknya perangkap-perangkap
struktur pada Kala Miosen Akhir terjadi proses migrasi hidrokarbon yang telah
matang.
Fase tektonik akhir yang terjadi adalah pada Pliosen – Pleistosen, dimana
terjadi proses kompresi kembali dan membentuk perangkap-perangkap sruktur berupa
sesar-sesar naik di jalur selatan Cekungan Jawa Barat Utara. Sesar-sesar naik yang
terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi dan sesar naik Subang, sedangkan di jalur utara
Cekungan Jawa Barat Utara terbentuk sesar turun berupa sesar turun Pamanukan.
Akibat adanya perangkap struktur tersebut terjadi kembali proses migrasi
hidrokarbon.
2.3. Karakteristik Reservoir Lapangan Jatibarang Lapisan “Y”
Lapangan Jatibarang memiliki reservoir yang terdiri dari bermacam-macam
lapisan minyak dan gas yang umunya terdapat pada lapisan yang dangkal, dimana
penelitian skripsi ini lebih di fokuskan pada lapisan “Y”.
Keadaan reservoir pada lapisan “Y” perlu diketahui juga tentang sifat fisik
fluida dan sifat fisik batuanya. Data sifat fisik fluida di berikan komposisi fluida dari
fluida reservoir pada lapisan “Y”, seperti pada Tabel II-1. Sifat fisik batuan pada
lapisan “Y”, harga permeabilitas yaitu 30 mD, dan harga porositas yaitu 20 %.
Parameter tersebut didapatkan berdasarkan studi laboratorium petrofisik dengan
melakukan analisa core, baik core ruting maupun analisa core spesial.
Fluida reservoir dilapangan Jatibarang lapisan “Y” merupakan minyak
dengan harga ˚API sebesar 38,7 minyak ini digolongkan menjadi minyak ringan.
Tabel II-1.Distribusi Saturasi Air terhadap Permeabilitas Relatif.
(“Data Rock Properties Lapangan Jatibarang ”, Core Laboratories Jakarta. 1982)
Sw kro krw0,4223 0,3841 0,00000,4471 0,2634 0,00120,4718 0,1756 0,00350,4965 0,1138 0,00580,5213 0,0719 0,00930,5461 0,0448 0,01490,5708 0,0282 0,02180,5956 0,0186 0,02830,6203 0,0127 0,03400,6451 0,0081 0,04370,6699 0 0,0728
Tabel II-2.Data Karakteristik Reservoir Lapangan Jatibarang Lapisan “Y” Pada
Sumur JTB-199Keterangan Harga Satuan
Luas pola injeksi produksi (A) 17,92 Acre
Ketebalan reservoir (h) 14,11 FeetPorositas (ϕ) 20 %
Saturasi gas (Sgi) 0 FraksiSaturasi air awal (Swi) 0,422 Fraksi
Saturasi minyak awal (Soi) 0,578 FraksiPermeabilitas (k) 30 mD
Kro@swi 0,384 FraksiKrw@sor 0,073 Fraksi
Tekanan reservoir 361 PsiTemperatur reservoir 199 ˚F
Viscositas minyak (μo) 0,6026 CpViscositas air (μw) 0,3273 Cp
Gravity oil 38,7 ˚API
Factor volume formasi (Bo) 1,3283 RB/STBJari-jari sumur (rw) 0,29 Feet
Jarak injector-producer 883,4 FeetIw 1305 Bbl/d
Tekanan injeksi-produksi (∆P) 733 PsiLithologi batuan Limestone
Type reservoir drive Solution gas,water drive
2.4. Sejarah Produksi
Lapangan Jatibarang lapisan “Y” pertama kali ditemukan pada tahun 1930
oleh perusahaan milik negara Pertamina Operasi Ekplorasi dan Produksi dan mulai
berproduksi pada tahun 1977, pada awal laju produksi menunjukkan bahwa laju
produksi minyak sebesar 293,9 BOPD dan laju produksi akhir pada tahun 2012
dengan laju produksi sebesar 88,9 BOPD dengan water cut 67,5 %. Jumlah sumur
produksi pada lapangan Jatibarang lapisan “Y” sebanyak 10 sumur produksi.
27/06/1976 13/09/1984 30/11/1992 16/02/2001 05/05/20090
200
400
600
800
1000
1200
QO vs Time
Time
Qo,
BO
PD
Gambar. 2.4.Sejarah Produksi Lapangan Jatibarang Lapisan “Y”
(“Data Lapangan Jatibarang ”, Tim FTM UPN “Veteran” Yogyakarta)
Nov-74 Apr-80 Oct-85 Apr-91 Sep-96 Mar-02 Sep-07 Mar-13 Aug-18 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Wc vs Time
Time
Wc,
%
Gambar. 2.5.Sejarah Produksi Water Cut Lapangan Jatibarang Lapisan “Y”
(“Data Lapangan Jatibarang ”, Tim FTM UPN “Veteran” Yogyakarta)